makalah blok 28
DESCRIPTION
makalah blok 28TRANSCRIPT
Fraktur Tertutup os Femoris Akibat Kecelakaan
Kerja
Angela Sondang
102010289Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
aangelasondang @yahoo.com
Pendahuluan
Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas di Indonesia baik dari segi jumlah
pemakai jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan dan bertambahnya jaringan
jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas kemungkinan terjadinya fraktur adalah akibat
kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas sering mengakibatkan trauma kecepatan tinggi
dan kita harus waspada terhadap kemungkinan polytrauma yang dapat mengakibatkan trauma
organ – organ lain.
Trauma – trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, cedera olah raga.
Kita harus dapat membayangkan rekonstruksi terjadinya kecelakaan agar dapat menduga
fraktur yang dapat terjadi. Setiap trauma yang dapat mengakibatkan fraktur juga dapat
sekaligus merusak jaringan lunak disekitar fraktur mulai dari otot, fascia, kulit, tulang,
sampai struktur neurovaskuler atau organ – organ penting lainnya.
Tn.B, 40 tahun, datang dengan keluhan tungkai kanan tidak dapat digerakkan sejak 6
jam yang lalu. Hal ini terjadi ketika Tn.B sedang membersihkan kaca di lantai 4 kemudian
jatuh terpleset dan Tn.B mengaku tidak menggunakan alat pelindung diri (APD). Tn.B
bekerja sebagai cleaning service di tempat tersebut selama 10 tahun.
Dari kasus tersebut, Tn.B mengalami kecelakaan kerja. Ada dua golongan penyebab
kecelakaan kerja. Golongan pertama adalah faktor mekanis dan lingkungan, yang meliputi
segala sesuatu selain faktor manusia. Golongan kedua adalah faktor manusia itu sendiri yang
merupakan penyebab kecelakaan. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, didapatkan adanya
fraktur tertutup os femoris pada Tn.B. Dari tinjauan kasus ini, akan dibahas lebih lanjut
mengenai kecelakaan kerja dan diagnosis banding dari fraktur tertutup os femoris, mulai dari
anamnesis, anamnesis pekerjaan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, pajanan yang
dialami, tatalaksana serta pencegahannya.
Pembahasan
Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan
kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang
terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah
melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui (Pasal I, Undang-Undang nomor 3 tahun 1992
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja). Untuk jaminan sosial tenaga kerja digunakan
singkatan jamsostek. Sedangkan penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang
disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.1,2
Penyebab kecelakaan kerja
Secara umum, dua penyebab terjadinya kecelakaan kerja adalah penyebab dasar (basic
causes) dan penyebab langsung (immediate causes).2
Penyebab dasar
Faktor manusia atau pribadi, antara lain karena kurangnya kemampuan tisik,
mental, dan psikologis; kurang atau lemahnya pengetahuan dan keterampilan
(keahlian); stres; dan motivasi yang tidak cukup atau salah. 2
Faktor kerja atau lingkungan, antara lain karena ketidakcukupan kemampuan
kepemimpinan dan/atau pengawasan, rekayasa (engineering), pembelian atau
pengadaan barang, perawatan (maintenance), alat-alat, perlengkapan, dan barang-
barang atau bahan-bahan, standar-standar kerja, serta berbagai penyalahgunaan
yang terjadi di lingkungan kerja. 2
Penyebab langsung
Kondisi berbahaya (kondisi yang tidak standar - unsafe condition), yaitu tindakan
yang akan menyebabkan kecelakaan misalnya peralatan pengaman, pelindung, atau
rintangan yang tidak memadai atau tidak memenuhi syarat; bahan dan peralatan
yang rusak; terlalu sesak alau sempit; sistem-sistem tanda peringatan yang kurang
memadai; bahaya-bahaya kebakaran dan ledakan; kerapian atau tata letak
(housekceping) yang buruk; lingkungan berbahaya atau beracun (gas, debu. asap,
uap, dan lainnya); bising; paparan radiasi; serta ventilasi dan penerangan yang
kurang. Banyak ditemui bahwa penyebab terciptanya kondisi yang tidak aman ini
karena kurang ergonomis seperti lantai yang licin, tangga rusak, udara yang
pengap, pencahayaan kurang, terlalu bising, dan lain-lain. 1,2
Tindakan berbahaya (tindakan yang tidak standar - unsafe action), yaitu tingkah
laku, tindak-tanduk, atau perbuatan yang akan menyebabkan kecelakaan misalnya
mengoperasikan alat tanpa wewenang; gagal untuk memberi peringatan dan
pengamanan; bekerja dengan kecepatan yang salah; menyebabkan alat-alat
keselamatan tidak berfungsi; memindahkan alat-alat keselamatan; menggunakan
alat yang rusak; menggunakan alat dengan cara yang salah; serta kegagalan
memakai alat pelindung atau keselamatan diri secara benar. 1,2
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, faktor manusia menempati posisi yang sangat
penting terhadap terjadinya kecelakaan kerja yaitu antara 80-85%.
ANAMNESIS
Yang perlu ditanyakan dalam anamnesis adalah:
a. Identitas :
Nama (+ nama keluarga)
Umur/ usia
Jenis kelamin
Alamat
Umur/ pendidikan
Agama dan suku bangsa
b. Riwayat penyakit :
Keluhan utama
Keluhan/ gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat
Tidak harus sejalan dengan diagnosis utama
c. Riwayat perjalanan penyakit :
Cerita kronologis, rinci, jls ttg keadaan pasien sblm ada keluhan sampai dibawa
berobat
Pengobatan sebelumnya dan hasilnya (macam obat dll)
Tindakan sebelumnya (suntikan, penyinaran)
Reaksi alergi
Perkembangan penyakit – gejala sisa/ cacat
Riwayat penyakit pada anggota keluarga, tetangga
Riwayat penyakit lain yg pernah diderita sebelumnya
Hal – hal yang perlu ditanyakan tentang keluhan / gejala :
Lama keluhan
Mendadak, terus-menerus, perlahan-lahan, hilang timbul, sesaat
Keluhan lokal: lokasi, menetap, pindah-pindah, menyebar
Bertambah berat/ berkurang
Yang mendahului keluhan
Pertama kali dirasakan/ pernah sebelumnya
Keluhan yang sama adalah pada anggota keluarga, orang serumah, sekelilingnya
Upaya yang dilakukan dan hasilnya
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah riwayat kesehatan dikumpulkan,
pemeriksaan fisik yang lengkap biasanya dimulai secara berurutan dari kepala sampai kejari
kaki. 2
- Look atau yang biasanya disebut inspeksi adalah dengan melakukan pengamatan
terhadap lokasi pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal,
angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah
apakah kulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur,
cedera terbuka. 2,3
- Feel atau yang sering kita sebut palpasi yaitu pemeriksaan dengan cara perabaan,
apakah terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari
fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera pembuluh darah adalah
keadaan darurat yang memerlukan pembedahan. 2,3
- Movement :Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting untuk
menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi – sendi dibagian distal cedera.2,3
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Rontgen Anteroposterior (AP) dan lateral regio femoris dextra yang meliputi dua sendi
yang berada di bagian proximal dan distal.
DIAGNOSIS KLINIS
Fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang, umumnya akibat
trauma. Fraktur digolongkan sesuai jenis dan arah garis fraktur.3,4
Fraktur komplet, patah pada seluruh garis tulang dan biasanya mengalami pergeseran
(dari yang normal).
Fraktur inkomplet, patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang
Fraktur tertutup (fraktur simpel), patah tulang tetapi tidak menyebabkan robeknya
kulit
Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks), patah yang menembus kulit dan
tulang yang berhubungan dengan dunia luar.
Fraktur kominitif, terdapat dua atau lebih fragmen tulang.
Fraktur green stick, fraktur yang salah satu sisi tulang patah sedang satu sisi lainnya
membengkok.
Fraktur kompresi, fraktur dengan tulang mengalami kompresi (tulang belakang)
Fraktur depresi, fraktur yang fragmen tulangnya terdorong ke dalam ( tulang
tengkorak dan wajah).
Gambar No.01 Contoh Fraktur
Fraktur terbuka dan tertutup dapat bersifat komplet atau inkomplet. Penyebab fraktur
tulang yang paling sering adalah trauma. Jatuh dan cedera olahraga adalah penyebab umum
fraktur traumatik. Beberapa fraktur dapat terjadi setelah trauma minimal atau tekanan ringan
apabila tulang lemah. Hal ini disebut dengan fraktur patologis. Fraktur patologis sering terjadi
pada lansia yang mengalami osteoporosis, atau individu yang mengalami tumor tulang,
infeksi, atau penyakit lain. Fraktur stres dapat terjadi pada tulang normal akibat stres tingkat
rendah yang berkepanjangan atau berulang. Fraktur stres dapat disebut dengan fraktur
keletihan. Fraktur stres paling sering terjadi pada individu yang melakukan olahraga daya
tahan seperti pelari jarak jauh. 3,4
Efek fraktur tulang. Ketika tulang patah, sel tulang mati. Perdarahan biasanya terjadi di
sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak di sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak
biasanya mengalami kerusakan akibat cedera. Reaksi inflamasi yang intens terjadi setelah
patah tulang. Sel darah putih dan sel mast berakumulasi sehingga menyebabkan peningkatan
aliran darah ke area tersebut. Fagositosis dan pembersihan debris sel mati dimulai. Bekuan
fibrin (hematoma fraktur) terbentuk di tempat patah dan berfungsi sebagai jala untuk
melekatnya sel-sel baru. Aktivitas osteoblas segera terstimulasi dan terbentuk tulang baru
imatur, yang disebut kalus. Bekuan fibrin segera direabsorbsi dan sel tulang baru secara
perlahan mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Tulang sejati menggantikan
kalus dan secara perlahan mengalami kalsifikasi. Penyembuhan memerlukan waktu beberapa
minggu sampai beberapa bulan (fraktur pada anak sembuh lebih cepat). Penyembuhan dapat
terganggu atau terlambat apabila hematoma fraktur atau kalus rusak sebelum tulang sejati
terbentuk, atau apabila sel tulang baru rusak selama kalsifikasi dan pengerasan. 3
Gambaran klinis fraktur biasanya nyeri disertai dengan patah tulang traumatik dan cedera
jaringan lunak. Spasme otot dapat terjadi setelah patah tulang dan menimbulkan nyeri. Pada
fraktur stres, nyeri biasanya menyertai aktivitas dan berkurang dengan istirahat. Fraktur
patologis mungkin tidak disertai nyeri. Adanya pembengkakan disekitar tempat fraktur yang
disertai dengan proses inflamasi. Gangguan sensasi atau kesemutan dapat terjadi, yang
menandakan adanya kerusakan saraf. Krepitasi (suara gemeretak) dapat terdengar saat tulang
digerakkan karena ujung ujung patahan tulang bergeser satu sama lain. 3,5
Komplikasi akibat fraktur diantaranya :
Non-union, delayed union, atau mal-union tulang dapat menimbulkan deformitas atau
hilangnya fungsi. 3
Sindrom kompartemen ditandai oleh kerusakan atau destruksi saraf dan pembuluh
darah yang disebabkan oleh pembengkakan dan edema di daerah fraktur. Dengan
pembengkakan interstisial yang intens, tekanan pada pembuluh darah yang menyuplai
daerah tersebut dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps. Hal ini menimbulkan
hipoksia jaringan dan dapat menyebabkan kematian saraf yang mempersarafi daerah
tersebut. Biasanya akan timbul nyeri hebat. Individu mungkin tidak dapat
menggerakkan jari tangan atau jari kakinya. Sindrom kompartemen biasanya terjadi
pada ekstremitas yang memiliki retriksi volume yang ketat, seperti lengan. Untuk
memeriksa sindrom kompartemen, harus dipantau dengan sering pada tulang yang
cedera atau digips; nyeri, pucat, parestesia dan paralisis. Denyut nadi mungkin teraba
atau mungkin tidak. 3
Dalam hal ini, fraktur harus segera diimobilisasi untuk memungkinkan pembentukan
hematoma fraktur dan meminimalkan kerusakan. Penyambungan kembali tulang (reduksi)
penting dilakukan agar terjadi pemulihan posisi yang normal dan rentang gerak. Sebagian
besar reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi tertutup) dan pembedahan
untuk fiksasi (reduksi terbuka), pin atau sekrup dapat dipasang untuk mempertahankan
sambungan. Traksi dapat digunakan untuk mempertahankan reduksi dan menstimulasi
penyembuhan. Imobilisasi jangka panjang setelah reduksi penting dilakukan agar terjadi
pembentukan kalus dan tulang baru. Imobilisasi jangka panjang biasanya dilakukan dengan
pemasangan gips atau penggunaan bidai. 3
PAJANAN YANG DIALAMI
Urutan Bahaya Potensial Gangguan Resiko
Kegiata
n
kesehatan kesehata
n kerja
Fisik Kimi
a
Biologi Ergonom
i
Psikososia
l
Berang-
kat &
pulang
kerja
Bising
Matahari
panas
Debu
asap
Serang
-ga
Bakteri
Virus
jamur
Posisi
statis
vibrasi
monoton Peradangan pada
mata, kulit,
telinga,
pernapasan,
ggn.muskuloskele
-tal
Kecelaka-
an lalu
lintas
Saat
bekerja
Pencahaya
-an
Suhu
Kelemba-
ban
debu Bakteri
Virus
jamur
Posisi
statis
monoton Peradangan pada
mata, kulit,
telinga,
sal.pernafasan,
ggn.muskuloskele
-tal
Terjatuh,
tertimpa
tangga
Hubungan Pajanan dengan Penyakit
Posisi yang kurang stabil (ergonomi) dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti jatuh aau
terpleset. Posisi ergonomi yang kurang stabil dapat dikarenakan posisi berdiri yang lama.
Faktor cuaca seperti terpaan angin atau awan yang mengandung muatan elektrostatik atau
listrik juga dapat mempengaruhi. Dalam hal ini, faktor psikososial juga dapat berperan
diantaranya stress karena bekerja di tempat yang sangat tinggi.
Jumlah Pajanan
Posisi Tn.B saat membersihkan kaca kurang stabil (ergonomi)
Tidak menggunakan alat pelindung diri berupa tali pengaman
Faktor Individu
Pasien tidak mengetahui apakah ada pekerja lain yang mengalami hal serupa, dan juga tidak
mengetahui berapa banyak temannya yang tidak menggunakan alat pelindung diri berupa tali
pengaman.
Faktor Lain
Pasien tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol, dan tidak pernah terpajan selain di
tempat kerja.
Diagnosis Okupasi
Fraktur yang terjadi pada tungkai kanan Tn.B bukanlah penyakit akibat kerja melainkan
kecelakaan kerja yang terjadi saat bekerja, hal ini dikarenakan Tn.B tidak menggunakan alat
pelindung diri.
Patofisiologi fraktur
Penyebab fraktur adalah trauma Fraktur patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma
minimal atau tanpa trauma berupa yang disebabkan oleh suatu proses., yaitu :
• Osteoporosis Imperfekta
• Osteoporosis
• Penyakit metabolik.
Trauma Dibagi menjadi dua, yaitu :
• Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan
posisi miring dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda keras
(jalanan).
• Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya
jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua.
Tanda dan Gejala
• Nyeri hebat di tempat fraktur
• Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah
• Rotasi luar dari kaki lebih pendek
• Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak, kripitasi,
sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.
Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu :
1. Fase hematum
• Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume disekitar fraktur.
• Setelah 24 jam suplai darah di sekitar fraktur meningkat.
2. Fase granulasi jaringan
• Terjadi 1 – 5 hari setelah injury.
• Pada tahap phagositosis aktif produk neorosis.
• Itematome berubah menjadi granulasi jaringan yang berisi pembuluh darah
baru fogoblast dan osteoblast.
3. Fase formasi callus
• Terjadi 6 – 10 harisetelah injuri.
• Granulasi terjadi perubahan berbentuk callus.
4. Fase ossificasi
• Mulai pada 2 – 3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh.
• Callus permanent akhirnya terbentuk tulang kaku dengan endapan garam
kalsium yang menyatukan tulang yang patah.
5. Fase consolidasi dan remadelling
• Dalam waktu lebih 10 minggu yang tepat berbentuk callus terbentuk dengan
oksifitas osteoblast dan osteuctas.
Penatalaksanaan
Analgesik dan Anti Inflamasi Non-Steroid (AINS)
Untuk menghilangkan rasa nyeri dan mencegah proses terjadinya inflamasi pada pasien.
Contohnya: ibuprofen, salisilat, parasetamol.
Pencegahan
Untuk mencegah gangguan daya kerja, ada beberapa usaha yang dapat dilakukan agar para
pekerja tetap produktif dan mendapatkan jaminan perlindungan keselamatan kerja, yaitu:
1. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja (calon pekerja) untuk mengetahui apakah calon
pekerja tersebut serasi dengan pekerjaan barunya, baik secara fisik maupun mental.
2. Pemeriksaan kesehatan berkala/ulangan, yaitu untuk mengevaluasi apakah faktor-faktor
penyebab itu telah menimbulkan gangguan pada pekerja
3. Pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kerja diberikan kepada para buruh secara
kontinu agar mereka tetap waspada dalam menjalankan pekerjaannya.
4. Pemberian informasi tentang peraturan-peraturan yang berlaku di tempat kerja sebelum
mereka memulai tugasnya, tujuannya agar mereka mentaatinya.
5. Penggunaan pakaian pelindung
6. Isolasi terhadap operasi atau proses yang membahayakan, misalnya proses pencampuran
bahan kimia berbahaya, dan pengoperasian mesin yang sangat bising.
7. Pengaturan ventilasi setempat/lokal, agar bahan-bahan/gas sisa dapat dihisap dan dialirkan
keluar.
8. Substitusi bahan yang lebih berbahaya dengan bahan yang kurang berbahaya atau tidak
berbahaya sama sekali.
9. Pengadaan ventilasi umum untuk mengalirkan udara ke dalam ruang kerja sesuai dengan
kebutuhan.
Penutup
Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa pekerja sebagai sumberdaya dalam lingkungan kerja konstruksi
harus dikelola dengan baik, sehingga dapat memacu produktivitas yang tinggi. Keinginan untuk
mencapai produktivitas yang tinggi harus memperhatikan segi keselamatan kerja, seperti memastikan
bahwa para pekerja dalam kondisi kerja aman.
Daftar Pustaka
1. Suma’mur. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja (hiperkes). Jakarta: Sagung
Seto; 2009.h.
2. Harrington JM, Anton CW. Kesehatan kerja; buku saku: Kecelakaan kerja. Ed.3.
Jakarta: EGC, 2003.h.234-1
3. Corwin EJ. Patofisiologi: buku saku; Fraktur. Ed.3. Jakarta: EGC,2009.h.335-4
4. Suratun, Heryati, Manurung S. Klien gangguan sistem muskuloskeletal; Fraktur.
Jakarta: EGC, 2008.h.149-6
5. Pierce AG, Neil RB. At a glance ilmu bedah; fraktur. Ed.3. Jakarta: Erlangga,
2006.h.38