makalah blok 26 iva

40
Skrining kanker serviks dengan metode ispeksi visual asam asetat (IVA) Neng Nurmalasari 10-2010-326 E3 03-07-2013 Pendahuluan Insiden dan prevalensi Sampai saat ini kanker mulut rahim masih merupakan masalah kesehatan perempuan di indonesia sehubungan dengan angka kejadian dan angka kematiannya yang tinggi. Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan umum yang lemah, status sosial ekonomi yang rendah, keterbatasan sumber daya, keterbatasan sarana dan Alamat korespodensi : Jln. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Email : [email protected] 1 Tinjauan

Upload: neng-nurmalasari

Post on 01-Jan-2016

295 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Blok 26 IVA

Skrining kanker serviks dengan metode ispeksi visual asam

asetat (IVA)

Neng Nurmalasari

10-2010-326

E3

03-07-2013

Pendahuluan

Insiden dan prevalensi

Sampai saat ini kanker mulut rahim masih merupakan masalah kesehatan perempuan di

indonesia sehubungan dengan angka kejadian dan angka kematiannya yang tinggi.

Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan umum yang lemah, status sosial ekonomi

yang rendah, keterbatasan sumber daya, keterbatasan sarana dan prasarana, jenis histopatologi

dan derajat pendidikan ikut serta dalam menentukan prognosis dari penderita.

Di negara maju, angka kejadian dan angka kematian kanker mulut rahim telah menurun karenan

suksesnya program deteksi dini. Akan tetapi, secara umum kanker mulut rahim menempati posisi

kedua terbanyak pada keganasan wanita (setelah kanker payudara) diperkirakan diderita oleh

500.000 wanita tiap tahunnya.

Alamat korespodensi :

Jln. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Email : [email protected]

1

Tinjauan pustaka

Page 2: Makalah Blok 26 IVA

Di indonesia, diperkirakan 40 ribu kasus baru kanker mulut rahin ditemukan setiap tahunnya. Di

rumah sakit Dr. Cipto mangunkusumo, frekuensi kanker serviks 76,2% di antara kanker

ginekologik. Dari data 17 rumah sakit di jakarta tahun 1977 kanker serviks menduduki urutan

pertama yaitu 432 kasus di antara 918 kanker pada perempuan.

Rasjidin I. Manual prakanker serviks. Jakarta: CV sagung seto; 2008.h.5-54

Karsinoma serviks uteri

Epidemiologi

Kanker serviks merupakan jenis kanker terbanyak kedua pada wanita dan menjadi penyebab

lebih dari 250.000 kematian pada tahun 2005. Kurang lebih 80% kematian tersebut terjadi di

Negara berkembang. Tanpa prenatalaksanaan yang adekuat, diperkirakan kematian akibat kanker

serviks akan meningkat 25% dalam sepuluh tahun mendatang.

Factor etiologi

Factor etiologi yang perlu mendapat perhatian adalah infeksi human pavilloma virus (HPV).

HPV tipe 16, 18,31,33,35,45,51,52,56 dan 58 sering ditemukan pada kanker dan lesi prakanker.

HPV adalah DNA virus yang menimbulkan proliferasi pada permukaan epiderman dan mukosa.

Infeksi virus papiloma sering terdapat pada wanita yang aktif secara seksua;.

Factor risiko

Perilaku seksual

Dari studi epidemiologi, kanker serviks skuamosa berhubungan kuat dengan perilaku seksual,

seperti berganti-ganti mitra seks dan usia melakukan hubungan seks yang pertama. Risiko

meningkat lebih dari sepuluh kali bila mitra seks enam atau lebih, atau bila hubungan seks

pertama di bawah umur 15 tahun. Risiko akan meningkat apabila hubungan dengan pria berisiko

tinggi mengidap kandiloma akuminatum. Pria berisiko tinggi adalah pria yang melakukan

hubungan seks dengan banyak mitra seks.

2

Page 3: Makalah Blok 26 IVA

merokok

Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogenik baik yang dihisap sebagai rokok/sigaret

maupun yang dikunyah. Asap rokok menghasilkan polycyclic aromatic hydrocarbons

heterocyclic amine yang sangat karsinogenik dan mutagen, sedangkan bila dikunyah ia

menghasilkan nitrosamine. Bahan yang berasal dari tembakau yang dihisap terdapat pada getah

serviks wanita perokok dan dapat menjadi kokarsinogen infeksi virus.

Ali dkk. Bahkan membuktikan bahwa bahan-bahan tersebut dapat menyebazbkan kerusakan

DNA epitel serviks sehingga mengakibatkan neoplasma serviks.

Nutrisi

Banyak sayur dan buah mengandung bahan-bahan antioksidan dan berkhasiat mencegah kanker.

Dari beberapa penellitian, ternyata defisiensi terhadap asam folat, vitamin C, E, beta

karotin/retinol dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker serviks.

Table. Risiko relative kanker serviks dari beberapa factor

Factor risiko Risiko relative

Usia pertama hubungan seks (tahun)

<16

16-19

>19

16

3

1

Jarak antara hubungan seks pertama

dengan menarche (tahun)

<1

1-5

6-10

>10

26

7

3

1

Jumlah pasangan seks

>4 pasangan (dibandingkan 0 atau 1 pasangan)

3,6

Jumlah pasangan seks sebelum usia 20 tahun

>1 pasangan (dibandingkan tanpa pasangan) 7

3

Page 4: Makalah Blok 26 IVA

Genital wart

Ada (dibandingkan tidak ada) 3,2

Merokok >5 batang perhari

Selama >20 tahun (dibandingkan <1 tahun) 4

Perubahan system imun

Perubahan system imun dihubungkan dnegan meningkatnya risiko terjadinya karsinoma serviks

invasive. Hal ini dihubungkan dengan penderita yang terinfeksi dengan human

immunodeficiency virus (HIV) meningkatkan angka kejadian kanker serviks prainvasif dan

invasive.

Prosedur penentuan diagnosis

1. Anamnesa, untuk mencari factor predisposisi dan keluhan penerita. Keputihan dan

pendarahan abnormal per vaginam merupakan keluhan utama pasien yang dicurigai

menderita kanker serviks invasive.

2. Pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan ginekologis dan pemeriksaan kelenjar inguinal

3. Pemeriksaan penunjang seperti foto thoraks, BNO-IVP, sitoskopi, retroskopi, CT-scan

optional, MRI, serta bone survey, terutama jika menentukan jauhnya metastase

4. Biopsy serviks untuk menentukan jenis histopatologis

5. Untuk deteksi kanker serviks stadium dini dapat dilakukan beberapa cara mulai dari uji

pap konvensional, IVA, papnet, thin prep, servikografi, uji HPV, dan kolposkopi.

Memeprhatikan permasalahan dalam penangulangangan kanker serviks Indonesia , inspeksi

visual asam asetat (IVA) dapat menjadi metode alternative untuk skrinning. Pertimbangan ini

dibuat dengan alas an:

1. Mudah dan praktis dilaksanakan

2. Dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan nondokter ginekologi. Bahkan oleh bidan praktik

swasta maupun di tempat-tempat terpencil

3. Alat-alat yang dibutuhkan sangat sederhana hanya untuk pemeriksaan ginekologi dasar

4. Biaya murah, sesuai untuk pusat pelayanan sederhana

4

Page 5: Makalah Blok 26 IVA

5. Hasil langsung diketahui dan

6. Dapat segera diterapi (see and treat)

Pendekatan “the screen and threat”, based on visual inspection dengan asam asetat sebagai

screening test.

Rasjidi I. Panduan penatalaksanaan kanker ginekologik berdasarkan evidence based. Jakarta:

EGC;2007.h.6-19

Perjalanan alamiah

Skrining dan deteksi penyakit dalam populasi

Misi epidemiologi adah untuk menunjang program kesehatan masyarakat. Tujuan ahli

epidemiologi adalah untuk memahami kausalitas dan hubungan penyakit sehingga program

pengendalian penyakit, pencegahan dan program perlindungan dapat dikembangkan dan

diterapkan untuk melindungi populasi. Program skrining merupakan salah satu alat yang

digunakan untuk mencapai misi dan sasaran peidemiologi tersebut. Program skrining dapat

dilakukan secara pasif seperti pemeriksaan mata disekolah dasar atau secara ambisius seperti

skrining multifase yang diadakan di mal perbelanjaan atau bazar kesehatan. Skrining

didefinisikan sebagai pelaksanaan prosedur sederhana dan cepat untuk mengidentifikasi dan

memisahkan orang yang tampaknya sehat, tetapi kemungkinan berisiko terkena penyakit, dari

mereka yang mungkin tidak terkena penyakit tersebut. Skrining dilakukan untuk

mengidentifikasi mereka yang diduga mengidap penyakit sehingga mereka dapat dikirim untuk

menjalani pemeriksaan medis dan studi diagnostik yang lebih pasti. Skrining multifase adalah

penggunaan suatu kombinasi tes dan diagnostik yang dilakukan secara berurutan oleh tekhnisi

dibawah arahan medis terhadap sekelompok besar orang yang sehat. Skrining multifase

menggunakan serangkaian tes skrining tersebut sebagai upaya pencegahan untuk

mengidentifikasi penyakit atau kondisi apa pun pad apopulasi yang kelihatannya sehat.

5

Page 6: Makalah Blok 26 IVA

Skrining terkadang dipertukarkan maknanya dengan diagnosis, tetapi skrining itu sendiri

merupakan prekursor untuk diagnosis. Tes skrining, seperti tes penglihatan, pengukuran tekanan

darah, pap smears, pemeriksaan darah, dan x-rays dada dilakukan pada kelompok besar atau

populasi. Tes skrining memiliki titik potong yang digunakan untuk menentukan mana orang

yang berpenyakit dan mana yang tidak. Diagnosis diberikan kepada pasien secara perorangan

oleh dokter atau institusi perawatan kesehatan berkualitas lainnya. Diagnosis selain

menggunakan hasil tes, juga melibatkan evaluasi tanda dan gejala, dan mungkin melibatkan

penilaian yang subjektif berdasarkan pengalaman dokternya. Diagnosis adalah hak prerogatif

dokter. Tes skrining dapat dilakukan oleh tekhnisi medis di bawah pengawasan dokter. Skrining

tidak ditujukan untuk menyaingi diagnosis, tetapi lebih sebagai proses yang digunakan untuk

mendeteksi kemungkinan suatu kondisi penyakit sehingga dapat dirujuk untuk diagnosis.

Diagnosis tidak hanya memperkuat atau menyanggah tes skrining, tetapi juga dapat membantu

menetapkan validitas, sensitivitas, dan spesifisitas uji.

Pertimbangan program skrining

Wilson dan junger menetapkan beberapa hal yang harus dipertimbangkan ahli epidemiologi saat

merencanakan dan melaksanakan program skrining. Dari sudut pandang ksehatan masyarakat,

skrining paling efektif jika dapat mencapai sebagian besar populasi.

Berikut faktor yang perlu dipertimbangkan ketika merencanakan program skrining untuk

kelompok populasi yang besar:

1. Penyakit atau kondisi yang sedang diskrining harus merupakan masalah medis utama

2. Pengobatan yang dapat diterima harus tersedia untuk individu berpenyakit yang

terungkap saat proses skrining dilakukan.

3. Harus tersedia akses ke fasilitas dan pelayanan perawatan kesehatan untuk diagnosis dan

pengobatan lanjut penyakit yang ditemukan

4. Penyakit harus memiliki perjalanan yang dapat dikenali, dengan keadaan awal dan

lanjutannya yang dapat diidentifikasi

5. Harus tersedia tes atau pemeriksaan yang tepat dan efektif untuk penyakit

6. Tes dan proses uji harus dapat diterima oleh masyaraka tumum

6

Page 7: Makalah Blok 26 IVA

7. Riwayat alami penyakit atau kondisi harus cukup dipahami, termasuk fase reguler dan

perjalanan penyakit, dengan periode awal yang dapat diidentifikasi melalui uji

8. Kebijakan, prosedur, dan tingkatan uji harus ditentukan untuk menentukan siapa yang

harus dirujuk untuk pemeriksaan, diagnosis dan tindakan lebih lanjut.

9. Proses harus cukup sederhana sehingga sebagian besar kelompok mau berpartisipasi

10. Skrining jangan dijadikan kegiatan sesekali saja, tetapi harus dilakukan dalam proses

yang teratur dan berkelanjutan

Tes skrining

Skrining mengandalkan tes, tidak hanya satu tes, tetapi sederetan tes, oleh karen aitu, kegiatan

skrining hanya akan efektif, bila tes dan pemeriksaan yang digunakan juga efektif. Dengan

demikian, setiap tes skrining memerlukan validitas dan reabilitas yang kuat. Validitas tes

ditunjukkan melalui seberapa baik tes secara aktual mengukur apa yangs emestinya diukur. Jika

ini adalah tes skrining kolesterol, pertanyaannya adalah: dapatkah tes itu memberikan informasi

yang cukup akurat sehingga individu dapat mengetahui tinggi atau rendahnya kadar kolesterol

sekarang? Validitas ditentukan oleh sensitivitas dan spesifisitas uji. Realibilitas didasarkan pada

seberapa baik uji dilakukan pada waktu itu dalam hal keterulangannya (repeatibility). Dapatkah

uji memberikan hasil yang dapat dipercata setiap kali digunakan dan dalam lokasi atau populasi

yang berbeda? Yield (hasil) merupakan istilah lain yang terkadang digunakan untuk menyebut

tes skrining. Yield adalah angka atau jumlah skrining yang dapat dilakukan suatu tes dalam suatu

periode waktu- jumlah penyakit yang dapat terdeteksi dalam proses skrining. Validitas suatu uji

dapat dipengaruhi oleh keterbatasan uji dan sifat individu yang diuji. Status penyakit, keparahan,

tingkat dan jumlah pajanan, kesehatan gizi, kebugaran fisik, dan faktor lain yang mempengaruhi

status kesehatan individu juga dapat mempengaruhi dan berdampak pada respons dan temuan

tes.

Sensitivitas dan spesifisitas: uji validitas

Sensitivitas adalah kemampuan suatu uji untuk mengidentifikasi dnegan benar mereka yang

terkena penyakit- presentase mereka yang terkena penyakit dan terbukti terkena penyakit seperti

yang diperhatikan melalui uji. Sensitivitas memperlihatkan proporsi orang yang benar-benar

7

Page 8: Makalah Blok 26 IVA

sakit dalam suatu populasi yang menjalani skrining dan teridentifikasi secara tepat terkena

penyakit melalui tes skrining

sensitivitas= positif benarpositif benar+negatif palsu

=¿ positif benar

semuaorang berpenyakit

Spesifisitas adalah kemampuan suatu uji untuk mengidentifikasi dengan benar presentase mereka

yang tidak terkena penyakit- orang yang tidak terkena penyakit dan terbukti tidak terkena

penyakit seperti yang ditujukkan melalui suatu uji. Spesifisitas menunjukkan proporsi orang

yang tidak terkena penyakit dalam populasi yang menjalani skrining dan mereka yang

diidentifikasi dengan benar sebagai orang yang tidak terkena penyakit melalui uji skrining.

spesifisitas= negatif benarnegatif benar+ positif palsu

=¿ negatif benar

semuaorang berpenyakitX100 %

Sensitivitas dan spesifisitas bukan nilai yang mutlak, setiap uji perorangan akan menghasilkan

respons yang berbeda. Sensitivitas dan spesifisitas terbentuk untuk setiap tes melalui penggunaan

tes yang berulang kali dalam satu rentang waktu. Penggunaan tes dalam jangka panjang dapat

menetapkan reliabilitas, validitas dan mengungkat kelemahan tes tersebut. Ahli epidemiologi

harus mengetahui seberapa baik tes dapat berfungsi dan apakah tes itu cukup efektif untuk

menskrining orang yang sakit dari orang yang sehat dalam populasi umum. Ahli epidemiologi

juga ingin mengetahui kemampuan uji untuk mengetahui positif palsu (positives false) dan

negatif palsu (false negatif). Bagaimana uji sensitifitas tersebut? Hasil tes skrining dapat

dibandingkan dnegan diagnosis yang dibuat oleh dokter, yang akan membantu menetapkan

validitas, sensitivitas dan spesifisitas uji sekaligus membantu standardisasi tes tersebut.

Disebut positif palsu jika tes skrining memperlihatkan bahwa individu terkena penyakit, tetapi

sebenernya dia tidak terkena penyakit. Tes itu keliru dalam mengidikasikan bahwa seseorang

terkena penyakit sementara pada kenyataanya dia sehat dan tidak berpenyakit. Hasil tes telah

keliru mengatakannya terkena penyakit, mencap orang yang sehat terkena penyakit.

Negatif palsu adalah kebalikan dari positif palsu. Negatif palsu adalah ketika uji skrining

mengindikasikan bahwa seseorang tidak terkena penyakit, tetapi pada kenyataanya orang itu

terkena penyakit. Tes telah keliru dalam mengindikasikan bahwa seseorang sehat sementara dia

8

Page 9: Makalah Blok 26 IVA

sakit atau terkena penyakit. Tes telah keliru mengatakan tidak terkena penyakit, mencap orang

yang sakit sebagai orang yang sehat.

Dikatakan positif benar, jika uji menyatakan seseorang terkena penyakit dan orang itu memang

benar terkena penyakit. Negatif benar adalah jika uji menyatakan seseorang sehat dan tidak

terkena penyakit sementara pada kenyataanya memang sehat dan bebas dari penyakit.

Standardisasi uji adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan bahwa suatu tes telah

digunakan selama waktu yang lama, sudah banyak digunakan, batasan nilainya sudah pasti, dan

tes itu memiliki bukti catatan pemakaian yang ditunjukan dalam data normatif. Program

skrinning harus menggunakan uji terstandarisasikan karena penting untuk melakukan uji yang

memiliki prediktabilitas, relibialitas validitas yang tinggi, dan fungsi jangka panjang. Ini

biasanya berarti bahwa tes telah diperbaiki dan di uji-ulangkan untuk membuatnya seelektid dan

seakurat mungkin.

Pemahaman hasil skrining, sensitifitas dan spesifisitas

Dari setiap program skrining, setiap orang diklasifikasikan sebagai negatif (mereka yang tidak

terkena penyakit) atau positif (mereka yang terkena penyakit). Akan tetapi, karena sensitivitas

dan spesifisitas suatu uji sering kali kurang dari 100%, negatif palsu dann positif palsu akan

terjadi. Dengan demikian, ahli epidemiologi mengklasifikasikan partisipasi ke dalam 4 kategori

Negatif palsu (NP) negatif benar (NB)

Positif palsu (PP) positif benar (PB)

Keempat kategori itu digunakan untuk memahami dan mengevaluasi hasil program skrining.

Kategori itu juga digunakan untuk mengkaji hasil uji dan untuk analisis data populasi studi. Agar

lebih mudah memahami keempat kategori itu, sebaiknya digunakan presentasi grafik dari proses

skrining dan letakkan masing-masing dari keempat hasil yang mungkin dari suatu uji pada posisi

yang sesuai.

Decision tree yang menyajikan visualisasi penempatan empat hasil yang mungkin (NP<, PP, NB,

PB) . informasi dalam decision tree digunakan bersamaan dengan matriks empat sel 2 X 2

sehingga ahli epidemiologi dapat menentukan tempat dan efek keempat hasil skrining. Baik

9

Page 10: Makalah Blok 26 IVA

decision tree maupun matriks memungkinkan dilakukannya penyajian keempat efek dalam

bentuk gambar guna membantu memahami hasil analisis.

Sensitivitas dan spesifisitas merupakan ukuran yang sebanding sehingga dapat dinyatakan dalam

presentase. Idealnya, ahli epidemiologi ingin melihat suatu uji yang berfungsi sangat baik yangs

ensitivitas maupun spesifisitasnya mencapai 100%.

%sensitivitas= % orang dengan penyakit yang terdeteksi melalui tes uji

PBPB+NP

X100 %

% negatif palsu= % orang dnegan penyakit yang tidak terdeteksi uji

NPNP+PB

X100 %

% spesifisitas+ % orang tanpa penyakit yang dengan benar dinyatakan tidak terkena penyakit

melalui uji

NBNB+PP

X100 %

%positif palsu= % orang tanpa penyakit yang saat uji keliru dinyatakan terkena penyakit

PPPP+NB

X100 %

Untuk membantu analisis, beberapa observasi tentang sensitivitas dan spesifisitas akan sangat

membantu. Jika presentase negatif benar (NB) dan positif benar (PB) meningkat, sensitivitas dan

spesifisitasnya pun meningkat. Jika presentase negatif palus (NP) dan positif palsu (PP)

meningkat, sensitivitas dan spesifisitas menurun. Singkatnya sensitivitas adalah kemampuan

untuk mengidentifikasi dengan benar mereka yang terkena penyakit. Spesifisitas adalah

kemampuan untuk mengidentifikasi dengan benar mereka yang tidak terkena penyakit.

Hubungan berbanding terbalik terbentuk antara positif benar dan positif palsu. Selain itu,

hubungan berbanding terbalik terbentuk antara negatif palsu dan negatif benar.

10

Page 11: Makalah Blok 26 IVA

Presentase negatif palsu adalah pelengkap sensitivitas. Sebaliknya, presentase positif palsu

adalah pelengkap spesifisitas. Ahli epidemiologi menginginkan sebuah uji yang sensitif sehingga

uji itu dapat mengidentigikasi jumlah yang cukup tinggi dari mereka yang terkena penyakit, dan

juga sebuah uji yang dapat menghasilkan beberapa negatif palsu. Selain itu, ahli epidemiologi

juga menginginkan uji yang cukup spesifik untuk mendeteksi penyakit, sehingga dihasilkan

respons yang terbatas hanya pada kelompok studi yang memang terkena penyakit dan beberapa

positif palsu. Begitu proses skrining selesai, sebuah diagnosis diperlukan untuk menegakkan

penyakit diantara mereka yang diduga memiliki penyakit dan mengeluarkan mereka yang diduga

terkena penyakit tetapi sebenarnya tidak.

Nilai prediktif suatu tes

Nilai prediktig tes skrining merupakan aspek terpenting suatu uji. Kemampuan suatu uji untuk

memprediksi ada atau tidaknya penyakit merupakan penentu kelayakan suatu tes. Semakin tinggi

angka prevalensi suatu penyakit dalam populasi, semakin tinggi pengaruh sensitivitas dan

spesifisitas uji tersebut terhadap nilai prediktifnya. Semakin tinggi angka prevalensi suatu

penyakit dalam populasi, semakin besar kemungkinan terjadinya positif benar. Semakin sensitif

suatu uji, semakin tinggi nilai prediktif dan semakin rendah jumlah positif palsu dan negatif

palsu yang dihasilkan uji tersebut, yang juga menentukan nilai prediktifnya. Ketika melakukan

sebuah uji negatif, nilai prediktif adalah presentasi orang yang tidak sakit diantara partisipan

yang memiliki hasil uji negatif.

Nilai prediktif uji positif adalah presentase positif benar diantara individu yang hasil ujinya

positif. Nilai prediktif dari uji negatif adalah presentase orang yang tidak sakit diantara mereka

yang hasil ujinya negatif. Suatu penyakit harus mencapai tingkat 15% sampai 20% dalam

popilasi sebelum nilai prediktif yang berguna tercapai. Informasi prevalensi digunakan untuk

menghitung dan membagi kelompok studi menjadi mereka yang terkena penyakit dan mereka

yang tidak terkena penyakit.

Rumus nilai prediktif uji positif

nilai prediktif uji positif= positif benarpositif benar+ positif palsu

X100 %=%

Rumus nilai prediktif uji negatif

11

Page 12: Makalah Blok 26 IVA

nilai prediktif uji negatif= negatif benarnegatif benar+ positif palsu

X100 %=%

Timmreck TC. Epidemiologi: suatu pengantar. Edisi 2. Jakarta: EGC;2004.h. 337-345

Contoh :

Tes skrining

(radiologis

Prosedut diagnosa (pemeriksaan lab) Total

BTA (+) BTA (-)

Positif 75 50 125

Negatif 15 850 865

Total 90 900 990

Perhitungan

1. Sensitivitas dan spesifisitas

Sensitivitas = 75/90 x 100= 83%

Negatif palsu= 15/90 x 100 = 17%

Spesifisitas = 850/900 x 100= 94%

Positif palsu = 50/900 x 100= 6%

2. Nilai prediksi

Nilai prediksi tes (+) = 75/125 = 60%

Nilai prediksi tes (-)= 850/865= 93%

Interpretasi data

1. Sensitivitas dan spesifisitas

Sensitivitas

Sensitivitas dari orang yang positif menderita sakit TBC yang dideteksi oleh tes

skrining adalah 83%

Negatif palsu

Presentase dari orang yang negatif, tetapi sebenarnya menderita sakit TBC adalah

17%

12

Page 13: Makalah Blok 26 IVA

Spesifisitas

Spesifisitas dari orang yang tidak atau negatif menderita sakit yang dideteksi

dengan tes skrining adalah 94%

Positif palsu

Presentase dari orang yang dinyatakan positif tetapi tidak menderita sakit TBC

adalah 6%

2. Nilai prediksi

Menurut perkiraan secara sederhana tanpa melakukan tes skrining maka yang dinyatakan

positif hanya sekitar 60% sedangkan negatif sebesar 93%.

Chandra B. Ilmu kedokteran kpencegahan dan komunitas. Jakarta: EGC; 2009.h. 159-

160

Jenis-jenis skrining untuk kanker serviks

Ada beberapa metode skrinning yang dapat digunakan, tergantung dari ketrsediaan sumber daya.

Metode skrining yang baik memiliki beberapa persyaratan, yaitu akurat, dapat diulangi

(reproducible), murah, mudah dikerjakan dan ditindak-lanjuti, akseptabel, serta aman. Beberapa

metode yang diakui WHO adalah sebagai berikut.

1. Metode sitology

a. Tes pap konvensional

Tes pap atau pemeriksaan sitology diperkenalkan oleh dr. George papanicolau sejak

tahun 1943. Sejak tes ini dikenal luas, kejadian kanker leher Rahim di Negara-negara

maju menurun drastic. Pemeriksaan ini merupakan suatu prosedur pemeriksaan yang

mudah, murah dan non-invasif. Beberapa penulis melaporkan sensitivitas

pemeriksaan ini berkisar antara 78%-93%, teapi pemeriksaan ini tak luput dari hasil

positif palsu sekitar 15-37% dan negative palsu 7-40%. Sebagian besar kesalahan

tersebut disebabkan oleh pengambilan sediaan yang tidak adekuat, kesalahan tersebut

disebabkan oleh pengambilan sediaan yang tidak adekuat, kesalahan dalam proses

pembuatan sediaan dan kesalahan interpretasi.

b. Pemeriksaan sitology cairan (liquid base cytology/LBC)

Dikenal juga dengan thin prep atau monolayer. Tujuan metode ini adalah mengurangi

hasil negative palsu dari pemeriksaan tes pap konvensional dengan cara optimalisasi

13

Page 14: Makalah Blok 26 IVA

tekhnik koleki dan preparasi sel. Pada pemeriksaan ini sel dikoleksi dengan sikat

khusus yang dicelupkan ke dalam tabung yang sudah berisi larutan fiksasi.

Keuntungan pengunaan tekhnik monolayer ini adalah sel abnormal lebih tersebar dan

mudah tertangkap dengan fiksasi monolayer sehingga mudah dikenali. Kerugiannya

adalah butuh waktu yang cukup lama untuk pengolahan slide dna biaya yang lebih

mahal.

2. Metode pemeriksaan DNA-HPV

Deteksi DNA HPV dapat dilakukan dengan metode hibridisasi berbagai cara mulai cara

southern blot yang dianggap sebagai baku emas, filter in situ, dot blot, hibridisasi in situ

yang memerlukan jaringan biopsy, atau dengan cara pembesaran sepertyi PCR

(polymerase chain reaction) yang amat sensitive.

3. Metode inspeksi visual

a. Inspeksi visual denga lugol iodin (VILI)

b. Inspeksi visual dengan asam asetat (IVA)

Selain dua metode visual ini, dikenal juga metode visual kolposkopi dan servikografi.

Setiap metode skrinning mempunyai sensitifitas dan spesifisitas berbeda. Sampai saat ini belum

ada metode yang ideal dimana sensitivitas dan spesifisitas 100% (absolut). Oleh karena itu,

dalam pemeriksaan skrinning, setiap wanita harus mendapat penjelasan dahulu (informed

consent0.

Berikut adalah tabel perbandingan metode dengan kelemahan dan kelebihan masing-masing.

Table. Perbedaan beberapa metode skrinning

metode prosedur kelebihan Kekurangan Status

Sitology

konvensio

nal (test

Pap)

Sampel diambil

oleh tenaga

kesehatan dan

diperiksa oleh

sitotekhnis di

laboratorium

Metode

yang telah

lama

dipakai

Diterima

secara luas

Pencatatan

Hasil tes

tidak

didapatkad

engan

segera

Diperlukan

system

Telah lama

digunakan

di banyak

Negara

sejak tahun

1950

Terbukti

14

Page 15: Makalah Blok 26 IVA

hasil

pemeriksaa

n permanen

Training

dan

mekanisme

control

kualitas

telah baku

Investasi

yang

sederhana

pada

program

yang telah

ada dapat

meningkatk

an

pelayanan

Spesifisitas

tinggi

yang

efektif

untuk

follow up

wanita

yang

diperiksa

setelah ada

hasil

pemeriksaa

n

Diperlukan

transfort

bahan

sediaan

dari tempat

pemeriksaa

n ke

laboratoriu

m,

transport

hasil

pemeriksaa

n ke klinik

Sensitivitas

sedang

menurunka

n angka

kematian

akibat

kanker

leher

Rahim di

Negara-

negara

maju

Liquid

base

citology

Sampel diambil

oleh tenaga

kesehatan.

Dimasukkan dalam

cairan fiksasi da

Jarang

diperlukan

pengambila

n sampel

ulang bila

Hasil tidak

didapat

dengan

segera

Fasilitas

15

Page 16: Makalah Blok 26 IVA

dikirim untuk

proses dan di

periksa di

laboratorium

bahan

sediaan

tidak

adekuat

Waktu

yang

dibutuhkan

pembacaan

hasil lebih

singkat

oleh

sitotekhnis

yang

berpengala

man

Sampel

dapat

digunakan

juga untuk

tes

molekuler

(misalnya

HPV tes)

laboratoriu

m lebih

mahan dan

canggih

Tes DNA

HPV

Tes DNA HPV

secara molekuler,

pengambilan

sampel dapat

dilakukan sendiri

oleh wanita dan

dibawa ke

laboratorium

Penambilan

sampel

lebih

mudah

Proses

pembacaan

otomatis

oleh alat

Hasil tes

tidak

didapat

dengan

segera

Biaya lebih

mahal

Fasilitas

Digunakan

secara

komersial

di Negara-

nega maju

sebagai

tambahan

pemeriksa

16

Page 17: Makalah Blok 26 IVA

khusus

Dapat

dikombinas

ikan

dengan tes

Pap untuk

meningkatk

an

sensitivitas

Spesifisitas

tinggi

terutama

pada

perempuan

>35 tahun

laboratoriu

m lebih

mahal dan

canggih

Perlu

reagen

khusus

Spesifisitas

rendah

pada

perempuan

muda (35

tahun)

an sitology

Metode

visual

(IVA dan

VILI)

Pemulasan leher

Rahim dapat

dilakukan oleh

tenaga kesehatan

yang terlatih

(bidan/dokter/pera

wat)

Mudah dan

murah

Hasil

didapat

dengan

segera

Sarana

yang

dibutuhkan

sederhana

dapat

dikombinas

i dengan

tatalaksana

segera

lainnya

Spesifisitas

rendah.

Sehingga

berisiko

overtreatm

ent

Tidak ada

dokumenta

si hasil

pemeriksaa

n

Tidak

cocok

untuk

skrining

pada

Belum

cukup data

dan

penelitian

yang

mendukun

g, terutama

sehubunga

n dengan

efeknya

terhadap

penurunan

angka

kejadian

dan

kematian

17

Page 18: Makalah Blok 26 IVA

yang cukup

dengan

pendekatan

sekali

kunjungan

(single visit

approach)

perempuan

pasca

menopause

Belum ada

standarisasi

Seringkali

perlu

training

ulang

untuk

tenaga

kesehatan

kanker

leher

Rahim

Saat ini hanya

direkomendasikan

pada daerah

proyek

Jurnal : 2008. Skrinning kanker rahim dengan metode inpeksi visual asam asetat (IVA). Health

technology assessment indonesia, departemen kesehatan republik indonesia hal 3-36.

Tes Pap

Pemeriksaan apusan Pap saat ini merupakan suatu keharusan bagi wanita, sebagai sarana

pencegahan dan deteksi dini kanker serviks, yang seyogyanya dilaksanakan oleh setiap wanita

yang telah menikah sampai dengan umur kurang lebih 65 tahun, bila dua kali pemeriksaan apusa

Pap terakhir negative dan tidak pernah mempunyai riwayat hasil pemeriksaan abnormal

sebelumnya.

Pemeriksaan ini harus dilakukan secara berkala minimal satu tahun sekali, walaupun awanita itu

tidak mempunyai keluhan pada organ saluran genital, karena kanker serviks pada stadium dini

biasanya tanpa keluhan dan dengan mata biasa tidak mungkin dapat dideteksi.

Pemeriksaan skrining apusan pap secara berkala, diharapkan dapat menemukan kasus-kasus

kanker serviks dini atau lesi prakanker yang belum menimbulkan gejala secara klinik, sehingga

dapat dilakukan terapi dengan tuntas.

18

Page 19: Makalah Blok 26 IVA

Ketepatan diagnosis sitology pada skrinning deteksi kanker serviks terutama sangat tergantung

pada representative tiaknya sediaan apusan Pap yang dibuat, disamping factor-faktor lain, seperti

fiksasi, pulasan sediaan dan kemahiran interpretasi.

Representative tidaknya sediaan apusan Pap sangat dipengaruhi oleh cara/ tenik pengambilan

bahan pemeriksaan, cara pembuatan sediaan dan alat pengambil secret yang digunakan.

Oleh karena itu sebelum melangkah kepada penilaian sitology apusan pap perlu dipahami

terlebih dahulu mengenai cara pengambilan dan cara pembuatan sediaan sitology apusan pap

yang tepat dan benar dngan cara seksama.

Pemeriksaan skrning deteksi kanker serviks dengan hanya memeriksa sekrt vagina saha

didapatkan hasil negative palsu sebesar 45%, dengan hanya memeriksa secret servikal saja

menurunkan hasil negative palsu menjadi 6%, dan dengan memeriiksa secret endoservikal saja,

yang diambil dengan lid kapas atau aspirator, menurunkan hasil negative palsu menjadi 45. Bila

pemeriksaan skrinning deteksi kanker serviks dilakukan dengan memeriksa sediaan servikal dan

endoserviikal maka tidak didapatkan hasil negative palsu.

Dalam penggunaan apusan Pap untuk tujuan diagnosis dan deteksi dini kanker serviks sering

timbul masalah yaitu apabila iagnosis klinik tidak sesuai dengan diagnosis sitology, dan hal ini

sering terjadi akibat hasil negative palsu dari pemeriksaan sitology apusan pap (palse negative).

Menurut literature, hasil negative palsu disebabkan oleh kesalahan lokasi pengambilan secret,

kesalahan dalam proses pembuatan sediaan 9fiksasi0 dan kesalahan dalam intrpretasi sediaan

sitology.

Untuk mendapat hasil pemeriksaan skrining sitology apusan Pap yang akurat, maka perlu

diperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan sitology menjadi negative

palsu seperti diatas.

Factor kesalahan lokasi pengambilan dapat diatasi dengan memperhatikan lebih cermat lokasi

pengambilan sewaktu mengambil secret, yaitu untuk secret servikal harus diambil seluruh

permukaan portio serviks dan untuk secret endoservikal harus diambil dari permukaan mukosa

endoserviks, sedangkan secret vagina tidak bermanfaat sama sekali untuk pemeriksaan skrining,

19

Page 20: Makalah Blok 26 IVA

karena nilai negative palsuunya snagat besar. Hal ini perlu ditekankan pada dokter atau bidan

yang biasa mengambil sediaan Pap.

Kegunaan diagnostic sitology apusan pap:

1. Evaluasi sitohormonal :

Penilaian hormonal pada seorang wanita dapat dievaluasi melalui pemeriksaan sitology

apusan pap yang bahan pemeriksaannya adalah secret vagina yang berasal dari dinding

lateral vagina sepertiga bagian atas.

2. Mendiagnosa peradangan

Peradangan pada vagina dan servciks pada umumya dapat didiagnosis dengan

pemeriksaan sitology apusan Pap, karena baik peradangan akut maupun kronis, sebagian

besar akan memberikan gambaran perubahan sel yang khas pada sediaan apus Pap sesuai

dengan organisme penyebabnya, walaupun kadang-kadang ada pula organisme yang

tidak menimbulkan reaksi yang khas pada sediaan apusan Pap.

3. Identifikasi organisme penyebab peradangan

Dalam vagina ditemukan beberapa macam organisme/kuman yang sebagian merupakan

flora normal vagina yang bermanfaat bagi organ tersebut misalnya bakteri doderlein.

4. Mendiagnosis kelainan prakanker (dysplasia) serviks dan kanker serviks dini atau

lanjutan (karsinoma insitu/invasive)

5. Memantau terapi

Syarat-syarat pengambilan bahan pemeriksaan apusan pap

Dalam penggunaan apusan Pap untuk penilaian hormonal, untuk dapat menghasilkan interpretasi

hormonal yang akurat, diperlukan bahan pemeriksaan secret vaginal yang representative untuk

peniaian hormonal. Untuk itu ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum dilakukan

pengambilan bahan pemeriksaan, yaitu sebagai berikut:

1. Secret vaginal harus benar-benar berasal dari dinding vaginal sepertiga bagian atas

2. Pengambilan secret harus dilaksanakan pada keadaan vagina normal tenpa infeksi dan

tanpa pengobatan local paling sedikit dalam waktu 48 jam terakhir

20

Page 21: Makalah Blok 26 IVA

3. Untuk penilaian hormonal siklus menstruasi pada infertilities, pengambilan secret harus

dilaksanakan pada hari siklus tertentu,s esuai dengan fase-fase pada siklus haid. Sediaan

vaginal biasanya harus diambil pada hari ke 8, 14, dan 22 atau hari siklus ke 8, 15 dan 22

4. Untuk penilaian pos maturitas, pengambilan secret vaginal dilakukan bila umur

kehamilan telah melewati waktu dua minggu melebihi dari tanggan tafsiran partus dan

ketuban janin harus masih utuh (belum pecah).

5. Dalam pengunaan apusan Pap untuk deteksi dan diagnosis lesi prakanker dan kanker

serviks,

Lestadi J. Penuntun diagnostik praktis sitologi ginekologik apusan pap. Jakarta: widya medika;

1997.h. 1-4, 17

IVA

A. Definisi

Tes visual dengan menggunakan larutan asam cuka 9asam asetat 2%) dan larutan iosium

lugol pada serviks dan melihat perubahan warna yang terjadi setelah dilakukan olesan.

Tujuannya untuk melihat adanya sel yang mengalami dysplasia sebagai salah satu metode

skrinning kanker mulut Rahim. Tes ini lebih cocok digunakan di Negara yang

berkembang, misalnya kamboja.

B. Indikasi

Skrinning kanker mulut Rahim

C. Kontraindikasi

Tidak direkomendasikan pada wanita pasca menopause, karena daerah zona transisional

seringkali terletak di kanalis servikalias dan tidak tampak dengan pemeriksaan inspekulo.

D. Persiapan dan syarat

Persiapan alat dan bahan

Sabun dan air untuk mencuci tnagan

Lampu yang terang untuk melihat serviks

Speculum dengan desinfeksi tingkat tinggi

Sarung tangan sekali pakai atau desinfeksi tingkay tinggi

Meja ginekologi

Lidi kapas

21

Page 22: Makalah Blok 26 IVA

Asam asetat 3-5% atau anggur putih (white vinegar)

Larutan iodium lugol

Larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi instrument dan sarung tangan

Format pencatatan

Persiapan tindakan

Menerangkan prosedur tindakan, bagaimana dikerjakan, dan apa artinya hasil test

positif. Yakinkan bahwa pasien telah memahami dan menandatangani informed

consent.

Pemeriksaan inspekulo secara umum meliputi dinding vagia, serviks, dan forniks.

E. Tekhnik prosedur

Sesuaikan pencahayaan untuk mendapatkan gambaran terbaik dari serviks

Gunakan lidi kapas untuk membersihkand arah, mucus dan kotoran lain pada

serviks

Identifikasi daerah sambungan skuamo-columnar (zona transformasi) dan area di

sekitarnya.

Oleskan larutan asam cuka atau lugol, tunggu 1-2 menit untuk terjadinya

perubahan warna. Amati setiap perubahan pada serviks, perhatian dengan cermat

daerah di sekitar zona transformasi.

Lihat dengan cermat SCTdan yakinkan area ini dapat semuanya terlihat. Catat bila

serviks mudah berdarah. Lihat adanya plaque warna putih dan tebal atau epitel

acetowhite bila menggunakan larutan asam asetat atau warna kekuningan bila

menggunakan larutan lugol. Bersihkan segala darah dan debris pada saat

pemeriksaan

Bersihkan sisa larutan asam asetat dan larutan lugol dengan lidi kapas atau kasa

bersih

Lepaskan speculum dengan hati-hati

Catat hasil pengamatan, dan gambar denah temuan

F. Komplikasi/efek samping

Tidak ada

G. Interpretasi

22

Page 23: Makalah Blok 26 IVA

IVA positif bila ditemukan adanya area berwarna putih (cetonwhite) dan permukaannya

meninggi dengan batas yang jelas disekitar zona transformasi.

Tes pelengkap

1. Tes HPV-DNA

a. Definisi

Pengambilan sampel untuk mengetahui adanya infeksi HPV dengan menggunakan

lidi kapas atau sikat

b. Indikasi

Kelompok risiko tinggi paparan terhadap infeksi human papiloma virus

c. Kontraindikasi

Tidak ada

d. Persiapan

1. Persiapan alat

Sabun dan air mengalir untuk cuci tangan

Lampu

Meja ginekologi

Spekulum dengan desinfeksi tingkat tinggi (tidak harus steril)

Sarung tangan disposabel atau desinfeksi tingkat tinggi

Sikat kecil, lidi kapas

Botol kecil dengan cairan pengawet (alkohol 96%), untuk menyimpan

sampel

Kaleng berisi air hangat untuk menghangatkan spekulum

Formulir pencatatan

Larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi intrumen dan sarung tangan

2. Persiapan pasien

Terangkan tentang tes HPV DNA dan menjelaskan arti positif hasil

pemeriksaan dan lakukan informed consent

Sebaiknya tidak dilakukan pada saat menstruasi, tetapi adanya pendarahan

sedikit tidak menghalangi dilakukannya pemeriksaan

Lakukan pemeriksaan inspikulo secara umum

23

Page 24: Makalah Blok 26 IVA

e. Tekhnik/prosedur

Ambil sampel dari bagian atas vagina dan ostium serviks dnegan

menggunakan lidi kapas dan sikat kecil

Masukan lidi kapas atau sikat ke dalam wadah yang berisi cairan pengawet

Tutup spekulum dan keluarkan dengan gentle

Beri label nama, register dan tanggal pemeriksaan

Catat semua kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan inspekulo

f. Komplikasi/efek samping

Tidak ada

g. Interpretasi

Tes HPV DNA lebih berguna bila dikombinasikan dengan pemeriksaan sitologi.

Pasien dengan hasil tes positif sebaiknya dilakukan pemeriksaan kolposkopi.

Penderita dnegan HPV positif dengan tes Pap menunjukkan adanya displasia

(ASCUS) termasuk kelompok risiko tinggi dan harus dilakukan pemeriksaan

kolposkopi dan bila perlu biopsi.

Rasjidi I. Manual prakanker serviks. Jakarta: CV sagung seto.2008. H.49-54

Program IVA di puskesmas

Pelaksanaan IVA dan pelatihan tenaga kesehatan

Pemeriksaan IVA dapat dilakukan oleh tenaga perawat yang sudah terlatih, oleh bidan, dokter

umum atau oleh dokter spesialis.

Adapun pelatihannya, telah ada kesepakatan antara pihak yang berpengalaman dan

berkecimpung dalam kegiatan pelatihan deteksi dini dengan metode IVA ini, hingga disepakati

IVA selama 5 (lima) hari. Dua hari untuk pembekalan teori dan juga “dry workshop”. Adapun

tiga hari untuk pelatihan di klinik dan di lapangan bersifat “wet workshop” dalam artian latihan

dengan memeriksa langsung pada klien. Sangat disarankan setelah pelatihan tersebut tetap

dilanjutkan dengan pendamping atau supervisi, hingga dapat dicapai suatu kemampuan yang

dinilai kompeten jika personil yang bersangkutan telah melakukan pemeriksaan pada 100 orang

24

Page 25: Makalah Blok 26 IVA

klien dan mendapatka 3 (tiga) hasil pemeriksaan yang positif dan benar. (laporan hasil loka karya

penanggulangan kanker rahim balikpapan, 25 juli 2008).

Akurasi pemeriksaan IVA

Beberapa penelitian terdahulu menyebutkan bahwa IVA menjadi alternatif metode skrining

kanker leher rahim di daerah-daerah yang memiliki sumber daya terbatas. Namun demikian,

akurasi metode ini dalam penerapan klinis masih terus dikaji diberbagai negara berkembang.

Penelitian universitas zimbabwe dan JHPIEGO cervical cancer project yang melibatkan 2.203

perempuan di zimbabwe melaporkan bahwa skrining dengan metode IVA dapat mengidentifikasi

sebagian besar lesi prakanker dan kanker. Sensitivitas IVA dibanding dengan pemeriksaan

sitologi (tes Pap) berturut-turut adalah 76,7% dan 44,3%. Meskipun begitu, dilaporkan juga

bahwa IVA kurang spesifik, angka spesifisitas IVA hanya 64,1% dibanding sitologi 90,6%.

Penelitian lainnya mengambil sampel 1997 perempuan di daerah pedesaan cina, dilakukan oleh

belinson JL dan kawan-kawan untuk menilai sensitivitas metode IVA pada lesi prakanker tahap

NIS 2 atau yang lebih tinggi, dikkonfirmasi dengan kolposkopi dan biopsi leher raim. Hasilnya

penerlitian menunjukkan bahwa sensitivitas IVA untuk NIS 2 atau yang lebih tinggi adalah 71%

sementara angka spesifisitas 74%.

Skrining kanker leher rahim

Berbagai metode skrining kanker rahim telah dikenal dan diaplikasikan, dimulai sejak tahun

1960-an dengan pemeriksaan tes Pap. Selain itu dikembangkan metode visual dengan gineskopi,

atau servikografi dan kolposkopi. Hingga penerapan metode yang dianggap murah yaitu dengan

tes IVA (inspeksi visual dengan asam asetat). Skrining DNA HPV juga ditujukan untuk

mendeteksi adanya HPV tipe onkogenik, pada hasil yang positif dan memprediksi seorang

perempuan menjadi berisiko tinggi terkena kanker serviks.

Interval skrining

Ameran cancer society (ACS) merekomendasikan idealnya skrining dimulai 3 tahun setelah

dimulainya hubungan seksual melalui vagina. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa risiko

munculnya lesi prakanker baru terjadi setelah 3-5 tahun setelah paparan HPV pertama.

25

Page 26: Makalah Blok 26 IVA

Interval yang ideal untuk dilakukan skrining adalah 3 tahun. Skrining 3 tahun sekali memberi

hasil yang hampir sama dengan skrining tiap tahun. ACS merekomendasikan skrining tiap tahun

dengan metode tes Pap konvensional atau 2 tahun sekali bila menggunakan pemeriksaan sitologi

cairan (liquid-based cytology) setelah skrining yang pertama. Setelah perempuan berusia 30

tahun, atau setelah 3 kali berturut-turut skrining dengan hasil negatif, skrining cukup dilakukan

2-3 tahun sekali. Bila dana sangat terbatas skrining dapa tdilakukan tiap 10 tahun atau sekali

seumur hidup dengan tetap memberikan hasil yang signifikan.

WHO merekomendasikan :

Bila skrining hanya mungkin dilakukan 1 kali seumur hidup maka sebaiknya dilakukan

pada perempuan antara 35-45 tahun

Untuk perempuan usia 25-49 tahun, bila sumber daya memungkinkan skrining

hendaknya dilakukan 3 tahun sekali

Untuk perempuan dengan usia diatas 50 tahun, cukup dilakukan 5 tahun sekali

Bila 2 kali berturut-turut hasil skrining sebelumnya negatif, perempuan usia diatas 65

tahun, tidak perlu menjalani skrining

Tidak semua perempuan direkomendasikan melakukan skrining setahun sekali.

Jurnal : 2008. Skrinning kanker rahim dengan metode inpeksi visual asam asetat (IVA). Health

technology assessment indonesia, departemen kesehatan republik indonesia hal 3-36.

Daftar pustaka

26

Page 27: Makalah Blok 26 IVA

27