makalah blok 26 lepra

86
Kedokteran Keluarga Terhadap Penyakit Kusta Michaela Vania Tanujaya 10.2010.175 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat Email : [email protected] Pendahuluan Sehat merupakan kehendak semua orang baik itu perorangan atau kelompok, bahkan masyarakat. Menurut UU No.23 tahun 1992, sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara social dan ekonomi. 1 Untuk dapat mewujudkan keadaan sehat banyak upaya yang harus dilaksanakan. Salah satu diantaranya yang dipandang mempunyai peranan yang cukup penting adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan menurut Blum. Pelayanan kesehatan diartikan sebagai upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama–sama dalam suatu organisasi untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, dan ataupun masyarakat. 1

Upload: michaela-vania-tanujaya

Post on 21-Jul-2016

77 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

lepra blok 26

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Blok 26 Lepra

Kedokteran Keluarga Terhadap Penyakit

KustaMichaela Vania Tanujaya 10.2010.175

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat

Email : [email protected]

Pendahuluan

Sehat merupakan kehendak semua orang baik itu perorangan atau kelompok,

bahkan masyarakat. Menurut UU No.23 tahun 1992, sehat adalah keadaan sejahtera

dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara

social dan ekonomi.1

Untuk dapat mewujudkan keadaan sehat banyak upaya yang harus

dilaksanakan. Salah satu diantaranya yang dipandang mempunyai peranan yang cukup

penting adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan menurut Blum. Pelayanan

kesehatan diartikan sebagai upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama–

sama dalam suatu organisasi untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan,

mencegah, dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan,

keluarga, kelompok, dan ataupun masyarakat.

Pelayanan kesehatan dibagi menjadi dua, yaitu pelayanan kesehatan personal

(personal health services) dan pelayanan kesehatan lingkungan (environmental health

service) atau sering juga disebut sebagai pelayanan kesehatan masyarakat (public

health services). Pelayanan kesehatan kedokteran lebih mengutamakan pelayanan

dalam menyembuhkan penyakit (curative) dan memulihkan kesehatan

(rehabilitative), sedangkan pelayanan kesehatan masyarakat mengutamakan

pelayanan meningkatkan kesehatan (promotive) dan mencegah penyakit

(preventive).1,2

1

Page 2: Makalah Blok 26 Lepra

Yang menjadi sasaran kedua bentuk pelayanan kesehatan ini adalah

perseorangan dan keluarga untuk pelayanan kedokteran. Dan kelompok-masyarakat

untuk pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan kedokteran yang sasaran utamanya

adalah keluarga disebut dengan nama pelayanan dokter keluarga (family practice).

LATAR BELAKANG SEJARAH

Penyakit kusta didunia dapat dibagi dalam :

1. Zaman Purbakala

Penyakit kusta telah dikenal hampir 2000 tahun SM, hal ini dapat

diketahui dari peninggalan sejarah di mesir, di india 1400 tahun SM istilah sudah

dikenal di dalam kitab weda, di tiongkok 600 tahun SM, di Mesopotamia 400 tahun

SM. Pada zaman purbakala tersebut telah terjadi pengasingan secara spontan karena

penderita merasa rendah diri dan malu dan masyarakat merasa jijik dan takut.

2. Zaman pertengahan

Kira-kira setelah abad ke 13 di eropa dengan adanya keteraturan

ketatanegaraan dan system feudal yang berlaku dumana masyarakat sangat patuh dan

takut terhadap penguasa dan tidak ada hak azasi manusia. Demikian pula yang terjadi

pada penderita penyakit kusta yang umumnya merupakan rakyat biasa. Pada

waktu itu pula penyebab penyakit dan obat-obatan belum ditemukan maka penderita

kusta diasingkan lebih ketat dan dipaksakan kedalam leprosaria/koloni perkampungan

penderita kusta yang tidak adakan keluar lagi dari tempat tersebut.

3. Zaman modern

Dengan ditemukannya kuman kusta oleh G.H Hansen pada tahun 1873 maka

mulailah era perkembangan baru untuk mencari obat anti kusta dan usaha

penangulangannya. Di Indonesia program pemberantasan penyakit kusta dipelapori

oleh Dr.Sitanala, system pengobatan penderita yang tadinya dilakukan secara isolasi

secara bertahap dilakukan dengan pengobatan jalan. Tahun 1941 obat dapsone

diketemukan dan mulai dipakai di Indonesia pada tahun 1950an dan berikutnya obat-

obat ciba 1966. Lampren dan rifampicin telah digunakan dalam pengobatan jalan.

Perkembangan pengobatan selanjutnya adalah sebagai berikut :

Pada tahun 1951, DDS digunakan sebagai pengobatan pasien kusta.

2

Page 3: Makalah Blok 26 Lepra

Pada tahun 1969 emberantasan penyakit kusta mulai diintegrasikan di

Puskesmas.

Sejak tahun 1982 indonesia mulai menggunakan obat kombinasi Multi Drug

Therapy (MDT) sesuai rekomendasi WHO untuk tipe MB 24 dosis dan PB 6

dosis.

Padala tahun 1988 dengan MDT dilaksanakan diseluruh Indonesia.

Pada tahun 1997, pengobatan MDT tipe MB diberikan 12 dosis dan PB 6 dosis

sesuai rekomendasi WHO.

Kusta

Kusta (lepra) merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan

penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat.

Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus

respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf

pusat.3 Penyakit ini endemis dibanyak negara di Asia, Afrika, Kepulauan

Pasifik, Amerika Latin, selatan Eropa, dan Timur Tengah. Deformitas yang

terbentuk berlanjut setelah infeksi menjadi inaktif dan pasiennya tidak lagi

infeksius.4

Etiologi4

Organisme ini dapat ditemukan di jaringan menggunakan pewarnaan tahan

asam yang sudah di modifikasi (pewarnaan Fite-Faraco). Bakteri ini diidentifikasi

di tahun 1873 oleh Gerhard Henrik Armauer Hansen, tapi belum sukses dibiakkan

secara in vitro. M.leprae berbentuk kuman dengan ukuran 3-8 μm x 0,5 μm, tahan

asam dan alcohol serta positif-Gram.3 M.leprae mempunyai siklus replikasi yang

lambat: hanya membelah setiap 10-12 hari. Organisme ini bereplikasi di bantalan

kaki tikus, di tikus yang sudah ditimektomi, beberapa jenis tikus lainnya, the nine-

banded armadillo, dan di beberapa spesies primata selain manusia. Analisa

genetik sudah mengidentifikasi 4 subtipe M.leprae.

3

Page 4: Makalah Blok 26 Lepra

EPIDEMIOLOGI

Mungkin di dunia ini terdapat 10 hingga 20 juta orang yang terinfeksi lepra. Penyakit

ini lebih sering di Negara-negara tropis , yang banyak diantaranya memiliki angka prevelensi

1-2% populasi. Lingkungan yang hangat tidak terlalu penting untuk penularannya dan lepra

juga terjadi pada daerah tertentu dengan iklim yang lebih dingin, seperti korea dan meksiko

tengah. Penyebaran individu yang terinfeksi di Negara-negara sangat tidak homogeny, dan

dapat ditemukan di wilayah yang 20% populasinya terinfeksi. Penyebaran kasus melewati

spectrum lepra juga beragam antara Negara, dengan penyakit lepromatosa yang dominan pada

beberapa Negara, seperti meksiko dan penyakit tuberkuloid di Negara lainnya, seperti india.

Sembilan puluh persen kasus yang di diagnosis di amerika serikat pada dua dasawarsa yang

lalu terjadi pada imigran dari daerah endemic-lepra. Di amerika serikat telah turun dari

puncaknya 360 kasus pada tahun 1985, yang berkaitan dengan masuknya imigran dari asia

tenggara, menjadi 139 kasus pada tahun 1991.

Lepra dapat menyerang semua umur, walaupun kasus pada bayi yang berusia kurang

dari 1 tahun sangat jarang. Insiden spesifik usia memuncak selama masa kanak-kanak

sebagaian besar Negara berkembang sampai 20% kasus terjadi pada anak dibawah usia 10

tahun. Karena lepra paling banyak di dapati pada kelompok social ekonomi lemah. Hal ini

dapat secara sederhana mencerminkan penyebaran usia pada populasi resiko tinggi. . rasio

jenis kelamin penyakit lepra yang tampak pada masa kanak-kanak adalah 1:1, tetapi laki-laki

lebih menonjol dengan rasio pada orang dewasa sebesar 2:1.

Dengan sederhana kita menyadari betapa sedikitnya yang diketahui tentang cara

penularan dan terkenanya lepra. Mengingat sifat infeksi yang dapat menular telah diketahui

selama ribuan tahun dan bahwa agen etiologinya telah diidentifikasikan selama lebih dari 100

tahun yang lalu. Penularan langsung manusia kemanusi dipercaya berperan pada kebanyakan

kasus lepra, walaupun pada anamnesis kurang dari separuh pasien dapat disingkirkan kontak

sebelumnya. Reservoir hewan terdapat diantara armadillo liar dan mungkin diantara primate

nonmanusia, tetapi hanya pada sedikit kasus manusia yang melibatkan penularan secara

zoonosis. Diantara pasien lepromatosa yang tidak diobati yang terdapat kontak keluarga erat.

Resiko penyakit meningkat sekitar delapan kali , dan angka penyerangan penyakit dapat

setinggi 10%. Timbulnya penyakit klinis pada kontak dengan pasien tuberkuloid lebih jarang,

walaupun uji imunologik mengesankan kebanyakan kontak ini telah tersensitisasi dengan

M.leprae. tempat masuknya kuman masih diduga-duga, tetapi mungkin kulit atau mukosa

saluran nafas atas. Jalan keluar utama yang diperkirakan adalah mukosa hidung pada pasien

4

Page 5: Makalah Blok 26 Lepra

lepromatosa yang tidak diobati. Masa inkubasi seringkali 3-5 tahun tetapi telah dilaporkan

bahwa masa inkubasi ini berkisar 6 bulan hingga beberapa daswarsa.

Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi frekuensi dan faktor-faktor yang

menentukan kejadiaan penyakit yang berhubungan dengan masalah kesehatan pada

masyarakat dan aplikasinya dengan pengendalian masalah.

Timbulnya penyakit merupakan suatu interaksi antara berbagai faktor penyebab yaitu:

penjamu (host), kuman (agent), dan lingkungan (environment), melalui suatu proses yang

dikenal sebagai rantai penularan yang terdiri dari 6 komponen yaitu:

1. Penyebab

2. Sumber penularan

3. Cara keluar dari sumber penularan

4. Cara penularan

5. Cara masuk ke penjamu

6. Penjamu

Dengan mengetahui proses terjadinya infeksi atau rantai penularan penyakit maka intervensi

yang sesuai dapat dilakukan untuk memutuskan mata rantai penularan tersebut.

Epidemiologi penyakit kusta

1. Distribusi penyakit kusta menurut geografi

Distribusi angka penemuan kasus baru kusta di dunia yang terlapor di

WHO pada awal tahun 2012. Jumlah kasus baru kasus baru kusta di dunia pada tahun

Tenggara (160.132) diikuti regional Amerika (36.832), regional Afrika (12.673), dan

sisanya berada di regional lain di dunia.

Tabel 1. Situasi Kusta menurut regional WHO pada awal tahun 2012 ( diluar regional Eropa).

Regional WHO Jumlah kasus baru yang

ditemukan

( case detection rate)

Jumlah kasus kusta terdaftar

(prevelensi) awal tahun 2012

Afrika 12.673 (3,14) 15.006 (0,37)

5

Page 6: Makalah Blok 26 Lepra

Amerika 36.832 (4,18) 34.801 (0,40)

Asia Tenggara 160.132 (8,75) 117.147 (0,64)

Mediterania Timur 4.346 (0,17) 7.368 (0,12)

Pasifik Barat 5.092 (0,3) 7.619 (0,05)

Total 219.075 (4,06) 181.941 (0,34)

a. pravelence rate terlihay dalam tanda kurung per 10.000 penduduk

b. case detection rate dalam tanda kurung per 100.000 penduduk

sementara itu di regional Asia Tenggara distribusi kasus kusta bervariasi berdasarkan

penemuan kasus baru dan prevelensi seperti terlihat dalam tabel dibawah ini:

Tabel 2. Situasi Kusta di Wilayah WHO-SEARO pada Tahun 2011.

Negara Jumlah kasus baru yang

ditemukan

( case detection rate)

Jumlah kasus kusta terdaftar

(prevelensi

Bangladesh 3.970 3.300

Bhutan 23 29

Korea Utara Data tidak tersedia Data tidak tersedia

India 127.295 83.187

Indonesia 20.032 23.169

Maladewa 14 2

myanmar 3.082 2.735

Nepal 3.184 2.410

Srilanka 2.178 1.565

Thailand 280 678

Timor leste 83 72

6

Page 7: Makalah Blok 26 Lepra

Total 160.132 117.147

2. Distribusi menurut waktu

Seperti terlihat pada tabel dibawah, ada 17 negara yang melaporkan 1000

atau lebih kasus baru selama tahun 2011. Delapan belas Negara ini mempunyai

kontribusi 94% dari seluruh kasus baru di dunia. Pada tahun ini sudah terbagi dua

yaitu sudan dan sudan selatan. Dari tabel ini terlihat bahwa secara glonal terjadi

penurunan penemuan kasus baru, akan tetapi beberapa Negara seperti india,

Indonesia, Myanmar, srilanka menunjukkan peningkatan deteksi kasus baru.

Tabel 3. Penemuan kasus baru pada 17 negara yang melaporkan >1000 kasus selama tahun 2011

dibandingkan dengan tahun 2004 sampai dengan 2010.

Negara 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Angola 2.109 1.877 1.078 1.269 1.184 937 1.076 508

bangladesh 8.242 7.882 6.280 5.375 5.249 5.239 3.848 3.970

Brazil 49.384 38.410 44.463 39.125 37.610 37.610 34.894 33.955

China 1.499 1.658 1.560 1.526 1.597 1.597 1.324 1.144

D.R.Congo 11.781 10.369 8.257 8.820 6.114 5.062 5.049 3.949

India 260.06

3

169.70

9

139.25

2

137.68

5

134.18

4

133.71

7

126.80

0

127.29

5

Etiopia 4.787 4.698 4.092 4.187 4.170 4.417 4.430 N/A

Indonesia 16.549 19.695 17.682 17.723 17.441 17.260 17.012 20.032

Madagaskar 3.710 2.709 1.536 1.644 1.763 1.572 1.520 1.571

Mozambiqu

e

4.266 5.371 3.637 2.510 1.313 1.191 1.207 1.097

Myanmar 3.748 3.571 3.721 3.637 3.365 3.147 2.936 3.082

Nepal 6.958 6.150 4.235 4.436 4.708 4.394 3.118 3.184

nigeria 5.276 5.024 3.544 4.665 4.899 4.219 3.193 NA

7

Page 8: Makalah Blok 26 Lepra

Filipina 2.254 3.130 2.517 2.514 2.373 1.795 2.041 1.818

Srilanka 1.995 1.924 1.993 2.024 1.979 1.875 2.027 2.178

sudan 722 720 884 1.706 1.901 2.100 2.394 706

Sudan

selatan

-- -- -- -- -- -- -- 1.799

tanzania 5.190 4.237 3.450 3.105 3.276 2.654 2.349 NA

Total 388.53

3

287.13

4

248.10

0

241.93

3

234.44

7

228.78

6

215.93

8

206.28

5

% dari

seluruh di

dunia

95 96 93 94 94 93 95 94

Total dunia 407.79

1

299.03

6

265.66

1

258.13

3

249.00

7

244.79

6

228.47

4

219.07

5

3. Distribusi menurut faktor manusia

Etnik dan suku

Dalam satu Negara atau wilayah yang sama kondisi lingkungannya, didapatkan

bahwa faktor etnik mempengaruhi distribusi tipe kusta. Di Myanmar kejadian

kusta leptromatosa lebih sering terjadi pada etnik Burma dibandingkan dengan

etnik india. Situasi di Malaysia juga mengindikasikan hal yang sama, kejadian kusta

leptromatosa lebih banyak pada etnik cina dibandingkan etnik melayu atau india.

Faktor social ekonomi

Faktor social ekonomi berperan penting dalam kejadian kusta, hal ini terbukti pada

Negara-negara di eropa. Dengan adanya peningkatan socialekonomi, maka kejadian

kusta sangat cepat menurun bahkan hilang. Kasus kusta yang masuk dari Negara lain

ternayata tidak menularkan kepada orang yang social ekonominya tinggi.

Distribusi menurut umur

Kebanyakan penelitian melaporkan distribusi penyakit kusta menurut

umurberdasarkan prevelensi, hanya sedikit yang berdasarkan insiden karena pada saat

8

Page 9: Makalah Blok 26 Lepra

timbulnya penyakit sangat sulit diketahui.dengan kata lain kejadian penyakit sering

terkaitpada umur saat ditemukan dari pada saat timbulnya penyakit. Kusta diketahui

terjadi pada semua usia berkisar antara bayi sampai usia lanjut (3minggu sampai lebih

dari 70 tahun).namun yang terbanyak adalah pada usia muda dan produktif.

Distribusi menurut jenis kelamin

Kusta dapat mengenai laki-laki dan perempuan. Berdasarkan laporan, sebagian

besar Negara di dunia kecuali di beberapa Negara di afrika menunjukan bahwa laki-

laki lebih banyak terserang dari pada perempuan

Rendahnya kejadian kusta pada perempuan kemungkinan karena faktor lingkungan

dan social budaya. Pada pkebudayaan tertentu akses perempuan ke layanan kesehatan sangat

terbatas.

Faktor-faktor yang menentukan terjadinya kusta

1. Penyebab

Penyebab penyakit kusta yaitu Mycobacterium leprae, untuk pertama kali

ditemukan oleh G.H.Armauer Hansen pada tahun 1873. M.leprae hidup intraseluler

dan mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf (schwan cell) dan sel dari sistem

retikulo endothelial. Waktu pembelahannya sangat lama, yaitu 2-3 minggu. Di luar

tubuh manusia (dalam kondisi tropis) kuman kusta dari secret nasal dapat bertahan

sampai 9 hari. Pertumbuhan optimal in vivo kuman kusta pada tikus pada suhu 270-

300C.

2. Sumber penularan

Sampai saat inihanya manusia satu-satunya yang dianggap sebagai sumber penularan

walaupun kuman kusta dapat hidup pada armadillo, simpase dan pada telapak kaki

tikus yang tidak mempunyai kelenjar thymus (athymic nude mouse).

3. Cara keluar dari penjamu (tuan rumah= host)

Kuman kusta banyak ditemukan di mukosa hidung manusia. Telah terbukti bahwa

saluran napas bagan atas dari pasien tipe lepromatosa merupakan sumber kuman.

4. Cara penularan

Kuman kusta mempunyai masa inkubasi rata-rata 2-5 tahun. Akan tetapi dapat juga

bertahun-tahun. Penularan terjadi apabila M.leprae yang utuh (hidup) keluar dari

tubuh pasien dan masuk kedalam tubuh orang lain. Secara teoritis penularan ini dapat

terjadi dengan cara kontak yang lama dengan pasien. Pasien yang sudah minum obat

MDT tidak menjadi sumber penularan ke orang lain.

9

Page 10: Makalah Blok 26 Lepra

5. Cara masuk kedalam penjamu

Menurut teori cara masuknya kuman kedalam tubuh adalah melalui salauran

pernapasan bagian atas dan melalui kontak kulit.

6. Penjamu

Hanya sedikit orang yang terjangkit kusta setelah kontak dengan pasien kusta, hal

ini disebabkan adanya kekebalan tubuh. M.leprae termasuk kuman obligat

intraselular sehingga sistem kekebalan yang berperan adalah sistem kekebalan

seluler. Faktor fisiologi seperti pubertas, menopause, kehamilan, serta faktor infeksi dan

mulnutrisi dapat meningkatkan perubahan klinis penyakit kusta.

Sebagian besar 95% manusia kebal terhadap kusta, hanya sebagian kecil yang dapat

ditulari (5%). Dari 5% yang tertular tersebut, sekitar 70% dapat sembuh sendiri dan

hanya 30% yang menjadi sakit.

Seorang dalam lingkungan tertentu akan termasuk dalam salah satu dari tiga kelompok

berikut ini , yaitu:

Pejamu yang mempunyai kekebalan tubuh tinggi merupakan eklompok

terbesar yang telah atau akan menjadi resisten terhadap kuman kusta.

Penjamu yang mempunyai kekebalan rendah terhadap kuman kusta, bila

menderita penyakit kusta biasanya tipe PB.

Penjamu yang tidak mempunyai kekebalan terhadap kuman kusta yang

merupakan kelompok terkecil, bila menderita kusta biasanya tipe MB.

Faktor Ekternal.

A. Kepadatan hunian

Penularan penyakit kusta bisa melalui droplet infeksi atau melalui udara, dengan

penghuni yang padat maka akan mempengaruhi kualitas udara, hingga bila ada

anggota keluarga yang menderita kusta maka anggota yang lain akan rentan tertular

namun kuman kusta akan inaktif bila terkena cahaya matahari, sinar ultra violet yang

dapat merusak dan mematikan kuman kusta. Kepadatan hunian yang ditetapkan oleh

Depkes (2000), yaitu rasio luas lantai seluruh ruangan di bagi jumlah penghuni

minimal 10 m2/orang. Luas kamar tidur minimal 8m2 dan tidak dianjurkan digunakan

lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruang tidur , kecuali anak dibawah umur 5 tahun.

10

Page 11: Makalah Blok 26 Lepra

Kondisi rumah didaerah yang padat penghuninya juga sangat berpengaruh terhadap

status kesehatan seseorang , oleh karena itu didalam membuat rumah harus

memperhatikan persyaratan sebagai berikut :

1). Bahan bangunan memenuhi syarat :

a).Lantai tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim

hujan, karena lantai yang lembab merupakan sarang penyakit.

b).Dinding tembok adalah baik, namun bila didaerah tropis dan ventilasi

kurang lebih baik dari papan .

c).Atap genting cocok untuk daerah tropis, sedang atap seng atau esbes

tidakcocok

untuk rumah pedesaan karena disamping mahal juga menimbulkan suhu panas

di dalam rumah.

2).Ventilasi cukup, yaitu minimal luas jendela /ventilasi adalah 15 % dari luas Lantai,

karena ventilasi mempunyai fungsi menjaga agar udara di ruangan rumah selalu tetap

dalam kelembaban (humidity) yang optimum . Kelembaban yang optimal (sehat )

adalah sekitar 40 – 70 % kelembaban yang lebih dari 70 % akan berpengaruh terhadap

kesehatan penghuni rumah. Kelembaban udara didalam ruangan naik terjadinya

proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan . Kelembaban yang tinggi akan

merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri patogen(bakteri penyebab

penyakit).

3).Cahaya matahari cukup, tidak lebih dan tidak kurang, dimana cahaya Matahari ini

dapat diperoleh dari ventilasi maupun jendela/genting kaca,suhu udara yang ideal

didalam rumah adalah 18–30°C.Suhu optimal pertumbuhan bakteri sangat bervariasi,

Mycobacterium Leprae tumbuh optimal pada suhu37°C.Paparan sinar matahari

selama 5 menit dapat membunuh Mycobacterium Leprae.Bacteri ini tahan hidup pada

tempat gelap, sehingga perkembangan bacteri lebih banyak dirumah yang gelap.

4).Luas bangunan rumah cukup, yaitu luas lantai bangunan rumah harus cukup sesuai

dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan

penghuninya akan menyebabkan berjubel ( over crowded ) .Rumah yang terlalu padat

penghuninya tidak sehat , sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi O²

juga bila salah satu anggota keluarganya ada yang sakit infeksi akanmudah menular

kepada anggota keluarga yang lain.Kepadatan hunian ditentukan dengan jumlah

11

Page 12: Makalah Blok 26 Lepra

kamar tidur dibagi dengan jumlah penghuni ( sleeping density) dinyatakan baik bila

kepadatan lebih atau sama dengan 0,7; cukup bila kepadatan antara 0,5–0,7; dan

kurang bila kepadatan kurang dari 0,5. Didaerah pantura kabupaten Pekalongan

tingkat kepadatan hunian lebih tinggi dibanding bagian selatan sehingga angka

prevalensi lebih besar

B.Perilaku

Pengertian perilaku menurut skiner ( 1938 ) merupakan respon atau reaksi seseorang

tehadap stimulus ( rangsangan dari luar ), dengan demikian perilaku terjadi melalui

proses :

Stimulus – Organisme - Respons, sehingga teori Skiner disebut juga teori _ SO- R

_Sedangkan pengertian Perilaku Kesehatan ( health behavior ) menurut Skiner adalah

Respon seseorang terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sehat-sakit,

penyakit dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit ( kesehatan) seperti

lingkungan, makanan dan minuman yang tidak sehat, dan pelayanan kesehatan .

Secara garis besar perilaku kesehatan dibagi dua, yakni :

1).Perilaku sehat (healty behavior )

Yang mencakup perilaku-perilaku(overt dan covert behavior )dalam mencegah

penyakit ( perilaku preventif ) dan perilaku dalam mengupayakan peningkatan

kesehatan ( perilaku promotif ), contoh: Makan makanan bergizi, olah raga teratur,

mandi pakai sabun mandi, menjaga kebersihan rumah dan lingkungan, tidak memakai

handuk atau pakaian secara bergantian, bila ada kelainan dikulit seperti panu atau

bercak kemerahan yang tidak gatal, kurang rasa atau mati rasa segera ke Puskesmas

atau petugas kesehatan barang kali itu tanda awal penyakit kusta sehingga lebih

mudah disembuhkan dari pada yang sudah terlambat datang, karena kebanyakan

pasien datang sudah stadium lanjut sehingga pengobatan lebih sulit dan resiko cacat

lebih besar.

2).Perilaku orang yang sakit (health seeking behavior ), perilaku ini mencakup

tindakan yang diambil seseorang bila sakit atau terkena masalah untuk memperoleh

kesembuhan, misalnya pelayanan kesehatan tradisional seperti : dukun, sinshe, atau

paranormal, maupun pelayanan modern atau professional seperti : RS, Puskesmas,

Dokter dan sebagainya( Soekidjo Notoatmodjo, 2010 ). Becker ( 1979 ) membuat

klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan, dan membagi menjadi tiga, yakni :

12

Page 13: Makalah Blok 26 Lepra

1. Perilaku Sehat (healhty behavior)

Perilaku atau kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan

meningkatkan kesehatan, misalnya :

a.Menjaga kebersihan kulit dengan mandi memakai sabun mandi.

b. tidak memakai handuk atau pakaian secara bergantian, karena akan

menyebabkan bermacam-macam kelainan kulit termasuk kusta.

c.Bila ada kelainan dikulit seperti panu atau bercak kemerahan yang tidak

gatal, kurang rasa atau mati rasa segera ke Puskesmas atau petugas kesehatan

barang kali itu tanda awal penyakit kusta sehingga lebih mudah disembuhkan.

d.Makan makanan bergizi, teratur berolahraga serta cukup istirahat.

e.Perilaku dan gaya hidup positif yang lain untuk kesehatan.

2. Perilaku Sakit(illness behavior)

Perilaku sakit adalah berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang untuk

mencari penyembuhan , misal ke Puskesmas, RS dan sebagainya.

3. Perilaku peran orang sakit(the sick role behavior)

Dari segi sosiologi, orang yang sedang sakit mempunyai peran(roles), yang mencakup

hak-haknya(rights), dan kewajiban sebagai seorang sakit(obligation).

Menurut Becker Perilaku peran orang sakit ini antara lain :

a.Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.

b.Tindakan untuk mengenal dan atau mengetahui fasilitas kesehatan yang tepat untuk

memperoleh kesembuhan.

c.Melakukan kewajiban sebagai pasien untuk mematuhi nasihat dokter/perawat .

d.Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses penyembuhan ( Soekidjo

Notoatmodjo, 2010 ).

C. Sosial Ekonomi

Menurut WHO(2005) menyebutkan bahwa sekitar 90 % penderita kusta menyerang

kelompok sosial ekonomi lemah atau miskin, sosial ekonomi rendah akan

menyebabkan kondisi kepadatan hunian yang tinggi buruknya lingkungan selain itu

masalah kurang gizi dan rendahnya kemampuan untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan yang layak juga menjadi problem bagi golongan yang sosial ekonominya

rendah. Dengan garis kemiskinan yang pada dasarnya ditentukan untuk memenuhi

kebutuhan pangan utama, maka rumah tangga yang tergolong miskin tidak akan

13

Page 14: Makalah Blok 26 Lepra

mempunyai daya beli yang dapat di gunakan untuk menjamin ketahanan pangan

keluarganya. Pada saat ketahanan pangan mengalami ancaman (misal pada saat

tingkat pendapatan mendekati suatu titik dimana rumah tangga tidak mampu membeli

kebutuhan pangan) maka status gizi dari kelompok rawan pangan akan terganggu

Transmisi

M.leprae dipercaya ditularkan melalui orang ke orang dengan kontak dekat. Tetapi,

masih diperdebatkan bagaimana transmisi yang sebenarnya terjadi. Hanya 15-30%

pasien dengan gejala klinik lepra yang hidup di area endemik mempunyai riwayat

kontak dekat dengan orang dan barang-barang rumah tangga orang yang terkena

lepra. Bagaimanapun karena masa inkubasi yang panjang dan indolen, pajanan ini

sulit dikenali.

Kebalikannya dengan tuberkulosis, tempat primer infeksi di traktus

respiratorius belum pernah didokumentasikan. Akan tetapi banyak ahli percaya bahwa

infeksi terbanyak ditularkan melalui kontak dengan sekresi hidung. Akhir-akhir ini

peneliti menggunakan PCR untuk mengamplifikasi M.leprae, mengkonfirmasi

kehadiran organisme di sekret hidung dan peralatan rumah tangga kasus-kasus lepra.

Kebalikannya dengan penemuan ini, organisme tidak ditemukan di epidermis

dari kulit yang intak, walaupun dapat ditemukan di lesi ulserasi, biasanya jauh lebih

rendah jumlahnya daripada yang ditemukan di sekret hidung. Organisme ini juga

ditemukan dalam konsentrasi tinggi didalam darah pada kasus lepra dan di ASI

pasien dengan penyakit aktif. Beberapa peneliti berspekulasi bahwa M.leprae

mungkin infeksius oleh kontak kulit langsung. Kemunculan paling umum dari lesi

inisial lepra pada kulit yang terekspos kadang di ambil sebagai bukti untuk jalan

masuk organisme. Bagaimanapun, karena organisme ini diketahui tumbuh lebih baik

pada kulit yang terekspos dan suhunya lebih rendah, dapat mempengaruhi distribusi

dari lesi pada kondisi tersebut. Ada beberapa laporan tentang inokulasi M.leprae

melalui injeksi tato dan BCG, yang mengarah pada gejala klinik lepra di tempat

inokulasi beberapa tahun kemudian.

Reservoir

14

Page 15: Makalah Blok 26 Lepra

M.leprae hidup dapat ditemukan dari serangga seperti nyamuk dan kutu busuk yang

habis menghisap darah dari pasien lepra, akan tetapi transmisi melalui serangga tidak

penting. Organisme juga bisa masuk melalui traktus digestivus, akan tetapi tidak ada

bukti dari jalan masuk ini yang sudah dipublikasikan.

Manusia yang infeksius hampir pasti merupakan satu-satunya reservoir

M.leprae untuk infeksi manusia. Bagaimanapun ada laporan tentang isolasi dari

mycobacteria yang menyerupai M.leprae dari beberapa unsur alam, termasuk tanah,

lumut, dan duri; dan juga infeksi lepra endemik pada armadillo liar.

Prevalensi dan Insidensi

Prevalensi dari lepra bervariasi sekitar 0,01-2,0% di daerah endemis. Walaupun lepra

dapat timbul di bayi dan anak-anak, sangat jarang terjadi dibawah usia 7 tahun; hal

ini disebabkan karena periode inkubasi yang panjang antara pajanan dan onset dari

gejala klinis. Periode inkubasi diperkirakan melalui personel milliter dan misionaris

yang kembali dari daerah endemis. Data ini mengidentifikasikan bahwa periode

inkubasi lebih panjang untuk lepra (8-12 tahun) daripada tuberkulosis (2-5 tahun).

Melalui penelitian ini, dapat diperkirakan bahwa hanya sekitar 5% populasi orang

dewasa yang rentan.

Insidens puncak dari lepra antara 10-29 tahun. Kasus baru terjadi 5-10 kali

lebih tinggi pada orang yang mempunyai kontak dekat dalam rumah tangga.

Kecepatan insidensi lepra jarang melebihi 2/1000 orang pertahun, kecuali pada orang

yang berkontak dekat dengan kasus aktif. Penelitian prospektif di Malawi yang

terakhir menemukan insidens sekitar 1,2/1000 per tahun dan sedikit lebih tinggi pada

orang yang belum mendapatkan vaksinasi BCG.

Lingkungan yang padat dan status ekonomi populasi yang rendah adalah

faktor penting transmisi M.leprae dan perkembangan gejala klinisnya. Penelitian

prospektif di Malawi yang terakhir menemukan bahwa insidens lepra lebih rendah

pada orang yang tidak tinggal didaerah padat dan mempunyai level edukasi yang

lebih tinggi. Meningkatkan standar kehidupan mungkin berperan penting dalam

hilangnya lepra dari beberapa negara, seperti Norwegia, dimana lepra endemis pada

abad 19 dan awal abad 20.

15

Page 16: Makalah Blok 26 Lepra

Mungkin kerentanan genetik merupakan salah satu faktor penting yang

berkontribusi pada resiko dan tipe lepra yang timbul setelah pajanan. Beberapa

penelitian tentang distribusi human lymphocyte antigen (HLA) pada pasien lepra

ditemukan asosiasi yang signifikan dengan haplotipe HLA yang pasti. Beberapa

penelitian mengubungkan kerentanan lepra dengan gen NRAMP1.

Tergantung pada lokasi geografisnya, proporsi dari kasus lepra multibasiler

dan pausibasiler pada populasi berbeda sangat bervariasi. Proporsi yang tinggi dari

kasus tipe lepromatosa di temukan pada Asia Tenggara daripada Afrika, dimana

kebanyakan kasusnya bertipe tuberkuloid. Apakah perbedaan ini disebabkan karena

perbedaan host (seperti faktor genetik atau nutrisi), faktor epidemiologi yang

mempengaruhi rute atau umur saat pajanan, ukuran dari inokulum, atau karena

perbedaan strain dari M.leprae di area berbeda di dunia belum diketahui.

Bagaimanapun strain M.leprae, hanya punya sedikit perbedaan genetik.

Ketidakmampuan untuk mengkultur organisme dan kurangnya model binatang yang

baik yang mengembangkan penyakit yang mirip dengan yang ada di manusia telah

menghalangi investigasi dari pertanyaan ilmiah yang penting tadi.

Pada tahun 1991 World Health Assembly membuat resolusi tentang eliminasi

kusta sebagai program kesehatan msyarakat pada tahun 2000 dengan menurunkan

prevalensi kusta menjadi dibawah 1 kasus per 10.000 penduduk. Di Indonesia hal ini

dikenal sebagai Eliminasi Kusta Tahun 2000 (EKT 2000). Jumlah kasus kusta di

seluruh dunia selama 12 tahun terakhir ini telah menurun tajam di sebagian besar

negara atau wilayah endemis.4 Kasus yang terdaftar pada permulaan tahun 2009

tercatat 213.036 penderita yang berasal dari 121 negara, sedangkan jumlah kasus

baru tahun 2008 baru tercatat 249.007. Di Indonesia jumlah kasus kusta yang tercatat

akhir tahun 2008 adalah 22.359 orang dengan kasus baru tahun 2008 sebesar 16.668

orang. Distribusi tidak merata, yang tertinggi antara lain di pulau Jawa, Sulawesi,

Maluku dan Papua. Prevalensi pada tahun 2008 per 10.000 penduduk adalah 0,73.3

Kusta merupakan penyakit yang menyeramkan dan ditakuti oleh karena dapat

terjadi ulserasi, mutilasi dan deformitas.Penderita kusta bukan menderita karena

penyakitnya saja tetapi juga karena dikucilkan masyarakat sekitarnya. Hal ini akibat

kerusakan saraf besar yang ireversibel di wajah dan ekstremitas, motorik dan

16

Page 17: Makalah Blok 26 Lepra

sensorik, serta dengan adanya kerusakan yang berulang-ulang pada daerah anestetik

disertai paralisis dan atrofi otot.3

Gejala Klinis3

Diagnosis penyakit kusta didasarkan gambaran klinis, bakterioskopis, dan

histopatologis, dan serologis. Diantara ketiganya, diagnosis secara klinislah yang

terpenting dan paling sederhana. Hasil bakterioskopis memerlukan waktu paling

sedikit 15-30 menit, sedangkan histopatologik 10-14 hari. Kalau memungkinkan

dapat dilakukan tes lepromin (Mitsuda) untuk membantu penentuan tipe, yang

hasilnya baru dapat diketahui setelah 3 minggu. Penentuan tipe kusta perlu dilakukan

agar dapat menetapkan terapi yang sesuai. Bila kuman M.leprae masuk kedalam

tubuh seseorang, dapat timbul gejala klinis sesuai dengan kerentanan orang tersebut.

Bentuk tipe klinis bergantung pada sistem imunitas seluler (SIS) penderita. Bila SIS

baik akan tampak gambaran klinis kearah tuberkuloid, sebaliknya SIS rendah

memberikan gambaran lepromatosa.

Ridley dan Jopling memperkenalkan istilah spectrum determinate pada

penyakit kusta yang terdiri atas pelbagai tipe atau bentuk yaitu :

TT: Tuberkuloid polar, bentuk yang stabil

Ti: Tuberkuloid indefinite

BT: Bordeline tuberkuloid

BB: Mid borderline

BL: Borderline lepromatous

Li: Lepromatosa indefinite

LL: Lepromatosa polar, bentuk yang stabil

Tipe I (indeterminate) tidak termasuk dalam spectrum. TT adalah tipe

tuberculoid polar yakni tuberkuloid 100%, merupakan tipe yang stabil, jadi tidak

mungkin berubah tipe. Begitu juga LL adalah tipe lepromatosa polar, yakni

lepromatosa 100%, juga merupakan tipe yang stabil yang tidak mungkin berubah

lagi. Sedangkan tipe antara Ti dan Li disebut tipe borderline atau campuran, berarti

17

Page 18: Makalah Blok 26 Lepra

campuran antara tuberkuloid dan lepromatosa. BB adalah tipe campuran yang terdiri

atas 50% tuberculoid dan 50% lepromatosa. BT dan Ti lebih banyak tuberkuloidnya,

sedangkan BL dan Li lebih banyak lepromatosanya. Tipe-tipe campuran ini adalah

tipe yang labil, berarti dapat bebas beralih tipe, baik ke arah TT maupun kearah LL.

Table 1. Bagan Diagnosis Klinis menurut WHO (1995)

PB (TT, BT, I) MB (LL, BL, BB)

1. Lesi kulit

(macula datar,

papul yang

meniggi,

nodus)

- 1-5 lesi

- Hipopigmentasi/eritema

- Distribusi tidak simetris

- Hilangnya sensasi yang

jelas

- >5 lesi

- Distribusi lebih

simetris

- Hilangnya

sensasi kurang

jelas

2. Kerusakan

saraf

(menyebabkan

hilangnya

sensasi atau

kelemahan

otot yang

dipersarafi

oleh saraf yang

terkena)

- Hanya satu cabang saraf - Banyak cabang

saraf

Sumber: Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: FKUI,2010.h.77.

Penunjang Diagnosis

pemeriksaan bakterioskopik (kerokan jaringan kulit)Pemeriksaan bakteriskopik digunakan untuk membantu diagnosis dan

pengamatan pengobatan. Sediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit atau usapan dan

kerokan mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil tahan asam

18

Page 19: Makalah Blok 26 Lepra

(BTA), antara lain dengan ZIEHL-NEELSEN. Bakterioskopik negatif pada penderita,

bukan berarti orang tersebut tidak mengandung kuman M.leprae.3

Pemeriksaan HistopatologikMakrofag dalam jaringan yang berasal dari monosit di dalam darah ada yang

mempunyai nama khusus, antara lain sel kupffer dari hati, sel alveolar dari paru, sel

glia dari otak dan yang dari kulit disebut histiosit. Salah satu tugas makrofag adalah

melakukan fagositosis. Kalau ada kuman (M.leprae) masuk, akibatnya akan

bergantung pada SIS orang itu. Apabila SIS-nya tinggi, makrofag akan mampu

memfagosit M.leprae. datangnya histiosit ke tempat kuman disebakan oleh proses

imunologik dengan adanya faktor kemotaktik. Kalau datangnya berlebihan dan tidak

ada lagi yang harus difagosit, makrofag akan berubah bentuk menjadi sel epiteloid

yang tidak dapat bergerak dan kemudian akan dapat berubah menjadi sel datia

langhans. Adanya massa epiteloid yang berlebihan dikelilingi oleh limfosit yang

disebut tuberkel akan menjadi penyebab utama kerusakan jaringan dan cacat. Pada

penderita dengan SIS rendah atau lumpuh, histiosit tidak dapat menhancurkan

M.leprae yang sudah ada di dalamnya, bahkan dijadikan tempat berkembangbiak dan

disebut sel Virchow atau sel lepra atau sel busa dan sebagai alat pengangkut

penyebarluasan.3

Granuloma adalah akumulasi makrofag atau derivat-derivatnya. Gambaran

histopatologik tipe tuberkuloid adalah tuberkel dan kerusakan sarafnya lebih nyata,

tidak ada kuman atau hanya sedikit dan non solid. Pada tipe lepromatosa terdapat

kelim sunyi subepidermal (subepidermal clear zone), yaitu suatu daerah langsung

dibawah epidermis yang jaringannya tidak patologik. Didapati sel Virchow dengan

banyak kuman. Pada tipe borderline terdapat unsur-unsur campuran tersebut.3

1. Pemeriksaan serologik

Pemeriksaan serologik kusta didasarkan atas terbentuknya antibody pada

tubuh seseorang yang terinfeksi oleh M.leprae. Antibody yang terbentuk dapat

bersifat spesifik terhadap M.leprae yaitu antibody anti phenolic glycolipid-1 (PGL-1)

dan antibody antiprotein 16 kD serta 35 kD.3

Kegiatan Program Kusta

19

Page 20: Makalah Blok 26 Lepra

1. Tatalaksana Pasien

No Kegiatan Kabupaten/ kota

Beban rendah Beban tinggi

Puskesmas

non PRK

PRK/RSUD WASOR Semua

puskesmas

Pelayanan pasien

1. Penemuan Suspek + + + +

2. Diagnosis - + + +

3. Penentuan regimen dan

mulai pengobatan

+ + +

4. Pemantauan

pengobatan

+ + + +

5. Pemeriksaan kontak + + + +

6. Konfirmasi kontak + + +

7. Diagnosis &

pengobatan reaksi

+ + +

8. Penentuan dan

penanganan reaksi

+ + +

9. Pemantauan

pengobatan reaksi

+ + + +

10. POD & perawatan diri +/- + + +

11. Penyuluhan perorang + + + +

Pendukung

pelayanan

12. Stok MDT + + +

13. Pengisian kartu pasien + + + +

20

Page 21: Makalah Blok 26 Lepra

14. Register kohort pasien + + +

15. Pelaporan + + +

16. Penanggung jawaban

program

+ +

2. Tatalaksana Program

No Kegiatan Kabupaten / kota Propinsi Pusat

Beban tinggi Beban

rendah

1. Rapid Village Survey + + +

2. Intensifikasi

pemeriksaan kontak

serumah & lingkungan

+ +

3. Pemeriksaan

laboratorium pada

pasien dengan

diagnosis meragukan

+ + +

4. Penyuluhan, advokasi + + + +

5. Pelatihan petugas

puskesmas dan RS

+ +

6. Pelatihan Wasor

kabupaten, propinsi

+

7. Supervisi + + + +

8. Pencatatan &

pelaporan

+ + + +

9. Monitoring dan + + + +

21

Page 22: Makalah Blok 26 Lepra

evaluasi

10. Stock logistik MDT + + + +

11. Rehabilitasi medic

social ekonomi

+ + + +

12. Seminar dengan FK/

perdoski

+ +

13. Seminar dengan

sekolah calontenaga

kesehatan lain

+ + + +

3. Catatan khusus untuk daerah beban rendah

a) Penemuan pasien (case finding)

Penemuan pasien dilaksanakan secara pasif, diikuti dengan penanganan

daerah focus yaitu pemeriksaan kontak keluarga dan tetangga. Bila

diperlukan dapat dilakukan kegiatan penemuan aktif lainnya.

b) Diagnosis

Diagnosis ditegakkan oleh petugas PRK/RSUD/Wasor. Bila puskesmas non

PRK menemukan suspek, harus dirujuk ke PRK/RSUD/Wasoruntuk

konfirmasi diagnosis, atau sebaliknya. Konfirmasi diagnosis terhadap suspek

yang dilaporkan, bila positif langsung diadakan on the job training (OJT).

c) Pengobatan

Regimen pengobatan diberikan oleh petugas PRK/RSUD/Wasor.

Pengobatan selanjutnya diberikan oleh puskesmas non PRK.

d) Pemantauan pengobatan (case holding)

Pemantauan pengobatan dilakukan oleh petugas puskesmas non PRK dan

pasien harus mendapatkan indormasi penting berkaitan dengan pengobatan.

Bila pasien mangkir lebih dari 1 bulan perlu dilakukan pelacakan pasien

mangkir.

e) POD

22

Page 23: Makalah Blok 26 Lepra

Pemeriksaan POD dilakukan oleh petugas di PRK/RSUD/Wasor, bila

dipandang mampu petugad puskesmas non PRK dapat melaksanakan POD

dengan bimbingan dari wasor.

f) Penanganan pasien reaksi

Penanganan pasien reaksi oleh petugas PRK/RSUD/Wasor. jika puskesmas

non PRK menemukan pasien rekasi harus dirujuk ke PRK/RSUD/wasor,

selanjutnya pemantauan pengobatan reaksi dilakukan oleh puskesmas

non PRK.

g) Perawatan diri

Penyuluhan tentang perawatan diri diberikan oleh PRK/RSUD/Wasor, dan

dapat didelegasikan kepada petugas puskesmas non PRK yang telah dilatih

secara OJT tentang perawatan diri. Pasien perlu mendapatkan informasi

penting berkaitan dengan kecacatan yang diderita dan cara perawatan diri

dengan leaflet.

h) Rujukan pasien dengan Komplikasi

Rujukan pasien dengan Komplikasi (misalnya alergi DDS/ Komplikasi lain)

harus dilakukan ke PRK/RSUD/Wasor, jika kondisi pasien sangat berat harus

dirujuk ke RS kabupaten.

i) Pelatihan petugas puskesmas

Pelatihan diberikan oleh provinsi dibantu wasor kabupaten puskesmas non

PRK dilatih 1 hari untuk mampu mendeteksi suspek. PRK akan mendapatkan

pelatihan penuh (5hari).

j) Sosialisasi program kusta di rumah sakit

Sosialisasi program kusta di RS agar memberikan pelayanan kepada orang

yang pernah mengalami kusta tanpa diskriminasi.

k) Supervisi

Supervise dari provinsi ke kabupaten maupun kabupaten ke puskesmas

diintegrasikan dengan program pengendalian penyakit yang lain. Frekuensi

supervise ke PRK/RSUD dilaksanakan lebih sering dari pada puskesmas non

PRK.

l) Penyuluhan (KIE)

23

Page 24: Makalah Blok 26 Lepra

Penyuluhan perorangan dan kelompok diberikan oleh puskesmas

sedangkan penyuluhan massa diberikan oleh kabupaten.

m) Pengelolaan obat dan logistic dilakukan oleh petugas PRK/RSUD dan

kabupaten.

Puskesmas: bila pasien sudah didiagnosis diberikan MDT oleh petugas

PRK atau wasor.

Kabupaten : membuat perencanaan MDT berdasarkan permintaan

PRK/RSUD, membuat permohonan dan pengambil ke provinsi dan

mendistribusikannya ke PRK/RSUD yang membutuhkan.

Provinsi : membuat perencanaan obat berdasrkan permintaan kabupaten,

membuat permohonan obat ke pusat dan mendistribusikannya ke kabupaten.

n) Pencatatan dan pelaporan

Pencatatan dan pelaporan harus sederhana, memuat seluruh informasi yang

dibutuhkan, pencactatan dilakukan oleh semua unit pelayanan. Puskemas

mengirim salinan register kohort ke kabupaten. Pelaporan hanya dilakukan

oleh kabupaten dan provinsi.

o) Perencanaan, monitoring dan evaluasi

Semua unit pelayanan mambuat perencanaan kegiatan, monitoring

evaluasi sesuai dengan tanggung jawab masing-masing. Kegiatan ini

dapat diintegrasikan dengan program lain.

p) Rujukan rehabilitasi medic bagi orang yang pernah mengalamai kusta

dilakukan oleh kabupaten dan provinsi dengan memperhatikan

persyaratan dan kondisi ini di lapangan.

4. Pelaksana dan penanggung jawab

kegiatan pelaksana Penanggung jawab

Peningkatan kemampuan tim Wasor dan kasi Kasubdin/kabid

Konfirmasi diagnosis/ OJT PRK/RSUD/Wasor Kasi

Tatalaksanan penderita PRK/RSUD/Wasor Kasi

Bimbingan teknis Wasor dan kasi Kasubdin/kabid

24

Page 25: Makalah Blok 26 Lepra

KIE PRK/RSUD/Wasor

INFOKOM

Kadinkes

Advokasi Kasubdin/kabid Kasinkes

Pengelolaan obat dan logistik Gudang farmasi/ P2M Kasubdin/kabid

Pencatatan & pelaporan PRK/RSUD/wasor Kasi

Monitoring & evaluasi Wasor & kasi Kasubdin/kabid

PENEMUAN PASIEN

Penemuan pasien kusta secara garis besar terdiri dari penemuan pasif fan aktif.

A. Penemuan pasien secara pasif (sukarela)

Adalah pasien yang ditemukan karena datang ke puskesmas/ sarana kesehatan

lainnya atas kemauan sendiri atau saran orang lain.

Faktor-faktor yang menyebabkan pasien terlambat berobat, disebabkan oleh dua

aspek yakni:

Aspek dari sisi pasien : tidak mengerti tanda dini kusta, malu datang ke

puskesmas, tidak tahu bahwa ada obat tersedia gratis di puskesmas,

jarak rumah pasien ke puskesmas/sarana kesehatan lainnya terlalu

jauh, dll.

Aspek dari penyedia layanan kesehatan : ketidakmampuan mengenali

tanda kusta dan mendiagnosis, pelayanan yang tidak mengakomodasi

kebutuhan klien, dll.

B. Penemuan pasien secara aktif

Adalah pasien yang ditemukan secara aktif, melalui kegiatan-kegiatan seperti:

Pemeriksaan kontak

Adalah kegiatan penemuan pasien dengan melakukan kunjungan ke

rumah pasien yang baru ditemukan (kasus indeks). Kegiatan ini memerlukan biaya

yang rendah namun memiliki efektivitas yang tinggi sehingga WAJIB dilakukan.

25

Page 26: Makalah Blok 26 Lepra

1. Tujuan

I. Meningkatkan kesadaran dan dukungan anggota

keluarga agar pengobatan berjalan baik dan tidak ada

diskriminasi.

II. Ditemukannya pasien baru sedini mungkin.

2. Sasaran

Semua anggota keluarga yang tinggal serumah dengan pasien dan

tetangga di sekitarnya.

3. Kegiatan

I. Untuk pasien baru kunjungan rumah dilakukan sesegera

mungkin (paling lambat dalam waktu 3 bulan).

Kegiatan yang dilakukan meliputi pemberian konseling

sederhana dan pemeriksaan fisik.

II. Saat melakukan kunjungan rumah petugas diwajibkan

membawa kartu pasien, alat-alat pemeriksaan dan obat

MDT.

Rapid Village Survey (RVS)

1. Tujuan

I. Meningkatkan kesadaran dan partisipasi

masyarakat

II. Meningkatkan pengetahuan dan partisipasi

petugas kesehatan.

III. Ditemukannya kasus baru dalam lingkup

kecil/desa.

2. Sasaran

Kelompok potensial masyarakat desa/kelurahan atau unit

yang lebih kecil yaitu dusun.

3. Pelaksanaan

I. Persiapan

Pimpinan puskesmas dan kepala desa membuat

rencana pelaksanaan kegiatan survey. Dilakukan

on the job training (OJT) kepada staf puskesmas.

II. Pelaksanaan

26

Page 27: Makalah Blok 26 Lepra

Kegiatan dilaksanakan dalam 2 tahap

Tahap pertama :

Pertemuan diadakan sesuai dengan tanggal

yang ditetapkan dan dipimpin oleh kepala

desa dengan susunan acara sebagai berikut:

a. Penjelasan maksud dan tujuan pertemuan

b. Penjelasan tanda-tanda dini kusta dan

program pengendalian penyakit kusta

oleh dokter/petugas puskesmas.

c. Tanya jawab

d. Pembagian tugas kelompok kerja

(kelompok untuk deteksi suspek,

kelompok untuk pencatatan dan

kelompok untuk diagnose dan

verifikator). Besar dan jumlah kelompok

disesuaikan dengan kapasitas dan sumber

daya yang ada.

Tahap kedua:

a. pemeriksaan seluruh desa untuk mencari

suspek yang dijaring oleh kelompok kerja

(target suspek adalah minimum 10% dari

populasi umum). Pada pagi hari pemeriksaan

difokuskan pada suspek dari anak sekolah

sedangkan siang hari pada suspek di

masyarakat umum. Pasien baru yang

ditemukanpada saat pemeriksaan, dibuatkan

kartu dan diberikan pengobatan serta

penyuluhan yang mendalam.

b. Suspek dicatat dan dijadwalkan untuk

diperiksa ulang di puskesmas dalam kurun

waktu 3-6 bulan setelah pertemuan.

Chase survey

27

Page 28: Makalah Blok 26 Lepra

Chase survey adalah kegiatan penemuan pasien kusta secara aktif

dengan mengunjungi wilayah tertentu bedasarkan informasi dari berbagai

sumber tentang keberadaan suspek kusta di wilayah tersebut. Kegiatan yang

dilakukan adalah pemeriksaan suspek dan penyuluhan kepada masyarakat di

lokasi tersebut.

Pemeriksaan anak sekolah SD sederajat

Kegiatan ini diperioritaskan pada wilayah yang terdapat kasus anak.

Supaya lebih efisien sebaiknya kegiatan ini diintegrasikan dengan usaha

kesehatan sekolah (UKS).

A. Tujuan

I. meningkatkan pengetahuan dan kesadaran guru

dan murid tentang penyakit kusta.

II. Ditemukannya pasien baru secara dini.

B. sasaran

Guru dan murid Sd/sederajat.

C. Pelaksanaan

Sebelum dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu diberikan

penyuluhan tentang kusta kepada murid-murid dan guru- guru.

Pemeriksaan dilakukan pada seluruh murid. Jika ada yang dicurigai

kusta maka perlu dirujuk ke puskesmas untuk pemeriksaan lebih

lanjut. Jumlah anak yang diperiksa dan kasus baru yang ditemukan

dicatat.

Leprosy Elimination Campaign (LEC)

A. Tujuan

I. meningkatkan komitmen politis dan dukungan dari

pemangku kepentingan di wilayah setempat.

II. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam

pengendalian penyakit kusta.

III. Meningktaknya kemampuan petugas kesehatan di

puskesmas dan bidan desa dalam pengendalian penyakit

kusta.

28

Page 29: Makalah Blok 26 Lepra

IV. Ditemukannya dan diobatinya kasus kusta.

B. Sasaran

Pimpinan wilayan (bupati, walikota), pemangku kepentingan, dan

masyarakat.

C. Pelaksanaan

I. pertemuan dengan kepala dinas kesehatan kabupaten

menjelaskan mengenai kegiatan LEC, membuat

perencanaan pertemuan lintas sector dimana bupati

diharapkan sebagai pelaksana pertemuan.

II. Pertemuan lintas sektoral kabupaten . meningkatkan

kesadaran lintas sector mengenai pengendalian penyakit

kusta dan mengharapkan bantuannya dalam

pelaksanaan LEC.

III. Pelatihan sehari team leader dan kepala puskesmas.

Meningkatkan kemampuan peserta dalam

mendiagnosis, klasifikasi dan pengobatan penyakit

kusta.

IV. Membuat jadwal pelatihan tenaga puskesmas dan

pertemuan kecamatan.

V. Pelatihan sehari staf puskesmas dan bidan desa.

Meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam

mendiagnosis, klasifikasi dan mengobati pasien kusta.

VI. Pertemuan dengan kepala desa/kader kesehatan

memberikan pengetahuan tentang penyakit kusta dan

mengharapkan bantuan kades, tokoh masyarakat dalam

pelaksanaan LEC.

VII. Kunjungan ke desa. Tim yang tersiri dari team leader,

petugas puskesmas, kades/kader mengadakan

penyuluhan di balai desa. Sebelum penyuluhan dimulai,

poster, leflet harus dipasang. Setelah masyarakat

kumpul, team leader/dokter puskesmas mengadakan

penyuluhan dan mengharapkan masyarakat yang

mempunyai kelainan di kulit agar memeriksakan diri.

29

Page 30: Makalah Blok 26 Lepra

Bila terdapat suspek maka mereka di rujuk ke

puskesmas untuk diperiksa dan bila terdiagnosis kusta

dibuatkan kartu pasien dan diberi MDT.

Special Action Program For Elimination Leprosy (SAPEL)

SAPEL merupakan proyek khusus untuk mencapai tujuan eliminasi kusta dan

dilaksanakan pada daerah yang mempunyai geografis yang sulit. Pada

kegiatan ini MDT diberikan sekaligus 1 paket dibawah pengawasan kader

atau keluarga

Pengobatan

Obat antikusta yang paling banyak dipakai pada saat ini adalah DDS

(diaminodifenil sulfon) kemudian klofazimin, dan rifampisin. DDS mulai dipakai

sejak 1948 dan di Indonesia digunakan pada tahun 1952. Klofazimin dipakai sejak

1962 oleh BROWN dan HOGERZEIL, dan rifampisin sejak tahun 1970. Pada tahun

1998 WHO menambahkan 3 obat antibiotic lain untuk pengobatan alternative yaitu

ofloksasin, minosiklin dan klaritomisin.

Untuk mencegah resistensi pengobatan tuberkulosis telah menggunakan multi

drug treatment (MDT) sejak 1951, sedangkan untuk kusta baru dimulai pada tahun

1971. Pada saat ini ada berbagai macam MDT dan yang dilaksanakan di Indonesia

sesuai rekomendasi WHO, dengan obat alternatif sejalan dengan kebutuhan dan

kemampuan. Yang paling dirisaukan ialah resistensi terhadap DDS, karena DDS

adalah obat anti kusta yang paling banyak dipakai dan paling murah. Obat ini sesuai

dengan penderita yang ada di negara berkembang dengan sosial ekonomi rendah. 3

Adanya MDT ini adalah sebagai usaha untuk mencegah dan mengobati

resisten, memperpendek masa pengobatan, mempercepat pemutusan mata rantai

penularan.

Untuk menyusun kombinasi obat perlu diperhatikan antara lain: 3

- Efek terapeutik obat

- Efek samping obat

- Ketersediaan obat

- Harga obat

- Kemungkinan penerapannya

30

Page 31: Makalah Blok 26 Lepra

DDS

Tentang sejarah pemakaian DDS, pada 20 tahun pertama digunakan sebagai

monoterapi. Dengan adanya pembuktian resistensi tersebut berubahlah pola berpikir

dan tindakan kemoterapi kusta dari monoterapi ke MDT.3

Pengertian relaps atau kambuh pada kusta ada 2 kemungkinan, yaitu relaps

sensitif (persisten) dan relaps resisten. Pada relaps sensitif penyakit kambuh setelah

menyelesaikan pengobatan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Secara klinis,

bakterioskopik, histopatologik dapat dinyatakan penyakit tiba-tiba aktif kembali

dengan timbulnya lesi baru dan bakterioskopik postif kembali. Tetapi setelah

dibuktikan dengan pengobatan dan inokulasi pada mencit ternyata M.leprae masih

sensitive terhadap DDS. M.leprae yang semula dorman, sleeping atau persisten,

bangun dan aktif kembali. Pada pengobatan sebelumnya, kuman dorman sukar

dihancurkan dengan obat atau MDT apapun. Pada relaps resisten penyakit kambuh

setelah menyelesaikan pengobatan sesuai dengan waktu yang ditentukan tetapi tidak

dapat diobati dengan obat yang sama. Dengan gejala klinis, bakterioskopik dan

histopatologik yang khas, dapat dibuktikan dengan pencobaan pengobatan dan

inokulasi pada mencit, bahwa M.leprae resisten terhadap DDS. Cara pembuktiannya

adalah dengan percobaan pengobatan dengan DDS 100 mg sehari selama 3 bulan

sampai 6 bulan disertai pengamatan secara klinis, bakterioskopik dan histopatologik.

Apabila fasilitas mengizinkan, dapat ditentukan gradasi resistensinya dari yang

rendah, sedang sampai tinggi.3

Resistensi hanya terjadi pada kusta multibasilar, tetapi tidak pada pausibasilar

oleh karena SIS penderita PB tinggi dan pengobatannya relative singkat. Resitensi

terhadap DDS dapat primer maupun sekunder. Resistensi primer terjadi bila orang

ditulari oleh M.leprae yang telah resisten dan masifestasinya dapat dalam berbagai

tipe (TT, BT, BB, BL, LL) bergantung pada SIS penderita. Derajat resistensi yang

rendah masih dapat diobati dengan dosis DDS yang lebih tinggi, sedangkan pada

derajat resistensi yang tinggi DDS tidak dapat dipakai lagi.3

Resistensi sekunder dapat terjadi oleh karena:3

31

Page 32: Makalah Blok 26 Lepra

- Monoterapi DDS

- Dosis terlalu rendah

- Minum obat tidak teratur

- Minum obat tidak adekuat baik dosis maupun lama pemberiannya

- Pengobatan terlalu lama setelah 4-24 tahun

Efek samping DDS antara lain nyeri kepala, erupsi obat, anemia hemolitik,

leukopenia, insomnia, neuropatia perifer, sindrom DDS, nekrolisis epidermal toksik,

hepatitis, hipoalbuminemia, dan methemoglobinemia. 3

Rifampisin

Rifampisin adalah obat yang menjadi salah satu komponen kombinasi DDS

dengan dosis 10mg/kgbb; diberikan setiap hari atau setiap bulan. Rifampisin tidak

boleh diberikan sebagai monoterapi oleh karena memperbesar kemungkinan

terjadinya resistensi, tetapi pada pengobatan kombinasi selalu diikutkan, tidak boleh

diberikan setiap minggu atau setiap 2 minggu mengingat efek sampingnya. 3

Efek samping yang harus diperhatikan adalah hepatotoksik, nefrotoksik, gejala

gastrointestinal, flu like syndrome dan erupsi kulit. 3

Klofazimin (lamprene)

Obat ini mulai dipakai sebagai obat kusta pada tahun 1962 oleh BROWN dan

HOOGERZEIL. Dosis sebagai anti kusta ialah 50 mg setiap hari atau 100 mg selang

sehari atau 3x100 mg setiap minggu. Juga bersifat sebagai antiinflamasi sehingga

dapat dipakai pada penanggulangan ENL dengan dosis lebih yaitu

200mg-300mg/hari namun awitan kerja baru timbul setelah 2-3 minggu. Resistensi

pertama pada satu kasus dibuktikan pada tahun 1982.

Efek sampingnya ialah warna merah kecokelatan pada kulit dan warna

kekuningan pada sklera sehingga mirip ikterus apalagi pada dosis tinggi, yang sering

merupakan masalah dalam ketaatan berobat penderita. Hal tersebut disebabkan

karena klofazimin adalah zat warna dan dideposit pertama pada sel sistem

retikuloendotelial, mukosa, dan kulit. Pigementasi bersifat reversible, meskipun

menghilangnya lambat sejak obat dihentikan. Efek samping lain yang hanya terjadi

dalam dosis tinggi yakni nyeri abdomen, nausea, diare, anoreksia dan vomitus. Selain

itu dapat terjadi penurunan berat badan.3

32

Page 33: Makalah Blok 26 Lepra

Protionamid

Dosis diberikan 5-10 mg/kgbb setiap hari, dan untuk Indonesia obat ini tidak

atau jarang dipakai. Distribusi protionamid dalam jaringan tidak merata, sehingga

kadar hambat minimalnya sukar ditentukan.3

Obat Alternative

Ofloksasin

Ofloksasin merupakan turunan fluorokuinolon yang paling aktif terhadap

M.leprae in vitro. Dosis optimal harian adalah 400 mg. dosis tunggal yang diberikan

dalam 22 dosis akan membunuh kuman M.leprae hidup sebesar 99,99%. Efek

sampingnya adalah mual, diare, dan gangguan saluran cerna lainnya, berbagai

gangguan susunan saraf pusat termasuk insomnia, nyeri kepala, dizziness,

nervousness dan halusinasi. Walaupun demikian hal ini jarang ditemukan dan

bisanya tidak membutuhkan penghentian pemakaian obat. Pengguaan pada anak

remaja, wanita hamil dan menyusui harus hati-hati, karena pada hewan muda

kuinolon menyebabkan atropati.3

Minosiklin

Termasuk dalam kelopok tetrasiklin. Efek bakterisidalnya lebih tinggi

daripada klaritomisin, tetapi lebih rendah daripada rifampisin. Dosis standar harian

100mg. efek sampingnya adalah pewarnaan gigi bayi dan anak-anak, kadang-kadang

menyebabkan hiperpigmentasi kulit dan membran mukosa, berbagai simptom saluran

cerna dan susunan saraf pusat, termasuk dizziness dan unsteadizzines. Oleh sebab itu

tidak dianjurkan untuk anak-anak atau selama kehamilan.3

Klaritomisin

Merupakan kelompok antibiotik makrolid dan mempunyai aktivitas

bakterisidal terhadap M.leprae pada tikus dan manusia. Pada penderita kusta

lepromatosa, dosis harian 500mg dapat membunuh 99% kuman hidup dalam 28 hari

dan lebih dari 99,9% dalam 56 hari. Efek sampingnya adalah nausea, vomitus dan

diare yang terbukti sering ditemukan bila obat ini diberikan dengan dosis 2000 mg.3

33

Page 34: Makalah Blok 26 Lepra

Kontrol dan Pencegahan

Tiga pendekatan dasar telah digunakan untuk mengontrol dan mencegah lepra,

dinamakan:4

1. Deteksi awal dan pengobatan yang diawasi untuk kasus aktif.

2. Pengobatan preventif untuk kontak rumah tangga, terutama anak, pada kasus

yang infektif.

3. Imunisasi dengan BCG

Pencarian kasus aktif sangat penting untuk mengontrol lepra dimana

penyakitnya endemik. Yang paling penting adalah skrining periodik dan follow up,

kontak rumah tangga dari kasus baru yang didiagnosis. Didaerah endemik, sangat

penting untuk melatih penyedia kesehatan profesional untuk mengenali dan

mengobati lepra. Fasilitas kesehatan seperti klinik umum dan klinik penyakit kulit

bisa menyediakan skrining dan terapi lepra yang tepat.4

Profilaksis dengan dapsone, 50mg/hari selama 3 tahun, sudah

direkomendasikan untuk umur kurang dari 25 tahun yang mempunyai kontak rumah

tangga dengan pasien lepra multibasiler aktif. Anak-anak dengan kontak dekat

dengan seorang lepra pausibasiler memiliki risiko yang meningkat; jadi mereka harus

diperiksa tiap 6-12 bulan selama beberapa tahun setelah pajanan ini, dan biopsi harus

didapatkan dari lesi yang mencurigakan untuk mendeteksi dan mengobati segera

setelah penyakit klinis timbul. Insidens lepra pada anggota rumah tangga setelah 10

tahun kontak dekat dengan seorang lepra lepromatosa yang tidak diobati, dilaporkan

sekitar 11%. Perbedaan persentase didapatkan pada kasus lepra tuberkuloid yaitu

hanya sekitar 0,5%. Bagaimanapun, hanya 15% kasus lepra yang muncul pada

mereka yang mempunyai kontak rumah tangga. Penelitian tentang profilaksis

dapsone, menggunakan dosis 50mg/hari selama 3 tahun dengan kontak rumah

tangga, ditemukan pengurangan kejadian lepra sekitar 52,5%.4

BCG dan Vaksin Lepra

Bukti eksperimental awal untuk kemanjuran preventif vaksin BCG dilaporkan

oleh Shepard pada tahun 1966. Dia menemukan bahwa tikus yang divaksin dengan

BCG, mencegah inokulasi M.leprae hidup dari bantalan kaki. Setelah itu beberapa

percobaan random dari BCG pada populasi manusia dilakukan.Hasil dari penelitian-

34

Page 35: Makalah Blok 26 Lepra

penelitian tersebut menganjurkan bahwa BCG memberikan proteksi yang signifikan

tetapi tidak komplet untuk melawan lepra di beberapa populasi. Akan tetapi vaksin

yang disiapkan dari heat-killed M.leprae tidak begitu manjur. 4

Beberapa tahun ini, penggunaan MDT yang efektif dibawah pengawasan

langsung, Diagnosis yang lebih awal, pengurangan gejala klinik yang khas, dan

penggunaan rutin BCG di banyak negara endemik lepra berujung pada penurunan

dari kasus baru lepra. Beberapa ahli cukup optimis hal ini akan terus berlanjut dan

kepentingan kesehatan masyarakat dari lepra akan terus menurun, selama usaha

untuk mengontrol penyakit ini terus menerus dilakukan. Dampak jangka panjang

yang terlihat untuk mengontrol lepra sebagai sebuah masalah kesehatan masyrakat

cukup baik selama upaya prevensi yang efektif terus diupayakan. Bagaimanapun

beberapa ahli khawatir bahwa upaya mengontrol lepra mungkin akan diakhiri ketika

prevalence rate dibawah 1/10000 populasi yang menunjukan bahwa lepra telah di

eliminasi sebagai masalah kesehatan masyarakat.4

Pencegahan Cacat

Cara terbaik untuk melaksanakan pencegahan cacat atau prevention of

disabilities (POD) adalah dengan melaksanakan diagnosis dini kusta, pemberian

pengobatan MDT yang cepat dan tepat. Selanjutnya dengan mengenali gejala dan

tanda reaksi kusta yang disertai gangguan saraf serta memulai pengobatan dengan

kortikosteroid sesegera mungkin. Bila terdapat gangguan sensibilitas, penderita

diberi petunjuk sederhana misalnya memakai sepatu untuk melindungi kaki yang

telah terkena, memakai sarung tangan bila bekerja dengan benda yang tajam atau

panas dan memakai kacamata untuk melindungi matanya. Selain itu diajarkan pula

cara perawatan kulit sehari-hari. Hal ini dimulai dengan memeriksa ada tidaknya

memar, luka atau ulkus, setelah itu tangan dan kaki direndam, disikat dan diminyaki

agar tidak kering dan pecah.3

Rehabilitasi

Usaha rehabilitasi medis yang dapat dilakukan untuk cacat tubuh ialah antara

lain dengan jalan operasi dan fisioterapi. Meskipun hasilnya tidak sempurna kembali

ke asal, tetapi fungsinya secara kosmetik dapat diperbaiki.

35

Page 36: Makalah Blok 26 Lepra

Cara lain ialah secara kekaryaan, yaitu memberi lapangan pekerjaan yang

sesuai cacat tubuhnya, sehingga dapat berprestasi dan dapat meningkatkan rasa

percaya diri, selain itu dapat dilakukan terapi psikologik (kejiwaan).3

Komplikasi

Penderita kusta yang terlambat di diagnosis dan tidak mendapat MDT

mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya kerusakan saraf. Selain itu, penderita

dengan reaksi kusta, terutama reaksi reversal, lesi kulit multipel dan dengan saraf

yang membesar atau nyeri juga memiliki risiko tersebut.3

Kerusakan saraf terutama berbentuk nyeri saraf, hilangnya sensibilitas dan

berkurangnya kekuatan otot. Penderitalah yang mula-mula menyadari adanya

perubahan sensibilitas atau kekuatan otot. Keluhan berbentuk nyeri saraf atau luka

yang tidak sakit, lepuh kulit atau hanya berbentuk daerah yang kehilangan

sensibilitasnya saja. Juga ditemukan keluhan sukarnya melakukan aktivitas sehari-

hari, misalnya memasang kancing baju, memegang pulpen atau mengambil benda

kecil, atau kesukaran berjalan. Semua keluhan tersebut harus diperiksa dengan teliti

dengan anamnesis yang baik tentang bentuk dan lamanya keluhan, sebab pengobatan

dini dapat mengobati, sekurangnya mencegah kerusakan menjadi berlanjut.3

Dokter Keluarga

Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh

yang memusatkan pelayanan kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana tanggung

jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau

jenis kelamin pasien juga tidak boleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu. Dokter

keluarga adalah dokter yang dapat memberikan pelayanan kesehatan yang

berorientasi komunitas dengan titik berat kepada keluarga, ia tidak hanya

memandang penderita sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit

keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif tetapi bila perlu aktif mengunjungi

penderita atau keluarganya (IDI 1982).1

Ilmu kedokteran keluarga adalah ilmu yang mencakup seluruh spektrum ilmu

kedokteran tingkat yang orientasinya adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan

tingkat pertama yang berkesinambungan dan menyeluruh kepada satu kesatuan

36

Page 37: Makalah Blok 26 Lepra

individu, keluarga dan masyarakat dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan,

ekonomi dan sosial budaya (IDI 1983). Karakteristik pelayanan dokter keluarga

antara lain:1,2

a. Yang melayani penderita tidak hanya sebagai orang perorang melainkan

sebagai

anggota satu keluarga dan bahkan sebagai anggota masyarakat sekitarnya.

b. Yang memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan memberikan

perhatian kepada penderita secara lengkap dan sempurna, jauh melebihi

jumlah keseluruhan keluhan yang disampaikan.

c. Yang mengutamakan pelayanan kesehatan guna meningkatkan derajat

kesehatan seoptimal mungkin, mencegah timbulnya penyakit dan mengenal

serta mengobati penyakit sedini mungkin.

d. Yang mengutamakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan

berusaha memenuhi kebutuhan tersebut sebaik-baiknya.

e. Yang menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan kesehatan tingkat

pertama dan bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan lanjutan.

Tujuan Pelayanan Dokter Keluarga

Tujuan Umum1,2

Terwujudnya keadaan sehat bagi setiap anggota keluarga.

Tujuan Khusus

a. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih

efektif.

b. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih

efisien.

Ruang lingkup pelayanan dokter keluarga mencakup bidang amat luas sekali.

Jika disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua macam:1,2

1. Kegiatan yang dilaksanakan

Pelayanan yang diselenggarakan oleh dokter keluarga harus memenuhi syarat

pokok yaitu pelayanan kedokteran menyeluruh (comprehensive medical

37

Page 38: Makalah Blok 26 Lepra

services).

Karakteristik CMC:

- Jenis pelayanan yang diselenggarakan mencakup semua jenis pelayanan

kedokteran yang dikenal di masyarakat.

- Tata cara pelayanan tidak diselenggarakan secara terkotak-kotak ataupun

terputus-putus melainkan diselenggarakan secara terpadu (integrated) dan

berkesinambungan (kontinu).

- Pusat perhatian pada waktu menyelenggarakan pelayanan kedokteran

tidak memusatkan perhatiannya hanya pada keluhan dan masalah

kesehatan yang disampaikan penderita saja, melainkan pada penderita

sebagai manusia seutuhnya.

- Pendekatan pada penyelenggaraan pelayanan tidak didekati hanya dari

satu sisi saja, melainkan dari semua sisi yang terkait (comprehensive

approach) yaitu sisi fisik, mental dan sosial (secara holistik).

2. Sasaran Pelayanan

Sasaran pelayanan dokter keluarga adalah keluarga sebagai suatu unit.

Pelayanan dokter keluarga harus memperhatikan kebutuhan dan tuntutan

kesehatan keluarga sebagai satu kesatuan, harus memperhatikan pengaruh

masalah kesehatan yang dihadapi terhadap keluarga dan harus memperhatikan

pengaruh keluarga terhadap masalah kesehatan yang dihadapi oleh setiap

anggota keluarga.

Praktek Dokter Keluarga

Terlepas dari masih ditemukannya perbedaan pendapat tentang kedudukan dan

peranan dokter keluarga dalam sistem pelayanan kesehatan, pada saat ini telah

ditemukan banyak bentuk praktek dokter keluarga. Bentuk praktek dokter keluarga

yang dimaksud secara umum dapat dibedakan atas tiga macam:1,2

Pelayanan Dokter Keluarga Sebagai Bagian Dari Pelayanan Rumah Sakit

(Hospital Based)

Pada bentuk pelayanan dokter keluarga diselenggarakan di rumah sakit. Untuk

ini dibentuklah suatu unit khusus yang diserahkan tanggung jawab menyelenggarakan

pelayanan dokter keluarga. Unit khusus ini dikenal dengan nama bagian dokter

keluarga (departement of family medicine), semua pasien baru yang berkunjung ke

rumah sakit, diwajibkan melalui bagian khusus ini. Apabila pasien tersebut ternyata

38

Page 39: Makalah Blok 26 Lepra

membutuhkan pelayanan spesialistis, baru kemudian dirujuk kebagian lain yang ada

dirumah sakit.

Pelayanan Dokter Keluarga Dilaksanakan Oleh Klinik Dokter Keluarga (Family

Clinic)

Pada bentuk ini sarana yang menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga

adalah suatu klinik yang didirikan secara khusus yang disebut dengan nama klinik

dokter keluarga (family clinic/center). Pada dasarnya klinik dokter keluarga ini ada

dua macam. Pertama, klinik keluarga mandiri (free-standing family clinic). Kedua,

merupakan bagian dari rumah sakit tetapi didirikan diluar komplek rumah sakit

(satelite family clinic). Di luar negeri klinik dokter keluarga satelit ini mulai banyak

didirikan. Salah satu tujuannya adalah untuk menopang pelayanan dan juga

penghasilan rumah sakit.

Terlepas apakah klinik dokter keluarga tersebut adalah suatu klinik mandiri

atau hanya merupakan klinik satelit dari rumah sakit, lazimnya klinik dokter keluarga

tersebut menjalin hubungan kerja sama yang erat dengan rumah sakit. Pasien yang

memerlukan pelayanan rawat inap akan dirawat sendiri atau dirujuk ke rumah sakit

kerja sama tersebut.

Klinik dokter keluarga ini dapat diselenggarakan secara sendiri (solo practice)

atau bersama-sama dalam satu kelompok (group practice). Dari dua bentuk klinik

dokter keluarga ini, yang paling dianjurkan adalah klinik dokter keluarga yang

dikelola secara berkelompok. Biasanya merupakan gabungan dari 2 sampai 3 orang

dokter keluarga.

Pada klinik dokter keluarga berkelompok ini diterapkan suatu sistem

manajemen yang sama. Dalam arti para dokter yang tergabung dalam klinik dokter

keluarga tersebut secara bersama-sama membeli dan memakai alat-alat praktek yang

sama. Untuk kemudian menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga yang dikelola

oleh satu sistem manajemen keuangan, manajemen personalia serta manajemen sistem

informasi yang sama pula.

Pelayanan Dokter Keluarga Dilaksanakan Melalui Praktek Dokter Keluarga

(Family Practice)

Pada bentuk ini sarana yang menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga

adalah praktek dokter keluarga. Pada dasarnya bentuk pelayanan dokter keluarga ini

39

Page 40: Makalah Blok 26 Lepra

sama dengan pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan melalui klinik dokter

keluarga. Disini para dokter yang menyelenggarakan praktek, menerapkan prinsip-

prinsip pelayanan dokter keluarga pada pelayanan kedokteran yang

diselenggarakanya. Praktek dokter keluarga tersebut dapat dibedakan pula atas dua

macam. Pertama, praktek dokter keluarga yang diselenggarakan sendiri (solo

practice). Kedua, praktek dokter keluarga yang diselenggarakan secara berkelompok

(group practice).

Pelayanan Pada Praktek Dokter Keluarga

Pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga banyak

macamnya. Secara umum dapat dibedakan atas tiga macam:5

Menyelenggarakan Pelayanan Rawat Jalan

Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga

hanya pelayanan rawat jalan saja. Dokter yang menyelenggarakan praktek dokter

keluarga tersebut tidak melakukan pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di

rumah atau pelayanan rawat inap di rumah sakit. Semua pasien yang membutuhkan

pertolongan diharuskan datang ke tempat praktek dokter keluarga. Jika kebetulan

pasien tersebut memerlukan pelayanan rawat inap, pasien tersebut dirujuk ke rumah

sakit.

Menyelenggarakan Pelayanan Rawat Jalan, Kunjungan dan Perawatan Pasien

Dirumah

Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga

mencakup pelayanan rawat jalan serta pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di

rumah. Pelayanan bentuk ini lazimnya dilaksanakan oleh dokter keluarga yang tidak

mempunyai akses dengan rumah sakit.

Menyelenggarakan Pelayanan Rawat Jalan, Kunjungan dan Perawatan Pasien

Di Rumah, Serta Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit

Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga

telah mencakup pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di rumah,

serta perawatan rawat inap di rumah sakit. Pelayanan bentuk ini lazimnya

diselenggarakan oleh dokter keluarga yang telah berhasil menjalin kerja sama dengan

rumah sakit terdekat dan rumah sakit tersebut memberi kesempatan kepada dokter

keluarga untuk merawat sendiri pasiennya di rumah sakit.

40

Page 41: Makalah Blok 26 Lepra

Tentu saja penerapan dari ketiga bentuk pelayanan dokter keluarga ini tidak

sama antara satu negara dengan negara lainnya, dan bahkan dapat tidak sama antara

satu daerah lainnya. Sekalipun pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter

keluarga tidak sama, perlulah diingatkan bahwa orientasi pelayanan dokter keluarga

yang diselenggarakan tetap tidak boleh berbeda. Orientasi pelayanan dokter keluarga

bukan sekedar menyembuhkan penyakit, tetapi diarahkan pada upaya pencegahan

penyakit. Atau jika tindakan penyembuhan yang dilakukan, maka pelaksanaannya

harus mempertimbangkan keadaan pasien sebagai manusia seutuhnya, juga harus

mempertimbangkan pula keadaan sosial ekonomi keluarga dan lingkungannya.

Praktek dokter keluarga tidak menangani keluhan pasien atau bagian anggota badan

yang sakit saja, tetapi individu pasien secara keseluruhan.

Kesamaan lain yang ditemukan adalah pada ruang lingkup masalah kesehatan

yang ditangani. Praktek dokter keluarga melayani seluruh anggota keluarga dan

semua masalah kesehatan yang ditemukan pada keluarga. Untuk dapat

menyelenggarakan pelayanan yang seperti ini dibutuhkan pelbagai pengetahuan dan

keterampilan yang luas. Karena adanya ciri yang seperti inilah ditemukan pihak-

pihak yang tidak sependapat bahwa dokter spesialis dapat bertindak sebagai dokter

keluarga. Oleh kalangan yang terakhir ini disebutkan bahwa dokter keluarga harus

memiliki pengetahuan dan keterampilan yang luas, yang mencakup pengetahuan dan

keterampilan beberapa dokter spesialis, dan karenanya tidak mungkin jika

diselenggarakan oleh satu dokter spesialis saja.

Dari uraian tentang orientasi serta ruang lingkup masalah kesepakatan yang

ditangani pada praktek dokter keluarga diatas, jelaslah bahwa pelayanan kedokteran

yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga memang agak berbeda dengan

pelayanan kedokteran yang diselenggarakan oleh dokter umum dan atau dokter

spesialis. Pelayanan kedokteran yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga

pada umumnya:5

1. Lebih aktif dan bertanggung jawab

Karena pelayanan kedokteran yang diselenggarakan pada praktek dokter

keluarga mengenal pelayanan kunjungan dan atau perawatan pasien di rumah,

bertanggung jawab mengatur pelayanan rujukan dan konsultasi, dan bahkan,

apabila memungkinkan, turut menangani pasien yang memerlukan pelayanan

rawat inap di rumah sakit, maka pelayanan kedokteran yang diselenggarakan

41

Page 42: Makalah Blok 26 Lepra

pada praktek dokter keluarga umunya lebih aktif dan bertanggung jawab dari

pada dokter umum.

2. Lebih lengkap dan bervariasi

Karena praktek dokter keluarga menangani semua masalah kesehatan yang

ditemukan pada semua anggota keluarga, maka pelayanan dokter keluarga

pada umumnya lebih lengkap dan bervariasi dari pada dokter umum. Tidak

mengherankan jika dengan pelayanan yang seperti ini, seperti yang ditemukan

di Amerika Serikat misalnya, praktek dokter keluarga dapat menyelesaikan

tidak kurang dari 95 % masalah kesehatan yang ditemukan pada pasien yang

datang berobat.

3. Menangani penyakit pada stadium awal

Sekalipun praktek dokter keluarga dapat menangani pasien yang telah

membutuhkan pelayanan rawat inap, bukan selalu berarti praktek dokter

keluarga sama dengan dokter spesialis. Praktek dokter keluarga hanya sesuai

untuk penyakit-penyakit pada stadium awal saja. Sedangkan untuk kasus yang

telah lanjut atau yang telah terlalu spesialistik, karena memang telah berada

diluar wewenang dan tanggung jawab dokter keluarga, tetap dan harus

dikonsultasikan dan atau dirujuk kedokter spesialis. Seperti yang dikatakan

oleh Malerich (1970), praktek dokter keluarga memang sesuai untuk penyakit-

penyakit yang masih dalam stadium dini atau yang bersifat umum saja. 'The

family doctor cannot be expected to treat all problems as best possible, but he

can be expected to treat all common diseases as best possible'.

Surveilans (Pengamatan Epidemiologis)6

Data tentang penyakit menular yang pernah terjadi di suatu daerah merupakan

hasil dari sistem pengamatan (surveilans) yang dilakukan oleh petugas di daerah

tersebut. Data ini penting untuk mengetahui bahwa di daerah tersebut pada masa yang

lalu pernah mengalami kejadian luar biasa. Daerah itu dapat berupa rumah sakit,

sekolah, industri, pemukiman transmigrasi, kota, kabupaten, kecamatan, desa, atau

negara.6

Pengamatan epidemiologis penyakit menular ialah kegiatan yang teratur

mengumpulkan, meringkas, dan analisis data tentang insidensi penyakit menular

42

Page 43: Makalah Blok 26 Lepra

untuk mengidentifikasikan kelompok penduduk dengan risiko tinggi, memahami cara

penyebaran dan mengurangi atau memberantas penyebarannya. Setiap kasus harus

dilaporkan dengan jelas dan lengkap meliputi diagnosis, mulai timbulnya gejala, dan

variabel demografi seperti nama, umur, jenis kelamin, alamat, dan asal data (dokter,

rumah sakit, puskesmas, sekolah, tempat kerja, dan lain–lain).

Dengan mengadakan analisis secara teratur, kita dapat memperoleh berbagai

informasi tentang peyakit musiman atau kecenderungan jangka panjang, perubahan

daerah penyebaran, kelompok penduduk risiko tinggi yang dirinci menurut umur,

jenis kelamin, suku, agama, sosial ekonomi, dan penyakit yang berhubungan dengan

pekerjaan. Pengamatan epidemiologis secara garis besar dapat dilakukan secara aktif

dan pasif. 6

Surveilans aktif ialah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung

untuk mempelajari penyakit tertentu dalam waktu yang relatif singkat dan dilakukan

oleh petugas kesehatan secara teratur seminggu sekali atau 2 minggu sekali untuk

mencatat ada atau tidaknya kasus baru penyakit tersebut.

Surveilans pasif ialah pengumpulan data yang diperoleh dari laporan bulanan

sarana pelayanan di daerah. Dari data yang diperoleh dapat diketahui distribusi

geografis tentang berbagai penyakit menular, penyakit rakyat, perubahan–perubahan

yang terjadi, dan kebutuhan tentang penelitian sebagai tindak lanjut.

Jadi, yang dimaksud dengan pengamatan epidemiologis adalah kegiatan yang

dilakukan secara rutin dan teratur berupa pencatatan lengkap hasil pengamatan

tentang ada tidaknya kasus baru penyakit tertentu atau adanya peningkatan jumlah

kasus baru untuk memantau perubahan yang terjadi pada penyakit yang mempunyai

risiko menimbulkan wabah. Umumnya, pengamatan epidemiologis dilakukan pada:

penyakit yang dapat menimbulkan wabah, penyakit kronis, penyakit endemis,

penyakit baru yang dapat menimbulkan masalah epidemiologis, dan penyakit yang

dapat menimbulkan epidemic ulang.6

Secara garis besar, tujuan pengamatan epidemiologi adalah untuk mengetahui

distribusi geografis penyakit endemis dan penyakit yang dapat menimbulkan

epidemik (malaria, gondok, kolera, dan campak), mengetahui periodisitas suatu

penyakit, untuk menentukan apakah peningkatan insidensi suatu penyakit yang terjadi

43

Page 44: Makalah Blok 26 Lepra

disebabkan kejadian luar biasa atau karena periodisitas penyakit tersebut, mengetahui

situasi penyakit tertentu, memperoleh gambaran epidemiologis tentang penyakit

tertentu, melakukan pengendalian penyakit, mengetahui adanya letusan ulang

penyakit yang pernah menimbulkan epidemik, dan khusus untuk influenza adalah

untuk mendeteksi adanya tipe baru virus influenza karena ada dugaan timbulnya

pandemik influenza dengan virus influenza tipe baru. 6

Dua tujuan utama program surveilans dalam fasilitas pelayanan kesehatan

adalah: 7

Memperbaiki kualitas pelayanan pasien.

Mengidentifikasi, mengimplementasikan, dan me-ngevaluasi strategi untuk

mencegah dan mengen-dalikan infeksi nosokomial dan kejadian tidak di-

inginkan lainnya.

Empat tujuan suatu program surveilans adalah: 7

Mempersiapkan standar nilai, atau, rate penyakit endemik.

Mengidentifikasi peningkatan rate penyakit di atas standar nilai yang telah

ditetapkan, atau yang di-perkirakan.

Mengidentifikasi faktor risiko penyakit.

Mengevaluasi efektivitas tindakan pengendalian.

Tanpa mengabaikan fasilitas pelayanan kesehatan, orang-orang yang

merancang suatu program surveilans untuk fasilitas pelayanan kesehatan seharusnya

dapat menetapkan suatu sistem yang dapat mencegah timbulnya infeksi dan kejadian

merugikan lainnya lebih banyak lagi dengan sumber daya yang ada. Pada tahun

1984, Robert Haley, MD, telah merekomendasikan suatu pendekatan berdasarkan

prioritas pada surveilans yang dia sebut sebagai "surveilans berdasarkan tujuan”.

Berdasarkan reko-mendasi Dr. Haley tersebut, daftar berikut dapat digunakan untuk

merancang suatu program surveilans saat ini.7

1. Menargetkan outcome yang akan dicegah (seperti influenza, infeksi sistem

urinari, infeksi sistem pernapasan, ulkus dekubitus kesalahan medis, dan

cedera yang spesifik) dan proses yang akan dikembangkan (contohnya rate

imunisasi influensa pada penghuni fasilitas perawatan jangka panjang atau

44

Page 45: Makalah Blok 26 Lepra

orang-orang yang selalu melakukan aktivitas mencuci tangan) serta

mengembangkan indikator yang spesifik dengan tujuan tertentu.

2. Menetapkan prioritas menurut tujuan tersebut. Jika tidak ada waktu atau

sumber daya yang memadai untuk melakukan segalanya, tujuan harus

diprioritaskan dari yang paling penting.

3. Mengalokasikan waktu dan sumber daya yang se-suai dengan prioritas yang

telah ditetapkan.

4. Setelah menyelesaikan tiga Iangkah pertama, strategi surveilans, pencegahan,

dan pengendalian kemudian dirancang agar langkah-langkah tersebut dapat

mendukung tujuan yang telah ditetapkan.

5. Setelah waktu surveilans ditentukan, langkah berikutnya adalah mengevaluasi

program surveilans, pencegahan, dan pengendalian, serta merevisi program

tersebut jika dibutuhkan.

Pedoman untuk melakukan pengembangan dan evaluasi program surveilans

telah dipublikasikan oleh CDC30 dan APIC. Berdasarkan pada referensi tersebut,

kajian literatur, dan pengalaman personal yang ada, langkah-langkah berikut

seharusnya dapat diambil ketika merancang suatu sistem surveilans untuk fasilitas

pelayanan kesehatan. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:7

• Mengidentifikasi metode surveilans yang digunakan

• Menilai dan mendefinisikan popuiasi serta memilih indikator yang akan

diteliti

• Menetapkan periode waktu pengumpulan data

• Memilih kriteria surveilans

• Menentukan proses pengumpulan data

• Mengidentifikasi bagaimana cara menganalisis data

• Merancang laporan surveilans yang informatif

• Mengidentifikasi siapa yang akan merjerima laporan

• Mengembangkan suatu rencana surveilans yang tertulis

Definisi Rumah Sehat

Pada dasarnya rumah merupakan tempat hunian yang sangat penting bagi

kehidupan setiap orang. Rumah tidak sekedar sebagai tempat untuk melepas lelah

setelah bekerja seharian, namun di dalamnya terkandung arti yang penting sebagai

45

Page 46: Makalah Blok 26 Lepra

tempat untuk membangun kehidupan keluarga sehat dan sejahtera. Rumah yang sehat

dan layak huni tidak harus berwujud rumah mewah dan besar, namun rumah yang

sederhana dapat juga menjadi rumah yang sehat dan layak dihuni. Rumah Sehat

adalah bangunan rumah tempat tinggal yang memenuhi syarat kesehatan, yaitu

rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan

sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi rumah yang baik, kepadatan hunian

rumah yang sesuai dan lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah.8,9

Rumah menjadi tempat berlindung dari cuaca dan kondisi lingkungan sekitar,

menyatukan sebuah keluarga, meningkatkan tumbuh kembang kehidupan setiap

manusia, dan menjadi bagian dari gaya hidup manusia. Kesehatan adalah faktor

utama sebagai parameter penilaian kelayakan sebuah hunian, sebelum faktor bentuk

dan gaya arsitektur dari sebuah rumah. Ada yang mengatakan bahwa rumah adalah

tujuan akhir manusia. Penilaian terhadap rumah sebagai tujuan akhir dari manusia ini

tentunya sangat dipengaruhi oleh kesehatan. Rumah yang sehat akan mampu

mendukung kesehatan penghuninya, begitulah hubungannya. Dikarenakan manusia

adalah makhluk biopsikososial, rumah yang sehat harus mampu memenuhi

kebutuhan manusia tersebut. Seluruh fungsi dari rumah sehat haruslah berjalan

semestinya.9 Berikut akan kita bahas bagaimana syarat–syarat rumah yang

menjadikan kesehatan penghuninya terdukung. Kita akan melihatnya dari segi

fisiologis (bio/fisik), psikologis, dan sosiologis.

Fisiologis

Dari segi fisik rumah yang sehat adalah rumah yang dapat memberikan

perlindungan kepada penghuninya dari kecelakaan maupun penyakit yang

mengganggu kesehatannya. Ada 4 sisi yang harus diperhatikan dalam rumah sehat,

yaitu bangunan rumahnya, ruangan rumah, ekologinya (lingkungan), dan fasilitas

rumah.

Bangunan

Sekarang ini, perkembangan pembangunan semakin maju. Ini ditandai dengan

munculnya bermacam-macam bahan bangunan baru. Hal ini menjadi salah satu aspek

yang menjadikan banyaknya alternatif yang dapat dipilih sebagai bahan bangunan

guna mengkonstruksikan gedung. Maraknya penemuan bahan bangunan baru juga

ditandai dengan kesadaran terhadap ekologi lingkungan dan fisika bangunan.

46

Page 47: Makalah Blok 26 Lepra

Membangun berarti suatu usaha untuk menghemat energi dan sumber daya alam.

Teknologi bangunan yang baru menuntut para ahli supaya mereka terbuka terhadap

perkembangan tersebut, karena tidak jarang teknologi baru menyimpang dari cara

pertukangan tradisional. Kajian ilmu bahan bangunan yang cukup sederhana dan

formal selama ini kiranya perlu diubah sesuai dengan pandangan pembangunan yang

menyeluruh. Ilmu bahan bangunan biasanya menggolongkan bahan bangunan seperti

tabel berikut.

Tabel 4. Penggolongan Bahan Bangunan

Golongan Bahan bangunan Contoh bahan

Bahan bangunan alam Anorganik: batu alam,

tanah liat, tras, dsb.

Batu kali, kerikil, pasir, kapur,

tras

Organik; kayu, bambu,

dedaunan, serat, rumput,

dsb.

Bermacam-macam kayu bambu,

rumbia, jiuk, alang-alang

Bahan bangunan buatan Bahan yang dibakar Batu merah, genting

Bahan yang dilebur Kaca

Bahan yang

dikempa/diperes

Conblock, batako

Bahan kimia dan

petrokimia

Plastik, bitumen, kertas, cat

Bahan bangunan logam Logam mulia Emas, perak

Logam setengah mulia Air raksa, nikel, kobalt

Logam besi Besi, baja

Logam non - besi Aluminium, kuningan, perunggu

47

Page 48: Makalah Blok 26 Lepra

Bahan bangunan alam yang tradisional seperti batu alam, kayu, bambu, tanah

liat, dan sebagainya tidak mengandung zat kimia yang mengganggu kesehatan.

Berbeda dengan bangunan modern seperti tegel keramik, pipa plastik, cat-cat yang

beraneka macam warnanya, perekat, dan sebagainya.10

Selain itu, bahan untuk pembuatan bangunan tidak boleh terbuat dari bahan

yang dapat melepaskan zat-zat yang dapat membahayakan kesehatan, antara lain:

debu total tidak lebih dari 150 µg m3, asbes bebas tidak melebihi 0,5 fiber/m3/4jam,

timah hitam tidak melebihi 300 mg/kg. Bangunan juga tidak boleh terbuat dari bahan

yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme patogen.8

Selain bangunan tidak boleh menimbulkan zat–zat berbahaya bagi tubuh,

pembuatan bangunan juga harus kokoh sehingga mampu melindungi penghuninya

dari kecelakaan baik yang timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah antara

lain, posisi garis sempadan jalan, kontruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah

terbakar, melindungi dari gempa, tidak cenderung membuat penghuninya jatuh

tergelincir, dan lain sebagainya. Tentu saja manfaat bangunan juga harus dapat

melindungi penghuni dari hujan, panas, dingin, pencemaran udara, kebisingan, dan

penyakit menular. Bangunan harus bisa menjadi tempat berlindung yang aman.9,11

Sedikit informasi untuk atap, atap genteng adalah umum dipakai baik di

daerah perkotaan maupun di pedesaan. Di samping atap genteng adalah cocok untuk

daerah tropis juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan bahkan masyarakat dapat

membuatnya sendiri. Namun demikian banyak masyarakat pedesaan yang tidak

mampu untuk itu maka atap daun rumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan,

walaupun sebenarnya tidak memenuhi syarat secara penuh. Pembuatan atap dengan

atap rumbai dan daun kelapa harus dapat melindungi dengan baik, jadi buatlah secara

tebal, tertata rapi, dan baik. Atap seng maupun asbes tidak cocok untuk rumah

pedesaan, disamping mahal juga menimbulkan suhu panas di dalam rumah.12

Bahan dinding bangunan pun haruslah yang mampu mengalirkan uap air.

Makin kecil pori-pori bahan bangunan makin besar daya mengisap air, dan makin

besar pori-pori makin mudah dapat diisi dengan air. Hal ini berarti bahwa air bisa

masuk ke dalam bahan bangunan melalui gravitasi (misalnya oleh atap yang bocor),

oleh tekanan angin (misalnya pada tepi dinding atau atap yang terekena angin

kencang), oleh kapilaritas (pada retak plesteran dinding atau kelembapan tanah yang

48

Page 49: Makalah Blok 26 Lepra

tidak kedap air). Bahan bangunan yang higroskopis (misalnya batu merah) kadang-

kadang dapat mengikat banyak air. Air yang ada di dinding ini harus mudah menguap.

Kelebihan kelembapan apapun dalam iklim tropis lembap, akan menumbuhkan

cendawan kelabu (aspergillus) yang mempengaruhi kesehatan penghuni karena

mengakibatkan alergi bronkitis dan asma.10

Ruang

Selain bangunan yang harus dapat melindungi, ruangan di dalam rumah harus

dapat mencegah penularan penyakit dan mendukung kesehatan penghuninya.

Syarat ruang yang baik dimulai dari komponen, kemudian ventilasi,

pencahayaan, luas bangunan rumah, dan tata ruangnya.

Komponen

Komponen rumah yang mudah untuk dirawat sangatlah penting. Sebab,

semakin sering dan mudah dirawat dan membersihkannya, maka sumber penyakit

tidak akan ada. di rumah itu. Untuk lantai, saat ini ada berbagai jenis lantai rumah.

Lantai rumah dari semen atau ubin, keramik, atau cukup tanah biasa yang dipadatkan.

Syarat yang penting disini adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak becek

pada musim hujan. Lantai harus kedap air dan mudah dibersihkan. Lantai yang basah

dan berdebu merupakan sarang penyakit. Selain lantai, dinding dan langit–langit serta

ruang dapur juga harus diperhatikan. Dinding di kamar mandi dan tempat cuci harus

kedap air dan mudah dibersihkan. Langit–langit harus mudah dibersihkan dan

komponennya kuat sehingga tidak rawan kecelakaan. Sedangkan ruang dapur harus

memiliki sarana pembuangan asap karena dapur menghasilkan asap pembakaran dari

proses memasak.8,12

Ventilasi

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk

menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti

keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga.

Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 di dalam rumah yang berarti

kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Namun,

perhatikan bahwa udara yang masuk ke dalam rumah tidaklah berasal dari tempat

pembuangan dan pembakaran limbah serta kamar mandi/WC.12

49

Page 50: Makalah Blok 26 Lepra

Kurangnya ventilasi juga akan menyebabkan kelembaban udara di dalam

ruangan naik karena terjadi proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan.

Kelembaban akan merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri patogen (bakteri-

bakteri penyebab penyakit). Fungsi kedua daripada ventilasi adalah membebaskan

udara ruangan dari bakteri-bakteri terutama bakteri patogen karena disitu selalu terjadi

aliran udara yang terus-menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu

mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan rumah selalu tetap di

dalam kelembaban (humidity) yang optimum. Luas ventilasi alamiah yang permanen

minimal haruslah 10% dari luas lantai.

Ada 2 macam ventilasi, yakni :

Ventilasi alamiah, di mana aliran udara di dalam ruangan tersebut terjadi

secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin, lubang-lubang pada

dinding dan sebagainya. Di pihak lain ventilasi alamiah ini tidak

menguntungkan karena juga merupakan jalan masuknya nyamuk dan serangga

lainnya ke dalam rumah. Untuk itu harus ada usaha-usaha lain untuk

melindungi kita dari gigitan-gigitan nyamuk tersebut.

Ventilasi buatan, yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk

mengalirkan udara terebut, misalnya kipas angin dan mesin pengisap udara.

Tetapi jelas alat ini tidak cocok dengan kondisi rumah di pedesaan. Perlu

diperhatikan disini bahwa sistem pembuatan ventilasi harus dijaga agar udara

tidak mandeg atau membalik lagi, harus mengalir. Artinya di dalam ruangan

rumah harus ada jalan masuk dan keluarnya udara.

Gambar 1. Ilustrasi sirkulasi udara bagi rumah sehat12

50

Page 51: Makalah Blok 26 Lepra

Pencahayaan

Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak

terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama

cahaya matahari disamping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang

baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak

cahaya di dalam rumah akan menyebabkan silau dan akhirnya dapat merusakkan

mata. Cahaya dapat dibedakan menjadi 2, yakni:

Cahaya alamiah, yakni matahari. Cahaya ini sangat penting karena dapat

membunuh bakteri-bakteri patogen didalam rumah, misalnya baksil TBC. Oleh

karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup.

Seyogyanya jalan masuk cahaya (jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15-20 % dari

luas lantai yang terdapat dalam ruangan rumah. Perlu diperhatikan di dalam membuat

jendela diusahakan agar sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam ruangan, tidak

terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela di sini disamping sebagai ventilasi juga

sebagai jalan masuk cahaya. Lokasi penempatan jendela pun harus diperhatikan dan

diusahakan agar sinar matahari lama menyinari lantai (bukan menyinari dinding).

Jalan masuknya cahaya alamiah juga diusahakan dengan genteng kaca.

Cahaya buatan yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah,

seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan sebagainya.

Luas Bangunan Rumah

Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya,

artinya luas lantai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya.

Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan

perjubelan (overcrowded). Hal ini berdampak kurang baik terhadap kesehaan

penghuninya, sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi O2 juga bila salah

satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota

keluarga yang lain.12

Tata Ruang

Untuk mendapatkan ruang yang baik, diperlukan kesatuan bagian–bagian

dalam ruang. Kesatuan ini dapat diperoleh dengan pengaturan yang baik dan

pandangan yang serasi. Kegunaan suatu susunan harus merupakan kesatuan harmonis

dengan tuntutan tata ruang yang sesuai dan juga tidak membahayakan keselamatan

51

Page 52: Makalah Blok 26 Lepra

seseorang. Susunan suatu ruang pertama–tama harus sesuai tujuannya. Maksudnya

adalah bahwa penggunaan dan penyusunan perabot ditentukan oleh kebutuhan hidup

penghuninya. Untuk itu, harus diperhatikan keselarasan antara perabot–perabot, ruang

gerak, dan ruang pemersatu. Misalnya, di dalam kamar tidur, ada pisau atau gunting

yang digantung. Hal ini tentunya sangat membahayakan si pengguna kamar tidur.

Fungsi perabotan ini tidaklah selaras dengan fungsi ruang tidur. Akan lebih baik bila

perabotan itu diletakkan di ruang dapur, dan mengambilnya ketika diperlukan saja.

Bayangkan bila ada anak kecil yang bermain ke kamarnya dan ada pisau atau gunting

yang bisa dimainkannya.

Peletakkan ruang juga harus diperhatikan. Jangan mendekatkan ruang yang

tertutup, dapur, atau ruang makan dengan ruang yang bersumber penyakit. Hal ini

akan memungkinkan si penghuni rentan akan terjangkitnya penyakit. Bayangkan

apabila kamar mandi atau tempat pembuangan sampah tepat di sebelah ruang makan.

Bakteri–bakteri atau virus yang berasal dari WC akan dengan mudahnya mencemari

makanan yang akan kita makan, baik melalui udara maupun melalui binatang, yang

kemudian akan membuat tubuh kita terjangkit penyakit tersebut. Apabila di dekat

ruang tertutup, bakteri akan hidup tenteram berkembang biak dan menjadi sumber

penyakit.9

Ekologis

Pembangunan rumah juga harus mempertimbangkan masalah ekologisnya.

Rumah yang dibangun harus memiliki sumber air bersih di dekatnya, memiliki

penghijauan di sekitar rumahnya, tidak terlalu jauh dari pusat pendidikan, pasar, telah

terjangkau jaringan listrik PLN, dan tempat–tempat sumber kebutuhan pokok manusia

lainnya.

Lingkungan sekitar rumah juga harus bersih, tidak dekat tempat

pembuangankotoran/sampah, dan hal–hal merugikan lainnya.10

Fasilitas

Tentu selain ketiga hal di atas, fasilitas merupakan hal penting yang

mendukung kesehatan penghuninya. Namun, fasiitas yang dipakai dan cara

penggunaannya juga harus benar. Yang terpenting adalah penyediaan air bersih,

pembuangan air limbah, pembuangan sampah, dan penyediaan listrik. Ada pula

fasiitas tambahan lainnya seperti kandang ternak dan fasilitas–fasilitas untuk alat

rumah tangga.

52

Page 53: Makalah Blok 26 Lepra

Pada dasarnya setiap rumah harus disediakan air minum dan memenuhi

persyaratan. Berkenaan dengan itu maka air yang akan dipergunakan untuk air minum

agar dimintakan rekomendasi dari PDAM atau instansinya yang berwenang.

Pengambilan contoh air hendaknya dilakukan oleh instansi yang menyelidiki kualitas

airnya bukan oleh pihak developer, dan keterangan ini harus tercantum dalam surat

statement yang mereka terbitkan. Untuk menyediakan air minum dengan jumlah yang

cukup, dapat diambil sumber dari: Sumur Pantek/Gali, sumur artesis, PDAM/PAM,

mata air, penyaringan dari air-air sungai/rawa dsb.

Sumur Pantek/Gali

Dalam hal penyediaan air minum/air bersih diambil dari sumur pantek/gali,

maka untuk setiap sumur gali/pantek, hanya diperbolehkan mensupply

maksimum 4 (empat) unit rumah.

Dalam pipa/sumur gali harus dibuat sedemikian rupa sehingga sumur tersebut

selalu dapat menyediakan air dengan jumlah yang cukup, walau-pun pada

musim kemarau (tinggi air minimal 2 M)

Jarak smur pantek/gali terhadap pembuangan air kotor biasa, lebih-lebih septic

tank harus lebih besar dari 8 M). Untuk sumur gali jarak tersebut agar

diambil/diukur dari dinding sumur ke dinding bagian luar septic tank.

Pemeriksaan mutu air, cukup dilakukan satu sumur saja pada lokasi yang

diperkirakan terjelek.

Sumur Artesis

Debit air harus dapat mensupply kebutuhan setiap penghuni rumah dengan

cukup. Tersedia sentral/pusat reservoir dengan ketinggian yang cukup (>_4M

dari kran rumah yang tertinggi) dan volume minimal 20% dari kebutuhan

untuk air bersih seluruh rumah per hari dari rumah-rumah yang disupply oleh

sumur tersebut. Bak reservoir air ini direncanakan/dihitung oleh tenaga ahli

(konstruktur) agar aman dan kuat.

Lokasi sumur artesis inipun harus jauh dari lokasi pembuangan air kotor (≥ 25

M).

PDAM (PAM)

Mengenai kualitas air dan debitnya sudah diatur oleh PAM. Rumah yang

dianggap telah tersedia air PAM dengan baik yaitu bila penyambungan pipa beserta

meterannya telah terpasang. Konstruksi bangunan air maupun jaringan distribusinya

supaya dibenarkan oleh persyaratan untuk air minum. Untuk keperluan tersebut perlu

53

Page 54: Makalah Blok 26 Lepra

adanya testing secara periodik terhadap alat penyaring maupun hasil air yang telah

disaring. Debit airnya harus mampu untuk didistribusikan ke seluruh rumah dengan

baik, maka persyaratan bak reservoir seperti pada sumur artesis harus tetap dipenuhi.

Tiap rumah agar dipasang meteran air, dan jaringan instalasi distribusinya harus

dilegalisir oleh PAM setempat.

Air limbah yang berasal dari kamar mandi, dapur, dan pembuangan lainnya

tidak boleh dibuang langsung pada saluran yang sama. Masing-masing limbah ini

harus dibuang dengan saluran tersendiri, dan hasil pembuangan ini harus

ditampung dalam sebuah bak yang disebut septic tank. Perencanaan saluran juga

harus tepat agar saluran tidak tersumbat. Septic tank haruslah terbuat dari bahan

yang tidak tembus air agar limbah tidak mencemari lingkungan. Selain itu, jarak

septic tank dengan sumur penyerapan adalah minimal 10 meter agar sumur tidak

tercemar.

Jaringan listrik, bila penyambungan listrik tidak termasuk dalam KPR BTN

maka tanah untuk lokasi trafo harus disediakan dengan luas yang mencukupi.

Jaringan listrik sangatlah penting sebagai sumber energi pendukung aktivitas

manusia. Ingat juga untuk bumbung rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau

lebih harus dilengkapi dengan penangkal petir.

Untuk pembuangan sampah setiap rumah harus disediakan atau dilengkapi

dengan tempat pengumpulan sampah. Volume bak sampah minimal 100 liter.

Apabila memakai drum/tong yang dapat ditumpahkan, volume minimumnya dapat

diambil 50 liter.

Di samping fasilitas-fasilitas tersebut, ada fasilitas lain yang perlu diadakan

tersendiri untuk rumah pedesaan adalah kandang ternak. Oleh karena ternak adalah

merupakan bagian hidup para petani, maka kadang-kadang ternak tersebut ditaruh

di dalam rumah. Hal ini tidak sehat karena ternak kadang-kadang merupakan

sumber penyakit pula. Maka sebaiknya, demi kesehatan, ternak harus terpisah dari

rumah tinggal atau dibuatkan kandang tersendiri.12

Fasilitas lainnya adalah perabotan rumah tangga. Setiap rumah seharusnya

memiliki beberapa ruangan dimana ruangan itu memiliki perabotan yang menjadi

54

Page 55: Makalah Blok 26 Lepra

standar minimumnya hingga ruang itu memiliki suatu nama tersendiri. Berikut

adalah macam ruangan dan standar minimum perabotannya:

1) Ruang duduk/keluarga: kursi duduk, sofa, meja.

2) Ruang makan: kursi makan, meja makan, lemari makan.

3) Ruang tidur : tempat tidur, lemari pakaian (ruang tidur orangtua dan anak

lebih baik dipisahkan).

4) Ruang kerja : meja tulis dan kursi.

5) Ruang tamu/makan: meja makan, kursi makan,kursi tamu,meja tamu lemari

pendek.

6) Ruang dapur:

Alat dapur: meja ranik, almari, pisau, sendok, garpu, piring

Memasak : bahan bakar kayu, minyak, arang, alat pembakar (tungku,

kompor, anglo), alat memasak (wajan, sendok pengaduk, panci, teko)

Mencuci : bak cuci, sikat, lap, sabun

Apabila tidak ada ventilasi bisa diberi alat sirkulasi udara, misalnya exhaust

fan.

10) Ruang mandi dan kakus: bak air, pelat jongkok, gantungan pakaian/handuk,

tempat sabun mandi.

11) Ruang Cuci/Kerja Seterika: bak cuci (ember), papan cuci, rak/lemari.

Kesimpulan

Sehat atau bebas dari penyakit merupakan keinginan dari setiap individu,

keluarga, dan masyarakat. Dalam mewujudkan kondisi sehat tersebut, ada pelayanan

kesehatan yang disediakan, yaitu pelayanan kesehatan kedokteran dan pelayanan

kesehatan kedokteran. Pelayanan yang diberikan dapat berupa promotif, preventif,

kuratif, dan rehabilitatif. Dalam kasus lepra yang terjadi pada kasus, ada beberapa hal

yang harus dilakukan sebagai seorang dokter keluarga, antara lain melakukan

pendekatan epidemiologi secara langsung, melakukan pengobatan, dan melakukan

promosi kesehatan mengenai lepra pada keluarga pasien dan masyarakat yang tinggal

di area 100 meter radius dari rumah pasien.

Daftar Pustaka

55

Page 56: Makalah Blok 26 Lepra

1. Azwar, Azrul. Program Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta:

Yayasan Penerbitan IDI, 1995.

2. Azwar, Azrul. Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi Ketiga. Jakarta: PT.

Binarupa Aksara, 1995.

3. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: FKUI, 2010.h.73-88.

4. Nelson KE. Leprosy. In: Maxcy-Rosenau. Last public health & preventive

medicine. 15th ed. USA: the McGraw-hill Companies, 2008.p. 258-63.

5. Kuswadji S. Penjaminan Mutu Praktek Dokter Keluarga. Jakarta: Widya

Medika, 1996.

6. Dudiarto E, Anggraeni D. Pengantar epidemiologi. Ed.II. Jakarta: EGC,

2003.h.100-3.

7. Arias KM, Harkavy LM. Program surveilans rutin untuk fasilitas pelayanan

kesehatan. Dalam Aris KM. Investigasi dan pengendalian wabah di fasilitas

pelayanan kesehatan. Jakarta: EGC, 2010.h.25-54.

8. Prabu. Rumah sehat. 3 Januari 2009. Diunduh dari

http://putraprabu.wordpress.com/2009/01/03/rumah-sehat , 1 Juli 2013.

9. Wicaksono AA. Kreasi, tipe, dan solusi menciptakan rumah sehat. Jakarta:

Penebar Swadaya, 2009.h.2-22.

10. Frick H. 10 patokan untuk rumah ekologis sebagai rumah sehat. Diunduh dari

http://www.lmbunika.com/PDF/StandardI.pdf , 1 Juli 2013.

11. Putrakusuma M. 4 kriteria rumah sehat. 7 Agustus 2009. Diunduh dari

http://www.sobatsehat.com/info-sehat/4-kriteria-rumah-sehat. 1 Juli 2013.

12. Diunduh dari http://www.smallcrab.com/kesehatan/619-syarat-syarat-rumah-

sehat. 1 Juli 2013.

56