puskesmas lepra

Upload: andreaskresna5366

Post on 13-Oct-2015

89 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

penanganan lepra pada puskesmas

TRANSCRIPT

Penanganan lepra dan epidemiologinya

[Penanganan lepra dan epidemiologinya]3 Juli 2013

Makalah PBLPenanganan Lepra dan EpidemiologinyaWilliam Wijaya**Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jalan Arjuna UtaraNo. 6, Jakarta Barat Telp. (021) 56942061 Fax. (021) 563-1731 e-mail:[email protected] merupakan kehendak semua orang baik itu perorangan atau kelompok, bahkan masyarakat. Menurut UU No.23 tahun 1992, sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara social dan ekonomi.1Untuk dapat mewujudkan keadaan sehat banyak upaya yang harus dilaksanakan. Salah satu diantaranya yang dipandang mempunyai peranan yang cukup penting adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan menurut Blum. Pelayanan kesehatan diartikan sebagai upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersamasama dalam suatu organisasi untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, dan ataupun masyarakat.Pelayanan kesehatan dibagi menjadi dua, yaitu pelayanan kesehatan personal (personal health services) dan pelayanan kesehatan lingkungan (environmental health service) atau sering juga disebut sebagai pelayanan kesehatan masyarakat (public health services). Pelayanan kesehatan kedokteran lebih mengutamakan pelayanan dalam menyembuhkan penyakit (curative) dan memulihkan kesehatan (rehabilitative), sedangkan pelayanan kesehatan masyarakat mengutamakan pelayanan meningkatkan kesehatan (promotive) dan mencegah penyakit (preventive).1,2Yang menjadi sasaran kedua bentuk pelayanan kesehatan ini adalah perseorangan dan keluarga untuk pelayanan kedokteran. Dan kelompok-masyarakat untuk pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan kedokteran yang sasaran utamanya adalah keluarga disebut dengan nama pelayanan dokter keluarga (family practice).Kasus yang didapat adalah bapak Ojo (45tahun) menbawa anak laki lakinya bernama Oji ke puskesmas untuk berobat. Di punggung dan tangan anaknya terdapat bercak bercak keputihan. Dokter mendiagnosis anak ini terkena kusta. Dokter melakukan kunjungan ke rumah bapak Ojo untuk memeriksa seluruh anggota keluarga dan memeriksa kondisi rumahnya. Bapak Ojo tinggal di rumah ukuran 4x4 m di pemukiman padat penduduk. Lantai rumah masih sebagian tanah. Sinar matahari sulit masuk ke dalam rumah, keadaan rumah lembap. Di rumah itu tinggal 5 orang terdiri dari bapak dan ibu Ojo, Oji, Aji, Jihan. Mereka memakai handuk bergantian. Ibu Ojo pernah diobati kusta 3 tahun lalu, tapi Cuma 3 bulan minum obat karena merasa sudah sembuh. KustaKusta (lepra) merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat.3 Penyakit ini endemis dibanyak negara di Asia, Afrika, Kepulauan Pasifik, Amerika Latin, selatan Eropa, dan Timur Tengah. Deformitas yang terbentuk berlanjut setelah infeksi menjadi inaktif dan pasiennya tidak lagi infeksius.4Etiologi4Organisme ini dapat ditemukan di jaringan menggunakan pewarnaan tahan asam yang sudah di modifikasi (pewarnaan Fite-Faraco). Bakteri ini diidentifikasi di tahun 1873 oleh Gerhard Henrik Armauer Hansen, tapi belum sukses dibiakkan secara in vitro. M.leprae berbentuk kuman dengan ukuran 3-8 m x 0,5 m, tahan asam dan alcohol serta positif-Gram.3 M.leprae mempunyai siklus replikasi yang lambat: hanya membelah setiap 10-12 hari. Organisme ini bereplikasi di bantalan kaki tikus, di tikus yang sudah ditimektomi, beberapa jenis tikus lainnya, the nine-banded armadillo, dan di beberapa spesies primata selain manusia. Analisa genetik sudah mengidentifikasi 4 subtipe M.leprae.Epidemiologi4Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah patogenesis kuman penyebab, cara penularan, keadaan sosial-ekonomi dan lingkungan, varian genetik yang berhubungan dengan kerentanan, perubahan imunitas dan kemungkinan adanya reservoir di luar manusia. Penyakit kusta masa kini lain dengan kusta tempo dulu, tetapi meskipun demikian masih banyak hal-hal yang belum jelas diketahui sehingga msih merupakan tantangan yang luas bagi para ilmuwan untuk pemecahannya. Penderita yang mengandung M.leprae jauh lebih banyak (sampai 1013 per gram jaringan) dibandingkan dengan penderita yang mengandung 107, daya penularannya hanya tiga sampai sepuluh kali lebih besar.3TransmisiM.leprae dipercaya ditularkan melalui orang ke orang dengan kontak dekat. Tetapi, masih diperdebatkan bagaimana transmisi yang sebenarnya terjadi. Hanya 15-30% pasien dengan gejala klinik lepra yang hidup di area endemik mempunyai riwayat kontak dekat dengan orang dan barang-barang rumah tangga orang yang terkena lepra. Bagaimanapun karena masa inkubasi yang panjang dan indolen, pajanan ini sulit dikenali.Kebalikannya dengan tuberkulosis, tempat primer infeksi di traktus respiratorius belum pernah didokumentasikan. Akan tetapi banyak ahli percaya bahwa infeksi terbanyak ditularkan melalui kontak dengan sekresi hidung. Akhir-akhir ini peneliti menggunakan PCR untuk mengamplifikasi M.leprae, mengkonfirmasi kehadiran organisme di sekret hidung dan peralatan rumah tangga kasus-kasus lepra.Kebalikannya dengan penemuan ini, organisme tidak ditemukan di epidermis dari kulit yang intak, walaupun dapat ditemukan di lesi ulserasi, biasanya jauh lebih rendah jumlahnya daripada yang ditemukan di sekret hidung. Organisme ini juga ditemukan dalam konsentrasi tinggi didalam darah pada kasus lepra dan di ASI pasien dengan penyakit aktif. Beberapa peneliti berspekulasi bahwa M.leprae mungkin infeksius oleh kontak kulit langsung. Kemunculan paling umum dari lesi inisial lepra pada kulit yang terekspos kadang di ambil sebagai bukti untuk jalan masuk organisme. Bagaimanapun, karena organisme ini diketahui tumbuh lebih baik pada kulit yang terekspos dan suhunya lebih rendah, dapat mempengaruhi distribusi dari lesi pada kondisi tersebut. Ada beberapa laporan tentang inokulasi M.leprae melalui injeksi tato dan BCG, yang mengarah pada gejala klinik lepra di tempat inokulasi beberapa tahun kemudian.ReservoirM.leprae hidup dapat ditemukan dari serangga seperti nyamuk dan kutu busuk yang habis menghisap darah dari pasien lepra, akan tetapi transmisi melalui serangga tidak penting. Organisme juga bisa masuk melalui traktus digestivus, akan tetapi tidak ada bukti dari jalan masuk ini yang sudah dipublikasikan. Manusia yang infeksius hampir pasti merupakan satu-satunya reservoir M.leprae untuk infeksi manusia. Bagaimanapun ada laporan tentang isolasi dari mycobacteria yang menyerupai M.leprae dari beberapa unsur alam, termasuk tanah, lumut, dan duri; dan juga infeksi lepra endemik pada armadillo liar.Prevalensi dan InsidensiPrevalensi dari lepra bervariasi sekitar 0,01-2,0% di daerah endemis. Walaupun lepra dapat timbul di bayi dan anak-anak, sangat jarang terjadi dibawah usia 7 tahun; hal ini disebabkan karena periode inkubasi yang panjang antara pajanan dan onset dari gejala klinis. Periode inkubasi diperkirakan melalui personel milliter dan misionaris yang kembali dari daerah endemis. Data ini mengidentifikasikan bahwa periode inkubasi lebih panjang untuk lepra (8-12 tahun) daripada tuberkulosis (2-5 tahun). Melalui penelitian ini, dapat diperkirakan bahwa hanya sekitar 5% populasi orang dewasa yang rentan.Insidens puncak dari lepra antara 10-29 tahun. Kasus baru terjadi 5-10 kali lebih tinggi pada orang yang mempunyai kontak dekat dalam rumah tangga. Kecepatan insidensi lepra jarang melebihi 2/1000 orang pertahun, kecuali pada orang yang berkontak dekat dengan kasus aktif. Penelitian prospektif di Malawi yang terakhir menemukan insidens sekitar 1,2/1000 per tahun dan sedikit lebih tinggi pada orang yang belum mendapatkan vaksinasi BCG.Lingkungan yang padat dan status ekonomi populasi yang rendah adalah faktor penting transmisi M.leprae dan perkembangan gejala klinisnya. Penelitian prospektif di Malawi yang terakhir menemukan bahwa insidens lepra lebih rendah pada orang yang tidak tinggal didaerah padat dan mempunyai level edukasi yang lebih tinggi. Meningkatkan standar kehidupan mungkin berperan penting dalam hilangnya lepra dari beberapa negara, seperti Norwegia, dimana lepra endemis pada abad 19 dan awal abad 20.Mungkin kerentanan genetik merupakan salah satu faktor penting yang berkontribusi pada resiko dan tipe lepra yang timbul setelah pajanan. Beberapa penelitian tentang distribusi human lymphocyte antigen (HLA) pada pasien lepra ditemukan asosiasi yang signifikan dengan haplotipe HLA yang pasti. Beberapa penelitian mengubungkan kerentanan lepra dengan gen NRAMP1.Tergantung pada lokasi geografisnya, proporsi dari kasus lepra multibasiler dan pausibasiler pada populasi berbeda sangat bervariasi. Proporsi yang tinggi dari kasus tipe lepromatosa di temukan pada Asia Tenggara daripada Afrika, dimana kebanyakan kasusnya bertipe tuberkuloid. Apakah perbedaan ini disebabkan karena perbedaan host (seperti faktor genetik atau nutrisi), faktor epidemiologi yang mempengaruhi rute atau umur saat pajanan, ukuran dari inokulum, atau karena perbedaan strain dari M.leprae di area berbeda di dunia belum diketahui. Bagaimanapun strain M.leprae, hanya punya sedikit perbedaan genetik. Ketidakmampuan untuk mengkultur organisme dan kurangnya model binatang yang baik yang mengembangkan penyakit yang mirip dengan yang ada di manusia telah menghalangi investigasi dari pertanyaan ilmiah yang penting tadi.Pada tahun 1991 World Health Assembly membuat resolusi tentang eliminasi kusta sebagai program kesehatan msyarakat pada tahun 2000 dengan menurunkan prevalensi kusta menjadi dibawah 1 kasus per 10.000 penduduk. Di Indonesia hal ini dikenal sebagai Eliminasi Kusta Tahun 2000 (EKT 2000). Jumlah kasus kusta di seluruh dunia selama 12 tahun terakhir ini telah menurun tajam di sebagian besar negara atau wilayah endemis.4 Kasus yang terdaftar pada permulaan tahun 2009 tercatat 213.036 penderita yang berasal dari 121 negara, sedangkan jumlah kasus baru tahun 2008 baru tercatat 249.007. Di Indonesia jumlah kasus kusta yang tercatat akhir tahun 2008 adalah 22.359 orang dengan kasus baru tahun 2008 sebesar 16.668 orang. Distribusi tidak merata, yang tertinggi antara lain di pulau Jawa, Sulawesi, Maluku dan Papua. Prevalensi pada tahun 2008 per 10.000 penduduk adalah 0,73.3Kusta merupakan penyakit yang menyeramkan dan ditakuti oleh karena dapat terjadi ulserasi, mutilasi dan deformitas.Penderita kusta bukan menderita karena penyakitnya saja tetapi juga karena dikucilkan masyarakat sekitarnya. Hal ini akibat kerusakan saraf besar yang ireversibel di wajah dan ekstremitas, motorik dan sensorik, serta dengan adanya kerusakan yang berulang-ulang pada daerah anestetik disertai paralisis dan atrofi otot.3Gejala Klinis3Diagnosis penyakit kusta didasarkan gambaran klinis, bakterioskopis, dan histopatologis, dan serologis. Diantara ketiganya, diagnosis secara klinislah yang terpenting dan paling sederhana. Hasil bakterioskopis memerlukan waktu paling sedikit 15-30 menit, sedangkan histopatologik 10-14 hari. Kalau memungkinkan dapat dilakukan tes lepromin (Mitsuda) untuk membantu penentuan tipe, yang hasilnya baru dapat diketahui setelah 3 minggu. Penentuan tipe kusta perlu dilakukan agar dapat menetapkan terapi yang sesuai. Bila kuman M.leprae masuk kedalam tubuh seseorang, dapat timbul gejala klinis sesuai dengan kerentanan orang tersebut. Bentuk tipe klinis bergantung pada sistem imunitas seluler (SIS) penderita. Bila SIS baik akan tampak gambaran klinis kearah tuberkuloid, sebaliknya SIS rendah memberikan gambaran lepromatosa. Ridley dan Jopling memperkenalkan istilah spectrum determinate pada penyakit kusta yang terdiri atas pelbagai tipe atau bentuk yaitu :TT:Tuberkuloid polar, bentuk yang stabilTi:Tuberkuloid indefiniteBT:Bordeline tuberkuloidBB:Mid borderlineBL:Borderline lepromatousLi:Lepromatosa indefiniteLL:Lepromatosa polar, bentuk yang stabilTipe I (indeterminate) tidak termasuk dalam spectrum. TT adalah tipe tuberculoid polar yakni tuberkuloid 100%, merupakan tipe yang stabil, jadi tidak mungkin berubah tipe. Begitu juga LL adalah tipe lepromatosa polar, yakni lepromatosa 100%, juga merupakan tipe yang stabil yang tidak mungkin berubah lagi. Sedangkan tipe antara Ti dan Li disebut tipe borderline atau campuran, berarti campuran antara tuberkuloid dan lepromatosa. BB adalah tipe campuran yang terdiri atas 50% tuberculoid dan 50% lepromatosa. BT dan Ti lebih banyak tuberkuloidnya, sedangkan BL dan Li lebih banyak lepromatosanya. Tipe-tipe campuran ini adalah tipe yang labil, berarti dapat bebas beralih tipe, baik ke arah TT maupun kearah LL.

Table 1. Bagan Diagnosis Klinis menurut WHO (1995)PB (TT, BT, I)MB (LL, BL, BB)

1. Lesi kulit (macula datar, papul yang meniggi, nodus) 1-5 lesi Hipopigmentasi/eritema Distribusi tidak simetris Hilangnya sensasi yang jelas >5 lesi Distribusi lebih simetris Hilangnya sensasi kurang jelas

2. Kerusakan saraf (menyebabkan hilangnya sensasi atau kelemahan otot yang dipersarafi oleh saraf yang terkena) Hanya satu cabang saraf Banyak cabang saraf

Sumber: Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: FKUI,2010.h.77.

Penunjang Diagnosispemeriksaan bakterioskopik (kerokan jaringan kulit)Pemeriksaan bakteriskopik digunakan untuk membantu diagnosis dan pengamatan pengobatan. Sediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit atau usapan dan kerokan mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil tahan asam (BTA), antara lain dengan ZIEHL-NEELSEN. Bakterioskopik negatif pada penderita, bukan berarti orang tersebut tidak mengandung kuman M.leprae.3Pemeriksaan HistopatologikMakrofag dalam jaringan yang berasal dari monosit di dalam darah ada yang mempunyai nama khusus, antara lain sel kupffer dari hati, sel alveolar dari paru, sel glia dari otak dan yang dari kulit disebut histiosit. Salah satu tugas makrofag adalah melakukan fagositosis. Kalau ada kuman (M.leprae) masuk, akibatnya akan bergantung pada SIS orang itu. Apabila SIS-nya tinggi, makrofag akan mampu memfagosit M.leprae. datangnya histiosit ke tempat kuman disebakan oleh proses imunologik dengan adanya faktor kemotaktik. Kalau datangnya berlebihan dan tidak ada lagi yang harus difagosit, makrofag akan berubah bentuk menjadi sel epiteloid yang tidak dapat bergerak dan kemudian akan dapat berubah menjadi sel datia langhans. Adanya massa epiteloid yang berlebihan dikelilingi oleh limfosit yang disebut tuberkel akan menjadi penyebab utama kerusakan jaringan dan cacat. Pada penderita dengan SIS rendah atau lumpuh, histiosit tidak dapat menhancurkan M.leprae yang sudah ada di dalamnya, bahkan dijadikan tempat berkembangbiak dan disebut sel Virchow atau sel lepra atau sel busa dan sebagai alat pengangkut penyebarluasan.3Granuloma adalah akumulasi makrofag atau derivat-derivatnya. Gambaran histopatologik tipe tuberkuloid adalah tuberkel dan kerusakan sarafnya lebih nyata, tidak ada kuman atau hanya sedikit dan non solid. Pada tipe lepromatosa terdapat kelim sunyi subepidermal (subepidermal clear zone), yaitu suatu daerah langsung dibawah epidermis yang jaringannya tidak patologik. Didapati sel Virchow dengan banyak kuman. Pada tipe borderline terdapat unsur-unsur campuran tersebut.31. Pemeriksaan serologik Pemeriksaan serologik kusta didasarkan atas terbentuknya antibody pada tubuh seseorang yang terinfeksi oleh M.leprae. Antibody yang terbentuk dapat bersifat spesifik terhadap M.leprae yaitu antibody anti phenolic glycolipid-1 (PGL-1) dan antibody antiprotein 16 kD serta 35 kD.3Pengobatan Obat antikusta yang paling banyak dipakai pada saat ini adalah DDS (diaminodifenil sulfon) kemudian klofazimin, dan rifampisin. DDS mulai dipakai sejak 1948 dan di Indonesia digunakan pada tahun 1952. Klofazimin dipakai sejak 1962 oleh BROWN dan HOGERZEIL, dan rifampisin sejak tahun 1970. Pada tahun 1998 WHO menambahkan 3 obat antibiotic lain untuk pengobatan alternative yaitu ofloksasin, minosiklin dan klaritomisin.Untuk mencegah resistensi pengobatan tuberkulosis telah menggunakan multi drug treatment (MDT) sejak 1951, sedangkan untuk kusta baru dimulai pada tahun 1971. Pada saat ini ada berbagai macam MDT dan yang dilaksanakan di Indonesia sesuai rekomendasi WHO, dengan obat alternatif sejalan dengan kebutuhan dan kemampuan. Yang paling dirisaukan ialah resistensi terhadap DDS, karena DDS adalah obat anti kusta yang paling banyak dipakai dan paling murah. Obat ini sesuai dengan penderita yang ada di negara berkembang dengan sosial ekonomi rendah. 3Adanya MDT ini adalah sebagai usaha untuk mencegah dan mengobati resisten, memperpendek masa pengobatan, mempercepat pemutusan mata rantai penularan.Untuk menyusun kombinasi obat perlu diperhatikan antara lain: 3 Efek terapeutik obat Efek samping obat Ketersediaan obat Harga obat Kemungkinan penerapannya

DDSTentang sejarah pemakaian DDS, pada 20 tahun pertama digunakan sebagai monoterapi. Dengan adanya pembuktian resistensi tersebut berubahlah pola berpikir dan tindakan kemoterapi kusta dari monoterapi ke MDT.3Pengertian relaps atau kambuh pada kusta ada 2 kemungkinan, yaitu relaps sensitif (persisten) dan relaps resisten. Pada relaps sensitif penyakit kambuh setelah menyelesaikan pengobatan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Secara klinis, bakterioskopik, histopatologik dapat dinyatakan penyakit tiba-tiba aktif kembali dengan timbulnya lesi baru dan bakterioskopik postif kembali. Tetapi setelah dibuktikan dengan pengobatan dan inokulasi pada mencit ternyata M.leprae masih sensitive terhadap DDS. M.leprae yang semula dorman, sleeping atau persisten, bangun dan aktif kembali. Pada pengobatan sebelumnya, kuman dorman sukar dihancurkan dengan obat atau MDT apapun. Pada relaps resisten penyakit kambuh setelah menyelesaikan pengobatan sesuai dengan waktu yang ditentukan tetapi tidak dapat diobati dengan obat yang sama. Dengan gejala klinis, bakterioskopik dan histopatologik yang khas, dapat dibuktikan dengan pencobaan pengobatan dan inokulasi pada mencit, bahwa M.leprae resisten terhadap DDS. Cara pembuktiannya adalah dengan percobaan pengobatan dengan DDS 100 mg sehari selama 3 bulan sampai 6 bulan disertai pengamatan secara klinis, bakterioskopik dan histopatologik. Apabila fasilitas mengizinkan, dapat ditentukan gradasi resistensinya dari yang rendah, sedang sampai tinggi.3Resistensi hanya terjadi pada kusta multibasilar, tetapi tidak pada pausibasilar oleh karena SIS penderita PB tinggi dan pengobatannya relative singkat. Resitensi terhadap DDS dapat primer maupun sekunder. Resistensi primer terjadi bila orang ditulari oleh M.leprae yang telah resisten dan masifestasinya dapat dalam berbagai tipe (TT, BT, BB, BL, LL) bergantung pada SIS penderita. Derajat resistensi yang rendah masih dapat diobati dengan dosis DDS yang lebih tinggi, sedangkan pada derajat resistensi yang tinggi DDS tidak dapat dipakai lagi.3Resistensi sekunder dapat terjadi oleh karena:3 Monoterapi DDS Dosis terlalu rendah Minum obat tidak teratur Minum obat tidak adekuat baik dosis maupun lama pemberiannya Pengobatan terlalu lama setelah 4-24 tahunEfek samping DDS antara lain nyeri kepala, erupsi obat, anemia hemolitik, leukopenia, insomnia, neuropatia perifer, sindrom DDS, nekrolisis epidermal toksik, hepatitis, hipoalbuminemia, dan methemoglobinemia. 3RifampisinRifampisin adalah obat yang menjadi salah satu komponen kombinasi DDS dengan dosis 10mg/kgbb; diberikan setiap hari atau setiap bulan. Rifampisin tidak boleh diberikan sebagai monoterapi oleh karena memperbesar kemungkinan terjadinya resistensi, tetapi pada pengobatan kombinasi selalu diikutkan, tidak boleh diberikan setiap minggu atau setiap 2 minggu mengingat efek sampingnya. 3Efek samping yang harus diperhatikan adalah hepatotoksik, nefrotoksik, gejala gastrointestinal, flu like syndrome dan erupsi kulit. 3Klofazimin (lamprene)Obat ini mulai dipakai sebagai obat kusta pada tahun 1962 oleh BROWN dan HOOGERZEIL. Dosis sebagai anti kusta ialah 50 mg setiap hari atau 100 mg selang sehari atau 3x100 mg setiap minggu. Juga bersifat sebagai antiinflamasi sehingga dapat dipakai pada penanggulangan ENL dengan dosis lebih yaitu 200mg-300mg/hari namun awitan kerja baru timbul setelah 2-3 minggu. Resistensi pertama pada satu kasus dibuktikan pada tahun 1982.Efek sampingnya ialah warna merah kecokelatan pada kulit dan warna kekuningan pada sklera sehingga mirip ikterus apalagi pada dosis tinggi, yang sering merupakan masalah dalam ketaatan berobat penderita. Hal tersebut disebabkan karena klofazimin adalah zat warna dan dideposit pertama pada sel sistem retikuloendotelial, mukosa, dan kulit. Pigementasi bersifat reversible, meskipun menghilangnya lambat sejak obat dihentikan. Efek samping lain yang hanya terjadi dalam dosis tinggi yakni nyeri abdomen, nausea, diare, anoreksia dan vomitus. Selain itu dapat terjadi penurunan berat badan.3Protionamid Dosis diberikan 5-10 mg/kgbb setiap hari, dan untuk Indonesia obat ini tidak atau jarang dipakai. Distribusi protionamid dalam jaringan tidak merata, sehingga kadar hambat minimalnya sukar ditentukan.3Obat AlternativeOfloksasinOfloksasin merupakan turunan fluorokuinolon yang paling aktif terhadap M.leprae in vitro. Dosis optimal harian adalah 400 mg. dosis tunggal yang diberikan dalam 22 dosis akan membunuh kuman M.leprae hidup sebesar 99,99%. Efek sampingnya adalah mual, diare, dan gangguan saluran cerna lainnya, berbagai gangguan susunan saraf pusat termasuk insomnia, nyeri kepala, dizziness, nervousness dan halusinasi. Walaupun demikian hal ini jarang ditemukan dan bisanya tidak membutuhkan penghentian pemakaian obat. Pengguaan pada anak remaja, wanita hamil dan menyusui harus hati-hati, karena pada hewan muda kuinolon menyebabkan atropati.3MinosiklinTermasuk dalam kelopok tetrasiklin. Efek bakterisidalnya lebih tinggi daripada klaritomisin, tetapi lebih rendah daripada rifampisin. Dosis standar harian 100mg. efek sampingnya adalah pewarnaan gigi bayi dan anak-anak, kadang-kadang menyebabkan hiperpigmentasi kulit dan membran mukosa, berbagai simptom saluran cerna dan susunan saraf pusat, termasuk dizziness dan unsteadizzines. Oleh sebab itu tidak dianjurkan untuk anak-anak atau selama kehamilan.3KlaritomisinMerupakan kelompok antibiotik makrolid dan mempunyai aktivitas bakterisidal terhadap M.leprae pada tikus dan manusia. Pada penderita kusta lepromatosa, dosis harian 500mg dapat membunuh 99% kuman hidup dalam 28 hari dan lebih dari 99,9% dalam 56 hari. Efek sampingnya adalah nausea, vomitus dan diare yang terbukti sering ditemukan bila obat ini diberikan dengan dosis 2000 mg.3Kontrol dan PencegahanTiga pendekatan dasar telah digunakan untuk mengontrol dan mencegah lepra, dinamakan:41. Deteksi awal dan pengobatan yang diawasi untuk kasus aktif.2. Pengobatan preventif untuk kontak rumah tangga, terutama anak, pada kasus yang infektif.3. Imunisasi dengan BCGPencarian kasus aktif sangat penting untuk mengontrol lepra dimana penyakitnya endemik. Yang paling penting adalah skrining periodik dan follow up, kontak rumah tangga dari kasus baru yang didiagnosis. Didaerah endemik, sangat penting untuk melatih penyedia kesehatan profesional untuk mengenali dan mengobati lepra. Fasilitas kesehatan seperti klinik umum dan klinik penyakit kulit bisa menyediakan skrining dan terapi lepra yang tepat.4Profilaksis dengan dapsone, 50mg/hari selama 3 tahun, sudah direkomendasikan untuk umur kurang dari 25 tahun yang mempunyai kontak rumah tangga dengan pasien lepra multibasiler aktif. Anak-anak dengan kontak dekat dengan seorang lepra pausibasiler memiliki risiko yang meningkat; jadi mereka harus diperiksa tiap 6-12 bulan selama beberapa tahun setelah pajanan ini, dan biopsi harus didapatkan dari lesi yang mencurigakan untuk mendeteksi dan mengobati segera setelah penyakit klinis timbul. Insidens lepra pada anggota rumah tangga setelah 10 tahun kontak dekat dengan seorang lepra lepromatosa yang tidak diobati, dilaporkan sekitar 11%. Perbedaan persentase didapatkan pada kasus lepra tuberkuloid yaitu hanya sekitar 0,5%. Bagaimanapun, hanya 15% kasus lepra yang muncul pada mereka yang mempunyai kontak rumah tangga. Penelitian tentang profilaksis dapsone, menggunakan dosis 50mg/hari selama 3 tahun dengan kontak rumah tangga, ditemukan pengurangan kejadian lepra sekitar 52,5%.4BCG dan Vaksin LepraBukti eksperimental awal untuk kemanjuran preventif vaksin BCG dilaporkan oleh Shepard pada tahun 1966. Dia menemukan bahwa tikus yang divaksin dengan BCG, mencegah inokulasi M.leprae hidup dari bantalan kaki. Setelah itu beberapa percobaan random dari BCG pada populasi manusia dilakukan.Hasil dari penelitian-penelitian tersebut menganjurkan bahwa BCG memberikan proteksi yang signifikan tetapi tidak komplet untuk melawan lepra di beberapa populasi. Akan tetapi vaksin yang disiapkan dari heat-killed M.leprae tidak begitu manjur. 4Beberapa tahun ini, penggunaan MDT yang efektif dibawah pengawasan langsung, Diagnosis yang lebih awal, pengurangan gejala klinik yang khas, dan penggunaan rutin BCG di banyak negara endemik lepra berujung pada penurunan dari kasus baru lepra. Beberapa ahli cukup optimis hal ini akan terus berlanjut dan kepentingan kesehatan masyarakat dari lepra akan terus menurun, selama usaha untuk mengontrol penyakit ini terus menerus dilakukan. Dampak jangka panjang yang terlihat untuk mengontrol lepra sebagai sebuah masalah kesehatan masyrakat cukup baik selama upaya prevensi yang efektif terus diupayakan. Bagaimanapun beberapa ahli khawatir bahwa upaya mengontrol lepra mungkin akan diakhiri ketika prevalence rate dibawah 1/10000 populasi yang menunjukan bahwa lepra telah di eliminasi sebagai masalah kesehatan masyarakat.4Pencegahan CacatCara terbaik untuk melaksanakan pencegahan cacat atau prevention of disabilities (POD) adalah dengan melaksanakan diagnosis dini kusta, pemberian pengobatan MDT yang cepat dan tepat. Selanjutnya dengan mengenali gejala dan tanda reaksi kusta yang disertai gangguan saraf serta memulai pengobatan dengan kortikosteroid sesegera mungkin. Bila terdapat gangguan sensibilitas, penderita diberi petunjuk sederhana misalnya memakai sepatu untuk melindungi kaki yang telah terkena, memakai sarung tangan bila bekerja dengan benda yang tajam atau panas dan memakai kacamata untuk melindungi matanya. Selain itu diajarkan pula cara perawatan kulit sehari-hari. Hal ini dimulai dengan memeriksa ada tidaknya memar, luka atau ulkus, setelah itu tangan dan kaki direndam, disikat dan diminyaki agar tidak kering dan pecah.3RehabilitasiUsaha rehabilitasi medis yang dapat dilakukan untuk cacat tubuh ialah antara lain dengan jalan operasi dan fisioterapi. Meskipun hasilnya tidak sempurna kembali ke asal, tetapi fungsinya secara kosmetik dapat diperbaiki.Cara lain ialah secara kekaryaan, yaitu memberi lapangan pekerjaan yang sesuai cacat tubuhnya, sehingga dapat berprestasi dan dapat meningkatkan rasa percaya diri, selain itu dapat dilakukan terapi psikologik (kejiwaan).3KomplikasiPenderita kusta yang terlambat di diagnosis dan tidak mendapat MDT mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya kerusakan saraf. Selain itu, penderita dengan reaksi kusta, terutama reaksi reversal, lesi kulit multipel dan dengan saraf yang membesar atau nyeri juga memiliki risiko tersebut.3Kerusakan saraf terutama berbentuk nyeri saraf, hilangnya sensibilitas dan berkurangnya kekuatan otot. Penderitalah yang mula-mula menyadari adanya perubahan sensibilitas atau kekuatan otot. Keluhan berbentuk nyeri saraf atau luka yang tidak sakit, lepuh kulit atau hanya berbentuk daerah yang kehilangan sensibilitasnya saja. Juga ditemukan keluhan sukarnya melakukan aktivitas sehari-hari, misalnya memasang kancing baju, memegang pulpen atau mengambil benda kecil, atau kesukaran berjalan. Semua keluhan tersebut harus diperiksa dengan teliti dengan anamnesis yang baik tentang bentuk dan lamanya keluhan, sebab pengobatan dini dapat mengobati, sekurangnya mencegah kerusakan menjadi berlanjut.3

Dokter KeluargaPelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang memusatkan pelayanan kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana tanggung jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin pasien juga tidak boleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu. Dokter keluarga adalah dokter yang dapat memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi komunitas dengan titik berat kepada keluarga, ia tidak hanya memandang penderita sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif tetapi bila perlu aktif mengunjungi penderita atau keluarganya (IDI 1982).1Ilmu kedokteran keluarga adalah ilmu yang mencakup seluruh spektrum ilmu kedokteran tingkat yang orientasinya adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang berkesinambungan dan menyeluruh kepada satu kesatuan individu, keluarga dan masyarakat dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan, ekonomi dan sosial budaya (IDI 1983). Karakteristik pelayanan dokter keluarga antara lain:1,2a. Yang melayani penderita tidak hanya sebagai orang perorang melainkan sebagaianggota satu keluarga dan bahkan sebagai anggota masyarakat sekitarnya.b. Yang memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan memberikan perhatian kepada penderita secara lengkap dan sempurna, jauh melebihi jumlah keseluruhan keluhan yang disampaikan.c. Yang mengutamakan pelayanan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan seoptimal mungkin, mencegah timbulnya penyakit dan mengenal serta mengobati penyakit sedini mungkin.d. Yang mengutamakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan berusaha memenuhi kebutuhan tersebut sebaik-baiknya.e. Yang menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan kesehatan tingkat pertama dan bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan lanjutan.Tujuan Pelayanan Dokter KeluargaTujuan Umum1,2Terwujudnya keadaan sehat bagi setiap anggota keluarga.Tujuan Khususa. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efektif.b. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efisien.Ruang lingkup pelayanan dokter keluarga mencakup bidang amat luas sekali. Jika disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua macam:1,21. Kegiatan yang dilaksanakanPelayanan yang diselenggarakan oleh dokter keluarga harus memenuhi syaratpokok yaitu pelayanan kedokteran menyeluruh (comprehensive medical services).Karakteristik CMC: Jenis pelayanan yang diselenggarakan mencakup semua jenis pelayanan kedokteran yang dikenal di masyarakat. Tata cara pelayanan tidak diselenggarakan secara terkotak-kotak ataupun terputus-putus melainkan diselenggarakan secara terpadu (integrated) dan berkesinambungan (kontinu). Pusat perhatian pada waktu menyelenggarakan pelayanan kedokteran tidak memusatkan perhatiannya hanya pada keluhan dan masalah kesehatan yang disampaikan penderita saja, melainkan pada penderita sebagai manusia seutuhnya. Pendekatan pada penyelenggaraan pelayanan tidak didekati hanya dari satu sisi saja, melainkan dari semua sisi yang terkait (comprehensive approach) yaitu sisi fisik, mental dan sosial (secara holistik).2. Sasaran PelayananSasaran pelayanan dokter keluarga adalah keluarga sebagai suatu unit. Pelayanan dokter keluarga harus memperhatikan kebutuhan dan tuntutan kesehatan keluarga sebagai satu kesatuan, harus memperhatikan pengaruh masalah kesehatan yang dihadapi terhadap keluarga dan harus memperhatikan pengaruh keluarga terhadap masalah kesehatan yang dihadapi oleh setiap anggota keluarga. Praktek Dokter KeluargaTerlepas dari masih ditemukannya perbedaan pendapat tentang kedudukan dan peranan dokter keluarga dalam sistem pelayanan kesehatan, pada saat ini telah ditemukan banyak bentuk praktek dokter keluarga. Bentuk praktek dokter keluarga yang dimaksud secara umum dapat dibedakan atas tiga macam:1,2Pelayanan Dokter Keluarga Sebagai Bagian Dari Pelayanan Rumah Sakit (Hospital Based)Pada bentuk pelayanan dokter keluarga diselenggarakan di rumah sakit. Untuk ini dibentuklah suatu unit khusus yang diserahkan tanggung jawab menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga. Unit khusus ini dikenal dengan nama bagian dokter keluarga (departement of family medicine), semua pasien baru yang berkunjung ke rumah sakit, diwajibkan melalui bagian khusus ini. Apabila pasien tersebut ternyata membutuhkan pelayanan spesialistis, baru kemudian dirujuk kebagian lain yang ada dirumah sakit.

Pelayanan Dokter Keluarga Dilaksanakan Oleh Klinik Dokter Keluarga (Family Clinic)Pada bentuk ini sarana yang menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga adalah suatu klinik yang didirikan secara khusus yang disebut dengan nama klinik dokter keluarga (family clinic/center). Pada dasarnya klinik dokter keluarga ini ada dua macam. Pertama, klinik keluarga mandiri (free-standing family clinic). Kedua, merupakan bagian dari rumah sakit tetapi didirikan diluar komplek rumah sakit (satelite family clinic). Di luar negeri klinik dokter keluarga satelit ini mulai banyak didirikan. Salah satu tujuannya adalah untuk menopang pelayanan dan juga penghasilan rumah sakit.Terlepas apakah klinik dokter keluarga tersebut adalah suatu klinik mandiri atau hanya merupakan klinik satelit dari rumah sakit, lazimnya klinik dokter keluarga tersebut menjalin hubungan kerja sama yang erat dengan rumah sakit. Pasien yang memerlukan pelayanan rawat inap akan dirawat sendiri atau dirujuk ke rumah sakit kerja sama tersebut.Klinik dokter keluarga ini dapat diselenggarakan secara sendiri (solo practice) atau bersama-sama dalam satu kelompok (group practice). Dari dua bentuk klinik dokter keluarga ini, yang paling dianjurkan adalah klinik dokter keluarga yang dikelola secara berkelompok. Biasanya merupakan gabungan dari 2 sampai 3 orang dokter keluarga.Pada klinik dokter keluarga berkelompok ini diterapkan suatu sistem manajemen yang sama. Dalam arti para dokter yang tergabung dalam klinik dokter keluarga tersebut secara bersama-sama membeli dan memakai alat-alat praktek yang sama. Untuk kemudian menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga yang dikelola oleh satu sistem manajemen keuangan, manajemen personalia serta manajemen sistem informasi yang sama pula.Pelayanan Dokter Keluarga Dilaksanakan Melalui Praktek Dokter Keluarga (Family Practice)Pada bentuk ini sarana yang menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga adalah praktek dokter keluarga. Pada dasarnya bentuk pelayanan dokter keluarga ini sama dengan pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan melalui klinik dokter keluarga. Disini para dokter yang menyelenggarakan praktek, menerapkan prinsip-prinsip pelayanan dokter keluarga pada pelayanan kedokteran yang diselenggarakanya. Praktek dokter keluarga tersebut dapat dibedakan pula atas dua macam. Pertama, praktek dokter keluarga yang diselenggarakan sendiri (solo practice). Kedua, praktek dokter keluarga yang diselenggarakan secara berkelompok (group practice).

Pelayanan Pada Praktek Dokter KeluargaPelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga banyak macamnya. Secara umum dapat dibedakan atas tiga macam:5Menyelenggarakan Pelayanan Rawat JalanPada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga hanya pelayanan rawat jalan saja. Dokter yang menyelenggarakan praktek dokter keluarga tersebut tidak melakukan pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah atau pelayanan rawat inap di rumah sakit. Semua pasien yang membutuhkan pertolongan diharuskan datang ke tempat praktek dokter keluarga. Jika kebetulan pasien tersebut memerlukan pelayanan rawat inap, pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit.Menyelenggarakan Pelayanan Rawat Jalan, Kunjungan dan Perawatan Pasien DirumahPada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga mencakup pelayanan rawat jalan serta pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah. Pelayanan bentuk ini lazimnya dilaksanakan oleh dokter keluarga yang tidak mempunyai akses dengan rumah sakit.Menyelenggarakan Pelayanan Rawat Jalan, Kunjungan dan Perawatan Pasien Di Rumah, Serta Pelayanan Rawat Inap di Rumah SakitPada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga telah mencakup pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di rumah, serta perawatan rawat inap di rumah sakit. Pelayanan bentuk ini lazimnya diselenggarakan oleh dokter keluarga yang telah berhasil menjalin kerja sama dengan rumah sakit terdekat dan rumah sakit tersebut memberi kesempatan kepada dokter keluarga untuk merawat sendiri pasiennya di rumah sakit.Tentu saja penerapan dari ketiga bentuk pelayanan dokter keluarga ini tidak sama antara satu negara dengan negara lainnya, dan bahkan dapat tidak sama antara satu daerah lainnya. Sekalipun pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga tidak sama, perlulah diingatkan bahwa orientasi pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan tetap tidak boleh berbeda. Orientasi pelayanan dokter keluarga bukan sekedar menyembuhkan penyakit, tetapi diarahkan pada upaya pencegahan penyakit. Atau jika tindakan penyembuhan yang dilakukan, maka pelaksanaannya harus mempertimbangkan keadaan pasien sebagai manusia seutuhnya, juga harus mempertimbangkan pula keadaan sosial ekonomi keluarga dan lingkungannya. Praktek dokter keluarga tidak menangani keluhan pasien atau bagian anggota badan yang sakit saja, tetapi individu pasien secara keseluruhan.Kesamaan lain yang ditemukan adalah pada ruang lingkup masalah kesehatan yang ditangani. Praktek dokter keluarga melayani seluruh anggota keluarga dan semua masalah kesehatan yang ditemukan pada keluarga. Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan yang seperti ini dibutuhkan pelbagai pengetahuan dan keterampilan yang luas. Karena adanya ciri yang seperti inilah ditemukan pihak-pihak yang tidak sependapat bahwa dokter spesialis dapat bertindak sebagai dokter keluarga. Oleh kalangan yang terakhir ini disebutkan bahwa dokter keluarga harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang luas, yang mencakup pengetahuan dan keterampilan beberapa dokter spesialis, dan karenanya tidak mungkin jika diselenggarakan oleh satu dokter spesialis saja.Dari uraian tentang orientasi serta ruang lingkup masalah kesepakatan yang ditangani pada praktek dokter keluarga diatas, jelaslah bahwa pelayanan kedokteran yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga memang agak berbeda dengan pelayanan kedokteran yang diselenggarakan oleh dokter umum dan atau dokter spesialis. Pelayanan kedokteran yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga pada umumnya:51. Lebih aktif dan bertanggung jawabKarena pelayanan kedokteran yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga mengenal pelayanan kunjungan dan atau perawatan pasien di rumah, bertanggung jawab mengatur pelayanan rujukan dan konsultasi, dan bahkan, apabila memungkinkan, turut menangani pasien yang memerlukan pelayanan rawat inap di rumah sakit, maka pelayanan kedokteran yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga umunya lebih aktif dan bertanggung jawab dari pada dokter umum.2. Lebih lengkap dan bervariasiKarena praktek dokter keluarga menangani semua masalah kesehatan yang ditemukan pada semua anggota keluarga, maka pelayanan dokter keluarga pada umumnya lebih lengkap dan bervariasi dari pada dokter umum. Tidak mengherankan jika dengan pelayanan yang seperti ini, seperti yang ditemukan di Amerika Serikat misalnya, praktek dokter keluarga dapat menyelesaikan tidak kurang dari 95 % masalah kesehatan yang ditemukan pada pasien yang datang berobat.3. Menangani penyakit pada stadium awalSekalipun praktek dokter keluarga dapat menangani pasien yang telah membutuhkan pelayanan rawat inap, bukan selalu berarti praktek dokter keluarga sama dengan dokter spesialis. Praktek dokter keluarga hanya sesuai untuk penyakit-penyakit pada stadium awal saja. Sedangkan untuk kasus yang telah lanjut atau yang telah terlalu spesialistik, karena memang telah berada diluar wewenang dan tanggung jawab dokter keluarga, tetap dan harus dikonsultasikan dan atau dirujuk kedokter spesialis. Seperti yang dikatakan oleh Malerich (1970), praktek dokter keluarga memang sesuai untuk penyakit-penyakit yang masih dalam stadium dini atau yang bersifat umum saja. 'The family doctor cannot be expected to treat all problems as best possible, but he can be expected to treat all common diseases as best possible'.Surveilans (Pengamatan Epidemiologis)6Data tentang penyakit menular yang pernah terjadi di suatu daerah merupakan hasil dari sistem pengamatan (surveilans) yang dilakukan oleh petugas di daerah tersebut. Data ini penting untuk mengetahui bahwa di daerah tersebut pada masa yang lalu pernah mengalami kejadian luar biasa. Daerah itu dapat berupa rumah sakit, sekolah, industri, pemukiman transmigrasi, kota, kabupaten, kecamatan, desa, atau negara.6Pengamatan epidemiologis penyakit menular ialah kegiatan yang teratur mengumpulkan, meringkas, dan analisis data tentang insidensi penyakit menular untuk mengidentifikasikan kelompok penduduk dengan risiko tinggi, memahami cara penyebaran dan mengurangi atau memberantas penyebarannya. Setiap kasus harus dilaporkan dengan jelas dan lengkap meliputi diagnosis, mulai timbulnya gejala, dan variabel demografi seperti nama, umur, jenis kelamin, alamat, dan asal data (dokter, rumah sakit, puskesmas, sekolah, tempat kerja, dan lainlain).Dengan mengadakan analisis secara teratur, kita dapat memperoleh berbagai informasi tentang peyakit musiman atau kecenderungan jangka panjang, perubahan daerah penyebaran, kelompok penduduk risiko tinggi yang dirinci menurut umur, jenis kelamin, suku, agama, sosial ekonomi, dan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. Pengamatan epidemiologis secara garis besar dapat dilakukan secara aktif dan pasif. 6Surveilans aktif ialah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung untuk mempelajari penyakit tertentu dalam waktu yang relatif singkat dan dilakukan oleh petugas kesehatan secara teratur seminggu sekali atau 2 minggu sekali untuk mencatat ada atau tidaknya kasus baru penyakit tersebut.Surveilans pasif ialah pengumpulan data yang diperoleh dari laporan bulanan sarana pelayanan di daerah. Dari data yang diperoleh dapat diketahui distribusi geografis tentang berbagai penyakit menular, penyakit rakyat, perubahanperubahan yang terjadi, dan kebutuhan tentang penelitian sebagai tindak lanjut.Jadi, yang dimaksud dengan pengamatan epidemiologis adalah kegiatan yang dilakukan secara rutin dan teratur berupa pencatatan lengkap hasil pengamatan tentang ada tidaknya kasus baru penyakit tertentu atau adanya peningkatan jumlah kasus baru untuk memantau perubahan yang terjadi pada penyakit yang mempunyai risiko menimbulkan wabah. Umumnya, pengamatan epidemiologis dilakukan pada: penyakit yang dapat menimbulkan wabah, penyakit kronis, penyakit endemis, penyakit baru yang dapat menimbulkan masalah epidemiologis, dan penyakit yang dapat menimbulkan epidemic ulang.6Secara garis besar, tujuan pengamatan epidemiologi adalah untuk mengetahui distribusi geografis penyakit endemis dan penyakit yang dapat menimbulkan epidemik (malaria, gondok, kolera, dan campak), mengetahui periodisitas suatu penyakit, untuk menentukan apakah peningkatan insidensi suatu penyakit yang terjadi disebabkan kejadian luar biasa atau karena periodisitas penyakit tersebut, mengetahui situasi penyakit tertentu, memperoleh gambaran epidemiologis tentang penyakit tertentu, melakukan pengendalian penyakit, mengetahui adanya letusan ulang penyakit yang pernah menimbulkan epidemik, dan khusus untuk influenza adalah untuk mendeteksi adanya tipe baru virus influenza karena ada dugaan timbulnya pandemik influenza dengan virus influenza tipe baru. 6Dua tujuan utama program surveilans dalam fasilitas pelayanan kesehatan adalah: 7 Memperbaiki kualitas pelayanan pasien. Mengidentifikasi, mengimplementasikan, dan me-ngevaluasi strategi untuk mencegah dan mengen-dalikan infeksi nosokomial dan kejadian tidak di-inginkan lainnya.Empat tujuan suatu program surveilans adalah: 7 Mempersiapkan standar nilai, atau, rate penyakit endemik. Mengidentifikasi peningkatan rate penyakit di atas standar nilai yang telah ditetapkan, atau yang di-perkirakan. Mengidentifikasi faktor risiko penyakit. Mengevaluasi efektivitas tindakan pengendalian.Tanpa mengabaikan fasilitas pelayanan kesehatan, orang-orang yang merancang suatu program surveilans untuk fasilitas pelayanan kesehatan seharusnya dapat menetapkan suatu sistem yang dapat mencegah timbulnya infeksi dan kejadian merugikan lainnya lebih banyak lagi dengan sumber daya yang ada. Pada tahun 1984, Robert Haley, MD, telah merekomendasikan suatu pendekatan berdasarkan prioritas pada surveilans yang dia sebut sebagai "surveilans berdasarkan tujuan. Berdasarkan reko-mendasi Dr. Haley tersebut, daftar berikut dapat digunakan untuk merancang suatu program surveilans saat ini.71. Menargetkan outcome yang akan dicegah (seperti influenza, infeksi sistem urinari, infeksi sistem pernapasan, ulkus dekubitus kesalahan medis, dan cedera yang spesifik) dan proses yang akan dikembangkan (contohnya rate imunisasi influensa pada penghuni fasilitas perawatan jangka panjang atau orang-orang yang selalu melakukan aktivitas mencuci tangan) serta mengembangkan indikator yang spesifik dengan tujuan tertentu.2. Menetapkan prioritas menurut tujuan tersebut. Jika tidak ada waktu atau sumber daya yang memadai untuk melakukan segalanya, tujuan harus diprioritaskan dari yang paling penting.3. Mengalokasikan waktu dan sumber daya yang se-suai dengan prioritas yang telah ditetapkan.4. Setelah menyelesaikan tiga Iangkah pertama, strategi surveilans, pencegahan, dan pengendalian kemudian dirancang agar langkah-langkah tersebut dapat mendukung tujuan yang telah ditetapkan.5. Setelah waktu surveilans ditentukan, langkah berikutnya adalah mengevaluasi program surveilans, pencegahan, dan pengendalian, serta merevisi program tersebut jika dibutuhkan.Pedoman untuk melakukan pengembangan dan evaluasi program surveilans telah dipublikasikan oleh CDC30 dan APIC. Berdasarkan pada referensi tersebut, kajian literatur, dan pengalaman personal yang ada, langkah-langkah berikut seharusnya dapat diambil ketika merancang suatu sistem surveilans untuk fasilitas pelayanan kesehatan. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:7 Mengidentifikasi metode surveilans yang digunakan Menilai dan mendefinisikan popuiasi serta memilih indikator yang akan diteliti Menetapkan periode waktu pengumpulan data Memilih kriteria surveilans Menentukan proses pengumpulan data Mengidentifikasi bagaimana cara menganalisis data Merancang laporan surveilans yang informatif Mengidentifikasi siapa yang akan merjerima laporan Mengembangkan suatu rencana surveilans yang tertulisDefinisi Rumah SehatPada dasarnya rumah merupakan tempat hunian yang sangat penting bagi kehidupan setiap orang. Rumah tidak sekedar sebagai tempat untuk melepas lelah setelah bekerja seharian, namun di dalamnya terkandung arti yang penting sebagai tempat untuk membangun kehidupan keluarga sehat dan sejahtera. Rumah yang sehat dan layak huni tidak harus berwujud rumah mewah dan besar, namun rumah yang sederhana dapat juga menjadi rumah yang sehat dan layak dihuni. Rumah Sehat adalah bangunan rumah tempat tinggal yang memenuhi syarat kesehatan, yaitu rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi rumah yang baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah.8,9Rumah menjadi tempat berlindung dari cuaca dan kondisi lingkungan sekitar, menyatukan sebuah keluarga, meningkatkan tumbuh kembang kehidupan setiap manusia, dan menjadi bagian dari gaya hidup manusia. Kesehatan adalah faktor utama sebagai parameter penilaian kelayakan sebuah hunian, sebelum faktor bentuk dan gaya arsitektur dari sebuah rumah. Ada yang mengatakan bahwa rumah adalah tujuan akhir manusia. Penilaian terhadap rumah sebagai tujuan akhir dari manusia ini tentunya sangat dipengaruhi oleh kesehatan. Rumah yang sehat akan mampu mendukung kesehatan penghuninya, begitulah hubungannya. Dikarenakan manusia adalah makhluk biopsikososial, rumah yang sehat harus mampu memenuhi kebutuhan manusia tersebut. Seluruh fungsi dari rumah sehat haruslah berjalan semestinya.9 Berikut akan kita bahas bagaimana syaratsyarat rumah yang menjadikan kesehatan penghuninya terdukung. Kita akan melihatnya dari segi fisiologis (bio/fisik), psikologis, dan sosiologis.FisiologisDari segi fisik rumah yang sehat adalah rumah yang dapat memberikan perlindungan kepada penghuninya dari kecelakaan maupun penyakit yang mengganggu kesehatannya. Ada 4 sisi yang harus diperhatikan dalam rumah sehat, yaitu bangunan rumahnya, ruangan rumah, ekologinya (lingkungan), dan fasilitas rumah.BangunanSekarang ini, perkembangan pembangunan semakin maju. Ini ditandai dengan munculnya bermacam-macam bahan bangunan baru. Hal ini menjadi salah satu aspek yang menjadikan banyaknya alternatif yang dapat dipilih sebagai bahan bangunan guna mengkonstruksikan gedung. Maraknya penemuan bahan bangunan baru juga ditandai dengan kesadaran terhadap ekologi lingkungan dan fisika bangunan. Membangun berarti suatu usaha untuk menghemat energi dan sumber daya alam. Teknologi bangunan yang baru menuntut para ahli supaya mereka terbuka terhadap perkembangan tersebut, karena tidak jarang teknologi baru menyimpang dari cara pertukangan tradisional. Kajian ilmu bahan bangunan yang cukup sederhana dan formal selama ini kiranya perlu diubah sesuai dengan pandangan pembangunan yang menyeluruh. Ilmu bahan bangunan biasanya menggolongkan bahan bangunan seperti tabel berikut.

Tabel 2. Penggolongan Bahan BangunanGolonganBahan bangunanContoh bahan

Bahan bangunan alamAnorganik: batu alam, tanah liat, tras, dsb.Batu kali, kerikil, pasir, kapur, tras

Organik; kayu, bambu, dedaunan, serat, rumput, dsb.Bermacam-macam kayu bambu, rumbia, jiuk, alang-alang

Bahan bangunan buatanBahan yang dibakarBatu merah, genting

Bahan yang dileburKaca

Bahan yang dikempa/diperesConblock, batako

Bahan kimia dan petrokimiaPlastik, bitumen, kertas, cat

Bahan bangunan logamLogam muliaEmas, perak

Logam setengah muliaAir raksa, nikel, kobalt

Logam besiBesi, baja

Logam non - besiAluminium, kuningan, perunggu

Bahan bangunan alam yang tradisional seperti batu alam, kayu, bambu, tanah liat, dan sebagainya tidak mengandung zat kimia yang mengganggu kesehatan. Berbeda dengan bangunan modern seperti tegel keramik, pipa plastik, cat-cat yang beraneka macam warnanya, perekat, dan sebagainya.10Selain itu, bahan untuk pembuatan bangunan tidak boleh terbuat dari bahan yang dapat melepaskan zat-zat yang dapat membahayakan kesehatan, antara lain: debu total tidak lebih dari 150 g m3, asbes bebas tidak melebihi 0,5 fiber/m3/4jam, timah hitam tidak melebihi 300 mg/kg. Bangunan juga tidak boleh terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme patogen.8Selain bangunan tidak boleh menimbulkan zatzat berbahaya bagi tubuh, pembuatan bangunan juga harus kokoh sehingga mampu melindungi penghuninya dari kecelakaan baik yang timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain, posisi garis sempadan jalan, kontruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar, melindungi dari gempa, tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir, dan lain sebagainya. Tentu saja manfaat bangunan juga harus dapat melindungi penghuni dari hujan, panas, dingin, pencemaran udara, kebisingan, dan penyakit menular. Bangunan harus bisa menjadi tempat berlindung yang aman.9,11Sedikit informasi untuk atap, atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan. Di samping atap genteng adalah cocok untuk daerah tropis juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan bahkan masyarakat dapat membuatnya sendiri. Namun demikian banyak masyarakat pedesaan yang tidak mampu untuk itu maka atap daun rumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan, walaupun sebenarnya tidak memenuhi syarat secara penuh. Pembuatan atap dengan atap rumbai dan daun kelapa harus dapat melindungi dengan baik, jadi buatlah secara tebal, tertata rapi, dan baik. Atap seng maupun asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, disamping mahal juga menimbulkan suhu panas di dalam rumah.12Bahan dinding bangunan pun haruslah yang mampu mengalirkan uap air. Makin kecil pori-pori bahan bangunan makin besar daya mengisap air, dan makin besar pori-pori makin mudah dapat diisi dengan air. Hal ini berarti bahwa air bisa masuk ke dalam bahan bangunan melalui gravitasi (misalnya oleh atap yang bocor), oleh tekanan angin (misalnya pada tepi dinding atau atap yang terekena angin kencang), oleh kapilaritas (pada retak plesteran dinding atau kelembapan tanah yang tidak kedap air). Bahan bangunan yang higroskopis (misalnya batu merah) kadang-kadang dapat mengikat banyak air. Air yang ada di dinding ini harus mudah menguap. Kelebihan kelembapan apapun dalam iklim tropis lembap, akan menumbuhkan cendawan kelabu (aspergillus) yang mempengaruhi kesehatan penghuni karena mengakibatkan alergi bronkitis dan asma.10RuangSelain bangunan yang harus dapat melindungi, ruangan di dalam rumah harus dapat mencegah penularan penyakit dan mendukung kesehatan penghuninya. Syarat ruang yang baik dimulai dari komponen, kemudian ventilasi, pencahayaan, luas bangunan rumah, dan tata ruangnya. KomponenKomponen rumah yang mudah untuk dirawat sangatlah penting. Sebab, semakin sering dan mudah dirawat dan membersihkannya, maka sumber penyakit tidak akan ada. di rumah itu. Untuk lantai, saat ini ada berbagai jenis lantai rumah. Lantai rumah dari semen atau ubin, keramik, atau cukup tanah biasa yang dipadatkan. Syarat yang penting disini adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak becek pada musim hujan. Lantai harus kedap air dan mudah dibersihkan. Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang penyakit. Selain lantai, dinding dan langitlangit serta ruang dapur juga harus diperhatikan. Dinding di kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan mudah dibersihkan. Langitlangit harus mudah dibersihkan dan komponennya kuat sehingga tidak rawan kecelakaan. Sedangkan ruang dapur harus memiliki sarana pembuangan asap karena dapur menghasilkan asap pembakaran dari proses memasak.8,12VentilasiVentilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 di dalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Namun, perhatikan bahwa udara yang masuk ke dalam rumah tidaklah berasal dari tempat pembuangan dan pembakaran limbah serta kamar mandi/WC.12Kurangnya ventilasi juga akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadi proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban akan merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit). Fungsi kedua daripada ventilasi adalah membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri terutama bakteri patogen karena disitu selalu terjadi aliran udara yang terus-menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan rumah selalu tetap di dalam kelembaban (humidity) yang optimum. Luas ventilasi alamiah yang permanen minimal haruslah 10% dari luas lantai.Ada 2 macam ventilasi, yakni : Ventilasi alamiah, di mana aliran udara di dalam ruangan tersebut terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin, lubang-lubang pada dinding dan sebagainya. Di pihak lain ventilasi alamiah ini tidak menguntungkan karena juga merupakan jalan masuknya nyamuk dan serangga lainnya ke dalam rumah. Untuk itu harus ada usaha-usaha lain untuk melindungi kita dari gigitan-gigitan nyamuk tersebut. Ventilasi buatan, yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara terebut, misalnya kipas angin dan mesin pengisap udara. Tetapi jelas alat ini tidak cocok dengan kondisi rumah di pedesaan. Perlu diperhatikan disini bahwa sistem pembuatan ventilasi harus dijaga agar udara tidak mandeg atau membalik lagi, harus mengalir. Artinya di dalam ruangan rumah harus ada jalan masuk dan keluarnya udara.

Gambar 1. Ilustrasi sirkulasi udara bagi rumah sehat12PencahayaanRumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari disamping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya di dalam rumah akan menyebabkan silau dan akhirnya dapat merusakkan mata. Cahaya dapat dibedakan menjadi 2, yakni: Cahaya alamiah, yakni matahari. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen didalam rumah, misalnya baksil TBC. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Seyogyanya jalan masuk cahaya (jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15-20 % dari luas lantai yang terdapat dalam ruangan rumah. Perlu diperhatikan di dalam membuat jendela diusahakan agar sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela di sini disamping sebagai ventilasi juga sebagai jalan masuk cahaya. Lokasi penempatan jendela pun harus diperhatikan dan diusahakan agar sinar matahari lama menyinari lantai (bukan menyinari dinding). Jalan masuknya cahaya alamiah juga diusahakan dengan genteng kaca. Cahaya buatan yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan sebagainya.Luas Bangunan RumahLuas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan perjubelan (overcrowded). Hal ini berdampak kurang baik terhadap kesehaan penghuninya, sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi O2 juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.12Tata RuangUntuk mendapatkan ruang yang baik, diperlukan kesatuan bagianbagian dalam ruang. Kesatuan ini dapat diperoleh dengan pengaturan yang baik dan pandangan yang serasi. Kegunaan suatu susunan harus merupakan kesatuan harmonis dengan tuntutan tata ruang yang sesuai dan juga tidak membahayakan keselamatan seseorang. Susunan suatu ruang pertamatama harus sesuai tujuannya. Maksudnya adalah bahwa penggunaan dan penyusunan perabot ditentukan oleh kebutuhan hidup penghuninya. Untuk itu, harus diperhatikan keselarasan antara perabotperabot, ruang gerak, dan ruang pemersatu. Misalnya, di dalam kamar tidur, ada pisau atau gunting yang digantung. Hal ini tentunya sangat membahayakan si pengguna kamar tidur. Fungsi perabotan ini tidaklah selaras dengan fungsi ruang tidur. Akan lebih baik bila perabotan itu diletakkan di ruang dapur, dan mengambilnya ketika diperlukan saja. Bayangkan bila ada anak kecil yang bermain ke kamarnya dan ada pisau atau gunting yang bisa dimainkannya.Peletakkan ruang juga harus diperhatikan. Jangan mendekatkan ruang yang tertutup, dapur, atau ruang makan dengan ruang yang bersumber penyakit. Hal ini akan memungkinkan si penghuni rentan akan terjangkitnya penyakit. Bayangkan apabila kamar mandi atau tempat pembuangan sampah tepat di sebelah ruang makan. Bakteribakteri atau virus yang berasal dari WC akan dengan mudahnya mencemari makanan yang akan kita makan, baik melalui udara maupun melalui binatang, yang kemudian akan membuat tubuh kita terjangkit penyakit tersebut. Apabila di dekat ruang tertutup, bakteri akan hidup tenteram berkembang biak dan menjadi sumber penyakit.9Ekologis Pembangunan rumah juga harus mempertimbangkan masalah ekologisnya. Rumah yang dibangun harus memiliki sumber air bersih di dekatnya, memiliki penghijauan di sekitar rumahnya, tidak terlalu jauh dari pusat pendidikan, pasar, telah terjangkau jaringan listrik PLN, dan tempattempat sumber kebutuhan pokok manusia lainnya.Lingkungan sekitar rumah juga harus bersih, tidak dekat tempat pembuangankotoran/sampah, dan halhal merugikan lainnya.10FasilitasTentu selain ketiga hal di atas, fasilitas merupakan hal penting yang mendukung kesehatan penghuninya. Namun, fasiitas yang dipakai dan cara penggunaannya juga harus benar. Yang terpenting adalah penyediaan air bersih, pembuangan air limbah, pembuangan sampah, dan penyediaan listrik. Ada pula fasiitas tambahan lainnya seperti kandang ternak dan fasilitasfasilitas untuk alat rumah tangga.Pada dasarnya setiap rumah harus disediakan air minum dan memenuhi persyaratan. Berkenaan dengan itu maka air yang akan dipergunakan untuk air minum agar dimintakan rekomendasi dari PDAM atau instansinya yang berwenang. Pengambilan contoh air hendaknya dilakukan oleh instansi yang menyelidiki kualitas airnya bukan oleh pihak developer, dan keterangan ini harus tercantum dalam surat statement yang mereka terbitkan. Untuk menyediakan air minum dengan jumlah yang cukup, dapat diambil sumber dari: Sumur Pantek/Gali, sumur artesis, PDAM/PAM, mata air, penyaringan dari air-air sungai/rawa dsb.Sumur Pantek/Gali Dalam hal penyediaan air minum/air bersih diambil dari sumur pantek/gali, maka untuk setiap sumur gali/pantek, hanya diperbolehkan mensupply maksimum 4 (empat) unit rumah. Dalam pipa/sumur gali harus dibuat sedemikian rupa sehingga sumur tersebut selalu dapat menyediakan air dengan jumlah yang cukup, walau-pun pada musim kemarau (tinggi air minimal 2 M) Jarak smur pantek/gali terhadap pembuangan air kotor biasa, lebih-lebih septic tank harus lebih besar dari 8 M). Untuk sumur gali jarak tersebut agar diambil/diukur dari dinding sumur ke dinding bagian luar septic tank. Pemeriksaan mutu air, cukup dilakukan satu sumur saja pada lokasi yang diperkirakan terjelek.Sumur Artesis Debit air harus dapat mensupply kebutuhan setiap penghuni rumah dengan cukup. Tersedia sentral/pusat reservoir dengan ketinggian yang cukup (>_4M dari kran rumah yang tertinggi) dan volume minimal 20% dari kebutuhan untuk air bersih seluruh rumah per hari dari rumah-rumah yang disupply oleh sumur tersebut. Bak reservoir air ini direncanakan/dihitung oleh tenaga ahli (konstruktur) agar aman dan kuat. Lokasi sumur artesis inipun harus jauh dari lokasi pembuangan air kotor ( 25 M). PDAM (PAM) Mengenai kualitas air dan debitnya sudah diatur oleh PAM. Rumah yang dianggap telah tersedia air PAM dengan baik yaitu bila penyambungan pipa beserta meterannya telah terpasang. Konstruksi bangunan air maupun jaringan distribusinya supaya dibenarkan oleh persyaratan untuk air minum. Untuk keperluan tersebut perlu adanya testing secara periodik terhadap alat penyaring maupun hasil air yang telah disaring. Debit airnya harus mampu untuk didistribusikan ke seluruh rumah dengan baik, maka persyaratan bak reservoir seperti pada sumur artesis harus tetap dipenuhi. Tiap rumah agar dipasang meteran air, dan jaringan instalasi distribusinya harus dilegalisir oleh PAM setempat.Air limbah yang berasal dari kamar mandi, dapur, dan pembuangan lainnya tidak boleh dibuang langsung pada saluran yang sama. Masing-masing limbah ini harus dibuang dengan saluran tersendiri, dan hasil pembuangan ini harus ditampung dalam sebuah bak yang disebut septic tank. Perencanaan saluran juga harus tepat agar saluran tidak tersumbat. Septic tank haruslah terbuat dari bahan yang tidak tembus air agar limbah tidak mencemari lingkungan. Selain itu, jarak septic tank dengan sumur penyerapan adalah minimal 10 meter agar sumur tidak tercemar.Jaringan listrik, bila penyambungan listrik tidak termasuk dalam KPR BTN maka tanah untuk lokasi trafo harus disediakan dengan luas yang mencukupi. Jaringan listrik sangatlah penting sebagai sumber energi pendukung aktivitas manusia. Ingat juga untuk bumbung rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau lebih harus dilengkapi dengan penangkal petir.Untuk pembuangan sampah setiap rumah harus disediakan atau dilengkapi dengan tempat pengumpulan sampah. Volume bak sampah minimal 100 liter. Apabila memakai drum/tong yang dapat ditumpahkan, volume minimumnya dapat diambil 50 liter.Di samping fasilitas-fasilitas tersebut, ada fasilitas lain yang perlu diadakan tersendiri untuk rumah pedesaan adalah kandang ternak. Oleh karena ternak adalah merupakan bagian hidup para petani, maka kadang-kadang ternak tersebut ditaruh di dalam rumah. Hal ini tidak sehat karena ternak kadang-kadang merupakan sumber penyakit pula. Maka sebaiknya, demi kesehatan, ternak harus terpisah dari rumah tinggal atau dibuatkan kandang tersendiri.12 Fasilitas lainnya adalah perabotan rumah tangga. Setiap rumah seharusnya memiliki beberapa ruangan dimana ruangan itu memiliki perabotan yang menjadi standar minimumnya hingga ruang itu memiliki suatu nama tersendiri. Berikut adalah macam ruangan dan standar minimum perabotannya: 1) Ruang duduk/keluarga: kursi duduk, sofa, meja.2) Ruang makan: kursi makan, meja makan, lemari makan.3) Ruang tidur : tempat tidur, lemari pakaian (ruang tidur orangtua dan anak lebih baik dipisahkan).4) Ruang kerja : meja tulis dan kursi.5) Ruang tamu/makan: meja makan, kursi makan,kursi tamu,meja tamu lemari pendek. 6) Ruang dapur: Alat dapur: meja ranik, almari, pisau, sendok, garpu, piring Memasak : bahan bakar kayu, minyak, arang, alat pembakar (tungku, kompor, anglo), alat memasak (wajan, sendok pengaduk, panci, teko) Mencuci : bak cuci, sikat, lap, sabunApabila tidak ada ventilasi bisa diberi alat sirkulasi udara, misalnya exhaust fan.10) Ruang mandi dan kakus: bak air, pelat jongkok, gantungan pakaian/handuk, tempat sabun mandi.11) Ruang Cuci/Kerja Seterika: bak cuci (ember), papan cuci, rak/lemari.KesimpulanSehat atau bebas dari penyakit merupakan keinginan dari setiap individu, keluarga, dan masyarakat. Dalam mewujudkan kondisi sehat tersebut, ada pelayanan kesehatan yang disediakan, yaitu pelayanan kesehatan kedokteran dan pelayanan kesehatan kedokteran. Pelayanan yang diberikan dapat berupa promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Dalam kasus lepra yang terjadi pada kasus, ada beberapa hal yang harus dilakukan sebagai seorang dokter keluarga, antara lain melakukan pendekatan epidemiologi secara langsung, melakukan pengobatan, dan melakukan promosi kesehatan mengenai lepra pada keluarga pasien dan masyarakat yang tinggal di area 100 meter radius dari rumah pasien.Daftar Pustaka1. Azwar, Azrul. Program Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Yayasan Penerbitan IDI, 1995.2. Azwar, Azrul. Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi Ketiga. Jakarta: PT.Binarupa Aksara, 1995.3. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: FKUI, 2010.h.73-88.4. Nelson KE. Leprosy. In: Maxcy-Rosenau. Last public health & preventive medicine. 15th ed. USA: the McGraw-hill Companies, 2008.p. 258-63.5. Kuswadji S. Penjaminan Mutu Praktek Dokter Keluarga. Jakarta: Widya Medika, 1996.6. Dudiarto E, Anggraeni D. Pengantar epidemiologi. Ed.II. Jakarta: EGC, 2003.h.100-3.7. Arias KM, Harkavy LM. Program surveilans rutin untuk fasilitas pelayanan kesehatan. Dalam Aris KM. Investigasi dan pengendalian wabah di fasilitas pelayanan kesehatan. Jakarta: EGC, 2010.h.25-54.8. Prabu. Rumah sehat. 3 Januari 2009. Diunduh dari http://putraprabu.wordpress.com/2009/01/03/rumah-sehat , 1 Juli 2013.9. Wicaksono AA. Kreasi, tipe, dan solusi menciptakan rumah sehat. Jakarta: Penebar Swadaya, 2009.h.2-22.10. Frick H. 10 patokan untuk rumah ekologis sebagai rumah sehat. Diunduh dari http://www.lmbunika.com/PDF/StandardI.pdf , 1 Juli 2013.11. Putrakusuma M. 4 kriteria rumah sehat. 7 Agustus 2009. Diunduh dari http://www.sobatsehat.com/info-sehat/4-kriteria-rumah-sehat. 1 Juli 2013.12. Diunduh dari http://www.smallcrab.com/kesehatan/619-syarat-syarat-rumah-sehat. 1 Juli 2013.

Fakultas Kedokteran UKRIDA - 201033