laporan pendahuluan ami gadar
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULAR
AKUT MIOKARD INFAK (AMI)
Disusun oleh :
Dino Aprianto
PROGAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO
SEMARANG
2010
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULAR
AKUT MIOKARD INFAK (AMI)
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
a. Infark miokard (IM) adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat
kekurangan oksigen berkepanjangan. (Corwin. 2007: 495).
b. Infark miokard adalah suatu keadaan infark atau nekrosis otot jantung karena
kurangnya suplai darah dan oksigen pada miokard (ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen miokard). (Udjiyanti. 2010 : 81)
2. Etiologi
a. Coronary Arteri Desease : aterosklerosis, arthritis, trauma pada koroner,
penyempitan arteri koroner karena spasme atau desecting aorta dan arteri
koroner.
b. Coronary Arteri Emboli : infective endokarditisc, cardiac myxoma,
cardiopulmonal.
c. Kelainan Kongenital : anomaly arteri koronaria.
d. Gangguan Hematologi : anemia, polisitemia vera, hipercoagulabity,
thrombosis.
e. Faktor Presdiposisi :
1) Faktor resiko biologis yang tidak dapat dirubah: umur lebih dari 40
tahun, jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita
meningkat setelah menopause
2) Faktor resiko yang dapat dirubah: hipertensi, obesitas, diabetes, merokok,
diet: tinggi lemak jenuh, tinggi kalori
f. Ketidak seimbangan suplai oksigen dan kebutuhan miokard :
AMI terjadi jika suplai oksigen tidak sesuai dengan kebutuhan, tidak
tertangani dengan baik, sehingga menyebabkan kematian sel-sel jantung.
Faktor-faktor yang menyebabkan menurunnya suplai O2 ke jantung adalah:
1) Faktor pembuluh darah
Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan
darah mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu
kepatenan pembuluh darah diantaranya: arterosklerosis, spasme, dan
arteritis.
2) Faktor Sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung
keseluruh tubuh sampai kembali lagi ke jantung sehingga hal ini
tidak akan lepas dari factor pemompaan dan volume darah yang
dipompakan. Kondisi yang menyebabkan gangguan pada sirkulasi
diantaranya kondisi hipotensi, stenosis, maupun isufisiensi ayng
terjadi pada katup-katup jantung(aorta, mitralis, maupun
trikuspidalis) menyebabkan menurunnya cardiac output(COP).
Penurunan COP yang diikuti oleh penurunan sirkulasi menebabkan
beberapa bagian tubuh tidak tersuplai darah dengan adekuat.
3) Faktor Darah
Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh,
jika daya angkut darah berkurang, maka sebagus apa pun jalan
(pembuluh darah) dan pemompa jantung maka hal tersebut tidak
cukup membantu.
(Udjianti, 2010, 82)
3. Klasifikasi (Sjaifoellah, 1996: 1998)
a. Infark Miokard Akut Subendokardial. Terjadi akibat aliran darah
subendokardial yang relative menurun dalam waktu lama sebagai akibat
perubahan derajat penyempitan arteri koroner atau dicetuskan oleh kondisi-
kondisi hipotensi, perdarahan dan hipoksia. Derajat nekrosis dapat
bertambah bila disertai peningkatan kebutuhan oksigen miokard, misalnya
akibat takikardi atau hipertrofi ventrikel
b. Infark Miokard Akut Transmural. Trombosis sering terjadi di daerah yang
mengalami penyempitan arteriosklerotik misalnya perdarahan dalam plaque
arteriosklerotik dengan hematom intramural, spasme yang umumnya terjadi
ditempat arterosklerotik dan emboli koroner.
Klasifikasi fungsional secara klinis penderita AMI menurut Killip dan Kimball
adalah :
a. AMI dengan tak ada gagal jantung
b. AMI dengan agal jantung, dimana ditemukan tanda-tanda bendungan
vena paru maupun sistemik, termasuk disini adanya ronki basal, gallop
protodiastolik, peningkatan vena juguralis, dan gambaran bendungan
pada foto toraks.
c. AMI dengan gagal jantung berat, dimana terdapat edema paru.
d. AMI dengan renjatan kardiogenik, dimana tekanan darah menurun lebih
rendah dari pada 90 mmHg disertai tanda-tanda perfusi organ dan perifer
yang menurun seperti kacau mental, sianosis, dan oliguria.
(Sjaifoellah, 1993:261)
4. Patofisiologi
Nekrosis miokard akut, hampir selalu terjadi akibat penyumbatan total arteri
koronaria oleh trombus yang terbentuk pada plaque aterosklerosis yang tidak
stabil. Proses terbentuknya plaque ( aterosklerosis ) banyak dipengaruhi oleh
berbagai faktor, terutama kebiasaan hidup yang jelek, antara lain : merokok,
makan berlebihan ( obesitas ), latihan fisik yang kurang, pengaruh psikososial,
pada diit rendah serat, asupan natrium, alcohol.
Dari hal – hal tersebut di atas akan menimbulkan penumpukan lemak yang
berlebihan, sehingga akan terbentuk kolesterol. Bila aktivitas manusia rendah,
kolesterol ini akan menumpuk di dalam lumen arteri koronaria dan terbentuklah
plaque ( aterosklerosis ). Plaque ini semakin lama semakin menebal dan bisa
sampai menutupi pembuluh darah koroner, sehingga jantung tidak mendapatkan
suplai O2 dan nutrisi, yang hasilnya akan terjadi infark miokard akut, bersamaan
dengan itu terjadi perubahan metabolisme yang bersifat aerob menjadi anaerob.
Hasil metabolisme anaerob ini berupa asam laktat. Dan apabila metabolisme
tersebut berlangsung lama maka akan terjadi penumpukan asam laktat yang
apabila terjadi di jantung maka mengakibatkan peningkatan iskemic jantung
yang kemudian akan terjadi nekrosis, di otak mengakibatkan terganggunya
keseimbangan natrium-kalium sehingga terjadilah kejang, dan jika di otot maka
terjadi kelelahan.
Gejala yang paling sering muncul adalah adanya nyeri dada yang hebat. Dan dari
nyeri dada yang hebat tersebut bisa terjadi syok kardiogenik. Hemodinamik
mengalami perubahan yangn menyebabkan berkurangnya curah jantung.
Meningkatkan tekanan ventrikel kiri, retensi air dan garam sehingga dapat
menimbulkan kelebihan cairan dalam tubuh. Perrubahan dinamik yang
berlangsung lama akan menyebabkan kematian (nekrosis) pada otot jantung.
(Arif Muttaqin. 2009.)
5. Manifestasi Klinis
Trias Diagnostik pada Infark Miokardium
GEJALA UMUM GEJALA KHASRiwayat nyeri dada yang khas
a. Lokasi nyeri dada dibagian dada depan (bawah Strenum) dengan atau tanpa penjalaran, kadang berupa nyeri dagu, leher atau seperti sakit gigi, penderita tidak bisa menunjuk lokasi nyeri dengan satu jari, tetapi ditunjukkan dengan telapak tangan.
b. Kualitas nyeri, rasa berat seperti ditekan atau rasa panas seperti terbakar.
c. Lama nyeri bisa lebih dari 15-30 menit.d. Nyeri dapat menjalar ke dagu, leher, lengan kiri,
punggung, dan epigastrium.e. Kadang disertai gejala penyerta berupa keringat
dingin, mual, berdebar atau sesak. Sering didapatkan factor pencetus berupa aktivitas fisik, emosional, stes dan dingin.
f. Nyeri tidak hilang dengan istirahat atau dengan pemberian nitrogliserin sublingual.
Adanya perubahan EKG
a. Gelombang Q (signifikan infark) atau Q patologisb. Segmen ST (elevasi)c. Gelombang T (meninggi atau menurun)
Perubahan EKG pada AMI, Inversi gelombang T (kiri), elevasi segmen ST (tengah), gelombang Q yang menonjol (kanan). Gelombang Q menunjukkan nekrosis miokardium dan bersifat irreversible. Perubahan pada segmen ST dan gelombang T diakibatkan karena iskemia dan akan menghilang sesudah jangka waktu tertentu.
Kenaikan enzim otot jantung
a. CKMB merupakan enzim yang spesifik sebagai penanda terjadinya kerusakan pada otot jantung, enzim ini meningkat 6-10 jam setelah nyeri dada dan kembali normal dalam 48-72 jam.
b. Walaupun kurang spesifik, pemeriksaan Aspartate
Amino Transferase (AST) dapat membantu bila penderita dating ke RS sesudah hari ke-3 dan nyeri dada atau laktat dehydrogenase (LDH) akan meningkat sesudah hari ke-4 dan menjadi normal sesudah hari ke -10.
(Arif Muttaqin, 2009:73-74)
6. Komplikasi
a. Syok kardiogenik
Merupakan syok yang berasal dari jantung. Penyebab utamanya adalah AMI,
tetapi juga dapat disebabkan oleh disfungsi berat adalah katup jantung
(disfungsi katup), disritmia yang tidak dapat ditangani, rupture aneurisma
aorta, kegagalan jantung kongensif berat dan tamponade jantung.
b. Aneurisma ventricular
Merupakan akibat dari AMI transmular. Nekrosis dan pembentukan parut
membuat dinding miokardium (ventrikel) menjadi lemah ketika systole,
tekanan yang tinggi dalam ventrikel membuat bagian miokardium yang lemah
menonjol keluar. Darah merembes ke dalam bagian yang lemah itu
(aneurisma) dan dapat menjadi sumber emboli.
c. Disritmia
Daimbul pada AMI adalah sinus bradikardia dan takikardia, fibrasi atrial dan
fibrasi ventrikel.
d. Irama nodal (Junction Rhythm)
Umumnya timbul karena protective escape mechanism dan talk perly diobati,
kecuali bila amat lambat serta menyebabkan gangguan hemodinamik. Dlam
hal terakhir ini dapat diberi atropine atau dipasang pacu jantung temporer.
(Baradero, 2008:10-11)
7. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
1) Diazepam
Indikasi : penatalaksanaan cemas, anesthesia ringan, relaksan otot rangka.
Dosis : dewasa 2-10 mg peroral / IM/ IV, anak 1-2,5 mg peroral
2) Morfin
Indikasi : nyeri berat, edema pulmoner, nyeri berhubungan dengan infark
miokard.
Dosis : dewasa 10-30 mg peroral, 5-20 mg IM, SC
3) Streptokinase
Indikasi : pengobatan trombosit koroner yang berkaitan dengan AMI.
Dosis : dewasa 15 rb IU
4) Nitragliserin
Disarankan pada 24 – 48 jam pertama AMI dengan gagal jantung, infark
anterior luas, hipertensi lebih dari 48 jam pertama bila ditemui angina
berulang.
(ISO Indonesia Volume 43.2008)
b. Non farmakologi
1) Istirahat baring 24 – 48 jam
Aktivitas istirahat baring selama 24-48 jam untuk mengurangi kebutuhan
oksigen, kemudian ditingkatkan secara bertahap.
2) Diet
Diet untuk pasien dengan gangguan ini adalah rendah kolesterol dan
garam. Selanjutnya diberi diet jantung (karbohidrat kompleks 50-55%
dari kalori), makanan tinggi kalium (buah,sayur), magnesium (sayur
hijau, kacang, makanan laut) dan serat (buah segar, sereal).
3) Oksigen
Diberikan bila didapatkan bendungan paru (gagal jantung) desaturasi
oksigendarah arteri kurang dari 90% oksigen juga disarankan diberi pada
semua penderita IMA dalam 2-3 jam pertama. Tidak jelas apakah
pemberian IMA tanpa komplikasi setelah 3-6 jam bermanfaat.
4) Terapi trombolitik
Terapi trombilitik diindikasikan pada IMA dengan elevasi segmen ST
kurng dari 12 jam, pada penderita berusia kurang dari 75 tahun. Manfaat
lebih besar pada penderita dengan IMA anterior, diabetes, hipotensi (TD
sistol < 100mm Hg);takikardia > 100X/menit dan bila terapi diberikan
dini dalam 3 jam pertama. Walaupun demikian manfaat masih dapat
dicapai pada IMA sampai 12 jam setelah sarapan.
(T. Santoso, 2000:2-3)
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. EKG
1) Segmen ST elevasi abnormal menunjukkan adanya injuri miokard.
2) Gelombang T inverse (arrow head) menunjukkan adanya iskemia
miokard.
3) Q patologis menunjukkan adanya nekrosis miokard.
b. Radiologi
1) Thorax rontgen : menilai kardiomegali (dilatasi sekunder) karena
gagal jantung kongensif.
2) Echocardiogram : menilai struktur dan fungsi abnormal otot dan
katub jantung.
3) Radioactive isotope : menilai area iskemia serta non-perfusi koroner
dan miokard.
c. Laboratorium
1) Leukositosis (10.000-20.000 mm3) muncul hari kedua setelah serangan
infark karena inflamasi.
2) Sendimentasi meningkat pada hari ke 2-3 setelah serangan yang
menunjukkan adanya inflamasi.
3) CPK (Creatinin Phospokinase) > 50 u/L
4) CK-MB (Creatinin Kinase-MB) > 10 u/L
5) LDH (Lactate Dehydrogenase) > 240 u/L
6) SGOP (Serum Glutamic Oxalo Transaminase) > 18u/L
7) Cardiac Tropinin : positif
d. Tes fungsi ginjal
Peningkatan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dan kreatinin karena
penurunan laju filtrasi glumelurus terjadi akibat penurunan curah jantung.
e. Analisa Gas Darah
Menilai oksigenasi jaringan (hipoksia) dan perubahan keseimbangan asam-
basa darah.
f. Kadar elektrolit
Menilai abnormalitas kadar natrium, kalium, atau kalsium yang
membahayakan kontraksi otot jantung.
(Wawan Juni Udjianti, 2010:91)
B. Konsep Askep
1. Pengkajian Keperawatan
a. Keluhan utama
Serangan nyeri dada seperti rasa tertekan, berat, atau seperti diremas yang
timbul secara mendadak atau hilang timbul (residif). Nyeri di anterior,
prekordial, atau substernal yang menjalar ke lengan, wajah, rahang, leher,
punggung, dan epigastrium. Nyeri tidak berkurang walaupun klien istirahat,
mengubah posisi dan menarik nafas dalam. Kadang tidak terasa nyeri atau
nyeri tidak hebat yang disertai pingsan tiba-tiba pada klien diabetes militus
tak terkontrol.
b. Riwayat penyakit sekarang
Menanyakan tentang perjalanan sejak timbul keluhan sehingga klien
meminta pertolongan. Misalnya : sejak kapan keluhan dirasakan, berapa
lama dan berapa kali keluhan tersebut terjadi, bagaimana dari hebatnya
keluhan, dimana keluhan pertama kali timbul (PQRST), apa yang dilakukan
ketika keluhan ini terjadi.
c. Riwayat penyakit terdahulu
Data ini diperoleh dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah
menderita nyeri dada, hipertensi, diabetes mellitus, atau hiperlipidemia.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum pada masa yang lalu
yang masih relevan dengan obat-obatan antiangina seperti nitrat, dan
penghambat beta serta obat antihipertensi.
d. Riwayat keluarga
Menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, anggota
keluarga yang meninggal, dan penyebab kematian. Penyakit jantung
iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan factor
resiko utama terjadinya penyakit jantung iskemi pada keturunannya.
e. Riwayat pekerjaan
Menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungannya.
f. Riwayat geografi
Menanyakan lingkungan tempat tinggal.
g. Riwayat alergi
Menanyakan kemungkinan adanya alergi terhadap cuaca, makanan, debu,
dan obat.
h. Kebiasaan social
Menanyakan kebiasaan dan pola hidup, misalnya alcohol.
i. Kebiasaan merokok
Menanyakan tentang kebiasaan merokok, sudah berapa lama, berapa batang
perhari dan jenis rokok.
j. Airway
Adalah jalan nafas bebas, tanda sumbatan atau obstruksi ada gerakan otot
nafas tambahan, sianosis, dada gerakan dada dan perut pradoksal.
k. Breathing
Klien terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal dan mengeluh sesak
napas seperti tercekik. Dispnea kardiak biasanya ditemukan. Sesak napas
terjadi akibat pengerahan tenaga dan disebabkan oleh kenaikan tekanan
akhir diastolic ventrikel kiri yang meningkatkan tekanan vena pulmonalis.
Hal ini terjadi karena terdapat kegagalan peningkatan curah darah oleh
ventrikel kiri pada saat melakukan kegiatan fisik. Dispnea kardiak pada
AMI yang kronis dapat timbul pada saat istirahat.
l. Circulation
Pada pasien AMI biasanya dijumpai gangguan sirkulasi darah yang
disebabkan karena adanya sumbatan pada arteri koronari.
m. Pemeriksaan fisik
1) Kulit pucat, sianosis, dingin, berkeringat, atau diaphoresis.
2) Respirasi : pola pernapasan, frekuensi, adanya suara napas
abnormal, seperti rales, ronkhi, atau wheezing.
3) Jantung : bunyi jantung (BJ1, BJ2, BJ3/BJ4 atau irama gallops),
bising, distritmia, lokasi apeks, tekanan darah, distensi vena jugular, dan
denyut nadi perifer.
Inspeksi : adanya jaringan parut pada dada klien, keluhan lokasi
nyeri biasanya didaerah substernal atau dapat meluas didada, selain itu
bisa terjadi ketidak mampuan mengerakkan bahu.
Palpasi : denyut nadi perifer melemah. Thriil pada IMA tanpa
komplikasi biasanya tidak ditemukan.
Auskultasi : TD biasanya menurun akibat penurunan volume
sekuncup yang disebabkan IMA.
Perkusi : Batas jantung tidak mengalami pengeseran.
(Ulfa Anna, 2001:29 ; Arif Muttaqin, 2009:76-78 ; Wawan Juni Udjianti,
2010:90)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan
arteri.
Tujuan : Setelah mendapatkan perawatan 2x24jam nyeri dapat
terkontrol.
Kriteria hasil : Pasien dapat mendemontrasikan teknik relaksasi.
Pasien dapat rileks, tidak tegang, dan mudah bergerak.
Nyeri dada berkurangmisalnya dari skala 3 ke 2, atau
dari 2 ke 1
Intervensi :
Mandiri
1. Pantau karakteristik nyeri, catat laporan verbal petunjuk non verbal dan
respon hemodinamik.
Rasional : variasi penampilan dan perilaku pasien karena nyeri sebagai
pengkajian.
2. Catat intensitas, lama, kualitas, dan penyebab nyeri.
Rasional : Nyeri sebagai pengalaman subjektif dan harus di gambarkan
oleh pasien.
3. Kaji ulang riwayat angina sebelumnya, nyeri menyerupai angina, atau
nyeri IM. Diskusikan riwayat keluarga.
Rasional : Dapat membandingkan nyeri yang ada dari pola sebelumnya,
sesuai dengan identifikasi komplikasi seperti meluasnya
infark, emboli paru/perikarditis.
4. Memberikan lingkungan yang tenang, aktivitas perlahan, dan tindakan
nyaman (contohnya sprei yang kering/tak terlipat, gosokan punggung).
Rasional : Menurunkan rangsang eksternal dimana ansietas dan regangan
jantung serta keterbatasan kemampuan koping dan keputusan
terhadap situasi saat ini.
5. Bantu melakukan teknik relaksasi, missal: napas dalam/perlahan,
perilaku distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi.
Rasional : Membantu dalam mennurunkan persepsi atau repon nyeri
memberikan control sistuasi, meningkatkan control positife.
Kolaborasi
1. Berikan oksigen tambahan dengan kanul nasal atau masker sesuai
indikasi.
2. Rasional : Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian
miokardia dan juga mengurangi ketidak nyamanan sehubungan dengan
iskemia jaringan
3. Berikan obat sesuai dengan indikasiContoh : Antiangina, Histrogliserin,
4. Rasional : Nitrat berguna untuk control nyeri dengan efek fasedilatasi
koroner, yang meningkatkan aliran darah koroner dan perfusi miokardia.
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan iskemia ventricular.
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan 2x 24 jam pasien dapat
menunjukan curah jantung yang memuaskan dibuktikan
dengan keefektipan pompa jantung status sirkulasi dan
fungsi jaringan perifer.
Kriteria hasil : Pasien mampu mempertahankan stabilitas hemodinamik.
TD : 120/80, tidak distritmea.
Pasien dapat medemonstrasikan peningkatan toleransi
terhadap aktifitas
Intervensi :
Mandiri
1. Auskultasi : TD, bandingkan kedua tangan dan ukur dengan berbagai
posisi bila bisa (tidur,duduk,dan berdiri).
Rasional : Hipotensi dapat terjadi sehubungan dengan disfungsi
ventrikel,hipoperfusi miokardial dan rangsang vagal.
2. Evaluasi kualitas dan kesamaan nadi sesuai indikasi
Rasional : Penurunan curah jantung mengakibatkan menurunnya
kelemahan/kekuatan nadi. Ketidak teraturan diduga distrimia yang
memerlukan evaluasi lanjut.
3. Pantau frekwensi jantung dan irama. Catat distritmia melalui telemetri.
Rasional : frekwensi dan irama jantung berhubungan dengan aktifitas
sesuai terjadinya komplikasi. Denyutan/fibrasi akut/kronis mungkin
terlihat pada keterlibatan katup jantung.
Kolaborasi
1. Kaji ulang seri EKG
Rasional : memberikan inpormasi sehubungan dengan kemajuan/
perbaikan infark, status funsi ventrikel, keseimbangan elektrolit dan efek
terapi obat.
2. Pantau data laboratorium : GDA, enzim jantung, elektrolit.
Rasional : enzim membantu perbaikan/ perluasan infark. Adanya
hipoksia menunjukan kebutuhan tambahan oksigen.
c. Resiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan tekanan
hidrostatik.
Tujuan : Setelah mendapatkan perawatan selama 2 x 24 jam
keseimbangan cairan dapat teratasi.
Kriteria hasil : Pasien TD 120/80 mmHg.
Pasien tidak mengalami distensi vena perifer dan edema
depender.
Paru pasien dan berat
Berat badan ideal ( BB ideal TB -100 - 10 %)
Intervensi :
Mandiri
1. Auskultasi bunyi napas untuk adanya kuekels.
Rasional : dapat mengindikasikan edema paru sekunder akibat
dekompensasi jantung
2. Catat DVJ adanya edema dependen.
Rasional : dicurigai adanya gagal kongestif atau kelebihan volume
cairan.
3. Ukur masukan, catat penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi.
Rasional : penurunan curah jantung dapat mengakibatkan resfusi ginjal,
retensi natrium atau air, dan penurunan pengeluaran urine
Kolaborasi
1. Berikan diet natrium rendah / minuman
Rasional: natrium meningkatkan retensi cairan dan harus dibatasi
2. Pantau kalium sesuai indikasi.
Rasional: hipokalemia dapat membatasi keefektipan terapi dan dapat
dalam penggunaan diuretik penurunan kalium.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen miokard dan kebutuhan.
Tujuan : Setelah mendapatkan perawatan 3 x 24 jam dapat
mentoleransi aktivitas seperti biasa dilakukan.
Kriteria hasil : Pasien berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan
klien
Frekuensi jantung 60-100 x/ menit
TD 120-80 mmHg
Pasien dapat mengidentivikasi aktivitas yang menimbulkan
kecemasan yang berkontribusi pada intoleransi aktivitas
Pasien melaporkan tidak adanya angina / terkontrol dalam
rentang waktu selama pemberian obat.
Intervensi :
Mandiri
1. Catat atau dokumentasikan frekuensi jantung, irama, dan perubahan
tekanan darah sebelum, sesudah aktivitas sesuai indikasi.
Rasional : kecenderungan menentukan respon pasien terhadap aktivitas
dan dapat mengindikasikan penurunan oksigen miokardia yang
memerlukan penurunan tingkat aktivitas atau kembali tirah baring.
2. Tingkatkan istirahat (tempat tidur atau kursi). Batasi aktivitas pada dasar
nyeri dan respons hemodinamik. Berikan aktivitas senggang yang tidak
berat.
Rasional : menurunkan kerja miokardia atau konsumsi oksigen,
menurunkan risiko komplikasi contoh (perluasan IM).
3. Anjurkan pasien menghindari peningkatan tekanan abdomen, contoh
mengedan saat defeksi.
Rasional : aktivitas yang memerlukan menahan napas dan menunduk
(maneuver valsava) dapat mengakibatkan bradikardi, juga menurunkan
curah jantung, dan takikardi dengan peningkatan tekanan darah.
4. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas, contoh bangun
dari kursi bila tak ada nyeri, anbulasi dan istirahat selama 1 jam setelah
makan.
Rasional : aktivitas yang maju memberikan control jantung,
meningkatkan regangan dan mencegah aktivitas berlebihan berlebihan.
Kolaborasi
1. Rujuk ke program rehabilitasi jantung
Rasional : memberikan dukungan dan pengawasan tambahan berlanjut
dan partisipasi proses penyembuhan dan kesejahteraan.
DAFTAR PUSTAKA
Baradewo, Mary.2008.Klien Gangguan Kardiovaskuler Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta :EGC.
Doenges, Marilynn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Jakarta:EGC.
Engram, Barbara.1998.Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 2.Jakarta.EGC.
ISO Indonesia Volume 43.2008.Jakarta:PT.ISFI.
Muttaqin, Arif.2009.Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler.Jakarta:EGC.
Sjaifoellah, Noer.1993.Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi 2.Jakarta:FKUI.
Udjianti, Wawan Juni.2010.Keperawatan Kardiovaskuler.Jakarta:Salemba Medika.
Ulfah Anna.2001.Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler.Jakarta:BPBP Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional “Harapan Kita”.
Wilkinson, Judith.2006.Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC.Jakarta:EGC.
Elizabeth, Corwin. 2007. Buku Saku Patofisoilogi. Jakarta : EGC.