laporan kasus bedah
TRANSCRIPT
STATUS PASIEN
I. Identitas pasien
Nama : Tn.M
Umur : 48 thn
Alamat : Jl. Sidomulyo
II. Anamnesis
Keluhan utama
Keluar benjolan dari anus ± 15 thn.
Riwayat penyakit sekarang
Pasiaen dtang ke Poli dengan keluhan keluar benjolan dari anus ± 15
thn. Nyeri bila BAB. Ada susah BAB tidak? BABnya biasanya
dijamban duduk atau jamban biasa? Diare ?
Riwayat penyakit dahulu
Dulu pernah nyeri BAB dan sulit BAB tidak?
Riwayat penyakit keluarga
Dianggota keluarga ada tidak yang nyeri BAB dan sulit BAB?
Riwayat psikososial
Makannya teratur tidak? Suka makan berserat dan buah-buhan tidak?
Minum dalam sehari berapa kali? Olahraga teratur tidak?
Riwayat alergi dan penggunaan obat
Ada alergi obat-obatan dan makanan? Sebelumnya sudah pernah
diobati belum? Obatnya apa saja? Ada perubahan tidak?
III. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Tampak sakit
Kesadaran : komposmentis
Vital sign
T : 36,50C
TD : 110/80 mmHg
N : 75 x/menit
RR : -
St. generalisata
Kepala : dbn
Mata : isokor, CA(-), SI (-)
Mulut : mukosa basah
Leher : dbn
Thoraks : irama jantung reguler
Abdomen : dbn
Ekstremitas : akral hangat, CRT ,< 3 detik
IV. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Hb : 14 g/dl
Leukosit : 8.900 mm3
Trombosit : 230.000 mm3
Eritrosit : 4,79 juta
Ht : 42 %
Led : 30
Diff count:
Eosinofil : 0-3
Basofil : 0-1
Segmen batang : 2-6
Segmen : 50-70
Limfosit : 20-40
Monosit : 2-8
EKG
RO thoraks
GDS : 228
V. Diagnosis kerja
Hemoroid dengan DM
ICD X: K64.8 (Haemorrhoids)
ICPC2: K96 ( Haemorrhoids)
Tingkat kemampuan : 4A
VI. Diagnosis banding
Kanker kolorektal dan anal
melanoma anorektal
VII. Terapi
Infus RL 20 tetes/menit
Inj. Humolog 3 x 12 unit
Ketese 2 x 2
Cek GDS/ 8 jam
Tindakan : operasi Hoemoroidectomy
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah
anus yang berasal dari plexus hemorrhoidalis.
KLASIFIKASI
Di bawah atau di luar linea dentate pelebaran vena yang berada di bawah
kulit (subkutan) disebut hemoroid eksterna. Sedangkan di atas atau didalam linea
dentate, pelebaran vena yang berada di bawah mukosa (submukosa) disebut
hemoroid interna.
ANATOMI FISIOLOGI
Bagian utama usus besar yang terakhir dinamakan rektum dan terbentang
dari kolon sigmoid sampai anus, kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan
berbentuk lekukan huruf S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon
sigmoid bersatu dengan rektum. Satu inci dari rectum dinamakan kanalis ani dan
dilindungi oleh sfingter eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani
sekitar 15 cm. Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kanan dan belahan
kiri sesuai dengan suplai darah yang diterimanya. Arteri mesentrika superior
memperdarahi belahan bagian kanan yaitu sekum, kolon asendens dan dua pertiga
proksimal kolon tranversum, dan arteria mesentrika inferior memperdarahi
belahan kiri yaitu sepertiga distal kolon transversum, kolon desendens dan
sigmoid, dan bagian proksimal rektum. Suplai darah tambahan untuk rektum
adalah melalui arteria sakralis media dan arteria hemoroidalis inferior dan media
yang dicabangkan dari arteria iliaka interna dan aorta abdominalis.
Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior melalui vena mesentrika
superior dan inferior dan vena hemoroidalis superior, yaitu bagian dari sistem
portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemoroidalis media dan inferior
mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistematik.
Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media dan inferior,
sehingga peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran darah balik ke
dalam vena-vena ini. Terdapat dua jenis peristaltik propulsif : (1) kontraksi
lamban dan tidak teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak kedepan,
menyumbat beberapa haustra; (2) peristaltik massa, merupakan kontraksi yang
melibatkan segmen kolon. Gerakan peristaltik ini menggerakkan massa feses ke
depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali
sehari dan dirangsang oleh refleks gastrokolik setelah makan, khususnya setelah
makanan pertama masuk pada hari itu.
Propulasi feses ke rektum mengakibatkan distensi dinding rektum dan
merangsang refleks defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan
interna. Sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom, dan sfingter
eksterna berada di bawah kontrol voluntar. Refleks defekasi terintegrasi pada
segmen sakralis kedua dan keempat dari medula spinalis. Serabut-serabut
parasimpatis mencapai rektum melalui saraf splangnikus panggul dan
bertanggung jawab atas kontraksi rektum dan relaksasi sfingter interna. Pada
waktu rektum yang mengalami distensi berkontraksi, otot levator ani berelaksasi,
sehingga menyebabkan sudut dan anulus anorektal menghilang. Otot-ototsfingter
interna dan eksterna berelaksasi pada waktu anus tertarik atas melebihi tinggi
massa feses. Defekasi dipercepat dengan adanya peningkatan tekanan intra-
abdomen yang terjadi akibat kontraksi voluntar. Otot-otot dada dengan glotis
ditutup, dan kontraksi secara terus menerus dari otot-otot abdomen (manuver atau
peregangan valsava). Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi voluntar otot-
ototmsfingter eksterna dan levator ani. Dinding rektum secara bertahap akan
relaks, dan keinginan untuk berdefekasi menghilang.
ETIOLOGI
Etiologi hemoroid sampai saat ini belum diketahui secara pasti, beberapa
faktor pendukung yang terlibat diantaranya adalah:
a. Penuaan
b. Kehamilan
c. Hereditas
d. Konstipasi atau diare kronik
e. Penggunaan toilet yang berlama-lama
f. Posisi tubuh, misal duduk dalam waktu yang lama
g. Obesitas.
Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan kongesti vaskular dan prolapsus
mukosa. Selain itu dikatakan ada hubungan antara hemoroid dengan penyakit hati
maupun konsumsi alkohol.
DERAJAT HEMOROID INTERNAL
hemoroid internal diklasifikasikan menjadi beberapa tingkatan yakni:
a) Derajat I, hemoroid mencapai lumen anal canal.
b) Derajat II, hemoroid mencapai sfingter eksternal dan tampak pada saat
pemeriksaan tetapi dapat masuk kembali secara spontan.
c) Derajat III, hemoroid telah keluar dari anal canal dan hanya dapat masuk
kembali secara manual oleh pasien.
d) Derajat IV, hemoroid selalu keluar dan tidak dapat masuk ke anal canal
meski dimasukkan secara manual.
PATOGENESIS
Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion) atau
alas dari jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung di anal canal oleh jaringan ikat
yang berasal dari sfingter anal internal dan otot longitudinal. Di dalam tiap
bantalan terdapat plexus vena yang diperdarahi oleh arteriovenosus. Struktur
vaskular tersebut membuat tiap bantalan membesar untuk mencegah terjadinya
inkontinensia.
Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan penyokong dan
bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara berulang serta
mengedan akan meningkatkan tekanan terhadap bantalan tersebut yang akan
mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang mengalami prolapsus akan terganggu
aliran balik venanya. Bantalan menjadi semakin membesar dikarenakan
mengedan, konsumsi serat yang tidak adekuat, berlama-lama ketika buang air
besar, serta kondisi seperti kehamilan yang meningkatkan tekanan intra
abdominal. Perdarahan yang timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh
trauma mukosa lokal atau inflamasi yang merusak pembuluh darah di bawahnya.
Pada tahap selanjutnya hemoroid yang mengalami trombosis akan mengalami
rekanalisasi dan resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh kandungan granul sel mast.
Termasuk diantaranya tryptase dan chymase untuk degradasi jaringan stroma,
heparin untuk migrasi sel endotel dan sitokin sebagai TNF-α serta interleukin 4
untuk pertumbuhan fibroblas dan proliferasi. Selanjutnya pembentukan jaringan
parut akan dibantu oleh basic fibroblast growth factor dari sel mast.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis hemoroid dapat dibagi berdasarkan jenis hemoroid :
a. Hemoroid internal
Prolaps dan keluarnya mukus.
Perdarahan.
Rasa tak nyaman.
Gatal.
b. Hemoroid eksternal
Rasa terbakar.
Nyeri ( jika mengalami trombosis).
Gatal.
DIAGNOSIS
Diagnosis hemoroid dapat dilakukan dengan melakukan:
a. Anamnesis.
b. Pemeriksaan fisik.
c. Pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis Hemoroid
Pada anamnesis biasanya didapati bahwa pasien menemukan adanya darah
segar pada saat buang air besar. Selain itu pasien juga akan mengeluhkan adanya
gatal-gatal pada daerah anus. Pada derajat II hemoroid internal pasien akan
merasakan adanya masa pada anus dan hal ini membuatnya tak nyaman. Pasien
akan mengeluhkan nyeri pada hemoroid derajat IV yang telah mengalami
trombosis.
Perdarahan yang disertai dengan nyeri dapat mengindikasikan adanya
trombosis hemoroid eksternal, dengan ulserasi thrombus pada kulit. Hemoroid
internal biasanya timbul gejala hanya ketika mengalami prolapsus sehingga terjadi
ulserasi, perdarahan, atau trombosis. Hemoroid eksternal bisa jadi tanpa gejala
atau dapat ditandai dengan rasa tak nyaman, nyeri akut, atau perdarahan akibat
ulserasi dan trombosis.
Gambar. menunjukkan hemoroid yang mengalami trombosis
2. Pemeriksaan Penunjang Hemoroid
Anal canal dan rektum diperiksa dengan menggunakan anoskopi dan
sigmoidoskopi. Anoskopi dilakukan untuk menilai mukosa rektal dan
mengevaluasi tingkat pembesaran hemoroid. Side-viewing pada anoskopi
merupakan instrumen yang optimal dan tepat untuk mengevaluasi hemoroid.
menyatakan bahwa ketika dibandingkan dengan sigmodoskopi fleksibel, anoskopi
mendeteksi dengan presentasi lebih tinggi terhadap lesi di daerah anorektal.
Gejala hemoroid biasanya bersamaan dengan inflamasi pada anal canal
dengan derajat berbeda. Dengan menggunakan sigmoidoskopi, anus dan rektum
dapat dievaluasi untuk kondisi lain sebagai diagnosa banding untuk perdarahan
rektal dan rasa tak nyaman seperti pada fisura anal dan fistula, kolitis, polip rektal,
dan kanker. Pemeriksaan dengan menggunakan barium enema X-ray atau
kolonoskopi harus dilakukan pada pasien dengan umur di atas 50 tahun dan pada
pasien dengan perdarahan menetap setelah dilakukan pengobatan terhadap
hemoroid.
DIAGNOSIS BANDING
penyebab lain dari gejala-gejala seperti perdarahan rektal, gatal pada anus,
rasa tak nyaman, massa serta nyeri dapat disingkirkan. Kanker kolorektal dan
anal, dan melanoma anorektal merupakan contoh penyebab gejala tersebut.
Dibawah ini adalah diagnosa banding untuk gejala-gejala diatas:
a. Nyeri
1. Fisura anal
2. Herpes anal
3. Proktitis ulseratif
4. Proctalgia fugax
b. Massa
1. Karsinoma anal
2. Perianal warts
3. Skin tags
c. Nyeri dan massa
1. Hematom perianal
2. Abses
3. Pilonidal sinus
d. Nyeri dan perdarahan
1. Fisura anal
2. proktitis
e. Nyeri, massa, dan perdarahan Hematom perianal ulseratif
f. Massa dan perdarahan Karsinoma anal
g. Perdarahan
1. Polips kolorektal
2. Karsinoma kolorektal
3. Karsinoma anal
KOMPLIKASI
Komplikasi penyakit ini adalah perdarahan hebat, abses, fistula para anal,
dan inkarserasi. Hemoroid eksterna, pengobatannya selalu operatif dan dilakukan
eksisi atau insisi trombus serta pengeluaran trombus. Komplikasi jangka panjang
adalah striktur ani karena eksisi yang berlebihan.
PENATALAKSANAAN
Konservatif
Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan
pengobatan konservatif. Tatalaksana tersebut antara lain koreksi konstipasi jika
ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan menghindari obat-obatan yang
dapat menyebabkan kostipasi seperti kodein.
Penelitian meta-analisis akhir-akhir ini membuktikan bahwa suplemen
serat dapat memperbaiki gejala dan perdarahan serta dapat direkomendasikan
untuk derajat awal hemoroid.
Pembedahan
Tindakan bedah konservatif hemoroid internal adalah prosedur ligasi pita-
karet. Hemoroid dilihat melalui anoskop dan bagian proksimal di atas garis
mukokutan dipegang dengan alat.
Hemoroidektomi kriosirurgi adalah metode untuk mengangkat hemoroid dengan
cara membekukan jaringan hemoroid selama waktu tertentu sampai timbul
nekrosis.
Hemoroidektomi atau eksisi bedah dapat dilakukan untuk mengangkat
semua jaringan sisa yang masih ada. Selama pembedahan sfingter rectal biasanya
didilatasi secara digital dan hemoroid diangkat dengan klem dan kauter atau
dengan ligasi dan kemudiaan dieksisi. Setelah prosedur operatif selesai, selang
kecil dimasukkan melalui sfingter untuk memungkinkan keluarnya flatus dan
darah, gelfoan atau kasa oxygel diberikan diatas luka kanal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R, de Jong W., 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
Penerbit. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
2. Silvia A.P, Lorraine M.W, Hemoroid, 2005. Dalam: Konsep – konsep
Klinis Proses Penyakit, Edisi VI, Patofisiologi Vol.1. Jakarta, Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Hal: 467
3. Anonim, 2004, Hemorhoid, http://www.hemorjoid.net/hemoroid
galery.html. Last update 08 januari 2014.
4. Sudoyo, Aru W et al (2009) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :
Internal Publishing.