laporan kasus departemen bedah

24
LAPORAN KASUS DEPARTEMEN BEDAH RSPAD GATOT SOEBROTO JAKARTA “TRAUMA KEPALA” Disusun oleh : FATIN ADILLA 1310221069 Pembimbing : dr. HERI AMINUDIN,SpBS FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM KEPANITERAAN KLINIK UNIVERSITAS PEMBANGUAN NASIONAL “VETERAN” 2015

Upload: bartolomeus-vincentius-adrian-madargerong

Post on 04-Jan-2016

296 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

lnca

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS DEPARTEMEN BEDAH

RSPAD GATOT SOEBROTO JAKARTA

“TRAUMA KEPALA”

Disusun oleh :

FATIN ADILLA

1310221069

Pembimbing :

dr. HERI AMINUDIN,SpBS

FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM KEPANITERAAN KLINIK

UNIVERSITAS PEMBANGUAN NASIONAL “VETERAN”

2015

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS KEPANITERAAN DEPARTEMEN BEDAH

RSPAD.GATOT SOEBROTO JAKARTA

“TRAUMA KEPALA”

Disusun oleh:

FATIN ADILLA

1310221069

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan

Departemen Ilmu Bedah RSPAD.GATOT SOEBROTO JAKARTA

Telah disetujui dan dipresentasikan

Pada tanggal Juli 2015

Jakarta

Dokter Pembimbing

dr. Heri Aminudin, Sp.BS

BAB I

LAPORAN KASUS

I. KAJIAN PASIEN :

Post KLL 1 jam sebelum masuk rumah sakit

II. IDENTITAS PASIEN :

Laki-laki,62 tahun

III. PRIMARY SURVEY :

AIRWAY :

o Not clear, gargling (+)

o Intubasi manual bagging

o Jalan napas aman

o Pemasangan collar neck

BREATHING :

o Spontan, 28x/menit

o Saturasi 35%

o Penurunan suara vesikular pada hemitoraks kanan

o Hipersonor pada hemitoraks kanan

o Diagnosis kerja tesion pneumotoraks kanan

o Needle torakosintesis udara

o Saturasi 60%

CIRCULATION :

o Nadi 120 x/min, lemah

o Tekanan darah 117/72 mmHg

o Curiga syok hipovolemik

o Resusitasi cairan kristaloid 2 Liter, nadi menjadi 100x/menit

DISABILITY :

o GCS: E1M1V1

o Pupil : Reflek cahaya -/-, pupil 4mm/4mm

o Log roll : tidak ditemukan kelainan, alignmnet vertebra baik

IV. SECONDARY SURVEY :

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis

KELUHAN UTAMA : tidak sadar 1 jam sebelum masuk rumah sakit

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG : Pasien dibawa dalam keadaan tidak

sadar oleh petugas polisi dan orang yang melintas. Pasien ditabrak motor

ketika menyebrang jalan. Polisi tiba di tempat kejadian 20 menit setelah

kecelakaan. Muntah tidak diketahui.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU : Tidak diketahui

RIWAYAT ALERGI : Tidak diketahui

RIWAYAT GAYA HIDUP : Tidak diketahui

V. PEMERIKSAAN FISIK

• Kepala : Jejas/hematom (-), tidak ada diskontinuitas pada tulang-tulang.

• Rambut : Warna hitam, distribusi merata

• Wajah : Simetris, Tidak ditemukan deformitas

• Mata :

• Pupil : Dilatasi 4 mm/4 mm

• Refleks cahaya : -/-

• Konjungtiva : Anemis -/-

• Sklera : -/-

• THT : Perdarahan dari hidung +/+ dan mulut, halo test (-)

• Leher : tidak terdapat lesi, C-Spine control patent

• Thorax

• Paru

• Inspeksi : Bentuk dada normal, gerakan dada statis dan dinamis simetris,

dimasukan chest tube di ICS 5 kanan

• Palpasi : Tidak ada diskontinuitas dan krepitasi

• Perkusi : sonor / sonor

• Auskultasi : vesikular/vesikular, ronkhi -/-, wheezing -/-

• Cor

• Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat

• Palpasi : Iktus cordis tidak teraba pada ICS V linea

midclavicularis sinistra

• Perkusi : tidak terdapat pembesaran jantung

• Auskulltasi : BJ I>II reguler, murmur (-), gallop (-)

• Abdomen

• Inspeksi : datar, tidak ditemukan jejas ataupun luka terbuka

• Auskultasi : bising usus (+) normal

• Perkusi : timpani pada seluruh lapang paru

• Palpasi: defance muscular (-)

• RT : TSA baik, ampula tidak collaps, prostat tidak melayang

Sarung tangan : darah (-), feses (+)

• Ekstremitas

Akral dingin, CRT > 2s, refleks patologis pada inferior (-), edema tungkai (-),

Babinsky (-).

• Genitalia

– Dilakukan pemasangan foley catheter

– Hematuria (+)

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

HEMATOLOGI

• Hb : 12,5 g/dl - PT/APTT: 1.57x/3.42x

• Ht : 38 % - SGOT/SGPT: 157/96 U/l

• Eritrosit : 4,1 juta/uL - Ur/Cr 33/1.1 mg/dl

• Leukosit : 18.990 /uL - GDS: 316 mg/dl

• Trombosit : 244.000 /uL - Na/K/Cl: 144/4.2/108

• MCV : 93 fl - MCHC : 33 g/Dl

• MCH : 31 pg

ANALISIS GAS DARAH

• pH : 6,936

• pCO2 : 85,5 mmHg

• pO2: 36,1 mmHg

• HCO3 : 18,4 mmol/l

• BE : -14,2 mmol/l

• Saturasi O2 : 38,9%

VII. DIAGNOSIS KERJA

Cedera kepala berat suspek fraktur basis kranii

Tension pneumotoraks kanan

Hypovolemic shock

Suspek trauma tumpul ginjal

VIII. PENATALAKSANAAN

a. Loading RL 2L dengan 2 line

b. Antibiotik

c. Antipiretik

d. Vasopressor

e. ATS/TT

f. Pemasangan WSD

g. Pasang folley kateter : urin target 30-60cc/kgBB/jam

h. Monitor

i. Ventilator

IX. FOLLOW UP

PEMERIKSAAN LABORATORIUM (11-06-2015 pukul 21.11 WIB)

Hb : 7.9 g/dl

Ht : 23 %

Eritrosit : 2.6 jt/uL

Leukosit : 20.600 /uL

Trombosit : 133.000 /uL

MCV : 90 fL

MCH : 31 pg

MCHC : 34 g/dl

PENATALAKSANAAN

Transfusi PRC 1000 cc dan FFP 500cc

12 juni 2015, pukul 20.35, tekanan darah menurun, nadi menurun, EKG flat

12 Juni 2015, pukul 20.40, pasien dinyatakan meninggal dunia.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Cedera kepala terjadi ketika trauma yang mengakibatkan cedera pada otak. Cedera

dapat terjadi secara fokal atau kelainan hanya melibatkan satu area pada otak serta difus atau

kelainan yang melibatkan 2 atau lebih area otak. Gejala dari cedera kepala tergantung dari

derajat keparahan cedera, yaitu ringan, sedang, berat1.

KLASIFIKASI CEDERA KEPALA

Cedera kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai Glascow Coma Scale adalah sebagai

berikut2: Tabel 1. Glascow Coma

Scale

1. GCS 3-8 = cedera kepala berat

2. GCS 9-13 = cedera kepala sedang

3. GCS 14-15 = cedera kepala ringan

56-60% pasien dengan nilai GCS <8

mempunyai satu atau lebih sistem organ yang

terluka. Terdapat 4-5% hubungan antara

fraktur spinal dengan cedera kepala berat2.

ASPEK FISIOLOGIS CEDERA KEPALA

a. Hukum Monroe-Kellie

Volume intrakranial adalah tetap

karena sifat dasar dari tulang

tengkorak ialah tidak elastis. Volume

intrakranial (Vic) adalah sama dengan

jumlah total volume komponen-

komponennya yaitu volume jaringan

otak(Vbr), volume jaringan

serebrospinal (Vcsf) dan volume darah (Vbl).

Vic = Vbr + V csf + V bl

b. Tekanan perfusi serebral

Adalah selisih antara mean arterial pressure (MAP) dan tekanan intrakranial

(ICP). Pada seseorang yang dalam kondisi normal, aliran darah otak akan bersifat

konstan selama MAP berkisar 50-150 mmHg. Hal ini dapat terjadi akibat adanya

autoregulasi dari arteriol yang akan mengalami vasokonstriksi dna vasodilatasi dalam

upaya menjada agar aliran darah ke otak berlangsung konstan.

Gambar 1. Tekanan perfusi serebral

PATOFISIOLOGI

Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer

dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala akibat langsung dari suatu

ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun

oleh proses akselerasi deselerasi gerakan kepala. Dalam mekanisme cedera kepala dapat

terjadi peristiwa coup dan countercoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan

pada tulang tengkorak dan sekitarnya dinamakan coup dan pada daerah yang berlawanan

dengan tempat benturan dinamakan countercoup. Akselerasi deselerasi terjadi karena kepala

bergeral dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas

antara tulang tengkorak dan otak menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan

intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan

dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan (countercoup)3.

Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses paologis yang

timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak,

kerusakan neuron berkelanjutan, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan

neurokimiawi4.

Gambar 2. Efek patologis cedera kepala

Fraktur Tengkorak

Fraktur tulang tengkorak terjadi karena benturan, kecelakaan, kompresi, atau

tembakan. Fraktur dapat terjadi di tempat benturan maupun tempat yang jauh. Fraktur

tengkorak dapat terjadi pada kalvaria atau basis. Pada fraktur kalvaria ditentukan apakah

terbuka atau tertutup, linear atau stelata, depressed atau non depressed. fraktur linear

merupakan yang terbanyak dari semua fraktur tulang kepala, yakni sekitar 80% dan umumnya

tidak memerlukan tindakan khusus. Akan tetapi, bila ada fraktur, kewaspadaan perlu

ditingkatkan karena bila ada trauma cukup kuat, mungkin terdapat cedera otak primer atau

hematoma epidural.

Fraktur basis kranii biasanya berdiri sendiri, kadang saja merupakan lanjutan dari

fraktur kalvarium. Pada umumnya terjadi pada os petrosum, atap orbita atau basis oksiput.

Diagnosis berdasarkan anamnesis dan gejala klinis, seperti perdarhan dari hidung atau telinga,

dan hematom di sekitar mastoid atau orbita5.

Hematoma epidural

Fraktur tulang kepala dapat merobek pembuluh darah, terutama arteri meningea media

yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara duramater dan

tulang di permukaan dalam os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom

epidural. Desakan oleh hematom akan melepaskan duramater lebih lanjut dari tulnag kepala

sehingga hematom akan bertambah besar.gejala klinis ialah sakit kepala, mual dan muntah

dengan penurunan kesadaran. Gejala neurologik yang terpenting ialah pupil mata anisokor

yaitu pupil ipsilateral melebar. Pada perjalanannya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal

dan reaksi cahaya yang pada permulaan masih positif akan menjadi negatid. Terjadi pula

kenaikan tekanan darah dan bradikardia. Pada tahap akhir, kesadaran menurun sampai koma

yang dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak

lagi menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian. Ciri khas hematom

ialah terdapat interval bebas antara saat terjadinya trauma dan tanda pertama yang

berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam5.

Perdarahan subdural

Perdarahan subdural disebabkan oleh trauma otak yang menyebabkan robeknya vena

di dalam ruang arkhnoid. Pembesaran hematom karena robeknya vena memerlukan waktu yag

lama, sehari sampai beberapa minggu. Hematoma subdural dibagi menjadi hematoma

subdural akut bila gejambul hari pertama sampai dengan hari ketiga, subakut bila timbul

antara hari ketiga smapai minggu ketiga, dan kroik bila timbul sesudah minggu ketiga. Pada

hematoma subdural kronik, tanda dan gejala muncul perlahan. Nyeri kepala terjadi pada lebih

dari 90% kasus, dapat terjadi pada sebegian kepala, konstan, dan cenderung ringan. Seiring

dengan meningkatnya tekanan intrakranial, dapat terjadi perubahan status mental,

kebingungan, gangguan memori. Hemiparesis yang progresif terjadi pada >50% kasus, dan

afasia ditemukan pada 20% kasus. Kejang fokal atau umum terjadi pada 10% kasus. Tanda

dan gejala pada hematoma subdural kronik tidak spesifik5,6.

Hematom intraserebral

Perdarahan yang terjadi pada memar otak dapat membesar menjadi hematom

intraserebral. Kelainan ini sering ditemukan pada penderita trauma kepala. Lebih dari 50%

penderita dengan hematom intraserebral disertai hematom epidural atau heamtom subdural.

Paling banyak terjadi di lobus frontalis atau temporalis. Gambaran klinis bergantung pada

lokasi dan besarnya hematom5. CT scan serial menunjukkan bahwa setelah 24-72 jam

hematome tersebut dikelilingi area yang udem. Peningkatan massa akan berdampak pada

peningkatan tekanan intra kranial dan penurunan perfusi serebral dan aliran darah serebral7.

PEMERIKSAAN PENUNJANG PADA TRAUMA

Yang dapat dilakukan pada pasien dengan trauma kapitis ialah2,4:

1. CT scan. Untuk meilhat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek

2. Lumbal pungsi. Untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan

sekita 6 jam dari saat terjadinya trauma

3. EEG. Dapat digunakan untuk mencari lesi

4. Rontgen foto kepala. Untuk melihat ada tidaknya fraktur pada tulang tengkorak

PENATALAKSANAAN

PEDOMAN RESUSITASI DAN PENILAIAN AWAL2,5,6,7

1. Menilai jalan napas : bersihkan jalan napas dari

debris dan muntahan; lepaskan gigi palsu,

pertahankan tulang servikal segaris dengan badan

dengan memasang collar neck; pasag guedel. Jika

cedera orofasial mengganggu jalan napas, maka

pasien harus diintubasi.

2. Menilai pernapasan: tentukan apakah pasien

bernapas spontan/tidak. Jika pasien bernapas

spontan selidiki dan atasi cedera dada berat seperti

pneumotorkas, hemotoraks. Pasang oksimeter

untuk menjaga saturasi o2 minimun 95%. Jika

jalan napas pasien tidak terlindung bahkan

terancam untuk memperoleh o2 yang adekuat atau muntah maka pasien harus

dintubasi serta diventilasi.

3. Menilai sirkulasi : otak yang rusak tidak mentolerir hipotensi. Hentikan semua

perdarahan dengan menekan arterinya. Peerhatikan adanya cedera intra

abdomen/dadaa. Ukur dan catat frekuensi denyut jantug dan tekanan darah, pasang

EKG, pasang jalur intravnea yang besar. Berikan larutan koloid

4. Obati kejang : kejang konvulsif dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati

mula-mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dan dapat diulangi 2x

jika masih kejang. Jika tidak berhasil berikan fenitoin 15mg/kgbb.

5. Menilai tingkat keparahan : dengan menggunakan Glascow Coma Scale

6. Pada semua pasien dengan cedera kepala dan atau leher, lakukan foto tulang servikal,

kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh c1-c7 normal

7. Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang dan berat :

a. Pasang infus dengan larutan normal saline atau RL cairan isotonis lebih efektif

mengganti volume intravaskular daripada cairan hipotonis dan larutan ini tidak

menimbulkan edema serebri

b. Lakukan pemeriksaan : darah lengkap, kimia darah, AGD

c. CT scan

Pasien dengan CKR, CKS, CKB harus dievaluasi adanya :

a. Hematoma epidural

b. Darah dalam subarakhnoid dan intraventirkel

c. Kontusiio dan oerdarahan jaringan otak

d. Edema cerebri

e. Pergeran garis tengah

f. Fraktur kranium

8. Pada pasien dengan GCS <8 atau pasien dengan tanda-tanda herniasi lakukan :

a. Elevasi kepala 30 derajat

b. Hiperventilasi

c. Berikan manitol 1gr/kgbb iv dalam 20-30 menit. Dosis ulangan dapat

diberikan 4-6 jam kemudian yaitu sebesar ¼ dosis semula setiap 6 jam sampai

maksimal 48 jam I. Infus manitol 20% 500 ml, berarti terdapat kandungan

menitol 100 gram. Misal, ada pasien dengan berat badan 50 kg, maka dia

membutuhkan 1x50 gr manitol =50 gr manitol. Berarti pasien tersebut

membutuhkan 250 ml cairan infus. 250 ml cairan infus manitol harus diberikan

dalam waktu 30 menit

d. Pasang foley kateter

KOMPLIKASI

Komplikasi Lanjut3,5

Hidrosefalus kommunikans

Sindrom post traumatik

Kejang

Kronik traumatik ensephalopati

Koma vigil

BAB III

ANALISA KASUS

Pasien merupakan korban kecelakaan lalu lintas 1 jam sebelum masuk rumah sakit.

Pasien dibawa dalam keadaan tidak sadar oleh petugas polisi dan orang yang melintas. Pasien

ditabrak motor ketika menyebrang jalan. Polisi tiba di tempat kejadian 20 menit setelah

kecelakaan. Muntah tidak diketahui. Mekanisme trauma tidak diketahui.

Pada primary survey, ditemukan bahwa jalan napas pasien tidak bebas, terdapat

perdarahan yang keluar dari mulut, maka untuk membebaskan jalan napas dilakukan suction,

terdapat perdarahan. Dikarenakan pasien tidak sadar, maka dilakukan pemasangan intubasi,

serta untuk memfiksasi servikal maka dipasang collar neck. Napas pasien cepat, dengan

saturasi oksigen 35%. Pada pemeriksaan paru, ditemukan suara paru kiri hipersonor, suara

napas vesikuler paru kiri menghilang, ini merupakan tanda adanya pneumotoraks.

Kemungkinan pasien mengalami trauma di daerah dada. Dilakukan torakosintesis, berisi

udara. Saturasi oksigen menjadi 60%. Nadi 120 kali permenit, dengan tekanan darah 120/70

mmHg, curiga syok hipovolemik karena perdarahan, maka dilakukan loading cairan sebanyak

2L/ setelah dilakukan resusitasi nadi menjadi 100x/menit. Selanjutnya ialah pemeriksaan

kesadaran menggunakan Glascow Coma Scale, hal ini juga berguna untuk menentukan derajat

keparahan cedera kepala. Head injury merupakan segala trauma yang menyebabkan jejas di

scalp, tulang tengkorak atau otak. Atau dapat didefinisikan juga sebagai segala perubahan

mental status atau fungsi fisik dari seseorang setelah terjadi trauma pada kepala. Tingkat

keparahan dihitung berdasarkan GCS, dimana score 13-15 menunjukan mild head injury,

score 9-12 menunjukan moderate head injury, dan score 8 atau kurang menunjukan severe

head injury. Dengan demikian, berdasarkan GCS 3 dari pasien, pasien digolongkan dalam

severe head injury.

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan terdapat darah yang keluar dari hidung, halo

test(-), pupil dilatasi 5mm/5mm, refleks cahaya negatif. Pada temuan ini dicurigai bahwa

terjadi fraktur pada basis kranii, dikarenakan adanya rhinorea atau darah yang keluar dari

hidung. Pada pemasangan kateter terdapat gross hematuria. Gross hematuria dapat terjadi

pada trauma saluran kemih, yaitu pada ginjal, uretra, buli serta ureter. Pada pasien ini

dicurigai trauma tumpul ginjal, dikarenakan adanya hematuria serta kemungkinan terdapat

fraktur iga posterior yang biasanya menyertai trauma ginjal.

Untuk lebih memastikannya dilakukan pemeriksaan CT scan kepala, serta BNO untuk

trauma pada saluran kemih. Namun pada pasien ini tidak bisa dilakukan pemeriksaan

penunjang radiologi dikarenakan hemodinamik pasien yang tidak stabil, sehingga diagnosis

pada pasien ini tidak bisa ditegakkan. Pada pemeriksaan analisa gas darah, pasien ini

mengalami asidosis respiratorik berat. Dikarenakan pernapasan yang tidak adekuat, maka

pCO2 meningkat dan pCO2 bersifat asam sehingga pH akan menurun. Oleh karena itu

dikompensasi dengan adanya peningkatan HCO3 yang bersifat basa.

Pada pemeriksaan darah 3 jam stekah masuk rumah sakit, ditemukan Hb sebesar 7,9

yang tadinya sebesar 12,6g/dl. Hal ini diakibatkan oleh adanya perdarahan di dalam tubuh

dibuktikan dengan adanya gross hematuria. Diberikan transfusi PRC 1000cc serta FFP 500cc.

26 jam setelah kecelakaan, tekanan darah pasien terus menurun dan nadi terus

menurun, serta pupil berdilatasi maksimal dan EKG flat. Pasien dinyatakan meninggal dunia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Vital,Marcia. 2002. Traumatic Brain Injury. National Health Institute of

Neurological Disorder and Stroke:Bethesda,Maryland.

2. Greenber, Mark S. 2010. Handbook of neurosurgery 7th edition.Thieme

Publishers: Stuttgart

3. Markam,S.Trauma kapitis, Kapita Selekta Kedokteran.Edisi Kedua.Harsono.Gajah

Mada University Press, Yogyakarta, 2005

4. Lennox,Graham. 2005. Essential Neurology. Blackwell: Hongkong

5. Jong, Wim De.2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.EGC: Jakarta

6. Davis,Larrry E. 2005. Fundamentals Of Neurology Disease. Demos Medical

Publishing: New York

7. Fowler,Timothy. 2003. Clinical neurology third edition. Arnold Publishers:

London