kasus bedah anak_dimas yuliar_g9911112055

32
KASUS BEDAH ANAK ANAK LAKI-LAKI 8 TAHUN DENGAN UNDESCENSUS TESTIS BILATERAL POST ORCHIDOPEKSI Oleh : Dimas Yuliar Sevanto G9911112055 Pembimbing : Dr. Guntur Surya Alam, Sp BA

Upload: sevantosevanto

Post on 25-Jul-2015

53 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kasus Bedah Anak_Dimas Yuliar_G9911112055

KASUS BEDAH ANAK

ANAK LAKI-LAKI 8 TAHUN DENGAN UNDESCENSUS

TESTIS BILATERAL POST ORCHIDOPEKSI

Oleh :

Dimas Yuliar Sevanto G9911112055

Pembimbing :

Dr. Guntur Surya Alam, Sp BA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI

SURAKARTA

2012

Page 2: Kasus Bedah Anak_Dimas Yuliar_G9911112055

PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : An. A

No. CM : 01139519

Umur : 8 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Nama Ayah : Tn. B

Pekerjaan Ayah :Swasta

Agama : Islam

Nama Ibu : Ny. D

Pekerjaan Ibu : Ibu rumah tangga

Alamat : Kratonan RT 2/1 Serengan, Surakarta

II. ANAMNESIS

A. Keluhan Utama

Nyeri pada perut bawah saat BAK dan tidak mempunyai buah pelir

kanan maupun kiri

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Alloanamnesis dengan orang tua pasien :

Sejak lahir pasien tidak mempunyai buah pelir kanan maupun kiri.

Terdapat benjolan di perut bawah, benjolan tersebut tidak bertambah

besar. 4 hari SMRS pasien mengeluh nyeri pada perut bawah saat BAK.

Gangguan BAK (-), gangguan BAB (-), kencing batu (-), demam (-),

riwayat infeksi di saluran kencing (-).

Page 3: Kasus Bedah Anak_Dimas Yuliar_G9911112055

C. Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat sakit serupa : (-)

- Riwayat pertumbuhan terlambat : (-)

D. Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan

- Riwayat keluarga sakit serupa : (-)

- Riwayat lingkungan diare : (-)

- Riwayat alergi obat dan makanan : (-)

E. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita

- Faringitis : (-) - Enteritis : (-)

- Bronkitis : (-) - Disentri basiler : (-)

- Pneumonia : (-) - Disentri amoeba : (-)

- Morbili : (-) - Thypus : (-)

- Pertusis : (-) - Cacing : (-)

- Difteri : (-) - Operasi : (-)

- Varicella : (-) - Geger Otak : (-)

- Malaria : (-) - Fraktur : (-)

F. Riwayat Kelahiran

Pasien lahir saat usia kandungan 9 bulan, lahir per vaginam

Berat badan saat lahir 3,1 kg

G. Riwayat Imunisasi

Riwayat imunisasi sesuai dengan KMS

H. Riwayat Makan Minum Anak

Pasien diberi ASI Eksklusif sampai usia 6 bulan kemudian diberi

makanan pendamping ASI, makanan, dan ASI sampai usia 2 tahun.

Page 4: Kasus Bedah Anak_Dimas Yuliar_G9911112055

III. Pemeriksaan Fisik (pada tanggal 25 Juli 2012, post OP)

A. Keadaan Umum

- Keadaan umum : sedang

- Derajat kesadaran : compos mentis

- Derajat gizi : gizi normal

B. Tanda vital

- Frekuensi nadi : 100x/menit rguler

- Frekuensi pernafasan : 22x/menit

- Suhu : 37,5 C

C. Kulit

Kulit sawo matang, kering (-),ujud kelainan kulit (-),hiperpigmentasi (-)

D. Kepala

Mesocephal

E. Wajah

Oedema (-), wajah orang tua (-)

F. Mata

Cekung (-/-), air mata(+/+), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik(-/-)

G. Hidung

Nafas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-), deviasi (-/-)

H. Mulut

Mukosa basah (+), sianosis (-), pucat (-), kering (-)

I. Telinga

Daun telinga dalam batas normal, sekret (-)

Page 5: Kasus Bedah Anak_Dimas Yuliar_G9911112055

J. Tenggorok

Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1-T1

K. Leher

Bentuk normocolli, limfonodi tidak membesar, glandula thyroid tidak

membesar, kaku kuduk (-), gerak bebas, deviasi trakhea (-)

L. Thoraks

Bentuk : normochest, retraksi (-), gerakan dinding dada simetris

Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat

Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan=kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan=kiri

Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+)

Suara tambahan (-/-)

M. Abdomen

Inspeksi : perut distended (-), darm contour (-), darm stifung (-),

tampak luka operasi tertutup verban di regio lumbalis dextra

dan lumbalis sinistra.

Auskultasi : bising usus (+)

Perkusi : timpani

Palpasi : supel, massa (-), nyeri tekan (-)

Page 6: Kasus Bedah Anak_Dimas Yuliar_G9911112055

N. Ekstremitas

Oedema

- -

- -

Akral dingin

- -

- -

O. Genital

Tampak luka operasi tertutup verban di skrotum.

Testis teraba di skrotum.

Meatus uertra externum terletak di glans penis.

IV. ASSESSMENT 1

Suspect undescensus testis bilateral

V. PLANNING 1

- Cek laboratorium darah rutin

- USG urologi

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 14 Juli 2012

Hemoglobin : 11,0 g/dL

Hematokrit : 33 %

Eritrosit : 6,5 ribu/uL

Trombosit : 248 ribu/uL

Leukosit : 4,03 ribu/uL

Page 7: Kasus Bedah Anak_Dimas Yuliar_G9911112055

Gula darah puasa : 97 mg/dl

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 23 Juli 2012

PT : 12,2 detik

APTT : 29,6 detik

Albumin : 4,3 g/dl

Kreatinin : 0,5 mg/dl

Ureum : 39 mg/dl

Natrium : 141 mmol/L

Kalium : 3,7 mmol/L

Klorida : 106 mmol/L

Hasil USG Urologi

Undescensus testiculorum bilateral

VII. ASSESSMENT 2

Undescensus testis bilateral

VIII. PLANNING 2

- Konsul Anestesi

- Pro Orchidopeksi

Page 8: Kasus Bedah Anak_Dimas Yuliar_G9911112055

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Undescended testis (UDT) adalah suatu kondisi dimana testis tidak dijumpai pada

tempat yang semestinya yaitu di dalam skrotum. Dalam hal ini mungkin testis tidak

mampu mencapai skrotum tetapi masih berada pada jalurnya yang normal, keadaan

ini disebut kriptorkismus, atau pada proses desensus, testis tersesat (keluar) dari

jalurnya yang normal, keadaan ini disebut sebagai testis ektopik. 1,2

2. Epidemiologi

UDT merupakan kelainan genitalia kongenital tersering pada anak laki-

laki. Pada bayi prematur sekitar 30,3% dan sekitar 3,4% pada bayi cukup bulan. Bayi

dengan berat lahir < 900 gram seluruhnya mengalami UDT, sedangkan dengan berat

lahir <1800 gram sekitar 68,5 % UDT. Dengan bertambahnya umur menjadi 1 tahun,

insidennya menurun menjadi 0,8 %, angka ini hampir sama dengan populasi

dewasa.1,2,6

Tabel 1. Data prevalensi UDT berdasarkan umur

Page 9: Kasus Bedah Anak_Dimas Yuliar_G9911112055

Dua pertiga kasus mengalami UDT unilateral dan sisanya UDT bilateral. Dengan

bertambahnya usia, testis mengalami desensus secara spontan sekitar 70-77%

biasanya pada usia 3 bulan, sehingga pada saat usia 1 tahun angka kejadian UDT

turun menjadi 1% dibandingkan saat lahir 3,7%. Setelah usia 1 tahun, testis yang

letaknya abnormal jarang dapat mengalami desensus testis secara spontan.1,2

3. Embriologi dan Proses Penurunan Testis

Pada minggu keenam umur kehamilan primordial germ cells mengalami migrasi

dari yolk sac ke-genital ridge. Dengan adanya gen SRY (sex determining region Y),

maka akan berkembang menjadi testis pada minggu ke-7. Testis yg berisi prekursor

sel-sel Sertoli besar (yang kelak menjadi tubulus seminiferous dan sel-sel Leydig

kecil) dengan stimulasi FSH yang dihasilkan pituitary mulai aktif berfungsi sejak

minggu ke-8 kehamilan dengan mengeluarkan MIF (Müllerian Inhibiting Factor),

yang menyebabkan involusi ipsilateral dari duktus mullerian. MIF juga

meningkatkan reseptor androgen pada membran sel Leydig. Sel- Pada minggu ke-10-

11 kehamilan, akibat stimulasi chorionic gonadotropin yang dihasilkan plasenta dan

LH dari pituitary sel-sel Leydig akan mensekresi testosteron yang sangat esensial

bagi diferensiasi duktus Wolfian menjadi epididimys, vas deferens, dan vesika

seminalis.1,6,7

Penurunan testis dimulai pada sekitar minggu ke-10. Walaupun mekanismenya

belum diketahui secara pasti, namun para ahli sepakat bahwa terdapat beberapa

faktor yang berperan penting, yakni: faktor endokrin, mekanik (anatomik), dan

neural. Terjadi dalam 2 fase yang dimulai sekitar minggu ke-10 kehamilan segera

setelah terjadi diferensiasi seksual. Fase transabdominal dan fase inguinoscrotal.

Keduanya terjadi dibawah kontrol hormonal yang berbeda. 1,6,7

Fase transabdominal terjadi antara minggu ke-10 dan 15 kehamilan, di mana

testis mengalami penurunan dari urogenital ridge ke regio inguinal. Hal ini terjadi

karena adanya regresi ligamentumsuspensorium cranialis dibawah pengaruh

androgen (testosteron), disertai pemendekan gubernaculum (ligamen yang

melekatkan bagian inferior testis ke-segmen bawah skrotum) di bawah pengaruh

MIF.Dengan perkembangan yang cepat dari regio abdominopelvic maka testis akan

terbawa turun ke daerah inguinal anterior. Pada bulan ke-3 kehamilan terbentuk

processus vaginalis yang secara bertahap berkembang ke-arah skrotum. Selanjutnya

fase ini akan menjadi tidak aktif sampai bulan ke-7 kehamilan. 1,6,7

Page 10: Kasus Bedah Anak_Dimas Yuliar_G9911112055

Gambar 2. Skema penurunan testis menurut Hutson.

Keterangan gambar :Antara minggu ke- 8–15 gubernaculum (G) berkembang

pada laki-laki, mendekatkan testis (T) ke-inguinal. Ligamentum suspensorium

cranialis (CSL) mengalami regresi. Migrasi gubernaculum ke-skrotum terjadi pada

minggu ke- 28 35. B:Peranan gubernaculum dan CSL pada diferensiasi seksual

rodent. Pada jantan CSL mengalami regresi dan gubernaculum mengalami

perkembangan; sebaliknya pada betina CSL menetap, dan gubernaculum menipis

dan memanjang.

Fase inguinoscrotal terjadi mulai bulan ke-7 atau minggu ke-28 sampai dengan

minggu ke-35 kehamilan. Testis mengalami penurunan dari regio inguinal ke-dalam

skrotum dibawah pengaruh hormon androgen. Mekanismenya belum diketahui

secara pasti, namun diduga melalui mediasi pengeluaran calcitonin gene-related

peptide (CGRP). Androgen akan merangsang nervus genitofemoral untuk

mengeluarkan CGRP yang menyebabkan kontraksi ritmis dari gubernaculum.Faktor

mekanik yang turut berperan pada fase ini adalah tekanan abdominal yang

meningkat yang menyebabkan keluarnya testis dari cavum abdomen, di samping itu

tekanan abdomen akan menyebabkan terbentuknya ujung dari processus vaginalis

Page 11: Kasus Bedah Anak_Dimas Yuliar_G9911112055

melalui canalis inguinalis menuju skrotum.Proses penurunan testis ini masih bisa

berlangsung sampai bayi usia 9-12 bulan. 1,6,7

4. Etiologi

Mekanisme terjadinya UDT berhubungan dengan banyak faktor (multifaktorial)

yaitu (1) Perbedaaan pertumbuhan relatif tubuh terhadap funikulus spermatikus atau

gubernakulum, (2) peningkatan tekanan abdomen, (3) faktor hormonal: testosteron,

MIS, and extrinsic estrogen, (4) Perkembangan epididimis, (5) Perlekatan

gubernakular (6) Genito femoral nerve/calcitonin gene-related peptide (CGRP), (7)

Sekunder pasca-operasi inguinal yang menyebabkan jaringan ikat.1,2,3

UDT juga dapat terjadi karena adanya kelainan pada (1) gubernakulum testis, (2)

kelainan intrinsik testis, atau (3) defisiensi hormon gonadotropin yang memacu

proses desensus testis. Beberapa penelitian telah mengidentifikasi kelompok bayi

baru lahir yang beresiko mengalami UDT untuk mencari riwayat alami dan faktor-

faktor yang mempengaruhi desensus setelah lahir. Penelitian ini menemukan bahwa

UDT secara signifikan lebih banyak ditemukan pada bayi prematur, kecil untuk

masa kehamilan, berat bayi baru lahir yang rendah, dan kembar.1,2

UDT dapat merupakan kelainan tunggal yang berdiri sendiri (isolated anomaly),

ataupun bersamaan dengan kelainan kromosom, endokrin, intersex, dan kelainan

bawaan lainnya. Bila disertai dengan kelainan bawaan lain seperti hipospadia

kemungkinan lebih tinggi disertai dengan kelainan kromosom (sekitar 12 – 25 %).1,6

Terdapat faktor keturunan terjadinya UDT pada kasus-kasus yang isolated, di

samping itu testis sebelah kanan lebih sering mengalami UDT. Sekitar 4,0 % anak-

anak UDT mempunyai ayah yang UDT, dan 6,2–9,8% mempunyai saudara laki-laki

UDT; atau secara umum terdapat risiko 3,6 kali terjadi UDT pada laki-laki yang

mempunyai anggota keluarga UDT dibanding dengan populasi umum.1,2,6

5. Klasifikasi

UDT dikelompokkan menjadi 3 tipe:

a. UDT sesungguhnya (true undescended): testis mengalami penurunan

parsial melalui jalur yang normal, tetapi terhenti. Dibedakan menjadi

teraba (palpable) dan tidak teraba (impalpable).

b. Testis ektopik: testis mengalami penurunan di luar jalur penurunan yang

normal.

Page 12: Kasus Bedah Anak_Dimas Yuliar_G9911112055

c. Testis retractile: testis dapat diraba/dibawa ke-dasar skrotum tetapi akibat

refleks kremaster yang berlebihan dapat kembali segera ke-kanalis

inguinalis, bukan termasuk UDT yang sebenarnya.

Pembagian lain membedakan true UDT menurut lokasi terhentinya testis,

menjadi: abdominal, inguinal, dan suprascrotal (gambar 2).Gliding testis atau

sliding testis adalah istilah yang dipakai pada keadaan UDT dimana testis dapat

dimanipulasi hingga bagian atas skrotum, tetapi segera kembali begitu tarikan

dilepaskan.1,2,6

Gliding testis harus dibedakan dengan testis yang retraktil, gliding testis terajadi

akibat tidak adanya gubernaculum attachment, dan mempunyai processus vaginalis

yang lebar sehingga testis sangat mobile dan meningkatkan risiko terjadinya

torsi.Dengan melakukan overstrecht selama 1 menit pada saat pemeriksaan fisik

(untuk melumpuhkan refleks cremaster), testis yang retraktil akan menetap di dalam

skrotum, sedangkan gliding testis akan tetap kembali ke-kanalis inguinalis.1,2,6

Gambar 3. Kemungkinan lokasi testis pada true UDT dan ektopik testis.

Page 13: Kasus Bedah Anak_Dimas Yuliar_G9911112055

6. Patogenesis dan Patofisiologi

Suhu di dalam rongga abdomen kurang lebih 1-20C lebih tinggi daripada suhu di

dalam skrotum, sehingga testis abdominal selalu mendapatkan suhu yang lebih tinggi

daripada testis normal; hal ini mengakibatkan kerusakan sel-sel germinal testis. 1,2

Pada usia 2 tahun, sebanyak 1/5 bagian dari sel-sel germinal testis telah

mengalami kerusakan, sedangkan pada usia 3 tahun hanya 1/3 sel-sel germinal yang

masih normal. Kerusakan ini makin lama makin progresif dan akhirnya testis

menjadi mengecil. Karena sel-sel Leydig sebagai penghasil hormon androgen tidak

ikut rusak, maka potensi potensi seksual tidak mengalami gangguan. Akibat lain

yang ditimbulkan dari letak testis yang tidak berada di skrotum adalah mudah

terpluntir (torsio), mudah terkena trauma, dan lebih mudah mengalami degenerasi

maligna.1-3

7. Diagnosis

7.1. Anamnesis

Pada anamnesis, tentukan apakah testis pernah teraba di skrotum, riwayat

operasi daerah inguinal, riwayat prenatal: terapi hormonal pada ibu untuk

reproduksi, kehamilan kembar, prematuritas, riwayat keluarga: UDT, hipospadia,

infertilitas, intersex, pubertas prekoks. Pada anamnesis juga, yang harus digali

adalah tentang prematuritas penderita (30% bayi prematur mengalami UDT),

penggunaan obat-obatan saat ibu hamil (estrogen), riwayat operasi inguinal.

Harus dipastikan juga apakah sebelumnya testis pernah teraba di skrotum pada

saat lahir atau tahun pertama kehidupan (testis retractile akibat refleks cremaster

yang berlebihan sering terjadi pada umur 4-6 tahun). Perlu juga digali riwayat

perkembangan mental anak, dan pada anak yang lebih besar bisa ditanyakan ada

tidaknya gangguan penciuman (biasanya penderita tidak menyadari). Riwayat

keluarga tentang UDT, infertilitas, kelainan bawaan genitalia, dan kematian

neonatal.1,2

Inspeksi pada regio skrotum terlihat hipoplasia kulit skrotum karena tidak

pernah ditempati oleh testis. Pada palpasi, testis tidak teraba di kantung skrotum,

melainkan berada di inguinal atau di tempat lain. Pada saat melakukan palpasi

untuk mencari keberadaan testis, jari tangan pemeriksa harus dalam keadaan

hangat.1,2

Page 14: Kasus Bedah Anak_Dimas Yuliar_G9911112055

Jika kedua buah testis tidak diketahui tempatnya, harus dibedakan dengan

anorkismus bilateral (tidak mempunyai testis). Untuk itu perlu dilakukan

pemeriksaan hormonal antara lain hormon testosteron, kemudian dilakukan uji

dengan pemberian hormon hCG (human chorionic gonadotropin). 1,2

7.2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan sebaiknya dilakukan di ruangan yang tenang dan hangat.

Pemeriksaan secara umum harus dilakukan dengan mencari adanya tanda-tanda

sindrom tertentu, dismorfik, hipospadia, atau genitalia ambigua. 1,2,6

Pemeriksaan testis sebaiknya dilakukan pada posisi terlentang dengan ”frog

leg position” dan jongkok. Dengan 2 tangan yang hangat dan akan lebih baik bila

menggunakan jelly atau sabun, dimulai dari SIAS menyusuri kanalis inguinalis

ke-arah medial dan skrotum. Bila teraba testis harus dicoba untuk diarahkan ke-

skrotum, dengan kombinasi ”menyapu” dan ”menarik” terkadang testis dapat

didorong ke-dalam skrotum. Dengan mempertahankan posisi testis didalam

skrotum selama 1 menit, otot-otot cremaster diharapkan akan mengalami

”fatigue”; bila testis dapat bertahan di dalam skrotum, menunjukkan testis yang

retractile sedangkan pada UDT akan segera kembali begitu testis dilepas.

Tentukan lokasi, ukuran dan tekstur testis.1,2,6

Testis yang atropi atau vanishing testis dapat dijumpai pada jalur penurunan

yang normal. Kemungkinan etiologinya adalah iskemia masa neonatal akibat

torsi. Testis kontra lateralnya biasanya mengalami hipertrofi.Lokasi UDT

tersering terdapat pada kanalis inguinalis (72%), diikuti supraskrotal (20%), dan

intra-abdomen (8%). Sehingga pemeriksaan fisik yang baik dapat menentukan

lokasi UDT tersebut. 1,2,6

Adanya UDT bilateral yang tidak teraba gonad/testis apalagi disertai

hipospadia dan virilisasi, harus dipikirkan kemungkinan intersex, individu dengan

kromosom XX yang mengalami female pseudo-hermaphroditism yang berat; atau

Anorchia kongenital sebagai akibat torsi testis in utero.3,13,15 Sedangkan simple

UDT merupakan hal yang seringkali dijumpai terutama pada bayi yang prematur,

akan tetapi masih dapat terjadi penurunan testis dalam tahun pertama

kehidupannya. 1,2,6

Page 15: Kasus Bedah Anak_Dimas Yuliar_G9911112055

7.3. Pemeriksaan Laboratorium

Pada anak dengan UDT unilateral tidak memerlukan pemeriksaan

laboratorium lebih lanjut.Sedangkan pada UDT bilateral tidak teraba testis

dengan disertai hipospadia dan virilisasi, diperlukan pemeriksaan analisis

kromosom dan hormonal (yang terpenting adalah 17 hydroxyprogesterone) untuk

menyingkirkan kemungkinan intersex.1,2,6

Setelah menyingkirkan kemungkinan intersex, pada penderita UDT bilateral

dengan usia < 3 bulan dan tidak teraba testis, pemeriksaan LH, FSH, dan

testosteron akan dapat membantu menentukan apakah terdapat testis atau tidak.

Bila umur telah mencapai di atas 3 bulan pemeriksaan hormonal tersebut harus

dilakukan dengan melakukan stimulasi test menggunakan hCG (human chorionic

gonadotropin hormone). Ketiadaan peningkatan kadar testosteron disertai

peningkatan LH/FSH setelah dilakukan stimulasi mengindikasikan anorchia.1,2,6

Prinsip stimulasi test dengan hCG atau hCG test adalah mengukur kadar

hormon testosteron pada keadaan basal dan 24-48 jam setelah stimulasi. Respon

testosteron normal pada hCG test sangat tergantung umur penderita. Pada bayi,

respon normal setelah hCHG test bervariasi antara 2-10x bahkan 20x. Pada masa

kanak-kanak, peningkatannya sekitar 5-10x. Sedangkan pada masa pubertas,

dengan meningkatnya kadar testosteron basal, maka peningkatan setelah

stimulasi hCG hanya sekitar 2-3x. 1,2,6

7.4. Pemeriksaan Radiologi

USG hanya dapat membantu menentukan lokasi testis terutama di daerah

inguinal, di mana hal ini akan mudah sekali dilakukan perabaan dengan tangan.3

Pada penelitian terhadap 66 kasus rujukan dengan UDT tidak teraba testis, USG

hanya dapat mendeteksi 37,5% (12 dari 32) testis inguinal; dan tidak dapat

mendeteksi testis intra-abdomen.17 Hal ini tentunya sangat tergantung dari

pengalaman dan kwalitas alat yang digunakan.1,6

CT scan dan MRI mempunyai ketepatan yang lebih tinggi dibandingkan

USG terutama diperuntukkan testis intra-abdomen (tak teraba testis). MRI

mempunyai sensitifitas yang lebih baik untuk digunakan pada anak-anak yang

lebih besar (belasan tahun).3,4,5 MRI juga dapat mendeteksi kecurigaan keganasan

testis.5 Baik USG, CT scan maupun MRI tidak dapat dipakai untuk mendeteksi

vanishing testis ataupun anorchia.1,6

Page 16: Kasus Bedah Anak_Dimas Yuliar_G9911112055

Dengan ditemukannya metode-metode yang non-invasif maka penggunaan

angiografi (venografi) untuk mendeteksi testis yang tidak teraba menjadi semakin

berkurang. Metode ini paling baik digunakan untuk menentukan vanishing testis

ataupun anorchia.Dengan metode ini akan dapat dievaluasi pleksus

pampiniformis, parenkim testis, dan blind-ending dari vena testis (pada

anorchia).5 Kelemahannya selain infasif, juga terbatas pada umur anak-anak yang

lebih besar mengingat kecilnya ukuran vena-vena gonad. 1,6

7.5. Laparoskopi

Metode laparoskopi pertama kali digunakan untuk mendeteksi UDT tidak

teraba testis pada tahun 1976. Metode ini merupakan metode infasif yang cukup

aman oleh ahli yang berpengalaman. Sebaiknya dilakukan pada anak yang lebih

besar dan setelah pemeriksaan lain tidak dapat mendeteksi adanya testis di

inguinal. 1,6

Beberapa hal yang dapat dievaluasi selama laparoskopi adalah: kondisi

cincin inguinalis interna, processus vaginalis (patent atau non-patent), testis dan

vaskularisasinya serta struktur wolfian-nya.6 Tiga hal yang sering dijumpai saat

laparoskopi adalah: blind-ending pembuluh darah testis yang mengindikasikan

anorchia (44%), testis intra-abdomen (36%), dan struktur cord (vasa dan vas

deferens) yang keluar ke-dalam cincin inguinalis interna. 1,6

8. Diagnosis Banding

Seringkali dijumpai testis yang biasanya berada di kantung skrotum tiba-tiba

berada di daerah inguinal dan pada keadaan lain kembali ke tempat semula. Keadaan

ini terjadi karena reflek otot kremaster yang terlalu kuat akibat cuaca dingin, atau

setelah melakukan aktifitas fisik. Hal ini disebut sebagai testis retraktil atau

kriptorkismus fisiologis dan kelainan ini tidak perlu diobati. Selain itu UDT perlu

dibedakan dengan anorkismus, yaitu testis memang tidak ada. Hal ini bias terjadi

secara congenital memang tidak terbentuk testis, atau testis yang mengalami atrofi

akibat torsio in utero atau torsio pada saat neonatus.1,2

9. Penatalaksanaan

Page 17: Kasus Bedah Anak_Dimas Yuliar_G9911112055

Tujuan terapi UDT yang utama dan dianut hingga saat ini adalah memperkecil

risiko terjadinya infertilitas dan keganasan dengan melakukan reposisi testis kedalam

skrotum baik dengan menggunakan terapi hormonal ataupun dengan cara

pembedahan (orchiopexy).1,6

Penatalaksanaan yang terlambat pada UDT akan menimbulkan efek pada testis di

kemudian hari. Dengan asumsi bahwa jika dibiarkan testis tidak dapat turun sendiri

setelah usia 1 tahun, sedangkan setelah usia 2 tahun terjadi kerusakan testis yang

cukup bermakna, maka saat yang tepat untuk melakukan terapi adalah pada usia 1

tahun. Pada prinsipnya testis yang tidak berada di skrotum harus diturunkan ke

tempatnya, baik dengan cara medikamentosa maupun pembedahan. 1,6

UDT meningkatkan risiko infertilitas dan berhubungan dengan risiko tumor sel

germinal yang meningkat 3-10 kali. Atrofi testis terjadi pada usia 5-7 tahun, akan

tetapi perubahan morfologi dimulai pada usia 1-2 tahun. Risiko kerusakan histologi

testis juga berhubungan dengan letak abnormal testis. Pada awal pubertas, lebih dari

90% testis kehilangan sel germinalnya pada kasus intraabdomen, sedangkan pada

kasus testis inguinal dan preskrotal, penurunan sel geminal mencapai 41% dan

20%.1,2

Gambar 4. Penatalaksanaan kriptorkismus yang didapat.

Page 18: Kasus Bedah Anak_Dimas Yuliar_G9911112055

Gambar 5. Penatalaksanaan kriptorkismus Kongenital.

9.1. Terapi Hormonal

Terapi hormonal primer lebih banyak digunakan di Eropa. Hormon yang

diberikan adalah hCG, gonadotropinreleasinghormone (GnRH) atau LH-

releasing hormone (LHRH). Terapi hormonal meningkatkan produksi

testosteron dengan menstimulasi berbagai tingkat jalur hipotalamus-pituitary-

gonadal. Terapi ini berdasarkan observasi bahwa proses turunnya testis

berhubungan dengan androgen. Tingkat testosteron lebih tinggi bila diberikan

hCG dibandingkan GnRH. Semakin rendah letak testis, semakin besar

kemungkinan keberhasilan terapi hormonal.1,2,5

International Health Foundation menyarankan dosis hCG sebanyak 250

IU/ kali pada bayi, 500 IU pada anak sampai usia 6 tahun dan 1000 IU pada

anak lebih dari 6 tahun. Terapi diberikan 2 kali seminggu selama 5 minggu.

Angka keberhasilannya 6 – 55%. Secara keseluruhan, terapi hormon efektif

pada beberapa kelompok kasus, yaitu testis yang terletak di leher skrotum atau

UDT bilateral. Efek samping adalah peningkatan rugae skrotum, pigmentasi,

rambut pubis dan pertumbuhan penis. Pemberian dosis lebih dari 15000 IU

dapat menginduksi fusi epiphyseal plate dan mengurangi pertumbuhan

somatik.1,6

Pemberian hormonal pada kriptorkismus banyak memberikan hasil

terutama pada kelainan bilateral, sedangkan pada kelainan unilateral hasilnya

Page 19: Kasus Bedah Anak_Dimas Yuliar_G9911112055

masih belum memuaskan. Obat yang sering dipergunakan adalah hormone hCG

yang disemprotkan intranasal.5

9.2. Pembedahan

Apabila hormonal telah gagal, terapi standar pembedahan untuk kasus

UDT adalah orchiopexy. Keputusan untuk melakukan orchiopexy harus

mempertimbangkan berbagai faktor, antara lain teknis, risiko anastesi,

psikologis anak, dan risiko bila operasi tersebut ditunda.

Operasi pada kriptorkismus adalah orchiopexy. Tujuan operasi pada

kriptorkismus adalah: (1) mempertahankan fertilitas, (2) mencegah timbulnya

degenerasi maligna, (3) mencegah kemungkinan terjadinya torsio testis, (4)

melakukan koreksi hernia, dan (5) secara psikologis mencegah terjadinya rasa

rendah diri karena tidak mempunyai testis. Operasi yang dikerjakan adalah

orkidopeksi yaitu meletakkan testis ke dalam skrotum dengan melakukan fiksasi

pada kantung sub dartos.

Tabel. 2 Jenis Tindakan Pembedahan pada Kelaianan UDT dan Tingkat

Keberhasilannya

Page 20: Kasus Bedah Anak_Dimas Yuliar_G9911112055

Gambar 6. Orchiopexy.

Keterangan gambar:

Orchiopexy digunakan untuk memperbaiki UDT pada anak-anak. Satu insisi dibuat pada

abdomen yang merupakan lokasi UDT, dan insisi lain dibuat pada skrotum (A). Testis

dipisahkan dari jaringan sekitarnya (B) dan dikeluarkan dari insisi abdomen menempel

pada spermatic cord (C). Testis kemudian dimasukkan turun ke dalam skrotum (D) dan

dijahit (E).

Beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat tindakan pembedahan

Orchiopexy antara lain 1,6 :

1. Posisi testis yang tidak baik karena diseksi retroperitoneal yang tidak komplit

(10% kasus)

2. Atrofi testis karena devaskularisasi saat membuka funikulus (5% kasus)

3. Trauma pada vas deferens ( 1–2% kasus)

4. Pasca-operasi torsio

5. Epididimoorkhitis

6. Pembengkakan skrotum

Page 21: Kasus Bedah Anak_Dimas Yuliar_G9911112055

10. Komplikasi UDT

Telah lama diketahui bahwa komplikasi utama yang dapat terjadi pada UDT

adalah keganasan testis dan infertilitas akibat degenerasi testisDi samping itu disebut

juga terjadinya torsi testis, dan hernia inguinalis. 1,6

a. Risiko Keganasan

Teradapat hubungan yang erat antara UDT dan keganasan testis. Insiden

keganasan testis sebesar 1-6 pada setiap 500 laki-laki UDT di Amerika. Risiko

terjadinya keganasan testis yang tidak turun pada anak dengan UDT dilaporkan

berkisar 10-20 kali dibandingkan pada anak dengan testis normal.Makin tinggi

lokasi UDT makin tinggi risiko keganasannya, testis abdominal mempunyai

risiko menjadi ganas 4x lebih besar dibanding testis inguinal. 1,6

Orchiopexi sendiri tidak akan mengurangi risiko terjadinya keganasan, tetapi

akan lebih mudah melakukan deteksi dini keganasan pada penderita yang telah

dilakukan orchiopexy. 1,6

b. Infertilitas

Penderita UDT bilateral mengalami penurunan fertilitas yang lebih berat

dibandingkan penderita UDT unilateral, dan apalagi dibandingkan dengan

populasi normal. Penderita UDT bilateral mempunyai risiko infertilitas 6x lebih

besar dibandingkan populasi normal (38% infertil pada UDT bilateral

dibandingkan 6% infertil pada populasi normal), sedangkan pada UDT unilateral

berisiko hanya 2x lebih besar. 1,6

Komplikasi infertilitas ini berkaitan dengan terjadinya degenerasi pada UDT.

Biopsi pada anak-anak dan binatang coba UDT menunjukkan adanya penurunan

volume testis, jumlah germ cells dan spermatogonia dibandingkan dengan testis

yang normal. Biopsi testis pada anak dengan UDT unilateral yang dilakukan

sebelum umur 1 tahun menunjukkan gambaran yang tidak berbeda bermakna

dengan testis yang normal. 1,6

Perubahan gambaran histologis yang bermakna mulai tampak setelah umur 1

tahun, semakin memburuk dengan bertambahnya umur. Tidak seperti risiko

keganasan, penurunan testis lebih dini akan mencegah proses degenerasi lebih

lanjut. 1,6

Page 22: Kasus Bedah Anak_Dimas Yuliar_G9911112055

DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto; 2003. h.137-

40.

2. Schneck FX, Bellinger MF. Abnormalities of the testes and scrotum and their

surgical management. Dalam: Walsh PC. Campbell‘sUrology Vol 1. 8th edition.

Philadelphia: WB Saunders Company.2000

3. Tanagho EA, Nguyen HT. Embriology of the Genitourinary System. Dalam:

Tanagho EA, McAninch JW. Smith’s General Urology. Edisi 17. California: The

McGraw Hill companies; 2000. h.23-45.

4. Docimo, S. G., R. I. Silver, and W. Cromie. The Undescended Testicle:

Diagnosis and Management.American Family Physician, 62 (November 1,

2000): 2037–2044, 2047–2048.

5. Batubara JRL. Terapi hormonal pada kriptorkismus.Disampaikan pada

Simposium Sehari Tatalaksana Optimal Kriptorkismus, Jakarta, 13 Agustus,

1994.

6. Kolon TF. Cryptorchidism. 2002. Diunduh dari

http://www.emedicine.com/med/topic2707.html. ( diakses tanggal 23 Juli 2012)

7. Sadler. Embriologi Kedokteran LANGMAN. Edisi ke-7. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2000. h.280-310.

8. Dogra VS, Mojibian H. Cryptorchidism. In:

http://www.emedicine.com/radio/topic201.htm ( diakses tanggal 23 Juli 2012)