kmb fix
DESCRIPTION
myopiaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Kita hidup di jaman modern dimana dalam kegiatan harian saat ini selalu
berhubungan dengan komputer sebagai sarana penunjang. Tak jarang setiap hari kita
menggunakan komputer untuk kepentingan kerja, kuliah, dll, dalam waktu yang cukup
lama. Sehingga mata sebagai indera penglihatan lama kelamaan akan merasa lelah bila
dipaksakan menatap terus layar monitor komputer.
Jika sudah begini akan ada gangguan kesehatan yang memengaruhi daya kerja
mata. Lebih dari sekedar gangguan penglihatan pada mata, sejumlah penyakit mata bisa
berujung pada kebutaan. Sebagai salah satu indra yang penting peranannya , mata
memang perlu dijaga agar tetap sehat. Data Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO )
menyatakan, bahwa sekitar 180 juta orang di dunia mengalami gangguan penglihatan.
Sekitar 40 - 45 juta di antaranya bahkan mengalami kebutaan.
Sementara itu setiap tahun terhitung sekitar 7 juta orang di dunia menjadi buta
dikarenakan penyakit yang menyerang mata. Hal yang memprihatinkan 80 persen
gangguan mata yang serius dan kasus kebutaan sebenarnya bisa dihindari. Begitu
pentingnya arti mata sehat agar berfungsi dengan baik, maka perawatan mata setiap hari
tidak boleh kita lupakan.
Gangguan penglihatan secara umum bisa dibedakan menjadi gangguan pada
lensa mata, infeksi dan penyakit yang menyerang mata. Penyakit mata bersifat
degeneratif maupun komplikasi dengan penyakit lain yang mengakibatkan indra mata
ikut terganggu fungsinya. Beberapa gangguan penglihatan di antaranya : Gangguan
penglihatan akibat masalah pada lensa mata yang umum dijumpai, adalah miopi atau
rabun jauh. Lalu hipermetropi atau rabun dekat. Fitur Klasika Penglihatan menyatakan,
Penyakit mata yang kini populer adalah katarak, glukoma, degenerasi macula,
ablasio retina dan trakoma. Katarak adalah penyakit mata akibat penebalan lensa mata.
Biasanya katarak dijumpai pada orang lanjut usia. Namun karena aspek-aspek lain
seperti paparan sinar matahari terlalu tinggi, katarak bisa dijumpai pada usia yang lebih
1
muda. Glaukoma merupakan penyakit mata yang menyebabkan kemunduran daya
penglihatan secara bertahap sehingga penderitanya menjadi buta. Ini bisa terjadi akibat
komplikasi penyakit seperti diabetes dan kecelakaan yang mengenai mata.
Maka dari itu kita harus menjaga kesehatan mata agar mata tidak mengalami
degenerasi yang cepat, jagalah pola makan, dan usahakan makan yang bergizi, agar mata
anada tetap sehat. Mata merupakan organ penting bagi manusia.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Mudah-Mudahan makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi para pembaca
Mudah-mudahan dengan danya makalah ini para pembaca dapat menjaga dan
merawat matanya dari degenerasi (myopia, hipermetropi, katarak, dan glaukoma)
2. Tujuan Khusus
Mengetahui pengebab degenerasi pada mata
Mengerti tentang pentingnya perawatan mata
Mengetahui cara mencegah degenerasi pada mata
C. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana cara mencegah katarak
2. Bagaimana cara mencegah glaukoma
3. Apa penyebab dari degenrasi
4. Bagaimana cara agar tidak terkena kelainan myopia dan hipermetropi
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. MIOPI
1. Pengertian
Miopi (dari bahasa Yunani: μυωπία myopia "penglihatan-dekat") atau rabun
jauh adalah sebuah kerusakan refraktif mata di mana citra yang dihasilkan berada di
depan retina ketika akomodasi dalam keadaan santai. Miopi dapat terjadi karena bola
mata yang terlalu panjang atau karena kelengkungan kornea yang terlalu besar
sehingga cahaya yang masuk tidak difokuskan secara baik dan objek jauh tampak
buram. Penderita penyakit ini tidak dapat melihat jarak jauh dan dapat ditolong
dengan menggunakan kacamata negatif (cekung).
Rabun jauh atau miopi merupakan cacat mata yang terjadi karena lensa mata
tidak dapat menipis sebagaimana mestinya. Akibatnya, berkas cahaya dari objek jauh
tak berhingga terfokus dan membentuk bayangan di depan retina (jadi benda tidak
terlihat jelas). Jadi titik jauh mata tidak berada di jauh tak berhingga, tetapi pada jarak
tertentu dari mata. Dengan demikian, penderita rabun jauh tidak dapat melihat objek
yang sangat jauh (tak berhingga).
Myopia juga didefinisikan sebagai ketidaksesuaian antara kekuatan refraksi
media refrakta dengan panjang sumbu bola mata dimana berkas sinar paralel yang
masuk berkonvergensi pada satu titik fokus di anterior retina. Kelainan ini bisa
dikoreksi dengan lensa divergen atau lensa minus.
Kelainan refraksi pada mata myop
3
Diagnosa ditegakkan berdasarkan pada pemeriksaan refraksi dan gambaran
klinis yang tipikal. Pasien myopia merupakan penglihat dekat yang baik. Ketika
melihat jauh, mereka akan memicingkan mata sebagai usaha untuk memperjelas visus.
Hal ini bisa ditemukan pada anak usia sekolah penderita myopia. Ketika mereka
melihat ke papan tulis, maka seringkali mereka memicingkan mata. Beberapa
perubahan morfologi yang tipikal antara lain: penipisan sclera, esotropia (tampak jelas
pada penderita anak-anak), COA (Camera Occuli Anterior) yang dalam, atrofi
m.ciliaris, dan vitreus yang opak yang dirasakan penderita sebagai sensasifloaters.
Pada miopi, refraksi sinar terlalu konvergen, sehingga bayangan terbentuk di
depan retina. Penderita miopi memiliki visus < 6/6 dan kesulitan melihat benda yang
terletak jauh. Secara prinsip, penderita miopi terlalu sering menggunakan akomodasi
mata. M ciliaris menjadi lebih rigid, tonusnya meningkat dan fleksibilitasnya
menurun, sehingga lambat laun panjang m Ciliaris semakin memendek. Selain itu,
bentuk orbita dengan jarak superior dan inferior yang pendek menyebabkan
kecenderungan terjadinya miopi. Solusi bagi penderita miopi adalah mengurangi
konvergensi dengan menambahkan lensa cekung (minus) di depan mata.
Penanganan penderita anak-anak memerlukan perhatian khusus karena tujuan
penanganannya berbeda dengan penderita dewasa. Pada penderita dewasa, tujuan
penangan adalah mendapatkan visus terbaik sedangkan pada anak ada dua tujuan:
menghasilkan bayangan yang berfokus di retina dan mendapatkan keseimbangan
antara akomodasi dan konvergensi. Secara khusus, orang tua penderita perlu
mendapatkan edukasi tentang progresifitas alami myopia dan kemungkinan perubahan
resep kacamata yang cukup sering.
4
2. Klasifikasi Miopi
Menurut jenis kelainannya, Vaughan membagi miopia menjadi:
a. Miopi aksial
Miopia aksial dalah myopia yang disebabkan oleh sumbu orbita yang
lebih panjang dibandingkan panjang fokus media refrakta. Dalam hal ini,
panjang fokus media refrakta adalah normal (± 22,6 mm) sedangkan
panjang sumbu orbita > 22,6 mm.
b. Myopia Kurvatura
Dalam hal ini terjadinya myopia diakibatkan oleh perubahan dari
kelengkungan kornea atau perubahan kelengkungan dari pada lensa seperti
yang terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung
sehingga pembiasan lebih kuat, dimana ukuran bola mata normal.
c. Miopi Refraksi
Miopi Refraksi adalah myopia yang disebabkan oleh bertambahnya indek
bias media refrakta. (Sidarta, 2008)
d. Perubahan Posisi Lensa
Pergerakan lensa yang lebih ke anterior setelah operasi glaucoma
berhubungan dengan terjadinya myopia.
Miopi dikatakan berbahaya apabila berpotensi untuk menimbulkan
kebutaan bagi penderitanya, karena tidak bisa diatasi dengan pemberian
kacamata. Miopi berbahaya ini dibarengi dengan kerapuhan dari selaput
jala (retina) yang makin lama makin menipis dari waktu ke waktu. Pada
puncaknya proses penipisan ini menimbulkan perobekan pada selaput jala
(retina), yang membutuhkan tindakan bedah sedini mungkin untuk
pemulihannya. Tingkat keberhasilan pemulihan penglihatan akibat hal ini
sangat tergantung pada kecepatan tindakan penanggulangannya.
5
Miopi berdasarkan berat ringan
a. Miopi ringan
b. Sangat ringan, apabila dapat dikoreksi dengan kaca mata 0.25 s/d 1.0D
c. Ringan, apabila dapat dikoreksi dengan kaca mata -1 s/d -3 D
d. Miopi sedang dapat dikoreksi dengan kaca mata -3 s/d -6 D
e. Miopi tinggi dapat dikoreksi dengan kaca mata -6 s/d -10 D
f. Miopi berat dapat dapat dikoreksi dengan kacamata > -10 D
Klasifikasi myopia secara klinis (American Optometric Association, 1997)
a. Simpel myopia: adalah myopia yang disebabkan oleh dimensi bolamata
yang terlalu panjang, atau indeks bias kornea maupun lensa kristalinaa
yang terlalu tinggi.
b. Nokturnal myopia: adalah myopia yang hanya terjadi pada saat kondisi
sekeliling kurang cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang
bervariasi terhadap level pencahayaan yang ada. Myopia ini dipercaya
penyebabnya adalah pupil yang membuka terlalu lebar untuk
memasukkan lebih banyak cahaya, sehingga menimbulkan aberasi dan
menambah kondisi myopia.
c. Pseudomyopia: diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap
mekanisme akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot – otot siliar
yang memegang lensa kristalinaa. Di Indonesia, disebut dengan myopia
palsu, karena memang sifat myopia ini hanya sementara sampai
kekejangan akomodasinya dapat direlaksasikan. Untuk kasus ini, tidak
boleh buru – buru memberikan lensa koreksi.
d. Degenerative myopia: disebut juga malignant, pathological,
atauprogressive myopia. Biasanya merupakan myopia derajat tinggi dan
tajam penglihatannya juga di bawah normal meskipun telah mendapat
koreksi. Myopia jenis ini bertambah buruk dari waktu ke waktu.
e. Induced (acquired) myopia: merupakan myopia yang diakibatkan oleh
pemakaian obat – obatan, naik turunnya kadar gula darah, terjadinya
sklerosis pada nukleus lensa, dan sebagainya.
6
Klasifikasi myopia berdasar umur
a. Congenital (sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak)
b. Youth-onset myopia (< 20 tahun)
c. Early adult-onset myopia (2-40 tahun)
d. Late adult-onset myopia (> 40 tahun). (Sidarta, 2007)
3. Etiologi (Penyebab)
a) Jarak terlalu dekat membaca buku, menonton televisi, bermain videogames, main
komputer, main ponsel, dan lain-lain. Mata yang dipaksakan dapat merusak mata.
Pelajari jarak aman aktivitas mata kita agar selalu terjaga kenormalannya.
b) Terlalu lama beraktifitas pada jarak pandang yang sama seperti bekerja di depan
komputer, di depan layar monitor, di depan mesin, di depan berkas, dan lain-lain.
Mata butuh istirahat yang teratur dan sering agar tidak terus berkontraksi yang
monoton.
c) Tinggal di tempat yang sempit penuh sesak karena mata kurang berkontraksi
melihat yang jauh-jauh sehingga otot mata jadi tidak normal. Atur sedemikian
rupa ruang rumah kita agar kita selalu bisa melihat jarak pandang yang jauh.
d) Kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan mata kita seperti membaca
sambil tidur-tiduran, membaca di tempat yang gelap, membaca di bawah sinar
matahari langsung yang silau, menatap sumber cahaya terang langsung, dan lain
sebagainya.
e) Terlalu lama mata berada di balik media transparan yang tidak cocok untuk mata
dapat mengganggu kesehatan mata seperti sering kelamaan memakai helm, lama
memakai kacamata yang tidak sesuai dengan mata normal kita, dan sebagainya.
f) Kekurangan gizi yang dibutuhkan mata juga bisa memperlemah mata sehingga
kurang mampu bekerja keras dan mudah untuk terkena rabun jika mata bekerja
terlalu diporsir. Vitamin A, betakaroten, ekstrak billberry, alpukat, dan lain
sebagainya bagus untuk mata
7
4. Patofisiologi
Terjadinya elongasi sumbu yang berlebihan pada myopia patologi masih
belum diketahui. Sama halnya terhadap hubungan antara elongasi dan komplikasi
penyakit ini, seperti degenerasi chorioretina, ablasio retina dan glaucoma. Columbre
dan rekannya, tentang penilaian perkembangan mata anak ayam yang di dalam
pertumbuhan normalnya, tekanan intraokular meluas ke rongga mata dimana sklera
berfungsi sebagai penahannya. Jika kekuatan yang berlawanan ini merupakan penentu
pertumbuhan ocular post natal pada mata manusia, dan tidak ada bukti yang
menentangnya maka dapat pula disimpulkan dua mekanisme patogenesa terhadap
elongasi berlebihan pada miopi.
Menurut perjalanan miopi dikenal bentuk:
a. Miopi stasioner, miopi yang menetap setelah dewasa
b. Miopi progresif, miopi yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah
panjangnya bola mata.
c. Miopi degenertif atau miopi maligna biasanya bila myopia lebih dari 6 dioptri
disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai
terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai
dengan atrofi karioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi
sklera dan kadang-kadang terjadi rupture membran Bruch yang dapat
menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina. Pada miopi
dapat terjadi bercak Fuch berupa biperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atropi
lapis sensoris retina luar, dan dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf optik
(Sidarta, 2005).
5. Manifestasi Klinik
Penglihatan kabur atau mata berkedip ketika mata mencoba melihat suatu
objek dengan jarak jauh ( anak-anak sering tidak dapat membaca tulisan di papan tulis
tetapi mereka dapat dengan mudah membaca tulisan dalam sebuah buku. Penglihatan
untuk jauh kabur, sedangkan untuk dekat jelas. Jika derajat miopianya terlalu tinggi,
sehingga letak pungtum remotum kedua mata terlalu dekat, maka kedua mata selalu
harus melihat dalam posisi kovergensi, dan hal ini mungkin menimbulkan keluhan
8
(astenovergen) . Mungkin juga posisi konvergensi itu menetap, sehingga terjadi
strabismus konvergen (estropia). Apabila terdapat miopi pada satu mata jauh lebih
tinggi dari mata yang lain dapat terjadi ambliopia pada mata yang myopianya lebih
tinggi. Mata ambliopia akan bergulir ke temporal yang disebut strabismus divergen
(eksotropia). (Illyas,2005).
Pasien dengan miopi akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai
dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang penderita myopia
mempunyai kebiasaan mengerinyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau
untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). Pasien myopia mempunyai pungtum
remotum (titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu
dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia
konvergensi.bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling
kedalam atau esoptropia (Sidarta, 2005)
6. Myopia atau rabun jauh terbagi menjadi 3 fase, yakni :
a. Myopia Rendah dengan dioptre mendekati 0 – -3.00
Cara membaca dioptre diatas adalah apabila anda termasuk pengguna atau
penderita rabun jauh/myopia dengan minus 0 s/d – 3.00 ( minus 0 sampai dengan
minus 3 ) dapat dikatakan anda adalah penderita myopia rendah. Kemungkinan
untuk mengurangi minus tersebut masih sangat mungkin.
b. Myopia Sedang dengan dioptre -3.00 – -6.00
Cara membaca dioptre diatas sama dengan membaca dioptre (a). Jika anda
mengenakan kacamata minus dengan kadar minus antara -3.00 – -6.00 (minus 3.00
sampai dengan minus 6.00) dikategorikan penderita myopia tingkat sedang, namun
penderita myopia tingkat sedang juga cukup rentan, hal ini dikarenakan
kebanyakan orang yang memiliki minus myopia sedang tidak dapat melepaskan
kacamata dalam beberapa waktu
9
c. Myopia Tinggi dengan Dioptre -6 hingga ke bawah (-10)
Penderita myopia tingkat tinggi memang cukup berbahaya dan dikatakan
kerusakan pada bagian retina, kornea serta pupil tidak dapat bekerja optimal,
bahkan cenderung mata tidak mampu menangkap cahaya dan membiaskan cahaya
pantul dalam keadaan tanpa mengenakan kacamata. Hal ini hampir sama dengan
penderita mata katarak sebelah.
Di Indonesia sendiri sudah cukup banyak penderita myopia atau rabun jauh,
hal ini dikarenakan kebiasaan buruk yang sering kali dilakukan, ada pula karena
faktor keturunan. Diperkirakan penderita myopia atau rabun jauh antara 800 juta-
2,3 milyar orang. Di negara-negara seperti Cina, India dan Malaysia 41 %
penduduk negara tersebut dari orang dewasa menderita myopia dengan minus 1 (-
1.00).
Para peneliti dari Australia menyimpulkan bahwa pancaran sinar matahari
bermanfaat untuk membatasi bola mata yang dapat menyebabkan myopia atau
rabun jauh. Jika dilakukan suatu perbandingan antara penduduk Australia dan
Singapura, akan ditemui kesimpulan seperti : rata-rata anak-anak dan remaja di
Singapura hanya menghabiskan waktu di luar rumah untuk sekedar bermain hanya
menghabiskan waktu 30 menit per hari, akan tetapi 90% remaja dan anak-anak di
Singapura mengenakan kacamata permanen maupun sementara, berbeda dengan
anak-anak dan remaja di Australia. Para remaja dan anak – anak di Australia lebih
banyak menghabiskan waktu bermain di luar rumah sekitar 2-3 jam per hari dan
tentunya hal ini yang mendorong remaja dan anak-anak di Australia, lebih sedikit
yang menderita myopia atau rabun jauh cenderung sekitar 20 % dari total
penduduk Australia. Oleh karenanya para bayi atau balita usia 0-3 bulan sering kali
dijemur pada pagi hari akan sel-sel dan syaraf tubuh seluruhnya agar berkembang
baik dan memberi rangsang terhadap jaringan otot, otak dan mata.
10
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto fundus / retina
b. Pemeriksaan lapang pandang / campimetri / perimetri
c. Pemeriksaan kwalitas retina ( E.R.G = electro retino gram)
d. USG ( ultra – sono – grafi ) bola mata dan keliling organ mata missal pada
tumor,panjang bola mata , kekentalan benda kaca (vitreous)
e. Retinometri ( maksimal kemungkinan tajam penglihatan mata yang tersisa)
f. CT scan dengan kontras / MRI.
8. Faktor Risiko
Beberapa faktor resiko terjadinya miopi diantaranya adalah:
a. Genetik
b. Sebagian besar kasus rabun jauh disebabkan oleh penurunan sifat dari orang tua.
a. Kekurangan makanan bergizi pada masapertumbuhan hingga usia 12 tahun.
b. Kebiasaan buruk, misalnya kebiasaan melihat jarak dekat secara terus menerus
seperti membaca, melihat media visual (televisi, komputer, gadget) dalam jarak
dekat, membaca sambil tiduran, dan membaca ditempat yang kurang cahaya
(remang).
9. Komplikasi
Komplikasi lain dari miopia sering terdapat pada miopia tinggi berupa ablasio
retina, perdarahan vitreous, katarak, perdarahan koroid dan juling esotropia atau juling
ke dalam biasanya mengakibatkan mata berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat
juling ke luar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.
10. Pencegahan
a) Pencegahan miopia salah satunya dengan cara tidak membaca dalam keadaan
gelap dan menonton TV dengan jarak yang dekat.
b) Memegang alat tulis dengan benar.
c) Lakukan istirahat tiap 30 menit setelah melakukan kegiatan membaca atau
melihat TV.
d) Batasi jam membaca dan aturlah jarak baca yang tepat (30 centimeter).
e) Gunakanlah penerangan yang cukup.
11
f) Jika memungkinkan memungkinkan untuk anak-anak diberikan kursi yang bisa
diatur tingginya sehingga jarak bacanya selalu 30 cm.
11. Penatalaksanaan
Terapi Non-Farmakologi
a. Kacamata
Pada pasien miopi ini diperlukan lensa kaca mata baca tambahan atau lensa
eddisi untuk membaca dekat yang berkuatan tetentu. Pengobatan pasien dengan
dengan miopi adalah memberikan kaca mata sferis negative terkecil yang
memberikan ketajaman penglihatan maksimal 33cm. Bila pasien dikoreksi
dengan – 3.0D memberika tajam penglihatan 6/6, dan demikian memberikan
istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi (Ilyas, 2003).
b. Lensa Kontak
Pengobatan biasanya ditolong dengan kacamata rangkap dan harus
melakukan terapi dengan cara menggunakan lensa eddisi untuk membaca dekat.
Untuk jarak baca 33 cm, bila jarak berubah maka pemberian lensa juga berubah.
Pada umur 40 tahun lensa masih dapat mengembang, tetapi sangat menurun. Pada
umur 60 tahun, lensa menjadi sclerosic semua. Jadi pemberian lensa addisi
tergantung pada pada jarak baca dan umur pederita. Bifokus adalah kacamata
yang digunakan untuk mengatasi presbiopia. Kacamata ini memeliki 2 lensa,
yaitu untuk membaca dipasang dibawah dan untuk melihat jarak jauh dipasang
diatas. Jika pelihat jarak jauh masih baik, bisa digunakan kacamata untuk baca
yang dijual bebas.
c. Bedah Keratorefraktif
Bedah keratorefraktif mencakup serangkai metode untuk mengubah
kelengkungan permukaan anterior bola mata diantaranya adalah keratomi radial,
keratomileusis keratofikia, epiakerarfikia.
d. Terapi dengan menggunakan laser dengan atau operasi lasik mata.
Dalam prosedurnya dilakukan pergantian ukuran kornea mata dan dirubahnya
tingkat miopi dengan menggunakan laser.
12
e. Photorefractive Keratotomy (PRK)
Terapi ini menggunakan konsep yang sama dengan penggantian kembali kornea
mata tetapi menggunakan prosedur yang berbeda.
f. Operasi orthokeratologi dan pemotongan jaringan kornea mata
Orang-orang dengan miopi rendah akan lebih baik jika menggunakan
teknik ini. Orthokeratologi menggunakan kontak lensa secara berangsur-angsur
dan pergantian sementara lekukan kornea. Pemotongan jaringan kornea mata
menggunakan bahan-bahan plastik yang ditanamkan kedalam kornea mata untuk
mengganti kornea yang rusak.
g.. Penatalaksanaan Farmakologi
Obat yang digunakan untuk penderita miopia adalah obat tetes mata untuk
mensterilisasi kotoran yang masuk ke dalam mata. Obat-obat tradisionalpun
banyak digunakan ada penderita myopia
12. Konsep Asuhan Keperawatan
a) Pengkajian
1. Pengumpulan data
a. Data Demografi
Biodata
Nama : Tn. A
Usia : 40 Thn
Jenis kelamin : Laki - Laki
Alamat : Jln. Gatot Subroto
Suku / bangsa : Muna/INA
Status pernikahan : -
Agama / keyakinan : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Diagnosa medik : Miopia
No. medical record : -
Tanggal masuk : -
Tanggal pengkajian : -
13
Penanggung jawab
Nama : Ny. Ah.
Usia : 30 Thn
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : PNS
Hubungan dengan klien : Suami
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
- Keluhan Utama
Sakit kepala karena nyeri pada mata.
- Riwayat Keluhan Utama
Pada saat dilakukan pengkajian klien mengeluh sakit kepala nyeri di
matanya, sering menangis. Skala nyeri 4 (0-5), menurut klien nyeri
yang dirasakan sudah berlangsung lama. Walaupun klien sedang
istrahat nyeri tetap dirasakan. Menurut keluarga klien tidak ada yang
dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri yang di derita klien.
2) Riwayat kesehatan dahulu
- Klien tidak ada riwayat alergi terjadap makanan dan obat - obatan.
3) Riwayat kesehatan keluarga
- Menurut keluarga klien tidak ada anggota keluarga yang mengalami
penyakit yang sama dengan klien.
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum klien : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda - tanda vital :
Suhu : 370 c
Nadi : 120 X/Menit
Pernafasan : 24 X/Menit
Tekanan darah : -
2) Sistem pernafasan
14
Bentuk hidung simetris, tidak terdapat sekret, mukosa hidung kering,
tidak ada nyeri tekan pada hidung, tidak ada pernapasan cuping
hidung, bentuk leher simetris, tidak ada benjolan atau massa, bentuk
dada simetris, pernapasan 24 X/Menit, tidak terdengar suara napas
tambahan, tidak ada retraksi otot - otot dada.
3) Sistem kardiovaskuler
Bunyi jantung reguler, perkusi jantung pekak, palpasi denyut nadi
terdengar atau teraba jelas 120 X/Menit, tidak ada pembesaran area
jantung.
4) Sistem perncernaan
Bentuk lembap, tidak ada stomatitis, lidah bebas bergerak, refleks
menelan baik, terdengar peristaltik usus 8x/menit, tidak ada nyeri tekan
pada abdomen, tidak teraba pembesaran hepar dan lien, terdengar
bunyi timpani.
5) Sistem indra
Mata
- Penglihatan kabur
- Mata juling (strabismus)
- Mata merah
- Mata sering berair
Hidung
- Mampu membedakan berbagai macam aroma.
- Tidak ada sekret.
Telinga
- Klien mengatakan gatal – gatal pada telinganya, terdapat udema
pada liang telinga, bernanah dan bau, Telinga tampak kotor, nyeri
tekan pada telinga.
6) Sistem saraf
- Nervus I (Olvactorius) : Fungsi penciuman baik.
- Nervus II ( Optikus ) : Fungsi menurun
- Nervus III, IV, VI : fungsi kontraksi terhadap cahaya baik.(Okulomotorius, troklearis, abdusen )
- Nervus V (Trigeminus) : dapat merasakan usapan
15
- Nervus VII (fasialis) : mampu merasakan rasa asin, manis dan
pahit.
- Nervus VIII (Auditorius) : Klien mengatakan tidak bisa
mendengar dengan baik.
- Nervus IX (Glasofaringeus) : Mampu menelan
- Nervus X (Vagus) : Mampu bersuara
- Nervus XI (Assesorius) : Mampu menoleh dan mengangkat bahu.
- Nervus XII (Hipoglosus) : Mampu menggerakan lidah.
7) Sistem muskuloskeletal
- Ekstremitas Atas
Bentuk simetris kiri dan kanan, pergerakan bebas, kekuatan otot
4/4
- Ekstremitas Bawah
Bentuk simetris kiri dan kanan, pergerakan bebas, kekuatan otot
4/4
8) Sistem integumen
Warna rambut hitam, penyebaran merata, bersih, tidak mudah rontok,
tidak ada nyeri tekan, tidak ada udema, kuku bersih, suhu 38,5o c.
9) Sistem endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, ginjal tidak teraba.
10) Sistem perkemihan
Tidak teraba adanya pembesaran ginjal, tidak ada distensi kandung
kemih.
d. Aktivitas Sehari-Hari
1) Nutrisi
Pola makan teratur, frekuensi makan 3 kali sehari, tidak ada makanan
pantang.
2) Cairan
Klien mengonsumsi air putih sebanyak 5 – 6 gelas/hari.
3) Eliminasi ( BAB & BAK )
BAB 1-2X/hari dan BAK tidak menentu.
4) Istirahat Tidur
16
Klien cepat tidur dan rutin.
5) Olahraga
Klien sering main bola tapi sejak sakit klien belum berolahraga lagi.
6) Rokok / alkohol dan obat-obatan
Klien tidak merokok dan mengonsumis alkohol atau obat – obat
terlarang lainya.
7) Personal hygiene
Klien mandi teratur 2x sehari, gosok gigi setiap kali mandi dan keramas
3 kali seminggu.
e. Data psikososial
Klien hidup rukun dengan sesama anggota masyarakat di lingkunganya dan
saling membutuhkan satu sama yang lain.
f. Data psikologis
Klien tampak cemas, gelisah dan ekspresi wajah meringis. Klien sering
menanyakan tentang penyakitnya.
g. Data spritual
Klien beragama Islam dan taat beribadah.
2. Pengelompokan data
a. Data subyektif :
Klien mengatakan bila melihat jauh selalu menjulingkan matanya
Klien mengatakan bila melihat benda yg kecil harus dari jarak dekat
Klien mengatakan merasa takut dengan penyakitnya yang di derita
Klien mengatakan penglihatannya kabur
Klien mengatakan cepat lelah bila membaca
Klien mengatakan cemas akan kondisi matanya
Klien mengatakan tidak tau tentang kondisi penyakit matanya
b. Data obyektif :
Mata juling (strabismus)
Aktivitas kurang
Klien tampak Gelisah
Klien tampak pusing
Klien sering bertanya tentang penyakitnya
b) Analisa Data
17
No Problem Etiologi Symptom
1. Gangguan persepsi
sensori :
penglihatan
Kalainan struktur segmen
dalam bola mata
Terjadinya elongasi
sumbu yang berlebihan
Pemanjangan sumbu
kornea mata
Pembiasan sinar yang
berlebihan di depan
retina mata
Penglihatan jadi kabur
Miopia
Gangguan penglihatan
Ds :
- Klien mengatakan
penglihatannya kabur
- Klien mengatakan bila
melihat benda yang agak
kecil harus dari jarak dekat
- Klien mengatakan bila
melihat jauh selalu
menjulingkan matanya
- Klien mengatakan cepat lelah
bila membaca
Do :
- Tampak pusing
- Tampak juling saat melihat
kejauhan
2. Ansietas Kurangnya pemaparan
informasi tentang
penyakitnya
Doping menurun
Ds :
- Klien mengatakan cemas
akan keadaan penyakitnya
Do :
- Tampak cemas
- Tampak gelisah
18
Cemas
Ansietas
- Tampak bingung saat di
tanya tentang penyakitnya
3. Kurang
pengetahuan
Kurangnya pemaparan
informasi tentang
penyakitnya
Kurang pengetahuan
Ds :
- Klien mengatakan tidak tau
tentang penyakit yang di
deritanya
Do :
- Tampak bingung
c) Prioritas Masalah
1. Gangguan persepsi sensori : penglihatan
2. Ansietas
3. Kurang pengetahuan
d) Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori : penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori/gangguan status organ indera di tandai dengan :
Ds :
- Klien mengatakan penglihatannya kabur
- Klien mengatakan bila melihat benda yang agak kecil harus dari jarak
dekat
- Klien mengatakan bila melihat jauh selalu menjulingkan matanya
- Klien mengatakan cepat lelah bila membaca
Do :
- Tampak pusing
19
- Tampak juling saat melihat kejauhan
2. Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
(kelelahan pada mata) di tandai dengan :
Ds :
- Klien mengatakan cemas akan keadaan penyakitnya
Do :
- Tampak cemas
- Tampak gelisah
- Tampak bingung saat di tanya tentang penyakitnya
3. Kurang pengetahuan/informasi tentang kondisi, prognosis dan pengobatanyang
di tandai dengan :
Ds :
- Klien mengatakan tidak tau tentang penyakit yang di deritanya
Do :
- Tampak bingung
e) Rencana Tindakan Keperawatan
20
f) Implementasi dan Evaluasi
21
No Diagnosa KeperawatanPerencanaan
RasionalTujuan Intervensi1 2 3 4 51. Gangguan persepsi sensori :
penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/gangguan status organ indera di tandai dengan :Ds :Klien mengatakan penglihatannya kaburKlien mengatakan bila melihat benda yang agak kecil harus dari jarak dekatKlien mengatakan bila melihat jauh selalu menjulingkan matanyaKlien mengatakan cepat lelah bila membacaDo :Tampak pusingTampak juling saat melihat kejauhan
Tupan :Setelah di berikan tindakan keperawatan selama ±.... gangguan penglihatn teratasiTupen :Setelah di berikan tindakan keperawatan selama gangguan penglihatan berkurangdengan kriteria :
- Penglihatan jelas
1. Observasi derajat / tipe gangguan penglihatan penglihatan.
2. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat tetes mata.
1. Memudahkan dalam menentukan intervensi selanjutnya
2. Mengurangi iritasi yang terjadi pada mata.
2. Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan (kelelahan pada mata) di tandai dengan :Ds :Klien mengatakan cemas akan keadaan penyakitnyaDo :Tampak cemasTampak gelisahTampak bingung saat di tanya tentang penyakitnya
Tupan :Setelah di berikan tindakan keperawatan selama ±.... hari cemas teratasi.Tupen :Setelah di berikan tindakan keperawatan selama ±..... hari cemas berangsur-angsur berkurang, dengan kriteria :
Klien dapat mengerti tentang penyakit yang dideritanya
1. Orientasikan klien pada lingkungan yang baru
2. Beritahu klien tentang perjalanan penyakitnya
3. Beritahu klien tentang tindakan pengobatan yang akan dilakukan
1. Membantu mengurangi ansietas dan meningkatkan keamanan
2. Memberikan informasi kepada klien tentang penyakitnya dan mengurangi ansietas
3. Mengurangi ansietas klien
3. Kurang pengetahuan/informasi tentang kondisi, prognosis dan pengobatanyang di tandai dengan :Ds :Klien mengatakan tidak tau tentang penyakit yang di deritanyaDo :Tampak bingung
Tupan :Setelah di berikan tindakan keperawatan selama ±.... jam kebutuhan akan informasi terpenuhiTupen :Setelah di berikan tindakan keperawatan selama ±..... jam klien berangsur-angsur mengerti tentang penyakitnya kriteria :
Klien tidak bingung
1. Kaji informasi tentang kondisi individu, prognosis dan pengobatan
2. Beritahu klien tentang perjalanan penyakitnya serta pengobatan yang akan dilakukan
3. Anjurkan klien menghindari membaca terlalu lama dan membaca dengan posisi tidur, menonton TV dengan jarak terlalu dekat.
1. Meningkatkan pemahaman perawat tentang kondisi klien
2. Memberikan informasi kepada klien tentang penyakitnya
3. Membaca terlalu lama dan membaca dengan posisi tidur, menonton TV dengan jarak terlalu dekat dapat mengakibatkan kelelahan pada mata.
B. HIPERMETROPI
22
NoHari/Tangg
al
NoDx Jam Implementasi Paraf Hari / Tgl /Jam Evaluasi
1 2 3 4 5 6 7 81. 1 1.Mengobservasi
derajat / tipe kehilangan penglihatan.
2.Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat tetes mata.
S :- Klien mengatakan
penglihatannya sudah sedikit jelas
O :- Tidak pusing- Tidak juling saat
melihat kejauhanA :- Masalah belum
teratasi tetapi sudah ada kemajuan
P :- Pertahankan
intervensi 1, 2
2. 2 1.Mengorientasikan klien pada lingkungan yang baru
2.Menberitahu klien tentang perjalanan penyakitnya
3.Memeritahu klien tentang tindakan pengobatan yang akan dilakukan
S :- Klien mengatakan
sudah mengerti tentang penyakit yang dideritanya
O :- Klien dapat
menjawab ketika ditanya tentang penyakitnya
- Ekspresi wajah tenang
A :- Masalah teratasiP :Berikan informasi untuk pengobatan lebih lanjut dirum
3. 3 1.Kaji informasi tentang kondisi individu, prognosis dan pengobatan
2.Beritahu klien tentang perjalanan penyakitnya serta pengobatan yang akan dilakukan
3.Anjurkan klien menghindari membaca terlalu lama dan membaca dengan posisi tidur, menonton TV dengan jarak terlalu dekat.
S :- Klien mengatakan
sudah mengerti tentang penyakit yang dideritanya
O :- Klien dapat
menjawab serta memahami tenyang kondisi, prognosis, dan pengobatan tentang penyakitnya
A :- Masalah teratasiP :Berikan informasi untuk pengobatan lebih lanjut
1. Pengertian
Hipermetropi yaitu rabun dekat, penderita rabun dekat tidak dapat melihat
secara jelas objek yang letaknya dekat dengan mata (hanya dapat melihat objek yang
letaknya jauh dari mata). Rabun dekat atau hipermetropi merupakan cacat mata yang
terjadi karena lensa mata tidak dapat mencembung atau tidak dapat berakomodasi
sebagaimana mestinya. Akibatnya, berkas cahaya dari objek di jauh tak berhingga
terfokus dan membentuk bayangan di belakang retina (jadi benda tidak terlihat jelas).
Hipermetropi atau Hiperopia atau rabun dekat adalah kelainan refraksi mata
dimana bayangan dari sinar yang masuk ke mata jatuh di belakang retina. Hal ini
dapat disebabkan karena bola mata yang terlalu pendek atau kelengkungan kornea
yang kurang. Penderita kelainan mata ini tidak dapat membaca pada jarak yang
normal (30 cm) dan harus menjauhkan bahan bacaannya untuk dapat membaca secara
jelas. Penderita juga akan sulit untuk melakukan kegiatan yang membutuhkan
ketelitian tinggi.
Hipermetropia juga didefinisikan sebagai ketidaksesuaian antara kekuatan
refraksi media refrakta dengan panjang sumbu bola mata dimana berkas sinar paralel
yang masuk berkonvergensi pada satu titik fokus di posterior retina. Kelainan ini bisa
dikoreksi dengan lensa konvergen atau lensa positif.
Kelainan refraksi pada mata hipermetropia
Diagnosa ditegakkan berdasarkan pada pemeriksaan refraksi dan gambaran
klinis yang tipikal. Pada penderita hipermetropia ringan-sedang dan berusia muda,
23
kelainan refraksi ini masih bisa dikompensasi dengan akomodasi. Tetapi, kondisi ini
bisa menimbulkan asthenopic syndromeseperti nyeri mata, sakit kepala, sensasi panas
pada mata, blepharoconjungtivitis, pandangan kabur dan kelelahan. Pada penderita
anak sekolah, gejala khas akan tampak pada perilaku mereka sehari-hari. Penderita
akan sering menggosok mata mereka saat membaca. Akibatnya, aktivitas membaca
menjadi sesuatu yang menakutkan bagi anak hipermetropia. Kondisi seperti ini dapat
menjadi penghambat dalam proses belajar.
Penanganan penderita anak-anak memerlukan perhatian khusus. Koreksi baru
dilakukan pada penderita hipermetropia sedang atau berat atau bila disertai kondisi
esotropia. Pada penderita usia sekolah, penggunaan lensa positif dengan kekuatan
terbesar dapat menimbulkan pandangan kabur ketika melihat jauh. Karena itu,
kekuatan lensa yang digunakan perlu direduksi. Penggunaan siklopegik jangka
pendek dapat membantu penyesuaian anak dengan lensanya.
Pada hipermetropi, refraksi sinar kurang konvergen, sehingga bayangan
terbentuk di belakang retina. Penderita hipermetropi memiliki visus normal, namun
kesulitan melihat benda yang terletak dekat. Secara prinsip, m. ciliaris penderita
hipermetropi mengalami kelemahan karena proses degenerasi, tonusnya menurun dan
fleksibilitasnya meningkat, sehingga lambat laun panjang m Ciliaris semakin
memajang. Selain itu, bentuk orbita dengan jarak anterior dan posterior yang pendek
menyebabkan kecenderungan terjadinya hipermetropi. Solusi bagi penderita
hipermetropi adalah menambah konvergensi dengan menambahkan lensa cembung
(plus) di depa mata.
2. Etiologi
24
Penyebab timbulnya hipermetropi ini diakibatkan oleh empat hal yaitu:
1. Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek.
Hipermetropia jenis ini disebut juga Hipermetropi Axial. Hipermetropi
Axial ini dapat disebabkan oleh Mikropthalmia, Retinitis Sentralis, ataupun
Ablasio Retina (lapisan retina lepas lari ke depan sehingga titik fokus cahaya
tidak tepat dibiaskan).
2. Daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah
Hipermetopia jenis ini disebut juga Hipermetropi Refraksi. Dimana dapat
terjadi gangguan-gangguan refraksi pada kornea, aqueus humor, lensa, dan
vitreus humor. Gangguan yang dapat menyebabkan hipermetropia refraksi ini
adalah perubahan pada komposisi kornea dan lensa sehingga kekuatan
refraksinya menurun dan perubahan pada komposisi aqueus humor dan vitreus
humor( mis. Pada penderita Diabetes Mellitus, hipermetropia dapat terjadi bila
kadar gula darah di bawah normal, yang juga dapat mempengaruhi komposisi
aueus dan vitreus humor tersebut)
3. Kelengkungan Kornea dan Lensa tidak Adekuat
Hipermetropia jenis ini disebut juga hipermetropi kurvatura. Dimana
kelengkungan dari kornea ataupun lensa berkurang sehingga bayangan
difokuskan di belakang retina.
4. Perubahan posisi lensa.
Dalam hal ini didapati pergeseran posisi lensa menjadi lebih posterior.tidak ada
lagi (afakia).
3. Patofisiologi
25
Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek, daya pembiasan bola mata yang
terlalu lemah, kelengkungan kornea dan lensa tidak adekuat perubahan posisi lensa
dapat menyebapkan sinar yang masuk dalam mata jatuh di belakang retina sehingga
penglihatan dekat jadi terganggu.
4. Manifestasi klinis
Sakit kepala frontal, memburuk pada waktu mulai timbul gejala hipermetropi
dan makin memburuk sepanjang penggunaan mata dekat. Penglihatan tidak nyaman
(asthenopia) ketika pasien harus focus pada suatu jarak tertentu untuk waktu yang
lama, misalnya menonton pertandingan bola. Akomodasi akan lebih cepat lelah ketika
terpaku pada suatu level tertentu dari ketegangan.
5. Pengobatan
Hipermetropia bisa diatasi dengan pemberian lensa koreksi (kacamata atau lensa
kontak) berkekuatan positif di depan sistem optis bola mata, atau bisa juga dengan
tindakan operatif (Keratektomi & LASIK).
Pada hipermetropia fakultatif, pemberian lensa koreksi akan memberikan
kenyamanan penglihatan, meskipun tanpa lensa koreksi ia masih memiliki ketajaman
penglihatan yang normal.
Pada hipermetropia absolut, pemberian lensa koreksi (atau dengan tindakan operatif)
adalah hal yang sudah sangat diperlukan.
6. Komplikasi
Dapat terjadi kebutaan.
7. Asuhan Keperawatan
26
A. Pengkajian
1. Pengumpulan data
a. Data Demografi
1) Biodata
- Nama : Mr. A
- Usia : 30 Thn
- Jenis kelamin : Laki - Laki
- Alamat : Jln. Gatot Subroto
- Suku / bangsa : Bugis,Muna/INA
- Status pernikahan : Menikah
- Agama / keyakinan : Islam
- Pekerjaan : Wiraswasta
- Diagnosa medik : Hipermetropi
- No. medical record : -
- Tanggal masuk : -
- Tanggal pengkajian : -
2) Penanggung jawab
- Nama : Ny. H
- Usia : 27 Thn
- Jenis kelamin : Perempuan
- Pekerjaan : Wiraswasta
- Hubungan dengan klien : Istri
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
- Keluhan Utama
Klien mengeluh susah membaca pada jarak dekat.
- Riwayat Keluhan Utama
Pada saat dilakukan pengkajian klien susah membaca pada jarak
dekat, keluhan ini dirasakan sudah lama, makin hari penglihatanya
makin menurun, klien juga tidak mengetahui penyebap matanya
kabur. Dan Upaya yang dilakukan klien untuk mengurangi
27
keluhannya yaitu menjauhkan bahan bacaan, dan yang
memperberat yaitu ketika membaca dalam waktu yang lama klien
mengalami pusing dan sakit kepala, dengan skala 3 (0-5).
2) Riwayat kesehatan dahulu
- Klien tidak ada riwayat alergi terjadap makanan dan obat - obatan.
- Klien tidak pernah mengkonsumsi minuman beralkohol dan klien
tidak merokok.
3) Riwayat kesehatan keluarga
- Menurut klien tidak ada anggota keluarga yang mengalami
penyakit yang sama dengan klien.
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum klien : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital :
Suhu : 37,50 c
Nadi : 100 X/Menit
Pernafasan : 20 X/Menit
Tekanan darah : 120/80 mmHg
2) Sistem pernafasan
Bentuk hidung simetris, tidak terdapat sekret, mukosa hidung kering,
tidak ada nyeri tekan pada hidung, tidak ada pernapasan cuping
hidung, bentuk leher simetris, tidak ada benjolan atau massa, bentuk
dada simetris, pernapasan 20 X/Menit, tidak terdengar suara napas
tambahan, tidak ada retraksi otot - otot dada.
3) Sistem kardiovaskuler
Bunyi jantung reguler, perkusi jantung pekak, palpasi denyut nadi
terdengar atau teraba jelas 100 X/Menit, tekanan darah 120/80 mmHg
CRT<2 detik, tidak ada pembesaran area jantung.
4) Sistem perncernaan
28
Bentuk lembap, tidak ada stomatitis, jumlah gigi lengkap (32), lidah
bebas bergerak, refleks menelan baik, terdengar peristaltik usus
8x/menit, tidak ada nyeri tekan pada abdomen, tidak teraba
pembesaran hepar dan lien, terdengar bunyi timpani.
5) Sistem indra
Mata
Kesulitan membaca tulisan dengan huruf yang kecil, menjauhkan
bacaan pada saat membaca, mampu membedakan warna, bisa
menggerakan bola mata kesegala arah, mata tampak bersih, tidak ada
nyeri tekan.
Hidung
- Mampu membedakan berbagai macam aroma.
- Tidak ada sekret.
Telinga
- Tampak simetris, tidak terdapat udem telinga, tidak ada sekret dan
bau pada telinga, mampu membedakan bunyi, Telinga tampak
bersih, tidak ada nyeri tekan pada telinga.
6) Sistem saraf
- Nervus I (olvactorius) : Fungsi penciuman baik.
- Nervus II ( Optikus ) : Penglihatan kabur saat melihat
dekat.
- Nervus III, IV, VI
(Okulomotorius, troklearis, abdusen ) : fungsi kontraksi terhadap
cahaya baik.
- Nervus V (Trigeminus) : Dapat merasakan usapan
- Nervus VII (fasialis) : Mampu merasakan rasa asin,
manis dan pahit.
- Nervus VIII (Auditorius) : Klien mengatakan tidak
bisa mendengar dengan baik.
- Nervus IX (Glasofaringeus) : Mampu menelan
- Nervus X (Vagus) : Mampu bersuara
- Nervus XI (Assesorius) : Mampu menoleh dan
mengangkat bahu.
29
- Nervus XII (Hipoglosus) : Mampu menggerakan lidah.
7) Sistem muskuloskeletal
- Ekstremitas Atas
Bentuk simetris kiri dan kanan, pergerakan bebas, kekuatan otot
4/4
- Ekstremitas Bawah
Bentuk simetris kiri dan kanan, pergerakan bebas, kekuatan otot
4/4
8) Sistem integumen
Warna rambut hitam, penyebaran merata, bersih, tidak mudah rontok,
tidak ada nyeri tekan, tidak ada udema, kuku bersih, suhu 37,5o c.
9) Sistem endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, ginjal tidak teraba.
10) Sistem perkemihan
Tidak teraba adanya pembesaran ginjal, tidak ada distensi kandung
kemih.
d. Aktivitas Sehari-Hari
1) Nutrisi
Pola makan teratur, frekuensi makan 3 kali sehari, tidak ada makanan
pantang.
2) Cairan
Klien mengonsumsi air putih sebanyak 5 – 6 gelas/hari.
3) Eliminasi ( BAB & BAK )
BAB 1-2X/hari dan BAK tidak menentu.
4) Istirahat Tidur
Klien cepat tidur dan rutin.
5) Olahraga
Klien sering main bola tapi sejak sakit klien belum berolahraga lagi.
6) Rokok / alkohol dan obat-obatan
Klien tidak merokok dan mengonsumi alkohol atau obat – obat
terlarang lainya.
7) Personal hygiene
30
Klien mandi teratur 2x sehari, gosok gigi setiap kali mandi dan
keramas 3 kali seminggu.
e. Data psikososial
- Klien hidup rukun dengan sesama anggota masyarakat di
lingkunganya dan saling membutuhkan satu sama yang lain.
f. Data psikologis
Klien tampak cemas dan gelisah. Klien sering menanyakan tentang
penyakitnya.
g. Data spritual
Klien beragama Islam dan taat beribadah.
2. Pengelompokan data
Data subyektif :
- Klien mengatakan susah membaca huruf pada jarak dekat
- Klien mengatakan apabila lama membaca dia sering pusing dan sakit
kepala.
- Klien sering menanyakan tentang penyakitnya.
Data obyektif :
- Klien tampak cemas dan gelisah
- Gangguan nervus II (Optikus)
- Kesulitan membaca huruf pada jarak dekat
- Menjauhkan bacaan pada saat membaca
- Fungsi penglihatan menurun pada jarak dekat
- Skala nyeri 3 (0-5)
3. Analisa data
31
32
No Problem Etilogi Simpton
1 2 3 4
1. Nyeri Tidak bisa melihat pada
jarak dekat
↓
Lensa berakomodasi
terus menerus
↓
Kelelahan otot-otot
penggerak lensa
↓
Nyeri
Ds :
- Klien mengatakan apabila
lama membaca dia sering
pusing dan sakit kepala.
Do :
- Skala nyeri 3 (0-5)
- Ekspresi wajah tampak
meringis
2 Gangguan
persepsi
sensori :
penglihatan
Adanya faktor
penyebap
(Sumbu utama bola
mata yang terlalu
pendek, daya
pembiasan bola mata
yang terlalu lemah,
kelengkungan kornea
dan lensa tidak adekuat
perubahan posisi lensa)
↓
Penurunan retraksi
lensa
↓
Cahaya masuk yang
melewati lensa jatuh
dibelakang retina
↓
Tidak bisa melihat
dekat
↓
Penurunan penglihatan
Ds :
- Klien mengatakan susah
membaca huruf pada jarak
dekat
Do :
- Kerusakan nervus II
(Optikus)
- Kesulitan mebaca tulisan
- Menjauhkan bacaan pada
saat membaca
- Fungsi penglihatan
menurun pada jarak dekat
4. Prioritas masalah
33
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kelelahan otot – otot
penggerak lensa
b. Gangguan persepsi sensori : penglihatan berhubungan dengan penurunan
retraksi lensa
c. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kelelahan otot – otot
penggerak lensa yang ditandai dengan :
Ds :
- Klien mengatakan apabila lama membaca dia sering pusing dan sakit kepala
Do :
- Skala nyeri 3 (0-5)
- Ekspresi wajah tampak meringis.
2. Gangguan persepsi sensori : Penglihatan berhubungan dengan penurunan retraksi
lensa yang ditandai dengan :
Ds :
- Klien mengatakan susah membaca huruf pada jarak dekat
Do :
- Kerusakan nervus II (Optikus)
- Kesulitan mebaca tulisan
- Menjauhkan bacaan pada saat membaca
- Fungsi penglihatan menurun pada jarak dekat
3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan yang ditandai dengan :
Ds :
- Klien sering menanyakan tentang penyakitnya
Do :
- Klien tampak cemas dan gelisah
C. Perencanan
34
No. DX Tujuan Intervensi Rasional
1. 1 Tupan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama satu minggu,
Kelelahan otot – otot penggerak
lensa berkurang.
Tupen :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama tiga hari, nyeri
berangsur-angsur berkurang dengan
criteria :
- Klien mengatakan nyeri
berkurang
- Ekspresi wajah tenang
- Nyeri skala 2 (0-5)
1. Observasi keadaan, intensitas
nyeri dan tanda-tanda vital
2. Ajarkan Klien untuk mengalihkan
suasana dengan melakukan
metode relaksasi saat nyeri yang
teramat sangat muncul, relaksasi
yang seperti menarik nafas
panjang.
3. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian analgesic
4. Kolaborasi untuk pemeriksaan
kemampuan otot - otot penggerak
lensa.
1. Dapat membantu dalam menentukan intervensi
selanjutnya
2. Metode pengalihan suasana dengan melakukan
relaksasi bisa mengurangi nyeri yang diderita
klien.
3. Analgesik merupakan pereda nyeri yang efektif
pada pasien untuk mengurangi sensasi nyeri dari
dalam.
4. Penyebap nyeri adalah kelelahan otot – otot
penggerak lensa, dengan mengetahui
kemampuanya dapat menentukan tindakan
selanjutnya.
2 2 Tupan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama satu minggu,
penggunaan retraksi lensa dapat
dimaksimalkan
Tupen :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama tiga hari, sedikit
demi sedikit gangguan penglihatan
klien teratasi, dengan kriteria :
- Klien bisa membaca lagi
- Penglihatan Jelas
1.Kaji kemampuan penglihatan dan
jarak pandang klien
2.Anjurkan klien untuk tidak
membaca terlalu lama
3.Berikan penerangan yang cukup
4.Kolaborasi untuk penggunaan
alat bantu penglihatan seperti
kacamata
1. Dapat membantu untuk menentukan intervensi
selanjutnya.
2. Membaca terlalu lama dapat menyakiti mata
3. Membantu memperjelas objek
4. Kacamata membantu memfokuskan bayangan
obyek agar tepat jatuh di retina
3 3 Tupan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama dua hari, status
kesehatan klien meningkat
Tupen :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama satu hari,
ansietas berangsur-angsur berkurang
dengan criteria :
- Klien dapat mengerti tentang
penyakit yang dideritanya.
- Wajah klien tampak tenang
- Klien tidak gelisah
1. Observasi tingkat kecemasan
klien
2. Dengarkan dengan cermat apa
yang di katakan klien tentang
penyakit dan tindakanya.
3. Berikan penyuluhan tentang
penyakit klien
1. Dapat membantu dalam menentukan intervensi
selanjutnya
2. Mendengar memungkinkan deteksi dan koreksi
mengenai kesalahpahaman dan kesalahan
informasi.
3. Menambah pengetahuan klien tentang penyakit
yang dideritanya
D. Implementasi dan EvaluasiNo.
Hari/
No. Jam Implementasi Paraf Hari/ Evaluasi
35
Tgl Dx Tgl
1 2 3 4 5 6 7 8
1 1 1. Mengobservasi keadaan, intensitas nyeri dan tanda-tanda vital
Hasil : Skala nyeri 3 (0-5)2. Mengajarkan Klien untuk
mengalihkan suasana dengan melakukan metode relaksasi saat nyeri yang teramat sangat muncul, relaksasi yang seperti menarik nafas panjang.
Hasil : Klien mau melakukan saat nyeri datang
3. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesic
Hasil : Paracetamol 500 mg 3 kali satu hari
4. Kolaborasi dalam pemeriksaan kemampuan otot - otot penggerak lensa.
S :- Klien mengatakan
nyeri agak berkurangO :- Ekspresi wajah tenang- Nyeri skala 3 (0-5)A :- Masalah belum teratasi
tetapi ada kemajuanP :- Lanjutkan semua
intervensi 1,2,3, ,5
2 2 1. Mengkaji kemampuan penglihatan dan jarak pandang klien
Hasil : klien tidak bisa membaca pada jarak dekat.
2. Menganjurkan klien untuk tidak membaca terlalu lama
Hasil : Klien mengerti3. Memberikan penerangan
yang cukup Hasi: menyediakan lampu
khusus untuk klien membaca
4. Berkolaborasi untuk penggunaan alat bantu penglihatan seperti kacamata
Hasil : kacamata lensa Positif
S :- Klien mengatakan bisa
membaca dari jarak dekat saat memakai kacamata
O :- Bisa membaca pada
jarak dekat setelah memakai kacamata
A :- Masalah teratasiP :- Hentikan intervensi
3 3 1. Mengobservasi tingkat kecemasan klien
Hasil : Cemas ringan2. Mendengarkan dengan
cermat apa yang di katakan klien tentang penyakit dan tindakanya.
Hasil : Klien bercerita tentang
penyakitnya3. Memberikan penyuluhan
S :- Klien mengatakan
sudah mengerti tentang penyakit yang dideritanya
O :- Tidak gelisah- Ekspresi wajah tenangA :- Masalah teratasiP :- Hentikan intervensi
36
tentang penyakit klien Hasil : Klien mengerti
dengan keadaanya dan mau menerima
C. KATARAK
1. Pengertian
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi
akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak kongenital).
(brunner & suddarth .2001, keperawatan medikal bedah vol.3, EGC. Jakarta).
Katarak adalah penurunan progresif kerjernihan lensa. Lensa menjadi keruh, atau
berwarna putih abu-abu, dan ketajaman penglihatan berkurang. (Elizabeth J.
corwin.2000, buku saku patofisiologi, EGC. Jakarta).
Katarak adalah kekeruhan (bayangan seperti awan) pada lensa tanpa nyeri yang
berangsur-angsur penglihatan kabur dan akhirnya tidak dapat menerima cahaya.
(Barbara C. long. 1996, perawatan medikal bedah vol.2, Yayasan Alumni
Keperawatan. Bandung).
Katarak adalah keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa
di dalam kapsul lensa. (sidarta ilyas, 1998)
Katarak adalah suatu bagian yang kabur dan keruh pada lensa mata, yang
disebabkan oleh menebalnya zat-zat protein di dalam lensa itu sendiri. (Clifford
R. 1982. Petunjuk Modern Kepada Kesehatan. IPH. Bandung)
Katarak adalah kekeruhan lensa mata atau kapsul lensa yang mengubah gambaran
yang diproyeksi pada retina dan merupakan penyebab umum kehilangan
pandangan secara bertahap. (Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata/Indrian
N. Istiqomah. Jakarta. EGC. 2004)
Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa beberapa abad yang
lalu apabila pengurangan visus diperkirakan oleh suatu tabir (layar) yang
diturunkan di dalam mata, agak seperti melihat air terjun. (Perawatan Mata. Vera
H. Darling, Margaret R. Thorpe).
Katarak (pasca operasi) adalah terjadinya opasitas progresif pada lensa atau
kapsul lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang
lebih dari 65 tahun. (Rencana Asuhan Keperawatan,M.E.Doenges.
Jakarta.EGC.1999)
37
2. Etiologi
Penyebab katarak meliputi :
Degeneratif (ketuaan), biasanya dijumpai pada katarak senilis dikarenakan proses
degenerasi atau kemunduran serat lensa karena proses penuaan dan kemungkinan
besar menjadi menurun penglihatanya.
Trauma, contohnya terjadi pada katarak traumatika, seperti trauma tembus pada
mata yang disebabkan oleh benda tajam/tumpul, radiasi (terpapar oleh sinar –X
atau benda-benda radioaktif).
Penyakit mata lain, seperti uveitis.
Penyakit sistemik (diabetes militus), contohnya terjadi pada katarak diabetika
dikarenakan gangguan metabolisme tubuh secara umum dan retina sehingga
mengakibatkan kelainan retina dan pembuluh-pembuluh darahnya. Diabetes akan
mengakibatkan kelainan dan kerusakan pada retina.
Defek kongenital, salah satu kelainan heriditer sebagai akibat infeksi virus
prenatal) dan katarak developmental terjadi pada tahun-tahun awal kehidupan
sebagai akibat dari defek kongenital. Kedua bentuk ini mungkin disebabkan oleh
faktor herediter, toksis, nutrisional, atau proses peradangan.
3. Klasifikasi
Macam-macam katarak :
38
a. Katarak senile
Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,
yaitu usia di atas 50 tahun. Pada katarak senil akan terjadi degenerasi lensa secara
perlahan-lahan. Tajam penglihatan akan menurun secara berangsur-angsur hingga
tinggal proyeksi sinar saja. Katarak senil merupakan katarak yang terjadi akibat
terjadinya degenerasi serat lensa karena proses penuaan.
Katarak senil dapat terbagi dalam berberapa stadium :
Katarak insipiens, dimana mulai timbul katarak akibat proses degenerasi lensa.
Kekeruhan lensa berbentuk bercak-bercak kekeruhan yang tidak teratur. Pasien
akan mengeluh gangguan penglihatan seperti melihat ganda dengan satu
matanya. Pada stadium ini proses degenerasi belum menyerap cairan mata ke
dalam lensa sehingga akan terlihat bilik mata depan dengan kedalaman yang
normal, iris dalam posisi biasa disertai dengan kekeruhan ringan pada lensa.
Tajam penglihatan pasien belum terganggu.
Katarak imatur, dimana pada stadium ini lensa yang degeneratif mulai
terserap cairan mata ke dalam lensa sehingga lensa menjadi cembung. Terjadi
pembengkakan lensa yang disebut sebagai katarak intumesen. Pada katarak
imatur maka penglihatannya mulai berangsur-angsur menjadi berkurang, hal ini
diakibatkan media penglihatan tertutup oleh kekeruhan lensa yang menebal.
Katarak matur, merupakan proses degenarasi lanjut lensa. Terjadi kekeruhan
seluruh lensa. Tekanan cairan di dalam lensa sudah keadaan seimbang dengan
cairan dalam mata sehingga ukuran lensa akan menjadi normal kembali. Tajam
penglihatan sangat menurun dan dapat hanya tinggal proyeksi saja.
Katarak hipermatur, dimana pada stadium ini terjadi proses degenerasi lanjut
lensa dan korteks lensa dapat mencair sehingga nukleus lensa tenggelam di
dalam korteks lensa ( katarak morgagni). Pada stadium ini terjadi juga
degenerasi kapsul lensa sehingga bahan lensa ataupun korteks lensa yang cair
keluar dan masuk ke dalam bilik mata depan. Pada stadium hipermatur akan
terlihat lensa yang lebih kecil dari pada normal, yang akan mengakibatkan iris
trimulans, dan bilik mata depan terbuka.
Perbedaan stadium katarak senile
39
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans ( )
Bilik mata
depan
Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik
mata
Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudo positif
Penyulit - Glaukoma - Uveitis, glaukoma
b. Katarak congenital
Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang didapatkan sejak
lahir, dan terjadi akibat gangguan perkembangan embrio intrauterin. Katarak
kongenital yang terjagi sejak perkembangan serat lensa terlihat segera setelah
bayi lahir sampai usia 1 tahun. Katarak ini terjadi karena gangguan metabolisme
serat-serat lensa pada saat pembentukan serat lensa akibat gangguan
metabolisme jaringan lensa pada saat bayi masih di dalam kandungan. Pada bayi
dengan katarak kongenital akan terlihat bercak putih di depan pupil yang
disebut sebagai leukokoria (pupil berwarna putih). Setiap bayi dengan lekokoria
sebaiknya difikirkan diagnosis bandingan seperti retinoblastoma, endoftalmitis,
fibroplasi retroletal, hiperplastik viterus primer, dan miopia tinggi disamping
katarak sendiri.
Beberapa macam jenis katarak kongenital :
40
Katarak lamelar atau zonular
Bila pada permulaan perkembangan serat lensa normal dan kemudian
terjadi gangguan perkembangan serat lensa. Biasanya perkembangan serat
lensa selanjutnya normal kembali sehingga nyata terlihat adanya gangguan
perkembangan serta lensa pada satu lamel daripada perkembangan lensa
tersebut. Katarak lamelar bersifat herediter yang diturunkan secara dominan
dan biasanya bilateral. Tindakan pengobatan atau pembedahan dilakukan bila
fundus okuli tidak tampak pada pemeriksaan funduskopi.
Katarak polaris posterior
Katarak polaris posterior ini terjadi akibat arteri hialoid yang menetap
(persisten) pada saat tidak dibutuhakan lagi oleh lensa untuk
metabolismenya. Ibu dan bayi akan melihat adanya leukokoria pada mata
tersebut. Pada pemeriksaan akan terlihat kekeruhan di dataran belakang
lensa. Bila dilakukan pemeriksaan funduskopi akan terlihat serat sisa arteri
hialoid yang menghubungkan lensa bagian belakang dengan papil saraf optik.
Adanya arteri hialoid yang menetap ini dapt dilihat dengan pemeriksaan
ultrasonografi. Bila fundus okuli masih terlihat, maka perlu tindakan bedah
pada katarak polar posterior ini karena tidak akan terjadi ambilopia
eksanopsia. Bila fudus okuli tidak tampak, maka dialakukan tindakan bedah
iridektomi optik atau bila mungkin dilakukan lesenktomi. Ekstrasi linear
ataupun disisio lentis merupakan kontra indikasi karena akan terjadi tarikan
arteri hialoid dengan papil yang dapat mengakibatkan ablasi retina.
Katarak polaris anterior
Katarak polaris arterior atau piramidalis arterior akibat gangguan
perkembangan lensa pada saat mulai terbentuknya plakoda lensa. Pada saat
ibu dengan kehamilan kurang dari 3 bulan mendapat infeksi virus, maka
amnionya akan mengandung virus. Plakoda lensa akan mendapat infeksi
virus hingga rubela masuk ke dalam vesikel akan menjadi lensa. Gambaran
klinis akan terjadi ialah adanya keluhan ibu karena anaknya mempunyai
leukokoria. Pada pemeriksaan subjektif akan terlihat kekeruhan pada kornea
dan terdapatnaya fibrosis di dalam bilik mata depan yang menghubungkan
kekeruhan kornea dengan lensa yang keruh. Kekeruhan yang terlihat pada
41
lensa terletak di polus anterior lensa dalam bentuk piramid dengan puncak di
dalam bilik mata depan. Kekeruhan lensa pada katarak polar anterior ini tidak
progresif. Pengobatan dilakukan bila kekeruhan mengakibatkan tidak
terlihatnya fundus bayi tersebut. Tindakan bedah yang dilakukan adalah
disisio lentis atau suatu ekstraksi linear.
Katarak sentral
Katarak sentral merupakan katarak halus yang terlihat pada bagian
nukleus embrional. Katarak ini terdapat 80% orang normal dan tidak
menggangu tajam penglihatan. Pengobatan tidak dilakukan pada katarak
sentral karena tidak menggangu tajam penglihatan dan fundus okuli dapat
dilihat dengan mudah.
c. Katarak Traumatic
Katarak traumatik adalah katarak yang terjadi akibat trauma lensa mata,
serta robekan pada kapsul sebagai akibat dari benda tajam. Apabila terjadi
lubang yang besar pada kapsul lensa, maka humor akuosus akan masuk ke
dalam lensa dan menyebabkan penyerapan lensa, serta menyebabkan uveitis.
d. Katarak juvenil
Katarak juventil adalah katarak yang terlihat setelah usia 1 tahun dapat terjadi
karena:
Lanjutan katarak kongenital yang makin nyata.
Penyulit penyakit lain, katarak komplikata, yang dapat terjadi akibat :
Penyakit lokal pada satu mata,seperti akibat uveitis anterior, glaukoma,
ablasi retiana, miopia tinggi, ftsis bulbi, yang mengenai satu mata.
Penyakit sistemik, seperti diabetes, hipoparatiroid, dan miotonia
distrofi,yang mengenai kedua mata akibat trauma tumpul ataupun tajam
Biasanya katarak juvenil ini merupakan katarak yang didapat dan
banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor.
e. Katarak komplikata
42
Katarak komplikata terjadi akibat gangguan keseimbangan susunan sel
lensa faktor fisik atau kimiawi sehingga terjadi gangguan kejernihan lensa.
Katarak komplikata dapat terjadi akibat iridosiklitis, miopia tinggi, abalasi
retina dan glaukoma. Katarak komplikata dapat terjadi akibat kelainan sistemik
yang akan mengenai kedua mata atau kelainan lokal yang akan mengenai satu
mata.
f. Katarak diabetika
Katarak diabetika adalah katarak yang disebabkan oleh penyakit diabetes.
4. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih(bening),
transparan, berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar.
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di
ferifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan
posterior. Dengan bertambahnya usia, nukeus mengalami perubahan warna menjadi
cokelat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan
posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang
paling bermakna nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke
daerah di luar lensa,misalnya,dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi.
Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga
mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu
teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke
dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan menggangu
transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dan tidak ada pada
pasien yang menderita katarak. Katarak biasanya terjadi bilateral, namun menpunyai
kecepatan yang berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemis,
seperti diabetes, namun sebenarnya merupakan proses penuaan yang normal.
Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan matang ketika seseorang
memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus
diidentifikasikan awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia
43
dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering menyebabkan
terjadinya katarak meliputi sinar UV B,obat-obatan,alkohol,merokok,diabetes,dan
asupan vitamin antioksi dan yang kurang dalam waktu yang lama.
5. Operasi Katarak
Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:
a. ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)
Yaitu dengan mengangkat semua lensa termasuk kapsulnya. Sampai akhir tahun
1960 hanya itulah teknik operasi yg tersedia.
b. ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) terdiri dari 2 macam yakni :
Standar ECCE atau planned ECCE dilakukan dengan mengeluarkan lensa
secara manual setelah membuka kapsul lensa. Tentu saja dibutuhkan sayatan
yang lebar sehingga penyembuhan lebih lama.
Fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification). Bentuk ECCE yang terbaru
dimana menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan nucleus
sehingga material nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi ± 3 mm.
Operasi katarak ini dijalankan dengan cukup dengan bius lokal atau
menggunakan tetes mata anti nyeri pada kornea (selaput bening mata), dan
bahkan tanpa menjalani rawat inap. Sayatan sangat minimal, sekitar 2,7 mm.
Lensa mata yang keruh dihancurkan (Emulsifikasi) kemudian disedot (fakum)
dan diganti dengan lensa buatan yang telah diukur kekuatan lensanya dan
ditanam secara permanen. Teknik bedah katarak dengan sayatan kecil ini
hanya memerlukan waktu 10 menit disertai waktu pemulihan yang lebih cepat.
Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka
pendek. Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika
bekas insisi telah sembuh. Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru
dapat dilakukan lebih cepat dengan metode fakoemulsifikasi. Karena pasien
tidak dapat berakomodasi maka pasien akan membutuhkan kacamata untuk
pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat
ini digunakan lensa intraokular multifokal. Lensa intraokular yang dapat
berakomodasi sedang dalam tahap pengembangan
44
Apabila tidak terjadi gangguan pada kornea, retina, saraf mata atau
masalah mata lainnya, tingkat keberhasilan dari operasi katarak cukup tinggi,
yaitu mencapai 95%, dan kasus komplikasi saat maupun pasca operasi juga
sangat jarang terjadi. Kapsul/selaput dimana lensa intra okular terpasang pada
mata orang yang pernah menjalani operasi katarak dapat menjadi keruh. Untuk
itu perlu terapi laser untuk membuka kapsul yang keruh tersebut agar
penglihatan dapat kembali menjadi jelas.
6. Pencegahan
Perawat sebagai anggota penting tim perawatan kesehatan, dan sebagai
pendidik dan praktiksi kebiasaan kesehatan yang baik, dapat memberikan pendidikan
dalam hal asuhan mata, keamanan mata, dan pencegahan penyakit mata. Perawat
dapat mencegah membantu orang belajar bagaimana mencegah kontaminasi silang
atau penyebaran penyakit infeksi kepada orang lain melalui praktek higiene yang baik.
Perawat dapat mendorong pasien melakukan pemeriksaan berkala dan dapat
merekomendasikan cara mencegah cedera mata.
Kapan dan seringnya mata seseorang harus diperiksa tergantung pada usia
pasien, faktor resiko terhadap penyakit dan gejala orkuler. Orang yang mengalami
gejala orkuler harus segera menjalani pemeriksaan mata. Mereka yang tidak
mengalami gejala tetapi yang berisiko mengalami penyakit mata orkuler harus
menjalani pemeriksaan mata berkala. Pasien yang menggunakan obat yang dapat
mempengaruhi mata, seperti kortekosteroid, hidrokksikloroquin sulfat, tioridasin HCI,
atau amiodarone, harus diperiksa secara teratur. Yang lainya harus menjalani evaluasi
glaukoma rutin pada usia 35 dan reevaluasi berkala setiap 2 sampai 5 tahun.
7. Komplikasi
Ambliopia sensori, penyakit yang terjadi berupa : visus tidak akan mencapai
5/5. Komplikasi yang terjadi : nistagmus dan strabismus dan bila katarak dibiarkan
maka akan mengganggu penglihatan dan akan menimbulkan komplikasi berupa
glukoma dan uveitis.
8. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
45
Anamnesa
Anamnesa yang dapat dilakukan pada klien dengan katarak adalah :
Identitas / Data demografi
Berisi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang sering terpapar
sinar matahari secara langsung, tempat tinggal sebagai gambaran kondisi
lingkungan dan keluarga, dan keterangan lain mengenai identitas pasien.
Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama pasien katarak biasanya antara lain :
o Penurunan ketajaman penglihatan secara progresif (gejala utama
katarak)
o Mata tidak merasa sakit, gatal atau merah
o Berkabut, berasap, penglihatan tertutup film
o Perubahan daya lihat warna
o Gangguan mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar sangat
menyilaukan mata
o Lampu dan matahari sangat mengganggu
o Sering meminta ganti resep kaca mata
o Lihat ganda
o Baik melihat dekat pada pasien rabun dekat ( hipermetropia)
o Gejala lain juga dapat terjadi pada kelainan mata lain
Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sistemik yang di miliki oleh pasien seperti
o DM
o hipertensi
o pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolic lainnya
memicu resiko katarak.
o Kaji gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena,
o ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan pada
radiasi, steroid / toksisitas fenotiazin.
46
o Kaji riwayat alergi
Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji riwayat
stress.
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Dalam inspeksi, bagian-bagian mata yang perlu di amati adalah dengan
melihat lensa mata melalui senter tangan (penlight), kaca pembesar, slit lamp,
dan oftalmoskop sebaiknya dengan pupil berdilatasi. Dengan penyinaran
miring ( 45 derajat dari poros mata) dapat dinilai kekeruhan lensa dengan
mengamati lebar pinggir iris pada lensa yang keruh ( iris shadow ). Bila letak
bayangan jauh dan besar berarti kataraknya imatur, sedang bayangan kecil dan
dekat dengan pupil terjadi pada katarak matur
b. Data Dasar Pengkajian
Aktifitas/istirahat
Gejala : perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan
penglihatan
Makanan/cairan
Gejala : muntah/mual (glaukoma akut).
Neurosensori
Gejala : gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang
menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer,
kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/ merasa di ruang gelap
(katarak). Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/ pelangi
sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotopobia (glaukoma akut).
Perubahan kacamata/ pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
47
Tanda : tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak). Pupil
menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan (glaukoma
darurat). Peningkatan air mata.
Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : ketidaknyamanan ringan/ mata berair (glaukoma kronis). Nyeri tiba-
tiba/ berat menetap atau tekanan pada sekitar mata,sakit kepala (glaukoma
akut).
Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga glaukoma, diabetes, gangguan sistem vaskuler.
Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor,(contoh peningkatan tekanan vena),
ketidakseimbangan endokrin, diabetes (glaukoma). Terpajan pada radiasi,
steroid/toksisitas fenotiazin.
c. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan visus
2. Infeksi resiko tinggi terhadap prosedur invasive
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan TIO
4. Perubahan sensori perseptual (visual) yang berhubungan dengan kekeruhan
pada lensa mata.
5. Ansietas berdasarkan kehilangan penglihatan
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan/pengobatan
7. Ketakutan atau ansietas yang berhubungan dengan kerusakan sensori dan
kurangnya pemahaman mengenai perawatan pascaoperatif, pemberian obat.
8. Resiko terhadap cedera dan yang berhubugan dengan kerusakan penglihatan
atau kurang pengetahuan.
d. Intervensi
Diagnosa 1
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan visus
Tujuan : menunjukkan perubahan prilaku pola hidup untuk menurunkan faktor
resiko dan untuk melindungi diri dari cedera.
48
Intervensi :
1. Diskusi tentang pembatasan aktivitas
2. Ambulasi dengan bantuan berikan kamar mandi khusus
3. Dorong nafas dalam bentuk untuk bersihan paru
4. Anjurkan menggunakan teknik manajemen stres, contoh bimbingan imajinasi,
visualisasi, nafas dalam dan latihan relaksasi
5. Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi
6. Berikan obat sesuai indikasi antiemetic
Diagnosa 2
Infeksi resiko tinggi terhadap prosedur invasive
Tujuan : menunjukkan perubahan prilaku pola hidup dan meningkatkan
penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema, dan demam serta
mencegah/menurunkan resiko infeksi.
Intervensi :
Mandiri
1. Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/mengobati mata
2. Gunakan/tunjukkan teknik yang tepat untuk membersihkan mata dari dalam ke
luar dengan tisu basah/bola kapas untuk tiap usapan, ganti balutan, dan
masukkan lensa kontak bila menggunakan.
3. Tekankan pentingnya tidak menyentuh/menggaruk mata yang dioperasi.
4. Observasi tanda terjadinya infeksi contoh kemerahan, kelopak bengkak,
drainase purulen. Identifikasi tindakan kewaspadaan bila terjadi ISK.
Kolaborasi
1. Berikan obat sesuai indikasi:
Antibiotik (topical, parenteral, atau subkonjungtival)
2. Steroid
3. Menurunkan jumlah bakteri pada tangan, mencegah area kontaminasi area
operasi
4. Teknik aseptic menurunkan resiko penyebaran bakteri dan kontaminasi silang
5. Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi
49
6. Infeksi mata terjadi 2-3 hari setelah prosedur dan memerlikan upaya
intervensi. Adanya ISK meningkatkan adanya resiko kontaminasi silang.
Diagnosa 3
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan TIO
Tujuan : menyatakan pemahaman faktor yang terlibat kemungkinan cedera
Intervensi
Mandiri
1. Diskusikan apa yang terjadi pada pasca operasi tentang nyeri pembatasan
aktivitas, penampilan, balutan mata
2. Beri pasien posisi bersandar, atau miring ke sisi yang tidak sakit sesuai
keinginan
3. Batasi aktivitas seperti menggerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata,
membungkuk
4. Ambulasi dengan bantuan : berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari
anestes
5. Dorong nafas dalam, batuk untuk bersih paru
6. Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi
7. Minta pasien untuk membedakan antara ketidaknyamanan dan nyeri mata
tajam tiba-tiba. Selidiki kegelisahan, disorientasi, gangguan balutan. Observasi
hipema (perdarahan pada mata) pada mata dengan senter sesuai indikasi.
8. Observasi pembengkakan luka, bilik anterior kempes, pupil berbentuk buah
pir.
Kolaborasi
1. Berikan antiemetik sesuai indikasi
2. Berikan analgesic
Diagnosa 4
Perubahan sensori perseptual (visual) yang berhubungan dengan kekeruhan pada
lensa mata.
Tujuan : klien akan mendemontrasikan peningkatan kemampuan untuk
memproses rangsangan visual dan mengomunikasikan pembatasan pandangan.
50
Intervensi
1. Kaji dan dokumentasikan ketajaman penglihatan (visus) dasar
2. Dapatkan deskripsi fungsi tentang apa yang bisa dan tidak bisa dilihat oleh
klien
3. Adaptasikan lingkungan dengan kebutuhan visual klien dengan cara
orientasikan klien pada lingkungan
4. Letakkan alat-alat yang sering digunakan dalam pandangan klien (seperti, tv
control, teko, tisu)
5. Berikan pencahayaan yang paling sesuai dengan klien
6. Cegah glare (sinar yang menyilaukan)
7. Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat
8. Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, birara dan menyentuh sering
9. Orientasikan pasien terhadap lingkungan dan orang lain di areanya
10. Ingatkan pasien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya memperbesar
kurang lebih 25%, penglihatan ferifer hilang. Dan buta titik mungkin ada
11. Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata, dimana dapat
terjadi bila menggunakan tetes mata
12. Letakkan barang yang dibutuhkan dalam jangkauan pada sisi yang tak
dioperasi
Diagnosa 5
Ansietas berdasarkan kehilangan penglihatan
Tujuan : tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat
diatasi
Intervensi
1. Kaji tingkat ansietas derajat pengalaman nyeri/timbulnya secara tiba-tiba dan
pengetahuan kondisi saat ini
2. Dorong pasien untuk mengukur masalah dan mengekspresikan perasaan
3. Identifikasi sumber orang yang
Diagnosa 6
Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan/pengobatan
51
Tujuan : menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan
Intervensi
1. Kaji informasi tentang kondisi individu, prognosis, tipe prosedur lensa
2. Informasikan pasien untuk menghindari tetes mata yang dijual bebas
3. Anjurkan pasien menghindari membaca, berkedip, mengangkat berat,
mengejan saat defekasi, membongkok pada panggul, meniup hidung,
penggunaan sprey, bedak bubuk, merokok
4. Tekankan kebutuhan untuk menggunakan kaca pelindung selama hari
pembedahan atau penutup padaa malam
5. Anjurkan pasien tidur telentang mengatur intensitas lampu dan menggunakan
kaca mata gelap bila keluar atau dalam ruangan terang, batuk dengan mulut
atau mata terbuka
Diagnosa 7
Ketakutan atau ansietas yang berhubungan dengan kerusakan sensori dan
kurangnya pemahaman mengenai perawatan pascaoperatif, pemberian obat.
Tujuan : menurunkan stress emosional, ketekutan dan depresi : penerimaan
pembedahan dan pemahaman instruksi.
Intervensi
1. Kaji derajat dan durasi gangguan visual. Dorong percakapan untuk mengetahui
keprihatinan pasien, perasaan, dan tingkat pemahaman. Jawab pertanyaaan,
memberi dukungan, membantu pasien melengkapi metode koping.
2. Orientasikan pasien pada lingkungan yang baru.
3. Jelaskan rutinitas perioperatif.
a. Preoperatif : tingkat aktivitas, pembatasan diet, obat-obatan.
b. Intraoperatif : pentingnya berbaring diam selama pembedahan atau
memberi peringatan kepada ahli bedah ketika terasa akan batuk atau
akan berganti posisi. Muka ditutup dengan kain, dan diberikan O₂. Suara
bising dan peralatan yang tak biasa. Pemantauan, termasuk pengukuran
tekanan darah yang sering.
52
c. Pasca operasi : pemberian posisi,pembalutan, tingkat aktivitas ,
pentingnya bantuan untuk ambulasi sampai stabil dan adekuat secara
visual.
4. Jelaskan intervensi sedetil-detinya ; perkenalkan diri anda pada setiap interaksi
; terjemahkan setiap suara asing; pergunakan sentuhan untuk membantu
komunikasi verbal.
5. Dorong untuk menjalankan kebiasaaan hidup sehari-hari bila mampu. Pesan
makanan yang bisa diamakan dengan tangan bagi mereka yang tak dapat
melihat dengan baik atau tak dapat melihat dengan baik atau tak mempunyai
keterampilan koping untuk menggunakan peralatan makan.
6. Dorong partisipasi keluarga atau orang yang berarti dalam perawatan pasien.
7. Dorong partisipasi dalam aktivitas sosial dan pengalihan bila memungkinkan
(pengunjung, radio, rekaman audio, TV, kerajinan tangan permainan)
Diagnosa 8
Resiko terhadap cedera dan yag berhubugan dengan kerusakan penglihatan atau
kurang pengetahuan.
Tujuan : pencegahan cedera.
Intervensi
1. Bantu pasien ketika mampu melakukan ambulasi pasca operasi sampai stabil
dan mencapai penglihatan dan keterampilan koping yang memadai. Ingat
bahwa balutan bilateral menjadikan pasien tak dapat melihat, mengunakan
tekhnik bimbingan penglihatan.
2. Bantu pasien menata lingkungan. Jangan mengubah penataaan meja-kursi
tanpa pasien diorentasi terlebih dahulu.
3. Orientasikan pasien pada ruangan.
4. Bahas perlunya penggunaan perisai metal atau kaca mata bila diperintahkan.
5. Jangan memberikan tekanan pada mata yang terkena trauma.
6. Gunakan prosedur yang memadai ketika memberikan obat mata.
53
D. GLAUKOMA
1. Pengertian Glaukoma
Istilah glaukoma merujuk pada kelompok penyakit yang berbeda dalam hal
patofisiologi, presentasi klinis, dan penanganannya.Glaukoma adalah salah satu jenis
penyakit mata dengan gejala yang tidak langsung, yang secara bertahap menyebabkan
penglihatan pandangan mata semakin lama akan semakin berkurang sehingga akhirnya
mata akan menjadi buta. Glaukoma didefinisikan sebagai peningkatan TIO secara
mendadak dan sangat tinggi akibat hambatan di anyaman trabekulum. Keadaan itu
merupakan suatu kedaruratan mata yang termasuk true emergency.
2. Klasifikasi Glaukoma
Glaukoma diklasifikasikan dalam 2 kelompok :
a. Primary open angle glaucoma (Glaukoma sudut terbuka)
Tipe ini merupakan yang paling umum/sering pada glaukoma dan terutama
terjadi pada orang lanjut usia (di atas 50 tahun). Penyebabnya adalah peningkatan
tekanan di dalam bola mata yang terjadi secara perlahan-lahan. Rata-rata tekanan
normal bola mata adalah 14 sampai 16 milimeter air raksa (mmHg). Tekanan
sampai 20 mmHg masih dalam batas normal. Tekanan di atas atau sama dengan 22
mmHg diperkirakan patut dicurigai menderita glaukoma dan memerlukan
pemeriksaan lebih lanjut. Tekanan bola mata yang meningkat dapat membahayakan
dan menghancurkan sel-sel daripada syaraf/nervus opticus di mata. Begitu
terjadinya kehancuran sejumlah sel-sel tersebut, suatu keadaan bintik buta (blind
spot) mulai terbentuk dalam suatu lapang pandangan. Bintik buta ini biasanya
dimulai dari daerah samping/tepi (perifer) atau daerah yang lebih luar dari satu
lapang pandangan. Pada tahap lebih lanjut, daerah yang lebih tengah/pusat akan
juga terpengaruh. Sekali kehilangan penglihatan terjadi, keadaan ini tidak dapat
kembali normal lagi (ireversibel). Tidak ada gejala-gejala yang nyata/berhubungan
dengan glaukoma sudut terbuka, karenanya sering tidak terdiagnosis. Para penderita
tidak merasakan adanya nyeri dan sering tidak menyadari bahwa penglihatannya
berangsur-angsur makin memburuk sampai tahap/stadium lanjut dari penyakitnya.
Terapi sangat dibutuhkan untuk mencegah berkembangnya penyakit glaukoma ini
54
dan untuk mencegah pengrusakan lebih lanjut dari penglihatan.
Glaukoma sudut terbuka dibagi menjadi 3 macam :
1. Primer
Glaukoma sudut terbuka primer ditandai dengan atropi saraf optikkus dan
kapitasi mangkuk fisiologis dan defek lapang pandang yang khas. Glaukoma
sudut terbuka, tekanan normal ditandai dengan adanya perubahan meskipun TIO
masih dalam batas parameter normal.
2. Sekunder
Peningkatan TIO yang disebabkan oleh peningkatan tahanan aliran keluar
humor akueos melalui jaring-jaring traekuler, kanalis schlemm, dan sistem vena
efiskleral. Peningkatan tekanan tersebut dapat diakibatkan oleh penggunaan
kortikosteroid jangka waktu lama tumor intraokuler, uveitis.
3. Glaukoma tegangan normal
Glaukoma bertekanan normal adalah suatu keadaan dimana terjadi
kerusakan yang progresif terhadap syaraf/nervus opticus dan terjadi kehilangan
lapang pandangan meski tekanan di dalam bola matanya tetap normal. Tipe
glaukoma ini diperkirakan ada hubungannya, meski kecil, dengan kurangnya
sirkulasi darah di syaraf/nervus opticus, yang mana mengakibatkan kematian
dari sel-sel yang bertugas membawa impuls/rangsang tersebut dari retina
menuju ke otak. Sebagai tambahan, kerusakan yang terjadi karena hubungannya
dengan tekanan dalam bola mata juga bisa terjadi pada yang masih dalam batas
normal tinggi (high normal), jadi tekanan yang lebih rendah dari normal juga
seringkali dibutuhkan untuk mencegah hilangnya penglihatan yang lebih lanjut.
Glaukoma bertekanan normal ini paling sering terjadi pada orang-orang yang
memiliki riwayat penyakit pembuluh darah, orang Jepang atau pada wanita.
b. Angle closure glaucoma (Glaukoma sudut tertutup)
Glaukoma sudut tertutup paling sering terjadi pada orang keturunan Asia dan
orang-orang yang penglihatan jauhnya buruk, juga ada kecenderungan untuk
penyakit ini diturunkan di dalam keluarga, jadi bisa saja di dalam satu keluarga
anggotanya menderita penyakit ini. Pada orang dengan kecenderungan untuk
menderita glaukoma sudut tertutup ini, sudutnya lebih dangkal dari rata-rata
biasanya. Karena letak dari jaringan trabekular meshwork itu terletak di sudut yang
55
terbentuk dimana kornea dan iris bertemu, makin dangkal sudut maka makin dekat
pula iris terhadap jaringan trabecular meshwork. Kemampuan dari cairan mata
untuk mengalir/melewati ruang antara iris dan lensa menjadi berkurang,
menyebabkan tekanan karena cairan ini terbentuk di belakang iris, selanjutnya
menjadikan sudut semakin dangkal. Jika tekanan menjadi lebih tinggi membuat iris
menghalangi jaringan trabecular meshwork, maka akan memblok aliran. Keadaan
ini bisa terjadi akut atau kronis. Pada yang akut, terjadi peningkatan yang tiba-tiba
tekanan dalam bola mata dan ini dapat terjadi dalam beberapa jam serta disertai
nyeri yang sangat pada mata. Mata menjadi merah, kornea membengkak dan
kusam, pandangan kabur, dsb. Keadaan ini merupakan suatu keadaan yang perlu
penanganan segera karena kerusakan terhadap syaraf opticus dapat terjadi dengan
cepat dan menyebabkan kerusakan penglihatan yang menetap.
Tidak semua penderita dengan glaukoma sudut tertutup akan mengalami gejala
serangan akut. Bahkan, sebagian dapat berkembang menjadi bentuk yang kronis.
Pada keadaan ini, iris secara bertahap akan menutup aliran, sehingga tidak ada
gejala yang nyata. Jika ini terjadi, maka akan terbentuk jaringan parut diantara iris
dan aliran, dan tekan dalam bola mata tidak meningkat sampai terdapat jumlah
jaringan parut yang banyak. Serangan akut bisa dicegah dengan memberikan
pengobatan.
Glaukoma sudut tertutup dibagi menjadi 2 :
Primer
Akibat defek anatomis yang menyebabkan pendangkalan kamera
anterior. Menyebabkan sudut pengaliran yang sempit pada perifer iris dan
trabekulum. Penderita glaukoma sudut tertutup primer sering tidak
mengalami masalah sama sekali dan tekanan intraokulernya normal kecuali
terjadi penutuan sudut yang sangat akut ketika iris berdilatasi.
Sekunder
Peningkatan tahanan aliran humor akueus disebabkann oleh penyumbatan
jaring-jaring trabekula oleh iris perifer, biasanya disebabkan oleh aliran
akueus setelah menderita penyakit atau pembedahan.
c. Glaucoma Kongenital :
Peningkatan tekanan didalam bola mata bayi yang baru lahir (biasanya pada
kedua mata).
56
Galukoma akibat penyumbatan pengaliran keluar cairan mata oleh jaringan
sudut bilik mata yang terjadi oleh adanya kelainan congenital.
Glaucoma yang terjadi sejak lahir
Scele mengemukakan pembagian dalam :
Glaukoma infamtum
Yang dapat tampak pada waktu lahir atau pada umur 1-3 tahun dan
menyebabkan pembesaran pada bola mata, karen dengan elastisitasnya bola
mata membesar mengikuti meningginya tekanan intraokuler.
Glaukoma yuvenilis
Didapatkan pada anak yang lebih besar.
3. Etiologi
Penyebab dari glaukoma adalah sebagai berikut (Sidharta Ilyas, 2004)
a. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan cilliary.
b. Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau dicelah
pupil.
Faktor-faktor resiko dari glaukoma adalah (Bahtiar Latif, 2009)
a. Umur
Resiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia. Terdapat 2
% daripopulasi usia 40 tahun yang terkena glaukoma. Angka ini akan bertambah
dengan bertambahnya usia.
b. Riwayat anggota keluarga yang terkena glaukoma
Untuk glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita glaukoma
mempunyai resiko 6 kali lebih besar untuk terkena glaukoma. Resiko terbesar
adalah kakak adik kemudian hubungan orang tua dan anak-anak.
57
c. Tekanan bola mata
Tekanan bola mata diatas 21 mmHg beresiko tinggi terkena glaukoma.
Meskipun untuk sebagian individu, tekanan bola mata yang lebih rendah sudah
dapat merusak saraf optik. Untuk mengukur tekanan bola mata dapat dilakukan
dirumah sakit mata atau pada dokter spesialis mata.
d. Obat-obatan
Pemakai steroid secara rutin misalnya pemakai obat tetes mata yang
mengandung steroid yang tidak dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk
penderita asthma, obat steroid untuk radang sendi, dan pemakai obat secara rutin
lainnya.
4. Patofisiologi
Glaukoma kongenital disebabkan adanya peningkatan tekanan di dalam bola
mata (intraokuler) yang disertai dengan kelainan struktur segmen depan bola mata.
Kelainan ini menyebabkan air mata terbendung dan mengakibatkan peninggian tekanan
bola mata. Selanjutnya peninggian tekanan bola mata menyebabkan iris bengkak dan
meradang, mengenai saraf optik yang menyebabkan gangguan penglihatan sehingga
terjadi perubahan sensori motorik. Selain itu, peninggian tekanan bola mata
menyebabkan kelainan kornea sehingga terjadi diameter kornea lebih besar, kornea
keruh dan pandangan kabur.
5. Gejala Klinis
Secara khusus gejala klinis glaukoma dibagi menjadi glaukoma yang akut dan kronis.
Gejala glaukoma akut :
Mata mendadak teras nyeri, merah, penglihatan terganggu bahkan sampai tidak
dapat melihat. Terkadang disertai mual, muntah dan dapat pula, melihat
gambaran pelangi sewaktu melihat bola lampu.
Glaukoma Kronis (kronis=lambat), mula-mula cairan akuos dapat berjalan lancar
akan tetapi semakin lama aliran akan melambat karena ada hambatan. Tekanan
bola mata akan meninggi perlahan-lahan sehingga tak ada gejala nyeri sama
sekali akan tetapi lapang pandang mata akan menyempit perlahan-lahan.
58
6. Penatalaksanaan
Tujuan ini adalah untuk menurunkan TIO ke tingkat yang konsisten dengan
mempertahankan penglihatan. Penatalaksaan bisa berupa terapi obat, pembedahan laser,
pembedahan konvensional.
1. Farmakoterapi
Terapi obat merupakan penangan awal dan utama untuk glaukoma sudut terbuka
primer meskipun program ini dapat diganti terapi diteruskan seumur hidup. Bila
terapi ini gagal pilihan berikutnya adalah terabekuloplasti laser.
2. Glaukoma sudut tertutup akut
Dengan sumbatan pupil biasanya jarang merupakan kegawatan bedah. Obat
digunakan untuk mengurangi TIO sebanyak mungkin sebelum iridektomi laser
atau insisional.
3. Penangan glaukoma sekunder, ditangani dengan menghentikan pengobatan
kortikosteroid. Uveitis diterapi dengan bahan anti inflamasi.
7. Kontraindikasi pada pasien glaukoma :
a) Efek samping pada pemakaian obat topikal :
Pandangan kabur
Pandangan meremang khususnya menjelang malam dan kesulitan
memfokuskan pandangan, kadang frekuensi denyut jantung dan respirasi juga
terpengaruh.
b) Efek samping pada pemakaian obat sistemik :
adanya rasa kesemutan pada jari tangan dan jari kaki, pusing, kehilangan nafsu
makan, defekasi tidak teratur, kadang batu ginjal.
c) Jenis obat yang digunakan oleh glaukoma :
Antaginis beta-adenergik,bahan kolinergik, agonis adenergik, inhibitor
Anhidrase karbonat, diuretika Osmoltik.
8. Konsep Asuhan Keperawata Glaukoma
1. Pengkajian
a. Aktivitas / Istirahat :
Perubahan aktivitas biasanya / hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan
b. Neurosensori :
59
Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang menyebabkan silau
dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja
dengan dekat/merasa di ruang gelap (katarak).
Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar,
kehilangan penglihatan perifer, fotofobia(glaukoma akut). Perubahan
kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda :
Papil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan. Peningkatan
air mata.
c. Nyeri / Kenyamanan :
nyeri disekitar mata, ekspresi wajah meringis
d. Integritas ego
Cemas akan keadaan penyakitnya, gelisah
e. Penyuluhan / Pembelajaran
Kurang pengetahuan tentang penyakit yang diderita, bingung
2. Pengelompokkan Data
Data subjektif
- Klien mengatakan penglihatannya kabur
- Klien mengatakan nyeri disekitar mata
- Klien mengatakan cemas akan keadaan penyakitnya
- Klien mengatakan kurang pengetahuan tentang penyakit yang dideritanya
Data objektif
- Mata merah
- Peningkatan air mata
- Ekspresi wajah meringis
- Gelisah
- Bingung bila ditanya tentang penyakitnya
60
3. Analisa Data
No. Problem Etiologi Symptom
1. Nyeri Kalainan struktur segmen
dalam bola mata
↓
Obstruksi aliran aqueous
humor
↓
Air mata terbendung
↓
Peninggian tekanan bola mata
↓
Terjadi peradangan pada iris
↓
Pembengkakan
↓
Merangsang tubuh
mengeluarkan mediator kimia
(bradikinin, histamin, dan
prostaglandin)
Impuls dikirim ke thalamus
bagian korteks serebri
↓
Nyeri dipersepsikan
Ds :
- Klien mengatakan nyeri
disekitar mata
Do :
- Ekspresi wajah meringis
- Mata merah
2. Gangguan Kalainan struktur segmen Ds :
61
persepsi sensori :
penglihatan
dalam bola mata
↓
Obstruksi aliran aqueous
humor
↓
Air mata terbendung
↓
Kornea keruh
↓
Penglihatan kabur
↓
Gangguan persepsi sensori :
penglihatan
- Klien mengatakan
penglihatannya kabur
Do :
- Peningkatan air mata
- Mata merah
3. Ansietas Kurang pengetahuan tentang
penyakit yang diderita
↓
Stress psikologis
↓
ansietas
Ds :
- Klien mengatakan kurang
pengetahuan tentang
penyakit yang dideritanya
Do :
- Gelisah
- Bingung bila ditanya
tentang penyakitnya
4. Prioritas Masalah
1) Nyeri
2) Gangguan persepsi sensori : penglihatan
3) Ansietas
62
5. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan adanya peradangan pada iris dan ditandai dengan :
Ds :
- Klien mengatakan nyeri disekitar mata
Do :
- Mata merah
- Ekspresi wajah meringis
2) Gangguan persepsi sensori : penglihatan berhubungan dengan penglihatan
kabur dan ditandai dengan :
Ds :
- Klien mengatakan penglihatannya kabur
Do :
- Peningkatan air mata
- Mata merah
3) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit yang
dideritanya dan ditandai dengan :
Ds :
- Klien mengatakan kurang pengetahuan tentang penyakit yang
dideritanya
Do :
- Gelisah
- Bingung bila ditanya tentang penyakitnya
63
6. Rencana Tindakan Keperawatan
64
65
No. Diagnosa KeperawatanPerencanaan
RasionalTujuan Intervensi
1 2 3 4 5
1. Nyeri berhubungan dengan adanya peradangan pada iris dan ditandai dengan :
DS :
Klien mengatakan nyeri disekitar mata
DO :
Mata merah
Ekspresi wajah meringis
Tupan :
Setelah di berikan tindakan keperawatan selama ±.... hari nyeri klien menghilang
Tupen :
Setelah di berikan tindakan keperawatan selama ±..... jam nyeri klien berkurang, dengan kriteria :
- Nyeri menghilang dengan skala ( 0-5 )
- Ekspresi wajah rileks
- Klien tampak tenang
1. Observasi nyeri, perhatikan lokasi, karakteristik dan intensitas.
2. Ajarkan penggunaan tehnik distraksi dan relaksasi.
3. Kolaborasi :beri analgetik sesuai anjuran.
1. Membantu evaluasi derajat ketidaknyamanan dan keefektifan analgetik.
2. Menghilangkan perhatian dari rasa nyeri
3. Analgetik dapat mengurangi nyeri, meningkatkan kenyamanan dan istrahat.
2. Gangguan persepsi sensori : penglihatan berhubungan dengan penglihatan kabur dan ditandai dengan :
DS:
Klien mengatakan penglihatannya kabur
DO :
Peningkatan air mata
Mata merah
Tupan :
Setelah di berikan tindakan keperawatan selama ±.... hari, gangguan penglihatan teratasi
Tupen :
Setelah di berikan tindakan keperawatan selama ±..... gangguan penglihatan berangsur-angsur berkurang, dengan kriteria :
- Penglihatan jelas
3. Observasi derajat / tipe kehilangan penglihatan.
4. Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan tentang kehilangan / kemungkinan kehilangan penglihatan.
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat tetes mata.
3. Memudahkan dalam menentukan intervensi selanjutnya
4. ntervensi dini untuk mencegah kebutaan, klien menghadapi kemungkinan/mengalami kehilangan penglihatan sebagian atau total.
5. Mengurangi iritasi yang terjadi pada mata.
3. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit yang dideritanya dan ditandai dengan :
DS :
Klien mengatakan kurang pengetahuan tentang penyakit yang dideritany
Tupan :
Setelah di berikan tindakan keperawatan selama ±.... hari cemas teratasi.
Tupen :
Setelah di berikan tindakan keperawatan selama ±..... hari cemas berangsur-angsur berkurang, dengan kriteria :
1. Observasi tingkat kecemasan klien
2. Mengatakan hal sejujurnya kepada klien ketika mendiskusikan mengenai kemungkinan kemajuan dari fungsi pendengarannya untuk mempertahankan harapan klien dalam berkomunikasi.
4. Dapat membantu dalam menentukan intervensi selanjutnya
5. Harapan-harapan yang tidak realistik tidak dapat mengurangi kecemasan, justru malah menimbulkan ketidak percayaan klien terhadap perawat. Menunjukkan kepada klien bahwa dia dapat berkomunikasi
7. Implementasi dan Evaluasi
No Hari/ No Jam Implementasi Paraf Hari / Tgl /Jam Evaluasi
66
Tanggal Dx
1 2 3 4 5 6 7 8
1. 1 1. Mengobservasi nyeri dengan menyakan sampai dimana nyeri dirasakan sambil memperhatikan raut wajah klien (skala 0-5)
2. Mengajarkan tehnik distraksi untuk mengalihkan dari rasa nyeri salah satunya yaitu dengan menyuruh klien menarik napas dalam melalui hidung dan kemudian ditahan 5 detik, kemudian dihembuskan melalui mulut rapat secara perlahan.
3. Mengkolaborasikan pemberian analgetik sesuai anjuran.
S :
- Klien mengatakan nyerinya berkurang
O :
- Klien tampak tenang
A :
- Masalah belum teratasi tetapi sudah ada kemajuan
P :
- Lanjutkan intervensi 1,2,3
2. 2 1. Observasi derajat / tipe kehilangan penglihatan.
2. Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan tentang kehilangan / kemungkinan kehilangan penglihatan.
3. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat tetes mata.
S :
- Klien mengatakan penglihatannya sudah sedikit jelas
O :
- Mata tidak tampak merah
A :
- Masalah belum teratasi tetapi sudah ada kemajuan
P :
- Pertahankan intervensi
67
3. 3 1. Mengobservasi tingkat kecemasan klien
2. Mengatakan hal sejujurnya kepada klien ketika mendiskusikan mengenai kemungkinan kemajuan dari fungsi pendengarannya untuk mempertahankan harapan klien dalam berkomunikasi.
3. Memberikan informasi mengenai kelompok yang juga pernah mengalami gangguan seperti yang dialami klien untuk memberikan dukungan kepada klien.
4. Memberikan informasi tentang penyakit yang diderita oleh klien
S :- Klien
mengatakan sudah mengerti tentang penyakit yang dideritanya
O :- Klien dapat
menjawab ketika ditanya tentang penyakitnya
- Ekspresi wajah tenang
A :- Masalah
teratasiP :- Berikan
informasi untuk pengobatan lebih lanjut dirumah.
BAB III
68
PENUTUP
A. Kesimpulan
Myopi merupakan gangguan mata diakibatkan oleh kelainan lensa mata, penderita
tidak mampu melihat objek yang jauh. Penyebab miopia dapat bersifat keturunan
(herediter), ketegangan visual atau faktor lingkungan. Faktor herediter pada miopi
pengaruhnya lebih kecil dari faktor ketegangan visual. Terjadinya miopi lebih dipengaruhi
oleh bagaimana seseorang menggunakan penglihatannya, dalam hal ini seseorang yang
lebih banyak menghabiskan waktu di depan komputer atau seseorang yang menghabiskan
banyak waktunya dengan membaca tanpa istirahat akan lebih besar kemungkinannya
untuk menderita miopi.
Hipermetropi yaitu rabun dekat, penderita rabun dekat tidak dapat melihat secara
jelas objek yang letaknya dekat dengan mata (hanya dapat melihat objek yang letaknya
jauh dari mata). Rabun dekat atau hipermetropi merupakan cacat mata yang terjadi karena
lensa mata tidak dapat mencembung atau tidak dapat berakomodasi sebagaimana
mestinya.
Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang mengakibatkan
pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di dalam mata. Defek kongenital
mrupakan salah satu kelainan herediter sebagai akibat dari infeksi virus prenatal, seperti
German Measles. Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan
akut untuk bekerja ataupun keamanan. Salah satu diagnosa kep.yang bisa muncul yaitu
Resiko tinggi terhadap cedera b/d kehilangan vitreus, perdarahan intraokuler, peningkatan
TIO.
Glaukoma merupakan bagian penyakit mata yang menyebabkan proses hilangnya
penglihatan, tetapi proses ini dapat dicegah dengan obat-obatan, terapi laser dan
pembedahan. Hilangnya penghlihatan pada kasus glaukoma tidak dapat disembuhkan
kembali, maka sangat penting untuk mencegah terjadinya kerusakan pada organ mata
sedini mungkin, apalagi glaukoma seringkali timbul tanpa gejala sampai pada tahap akhir,
kecuali glaukoma jenis akut (tekanan bola mata tiba-tiba meninggi sehingga mata terasa
sakit dan pegal)
69
B. Saran
Sebaiknya kita jaga mata dengan minum vitamin dan makanan yang bergizi, dan
jagalah mata jangan terlalu memaksakan, ketika mata telah lelah karena itu akan
menimbulkan kelainan seperti myopia. Seiring berjalannya usia maka bisa mengakibatkan
mata menjadi katarak, maka dari itu jaga mata anda, jangan sampai terkena benturan, jaga
juga gaya hidup anda jangan sampai terkena penyakit diabetes karna dengan penyakit
diabetes dapat menyebabkan katarak
Bahaya glaukoma akut harus diwaspadai termasuk oleh dokter umum, karena
menyebabkan kebutaan yang cepat pada kedua mata. Pasien datang ke bagian unit darurat
dengan keluhan utama nyeri di sekitar mata dan menurunnya ketajaman penglihatan, dapat
disertai sakit kepala, muntah dan sakit perut sehingga dapat didiagnosis terjadi gangguan
pencernaan atau gastritis.
70
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Dari Buku :
Arif, mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculpius.: Jakarta.
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Medikal Keperawatan Vol.3. EGC: Jakarta.
Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. EGC:
Jakarta.
Sumber Dari Internet
Ming, P.Y., Operasi Katarak: Pemulihan Penglihatan dengan Teknik dan Inovasi
Terbaru,
(http://www.jerrytan.com/docs/operasi_katarak_kencan_edisi_6_tahun_1_2011_id.
pdf, diakses pada tanggal 21 November 2014 jam 08:39)
Murti, H., Santi, R.C.N., (2011), Aplikasi Pendiagnosa Kebutaan Warna dengan
Menggunakan Pemrograman Borland Delphi,
(http://www.unisbank.ac.id/ojs/index.php/fti1/article/download/363/240, diakses
pada tanggal 21 November 2014 jam 19:30)
71