makalah kmb

34
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Bronkopneumoni” dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih kepada Riza Desima, S.Kep,Ns selaku Dosen mata kuliah Keperawatan Medical Bedah II UMM yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai penyakit dari Bronkopneumoni. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Upload: blebes-baadng

Post on 17-Dec-2015

262 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

makalah kmb

TRANSCRIPT

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Bronkopneumoni dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih kepada Riza Desima, S.Kep,Ns selaku Dosen mata kuliah Keperawatan Medical Bedah II UMM yang telah memberikan tugas ini kepada kami.Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai penyakit dari Bronkopneumoni. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Malang, April 2015

Penyusun

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi (Bennete, 2013) :1. Pneumonia lobaris2. Pneumonia interstisial (bronkiolitis)3. BronkopneumoniaBronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa. Bronkopneumonia merupakan penyumbang kematian balita di dunia sekitar 1,6-2,2 juta balita dengan proporsi 19%. Masalah yang sering muncul pada klien dengan Broncopnemonia adalah tidak efektifnya bersihan jalan napas, resiko tonggi terhadap infeksi, kurang pengetahuan, intolerasnsi aktivitas, tidak efektifnya pola napas.Jika broncopnemonia terlambat didiagnosa atau terapi awal yang tidak memadai pada broncopnemonia maka dapat menimbulkan empisema, rusaknya jalan napas, bronkitis, maka diperlukan asuhan keperawatan secara menyeluruh yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk mencegah komplikasi yang mungkin terjadi. Oleh sebab itu, kami merasa perlunya untuk menelaah dan membahas lebih dalam mengenai penyakit broncopnemonia.

1.2 Rumusan Masalah1. Apa definisi dari penyakit Broncopnemonia ?2. Apa saja etiologi dari Broncopnemonia ?3. Bagaimana patogenesis dan patofisiologi dari Broncopnemonia ?4. Apa saja manifestasi klinik dari Broncopnemonia ?5. Bagaimana asuhan keperawatan Broncopnemonia ?

1.3 Tujuan Penulisan1. Untuk mengetahui definisi dari Broncopnemonia2. Untuk mengetahui etiologi dari Broncopnemonia3. Untuk mengetahui patogenesis dan patofisiologi dari Broncopnemonia4. Untuk mengetahui manifestasi klinik dari Broncopnemonia5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan Broncopnemonia

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dari BroncopnemoniaBronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran bercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya (Smeltzer & Suzanne C,2002:57). Bronkopneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi jamur dan seperti bakteri, virus, dan benda asing( Ngastiyah,2005)Bronkopneumonia suatu cadangan pada parenkim paru yang meluas sampai bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan paru melalui cara penyebaran langsung melalui saluran pernafasan atau melalui hematogen sampai ke bronkus.(Riyadi sujono& Sukarmin,2009)

2.2 Etiologi Bronkopneumonia Menurut Branley et.al (2011) penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :1. Faktor Infeksia. Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).b. Pada bayi :1) Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus.2) Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.3) Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium tuberculosa, Bordetella pertusis.c. Pada anak-anak :1) Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV2) Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia3) Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosisd. Pada anak besar dewasa muda :1) Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis2) Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis2. Faktor Non Infeksi. Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :a. Bronkopneumonia hidrokarbon :Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).b. Bronkopneumonia lipoid :Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.

2.3 Patogenesis dan Patofiologi Broncopnemonia2.3.1 Patogenesis BroncopnemoniaNormalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel.Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus. Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja jantung. Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan (Bennete, 2013).Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011):1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.2. Stadium II (48 jam berikutnya)Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

2.3.2 Patofisiologi BroncopnemoniaBronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophilus influenza atau karena aspirasi makanan dan minuman. Dari saluran pernafasan dengan gambaran sebagai berikut:1. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi pembuluh darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli 2. Ekspansi kuman melaui pembuluh darah kemudian masuk kedalam saluran pencernaan dam menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora normal dalam usus, peristaltic meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi dan kemudian terjadilah diare yang beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

2.4 Manifestasi KlinikPneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif (Bennete, 2013).Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnya bronkopneumonia ditemukan hal-hal sebagai berikut (Bennete, 2013):1. Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung. Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua.Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat head bobbing, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada head bobbing, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai. Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi. 2. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.3. Pada perkusi tidak terdapat kelainan4. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya).Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.Pemeriksaan RadiologiGambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah (Bennete, 2013).Pemeriksaan LaboratoriumPada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan (Bennete, 2013).Kriteria DiagnosisDiagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut (Bradley et.al., 2011):1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada2. Panas badan3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)4. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus5.Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)KomplikasiKomplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi (Bradley et.al., 2011).PenatalaksanaanPenatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012; Bradley et.al., 2011)1. Penatalaksaan Umuma. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah 60 torr.b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit. c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.2. Penatalaksanaan Khususa. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantungc. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis. Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :1. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis 2. Berat ringan penyakit3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia.1. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) : a. ampicillin + aminoglikosidb. amoksisillin - asam klavulanatc. amoksisillin + aminoglikosidd. sefalosporin generasi ke-32. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)a. beta laktam amoksisillinb. amoksisillin - asam klavulanatc. golongan sefalosporind. kotrimoksazole. makrolid (eritromisin)3. Anak usia sekolah (> 5 thn)a. amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)b. tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun) Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).2.5 Asuhan KeperawatanPengkajiana. Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber, untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klienb. Biodata klien meliputi : nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, anak keberapa, agama/suku, pendidikan, alamat, dan penanggung jawab serta hubungan dengan klien.c. Riwayat kesehatan1) Riwayat kesehatan sekarang : kaji keluhan klien, kapan mulai tanda dan gejala, faktor yang mempengaruhi, apakah berhubungan dengan stres atau keluhan fisik, apakah ada upaya-upaya yang dilakukan.2) Riwayat kesehatan masa lalu : berupa penyakit dahulu yang pernah diderita, dan hubungannya dengan keluhan sekarang.3) Riwayat alergi : apakah ada reaksi alergi terhadap suatu zat-zat terutama seperti obat atau makanan.d. Riwayat kesehatan keluargaApakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien.e. Struktur keluarga/genogramf. Pengkajian fisik dan pola kesehatan1) Aktifitas atau istirahatGejala : Kelemahan, kelelahan, insomnia.Tanda : Letargi.Penurunan toleransi terhadap aktifitas2) SirkulasiGejala : Riwayat adanya gejala kronis takikardi.Tanda : Takikardia. Penampilan kemerahan atau pucat.3) Integritas egoGejala : Banyaknya stressor, masalah finansial.4) Makanan atau cairanGejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah.Tanda : Distensi abdomen. Hiperaktif bunyi usus.Kulit kering dengan turgor buruk.5) Neuro sensorikGejala : Sakit kepala daerah Frontal (influenza).Tanda : Perubahan mental ( bingung, samnolen).6) Nyeri atau kenyamananGejala : Sakit kepala. Nyeri dada (pleuritik),meningkat oleh batukTanda : Melindungi area yang sakit7) PernapasanGejala : Takipnea, Dispnea progresif, pernapasan dangkal Tanda : Sputum : Merah muda, berkarat, atau purulen.Perkusi : Pekak diatas area yang konsolidasi.Fremitus : Taktil dan vocal bertahap meningkatBunyi napas : menurun atau tidak ada diatas area yang terlibatWarna : pucat atau sianosis bibir/kuku.8) Keamanan Gejala : Riwayat gangguan sistem imun, misalnya AIDS, Demam (misal, 38,5-39,60 C).Tanda : Berkeringat, menggigil berulang, gemetar. ( Doenges, 1999. hal.164).Diagnosa Keperawatan1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan kerja pernafasan, retensi O22. Bersihan jalan nafas tidak efektif beerhubungan dengan peningkatan sekresi mucus3. Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan retensi CO2 dan hipoksemia4. Resiko tinggi volume cairan kurang berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh, takhipnea, diaporesis5. Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ddispnea saat makan, muntah saat batuk6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan retensi CO2, takhipnea, hipoksemia

Intervensi1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveolar, pensingkatan kerja pernafasan, retensi O2Tujuan:Pasien menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringanKriteria evaluasi RR, GDA dalam batas normal pada anak sesuai umurIntervensi :a. Longgarkan pakaian anak/bayi.Rasional: Mengurangi hal yang memperberat pernafasan klien.b. Kaji frekunsi, kedalaman dan kemudahan bernafas.Rasional: Manifestasi distress pernafasan tergantung pada derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.c. Obsevasi warna kulit, membran mukosa, kuku dan catat adanya sianosis perifer.Rasional: Sianosis kuku menunjuukan vaasokontriksi atau respon tubuh demam/menggigil.d. Kaji status mental klien.Rasional: Respon gelisah, mudah tersinggung, bingung dan somnolen menunjukkan adanya hipoksemia /penurunan oksigen cerebral.e. Observasi frekuensi irama jantung.Rasional: Takhikardi meerupakan respon hipoksemia dan dapat pula akibat demam/dehidrasi.g. Observasi suhu tubuh, jika terjadi kenaikan suhu beeri kompres dingin/hangat.Rasional: Suhu yang tinggi dapat meningkatkan kebutuhan metabolismedan mengganggu oksigenasi seluler.h. Pertahankan istirahat tidur. Bila anak kooperative ajarkan teknik relaksasi.Rasional : Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan konsumsi oksigen dalam masa perbaikan infeksi.i. Atur posisi semi fowler/fowler (pada bayi: baringkan dengan kepala ektensi dengan mengganjal di bawah bahu).Rasional: Dengan inspirasi maksimal dapat meningkatkan pemenuhan O2.Kolaborasi : Beri terapi oksigen secara benar dengan dosis 2L/menit.Rasional : mempertahankan PaO22. Bersihan jalan nafas tidak efektif beerhubungan dengan peningkatan sekresi mukus. Tujuan Anak menunjukkan ventilasi yang adekuat. Kriteria evaluasiRR, saturasi O2, GDA normal pada anak sesuai umur, suara paru bersih/tidak ada suara tambahan. Intervensi mandiri:a. Monitor frekuensi/kedalaman nafas, dan gerakan dada.Rasional : Takhpinea, nafas dangkal dan gerakan dinding dada tidak simetris menunukkan adanya cairan paru/ketidaknyamanan.b. Auskultasi area paru, catat adanyqa penurunan/tidak ada aliran udara dan bunyi nafas mengi.Rasional : Penurunan udara pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi nafas mengi sebagai respon adanya akumulasi skret kental pada jalan nafas.c. Berikan cairan hangat sesuai kebutuhan anak/bayi bila tidak ada kontra indikasi.Rasional : cairan yang cukup dan hangat dapat mengencerkan secret.d. Isaplah lendir dengan sering bila saat lendir terlihat di mulut dan akan diberi minum.Rasional: Mencegah terjadinya aspirasi.e.Ajarkan batuk efektif dan nafas dalam bila anak kooperatif.Rasional: Nafas dalam memudahkan ekspansi paru dan batuk efektif membantu mengeluarkan secret secara alami.Intervensi Kolaborasi:f.Pemberian nebulizer, fisioterapi dada dan postural drainase bila lendir banyak (caranya: bayi dibaringkan tengkurap, didepannya letakkan handuk sebagai alas, ganjal perut dengan guling sehingga posisi kepala lebih rendah kemudian lakukan tepukan dengan kedua tangan yang dicekungkan dipunggung bayi secara ritmik sambil sering diusap lendirnya dari hidung dan mulut, lakukan tindakan ini selama 5-10 menit pada pagi dan sore, bila lendir sudah berkurang lakukan pagi hari saja) serta awasi efeknya.Rasional: Memudahkan pengenceran dan pembuangan secret dan jika postural drainase tidak efektif dapat menyebabkan penumpukan eksudat alveolar.g. Ubah posisi anak dan lakukan perkusi punggung.Rasional: Meningkatkan mobilisasi secret sehingga mudah diisap lendirnya.h. Berikan obat sesuai indikasi: mukolotik, ekspektoran, bronkhodilator, analgesik.Rasional: Menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi secret. Analgesik dapat menguraangi ketidaknyamanan akibat batuk.i. Berikan cairan intra vena sesuai dan O2 sesuai terapi.Rasional: Mengganti cairan yang hilang dan untuk mobilisasi secret.j. Observasi hasil foto thoraks, GDA dan nadi.Rasional : Mengevaluasi kemajuan dan efek proses penyakit serta tindakan selanjutnya.

3. Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan retensi CO2 dan hipoksemiaTujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi semua organKriteria Evaluasi : Status mental klien tidak ada penurunan, sianosis tidak ada, extremitas tidak dingin.Intervensi:a. Kaji bunyi nafas tiap 4 jam dan setelah pengisapan atau terapi inhalasi.Rasional: Mengetahui perkembangan fungsi pernafasan klieenb. Kaji status mental tiap 4 jam dan kalau perlu.Rasional: Perubahan/ status mental menunjukkan adanya penurunan oksigenasi ke otakc. Kaji nadi perifer dan kapilari reffil tiap 4 jam.Rasional: Penurunan nadi perifer dan kapilari reffil merupakan indikasi penurunan perfusi jaringan.d. Monitor out put urine dan laporkan bila kurang dari 30 cc/jam.Rasional: Penurunan produksi urine merupakan indikasi peerfusi jaringan ke ginjal tidak adekuat.e. Monitor adanya distensi abdomen, nyeri tekan di hepar.Rasional: Mengetahui secara dini adanya gangguan hepar akibat penurunan perfusi jaringan.f. Monitor haasil laboratorium : Hematokrit, elektrolit, kreatinin dan fungsi hati.Rasional: Mendeteksi dini bila terjadi gangguan pada organ lain.

4. Resiko tinggi volume cairan kurang berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh, takhipnea, diaporesisTujuan : Anak menunjukkan sign dan symptom keseimbangan cairan.Kriteria Evaluasi: Turgor kulit cukup, intake dan out put seimbang, produksi urine dalam batas normal, membran mukosa lembab, pengisian kapiler cepat, TTV normal.Intervensi:a. Observasi TTV, terutama suhu tiap jam, adanya peningkatan suhu yang lama, takhikardia, hipotensi ortostatik.Rasional: Pasien BP sewaktu-waktu dapt terjadi hiperpireksia,peningkatan suhu tubuh meningkatkan laju metabolic dan kehilangan cairan melalui evaporasi. TD ortostatik dan peningkatan takhikardia menunjukkan kekurangan cairan sistemik.b. Berikaan kompres dingin.Rasional: Menurunkan suhu tubuh dengan cara konduksi, sehingga dapat menurunkan laju metabolic.c. Kaji turgor kulit, kelembaban mukosa (bibir, lidah).Rasional: Indikator langsung adekuatnya volume cairan.d. Pantau intake ouput cairan, hitung keseimbangan cairan. Waspadai kehilangan cairan tak tampak, timbang BB sesuai indikasi.Rasional: Memberikan informasi tentang adekuatnya volume cairan dan kebutuhan penggantian cairan.

e. Bila bayi maasih minum ASI, anjurkan ibu untuk meneteki saat bayi tidak sesak dan saat menetek beri tahu ibu untuk sering-sering mengeluarkan putting.Rasional: Memenuhi kebutuhan cairan bayi dan mempertahankan hubungan antara ibu dan anak serta memberikan kesempatan bayi bernafas.

f. PaspalphaBeri obat sesuai indikasi (antiemeetik, antipiretik).Rasional: berguna menurunkan kehilangan cairan.g. Beri cairan IV tambahan sesuai kebutuhan (glukosa 5% dan NaCl 0,9% dengan perbandingan 3:1 ditambahkan KCL 10 mEq/500 ml/botol infus).Rasional: Mencegah dehidrasi dan kekurangan kalori.5. Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnea saat makan, muntah saat batukTujuan : Nutrisi terpenuhi secara adekuat.Kriteria Evaluasi : Menunjukkan peningkatan nafsu makan dan BB meningkat/dapat dipertahakan.Intervensi:a. Identifikaasi penyebab penurunan nafsu makan.Rasional: Pilihan intervensi tergantung dari penyebab masalah.b. Berikan makanan dengan porsi kecil tapi sering dan makanan sesuai kesukaan anak bila tanpa kontra indikasi.Rasional: Meningkatkan masukan makanan meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk kembali.c. Bila bayi/anak masih minum ASI, motivasi ibu untuk meneteki saat bayi tadak sesak dan anjurkan untuk sering mengeluarkan putingnya. Bila bayi belum bisa menetek, ASI harus dipompa dan berikan pada bayi pakai sendok.Rasional: Memenuhi kebutuhan nutrisi anak/bayi, mempertahankan hubungan bayi dan ibu, memberikan kesempatan bayi bernafas.d. Bila anak/bayi minum susu formula, berikan pakai sendok dan jika keadaan membaik coba berikan dengan dot dan harus sering dicabut.Rasional: Memenuhi kebutuhan nuttrisi bayi, mencegah terjadinya sesak.e. Berikan susu 1 botol 2-3 kali dengan istirahat jam.Rasional: mencegah kelelahan pada anak/bayi. f. Jika terpaksa dengan personde berikaa 2-3 kali.Rasional: Lambung yang mendadak peenuh menyebabkan sesak nafas.g. Obsevasi status nutrisi umum dan timbang BB.Rasional: Adanya kondisi kronis atau keterbatasan keuangan dapat menimbulkan malnutrisi, rentan infeksi dan respon terhadap terapi lambat.

6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan retensi CO2, takhipnea, hipoksemiaTujuan : Anak menunjukan peningkatan kemampuan aktifitas seperti sebelum sakit.Kriteria Evaluasi : Saturasi O2 dan TTV dalam batas normal, tidak ada dispnea, kelemahan berlebihan dan anak mampu melakukan aktifitas sesuai kemampuan.Intervensi:a. Evaluaasi respon anak terhadap aktifitas. Catat adanya dispnea, peningkatan kelelahan dan peerubahan TTV selama aktifitas.Rasional: Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.b. Upayakan anak untuk istirahat yang cukup dan aktifitas sesuai kemempuan.Rasional: Mencegah kelelahan.c. Beri lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut.Rasional: menurunkan stress, rangsangan berlebihan dan meningkatkan istirahat.d. Bantu anak memilih posisi yang nyaman untuk istirahat.Rasional: posisi tidur yang nyaman akan menyeimbangkan kebutuhan O2,e. Motivasi dan libatkan keluarga dalam perawatan anak.Rasional: Meminimalkan kelelahan dan mengurangi stress pada anak dengan dekat orang tua/keluarga.DAFTAR PUSTAKA

Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia. http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview. (7 April 2015)Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.R., Harrison C., Kaplan S.L., Mace S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.R., St Peter S.D., Stockwell J.A., and Swanson J.T. 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=8303 diakses pada tanggal 7 April 2015Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Penerbit IDAINgastiyah. 1995. Perawatan Anak sakit.Jakarta:EGC.