kmb fraktur

Upload: dewipuspitasari

Post on 18-Jul-2015

657 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Berkembangnya ilmu pengetahuan yang semakin canggih, maka banyak pula teknologi canggih yang diciptakan manusia. Teknologi canggih tersebut diantaranya adalah teknologi kendaraan bermotor yang banyak di konsumsi dalam dan luar negeri. Akibat bertambahnya produksi kendaraan tersebut maka bertambah pula angka kejadian kecelakaan. Kecelakaan akibat kendaraan bermotor tersebut salah satunya adalah fraktur. Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. (Linda Juall C) Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma atau aktivitas fisik di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur lebih sering terjadi pada laki laki dari pada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Gejala dari fraktur adalah nyeri, pemendekan ekstermitas, krepitus (sensasi berderak yang teraba dan sering ditemukan pada tulang rawan sendi yang menjadi kasar), pembengkakan lokal, dan perubahan warna. Adapun akibat komplikasi keparahan yang terjadi bila tidak segera tertangani adalah kerusakan arteri, kompartement syndrom, fat embolism syndrom, infeksi, avaskuler nekrosis, dan shock Jumlah korban kecelakaan lalu lintas diindonesia cenderung turun, yaitu 47.401 orang pada tahun 1989, menjadi 32.815 orang pada tahun 1995. Rasio jumlah korban cedera sebesar 16,80 per 10.000 penduduk. Angka kematian tertinggi berada di wilayah kalimantan timur, yaitu 11,07 per 100.000 penduduk dan terendah di jawa tengah, yaitu sebesar 2,67 per 100.000 penduduk. Sedangkan diindonesia dikumpulkan oleh unit pelaksana teknis makmal imunoendokrinologi fakultas kedokteran universitas indonesia, pada tahun 2006 dari 1690 kasus kecelakaan lalu lintas, ternyata memiliki faktur femur 249 kasus atau 14,7 %. Sedangkan berdasarkan data RSPAD gatot soebroto pada tahun 2011 adalah 178 orang.

Melihat angka kejadian di atas yang semakin tinggi, maka peran perawat pun sangat dibutuhkan. Ada pun peran perawat dalam merawat klien fraktur adalah promotif yaitu peran perawat sebagai pendidik dimana perawat akan melakukan peyuluhan tentang fraktur kepada masyarakat dan klien fraktur, preventif yaitu peran perawat dalam pencegahan penyakit fraktur, dimana perawat akan menjelaskan pencegahan dari fraktur, kuratif yaitu peran perawat sebagai penyembuhan pada klien fraktur, dimana klien akan dirawat oleh perawat agar klien sembuh secara bertahap, dan rehabilitasi yaitu peran perawat sebagai merehabilitasi klien fraktur demi meningkatkan pengetahuan secara mendalam tentang fraktur. Dengan penjelasan dan jumlah angka kematian maka penulis tertarik untuk membuat makalah tentang asuhan keperawatan klien fraktur. Agar penulis dapat mempelajari dalam lagi tentang fraktur. lebih

B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan umum Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada klien fraktur 2. Tujuan khususa. Mahasiswa dapat menjelaskan anatomi fisiologi tulang

b. Mahasiswa dapat menjelaskan konsep fraktur mulai dari definisi, jenis jenis fraktur, etiologi, patofisiologi, komplikasi, dan penatalaksanaan c. Mahasiswa dapat memahami proses keperawatan pada klien fraktur mulai dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi. C. Ruang Lingkup Penulis membahas penelitian ini mulai dari tanggal 21 maret 2012 sampai dengan tanggal 4 april 2012 dengan judul Asuhan Keperawatan pada klien Fraktur.

D. Metode penulisan

Dalam pembuatan makalah ini digunakan metode penulisan yang berdasarkan literatur atau metode pustaka. E. Sistematika Penulisan Pada halaman pertama terdapat cover yang berisikan judul makalah dan nama kelompok. Dilanjut dengan kata pengantar yang berisikan ucapan terimasih telah terbuatnya makalah ini. Lalu lembar berikutnya terdapat daftar isi yang berisikan halaman halaman pada makalah ini. Dan BAB I Pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. Lalu BAB 2 Tinjauan Teoritis berisikan tentang pambahasan dari makalah. BAB III penutup berisikan kesimpulan dan saran. Lalu halaman terakhir Daftar Pustaka yang berisikan sumber sumber buku yang di dapat.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi Fisiologi 1. Struktur Tulang Tulang adalah jaringan yang paling keras di antara jaringan ikat lainnya pada tubuh. Tulang terdiri atas hampir 50% air, garam garam mineral terutama garam kalsium 67% dan bahan seluler 33%. Struktur tulang yang dapat dilihat dengan mata telanjang ialah struktur kasar dengan bantuan mikroskop dapat diamati struktur halusnya. Bagian paling luar adalah selaput pembungkus tulang atau periosterium. Selaput ini banyak mengandung pembuluh darah, yang memberikan makanan kepada sel sel tulang. Pada selaput pembungkus tulang inilah otot otot melekat.

Tulang terdiri atas dua jenis jaringan, yaitu jaringan padat dan jaringan seperti spons. Jaringan padat (kompak) tulang keras dan padat. Dijumpai pada tulang pipih dan tulang pipa dan sebagai lapisan tipis menutup semua tulang. Jaringan tulang membentuk jala yang

mempunyai struktus seperti spons. Dijumpai terutama pada ujung tulang pipa, dalam tulang pendek dan sebgai lapisan tengah antara dua lapisan padat pada tulang pipih seperti pada tulang tengkorak dan tulang rusuk. ( Kus Irianto, 2004 )

2. Jenis jenis tulang Menurut Kus Irianto (2004), rangka tubuh manusia tersusun atas 3 macam jenis tulang, yaitu :

a.

Tulang Rawan (Kartilago)

Tulang rawan terbuat dari bahan yang padat, bening, dan putih kebiru biruan. Sangat kuat tetapi kurang dibandingkan dengan tulang (tulang keras). Dijumpai terutama pada sendi dan diantara dua tulang. Mula mula tulang embrio adalah tulang rawan. Kemudian hanya pusat pusat yang masih tumbuh saja yang dipertahankan sebagai tulang rawan. Dan bila usia dewasa tercapai, maka tulang rawan hanya dijumpai sebagai penutup ujung ujung tulang. Tulang rawan tidak mengandung pembuluh darah tetapi diselubungi membran, yaitu periosterium, tempat tulang rawan mendapatkan darah. Ada tiga jenis tulang rawan yang memperlihatkan ciri cirinya yang khusus, yaitu: 1) Tulang rawan hialin Terdiri atas serabut serabut kolagen yang terbenam dalam bahan dasar yang bening seperti kaca. Kuat dan elastis dan dijumpai menutupi ujung tulang pipa sebagai tulang rawan sendi. Juga pada tulang rawan iga, pada hidung, laring, trakhea dan pada bronkhus supaya tetap terbuka. Sel tulang rawan hialin pada dasarnya disusun dalam kelompok kelompok kecil didalam matriks yang kuat.

2)

Tulang rawan fibrosa Terbentuk oleh berkas berkas serabut dengan sel tulang rawan tersusun

diantara berkas serabut itu dan dijumpai ditempat yang memerlukan kekuatan besar, seperti pada tulang panggul dan tulang tempurung lutut.

3)

Tulang rawan elastis Berwarna kuning sebab mengandung sejulah besar serabut elastis berwarna

kuning. Terdapat pada daun telinga, cuping hidung dan tabung eustakhius. Bila ditekan atau dibengkokkan terasa lentur dan cepat kembali ke bentuknya semula. Tulang rawan ini tidak akan mengalami perubahan menjadi tulang keras, walaupun orang itu telah dewasa.

b.

Tulang keras

Tulang keras yang kita sebut sehari hari sebagai tulang saja berasal dari tulang rawan. Tulang tersusun atas sel sel tulang yang hidup. Ruang antar selnya tersusun atas zat kapur (kalsium), fosfor, protein dan zat perekat. Zat kapur (kalsium) dan fosfor yang terkandung dalam matriks menyebabkan tulang menjadi keras dan tidak lentur. Pada tulang anak banyak mengandung zat perekat, sehingga mudah dilenturkan, sedangkan pada orang dewasa sedikit zat perekatnya. Karena itu rapuh dan kalau patah akan lambat masa penyembuhannya. Inilah yang membedakan tulang keras dengan tulang rawan.

c.

Pengikat sendi (ligamen)

Ikat sendi merupakan jaringan pengikat yang sifatnya tetap lentur (elastis). Sesuai dengan namanya, ikat sendi berfungsi menghubungkan dua atau beberapa tulang yang dapat bergerak, sehingga membentuk suatu sendi dan melindungi sendi tersebut. Pada umumnya pengikat sendi ini terdapat pada daerah persendian untuk mencegah pergeseran persendian. Tulang tulang didalam tubuh saling berhubungan satu sama lain. Hubungan antar tulang disebut Artikulasi. Terbentuknya ikat sendi dapat dijelaskan sebagai berikut : mula mula tulang rawan (kartilago) di daerah sendi tersebut akan membengkak. Kedua ujungnya akan diliputi suatu jaringan pengikat, sedangkan jaringan serabut tetap menjaga agar kedua ujung tulang rawan tersebut mulai terisi sel sel tulang, maka keduanya diselaputi oleh selaput sendi yang liat. Selaput ini menghasilkan semacam minyak pelumas yang disebut minyak sendi atau minyak sinovial.

3. Berbagai bentuk tulang

Tulang tulang yang menyusun kerangka tubuh manusia cukup banyak jumlahnya sesuai dengan bentuk dan formasinya. Menurut Kus Irianto (2004), secara garis besarnya bentuk tulang dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu : a. Tulang pipa atau tulang panjang Tulang pipa atau tulang panjang dijumpai dalam anggota gerak. Setiap tulang pipa terdiri atas bagian batang dan dua bagian ujung. Tulang pipa bekerja sebagai alat ungkit dari tubuh dan memungkinkan bergerak. Dibagian pusatnya terdapat rongga besar, berisi sumsum kuning dan banyak mengandung zat lemak. Contoh tulang pipa adalah tulang lengan atas, tulang hasta, tulang pengumpil, tulang tangan dan tulang betis. Suatu tulang terdiri dari beberapa bagian : a. b. c. Epifisis, yaitu kedua ujung tulang Diafisis, yaitu bagian tengah tulang Metafisis, yaitu sambungan epifisis dan

diafisis d. e. Tulang rawan daerah sendi Kanalis medularis, yaitu rongga

memanjang di dalam diafisis yang diisi oleh sumsum tulang kuning. f. Periosterium, yaitu selaput yang menyelimuti bagian luar tulang. Periosterium

mengandung osteoblas (sel pembentuk jaringan tulang), jaringan ikat, dan pembuluh darah. Periosterium merupakan tempat melekatnya otot otot skelet ke tulang dan berperan dalam nutrisi, pertumbuhan, dan reparasi tulang rusak. 2. Tulang pipih

Bentuknya pipih atau gepeng. Terdiri atas dua lapisan jaringan tulang keras dengan ditengahnya lapisan tulang seperti bunga karang atau spons yang didalamnya berisi sumsum merah sebagai tempat pembentukan sel sel darah. Ia dijumpai dimana diperlukan perlindungan, seperti pada tulang tengkorak, tulang rusuk, tulang dada, tulang usus, tulang belikat. Tulang pipih menyediakan permukaan luas untuk kaitan otot otot, misalnya tulang belikat (skapula)

3.

Tulang pendek

Bentuknya bulat pendek. Contoh yang baik dapat dilihat pada tulang pergelangan tangan dan pergelangan kaki. Mereka sebagian besar terbuat dari jaringan tulang jarang karena diperlukan sifat yang ringan dan kuat. Tulang tulang ini diselubungi jaringan padat tipis. Karena kuatnya, maka tulang pendek mampu mendukung seperti tampak pada tulang pergelangan tangan. Bagian dalamnya seperti tulang pipih dan juga berisi sumsum merah. 4. Sel sel pada tulanga.

Osteoblast : yang mensintesis dan menjadi perantara mineralisasi osteoid. Osteoblast ditemukan dalam satu lapisan pada permukaan jaringan tulang sebagai sel berbentuk kuboid atau silindris pendek yang saling berhubungan melalui tonjolan-tonjolan pendek.

b.

Osteoklas : sel fagosit yang mempunyai kemampuan mengikis tulang dan merupakan bagian yang penting. Mampu memperbaiki tulang bersama osteoblast. Osteoklas ini berasal dari deretan sel monosit makrofag.

c.

Osteosit : merupakan komponen sel utama dalam jaringan tulang. Mempunyai peranan penting dalam pembentukan matriks tulang dengan cara membantu pemberian nutrisi pada tulang.

d.

Sel osteoprogenitor : merupakan sel mesenchimal primitive yang menghasilkan osteoblast selama pertumbuhan tulang dan osteosit pada permukaan dalam jaringan tulang.

5. Yang Membentuk Tulang a. Vitamin A (retinol) Risiko utama dari terlalu banyak vitamin A (kelebihan baik akut atau kronis) adalah cacat lahir, kelainan hati, gangguan sistem saraf pusat, dan kepadatan mineral tulang yang lebih rendah yang mungkin bisa meningkatkan risiko osteoporosis. Karena diet Amerika mengandung banyak makanan yang diperkaya, hubungan antara vitamin A dan penurunan kepadatan tulang telah menjadi perhatian yang lebih besar. Secara khusus, kelebihan vitamin A menekan osteoblas (tulang-bangunan) aktivitas, merangsang osteoklas

(kerusakan tulang) pembentukan, dan mengganggu dengan peran vitamin D dalam penyerapan kalsium dan regulasi. b. Vitamin D (kalsiferol) Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan kalsium di usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah, yang mendorong kalsifikasi tulang. Namun, vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang. Dengan demikian, vitamin D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan menyebabkan absorpsi tulang. Fungsi biologis utama dari vitamin D adalah mempertahankan konsentrasi kalsium dan fosfor serum dalam kisaran normal dengan meningkatkan efisiensi usus halus untuk menyerap mineral-mineral tersebut dari makanan. Sumber utama vitamin D terutama diperoleh dari susu serta berbagai produk olahannya. c. Vitamin C Selain vitamin D, vitamin C juga cukup mempunyai peranan dalam pembentukan tulang. Fungsi vitamin C antara lain adalah sebagai antioksidan yang larut dalam air dan juga berperan dalam berbagai reaksi hidroksilasi yang dibutuhkan untuk sintesis kolagen, karnitin dan seronin. Pada proses pembentukan tulang, vitamin C berfungsi untuk stabilitas kolagen dan pembentukan tulang. Defisiensi vitamin C dihubungkan dengan terganggunya hubungan antar jaringan tubuh. Serum asam askorbat (vitamin C) pada pria berhubungan nyata dengan kepadatan tulang. d. Vitamin B12 (sianokobalamin) Vitamin B12 hadir dalam makanan yang berasal dari hewan (susu, hati, ginjal, otot dan ikan). Vitamin ini berperan dalam fungsi sel, terutama pada sumsum tulang, saluran pencernaan dan sistem saraf, dan dalam produksi sel darah merah. Kekurangan vitamin B12 menyebabkan anemia, glossitis dan gangguan pencernaan.

e.

Esterogen

Estrogen mempunyai efek terhadap sel osteoklas, bisa memberikan pengaruh secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung estrogen mempengaruhi proses deferensiasi, aktivasi, maupun apoptosi dari osteoklas. g. Kalsium Kalsium mempengaruhi kerja pertumbuhan sel tulang. Di dalam sel tulang terdapat osteoblast. Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang. Osteoblas berespon terhadap berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang. Sewaktu pertama kali dibentuk, matriks tulang disebut osteoid. Dalam beberapa hari garam-garam kalsium mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan berikutnya. Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid, dan disebut osteosit atau sel tulang sejati. Seiring dengan terbentuknya tulang, osteosit dimatriks membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang. Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuhmanusia. Tubuh manusia dewasa mengandung sekitar 1100 g (27,5 mol)kalsium. Kira-kira 99% kalsium terdapat di dalam jaringan keras yaitu padatulang dan gigi. Sedangkan sisanya, 1% kalsium terdapat pada darah dan jaringan lunak. Untuk memenuhi 1% kebutuhan ini, tubuh mengambilnya darimakanan yang dimakan atau dari tulang. Apabila makanan yanag dimakantidak dapat memenuhi kebutuhan, maka tubuh akan mengambilnya daritulang. Sehingga tulang dapat dikatakan sebagai cadangan kalsium tubuh. Jikahal ini terjadi dalam waktu yang lama, maka tulang akan mengalami pengeroposan tulang h. Fosfor Peranan fosfor adalah untuk pembentukan tulang dan gigi, penyimpanan dan pengeluaran energi (perubahan antara ATP dengan ADP). DNA dan RNA terdiri dari fosfor dalam bentuk fosfat; demikian juga membran sel yang membantu menjaga permeabilitas sel.

6. Fungsi tulang

Kerangka tubuh manusia memiliki banyak fungsi, menurut Kus Irianto (2004) fungsi tulang adalah a. b. c. d. e. Sebagai penegak dan pemberi bentuk tubuh. Tempat melekatnya otot otot kerangka. Pelindung alat alat tubuh yang lunak. Sebagai tempat pembentukan sel sel darah Sebagai alat gerak pasif

Sedangkan fungsi tulang menurut Syaifuddin (2006) dibagi dua, fungsi tulang secara umum dan fungsi tulang secara khusus. Berikut adalah ungsi tulang secara umum: a. lain. b. Formasi sendi : tulang tulang membentuk persendian yang bergerak dan Formasi kerangka : tulang tulang membentuk rangka tubuh untuk

menentukan bentuk dan ukuran tubuh, tulang tulang menyokong struktur tubuh yang

tidak bergerak tergantung dari fungsional, sendi yang bergerak menghasilkan bermacam macam pergerakkan. c. Perlengketan otot : tulang tulang menyediakan permukaan untuk tempat

melekatnya otot, tendo dan ligamentum untuk melaksanakan pekerjaannya. d. e. Sebagai pengungkit : untuk bermacam macam aktivitas selama pergerakan. Menyokong berat badan : memelihara sikap tegak tubuh manusia dan menahan

gaya tarikan dan gaya tekanan yang terjadi pada tulang, dapat menjadi kaku dan menjadi lentur f. Proteksi : tulang membentuk rongga yang mengandung dan melindungi

struktur yang halus seperti otak, medula spinalis, jantung, paru paru, alat alat dalam perut dan panggul.

g.

Hemopoiesis : sumsum tulang terdapat pembentukan sel sel darah, terjadinya

pembentukan sel sel darah sebagian besar pada sumsum tulang merah. h. Fungsi imunologi : limfosit B dan makrofag dibentuk dalam sistem

retikuloendotel sumsum tulang. Limfosit B diubah menjadi sel sel plasma membentuk antibodi guna kekebalan kimiawi, sedangkan makrofag merupakan fagositotik. i. Penyimpanan kalsium : tulang mengandung 97% kalsium yang terdapat dalam

tubuh baik dalam bentuk anorganik maupun garam garam terutama kalsium fosfat. Sebagian besar fosfor disimpan dalam tulang dan kalsium dilepas dalam darah bila dibutuhkan. Fungsi tulang secara khusus : a. b. Sinus snus paranasalis dapat menimbulkan nada khusus pada suara. Email gigi dikhususkan untuk memotong, menggigit dan menggilas makanan,

email merupakan struktur yang terkuat dari tubuh manusia. c. Tulang tulang kecil telingan dalam mengonduksi gelombang suara untuk

fungsi pendengaran.d.

Panggul wanita dikhususkan untuk memudahkan proses kelahiran bayi

B. Konsep Dasar 1. Pengertian Banyak batasan yang dikemukakan oleh para ahli tentang fraktur. Fraktur menurut smeltzer (2002) adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai sesuai jenis dan luasnya. Menurut sjamsuhidayat (2005), faktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/ atau tulang rawan yang umumnya Sementara disebabkan doenges oleh (2000) rudapaksa. memberikan

batasan, faktur adalah pemisahan atau patah tulang. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (price,1995). Sedangkan fraktur menurut reeves (2001), adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Berdasarkan batasan di atas dapat disimpulkan bahwa, fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya trauma 2. Jenis Fraktur Menurut suzanne C.smeltzer (2002), jenis jenis fraktur :a.

Fraktur komplet adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan

biasanya mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal)b.

Fraktur tidak komplet adalah patah hanya terjadi pada sebagian dari

garis tengah tulang.

c. d.

Fraktur tertutup (fraktur smpel) tidak menyebabkan robeknya kulit. Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks) merupakan fraktur

dengan luka pada kulit atau membrana mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka digradasi menjadi : grade I dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya; grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif; dan grade III yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif, merupakan yang paling berat.

Menurut suzanne C.smeltzer (2002), terdapat berbagai jenis khusus fraktur :a.

Greenstick adalah fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedangkan

sisi lainnya membengkokb.

Kominutif adalah fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa

fragmenc.

Impaksi adalah fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen

tulang lainnya.

d. e.

Transversal adalah fraktur sepanjang garis tengah tulang Oblik adalah fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang

(lebih tidak stabil dibanding transversal)f. Spiral adalah fraktur memuntir seputar batang tulang

g.

Depresi adalah fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam

(sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah)

h.

Kompresi adalah fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi

pada tulang belakang)

i. Patologik adalah fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista

tulang, penyakit paget, metastasis tulang, tumor)

j. Avulsi adalah tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada

perlekatannya.

k.

Epifiseal adalah fraktur melalui epifisis

3.

Etiologi Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir

mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (smeltzer,2002). Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur cenderung terjadi pada laki-laki, biasanya fraktur terjadi pada umur di bawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, sedangkan pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada menopause (reeves,2001).

4.

Manifestasi Klinis Gejala umum fraktur menurut suzanne C. Smeltzer (2002) adalaha.

Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen

tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang direncanakaan untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tualng.b.

Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan

cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba). Ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan ektremitas normal. Ektremitas tak dapat

berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada intregitas tulang tempat melekatnya otot.c.

Pada fraktur tulang panjang dapat terjadi pemendekan tulang yang

sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5- 5 cm ( 1-2 inchi).d.

Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang

dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.e.

Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai

akibat trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa jadi baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.

5.

Patofisiologi

Fraktur terjadi akibat benturan, pukulan, kecelakaan, dan tekanan berlebih, maka pembuluh darak akan rusak dan terjadi hematome. Jaringan jaringan tulang akan berdekatan dengan dengan tulang yang patah dan terjadi nekrosis, lalu pendarahan. Bila mengenai saraf dan saraf tersebut terputus, maka akan menurunkan asupan darah ke ekstermitas yang menjadi kerusakan saraf perifer, tetapi bila saraf tersebut tertekan akan mengakibatkan nyeri. Sedangkan bila fraktur mengani korteks maka akan terjadi perubahan jaringan lalu menjadi laserasi kulit. Bila periosterium yang terkena maka akan mengakibatkan perubahan bentuk dan terjadi deformitas.6. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur :

Ada dua faktor yang mempengaruhi fraktur yaitu : 1) Faktor Ekstrinsik Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.

2)

Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

7.

Patoflow

(Brunner & Suddarth, 2002)

8.

Komplikasi a. Komplikasi Awal 1) Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.

2)

Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan bebatan yang terlalu kuat. 3) Fat Embolism Syndrom Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam. 4) Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat. 5) Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkmans Ischemia. 6) Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur. b. Komplikasi Dalam Waktu Lama

1) Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.

2)

Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang. 3) Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

9.

Pemeriksaan Diagnostik a. Pemeriksaan rongent : merupakan lokasi / luasnya fraktur / trauma, da jenis fraktur. b. Scan tulang, tomogram, CT scan / MRI : memperlihatkan tingkat keparahan fraktur, juga dapat untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. c. Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskular d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pda sisi fraktur atau organ jauh pada multipel trauma). Peningkatan jumlah SDP adalah stress normal setelah trauma e. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal. f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi multipel atau cedera hati

10.

Penatalaksanaan Keperawatan dan Medis a.Penatalaksanaan Kedaruratan Bila klien mengalami cidera, sebelum dapat dilakukan pembidaian,

ekstremitas harus disangga di atas sampai di bawah tempat patahan untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Pembidaian sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang. Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan timbulnya rasa nyeri, kerusakan jaringan lunak, dan pendarahan lebih lanjut. Nyeri yang terjadi karena fraktur yang sangat berat dapat dikurangi dengan menghindari fragmen tulang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat dilakukan dengan membebat ke dua tungkai bersama dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ektremitas yang cedera. Luka ditutup dengan pembalut steril ( bersih) untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam pada luka terbuka. Pakaian dilepas dengan lembut diawali dari bagian tubuh yang sehat dan dilanjutkan pada sisi yang cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakan untuk mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut. Pertolongan pertama pada penderita patah tulang di luar rumah sakit adalah sebagai berikut : 1) Jalan nafas Bila penderita tak sadar, jalan nafas dapat tersumbat sehingga menutup jalan nafas atau adanya sumbatan oleh lendir, darah, muntahan atau benda asing. Dalam keadaan ini penderita dimiringkan sampai tengkurap. Rahang dan lidah ditarik ke depan dan bersihkan faring dengan jari-jari. 2) Perdarahan pada luka

Cara yang paling efektif dan paling aman adalah dengan meletakkan kain yang bersih ( kalau bisa steril ) yang cukup tebal dan dilakukan penekanan dengan tangan atau dibalut dengan perban yang cukup menekan. Dalam melakukan penekanan atau pembebatan pada daerah yang mengalami perdarahan, harus diperhatikan denyut nadi perifer serta pengisisan kapiler untuk mencegah terjadinya kematian jaringan. 3) Syok Syok bisa terjadi bila orang kehilangan darahnya 30 % dari volume darahnya. Pada fraktur femur tertutup orang dapat kehilangan darah 1000-1500 cc. Empat tanda syok yang dapat terjadi setelah trauma adalah sebagai berikut : a) b) c) d) Denyut nadi lebih dari 100 x/menit. Tekanan sistolik kurang dari 100 mmHg. Wajah dan kuku menjadi pucat atau sianotik. Kulit tangan dan kaki dingin.

Paling baik untuk mengatasi syok karena pendarahan adalah diberikan darah ( transfusi darah) sedangkan cairan lainnya seperti plasma, dextran, dan lain-lain kurang tepat karena tidak dapat menunjang perbaikan dan tidak ada sel darah yang sangat diperlukan untuk transportasi oksigen. 4) Fraktur dan dislokasi Pada fraktur/dislokasi servikal dapat dipergunakan gulungan kain tebal atau bantalan pasir yang diletakkan di sebelah kanan dan kiri kepala. Pada tulang belakang cukup diletakkan di alas keras. Fraktur/dislokasi di daerah bahu atau lengan atas cukup diberikan sling (mitella). Untuk lengan bawah dapat dipakai papan dan bantalan kapas. Fraktur femur atau diskolasi sendi panggul dapat dipakai Thomas splint atau papan panjang dipasang yang dari aksila sampai pedis dan difiksasi dengan tungkai sebelah yang normal.

b.

Prinsip penanganan Fraktur

Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi ( smeltzer, 2002). Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi fraktur tertutup, traksi dan reduksi terbuka. Metode yang dipilih untuk mereduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya. Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang, dapat dilakukan dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi. Pantau status neurovaskular, latihan isometrik, dan memotivasi klien untuk berpartisipasi dalam memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri.

c.Empat R pada Fraktur Istilah empat R pada fraktur disampaikan oleh Price (1995) yaitu recognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi. Recognisi menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian dan kemudian di rumah sakit. Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, jenis kekuatan yang berperan, dan deskriptif tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri, menentukan apakah ada kemungkianan fraktur dan apakah perlu dilakukan pemeriksaan spesifik untuk mencari adanya fraktur. Prinsip penatalaksanaan fraktur ada 4 R yaitu :1)

Recognition : diagnosa dan penilaian fraktur. Prinsip pertama adalah

mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anannesis, pemeriksaan klinis dan radiologi. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan : lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan tehnik yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan.2)

Reduction : tujuannya untuk mengembalikan panjang & kesegarisan

tulang. Dapat dicapai yang manipulasi tertutup/reduksi terbuka progresi. Reduksi tertutup terdiri dari penggunaan traksimoval untuk menarik fraktur kemudian memanupulasi untuk mengembalikan kesegarisan normal/dengan traksi mekanis. Reduksi terbuka diindikasikan jika reduksi tertutup gagal/tidak memuaskan. Reduksi terbuka merupakan alat frusasi internal yang digunakan itu mempertahankan dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid seperti pen, kawat, skrup dan plat. Open Reduction Interna Fixation (orif) yaitu

dengan pembedahan terbuka akan mengimobilisasi fraktur yang berfungsi pembedahan untuk memasukkan skrup/pen kedalam fraktur yang berfungsi untuk menfiksasi bagian-bagian tulang yang fraktur secara bersamaan.3)

Retention : imobilisasi fraktur tujuannya mencegah pengeseran

fregmen dan mencegah pergerakan yang dapat mengancam union. Untuk mempertahankan reduksi (ektrimitas yang mengalami fraktur) adalah dengan traksi. Traksi merupakan salah satu pengobatan dengan cara menarik/tarikan pada bagian tulang-tulang sebagai kekuatan dngan kontrol dan tahanan beban keduanya untuk menyokong tulang dengan tujuan mencegah reposisi deformitas, mengurangi fraktur dan dislokasi, mempertahankan ligamen tubuh/mengurangi spasme otot, mengurangi nyeri, mempertahankan anatomi tubuh dan mengimobilisasi area spesifik tubuh. Ada 2 pemasangan traksi yaitu : skin traksi dan skeletal traksi.4)

Rehabilitation : mengembalikan aktiftas fungsional dengan optimal.

d.

Penatalaksanaan Fraktur Terbuka Patah tulang terbuka memerlukan pertolongan segera. Waktu yang optimal

untuk melaksanakan tindakan sebelum 6-7 jam sejak kecelakaan, disebut golden period. Secara klinis patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat ( Pusponegoro A.D 2007) yaitu :1) Derajat I

: Terdapat luka tembus kecil seujung jarum, luka ini di dapat dari tusukan fragmen - fragmen tulang dari dalam. Robekan kulit dengan kerusakan kulit otot, luka bersih, kurang dari 1 cm panjangnya

2) Derajat II

: Luka lebih besar disertai dengan kerusakan kulit subkutis. Kadang-kadang ditemukan adanya benda-benda asing disekitar luka. Seperti grade I dengan memar kulit dan otot, luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.

3) Derajat III

: Luka lebih besar dibandingkan dengan luka pada derajat II. Kerusakan lebih hebat karena sampai mengenai tendon dan otot-otot saraf tepi. Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan

pembuluh darah, syaraf otot dan kulit, sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif.

Pada luka derajat I biasanya tidak mengalami kerusakan kulit, sehingga penutupan kulit dapat ditutup secara primer. Namun pada derajat II, luka lebih besar dan bila dipaksakan menutup luka secara primer akan terjadi tegangan kulit. Hal ini akan mengganggu sirkulasi bagian distal. Sebaiknya luka dibiarkan terbuka dan luka ditutup setelah 5-6 hari (delayed primary suture ). Untuk fiksasi tulang pada derjat II dan III paling baik menggunakan fiksasi eksterna. Fiksasi eksterna yang sering dipakai adalah Judet, Roger Anderson, dan Methyl Methacrylate. Pemakaian gips masih dapat diterima, bila peralatan tidak ada. Namun, kelemahan pemakaian gips adalah perawatan yang lebih sulit. e.Tujuan Penatalaksanaan Penatalaksanaan fraktur mengacu kepada empat tujuan utama yaitu:1)

Mengurangi rasa nyeri, Trauma pada jaringan disekitar fraktur

menimbulkan rasa nyeri yang hebat bahkan sampai menimbulkan syok. Untuk mengurangi nyeri dapat diberi obat penghilang rasa nyeri, serta dengan teknik imobilisasi, yaitu pemasangan bidai / spalk, maupun memasang gips.2)

Mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur, Seperti pemasangan

traksi kontinyu, fiksasi eksternal, fiksasi internal, sedangkan bidai maupun gips hanya dapat digunakan untuk fiksasi yang bersifat sementara saja.3)

Membuat tulang kembali menyatu, tulang yang fraktur akan mulai

menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan.4)

Mengembalikan fungsi, seperti semula Imobilisasi dalam jangka waktu

yang lama dapat menyebabkan atrofi otot dan kekakuan pada sendi. Maka untuk mencegah hal tersebut diperlukan upaya mobilisasi.

11.

Tahap penyembuhan tulang Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu: a. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Selsel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali. b. Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum, endosteum, dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya. c. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Sel sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.

d. Stadium Empat-Konsolidasi Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal. e. Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.

12.

Gangguan penyembuhan tulang Berbagai faktor dapat menghambat, atau bahkan menghentikan penyembuhan

tulang, yaitu a. Pergerakan Pergerakan antara kedua ujung tulang, selain menimbulkan nyeri, juga berakibat terjadinya kalus yang berlebihan dan menghalangi atau memperlambat proses penyatuan jaringan. Apabila berlanjut, pergerakan ini akan menghalangi pembentukan tulang dan diganti dengan jaringan ikat kolagen, sehingga akan terbentuk sendi palsu pada tempat fraktur. Pergerakan yang lebih ringan akan menyebabkan pembentukan kalus yang berlebihan sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk diresorpsi dan menekan bangunan-bangunan disekitarnya.

b. Jaringan lunak yang ada di antara kedua ujung tulang

Jaringan lunak yang terselip di antara kedua ujung-ujung tulang yang patah, selama belum dapat disingkirkan akan menghambat penyembuhan dan menimbulkan risiko tidak terjadi penyatuan.c. Ketidaklurusan letak tulang

Kedudukan kedua ujung tulang yang tidak tepat akan menghambat kecepatan penyembuhan dan mengganggu fungsi tulang, sehingga meningkatkan risiko timbulnya penyakit degenerative pada sendi didekatnya (osteoarthrosis). d. Infeksi Infeksi yang terjadi di tempat fraktur akan menghambat kecepatan penyembuhan dan memudahkan timbulnya osteomielitis kronis. Infeksi ini mudah terjadi apabila kulit penutup tempat fraktur itu ikut sobek. Kondisi ini disebut compound fracture.e. Penyakit tulang yang sudah ada sebelumnya

Apabila tulang yang patah itu tidak normal, patah tulang itu disebut fraktur patologis. Tulang seperti ini dapat mengalami fraktur oleh daya tekan ringan yang tidak cukup untuk menimbulkan fraktur pada tulang normal, atau patah secara spontan. Patah tulang patologis ini dapat terjadi akibat kelainan primer tulang, atau kelainan sekunder tulang akibat penyakit lain, misalnya metastasis karsinoma. Pada umumnya fraktur patologis ini akan sembuh secara memuaskan, tetapi kadang-kadang diperlukan dulu pengobatan terhadap kelainan yang melatarbelakanginya.

13. a.

Faktor yang memperngaruhi penyembuhan Umur

Penyembuhan luka berlangsung cepat pada anak-anak sehat dan fraktur akan menyambung lebih cepat dibandingkan dengan orang dewasa. Fisiologik usia lanjut belum dimengerti dengan jelas, tetapi setidak-tidaknya diketahui terdapatnya satu sifat yaitu berkurangnya kemampuan untuk memperbaiki jaringan yang rusak. Dalam hal tulang, maka tulang gagal mempertahankan kekuatannya.b.

Gangguan nutrisi Penyembuhan luka sangat dipengaruhi oleh kemampuan untuk mensintesis

protein dan kolagen. Hal yang kedua tergantung pada vitamin C untuk hidroksilasi proline sebagai suatu tahap dalam sintesis kolagen. Skorbut (defisiensi vitamin C) menyebabkan kemampuan penyembuhan luka sangat berkurang, kapiler juga menjadi rapuh sehingga mudah timbul peradangan. c. Gangguan neoplasia Fraktur patologis akibat deposit hasil metastasis tumor sulit sembuhnya, kecuali tumornya diobati lebih dahulu. Dalam prakteknya, pengelolaan sering berupa radiasi pada tumornya serta fiksasi interna dari tulang panjangnya. d. Pengobatan steroid Steroid mengganggu penyembuhan dengan cara mempengaruhi pembentukan jaringan granulasi dan karenanya terjadi pengerutan luka.e.

Diabetes mellitus dan imunosupresi Baik diabetes mellitus maupun imunosupresi meningkatkan kemampuan

terhadap infeksi oleh organisme yang virulensinya rendah, dan menyebabkan penderita mendapatkan risiko lebih untuk menderita kerusakan jaringan. Diabetes mellitus juga dapat mempengaruhi fungsi polimorf, dan dapat pula terjadi penutupan pembuluh darah kecil dan menyebabkan neuropati. f. Gangguan vaskuler

Berkurangnya pasokan vaskuler berakibat pada hambatan penyembuhan. Ini terjadi karena adanya hipoksia dan berkurangnya makanan local yang berakibat penyambuhan dan pertumbuhan kembali jaringan yang lebih buruk. g. Denervasi Pasokan saraf yang baik akan mendukung integritas struktural dan fungsional suatu jaringan. Disamping itu saraf berperan dalam memperantarai respons radang, yang merupakan sebagian mekanisme tubuh untuk membatasi pengaruh cedera. Jaringan yang mengalami denervasi akan menjadi rusak berat, mungkin akibat dari gabungan abtara kekurangan respons terhadap trauma ringan yang berulang, dan kekurangwaspadaan terhadap infeksi yang berulang atau peradangan. f. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Aktivitas / Istirahat Tanda : Keterbatasan gerak / kehilangan fungsi motorik pada bagian yang terkena (dapat segera atau sekunder, akibat pembengkakan nyeri). Adanya kesulitan dalam istirahat tidur akibat nyeri. b. Sirkulasi Tanda : Hipertensi (kadang kadang terlihat sebagai respons terhadap nyeri / ansietas) atau hipotensi (hipovolemia), takikardia (respon stress, hipovolemia), penurunan / tak teraba nadi distal, pengisian kapiler lambat (capilary refill), kulit dan kuku pucat / sianotik, pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera. c. Neurosensori Gejala : Hilang sesak/sensasi, spasme otot, kebas / kesemutan (parestesi) Tanda : Deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme otot, kelemahan / hilang fungsi, agitasi berhubungan dengan nyeri , ansietas, trauma lain. d. Nyeri / kenyamanan

Gejala : Nyeri berat tiba tiba saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan/ kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi), tak ada nyeri akibat kerusakan saraf, spasme / keram otot (setelah imobilisasi) e. Keamanan Tanda : Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, dan perubahan warna kulit, pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba - tiba)

2.

Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan menurut NANDA (2009 - 2011) adalah sebagai berikut : a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan akibat

terputusnya vena / arteri b. c. Nyeri berhubungan dengan pergeseran fragmen tulang Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

penekanan pembuluh darah akibat edema d. e. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan fungsi organ Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan laserasi kulit

3.

Intervensi a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan akibat

terputusnya vena / arteri Indikasi NOC : 1) 2) Tekanan darah Radial denyut nadi

3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)

Berarti tekanan arteri Tengah vena tekanan Paru baji tekanan Keseimbangan elektrolit dan asam basa Keseimbangan cairan Hidrasi Status nutrisi

Intervensi NIC :1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)

Timbang trend harian dan pemantauan Hitung atau menimbang popok, yang sesuai Menjaga asupan akurat dan merekam keluaran Masukkan kateter urin, jika sesuai Pantau status hidrasi Monitor laboratorium hasil yang relevan dengan retensi cairan Pantau tanda vital, yang sesuai Berikan cairan, yang sesuai Pantau hasil laboratorium yag relevan dengan keseimbangan cairan

9)

10) Pantau volume cairan yang masuk 24 jam 11) Pantau cairan yang keluar 12) Atur kesediaan produk darah untuk tranfusi 13) Berikan ketentuan penggantian nasogastrik 14) Tingkatkan asupan oral 15) Pasang kateter urine

b. Nyeri berhubungan dengan pergeseran fragmen tulang Indikasi NOC : 1) 2) 3) 4) Tingkat kenyamanan Perilaku mengendalikan nyeri Nyeri Tingkat nyeri

Intervensi NIC :1)

Berkolaborasi dengan

pasien, profesional

kesehatan

lainnya yang

signifikan, untuk memilih dan menerapkan langkah langkah menghilangkan rasa sakit nonprarmacological 2) 3) 4)5)

Memberikan rasa

sakit orang optimal

dengan analgesik yang

diresepkan Menerapkan penggunaan pasien controlled analgesia (PCA) jika sesuai Gunakan ukuran mengontrol rasa sakit sebelum nyeri menjadi parah Melaksanakan suatu kegiatan untuk meningkatkan partisipasi,

tetapi mengevaluasi bahaya dari sedasi 6) 7) Memodifikasi tindakan pengendalian rasa sakit pada dasar dari respon Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif (lokasi, karakteristik, pasien durasi, frekuensi, dan intensitas) 8) 9) Observasi ketidaknyamanan nonverbal Berikan informasi tentang nyeri (penyebab nyeri, lamanya, dan

antisipasi) 10) Gunakan tindakan pengendalian nyeri 11) Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (hipnosis, relaksi, imajinasi terbimbing, terapi musik, kompres hangat dan masase) 12) Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil

13) Libatkan pasien dalam modalitas pengurangan nyeri 14) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien akibat ketidaknyamanan 15) Berikan pemberia analgesia prepenanganan atau stategi

nonfarmakologis sebelum dilakukan prosedur yang menimbulkan nyeri.

c.

Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penekanan

pembuluh darah akibat edema Indikasi NOC :1) 2) 3) 4) 5)

Nyeri dikontrol Tingkat nyeri secara teratur dipantau Efek samping obat dipantau Tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan rasa sakit Tindakan yang diambil untuk memberikan kenyamanan Keseimbangan cairan Fungsi otot Intergritas jaringan Perfusi jaringan

6) 7)8)

9)

Intervensi NIC : 1) Lakukan sirkulasi perifer secara komprehensif (periksa nadi perifer,

edema, pengisian kapiler, warna dan suhu ekstermitas) 2) 3) 4) Kaji tingkat nyeri Pantau status cairan Berikan perawatan kaki yang tepat

5) tepat 6) 7)

Rendahkan ekstermitas untuk meningkatkan sirkulasi arteri dengan

Gunakan stoking anti emboli Tinggikan anggota badan yang terkena 20 derajat atau lebih dari

jantung 8) Ajurkan latihan rentang gerak aktif atau pasif selama tirah baring

d.

Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan fungsi organ

Indikator NOC :1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)

Saturasi oksigen dengan aktivitas Denyut nadi dengan aktivitas Pernapasan bunga dengan aktivitas Kemudahan bernapas dengan aktivitas Tekanan darah sistolik dengan aktivitas Ambulasi berjalan Ambulasi kursi roda Pergerakan sendi aktif Tingkat mobilitas

9)

10) Perawatan diri 11) Pelaksanaan berpindah

Intervensi NIC : 1) Ajarkan klien cara menggunakan postur dan mekanika tubuh yang

benar saat melakukan aktifitas

2) 3) 4) 5)

Pantau ketepatan pemasangan traksi Letakkan matras / tempat tidur terapeutik dengan benar Atur posisi klien dengan postur tubuh yang benar Letakkan pada posisi terapeutik (misalnya, hindari penempatan

puntung amputas pada posisi fleksi ; tinggikan bagian tubuh yang terkena, jika diperlukan) 6) 7) Ubah posisi pasien yang imobilisasi minimal setiap dua jam Letakkan tombol pengubah posisi tempat tidur dan lampu pemanggil

dalam jangkauan pasien 8) Dukung latihan ROM aktif

e.

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan laserasi kulit Indikator NOC :1) 2) 3)

Integritas jaringan membran mukosa dan kulit Penyembuhan luka tujuan utama Penyembuhan luka tujuan sekunder

Intervensi NIC : 1) Inspeksi adanya kemerahan, pembengkakan, tanda tanda dehisensi

atau eviserasi pada daerah insisi 2) 3) Inspeksi luka pada setiap penggantian balutan Ajarkan anggota keluarga pemberi asuhan tentang tanda kerusakan

kulit, jika diperlukan 4) 5) Ajarkan pasien / anggota keluarga tentang prosedur perawatan luka Buang debris atau bekas plester yang merekat

6) 7) 8) 9)

Bersihkan dengan sabun anti septik Tempatkan area yang terkena pada bak khusus Lakukan perawatan pada tempat masuknya infus Lakukan pemijatan disekitar luka untuk merangsang sirkulasi

10) Berikan perawatan ulkus kulit 11) Posisikan untuk menghindari ketegangan pada luka 4. Implementasi Menurut potter dan perry ( 2005 ) , implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi cukup melakukan, membantu, atau mengarahkan kinerja aktivitas sehari hari, memberikan arahan keperawatan untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien, dan mengevaluasi kerja anggota staf, dan mencatat serta melakukan pertukara informasi yang relevan perawatan kesehatan berkelanjutan dari klien. Komponen implementasi dari proses keperawatan mempunyai lima tahap: mengkaji ulang klien menelaah dan memodifikasi rencana asuhan yang sudah ada, mengidentifikasi area bantuan, mengimplementasikan intervensi keperawatan dan mengomunikasikan intervensi. Berikut adalah penjelasan dari lima tahap komponen implementasi :

a.Mengkaji ulang klien Fase pengkajian ulang terhadap komponen implementasi memberikan mekanisme bagi perawat untuk menentukan apakah tindakan keperawatan yang diusulkan masih sesuai. b. Menelaah dan memodifikasi rencana asuhan yang ada

Memodifikasi rencana asuhan keperawatan yang telah ada mencangkup beberapa langkah yaitu : 1) Data dalam kolom pengkajian direvisi sehingga mencerminkan status kesehatan terbaru klien. 2) Diagnosa keperawatan direvisi, diagnosa keperawatan yang tidak relevan dihapuskan dan diagnosa keperawatan yang baru ditambahkan dan beri tanggal. 3) Metode implementasi spesifik untuk menggabungkan dengan diagnosa keperawatan yang baru dan tujuan klien yang baru. c.Mengidentifikasi bidang bantuan Beberapa situasi keperawatan membutuhkan pengetahuan dan

keterampilan tambahan. Perawat membutuhkan pengetahuan tambahan ketika memberikan medikasi baru atau menerapkan prosedur baru. Informasi ini dapat diperoleh dari buku prosedur atau panduan rumah sakit, anggota tim perawatan kesehatan lainnya dapat dirujuk. d. Mengimplementasi intervensi keperawatan Perawat memilih intervensi keperawatan berikut : 1) Membantu dalam aktivitas kehidupan sehari hari 2) Mengonsulkan dan menyuluh klien dan keluarganya 3) Memberi asuhan keperawatan langsung 4) Mengawasi dan mengevaluasi kerja anggota staf lainnya.

e.Mengomunikasikan intervensi keperawatan Intervensi keperawatan dituliskan atau dikomunikasikan secara verbal. Ketika dituliskan, intervensi keparawatan dipadukan kedalam rencana asuhan keperawatan dan catatan medis klien. Rencana asuhan biasanya mencerminkan tujuan intervensi keperawatan. Setelah intervensi diterapkan, respon klien

terhadap pengobatan dicatatkan pada lembar catatan yang sesuai. Informasi ini biasanya mencangkup deskipsi singkat tentang pengkajian keperawatan, prosedur spesifik, dan respon klien.

5.

Evaluasi Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respon klien terhadap

tindakan keperawatan dan kemajuan klien ke arah pencapaian tujuan. Data yang dikumpulkan dengan dasar berkelanjutan untuk mengukur perubahan dalam fungsi, dalam kehidupan sehari hari, dan dalam ketersediaan atau penggunaan standar eksternal. Dalam melakukan proses evaluasi, ada beberapa kegiatan yang harus diikuti oleh perawat, antara lain: a. Mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. b. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan hasil yang diharapkan. c. Mengukur pencapaian tujuan. b. Mencatat keputusan atau hasil pengukuran pencapaian tujuan. c. Melakukan revisi atau modifikasi terhadap rencana keperawatan bila perlu.

Evaluasi terbagi menjadi tiga jenis, yaitu :a. Evaluasi struktur. Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara

atau keadaan sekeliling tempat pelayanan keperawatan diberikan. Aspek lingkungan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi dalam pemberian pelayanan. Persediaan perlengkapan, fasilitas fisik, ratio perawat-klien, dukungan administrasi, pemeliharaan dan pengembangan kompetensi staf keperawatan dalam area yang diinginkan.b. Evaluasi proses. Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan

apakah perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan, dan sesuai wewenang. Area yang menjadi perhatian pada evaluasi proses mencakup jenis informasi yang didapat pada saat wawancara dan pemeriksaan

fisik, validasi dari perumusan diagnosa keperawatan, dan kemampuan tehnikal perawat.c. Evaluasi hasil. Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien. Respons

prilaku klien merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat pada pencapaian tujuan dan kriteria hasil. Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi: 2) Masalah teratasi; jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. 3) Masalah sebagian teratasi;jika klien menunjukkan perubahan sebahagian dari kriteria hasil yang telah ditetapkan. 4) Masalah tidak teratasi; jika klien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan dan atau bahkan timbul masalah/ diagnosa keperawatan baru. Untuk penentuan masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. Subjective adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan diberikan. Objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan. Analisis adalah membandingkan antara informasi subjective dan objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi. Planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Faktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/ atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem.

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi deformitas, pemendekan ekstermitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna. Diagnosa keperawatan pada klien fraktur adalah Resiko tinggi trauma tambahan berhubungan dengan kerusakan neurovaskular, tekanan, dan disuse, Nyeri berhubungan dengan spasme otot, gerakan frakmen tulang, cedera pada jaringan lunak, stress, ansietas, alat traksi / imobilisasi, Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskular perifer, Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas, Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskular, Kurang perawatan diri berhubungan dengan hilangnya kemampuan menjalankan aktifitas kehidupan sehari hari, Kerusakan integritas kulit/jaringa (aktual/resiko tinggi) berhubungan dengan cedera tusuk, fraktur terbuka, pemasangan pen traksi, perubahan sensasi, imobilisasi fisik, Resiko tinggi terhadap infeksi dan Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan

B. Saran Kita sebagai perawat harus memberi tindakan sesuai dengan prosedur kerena dengan tindakan yang sesuai dengan prosedur maka penyembuhan klien akan cepat dan harus memberi pengetahuan pada klien dengan fraktur secara terapeutik sehingga klien mempunyai rasa pengetahuan yang besar akan penyakitnya dan cara menangani rasa nyeri pada saat nyeri itu datang.

DAFTAR PUSTAKA

Lukman. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika

Carpenito moyet,lynda. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC Herdman,T. Heather.2011. Nanda Internasional Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC

Suratun,dkk. 2008. Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : EGC Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : EGC Irianto, kus. 2004. Anatomi Fisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC Herdman, T. Heather. 2011. NANDA International Diagnosis keperawatan. Jakarta : EGC McCloskey, Joanne C., Bullechek, Gloria M. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC). St. Loui: Mosby.

Jhonson, Marion., Meridean Maas. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). St. Louis: Mosby.