skripsi keperawatan (kmb)

68
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Suhu tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: kecepatan metabolisme basal, rangsangan saraf simpatis, hormon pertumbuhan, hormon tiroid, hormon kelamin, demam (peradangan), status gizi, aktivitas, variasi diurnal (Ritme Sirkadian), gangguan organ, lingkungan (radiasi, konduksi, evaporasi), usia, stress. Dikatakan demam jika temperatur tubuh meninggi sampai 38 0 C atau lebih, yang biasanya menunjukkan bahwa tubuh sedang melawan infeksi (Tony Smith & Sue Davidson, 2009). Berbagai penyakit memang dimulai dengan manifestasi demam, terutama penyakit infeksi pada umumnya, juga dehidrasi, gangguan pusat pengatur panas, keracunan termasuk oleh obat, proses imun, dan sebagainya. Sebanyak 10-15% anak yang dibawa ke dokter adalah karena demam. Demam pada umumnya tidak berbahaya tetapi demam tinggi dapat membahayakan anak (Purwoko, Djauhar Ismail, Soetaryo, 2003).

Upload: mustafa-ibrahim-yawarmansyah

Post on 05-Jul-2015

3.912 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

Page 1: skripsi Keperawatan (KMB)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Suhu tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: kecepatan metabolisme

basal, rangsangan saraf simpatis, hormon pertumbuhan, hormon tiroid, hormon kelamin,

demam (peradangan), status gizi, aktivitas, variasi diurnal (Ritme Sirkadian), gangguan

organ, lingkungan (radiasi, konduksi, evaporasi), usia, stress. Dikatakan demam jika

temperatur tubuh meninggi sampai 380C atau lebih, yang biasanya menunjukkan bahwa

tubuh sedang melawan infeksi (Tony Smith & Sue Davidson, 2009).

Berbagai penyakit memang dimulai dengan manifestasi demam, terutama

penyakit infeksi pada umumnya, juga dehidrasi, gangguan pusat pengatur panas,

keracunan termasuk oleh obat, proses imun, dan sebagainya. Sebanyak 10-15% anak

yang dibawa ke dokter adalah karena demam. Demam pada umumnya tidak berbahaya

tetapi demam tinggi dapat membahayakan anak (Purwoko, Djauhar Ismail, Soetaryo,

2003). Pada anak, peningkat suhu tubuh sangat berbahaya. Hal ini dikarenakan luas

permukaan tubuh yang lebih besar dari pada berat badan anak mempercepat kehilangan

suhu tubuh anak, sehingga anak dapat berada pada kondisi dehidrasi lebih cepat dan

dapat berujung pada komplikasi terjadinya kejang (Suriadi, 2010).

Salah satu faktor yang mempengaruhi seringnya anak mengalami sakit adalah

wilayah tropis, dimana wilayah tropis seperti Indonesia memang baik bagi kuman untuk

berkembangbiak contohnya flu, malaria, demam berdarah, dan diare (Tri Tuti Damayati,

2008). Anak dengan diare, sangat beresiko mengalami kehilangan cairan sehingga

Page 2: skripsi Keperawatan (KMB)

2

mengarahkan anak pada kondisi dehidrasi. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa

anak yang berada pada kondisi dehidrasi lebih cepat dan dapat berujung pada komplikasi

terjadinya kejang (Suriadi, 2010). Hal ini tentu saja menjadi penting untuk

dipertimbangkan. Di RSUP NTB, Diare merupakan kasus penyakit anak tertinggi. Dari

data yang diambil pada 12 November 2010 di bangsal Dahlia RSUP NTB, didapatkan

data pasien anak yang dirawat inap dengan diare 2008-2010 sebagai berikut:

Tabel 1.1 : Jumlah Pasien Rawat inap Bangsal Dahlia Dengan kasus Gastroenteritis 2008- 12 November 2010.

TahunJumlah Pasien Perbulan

TotalJan Feb. Maret April Mei Juni Juli Ags. Sept. Okt. Nov. Des.

2008 68 32 31 54 54 35 35 34 32 97 63 40 575

2009 28 14 44 46 53 60 54 42 39 68 82 46 576

.2010 54 75 48 84 58 32 40 23 34 43 22* - 513*

Sumber: Buku Ekspedisi Pasien Rawat Inap Bangsal Dahlia RSUP NTB

Keterangan Tabel:22* : Jumlah pasien dari tanggal 1 – 12 November 2010.513* : Total jumlah pasien per 1 Januari 2010- 12 November 2010.

Pengendalian suhu tubuh juga telah diakui sebagai komponen penting dari

perawatan di Britania Raya (Johnston et al, 2003.). Tindakan-tindakan dalam mengatasi

demam menurut Mueser (2007) antara lain, kompres dengan air hangat dan pemberian

obat antipiretik. Namun, selama ini kompres dingin atau es menjadi

kebiasaan yang diterapkan para ibu saat anaknya demam. Selain itu,

kompres alkohol juga dikenal ibu sebagai bahan untuk mengompres.

Namun kompres mengunakan es sudah tidak dianjurkan karena pada

kenyataannya demam tidak turun bahkan naik dan dapat menyebabkan

Page 3: skripsi Keperawatan (KMB)

3

anak menangis, menggigil dan kebiruan (Tri Tuti Damayati, 2008). Kenyataan

lain yang ditemukan dilapangan, pelaksanaan kompres sebagai salah satu tindakan

mandiri untuk menangani demam masih juga sering dilupakan, dan kalaupun

dilaksanakan, kompres kebanyakan dilakukan di daerah dahi (frontal). Hal ini sesuai dari

hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada tanggal 12 November 2010 pada

orang tua dengan anak yang menderita diare didapatkan bahwa 5 dari 6 orang tua pasien

melakukan kompres hangat pada daerah dahi. Jika dlihat dari sisi anatomis, sebenarnya

kompres yang dilakukan pada daerah aksila lebih efektif dibandingkan kompres didaerah

dahi. Hal ini dikarenakan pada daerah aksila banyak terdapat pembuluh darah besar dan

juga banyak terdapat kelenjar keringat apokrin (Elizabeth J. Crowin, 2002). Sesuai

dengan teori radiasi, vasodilatasi perifer juga meningkatkan aliran darah ke kulit untuk

memperluas penyebaran suhu tubuh yang meningkat ke luar. Dengan kompres hangat

pada daerah yang mempunyai vaskular yang banyak, maka akan memperluas daerah yang

mengalami vasodilatasi. Vasodilatasi yang kuat pada kulit, akan memungkinkan

percepatan perpindahan panas dari tubuh ke kulit, hingga delapan kali lipat lebih banyak

(Anas Tamsuri, 2006). Dengan hal ini diharapkan, proses penyesuaian suhu tubuh dengan

lingkungan akan berlangsung lebih cepat. Namun, sebagai seorang perawat pemberian

intervensi keperawatan lebih ditekankan pada pemberian tindakan mandiri, diluar

penanganan kolaborasi farmakologi. Hal ini dapat dilihat dari intervensi keperawatan

pada diagnosa keperawatan hipertermia (Anas Tamsuri, 2006).

Dengan mempertimbangkan pentingnya penanganan demam dan eksistensi

tindakan mandiri dalam intervensi keperawatan, peneliti tertarik melakukan penelitian

mengenai perbandingan efektifitas pemberian kompres pada daerah aksila dan dahi

Page 4: skripsi Keperawatan (KMB)

4

dengan harapan, adanya bahan acuan untuk memilih daerah yang lebih baik dalam

melakukan kompres guna menurunkan resiko mengarahnya demam pada komplikasi

lebih lanjut yang lebih berbahaya.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Efektifitas Pemberian Kompres Hangat Pada Daerah Aksila dan Frontal Terhadap

Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Demam Dengan Gastroenteritis di Bangsal Dahlia

RSUP NTB.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui efektifitas antara pemberian kompres hangat pada daerah aksila dan

frontal terhadap penurunan suhu tubuh pada anak demam dengan gastroenteritis.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi suhu tubuh pada anak demam dengan gastroenteritis sebelum

pemberian kompres.

2. Mengidentifikasi suhu tubuh pada anak demam dengan gastroenteritis setelah

pemberian kompres hangat aksila pada kelompok I.

3. Mengidentifikasi suhu tubuh pada anak demam dengan gastroenteritis setelah

pemberian kompres hangat frontal pada kelompok II.

4. Menganalisa efektifitas antara penggunaan kompres hangat pada daerah frontal

dan aksila

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1.4.1 Teoritis

Page 5: skripsi Keperawatan (KMB)

5

Penelitian ini sebagai media pembuktian teori yang sudah ada, sehingga dapat

dijadikan pertimbangan secara rasional dalam pemilihan tindakan keperawatan.

1.4.2 Praktisi

1. Dengan penelitian ini, memberikan masukan orang tua mengenai pentingnya

penanganan demam pada anak.

2. Hasil penelitian diharapkan dapat meyakinkan penggunaan kompres sebagai

tindakan pertolongan pertama dalam menangani demam di rumah.

3. Hasil penelitin ini diharapkan dapat digunakan sebagai data acuan pada

penelitian selanjunya.

Page 6: skripsi Keperawatan (KMB)

6

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 KONSEP SUHU

2.1.1 DEFINISI

Suhu yang dimaksud adalah “panas” atau “dingin” suatu substansi. Suhu tubuh

adalah perbedaan antara jumlah panas yang diprodukssi oleh proses tubuh dan jumlah

panas yang hilang ke lingkungan luar. (Potter & Perry, 2005).

2.1.2 SUMBER SUHU

Adapun suhu tubuh dihasilkan dari:

1. Laju metabolisme basal (Basal Metanolic Rate, BMR) disemua sel tubuh.

2. Laju cadangan metabolisme yang disebabkan aktivitas otot (termasuk

kontraksi otot akibat menggigil).

3. Metabolisme tambahan akibat pengaruh hormon tiroksin (dan sebagian kecil

hormone lain, misalnya; hormon pertumbuhan (growth hormone dan

testosteron)).

4. Metabolisme tambahan akibat pengaruh ephinefrin, norephinefrin, dan

rangsangan simpatis pada sel.

5. Metabolisme tambahan akibat peningkatan aktivitas kimiawi di dalam sel itu

sendiri, terutama bila temperatur meningkat.

Page 7: skripsi Keperawatan (KMB)

7

2.1.3 SISTEM PENGATURAN SUHU

1. Kontrol Neural dan Vaskular

Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi setiap saat. Untuk

mempertahankan suhu tubuh manusia agar tetap konstan diperlukan regulasi

sistem tubuh. Suhu tubuh manusia diatur dengan mekanisme umpan balik

(feed back) yang diperankan oleh pusat pengaturan suhu di hipotlamus.

Apabila pusat temperatur hipotalamus mendeteksi suhu tubuh yang terlalu

panas, tubuh akan melakukan mekanisme umpan balik. Mekanisme umpan

balik ini terjadi bila suhu inti tubuh telah melewati batas toleransi tubuh untuk

mempertahankan suhu, yang disebut titik tetap (Seat Point). Titik tetap tubuh

dipertahankan agar suhu tubuh inti konstan pada suhu 370C. Apabila suhu

meningkat lebih dari titik tetap, hipotalamus akan terangsang untuk

melakukan serangkaian mekanisme untuk mempertahankan suhu dengan cara

menurunkan produksi panas dan meningkatkan pengeluaran panas lewat

keringat dan vasodilatasi pembuluh darah, sehingga suhu kembali pada suhu

tetap. Sebalikanya, jika suhu inti berada dibawah suhu tetap (dibawah 370C ),

tubuh akan melakukan mekanisme untuk meningkatkan produksi panas dan

menurunkan laju penurunan panas tubuh oleh lingkungan.

2. Produksi Panas

Page 8: skripsi Keperawatan (KMB)

8

Panas diproduksi oleh tubuh melalui metabolism, yang merupakan reaksi

kimia pada semua sel tubuh. Makanan merupakan sumber bahan bakar yang

utama bagi metabolism. Termoregulasi membutuhkan fungsi normal dari

proses produksi panas. Reaksi kimia seluler membutuhkan energy untuk

membentuk adenosine trifosfat (ATP). Jumlah energy yang digunakan untuk

metabolism adalah laju metabolic. Aktivitas memerlukan tambahan reaksi

kimia meningkatkan laju metabolic. Bila metabolism meningkat, panas

tambahan akan diproduksi. Ketika metabolism menurun, panas yang

diproduksi lebihh sedikit. Produksi panas terjadi selama istrahat, gerakan otot

polos, getaran otot dan termogenesis tanpa menggigil.

a. Metabolism basal menghasilkan panas yang diproduksi tubuh saat

istrahat. Jumlah rata-rata laju metabolic basal (BMR) bergantung pada

luas permukaan tubuh. Hormone tiroid juga mempengaruhi BMR. Dengan

cara meningkatkan pemecahan glukosa dan lemak tubuh, hormone tiroid

meningkatkan laju reaksi kimia pada hamper semua sel tubuh. Bila

hormone tiroid disekresikan dalam jumlah besar, BMR dapat meningkat

100% diatas normal. Tidak adanya hormone tiroid dapat mengurangi

setengah jumlah BMR, yang menyebabkan penurunan produksi panas.

Stimulasi system saraf simpatis oleh epineprin dan norepineprin juga

dapat meningkatkan laju metabolic jaringan tubuh. Mediator kimia ini

menyebabkan glukosa darah turun, yang akan menstimulasi sel

menghasilkan glukosa. Hormone seks pria, testosterone meningkatkan

BMR. Pria memiliki BMR lebih tinggi daripada wanita.

Page 9: skripsi Keperawatan (KMB)

9

b. Gerakan volunter seperti aktivitas otot selama latihan, membutuhkan

tambahan energy. Laju metabolic dapat meningkat di atas 2000 kali

normal. Produksi panas dapat meningkat di atas 50 kali normal.

c. Menggigil merupaka respon tubuh involunter terhadap suhu yang berbeda

dalam tubuh. Gerakan otot skelet selama menggigil membutuhkan energy

yang signifikan. Menggigil dapat meningkatkan produksi panas 4 sampai

5 kali lebih besar dari normal. Panas diproduksi untuk mempertahankan

suhu tubuh (Potter & Perry, 2005).

3. Pengeluaran Panas

Pengeluaran dan produksi panas terjadi secara simultan. Struktur kulit dan

paparan terhadap lingkungan secara konstan, pengeluaran panas secara normal

melalui radiasi, konduksi, konveksi dan evaporasi.

a. Radiasi

Radiasi adalah perpindahan panas dari permukaan suatu objek ke

permukaan objek lain tanpa keduanya bersentuhan (Thibodeau dan Patton,

1993). Panas berpindah melalui gelombang elektromagnetik. Aliran darah

dari organ internal inti membawa panas ke kulit dan ke pembuluh darah

permukaan. Jumlah panas yang dibawa ke permukaan tegantung dari

tingkat vasokontriksi dan vasodilatasi yang diatur oleh hipotalamus. Panas

menyebar dari kulit ke setiap objek yang lebih dingin di sekelilingnya.

Penyebaran meningkat bila perbedaan suhu antara objek juga meningkat.

Vasodilatasi perifer juga meningkatkan aliran darah ke kulit untuk

memperluas penyebaran yang ke luar. Vasokontriksi perifer

Page 10: skripsi Keperawatan (KMB)

10

meminimalkan kehilangan panas ke luar. Sampai 85% area permukaan

tubuh manusia menyebarkan panas ke lingkungan. Namun, bila

lingkungan lebih hangat dari kulit, tubuh mengabsorbsi panas melalui

radiasi.

Pada kasus demam, perawat meningkatkan kehilangan panas melalui

radiasi dengan melepaskan pakaian atau selimut. Posisi klien

meningkatkan kehilangan panas melalui radiasi (mis. Berdiri memajankan

area permukaan radiasi lebiih besar dan berbaring pada posisi janin,

meminimalkan radiasi panas). Menutup tubuh dengan pakaian gelap dan

rajutan juga mengurangi jumlah kehilangan panas melalui radiasi (Potter

& Perry, 2005).

b. Konduksi

Konduksi adalah perpindahan panas dari satu objek ke objek lain

dengan kontak langsung. Ketika kulit hangat menyentuh objek yang lebih

dingin , panas hilang. Ketika suhu kedua objek sama, kehilangan panas

konduktif terhenti. Panas berkonduksi melalui benda padat, gas dan cair.

Konduksi normalnya menyebabkan sedikit kehilangan panas. Perawat

meningkatkan kehilangan panas konduktif ketika memberika kompres es

atau memandikan klien dengan air dingin. Memberikan beberapa lapis

pakaian mengurangi kehilangan kondiktif. Tubuh menambah panas

dengan konduktif ketika kontak dilakukan dengan material yang lebih

hangat dari suhu kulit.

Page 11: skripsi Keperawatan (KMB)

11

c. Konveksi

Konveksi adalah perpindahan panas karena gerakan udara. Panas

dikonduksikan pertama kali pada molekul udara secara langsung dalam

kontak dengan kulit. Arus udara membawa udara hangat. Pada saat

kecepatan arus udara meningkat, kehilangan panas konveksi meningkat.

Kipas angin listrik meningkatkan kehilangan panas melalui konveksi.

Kehilangan panas konveksi meningkat ketika kulit lembab dan kontak

dengan udara yang bergerak ringan (Potter & Perry, 2005).

d. Evaporasi

Evaporasi adalah perpindahan energi panas ketika cairan berubah

menjadi gas. Selama evaporasi, kira-kira 0,6 kalori panas hilang untuk

setiap gram air yang menguap (Guyton, 1991). Tubuh secara continue

kehilangan panas melalui evaporasi. Kira-kira 600 sampai 900 ml sehari

menguap dari kulit dan paru, yang mengakibatkan kehilangan air dan

panas. Kehilangan normal ini dipertimbangkan kehilangan air tidak kasat

mata dan tidak memainkan peran utama dalam pengaturan suhu.

Dengan mengatur perspirasi atau berkeringat, tubuh meningkatkan

kehilangan panas evaporative tambahan. Berjuta-juta kelenjar keringat

yang terletak dalam dermis kulit menyekresikan keringat melalui duktus

kecil pada permukaan kulit. Ketika suhu tubuh meningkat, hipotalamus

anterior member sinyal kelenjar keringat untuk melepaskan keringat.

Page 12: skripsi Keperawatan (KMB)

12

Selama latihan dan stress emosi atau mental, berkeringat adalah salah satu

cara untuk menghilangkan kelebihan panas tubuh yang diproduksi dari

peningkatan laju metabolik. Evaporasi berlebihan dapat menyebabkan

kulit gatal dan bersisik, serta hidung dan faring kering.

Diaforesis adalah pespirasi visual dahi dan thoraks atas. kelenjar

keringat berada dibawah dermis kulit. Kelenjar menyekresikan keringat,

larutan berair yang mengandung natrium dan clorida, yang melewati

duktus kecil di permukaan kuli. Kelenjar dikontrol oleh system saraf

simpatis. Bila suhu tubuh meningkat, kelenjar keringat mengeluarkan

keringat, yang menguap dari kulit untuk meningkatkan kehilangan panas.

Suhu tubuh rendah, menghanbat sekresi keringat. Diaphoresis kurang

efisien bila gerakan udara minimal atau bila kelembaban udara tinggi.

Individu yang tidak memiliki kelenjar keringat congenital atau memiliki

penyakit kulit yang seriua yang merusak diaphoresis tidak

dapamenoleransi suuhhu hangat karena mereka tidak dapat mendinginkan

diri mereka sendiri secara adekuat (Potter & Perry, 2005).

2.1.4 KONSEP ANATOMI FISIOLOGI KULIT

1) Struktur dan fungsi kulit

Kulit terdiri dari tiga lapisan, yang masing-masing terdirir dari berbagai

jenis sel dan memiliki fungsi yang bermacam-macam. Ketiga lapisan tersebut

adalah epidermis, dermis dan subkutis (Elizabeth J. Corwin, 2002).

a) Epidermis

Page 13: skripsi Keperawatan (KMB)

13

Epidermis adalah lapisan kulit terluar. Sel-sel epidermis terus

menerus mengalami mitosis, dan diganti yang baru sekitar 30 hari.

Epidermis mengandung reseptor-reseptor sensoris untuk sentuhan, suhu,

getaran, dan nyeri.

Komponen utama epidermis adalah protein keratin, yang

dihasilkan oleh sel-sel yang disebut keratinosit. Keratin adalah bahan yang

kuat dan memiliki daya tahan tinggi serta tidak larut dalam air. Keratin

mencegah hilangnya air tubuh dan melindungi epidermis dari iritan atau

mikroorganisme penyebab infeksi. Keratin adalah komponen utama

apendiks kulit : rambut dan kuku.

Melanosit (sel pigmen) terdapat di bagian dasar epidermis.

Melanosit mensintesis dan mengeluarkan melanin sebagai respon terhadap

rangsangan hormone hipofisis anterior, hprmon perangsang melanosit

(melanocyte stimulating hormone, MSH). Melanin adalah pigmen hitam

yang menyebar diseluruh permukaan epidermis untuk melindungi sel dari

radiasi ultraviolet.

Sel-sel imun, yang disebut sel langerhans, terdapat diseluruh

epidermis. Sel langerhans bertanggungjawab terhadap pengenalan dan

penyingkiran sel-sel kulit diplastik/neoplastik dan membangkitkan

serangan imun.

b) Dermis

Dermis terletak tepat dibawah epidermis. Jaringan ini dianggap

jaringan ikat longgar dan terdiri dari sel-sel fibroblast yang mengeluarkan

Page 14: skripsi Keperawatan (KMB)

14

protein, kolagen dan elastin. Serat-serat kolagen dan elastin tersusun

secara acak, dan menyebabkan dermis teregang dan memiliki daya tahan.

Diseluruh dermis dijumpai pembuluh darah, saraf sensori dan simpatis,

pembuluh limfe, folikel rambut, serta kelenjar keringat dan palit (sebasea).

Sel mast, yang mengeluarkan histamine selama cedera atau peradangan,

dan makrofag yang memfagositosis sel-sel mati dan mikro-organisme,

juga terdapat di dermis.

Pembuluh darah di dermis menyuplai makanan dan oksigen dermis

dan epidermis, dan membuang produk-produk sisa. Aliran darah dermis

memungkinkan tubuh mengontrol temperaturnya. Pada penurunan suhu

tubuh, saraf-saraf simpatis ke pembuluh darah meningkatkan pelepasan

norepinefrin. Pelepasan norefinefrin menyebabkan vasokontriksi

pembuluh darah sehingga panas tubuh dipetahankan. Apabila suhu tubuh

terlalu tinggi, maka rangsangan simpatis terhadap pembuluh darah akan

berkurang sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah dan panas tubuh akan

dipindahkan ke lingkungan. Hubungan arteriovena (AV), yang disebbut

anastomosis, dijumpai pada sebagian pembuluh darah. Anastomosis AV

memmpermudah pengaturan suhu tubuh oleh kulit dengan memungkinkan

darah melewati bagian atas dermis pada keadaan yang sangat dingin. Saraf

simpatis ke dermis juga mempersarafi kelenjar keringat, kelenjar minyak

dan folikel rambut.

c) Subkutis

Page 15: skripsi Keperawatan (KMB)

15

Lapisan subkutis kulit terletak di bawah dermis. Lapisan ini terdiri dari

lemak dan jaringan ikat dan berfungsi sebagai perendam kejut dan

insulator panas. Lapisan subkutis adalah tempat penyimpanan kalori.

d) Rambut dan kuku

Kuku adalah lempeng berkreatinin yang tumbuh di jari tangan dan

kaki. Kuku melindungi bagian ujung jari, dan mungkin berevolusi dari

maksud semula yaitu sebagai pertahanan diri. Rambut adalah keratin yang

mengeras yang tumbuh dengan kecepatan berbeda-beda di bagian tubuh

yang berlain. Rambut tumbuh sebagai suatu folikel rambut saling

berhubungan dalam saluran tersebut dengan sebuah kelenjar sebasea dan

serat otot polos, yang disebut otot erector pili. Apabila sel otot ini

terangsang oleh saraf simpatis, maka rambut akan berdiri tegak. Rambut di

kepala mungkin berfungsi sebagai proteksi untuk menghindari kulit kepala

terbakar sinar matahari (Elizabeth J. Corwin, 2002).

e) Kelenjar sebasea

Kelenjar sebasea menyertai folikel rambut. Kelenjar ini

mengeluarkan bahan berminyak yang disebut sebum ke saluran di

sekitarnya. Kelenjar sebasea terdapat diseluruh tubuh, terutama di wajah,

dada dan punggung. Testosterone meningkatkan ukuran kelenjar sebasea

dan pembentukan sebum. Kadar testosterone meningkat pada pria dan

wanita selama pubertas (Elizabeth J. Corwin, 2002).

f) Kelenjar keringat

Page 16: skripsi Keperawatan (KMB)

16

Terdapat dua jenis kelenjar keringat : ekrin dan apokrin. Kelenjar

keringat ekrin bermuara langsung kepermukaan kulit dan tersebar

diseluruh permukaan tubuh. Kelenjar ekrin berfungsi terutama untuk

mendinginkan kulit melalui evaporasi panas. Kelenjar-kelenjar tersebut

terutama terkonsentrasi di tangan, kaki, dan dahi. Klenjar apokrin terutama

terletak pada ketiak (aksilla), di daerah pubis dan anus. Kelenjar apokrin

mengeluarkan keringat kedalam saluran folikel rambut. Apabila

dipengaruhi oleh bakteri maka sekresi kelenjar apokrin akan menimbulkan

bau keringat yang khas (Elizabeth J. Corwin, 2002).

2) Kulit Pada Regulasi Suhu

Peran kulit dalam regulasi suhu meliput insulasi (isolasi) tubuh,

vasokontriksi, dan sensasi suhu. Kulit, jaringan subkutan dan lemak

menyimpan panas di dalam tubuh. Ketika aliran darah antara lapisan kulit

berkurang, kulit itu sendiri adalah insulator paling baik. Individu dengan

lemak tubuh lebih banyak mempunyai insulasi alamiah lebih banyak dari

individu yang kurus dan berotot.

Pada tubuh manusia , organ internal menghasilkan panas, dan selama

latihan atau stimulasi simpatis, jumlah panas yang dihasilkan lebih tinggi dari

suhu inti normal. Pada area tubuh yang terpajan, darah dapt mengalir secara

langsung dari arteri ke vena. Aliran darah melalui area kulit yang lebih banyak

pembuluh darah dapat bervariasi dari aliran minimal sampai sebanyak-

banyaknya 30% darah yang diejeksikan dari jantung (Guyton, 1991). Panas

berpindah dan hilang ke lingkungan melalui mekanisme kehilangan panas.

Page 17: skripsi Keperawatan (KMB)

17

Kulit disuplai baik oleh reseptor panas dan dingin. Pada hari panas dan

lembab, pembuluh darah di tangan akan berdilatasi dan mudah dilihat dan

juka suhu terlalu rendah, hipotalamus menimbulkan vasokontriksi dan aliran

darah ke kulit berkurang, sehingga panas tubuh dihemat (Potter & Perry,

2005).

2.1.5 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUHU TUBUH

1. Kecepatan metabolism basal

2. Rangsangan saraf simpatis

3. Hormone pertumbuhan

4. Hormone tiroid

5. Hormone kelamin

6. Demam (peradangan)

7. Status gizi

8. Aktivitas

9. Variasi diurnal (Ritme Sirkadian)

10. Gangguan organ

11. Lingkungan (Radiasi, konduksi, Evaporasi)

12. Usia

13. stres

2.1.6 GANGGUAN PENGATURAN SUHU

1. Demam

2. Heat Stroke

Page 18: skripsi Keperawatan (KMB)

18

3. Forst Bite

2.2 KONSEP DEMAM

2.2.1 Definisi

Demam adalah keadaan ketika suhu tubuh meningkat melebihi suhu tubuh normal

(Anas Tamsuri, 2006).

Demam adalah temperature tubuh meninggi sampai 380C atau lebih, biasanya

menunjukkan bahwa tubuh sedang melawan infeksi (Tony Smith & Sue

Davidson, 2009).

2.2.2 Mekanisme Demam

Mekanisme demam dimulai dengan timbulnya reaksi tubuh terhadap pirogen.

Pada mekanisme ini, bakteri atau pecahan jaringan akan difagositosis oleh

leukosit darah, makrofag jaringan, dan limfosit pembunuh bergranular besar.

Seluruh sel ini selanjutnya akan mencerna hasil pemecahan bakteri dan

melepaskan zat interleukin-1 ke dalam cairan tubuh, yang disebut juga zat pirogen

leukosit atau pirogen endogen. Interleukin-1 ini ketika sampai dihipotalamus akan

menimbulkan demam dengna cara meningkatksan temperature tubuh dalam waktu

8-10 menit. Interleukin-1 juga menginduksi pembentukan prostaglandin, terutama

prostaglandin E2, atau zat yang mirip dengna zat ini, yang selanjutnya bekerja di

hipotalamus untuk membangkitkan reaksi demam. Pada saat demam, gejala

timbul berfariasi sesuai dengan fase demam.

Pada mekanisme tubuh alamiah, demam yang terjadi dalam diri manusia

bermanfaat sebagai proses imun. Pada proses ini terjadi pelepasan interleukin-1

Page 19: skripsi Keperawatan (KMB)

19

yang akan mengaktifkan sel T. suhu tinggi (demam) juga berfungsi

meningnkatkan keaktifan kerja sel T dan B terhadap organism pathogen. Namun,

konsekuensi demam secara umum tmbul segera setelah pembangkitan demam

(peningkatan suhu). Perubahan anatomis kulit dan metabolism menimbulkan

konsekuensi berupa gangguan keseimbangna cairan tubuh, peningkatan

metabolism, juga peningkatan pemecahan zat energy, dan penignkatan kadar sisa

metabolism. Selain itu, pada keadaan tertentu demamn dapat mengaktifkan

kejang.

2.2.3 Mekanisme Tubuh Terhadap Demam

1. Vasodilatasi

Vasodilatasi pembuluh darah perifer, hampir dilakukan diseluruh area

tubuh. Vasodilatasi ini disebabkankan oleh hambatan dari pusat simpatif

hipotalamus posterior yang menyebabkan vasokonstriksi, sehingga terjadi

vasodilatasi yang kuat pada kulit, yang memungkinkan percepatan

perpindahan panas dari tubuh ke kulit, hingga delapan kali lipat lebih banyak.

2. Berkeringat

Pengeluaran keringat melalui kulit terjadi sebagai efek peningkatan suhu

yang meningkat melewati batas kritis, yaitu 370C. Pengeluaran keringat

menyebabkan peningkatan pengeluaran panas melalui evaporasi. Peningkatan

suhu tubuh sebesar 10C akan menyebabkan pengeluaran keringat yang cukup

banyak, sehingga mampu membuang panas tubuh yang dihasilkan dari

metabolisme basal sepuluh kali lebih banyak. Pengeluaran keringat

merupakan salah satu mekanisme tubuh ketika suhu tubuh meningkat diatas

Page 20: skripsi Keperawatan (KMB)

20

ambang kritis. Pengeluaran keringat dirangsang oleh pengeluaran impalas

diarea preoptik anterior hipotalamus melalui jaras saraf simpatis keseluruh

kulit tubuh kemudian menyebabkan rangsang pada saraf polinergick kelenjar

keringat yang merangsang produksi keringat. Kelenjar keringat juga dapat

mengeluarkan keringat karena rangsangan dari epinefrin dan norepinefrin.

Cairan keringat merupakan sekresi sel epitel pada dasar (yang

menggulung) untuk selanjutnya disalurkan keluar melalui duktus kelenjar.

Cairan yang dihasilkan oleh sel epitel (sekresi primer/prekursor) memiliki

komposisi yamng mirip dengan plasma, tetapi tidak mengandung protein

plasma. Konsentrasi natrium sekitar 142 mEq/L dan klorida 104 mEq/L

ditambah konsentrasi zat terlarut lain dalam plasma. Selanjutnya, cairan

precursor akan dialirkan melalui duktus dan selama fase ini terjadi proses

reabsorpsi. Apabila sekresi sedikit, aliran menjadi lambat menyebabkan

proses reabsorpsi maksimal, sehingga konsentrasi yang melewati duktus

hampir tidak mengandung natrium dan klorida. Hal ini menyebabkan tekanan

osmotic berkurang sehingga sebagian cairan ikut direarbsorbsi dan

menyebabkan pemekatan kandungan unsur lain. Oleh karena itu, pada

kecepatan berkeringat yang rendah kandungan urea, asam laktat, dan kalium

menjadi sangat tinggi.

3. Penurunan Pembentukan Panas

Beberapa mekanisme pembentukan panas seperti termogenesis kimia dan

menggigil dihambat dengan kuat.

2.2.4 FASE DEMAM

Page 21: skripsi Keperawatan (KMB)

21

1. Fase I: Awal (Menggigil)

2. Fase II: Proses Demam

3. Fase III: Pemulihan (Defervescence)

2.2.5 GEJALA KLINIS DEMAM SESUAI FASE

1. Fase I: Awal (Menggigil)

a. Peningkatan denyut jantung

b. Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan.

c. Menggigil akibat tegangan dan kontraksi otot.

d. Kulit pucat dan dingin karena vasokonstriksi.

e. Merasakan sensasi dingin.

f. Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokonstriksi.

g. Rambut kulit berdiri.

h. pengeluaran keringat berlebih.

i. Peningkatan suhu tubuh.

2. Fase II: Proses Demam

a. Proses menggigil lenyap.

b. Kulit terasa hangat/panas.

c. Merasa tidak panas atau dingin

d. Peningkatan laju pernapasan dan nadi.

e. Peningkatan rasa haus.

f. Dehidrasi ringan hingga berat.

g. Mengantuk, delirium, atau kejang akibat iritasi sel saraf.

h. Lesi mulut herpetik.

Page 22: skripsi Keperawatan (KMB)

22

i. Kehilangan nafsu makan (jika demam memanjang).

j. Kelemahan, keletihan, dan nyeri ringan pada otot akibat metabolisme

protein.

3. Fase III: Pemulihan (Defervescence)

a. Kulit tampak merah dan hangat.

b. Berkeringat.

c. Menggigil ringan.

d. Kemungkinan mengalami dehidrasi.

2.2.5 MM

2.3 KONSEP KOMPRES HANGAT

2.3.1 Definisi

Memberikan rasa hangat pada klien dengan menggunakan cairan atau alat yang

menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang memerlukannya (Eni Kusyati, 2006).

2.3.2 Tujuan

1) Memperlancar sirkulasi darah

2) Mengurangi rasa nyeri

3) Merangsang peristaltik usus

4) Memperlancar pengeluaran eksudat

5) Memberi rasa nyaman

6) Menurunkan suhu tubuh (Eni Kusyati, 2006 & Mueser, 2007).

2.3.3 Efek terapeutik pemberian kompres hangat

Page 23: skripsi Keperawatan (KMB)

23

Stimulasi panas dapat memberikan respon fisiologis yang berbeda. Efek

terapeutik pemberian kompres hangat adalah :

1) Permeabilitas kapiler meningkat

Ini akan meningkatkan pergerakan zat sisa dan nutrisi.

2) Vasodilatasi

Peningkatan aliran darah ke bagian tubuh yang cidera ; pengiriman nutrisi dan

pembuangan zat sisa ; menurunkan kongesti vena pada jaringan yang cedera.

3) Viskositas darah menurun

Ini akan meningkatkan pengiriman leukosit dan antibodi ke daerah nyeri.

4) Ketegangan otot menurun

Ini akan meningkatkan relaksasi otot dan menurunkan nyeri akibat spasme.

5) Metabolisme meningkat

Meningkatkan aliran darah ; rasa hangat lokal

2.3.4 Faktor yang mempengaruhi toleransi panas

1) Durasi terapi

Individu lebih mampu mentoleransi suhu ekstrim dalam jangka waktu singkat.

2) Bagian tubuh

Ada area tertentu yang sensitiv terhadap variasi suhu.

3) Kerusakaan permukaan tubuh

Lapisan kulit yang terbuka akan lebih sensitiv terhadap variasi suhu.

4) Suhu kulit sebelumnya

Tubuh akan dapat berespon dengan baik terhadap penyesuaian suhu tubuh yang

rendah.

Page 24: skripsi Keperawatan (KMB)

24

5) Area permukaan tubuh

Seorang individu memiliki toleransi yang rendah terhadap perubahan suhu yang

mengenai area tubuh yang luas.

6) Usia dan kondisi fisik

2.3.5 Kompres hangat dan penurunan suhu tubuh

Apabila terjadi peningkatan suhu inti, ini akan menstimulasi hipotalamus

(thermostat tubuh) sehingga memicu vasodilatasi yang mengakibatkan peningkatan

aliran darah dan panas ke kulit. Hal ini meningkatkan suhu kulit sehingga memicu

pengeluaran keringat dan pengeluaran panas melalui radiasi (John R. Cameron,

2006). Pemberian kompres hangat juga dapat menyebabkan vasodilatasi dan dengan

pemberian kompres hangat otak akan menyangka bahwa suhu luar tubuh panas,

sehingga otakpun akan segera memproduksi dingin atau menurunkan produksi panas

dan terjadilah penurunan suhu tubuh. Mengompres hangat juga dapat menyebabkan

terjadinya proses penguapan dan dalam proses menguapannya ini akan menarik panas

dari badan klien sehingga suhupun turun (Gunawan, 2009).

2.3.6 Prosedur pemberian kompres hangat

1) Persiapan alat dan bahan

a) Alat

1. Kom tutup

2. Bak instrument

3. Handuk/kain/plastik

Page 25: skripsi Keperawatan (KMB)

25

4. Handuk pengering

5. Waslap/ kain kompres 2 buah

6. Perlak pengalas

7. Sarung tangan bersih

8. Baskom

9. Baki dan alasnya

b) Bahan

1. Air hangat (40º-46ºC)

2. Cairan lisol 3%

3. Kertas & pensil

2) Persiapan perawat dan pasien

a. Identifikasi kemampuan perawat

b. Perkenalkan diri dan tujuan pelaksanaan

c. Minta persetujuan pada klien

d. Jelaskan prosedur pelaksanaan

e. Siapkan lingkungan

3) Prosedur pelaksanaan

Page 26: skripsi Keperawatan (KMB)

26

1 Beri penjelasan kepada klien tentang perasat yang akan dilakukan

2 Bawa alat-alat ke dekat klien

3 Pasang sampiran, jika perlu

4 Bantu klien pada posisi yang nyaman dan tepat

5 Cuci tangan

6 Pasang perlak pengalas di bawah area yang akan di kompres

7 Pakai sarung tangan

8 Ukur suhu tubuh pasien

9 Basahi kain pengompres dengan air hangat dalam wadahnya, lalu peras

hingga tidak terlalu basah

10 Letakkan kain pada daerah yang akan dikompres seperti dahi, ketik, dan lipat

paha

11 Tutup kain kompres dengan handuk atau kain plastic

12 Lakukan pengompresan 15-30 menit dan ganti kain kompres setiap 5 menit

13 Jika kain kompres relative menjadi dingin, ganti kain kompres dan masukan

kembali ke cairan kompres. Lakukan secara berulang hingga efek yang

diharapkan tercapai.

14 Evaluasi hasil dengan mengukur suhu tubuh klien setelah 15 menit

Page 27: skripsi Keperawatan (KMB)

27

15 Setelah selesai, keringkan dengan handuk kering di daerah yang di

kompres/basah

16 Rapikan alat

17 Lepaskan sarung tanagn

18 Atur posisi klien nyaman

19 Cuci tangan

20 Dokumentasikan (Eni Kusyati, 2006 & Anas Tamsuri, 2006)

2.4 KONSEP GASTROENTERITIS

2.4.1 Definisi

Menurut Hipocrates, gastroenteritis adalah pengeluaran tinja yang abnormal dan cair

(Bagian ilmu kesehatan anak FKUI, 2007).

Gastroenteritis adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi

karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang encer

dan cair (Suriadi, 2010).

2.4.2 Etiologi

1) Faktor infeksi

a. Bakteri : Enteropathogenic Escherichia coli, Salmonella, Shigella, Yersinia

enterocolitica.

b. Virus : Enterovirus echoviruses, adenovirus, human retrovirua

c. Jamur : Candida enteritis

d. Parasit : Giardia clamblia, Cryptosporidium

Page 28: skripsi Keperawatan (KMB)

28

e. Protozoa

2) Faktor non-infeksi

a. Alergi makanan ; susu, protein

b. Gangguan metabolik atau malabsorbsi ; penyakit celiac, cystic fibrosis pada

pankreas

c. Iritasi langsung saluran pencernaan oleh makanan

d. Obat-obatan : antibiotik

e. Penyakit usus : crohn disease, enterocolitis

f. Emosional dan stress

g. Obstruksi usus

2.4.3 Patofisiologi

Terjadinya iritasi oleh suatu patogen mempengaruhi lapisan mukosa usus

sehingga terjadi peningkatan produk-produk sekretorik, termasuk mukus. Iritasi oleh

mikroba juga mempengaruhi lapisan otot sehingga terjadi peningkatan motilitas.

Peningkatan motilitas menyebabkan banyaknya cairan dan elektrolit terbuang karena

waktu yang tersedia untuk penyerapan di kolon berkurang. Selain itu peningkatan

sekresi air dan elektrolit ke dalam usus besar, menyebabkan unsur-unsur plasma yang

penting terbuang dalam jumlah besar sehingga individu yang mengalami

gastroenteritis berat dapat meninggal akibat syok hipovolemik (Elizabeth J. Corwin,

2002). Adapun tahapan dehidrasi menurut Ashwill and Droske (1997) adalah sebagai

berikut :

1) Dehidrasi ringan : Berat badan menurun 3%-5%, denga volume cairan yang

kurang dari 50ml/kg

Page 29: skripsi Keperawatan (KMB)

29

2) Dehidrasi sedang : Berat badan menurun 6%-9%, dengan volume cairan yang

hilang 50-90ml/kg

3) Dehidrasi berat : Berat badan menurun lebih dari 10%, dengan volume cairan

yang hilang sama denan atau lebiih dari 100ml/kg

Gambar 2.1 : Patofisiologi Gastroenteritis: sumber dar Aswhill and Droske (1997). Nursing Care of Child Principles and Practice. Philadelphia; W.B. Saunders Company (Suriadi, Rita Yulianni, 2010).

2.4.4 Manifestasi klinis

1) Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer

Menurunnya pemesukan atau hilangnya cairan yang adekuat akibat :

Muntah, diare, demam, hiperventilasi

Kematian

Hilangnya cairan dalam intraseluler

Cairan ekstraseluler secara tiba-tiba cepat hilang

Ketidak seimbangan elektrolit

Disfungsi seluler

Syok hipovolemik

Page 30: skripsi Keperawatan (KMB)

30

2) Terdapat tanda-tanda dehirdrasi ; turgor kulit jelek, ubun-ubun dan mata cekung,

membrane mukosa kering.

3) Keram abdominal

4) Demam

5) Mual-muntah

6) Anorexia

7) Lemah

8) Pucat

9) Perubahan tanda-tanda vital ; nadi dan pernafasan cepat

10) Menurun atau tidak ada pengeluaran urine (Suriadi, Rita Yulianni, 2010).

2.4.5 Pemeriksaan diagnostic

1) Pemeriksaan tinja ; makroskopik, mikroskopik, PH, glukosa, pemeriksaan biakan

dan uji resistensi

2) Pemeriksaan elektrolit, BUN, kreatinin dan glukosa

3) Pemeriksaan intubasi duodenum untuk menilai kuantitatif dan kualitatif parasit

terutama pada penderita gastroenteritis kronik (Bagian ilmu kesehatan anak

FKUI, 2007).

2.4.6 Komplikasi

1) Dehidrasi

2) Hipokalemia

3) Hipokalsemia

4) Hipoglikemia

5) Syok hipovolemi

Page 31: skripsi Keperawatan (KMB)

31

6) Asidosis

7) Kejang

8) Hiponatremia

9) Malnutrisi (Bagian ilmu kesehatan anak FKUI, 2007 dan Suriadi, 2010)

2.4.7 Penatalaksanaan medis

1) Penanganan fokus pada penyebab

2) Pemberian cairan dan elektrolit per oral dan parenteral

3) Dietetic (pemberian makanan)

4) Obat-obtan

5) Pada bayi, pemberian ASI diteruskan jika penyebab bukan dari ASI (Suriadi, Rita

Yulianni, 2010).

Page 32: skripsi Keperawatan (KMB)

32

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Keterangan:

:

:

:

:

Vasodilatasi pembuluh darah perifer

Kompres hangat

Mekanisme feedback:

a. Vasodilatasi

b. Berkeringat

c. Penurunan pembentukan panas

Demam

Perubahan suhu tubuh

Percepatan perpindahan panas (secara konduksi dan radiasi)

Page 33: skripsi Keperawatan (KMB)

33

Gambar 3.1 : Kerangka Konseptual Efektifitas Pemberian Kompres Hangat Pada Daerah Aksila dan Frontal Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Demam Dengan Gastroenteritis di Bangsal Dahlia RSUP NTB Dengan Menggunakan Konsep Pengaturan Termo-Hipotalamus (Anas Tamsuri, 2006).

3.2 Hipotesis Penelitian

H1 : Kompres Hangat Pada Daerah Aksila Lebih Efektifitas Terhadap Penurunan Suhu

Tubuh Pada Anak Demam Dengan Gastroenteritis di Bangsal Dahlia RSUP NTB.

H0 : Kompres Hangat Pada Daerah Frontal Lebih Efektifitas Terhadap Penurunan Suhu

Tubuh Pada Anak Demam Dengan Gastroenteritis di Bangsal Dahlia RSUP NTB.

Page 34: skripsi Keperawatan (KMB)

34

BAB 4

DESAIN PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Experiment

dengan rancangan Control Time Series Design. Dalam penelitian ini, kelompok

eksperiment dan kelompok control sama-sama dilakukan Pre-tes, dan dipostes setelah

diberikan perlakuan.

Berikut gambar rancangan penelitian ini:

Pretes Perlakuan Postes

Kel. Eksperimen

Kel. kontrol

Gambar 4.1: Bentuk Rancangan Control Time Series Design Pada Desain Penelitian Quasi Experiment (Soekidjo Notoatmojo, 2005).

01 02 03 04 x 05 06 07 08

01 02 03 04 x 05 06 07 08

Page 35: skripsi Keperawatan (KMB)

35

4.2 Kerangka kerja

Populasi: Pasien GE

Kesimpulan dan desiminasi hasil

Pemberian kompres

Observasi awal suhu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Sampel yang memenuhi kriteria inkulsi

Penyajian hasil

Analisa data:Uji T Berpasangan

Observasi akhir suhu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Kelompok Kontrol: Kompres frontal

Kelompok eksperimen:Kompres aksila

Page 36: skripsi Keperawatan (KMB)

36

Gambar 4.2 : Kerangka Operasional Penelitian Efektifitas Pemberian Kompres Hangat Pada Daerah Aksila dan Frontal Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Demam Dengan Gastroenteritis di Bangsal Dahlia RSUP NTB.

4.3 Populasi, Sampel, Sampling

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita gastroenteritis yang dirawat

inap di bangsal Dahlia RSUP NTB yang sesuai dengna kriteria inkulasi. Besar

populasi dalam penelitian ini yaitu 33 orang yang didapat dari perhitungan rata-

rata pasien rawat inap gastroenteritis di Bangsal Dahlia RSUP NTB 3 bulan

terakhir pada tahun 2010.

4.3.2 Sampel

Sampel adalah himpunan bagian atau sebagian dari suatu populasi (Muhamad

Zainusin, 2000).

1) Kriteria inkulsi

a) Penderita gastroenteritis yang mengalami demam (Suhu tubuh di atas

37,50C).

b) Belum dimandikan (dilap badannya)

c) Bersedia menjadi responden

Page 37: skripsi Keperawatan (KMB)

37

d) Belum mengkonsumsi obat anti piretik atau telah mengkonsumsi obat 4

jam sebelum diberikan perlakuan.

2) Kriteria eksklusi

a) Berada dalam waktu paruh obat

b) Responden baru selesai makan

c) Responden menggunakan pakaian tebal/selimut.

d) Responden mengalami penyakit infeksi lain selain gastroenteritis

(pneumonia, varisella, dll.).

4.3.3 Besar sampel

Besar sampel adalah banyaknya anggota yang akan dijadikan sampel

(Notoatmojo, 2002). Sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yang

memenuhi criteria inklusi.

Besar sampel diambil dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

n = Jumlah sampel

N = Populasi

Nn =

1+N (d2)

Page 38: skripsi Keperawatan (KMB)

38

d = Tingkat signifikan (0,05)

Jadi dari hasil perhitungan didapatkan besar sampel, yaitu : 30. Dari

jumlah ini akan dipecah menjadi 15 sampel untuk kelompok eksperimen dan 15

sampel untuk kelompok kontrol.

4.3.4 Sampling

Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat

mewakili populasi (Nursalam, 2008). Penelitian ini menggunakan Quota

Sampling. Tehnik sampling Quota Sampling merupakan tehnik penentuan sampel,

dimana setelah besar sampel ditetapkan, maka, jumlah itu dijadikan dasar untuk

mengambil unit sampel yang diperlukan sesuai dengan criteria sampel yang

dibutuhkan.

4.4 Identifikasi variabel

4.4.1 Variabel independen

Variabel independen adalah suatu stimulasi aktivitas oleh peneliti untuk mencapai

suatu dampak pada dependen variabel. Dalam ilmu keperawatan, variabel bebas

biasanya merupakan stimulus atau intervensi keperawatan yang diberikan kepada

klien untuk mempengaruhi tingkah laku (Nursalam & Pariani, 2001). Yang

menjadi variabel independen dalam penelitian ini adalah kompres hangat aksila

dan kompres hangat frontal.

4.4.2 Variabel dependen

Page 39: skripsi Keperawatan (KMB)

39

Variabel dependen adalah variabel respon atau output. Variabel ini akan muncul

sebagai akibat dari manipulasi suatu variable-variabel independen (Nursalam,

2008). Yang menjadi variabel dependen dalam penelitian ini adalah suhu tubuh.

4.5 Definisi Operasional

Tabel 4.1 : Definisi Operasional Variabel Penelitian Efektifitas Pemberian Kompres Hangat Pada Daerah Aksila dan Frontal Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Demam Dengan Gastroenteritis di Bangsal Dahlia RSUP NTB.

Variabel Definisi operasinal

Parameter Nilai Skala data

Independen:

Kompres Hangat

Kompres Hangat merupakan salah satu cara untuk menurunkan suhu tubuh yang meningkat, dengan menggunakan kain yang telah dibasahi dengan air hangat yang bisa dilakukan di daerah dahi atau di lipatan ketiak.

Kompres Hangat aksila.

Kompres hangat frontal.

Dilakukan pengompresan selama 15-30 menit dan ganti kain kompres setiap 5 menit.

Evaluasi hasil dengan mengukur suhu tubuh klien setelah 15 menit dengan menggunakan thermometer.

-

Dependen:

Suhu tubuh

Suhu tubuh merupakan panas atau dinginnya tubuh yang dipengaruhi oleh proses

Hipotermi:

< 36,5 0C

Normal:

36,5 0C - 37,5 0C

Penurunan suhu tubuh diukur dengan menggunakan thermometer.

Nominal:

Efektif =Penurunan suhu lebih besar.

Page 40: skripsi Keperawatan (KMB)

40

tubuh dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar.

Hipertermi:

> 37,5 0C

Hiperpireksia:

≥ 41 0C

(Anas Tamsuri, 2006)

Tidak efektif = penurunan suhu lebih kecil.

Demam/ Febris

Seseorang yang mengalami peningkatan suhu tubuh yang diukur dengan alat pengukur suhu tubuh yang disebut thermometer.

Afebris: orang yang tidak mengalami demam

Subfebril: orang yang mengalami peningkatan suhu cukup ringan (37,50C -38 0C)

Sumber: Anas Tamsuri (2006)

- -

Gastroenteritis

Suatu keadaan dimana seseorang buang air besar lebih dari 4 kali, dengan kondisi encer.

- - -

4.6 Prosedur Pelaksanaan

4.6.1 Persiapan alat dan bahan

1) Alat

a) Kom tutup

Page 41: skripsi Keperawatan (KMB)

41

b) Bak instrument

c) Handuk/kain/plastik

d) Handuk pengering

e) Waslap/ kain kompres 2 buah

f) Perlak pengalas

g) Sarung tangan bersih

h) Baskom

i) Baki dan alasnya

2) Bahan

a) Air hangat (40º-46ºC)

b) Cairan lisol 3%

c) Kertas & pensil

4.6.2 Periapan perawat/pasien

1. Identifikasi kemampuan perawat

2. Perkenalkan diri dan tujuan pelaksanaan

3. Minta persetujuan pada klien

4. Jelaskan prosedur pelaksanaan

Page 42: skripsi Keperawatan (KMB)

42

5. Siapkan lingkungan

4.6.3 Pelaksanaan

1 Beri penjelasan kepada klien tentang perasat yang akan dilakukan

2 Bawa alat-alat ke dekat klien

3 Pasang sampiran, jika perlu

4 Bantu klien pada posisi yang nyaman dan tepat

5 Cuci tangan

6 Pasang perlak pengalas di bawah area yang akan di kompres

7 Pakai sarung tangan

8 Ukur suhu tubuh pasien

9 Basahi kain pengompres dengan air hangat dalam wadahnya, lalu peras

hingga tidak terlalu basah

10 Letakkan kain pada daerah yang akan dikompres seperti dahi, ketik, dan lipat

paha

11 Tutup kain kompres dengan handuk atau kain plastic

12 Lakukan pengompresan 15-30 menit dan ganti kain kompres setiap 5 menit

Page 43: skripsi Keperawatan (KMB)

43

13 Jika kain kompres relative menjadi dingin, ganti kain kompres dan masukan

kembali ke cairan kompres. Lakukan secara berulang hingga efek yang

diharapkan tercapai.

14 Evaluasi hasil dengan mengukur suhu tubuh klien setelah 15 menit

15 Setelah selesai, keringkan dengan handuk kering di daerah yang di

kompres/basah

16 Rapikan alat

17 Lepaskan sarung tanagn

18 Atur posisi klien nyaman

19 Cuci tangan

20 Dokumentasikan (Eni Kusyati, 2006 & Anas Tamsuri, 2006)

4.7 Pengumpulan Dan Analisa Data

4.7.1 Instrumen

Instrimen yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah

lembar observasi untuk penilaian suhu dan kuesioner untuk menentukan

pemenuhan ktiteria inkulsi sampel.

4.7.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

1) Lokasi

Page 44: skripsi Keperawatan (KMB)

44

Penelitian dilaksanakan di Bangsal Dahlia RSUP NTB.

2) Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan pada bulan Maret 2010 sampai dengan Mei 2010.

4.7.3 Prosedur

Setelah mendapatkan ijin penelitian, peneliti melapor pada kepala Bangsal Dahlia.

Setelah mendapatkan ijin, peneliti akan mencari sampel yang dibutuhkan. Pada

sampel tersebut peneliti akan memperkenalkan identitas (diri dan institusi),

maksud dan tujuan, kemudian meminta persetujuan dari pasien untuk diteliti.

Setelah mendapatkan persetujuan, maka peneliti akan melakukan observasi awal,

kemudian diberikan perlakuan sesuai pembagian kategori kelompok penelitian

(kelompok eksperimen atau kontrol), dan kemudian diobservasi kembali.

Penilaian keefektifan dinilai dari perbandingan jumlah penurunan suhu tubuh

pasien.

4.7.4 Analisa Data

Berdasarkan hasil observasi, selanjutnya akan dilakukan tabulasi data dan analisa

data dengan menggunakan uji statistk “Uji T Berpasangan”.

1) Editing

2) Coding

Page 45: skripsi Keperawatan (KMB)

45

3) Analisa statisk

Hasil observasi akan di scoring kemudian dibandingkan efektifitas antara

kompres hangat aksila dan kompres hangat frontal. Derajat kemaknaan

ditentukan P ≥ 0,05.

4.8 Etik Penelitian

4.8.1 Lembar persetujuan menjadi responden

4.8.2 Tanpa nama

4.8.3 Kerahasiaan

4.9 Keterbatasan Penelitian

Page 46: skripsi Keperawatan (KMB)

46

DAFTAR PUSTAKA

Johnston NJ, Raja AT, Protheroe R, Childs C. (2006). Suhu tubuh manajemen setelah cedera otak traumatik yang parah: Metode dan protokol yang digunakan di Britania Raya dan Irlandia. 262 Resuscitation. 2006; 70 :254 [PubMed ]

McCarthy PL. Fever in children. In: Mackowiak PA. Ed. Fever mechanisms and management. New York: Raven Press. 1991 :219-3 1

Smith, Tony, Davidson Sue. (2009). Dokter Di Rumah Anda. Dian Rakyat: Jakarta

Syaifudin. (2006). Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. EGC: Jakarta

Tamsuri Anas. (2006). Tanda-Tanda Vital: Suhu Tubuh. EGC: Jakarta

Purwoko, etall. (2002). Demam pada anak: perabaan kulit, pemahaman dan tindakan ibu. Berkala Ilmu Kedokteran Vol. 35, No. 2, 2003 (online). Bagian llrnu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada RS Dr. Sardjito Yogyakarta. Diakses pada: Tanggal, 5 November 2010, pukul 19.30 WITA.

Tri Tuti Damayati. (2008). SKRIPSI: Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Demam Dengan Perilaku Kompres di Ruang Rawat Inap RSUD dr. Moewardi Surakarta . (Online). Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Page 47: skripsi Keperawatan (KMB)

47

http://etd.eprints.ums.ac.id/1879/1/J210040011.pdf. Diakses pada, Tanggal 5 November 2010, Pukul 19.11 WITA.

Kusyati Eni. (2006). Keterampilan dan Prosedur Laboratorium Keperawatan Dasar. EGC : Jakarta

Wasis. (2008). Pedoman Riset Praktis Untuk Profesi Perawat. EGC : Jakarta

Corwin Elizabeth J. (2002). Buku Saku Patofisiologi. EGC : Jakarta

Patricia A. Potter & Anne Grivin, Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Vol. 1, Ed. 4. EGC : Jakarta

Cameron J. John. (2006). Editor : Chaerunnisa. Fisika Tubuh Manusia. EGC : Jakarta

Guyton, Athur C. & Hall, Jhon E. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Guyton & Hall. EGC : Jakarta

Mueser, A. M. (2007). Panduan Lengkap Perawatan Bayi dan Anak. Diglossia Media : Yogjakarta