76838388 kmb pneumothorax fix

30
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara di dalam kavum/rongga pleura. Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk dapat mempertahankan paru dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O. Kerusakan pada pleura parietal dan/atau pleura viseral dapat menyebabkan udara luar masuk ke dalam rongga pleura, Sehingga paru akan kolaps. Paling sering terjadi spontan tanpa ada riwayat trauma, dapat pula sebagai akibat trauma toraks dan karena berbagai prosedur diagnostik maupun terapeutik. Dahulu pneumotoraks dipakai sebagai modalitas terapi pada TB paru sebelum ditemukannya obat anti tuberkulosis dan tindakan bedah dan dikenal sebagai pneumotoraks artifisial . Kemajuan teknik maupun peralatan kedokteran ternyata juga mempunyai peranan dalam meningkatkan kasus-kasus pneumotoraks antara lain prosedur diagnostik seperti biopsi pleura, TTB, TBLB, dan juga beberapa tindakan terapeutik seperti misalnya fungsi pleura, ventilasi mekanik, IPPB, CVP dapat pula menjadi sebab teradinya pneumotoraks (pneumotoraks iatrogenik).Ada tiga jalan masuknya udara ke dalam rongga pleura, yaitu : 1. Perforasi pleura viseralis dan masuknyaudara dan dalamparu.

Upload: rian-alda

Post on 21-Oct-2015

160 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara di dalam kavum/rongga pleura.

Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk dapat mempertahankan

paru dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga pleura pada akhir

inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O.

Kerusakan pada pleura parietal dan/atau pleura viseral dapat menyebabkan udara

luar masuk ke dalam rongga pleura, Sehingga paru akan kolaps. Paling sering terjadi

spontan tanpa ada riwayat trauma, dapat pula sebagai akibat trauma toraks dan karena

berbagai prosedur diagnostik maupun terapeutik.

Dahulu pneumotoraks dipakai sebagai modalitas terapi pada TB paru sebelum

ditemukannya obat anti tuberkulosis dan tindakan bedah dan dikenal sebagai

pneumotoraks artifisial . Kemajuan teknik maupun peralatan kedokteran ternyata juga

mempunyai peranan dalam meningkatkan kasus-kasus pneumotoraks antara lain prosedur

diagnostik seperti biopsi pleura, TTB, TBLB, dan juga beberapa tindakan terapeutik

seperti misalnya fungsi pleura, ventilasi mekanik, IPPB, CVP dapat pula menjadi sebab

teradinya pneumotoraks (pneumotoraks iatrogenik).Ada tiga jalan masuknya udara ke

dalam rongga pleura, yaitu :

1. Perforasi pleura viseralis dan masuknyaudara dan dalamparu.

2. Penetrasidinding dada (dalamkasus yang lebihjarangperforasiesofagusatau abdomen)

dan pleura parietal, sehinggaudara dan luartubuhmasukdalamrongga pleura.

3. Pembentukan gas dalam rongga pleura oleh mikroorganisme pembentuk gas misalnya

pada empiema.

Kejadian pneumotoraks pada umumnya sulit ditentukan karena banyak kasus-kasus

yang tidak di diagnosis sebagai pneumotoraks karena berbagai sebab. Johnston &

Dovnarsky memperkirakan kejadian pneumotoraks berkisar antara 2,4-17,8 per 100.000

per tahun. Beberapa karakteristik pada pneumotoraks antara lain: laki-laki lebih sering

daripada wanita (4: 1) paling sering pada usia 20-30tahun.

Pneumotoraks spontan yang timbul pada umur lebih dan 40 tahun sering disebabkan

oleh adanya bronkitis kronik dan empisema. Lebih sering padaorang-orang dengan

bentuk tubuh kurus dan tinggi (astenikus) terutama pada mereka yang mempunyai

kebiasaan merokok. Pneumonotoraks kanan lebih sering terjadi dan pada kiri.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Pneumothoraks ?

2. Apa Etiologi Terjadinya Pneumothoraks ?

3. Bagaimana Patofisiologi Pneumothoraks ?

4. Bagaimana Manifestasi Klinik Pneumothoraks ?

5. Apa Saja Komplikasi Pneumothoraks ?

6. Apa Saja Pemeriksaan Penunjang Pneumothoraks ?

7. Bagaimana Penatalaksanaan Pneumothoraks ?

8. Bagaimana Askep Pneumothoraks ?

9. Bagaimana Laporan Kasus Pneumothoraks ?

1.3 Tujuan

1. Untuk Mengetahui Pengertian Pneumothoraks

2. Untuk Mengetahui Etiologi Terjadinya Pneumothoraks

3. Untuk Mengetahui Patofisiologi Pneumothoraks

4. Untuk Mengetahui Manifestasi Klinik Pneumothoraks

5. Untuk Mengetahui Komplikasi Pneumothoraks

6. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Pneumothoraks

7. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Pneumothoraks

8. Untuk Mengetahui Askep Pneumothoraks

9. Untuk Mengetahui Laporan Kasus Pneumothoraks

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pneumothoraks

Pneumothoraks adalah pengumpulan udara didalam ruang potensial antara pleura

visceral dan parietal (Arif Mansjoer dkk, 2000).

Pneumothoraks adalah keluarnya udara dari paru yang cidera, ke dalam ruang pleura

sering diakibatkan karena robeknya pleura ( Suzanne C. Smeltzer, 2001).

Pneumotoraks adalah pengumpulan udara di dalam ruang potensial antara pleura

parietal dan viseral( kapita selekta kedokteran jilid2,2000).

Keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura (IPD Jilid I,939).

Laserasi paru-paru, atau keluarnya udara dari paru yang cedera ke dalamrongga pleural

(KMB Brunner & Suddart, 464).

2.2 Etiologi

Terdapat beberapa jenis pneumotoraks yang dikelompokkan berdasarkan

penyebabnya:

o Pneumotoraks spontan

Terjadi tanpa penyebab yang jelas. Pneumotoraks spontan primer terjadi jika

pada penderita tidak ditemukan penyakit paru-paru. Pneumotoraks ini diduga

disebabkan oleh pecahnya kantung kecil berisi udara di dalam paru-paru yang

disebut bleb atau bulla. Penyakit ini paling sering menyerang pria berpostur

tinggi-kurus, usia 20-40 tahun. Faktor predisposisinya adalah merokok sigaret

dan riwayat keluarga dengan penyakit yang sama. Pneumotoraks spontan

sekunder merupakan komplikasi dari penyakit paru-paru (misalnya penyakit paru

obstruktif menahun, asma, fibrosis kistik, tuberkulosis, batuk rejan).

o Pneumotoraks traumatik

Terjadi akibat cedera traumatik pada dada. Traumanya bisa bersifat menembus

(luka tusuk, peluru) atau tumpul (benturan pada kecelakaan kendaraan bermotor).

Pneumotoraks juga bisa merupakan komplikasi dari tindakan medis tertentu

(misalnya torakosentesis).

o Pneumotoraks karena tekanan

Terjadi jika paru-paru mendapatkan tekanan berlebihan sehingga paru-paru

mengalami kolaps. Tekanan yang berlebihan juga bisa menghalangi pemompaan

darah oleh jantung secara efektif sehingga terjadi syok.

2.3 Patofisiologi

Pneumotoraks dapat disebabkan oleh trauma dada yang dapat mengakibatkan

kebocoran/tusukan/laserasi pleura viseral. Sehingga paru-paru kolaps sebagian/komplit

berhubungan dengan udara/cairan masuk ke dalam ruang pleura. Volume di ruang pleura

menjadi meningkat dan mengakibatkan peningkatan tekanan intra toraks. Jika

peningkatan tekanan intra toraks terjadi, maka distress pernapasan dan gangguan

pertukaran gas dan menimbulkan tekanan pada mediastinum yang dapat mencetuskan

gangguan jantung dan sirkulasi sistemik.

2.4 Manifestasi Klinik

Penderita mengeluh sesak napas, nyeri, dan batuk-batuk. Pada inspeksi, thoraks

mungkin lebih besar dari biasanya, mungkin pula normal. Terdapat bagian dada yang

tertinggal dalam gerakan pernapasan. Pada palpasi didapatkan fremitus yang berkurang disisi

trauma, mungkin teraba krepitasi karena emfisema sub kutan. Juga ditemukan adnya

pergeseran dari trakea, posisi jantung, dan mediastinum. Pada perkusi ditemukan adnya hiper

sonor atau timpani. Bising napas yang berkurang pada auskultasi.

Pemeriksaan coin test. Sebuah logam ditekankan pada dinding thoraks anterior dan

diketuk dengan uang logam lainnya. Sementara itu dilakukan auskultasi pada dinding thoraks

posterior. Jika ada udara dalam rongga pleura, akan terdengar suara metalik yang khas. Jika

terdapat akumulasi cairan dan udara dalam rongga pleura dan pasien merubah posisinya

secara tiba-tiba, akan terdengar suara gerakan air yang disebut sebagai succussion splash.

(Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, 2000).

2.5 Komplikasi

1. Atelektasis

2. ARDs

3. Infeksi

4. Edema pulmonary

5. Emboli paru

6. Efusi pleura

7. Empyema

8. Emfisema

9. Penebalan pleura

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang biasa dilakukan:

1. Rontgen dada (untuk menunjukkan adanya udara diluar paru-paru)

2. Gas darah arteri.

Pada foto dada PA terlihat pinggir paru yang kolaps berupa garis.

Mediastinal shift dapat dilihat pada foto PA atau fluoroskopi pada saat penderita inspirasi

atau ekspirasi.

2.7 Penatalaksanaan

A. Prinsip Penatalaksanaan Trauma Toraks

1. Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma secara umum

(primary survey-secondary survey)

2. Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah: anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan diagnostik, penegakan diagnosis dan terapi secara konsekutif

(berturutan)

3. Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila pasien stabil),

adalah : portable x-ray, portable blood examination, portable bronchoscope.

Tidak dibenarkan melakukan pemeriksaan dengan memindahkan pasien dari

ruang emergency.

4. Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi terutama untuk

menemukan masalah yang mengancam nyawa dan melakukan tindakan

penyelamatan nyawa.

5. Pengambilan anamnesis (riwayat) dan pemeriksaan fisik dilakukan bersamaan

atau setelah melakukan prosedur penanganan trauma.

a. Primary Survey

1. Airway

Assessment :

perhatikan patensi airway

dengar suara napas

perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada

Management :

inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan jaw

thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan napas

re-posisi kepala, pasang collar-neck

lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral / nasal)

2. Breathing

Assesment

Periksa frekwensi napas

Perhatikan gerakan respirasi

Palpasi toraks

Auskultasi dan dengarkan bunyi napas

Management:

Lakukan bantuan ventilasi bila perlu

Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension pneumotoraks,

open pneumotoraks, hemotoraks, flail chest

3. Circulation

Assesment

Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi

Periksa tekanan darah

Pemeriksaan pulse oxymetri

Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)

Management

Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines

Torakotomi emergency bila diperlukan

Operasi Eksplorasi vaskular emergency

b. Tindakan Bedah Emergency

1. Krikotiroidotomi

2. Trakheostomi

3. Tube Torakostomi

4. Torakotomi

5. Eksplorasi vaskular

B. PENATALAKSANAAN PNEUMOTHORAKS (UMUM)

Tindakan dekompressi yaitu membuat hubungan rongga pleura dengan udara luar, ada

beberapa cara :

1. Menusukkan jarum melalui diding dada sampai masuk kerongga pleura , sehingga

tekanan udara positif akan keluar melalui jarum tersebut.

2. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil, yaitu dengan :

a. Jarum infus set ditusukkan kedinding dada sampai masuk kerongga pleura.

b. Abbocath : jarum Abbocath no. 14 ditusukkan kerongga pleura dan setelah

mandrin dicabut, dihubungkan dengan infus set.

c. WSD : pipa khusus yang steril dimasukkan kerongga pleura.

C. PENATALAKSANAAN PNEUMOTHORAKS (Spesifik)

1. Pneumotoraks Simpel

Adalah pneumotoraks yang tidak disertai peningkatan tekanan intra toraks yang

progresif.

Ciri:

Paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total)

Tidak ada mediastinal shift

PF: bunyi napas ↓ , hyperresonance (perkusi), pengembangan dada ↓

Penatalaksanaan: WSD

2. Pneumotoraks Tension

Adalah pneumotoraks yang disertai peningkatan tekanan intra toraks yang semakin lama

semakin bertambah (progresif). Pada pneumotoraks tension ditemukan mekanisme ventil

(udara dapat masuk dengan mudah, tetapi tidak dapat keluar).

Ciri:

Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi : kolaps total

paru, mediastinal shift (pendorongan mediastinum ke kontralateral), deviasi

trakhea , venous return ↓ → hipotensi &respiratory distress berat.

Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat, takipneu,

hipotensi, JVP ↑, asimetris statis & dinamis

Merupakan keadaan life-threatening tdk perlu Ro

Penatalaksanaan:

1. Dekompresi segera: large-bore needle insertion (sela iga II, linea mid-klavikula)

2. WSD

3. Open Pneumothorax

Terjadi karena luka terbuka yang cukup besar pada dada sehingga udara dapat keluar dan

masuk rongga intra toraks dengan mudah. Tekanan intra toraks akan sama dengan

tekanan udara luar. Dikenal juga sebagai sucking-wound . Terjadi kolaps total paru.

Penatalaksanaan:

1. Luka tidak boleh ditutup rapat (dapat menciptakan mekanisme ventil)

2. Pasang WSD dahulu baru tutup luka

3. Singkirkan adanya perlukaan/laserasi pada paru-paru atau organ intra toraks lain.

4. Umumnya disertai dengan perdarahan (hematotoraks)

4. Water Sealed Drainage

Water Seal Drainage (WSD) adalah Suatu sistem drainage yang menggunakan water seal

untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura ( rongga pleura)

TUJUANNYA :

Mengalirkan / drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk

mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut

Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya terisi

sedikit cairan pleura / lubrican.

1. Perubahan Tekanan Rongga Pleura

2. Tekanan Istirahat Inspirasi Ekspirasi

3. Atmosfir 760 760 760

4. Intrapulmoner 760 757 763

5. Intrapleural 756 750 756

INDIKASI PEMASANGAN WSD :

Hemotoraks, efusi pleura

Pneumotoraks ( > 25 % )

Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk

Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator

KONTRA INDIKASI PEMASANGAN :

Infeksi pada tempat pemasangan

Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol.

CARA PEMASANGAN WSD

1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di linea

aksillaris anterior dan media.

2. Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan.

3. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam sampai

muskulus interkostalis.

4. Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan.

Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah sampai

rongga pleura / menyentuh paru.

5. Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat dengan

menggunakan Kelly forceps.

6. Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke dinding

dada.

7. Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah disiapkan.

8. Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan.

ADA BEBERAPA MACAM WSD :

1. WSD dengan satu botol

Merupakan sistem drainage yang sangat sederhana

Botol berfungsi selain sebagai water seal juga berfungsi sebagai botol

penampung.

Drainage berdasarkan adanya grafitasi.

Umumnya digunakan pada pneumotoraks

2. WSD dengan dua botol

Botol pertama sebagai penampung / drainase

Botol kedua sebagai water seal

Keuntungannya adalah water seal tetap pada satu level.

Dapat dihubungkan sengan suction control

3. WSD dengan 3 botol

Botol pertama sebagai penampung / drainase

Botol kedua sebagai water seal

Botol ke tiga sebagai suction kontrol, tekanan dikontrol dengan

manometer.

2.8 Askep Pneumothoraks

1. Pengkajian

a. Aktivitas / istirahat

Gejala : Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat

b. Sirkulasi

Tanda : takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), S3 atau S4 / irama

jantung gallop, nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan

mediastinal, tanda homman (bunyi rendah sehubungan dengan denyutan

jantung, menunjukkan udara dalam mediastinum).

c. Psikososial

Tanda : ketakutan, gelisah.

d. Makanan / cairan

Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral / infuse tekanan.

e. Nyeri / kenyamanan

Gejala : nyeri dada unilateral meningkat karena batuk, timbul tiba-

tiba gejala sementara batuk atau regangan, tajam atau nyeri

menusuk yang diperberat oleh napas dalam.

Tanda : Perilaku distraksi, mengerutkan wajah

f. Pernapasan

Tanda : pernapasan meningkat / takipnea, peningkatan kerja napas,

penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, ekspirasi

abdominal kuat, bunyi napas menurun, fremitus menurun, perkusi

dada : hipersonan diatas terisi udara, observasi dan palpasi dada :

gerakan dada tidak sama bila trauma, kulit : pucat, sianosis,

berkeringat, mental: ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

Gejala : kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah dada / trauma :

penyakit paru kronis, inflamasi / infeksi paru (empiema / efusi),

keganasan (mis. Obstruksi tumor).

g. Keamanan

Gejala : adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi untuk keganasan.

2. Pemeriksaan Diagnostik

a. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural;

dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal.

b. GDA : variable tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi,

gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi.

c. Torasentesis : menyatakan darah / cairan sero sanguinosa

d. Hb : mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah

3. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

a. Pola pernapasan tak efektif b.d penurunan ekspansi paru, gangguan

musculoskeletal, nyeri, ansietas, proses inflamasi.

Ditandai:Dispnea, takipnea, Perubahan kedalaman pernapasan, Penggunaan

otot aksesori, pelebaran nasal, Gangguan pengembangan dada, Sianosis,

GDA tak normal

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1 X 24 jam bersihan jalan

napas klien efektif.

KH : Menunjukkan pola pernapasan normal / efektif dengan GDA dalam

batas normal, Bebas sianosis dan hipoksia, TTV normal?????

Intervensi :

a. Mengidentifikasikan etiologi / factor pencetus ex : kolaps spontan,

trauma, keganasan.

b. Evaluasi fungsi pernapasan, catat kecepatan / pernapasan sesak,

dispnea, terjadinya sianosis, perubahan tanda vital.

c. Awasi kesesuaian pola pernapasan bila menggunakan ventilasi

mekanik, catat perubahan tekanan udara.

d. Auskultasi bunyi napas

e. Catat pengembangan dada dan posisi trakea

f. Kaji fremitus

g. Kaji pasien adanya area nyeri tekan bila batuk, napas dalam.

h. Pertahankan posisi nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat

tidur, anjurkan pasien untuk duduk sebanyak mungkin.

Rasional :

a. Pemahaman penyebab kolaps paru perlu untuk pemasangan selang dada

yang tepat.

b. Distres pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai

akibat stres fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syok

sehubungan dengan hipoksia / perdarahan.

c. Kesulitan bernapasn dengan ventilator atau peningkatan jalan napas

diduga memburuknya kondisi atau terjadinya komplikasi (mis. ruptur

spontan dari bleb, terjadinya pneumotoraks)

d. Bunyi napas dapat menurun atau tak ada pada lobus, segmen paru, atau

seluruh area paru (unilateral). Area atelektasis tak ada bunyi napas, dan

sebagian area kolaps paru menurunya bunyinya. Evaluasi juga dilakukan

untuk area yang baik pertukaran gasnya dan memberikan data evaluasi

perbaikan pneumotoraks.

e. Pengembangan dada sama dengan ekspansi paru. Deviasi trakea dari

area sisi yang sakit pada tegangan pneumotoraks.

f. Suara dan taktil fremitus (vibrasi) menurun pada jaringan yang terisi

cairan / konsolidasi.

g. Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih

efektif / mengurangi trauma.

h. Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan

ventilasi pada sisi yang sakit.

Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tak efektif b.d peningkatan produksi sekresi kental

Ditandai : Pernyataan kesulitan bernapas, Perubahan kedalaman/kecepatan

pernapasan, penggunaan otot aksesori, Bunyi napas tak normal,

misalnya, mengi, ronki, krekels, Batuk (menetap), dengan/tanpa

produksi sputum.

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1X24 jam klien menunjukan

bersihan jalan napas.

KH : 1. Mempertahankan jalan napas pasien dengan bunyi napas bersih/ jelas

2. Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas, mis.,

batuk efektif dan mengeluarkan sekret.

Intervensi :

1. Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, mis., mengi, krekles,

ronki.

2. Kaji / pantau frekuensi pernapasan. Catat rasio inspirasi / ekspirasi

3. Catat adanya dispnea, gelisah, ansietas, distres pernapasan, penggunaan otot

bantu

4. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, mis., peninggian kepala tempat tidur,

duduk pada sandaran tempat tidur.

5. Pertahankan polusi lingkungan minimum, mis., debu, asap, dan bulu bantal

yang berhubungan dengan kondisi individu.

6. Dorong / bantu latihan napas abdomen atau bibir.

7. Berikan obat sesuai indikasi

Bronkodilator, mis., β-agonis : epinefrin (Adrenalin, Vaponefrin); albuterol

(Proventil, Ventolin); terbutalin (Brethine, Brethaire); isotetarin (Brokosol,

Bronkometer); Xantin, mis., aminofilin, oxitrifilin (Choledyl); teofilin

(Bronkodyl, Theo-Dur)

8. Berikan fisioterapi dada

Rasional :

1. Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan

dapat/tak dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisius, mis., penyebaran,

krekles basah (bronkitis); bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi

(emfisema); atau tak adanya bunyi napas (asma berat).

2. Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada

penerimaan atau selama stres / adanya proses infeksi memanjang dibanding

inspirasi

3. Disfungsi pernapasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses

kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, mis.,

infeksi, reaksi alergi.

4. Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan

menggunakan gravitasi. Namun, pasien dengan distres berat akan mencari

posisi yang paling mudah untuk bernapas.

5. Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut

6. Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea

dan menurunkan jebakan udara

7. Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme

jalan napas, mengi, dan produksi mukosa. Obat-obat mungkin per oral,

injeksi, atau inhalasi.

8. Drainase postural dan perkusi bagian penting untuk membuang banyaknya

sekret kental dan memperbaiki ventilasi pada segmen dasara paru.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d produksi sputum

Ditandai : Penurunan berat badan, Kehilangan massa otot, tonus otot buruk,

Kelemahan

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3X24 jam klien menunjukan

peningkatan nutrisi yang adekuat

KH : 1. Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat

2. Menunjukkan perilaku/ perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau

mempertahankan berat yang tepat

Intervensi :

1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan.

Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.

2. Auskultasi bunyi usus

3. Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan.

Berikan makan porsi kecil tapi sering

Rasional :

1. Pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi

sputum, dan obat.

2. Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan konstipasi

(komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan,

pilihan makanan buruk, penurunan aktivitas, dan hipoksemia.

3. Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan

kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.

4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan b.d kurang

terpajan pada informasi.

Ditandai : kurang terpajang pada informasi, Mengekspresikan masalah, meminta

informasi,Berulangnya masalah

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1X24 jam klien dan keluarga dapat

mengerti tentang kondisi kesehatan klien.

KH : 1. Menyatakan pemahaman penyebab masalah (bila tahu)

2. Mengidentifikasikan tanda / gejala yang memerlukan evaluasi medik

3. Mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup

yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah

Intervensi :

a. Kaji patologi masalah individu

b. Identifikasikasi kemungkinan kambuh / komplikasi jangka panjang.

c. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik ex. Nutrisi baik, istirahat, latihan.

d. Kaji ulang tanda / gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat, contoh nyeri

dada tiba-tiba, dispnea, distres pernapasan lanjut.

Rasional :

a. Informasi menurunkan takut karena ketidaktauan. Memberikan pengetahuan dasar

untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik.

b. Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat dan keganasan dapat meningkatkan

insiden kambuh. Selain itu pasien sehat yang menderita pneumotoraks spontan,

insiden kambuh 10 %- 50 %.

c. Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat

mencegah kekambuhan.

d. Berulangnya pneumotoraks memerlukan intervensi medik untuk mencegah /

menurunkan potensial komplikasi.

2.9 Laporan Kasus

Pada bab ini akan diuraikan tentang biodata klien, riwayat penyakit, dan pelaksanaan

asuhan keperawatan yang telah dilakukan kepada klien di ruang Melati di RS

Muhammadiyah dari tanggal 9-13 Desember 2008.

A. Gambaran Kasus

Klien Tn. K umur 33 Tahun, jenis kelamin laki – laki, agama Islam, suku Jakarta,

pendidikan SMA, bahasa yang digunakan Indonesia, klien bekerja sebagai Hansip

(Penjaga Keamanan). Klien masuk RS pada tanggal 29-06-08 karena keadaan klien

semakin parah dan disarankan untuk rawat inap. Sebelumnya klien pernah berobat ke

Puskesmas terdekat. Tapi karena di Puskesmas tersebut tidak memadai alat-alat dan

obatnya maka klien dirujuk ke RS . Klien mendapat terapi amoxicyllin 3 x (gr IV

selama 7 hari dari tanggal 3-9 Desember 2008 (terakhir hari ini) sebagai antibiotik,

inhalasi dengan ventolin : bisolvon : NaCl = 1:1:1 untuk mengurangi sesak dan sekret

mudah keluar. Rencana streptomicyin 1 x 550 mg IM (menunggu evaluasi THT)

sebagai antibiotik dan diet TKTP 2300 KKal + ekstra putih telur 3 x 2 butir / hari

untuk mengurangi terjadi edema.

Pengkajian Fisik

Data Klinik

DS :

Klien mengatakan sebelum dirawat di RS, Klien kami mengalami kecelakaan dan

pernah di operasi bagian dada sebelah kiri. Klien tidak pernah mengeluh sakit, tetapi

tiba-tiba klien menderita batuk dan sesak selama ± 3 minggu.

DO :

S : 36,10C, N : 84 x / mnt, RR : 22 x / mnt, TD : 110 / 70 mmHg, Kesadaran : CM

terdapat luka bekas operasi di bagian dada sebelah kiri, badan klien kurus, batuk

produktif, pernafasan kausmul, perkusi dada : Kanan redup dari sela iga 1-3 : kiri,

redup dari sela iga 1-6.

Nutrisi dan Metabolisme

DS : Klien mengatakanMakan satu porsi habis, BB sebelumnya 45 Kg,Makanan yang

membuat alergi adalah ikan

DO:BBI : 54 – 66 Kg, Muntah (-), gigi caries (+), Konstipasi (-), Diare (-), Bising

usus 21 x / mnt, hepar tidak teraba, lidah bersih, turgor kulit buruk.

Respirasi / Sirkulasi

DS : Batuk sejak ± 3 minggu, lemas.

DO :Terdapat ronhi, batuk produktif, batuk berdarah (-), sputum kental berwarna

putih, penggunaan otot batu napas (-), pernapasan kaurmaul, kedalaman dangkal,

fremitus kiri

Eliminasi

DS :Klien mengatakan : BAB Lancar, Keluhan (-)

BAK Lancar, keluhan (-)

DO :

Abdomen Kembung (-)

bising usus 21 x / menit

BAB :

oBAB pasien 3 x / hari

okonsistensi faeces : setengah padat, bau khas (-) karakter (-)

ofrekuensi 4-5 x/hari

oRectum : tidak ada kelainan.

Aktivitas / latihan

DS : Klien mengatakan saat pertama masuk RSCM (tanggal 27-11-08) anaknya masih

bisa berjalan sendiri.

DO : Kesinambungan berjalan kurang baik, bentuk kaki kiri & kanan simetris, tetapi

terdapat bengkak pada telapak kaki, kejang (-).

Sensori Persepsi

DS : Klien mengatakan bahwa pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecap

pasiehn masih baik. Dan juga masih bisa merasakan sentuhan jika diraba.

DO : Dapat merespon rangsang cahaya dengan baik, orientasi baik, pupil isokor,

konjungtiva anemis, pendengaran normal, penglihatan normal.

Konsep Diri

DS : Walaupun Klien seperti sekarang ini, klien tidak pernah mengeluh atau tidak

pernah mengatakan sakit. Jika ditanya hanya menjawab seperlunya saja.

DO : Postur tubuh baik, perilaku banyak diam.

Tidur / Istirahat

DS : Klien mengatakan semenjak sakit justru tidur dan berbaring terus.

DO :klien sering tidur (karena penyakitnya atau karena mengantuk kurang terkaji)

Dampak hospitalisasi

- Pada klien (Tn. K) : tidak banyak bicara, yang dipikirkan harapan untuk cepat

sembuh.

- Pada keluarga klien : Penghasilan keluarga menjadi terganggu karena sakit klien.

Tingkat perkembangan saat ini : dapat menjawab pertanyaan yang diberikan klien,

klien tidak banyak bicara. Sosialisasi : Klien

mengatakan, ia termasuk anggota remaja masjid

disekitar rumahnya.

Pemeriksaan Penunjang.

Pemeriksaan laboratorium tanggal

Anemia mikrositik hipokrom

Leukosit : 11.600 (N : 5.000 – 10.000)

Na : 132 mmol / l (N : 135 – 1147)

Kalium : 2,9 mmo; / l (N : 3,10 – 5,10)

Cl : 91 mmol / l (N : 95 – 108)

Penatalaksanaan

Klien mendapatkan terapi

- IVFD Nacl 0,9% 500 cc / S jam (20 ttr/mnt)

- Amoxicyllin 3 x / gr IV HT (Terakhir hari in)

- Ardan 3 x 2 gr (IV) Inhalasi Ventolin : Bisolvon : NaCl 1 : 1 : 1

- Diet TKTP 2300 kkal + ekstra putih telur 3x2 butir / hari

- Rencana Streptomicym 1 x 550 mg(IM) menunggu hari / evaluasi THT.

B. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan.

Dari data di atas penulis menemukan dan mengangkat 1 diagnosa, yang merupakan

diagnosa aktual. Penulis melakukan implementasi dari tanggal 09-12-08 s/d tanggal

11-12-08, karena tanggal11-12-08 klien pulang ke rumah dan dirujuk untuk rawat

jalan.

Diagnosa keperawatan tersebut adalah :

1. Bersihan jalan napas tak efektif b.d peningkatan produksi sekresi kental

DS :Klien mengatakan lemas, batuk sejak 3 minggu, merokok 1 ½ bungkus / hari dan

sudah merokok sejak kelas 5 SD.

DO : kulit pucat, batuk produktif, sputum kental berwarna putih dan fremitus kiri

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam jalan nafas klien efektif.

KH : Pasien tidak sesak napas lagi, batuk pasien berkurang, RR pasien kembali

normal, suara napas hambatan tidak ada

Intervensi

1. Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, mis., mengi, krekles, ronki.

2. Kaji / pantau frekuensi pernapasan. Catat rasio inspirasi / ekspirasi

3. Catat adanya dispnea, gelisah, ansietas, distres pernapasan, penggunaan otot bantu

4. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, mis., peninggian kepala tempat tidur,

duduk pada sandaran tempat tidur.

5. Pertahankan polusi lingkungan minimum, mis., debu, asap, dan bulu bantal yang

berhubungan dengan kondisi individu.

6. Dorong / bantu latihan napas abdomen atau bibir.

7. Berikan obat sesuai indikasi

Bronkodilator, mis., β-agonis : epinefrin (Adrenalin, Vaponefrin); albuterol

(Proventil, Ventolin); terbutalin (Brethine, Brethaire); isotetarin (Brokosol,

Bronkometer); Xantin, mis., aminofilin, oxitrifilin (Choledyl); teofilin (Bronkodyl,

Theo-Dur)

8. Berikan fisioterapi dada

Rasional :

1. Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan

dapat/tak dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisius, mis., penyebaran,

krekles basah (bronkitis); bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema);

atau tak adanya bunyi napas (asma berat).

2. Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada

penerimaan atau selama stres / adanya proses infeksi memanjang dibanding

inspirasi

3. Disfungsi pernapasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses kronis

selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, mis., infeksi,

reaksi alergi.

4. Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan

menggunakan gravitasi. Namun, pasien dengan distres berat akan mencari posisi

yang paling mudah untuk bernapas.

5. Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut

6. Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan

menurunkan jebakan udara

7. Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan

napas, mengi, dan produksi mukosa. Obat-obat mungkin per oral, injeksi, atau

inhalasi.

8. Drainase postural dan perkusi bagian penting untuk membuang banyaknya sekret

kental dan memperbaiki ventilasi pada segmen dasara paru.