isi biokim siap print
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
DNA pertama kali berhasil dimurnikan pada tahun 1868 oleh ilmuwan
Swiss Friedrich Miescher di Tubingen, Jerman, yang menamainya nuclein
berdasarkan lokasinya di dalam inti sel. Penelitian terhadap peranan DNA di
dalam sel dimulai pada awal abad 20, diketahui bahwa DNA berperan sebagai
blue print bagi makhluk hidup yang menentukan ciri dan sifat seseorang. Urutan
DNA setiap Indivudu sangat khas. Oleh karena itu, DNA bisa digunakan sebagai
penanda khusus bagi seseorang yang biasanya disebut DNA fingerprint.
Kegunaan DNA fingerprint sangat beragam. Sidik DNA dapat berfungsi sebagai
alat bukti dalam penyelidikan kriminal dan berguna dalam mengidentifikasi
seseorang. Alat yang digunakan dalam teknik DNA fingerprint adalah PCR
(Polymerase Chain Reaction).
Polymerase Chain Reaction (PCR) atau reaksi berantai polimerase adalah
metode enzimatis untuk melipatgandakan (amplification) secara eksponensial
suatu sekuen nukleotida tertentu secara in vitro. Metode PCR dapat
melipatgandakan (amplification) suatu fragmen molekul DNA menjadi molekul
DNA. Hasil akhir PCR berupa salinan urutan DNA lengkap hasil amplifikasi dari
DNA Sampel.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah PCR (Polymerase Chain Reaction) itu?
1.2.2 Bagaimana aplikasi metode PCR dalam DNA fingerprint di bidang
forensik?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui deskripsi dari PCR dan prinsip kerjanya.
1.3.2 Untuk mengetahui aplikasi metode PCR dalam DNA fingerprint di
bidang forensik.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Deskripsi PCR (Polymerase Chain Reaction)
Polymerase Chain Reaction (PCR) atau reaksi berantai polimerase adalah
metode enzimatis untuk melipatgandakan (amplification) secara eksponensial
suatu sekuen nukleotida tertentu secara in vitro. Metode ini ditemukan oleh Kary
B. Mullis pada tahun 1985, seorang saintis dari perusahaan CETUS Corporation.
Metode PCR dapat melipatgandakan (amplification) suatu fragmen
molekul DNA menjadi molekul DNA (110 bp/5x10-19) sebesar 200.000 kali
setelah dilakukan 20 siklus reaksi selama 220 menit. Kelebihan dari metode PCR
adalah DNA cetakan yang digunakan tidak perlu dimurnikan terlebih dahulu
sehingga metode PCR dapat digunakan untuk melipatgandakan suatu sekuen
DNA dalam genom bakteri hanya dengan mencampurkan kultur bakteri di dalam
tabung PCR.
Inti dari metode PCR adalah penggunaan DNA polimerase yang mampu
bertahan pada suhu tinggi > 90 ° C (194 ° F) karena diperlukan untuk pemisahan
dua untai DNA di setiap siklus replikasi. Pada tahun 1976 ditemukan Taq
polymerase yaitu suatu DNA polimerase yang dimurnikan dari bakteri termofilik,
aquaticus Thermus, yang secara alami hidup di tempat yang panas (50 sampai 80
° C (122-176 ° F)). DNA Polimerase diisolasi dari aquaticus T yang stabil pada
suhu tinggi. Teknik PCR telah dipatenkan oleh Kary Mullis saat dia bekerja untuk
Cetus Corporation pada tahun 1983.
Setiap siklus reaksi PCR terdiri atas tiga tahap, yaitu:
1. Denaturasi
Denaturasi dilakukan dengan pemanasan hingga 96oC selama 30-60 detik. Pada
suhu ini DNA untai ganda akan memisah menjadi untai tunggal.
2. Annealing
Setelah DNA menjadi untai tunggal, suhu diturukan ke kisaran 40-60oC selama
20-40 detik untuk memberikan kesempatan bagi primer untuk menempel pada
DNA template di tempat yang komplemen dengan sekuen primer.
3
3. Ekstensi/elongasi
Dilakukan dengan menaikkan suhu ke kisaran suhu kerja optimum enzim DNA
polymerase, biasanya 70-72oC. Pada tahap ini DNA polymerase akan
memasangkan dNTP yang sesuai pada pasangannya, jika basa pada template
adalah A, maka akan dipasang dNTP, begitu seterusnya (ingat pasangan A adalah
T, dan C dengan G, begitu pula sebaliknya). Enzim akan memperpanjang rantai
baru ini hingga ke ujung. Lamanya waktu ekstensi bergantung pada panjang
daerah yang akan diamplifikasi, biasanya 1 menit untuk setiap 1000 bp.
2.2 Aplikasi PCR dalam Metode DNA fingerprint di Bidang Forensik
DNA fingerprint merupakan gambaran pola potongan DNA dari setiap
individu. Teknik DNA fingerprint biasanya diaplikasikan dalam bidang forensik.
Setiap individu mempunyai DNA fingerprint yang berbeda, dalam kasus forensik,
informasi ini bisa digunakan sebagai bukti kuat kejahatan di pengadilan. Analisis
DNA biasanya menggunakan alat PCR yang menghasilkan copy urutan DNA
lengkap hasil amplifikasi dari DNA Sampel.
DNA yang biasa digunakan dalam suatu tes adalah DNA mitokondria dan
DNA inti sel. DNA yang paling akurat untuk tes adalah DNA inti sel karena inti
sel tidak berubah, sedangkan DNA dalam mitokondria dapat berubah karena DNA
mitokondria berasal dari garis keturunan ibu yang dapat berubah seiring dengan
perkawinan keturunannya. Dalam kasus-kasus kriminal, penggunaan tes DNA
bergantung pada barang bukti yang ditemukan di Tempat Kejadian Perkara
(TKP). Jika ditemukan puntung rokok, maka yang diperiksa adalah DNA inti sel
yang terdapat dalam epitel bibir karena ketika rokok dihisap dalam mulut, epitel
dalam bibir ada yang tertinggal di puntung rokok. Epitel ini masih menggandung
unsur DNA yang dapat dilacak. Untuk kasus pemerkosaan, bagian yang diperiksa
adalah kepala spermatozoa yang terdapat DNA inti sel didalamnya. Sedangkan
jika di TKP ditemukan satu helai rambut maka sampel yang diperiksa adalah
ujung rambut atau akarnya. Pada ujung rambut terdapat DNA Mitokondria dan di
akar rambut terdapat DNA inti sel. Bagian-bagian tubuh lainnya yang dapat
diperiksa selain epitel bibir, sperma dan rambut adalah darah, daging, tulang dan
kuku.
Metode analisis DNA fingerprint meliputi beberapa tahap, yaitu:
4
1. Pengambilan Sampel,pada tahap ini diperlukan kehati-hatian dan kesterilan
peralatan yang digunakan.
2. Isolasi DNA
Isolasi untuk mendapatkan sampel DNA menggunakan Phenolchloroform dan
Chilex. Phenolchloroform digunakan untuk isolasi darah yang berbentuk
cairan sedangkan Chilex digunakan untuk mengisolasi barang bukti berupa
rambut.
3. Penggandaan DNA sampel menggunakan PCR
Langkah dasar penyusunan DNA fingerprint dengan PCR yaitu dengan
amplifikasi (pembesaran) sebuah set potongan DNA yang urutannya belum
diketahui. Prosedur ini dimulai dengan mencampur sebuah primer amplifikasi
dengan sampel genomik DNA. Satu nanogram DNA digunakan untuk
membuat plate reaksi. Jumlah sebesar itu dapat diperoleh dari isolasi satu tetes
darah kering, dari sel-sel yang melekat pada pangkal rambut atau dari sampel
jaringan apa saja yang ditemukan di TKP. Kemudian primer amplifikasi
tersebut digunakan untuk penggandaan pada sampel DNA yang mempunyai
urutan basa yang cocok. Hasil akhirnya berupa salinan urutan DNA lengkap
hasil amplifikasi dari DNA Sampel.
4. Karakterisasi DNA dengan elektroforesis
Salinan urutan DNA dikarakterisasi dengan elektroforesis untuk melihat pola
pitanya. Jumlah dan lokasi pita DNA (pola elektroforesis) setiap individu
berbeda karena urutan DNA setiap individu berbeda. Pola pita ini yan
dimaksud dengan DNA fingerprint.
5. Pencocokan tipe-tipe DNA fingerprint dengan pemilik sampel jaringan pada
tersangka pelaku kejahatan atau korban.
5
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu:
1. Polymerase Chain Reaction (PCR) atau reaksi berantai polimerase adalah
metode enzimatis untuk melipatgandakan (amplification) secara eksponensial
suatu sekuen nukleotida tertentu secara in vitro. Setiap siklus reaksi PCR
terdiri atas tiga tahap, yaitu denaturasi, Annealing, elongasi.
2. PCR dalam metode DNA fingerprint di bidang forensik berguna dalam
membuat salinan urutan DNA lengkap hasil amplifikasi dari DNA Sampel
yang kemudian dikarakterisasi dengan elektroforesis, sehingga bisa
dicocokkan dengan DNA pelaku tersangka kejahatan atau korban.
6
DAFTAR PUSTAKA
Irawan, Bambang. 2003. DNA fingerprinting pada Forensik, Biologi sebagai
Bukti Kejahatan. Majalah Natural Ed. 7/Thn. V/April 2003. Bandar Lampung.
Rizal, M. Wahyu. 2005. Tes DNA : Mengendus Jejak Kejahatan. Majalah Natural
Ed. 11/Thn. VII/Agustus 2005. Bandar Lampung.
Stryer, Lubert et.al.. 2000. Biokimia. Edisi 5. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC, FKUI.
iv