siap print mantap
Embed Size (px)
TRANSCRIPT

Definisi dan Istilah
CBK : Capuran Beton KurusFfat : Faktor akibat fatikPsi : Present Serviceability IndexEc : Modulus elastisitas betonSc : Modulus keretakan beton/kuat tarik hancurK : Modulus dinamik reaksi subgradeFcf : Kuat tarik lentur beton 28 harifcs : Kuat tarik tidak langsung beton 28 hariCBR : California Bearing RatioR : Pertumbuhan lalu lintasJPCP : Jointed Plain Concrete PavementsCRCP : Continuously Reinforced Concrete PavementsFKB : Faktor Keamanan BebanFRT : Faktor Rasio TeganganJKN : Jumlah Kendaraan NiagaJSKN : Jumlah Sumbu Kendaraan NiagaJSKNH : Jumlah Sumbu Kendaraan Niaga HarianSTdRG : Sumbu Tandem Roda GandaSTRG : Sumbu Tunggal Roda GandaSTrRG : Sumbu Tridem Roda GandaSTRT : Sumbu Tunggal Roda TunggalT0 : Tebal pelat yang adaTE : Tegangan Ekivalenjalan lamaUR : Umur RencanDCP :
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkerasan kaku (rigid pavemant) merupakan salah satu jenis
konstruksi perkerasan jalan ketika konstruksi perkerasan lentur dianggap
tidak lagi mampu memikul beban lalu lintas yang terus meningkat..
Maka pada Tahun 2011, Kementerian Pekerjaan Umum melalui
Satuan Kerja Peningkatan Jalan Nasional Wilayah II Sulawesi Tengah
melakukan perencanaan konstruksi perkerasan kaku (rigid pavemant)
diawali Ruas Kebun Kopi (Bts Kab Donggala) Nupabomba (Bts Kota Palu)
yang terbagi dalam dua segmen yaitu Km 34+800 – Km 38+028 (segmen
satu) dan KM 40+700 – Km 41+950 (segmen dua), dengan tebal pelat
beton 25 cm, umur rencana 20 tahun, menggunakan metode AASTHO
1993 untuk menghitung tebal pelat beton.
Dalam perencanaan konstruksi perkerasan kaku (rigid pavemant),
faktor fatik/lelah terhadap tebal pelat beton merupakan hal yang penting
untuk diperhatikan, sehingga dimensi ketebalan pelat beton yang akan
dilaksanakan mampu memikul beban lalu lintas yang ada sesuai dengan
jenis dan beban kendaraan.
Pada tugas akhir ini, penelitian akan menghitung tebal pelat
berdasarkan data perencanaan dengan menggunakan metode Bina
Marga Pd T-14-2003.
2

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, perumusan masalah adalah sebagai
berikut :
1. Menghitung faktor fatik yang terjadi dengan tebal pelat (25
cm, umur rencana 20 tahun).
2. Berapakah tebal pelat yang ideal untuk ruas jalan Kebun
Kopi Nupabomba, jika dihitung menggunakan metode Bina
Marga Pd T-14-2003
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini di susun dengan tujuan :
1. Mendapatkan total fatik yang ideal dari tebal pelat (25 cm,
umur rencana 20 tahun) berdasarkan data perencanaan
2. Untuk mengetahui perhitungan tebal pelat perkerasan kaku
menggunakan metode Bina Marga Pd T-14-2003.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini yaitu :
Menambah referensi dalam perencanaan jenis konstruksi
perkerasan kaku (rigid pavemant)
E. Batasan masalah
1. Pengambilan data berupa data sekunder.
2. Tidak menghitung stabilitas tanah.
3. Tidak membahas Geometrik jalan, curah hujan dan Topografi.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Struktur dan Jenis Perkerasan Kaku (Perkerasan Beton
Semen)
Perkerasan beton semen dibedakan ke dalam 4 jenis :
a) Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan
b) Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan
c) Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan
d) Perkerasan beton semen pra-tegang
Perkerasan beton semen adalah struktur yang terdiri atas pelat
betonsemen yang bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan
tulangan, atau menerus dengan tulangan, terletak di atas lapis pondasi
bawah atau tanah dasar, tanpa atau dengan lapis permukaan beraspal.
Gambar 2.1 Detail Lapisan perkerasan kaku (rigid pavement)
Sumber : Anonim perkerasan kaku Rigid Pavemant Pd T – 14 – 2003
2. Persyaratan Teknis
a. Tanah dasar
Daya dukung tanah dasar ditentukan dengan pengujian CBR
4

insitu sesuai dengan SNI 03-1731-1989 atau CBR laboratorium sesuai
dengan SNI 03-1744-1989, masing masing untuk perencanaan tebal
perkerasan lama dan perkerasan jalan baru. Apabila tanah dasar
mempunyai nilai CBR lebih kecil dari 2 %, maka harus dipasang
pondasi bawah yang terbuat dari beton kurus (Lean-Mix Concrete)
setebal 15 cm yang dianggap mempunyai nilai CBR tanah dasar efektif
5 %.
b. Lapis Pondasi
Bahan pondasi bawah dapat berupa :
- Bahan berbutir.
- Stabilisasi atau dengan beton kurus giling padat (Lean Rolled
Concrete)
- Campuran beton kurus (Lean-Mix Concrete).
Lapis pondasi bawah perlu diperlebar sampai 60 cm diluar tepi
perkerasan beton semen. Untuk tanah ekspansif perlu pertimbangan
khusus perihal jenis dan penentuan lebar lapisan pondasi
pengembangan yang dengan memperhitungkan tegangan mungkin
timbul. Pemasangan lapis pondasi dengan lebar sampai ke tepi luar
lebar jalan merupakan satah satu cara untuk mereduksi perilaku tanah
ekspansif. Tebal lapisan pondasi minimum 10 cm yang paling sedikit
mempunyai mutu sesuai dengan SNI No. 03-6388-2000 dan SNI 03-
1743-1989. Bila direncanakan perkerasan beton semen bersambung
tanpa ruji, pondasi bawah harus menggunakan campuran beton kurus
5

(CBK). Tebal lapis pondasi bawah minimum yang disarankan dapat
dilihat pada gambar 2.2 dan CBR tanah dasar efektif didapat gambar
2.3
Gambar 2.2 Tebal pondasi bawah minimum untuk perkerasan beton semen
Gambar 2.3 CBR tanah dasar efektif dan tebal pondasi bawah
Sumber : Anonim perkerasan kaku Rigid Pavemant Pd T – 14 – 2003
1) Pondasi bawah material berbutir
Material berbutir tanpa pengikat harus memenuhi persyaratan
sesuai dengan SNI 03-6388-2000. Persyaratan dan gradasi pondasi
bawah harus sesuai dengan kelas B. Sebelum pekerjaan dimulai,
bahan pondasi bawah harus diuji gradasinya dan harus memenuhi
spesifikasi bahan untuk pondasi bawah, dengan penyimpangan ijin 3%
6

- 5%. Ketebalan minimum lapis pondasi bawah untuk tanah dasar
dengan CBR minimum 5% adalah 15 cm. Derajat kepadatan lapis
pondasi bawah minimum 100 %, sesuai dengan SNI 03-1743-1989.
2) Pondasi bawah dengan bahan pengikat (Bound Sub-base)
Pondasi bawah dengan bahan pengikat (BP) dapat digunakan
salah satu dari :
a. Stabilisasi material berbutir dengan kadar bahan pengikat yang
sesuai dengan hasil perencanaan, untuk menjamin kekuatan
campuran dan ketahanan terhadap erosi. Jenis bahan pengikat
dapat meliputi semen, kapur, serta abu terbang dan/atau slag yang
dihaluskan.
b. Campuran beraspal bergradasi rapat (dense-graded asphalt).
c. Campuran beton kurus giling padat yang harus mempunyai kuat
tekan karakteristik pada umur 28 hari minimum 5,5 MPa (55
kg/cm2 ).
3) Pondasi bawah dengan campuran beton kurus (Lean-Mix
Concrete)
Campuran Beton Kurus (CBK) harus mempunyai kuat tekan
beton karakteristik pada umur 28 hari minimum 5 MPa (50 kg/cm2)
tanpa menggunakan abu terbang, atau 7 MPa (70kg/cm2) bila
menggunakan abu terbang, dengan tebal minimum 10 cm.
7

4) Lapis pemecah ikatan pondasi bawah dan pelat
Perencanaan ini didasarkan bahwa antara pelat dengan
pondasi bawah tidak ada ikatan.Jenis pemecah ikatan dan koefisien
geseknya dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Nilai koefisien gesekan ()
No Lapis Pemecah Ikatan Koefisien
1. Lapis resap ikat aspal di atas permukaan pondasi bawah
1,0
2. Laburan parafin tipis pemecah ikat 1.5
3. Karet campuran (A chlorinated rubber curing compound) 2,0
Sumber : Anonim perkerasan kaku Rigid Pavemant Pd T – 14 – 2003
c. Beton Semen
Kekuatan beton harus dinyatakan dalam nilai kuat tarik lentur
(flexural, strength) umur 28 hari, yang didapat dari hasil pengujian
balok dengan pembebanan tiga titik (ASTM C-78) yang besarnya
secara tipikal sekitar 3-5 Mpa (30-50 kg/cm2). Kuat tarik lentur beton
yang diperkuat dengan bahan serat penguat seperti serat baja, aramit
atau serat karbon, harus mencapai kuat tarik lentur 5-5,5 MPa (50-55
kg/cm2).
Kekuatan rencana harus dinyatakan dengan kuat tarik lentur
karakteristik yang dibulatkan hingga 0,25 MPa (2,5 kg/cm2)terdekat.
Hubungan antara kuat tekan karakteristik dengan kuat tarik lentur
beton dapat didekati dengan rumus Pd T-14-2003 berikut:
f cf = K .(f c') 0.50 dalam MPa atau ...........................................(1)
8

f cf = 3.13K .(f c') 0.50 dalam kg/cm2.........................................(2)
dimana :
fc' = Kuat tekan beton karakteristik 28 hari (kg/cm2) f cf = Kuat tarik lentur beton 28 hari (kg/cm2) K = Konstanta, 0,7 untuk agregat tidak dipecah dan 0,75 untuk
agregat pecah.Kuat tarik lentur dapat juga ditentukan dari hasil uji kuat tarik belah
beton yang dilakukan menurut SNI 03-2491-1991 dengan rumus Pd T-14-
2003 berikut:
f cf = 1.37. f csdalam MPa atau...............................................(3)
f cf = 13.44. f cs dalam kg/cm2..................................................(4)
Dengan pengertian :
Fcs: kuat tarik belah beton 28 hari
Beton dapat diperkuat dengan serat baja (steel-fibre) untuk
meningkatkan kuat tarik lenturnya dan mengendalikan retak pada pelat
khususnya untuk bentuk tidak lazim. Serat baja dapat digunakan pada
campuran beton, untuk jalan tol, putaran, dan perhentian bus. Panjang
serat baja antara 15 mm dan 50 mm yang bagian ujungnya melebar
sebagai angker atau sekrup penguat untuk meningkatkan ikatan. Secara
tipikal serat dengan panjang antara 15 dan 50 mm dapat ditambahkan ke
dalam adukan beton, masing masing sebanyak 75 dan 45 kg/m3. Semen
yang akan digunakan untuk pekerjaan beton harus dipilih dan sesuai
dengan lingkungan dimana perkerasan akan dilaksanakan.
d. Lalu-lintas
Penentuan beban lalu lintas rencana untuk perkerasan beton
semen, dinyatakan dalam jumlah sumbu kendaraan niaga
9

(commercial vehicle), sesuai dengan konfigurasi sumbu pada lajur
rencana selama umur rencana. Lalu lintas harus dianalisis
berdasarkan hasil perhitungan volume lalu lintas dan konfigurasi
sumbu, menggunakan data terakhir atau data 2 tahun terakhir.
Kendaraan yang ditinjau untuk perencanaan perkerasan beton semen
adalah yang mempunyai berat total minimum 5 ton. Konfigurasi
sumbu untuk perencanaan terdiri atas 4 jenis kelompok sumbu
sebagai berikut:
1) Sumbu tunggal roda tunggal (STRT).
2) Sumbu tunggal roda ganda (STRG).
3) Sumbu ganda roda gandeng (SGRG).
1. Lajur Rencana dan Koefisien Distribusi
Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu
ruas jalan raya yang menampung lalu lintas kendaraan niaga terbesar.
Jika jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur dan
koefsien distribusi (C) kendaraan niaga dapat ditentukan dari lebar
perkerasan sesuai Tabel 2.2
Tabel 2.2 Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan dan koefisien
distribusi (C) kendaraan niaga pada lajur rencana
Lebar perkerasan (Lp)Jumlah Lajur
(n)
Koefisien distribusi
1 Arah 2 Arah
Lp < 5,50 m 1 jalur 1 1
5,50 m < Lp < 8,25 m 2 lajur 0,7 0,50
10

8,25 m<Lp< 11,25 m 3 lajur 0 0,475
11,23 m<Lp< 15,00 m 4 lajur 0,5 0,45
15,00 m<Lp< 18,75 m 5 lajur 0 0.425
18,75 m<LD< 22,00 m 6 lajur - 0,40
Sumber : Anonim perkerasan kaku Rigid Pavemant Pd T – 14 – 2003
2. Umur rencana
Umur rencana perkerasan jalan ditentukan atas pertimbangan
klasifikasi fungsional jalan, pola lalu lintas serta nilai ekonomi jalan yang
bersangkutan, yang dapat ditentukan antara lain dengan metode
Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return, kombinasi dari metode
tersebut atau cara lain yang tidak terlepas dari pola pengembangan
wilayah. Umumnya perkerasan beton semen dapat direncanakan
dengan umur rencana (UR) 20 tahun sampai 40 tahun.
3. Pertumbuhan Lalu-lintas
Volume lalu-lintas akan bertambah sesuai dengan umur
rencana atau sampai tahap di mana kapasitas jalan dicapai, faktor
pertumbuhan lalu lintas dapat ditentukan berdasarkan rumus Pd T-14-
2003 sebagai berikut :
R = ¿¿ -1 ....................................................................(5)
dimana:
R = Faktor pertumbuhan lalu lintasi = Laju pertumbuhan Lalu lintas per tahun dalam %.UR = Umur rencana (tahun)
11

Faktor pertumbuhan lalu-lintas (R) dapat juga ditentukan berdasarkan
Tabel 2.3
Tabel 2.3 Faktor pertumbuhan lalu-lintas ( R)
Umur Rencana
(Tahun)
Laju Pertumbuhan (i) per tahun (%)
0 2 4 6 8 10
5 5 5,2 5,4 5,6 5,9 6,1
10 10 10,9 12 13,2 14,5 15,9
15 15 17,3 20 23,3 27,2 31,8
20 20 24,3 29,8 36,8 45,8 57,3
25 25 32 41,6 54,9 73,1 98,3
30 30 40,6 56,1 79,1 113,3 164,5
35 35 50 73,7 111,4 172,3 271
40 40 60,4 95 154,8 259,1 442,5
Sumber : Anonim perkerasan kaku Rigid Pavemant Pd T – 14 – 2003
Apabila setelah waktu tertentu (URm tahun) pertumbuhan lalu lintas
tidak terjadi lagi, maka R dapat dihitung dengan rumus Pd T-14-2003
sebagai berikut :
R = ¿¿ + (UR – Urm)¿..................................(6)
dimana :
R = Faktor pertumbuhan lalu lintas I = Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam %.
URm = Waktu tertentu dalam tahun, sebelum UR selesai.
4. Lalu lintas Rencana
Lalu lintas rencana adalah jumlah kumulatif sumbu kendaraan
niaga pada jalur rencana selama umur rencana, meliputi proporsi
12

sumbu serta distribusi beban pada setiap jenis sumbu kendaraan.
Beban pada suatu sumbu secara tipikal dikelompokkan dalam interval
10 kN (1 ton) bila diambil dari survei beban.
Jumlah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana
dihitung dengan rumus Pd T-14-2003 berikut:
JSKN = JSKNH x 365 x R x C.......................................(7)
Dengan pengertian :
JSKN = Jumlah total sumbu kendaraan niaga selama umur rencana.JSKNH = Jumlah total sumbu kendaraan niaga per hari pada saat jalan
dibuka.R = Faktor pertumbuhan kumulatif dari Rumus (6) atau Tabel 2.3 atau
rumus (6), yang besarnya tergantung dari pertumbuhan lalu lintas tahunan dan umur rencana.
C = Koefisien distribusi kendaraan.
Secara umum ciri pengenalan penggolongan kendaraan seperti
dibawah ini :
a) Golongan sedan, jeep, sation wagon, umumnya sebagai kendaraan
penumpang orang dengan 4 (2 baris) sampai 6 (3 baris) tempat
duduk.
b) Kecuali Combi, umumnya sebagai kendaraan penumpang umum
maximal 12 tempat duduk seperti mikrolet, angkot, minibus, pick-up
yang diberi penaung kanvas / pelat dengan rute dalam kota dan
sekitarnya atau angkutan pedesaan.
c) Truk 2 sumbu (L), umumnya sebagai kendaraan barang, maximal
beban sumbu belakang 3,5 ton dengan bagian belakang sumbu
tunggal roda tunggal (STRT).
13

d) Bus kecil adalah sebagai kendaraan penumpang umum dengan
tempat duduk antara 16 s/d 26 kursi, seperti Kopaja, Metromini, Elf
dengan bagian belakang sumbu tunggal roda ganda (STRG) dan
panjang kendaraan maximal 9 m dengan sebutan bus ¾. : Gol. 5a.
e) Bus besar adalah sebagai kendaraan penumpang umum dengan
tempat duduk antara 30 s/d 50 kursi, seperti bus malam, bus kota,
bus antar kota yang berukuran 12 m dan STRG : Golongan 5b.
f) Truk 2 sumbu (H) adalah sebagai kendaraan barang dengan beban
sumbu belakang antara 5 - 10 ton (MST 5, 8, 10 dan STRG) :
Golongan 6.
g) Truk 3 sumbu adalah sebagai kendaraan barang dengan 3 sumbu
yang letaknya STRT dan SGRG (sumbu ganda roda ganda) :
Golongan 7a.
h) Truk gandengan adalah sebagai kendaraan no. 6 dan 7 yang diberi
gandengan bak truk dan dihubungkan dengan batang segitiga.
Disebut juga Full Trailer Truck : Golongan 7b.
i) Truk semi trailer atau truk tempelan adalah sebagai kendaraan
yang terdiri dari kepala truk dengan 2 - 3 sumbu yang dihubungkan
secara sendi dengan pelat dan rangka bak yang beroda belakang
yang mempunyai 2 atau 3 sumbu pula : Golongan 7c.
Mengacu pada buku Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan
Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen No. SNI 1732-
14

1989-F dan Manual Perkerasan Jalan dengan alat Benkelman beam No.
01/MN/BM/83.
Bina Marga (MST 10), dimaksudkan damage factor didasarkan
pada muatan sumbu terberat sebesar 10 ton, yang diijinkan bekerja pada
satu sumbu roda belakang, yang umumnya pada jenis kendaraan truk.
Formula ini dapat juga digunakan untuk menghitung VDF jika terjadi
overloading pada jenis kendaraan truk.
Angka ekivalen beban sumbu kendaraan adalah angka yang
menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu
lintasan beban sumbu tunggal / ganda kendaraan terhadap tingkat
kerusakan yang ditimbulkan oleh satu lintasan beban standar sumbu
tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb).
Angka Ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap
kendaraan) ditentukan menurut rumus dibawah ini :
a) Sumbu tunggal =(Beban satu sumbu tunggal dalam Kg8160 )
4
b) Sumbu ganda = 0,086 (Beban satu sumbu tunggal dalam Kg8160 )
4
Konfigurasi beban sumbu pada berbagai jenis kendaraan beserta angka
ekivalen kendaraan dalam keadaan kosong (min) dan dalam keadaan
bermuatan (max) berdasar Manual No. 01/MN/BM/83, dapat dilihat pada
Tabel 5.
15

RODA TUNGGAL PADA UJUNG SUMBU
RODA GANDA PADA UJUNG SUMBU
50% 50%34% 66%
34% 66%
34% 66%
25% 75%
18% 28% 27% 27%
18% 41% 41%
18% 28% 54% 27% 27%
KONF
IGUR
ASI S
UMBU
&
TIPE
BERA
T KO
SONG
(ton)
BEBA
N M
UATA
N M
AKSI
MUM
(ton
)
BERA
T TO
TAL
MAK
SIM
UM (t
on)
UE 1
8 KS
ALKO
SONG
UE 1
8 KS
AL
MAK
SIM
UM
1,1
HP 1,5 0,5 2,0 0,0001 0,0005
1,2
BUS 3 6 9 0,0037 0,3006
1,2L
TRUK 2,3 6 8,3 0,0013 0,2174
1,2H
TRUK 4,2 14 18,2 0,0143 5,0264
1,22
TRUK 5 20 25 0,0044 2,7416
1,2+2,2
TRAILER 6,4 25 31,4 0,0085 3,9083
1,2-2
TRAILER 6,2 20 26,2 0,0192 6,1179
1,2-2,2
TRAILER 10 32 42 0,0327 10,1830
Sumber : manual perkerasan jalan dengan alat benkelman bean no 01/MN/BN/83
5. Faktor Keamanan Beban
Pada penentuan beban rencana, beban sumbu dikalikan
dengan faktor keamanan beban (FKB) Faktor keamanan beban ini
digunakan berkaitan adanya berbagai tingkat realibilitas perencanaan
seperti terlihat pada Tabel 2.4
16

Tabel 2.4 Faktor keamanan beban (FKB)
No. PenggunaanNilai FKB
1 Jalan bebas hambatan utama (major freeway) dan jalan berlajur banyak, yang aliran lalu lintasnya tidak terhambat serta volume kendaraan niaga yang tinggi. Bila menggunakan data lalu lintas dari hasil survai beban (weight-in-motion) dan adanya kemungkinan route alternatif, maka nilai faktor keamanan beban dapat dikurangi menjadi1,15.
1,2
2 Jalan bebas hambatan (freeway) dan jalan arteri dengan volume kendaraan niaga menengah.
1,1
3 Jalan dengan volume kendaraan niaga rendah 1,0
Sumber : Anonim perkerasan kaku Rigid Pavemant Pd T – 14 – 2003
6. Sambungan
Sambungan pada perkerasan beton semen bertujuan untuk :
a) Membatasi tegangan dan pengendalian retak yang disebabkan
oleh penyusutan dan beban lalu- lintas.
b) Memudahkan pelaksanaan.
c) Mengakomodasi gerakan pelat akibat beban dinamis kendaraan.
Pada perkerasan beton terdapat beberapa jenis sambungan antara lain :
a) Sambungan memanjang.
b) Sambungan susut melintang.
c) Sambungan isolasi.
Semua sambungan harus ditutup dengan bahan penutup joint
sealer, kecuali pada sambungan isolasi terlebih dahulu harus diberi
bahan pengisi ( joint filler)
17

a) Sambungan Memanjang dengan Batang Pengikat (Tie Bars)
Pemasangan sambungan untuk mengendalikan terjadinya retak
memanjang. Jarak antar sambungan memanjang sekitar tiga
sampai
empat meter dan harus dilengkapi dengan batang ulir dengan mutu
minimum BJTU - 24 diameter 16 mm.
Ukuran batang pengikat dihitung dengan rumus Pd T-14-2003 sebagai
berikut:
At = 204 x b x h, dan
L = (38,3 x ) + 75........................................(8)Dengan :
At = Luas penampang tulangan per meter panjang sambungan (mm2).
b = Jarak terkecil antar sambungan/jarak sambungan dengan tepiperkerasan
(m)
h = Tebal pelat (m).
l = Panjang batang pengikat (mm).
φ = Diameter batang pengikat yang dipilih (mm).
Jarak antar batang pengikat yang digunakan adalah 75 cm. Tipikal
sambungan memanjang diperlihatkan pada Gambar 2.4 = (38,3 x φ) + 75
sambungan dibuat saat pelaksanaan pengecoran selebar lajur
tulangan pengikat berulir tulangan pengikat berulir
Gambar 2.4 sambungan memanjang
Sumber : Anonim perkerasan kaku Rigid Pavemant Pd T – 14 – 2003
18

b) Sambungan Susut Melintang
Kedalaman sambungan kurang lebih mencapai seperempat dari tebal
pelat untuk perkerasan dengan lapis pondasi berbutir atau sepertiga dari
tebal pelat untuk lapis pondasi stabilisasi semen.
Jarak sambungan susut melintang untuk perkerasan beton bersambung
tanpa tulangan sekitar 4 smp 5 m, sedangkan untuk perkerasan beton
bersambung dengan tulangan 8 smp 15 m dan untuk sambungan
perkerasan beton menerus dengan tulangan sesuai dengan kemampuan
pelaksanaan. Sambungan ini harus dilengkapi dengan ruji polos panjang
45 cm, jarak antara ruji 30 cm, lurus dan bebas dari tonjolan tajam yang
akan mempengaruhi gerakan bebas pada saat pelat beton menyusut.
Setengah panjang ruji polos harus dicat atau dilumuri dengan bahan anti
lengket untuk menjamin tidak ada ikatan dengan beton. Diameter ruji
tergantung pada tebal pelat beton sebagaimana terlihat pada Tabel 2.5
Tabel 2.5 Diameter ruji
N0 Tebal pelat beton, h (mm) Diameter ruji (mm)1 125 < h ≤ 140 202 140 < h ≤ 160 243 160 < h ≤ 190 284 190 < h ≤ 220 335 220 < h ≤ 250 36
Sumber : Anonim perkerasan kaku Rigid Pavemant Pd T – 14 – 2003
Sambungan susut melintang adalah sambungan yang arahnya
membagi jalan dengan arah melintang. Kedalaman sambungan ini kurang
lebih mencapai 1/4 dari tebal pelat untuk perkerasan dengan lapis pondasi
19

berbutir atau 1/3 dari tebal pelat untuk lapis pondasi stabilisasi semen.
Sambungan susut melintang ini terdiri dari dua jenis, yaitu :
1. Sambungan susut melintang tanpa ruji.
2. Sambungan susut melintang dengan ruji
Detail dari kedua jenis sambungan tersebut dijelaskan dengan Gambar 2.5 dan 2.6
sambungan yang di buat dengan menggergaji atau di bentuk saat pengecoran
h/4
h
Gambar 2.5. Sambungan Susut Melintang TanpaRuji
Sumber : Anonim perkerasan kaku Rigid Pavemant Pd T – 14 – 200
sambungan yang dibuat dengan menggergaji atau dibentuk saat pengecoran selaput pemisah antara ruji dan beton
225 225
h
tulangan polos
Gambar 2.6. Sambungan Susut Melintang denganRuji
Sumber : Anonim perkerasan kaku Rigid Pavemant Pd T – 14 – 200
c) Sambungan isolasi
Sambungan isolasi memisahkan perkerasan dengan bangunan yang lain,
misalnya manhole, jembatan, tiang listrik, jalan lama, persimpangan dan
20

lain sebagainya. Contoh persimpangan yang membutuhkan sambungan
isolasi diperlihatkan pada Gambar 10.
Sambungan isolasi harus dilengkapi dengan bahan penutup (joint sealer)
setebal 5 smp 7 mm dan sisanya diisi dengan bahan pengisi (joint filler)
sebagai mana diperlihatkan pada Gambar 2.7
sambungan isolasi yangdi perlukan di belakang tulangan
(1) Simpang Tegak Lurus (2) Simpang Lurus (Apron) (3) Simpang Tegak
(4) Simpang Menyudut (5) Simpang Jalan Terpisah (6) Simpang Menyudut Dua
Arah
Gambar 2.7. Contoh Persimpangan yang Membutuhkan Sambungan isolasi
Sumber : Anonim perkerasan kaku Rigid Pavemant Pd T – 14 – 2003
Ada dua jenis sambungan isolasi yaitu, sambungan isolasi dengan ruji dan
sambungan isolasi tanpa ruji, yang masing masing ditunjukkan pada
Gambar 2.
1) Sambungan Isolasi dengan Ruji
bahan penutup pelindung mue bahan pengisi 20 mm 50 mm
h/2
21

ruji polos jarak 30 cm sumbu ke sumbu dilapisi pelumas
2) Sambungan Isolasi tanpa ruji
bahan penutup
bangunan saluran, manhole h bangunan fasilitas umum, pekarangan dll 12 mm
Gambar 2.8 sambungan isolasi dengan dan tanpa ruji
Sumber : Anonim perkerasan kaku Rigid Pavemant Pd T – 14 – 2003
1. Perencanaan tebal pelat
Tebal pelat taksiran dipilih dan total fatik serta kerusakan
dihitung berdasarkan komposisi lalu lintas selama umur rencana. Jika
kerusakan fatik lebih dari 100%, tebal taksiran dinaikan dan proses
perencanaan diulangi.
Tebal rencana adalah tebal taksiran yang paling kecil yang mempunyai
total fatik lebih kecil 100%.
B. Langkah langkah perhitungan tebal pelat
Tebal pelat beton pada jenis perkerasan kaku didasari oleh data
lalu lintas harian rencana, dengan tujuan agar dimensi tebal plat beton
yang akan dikerjakan dapat disesuaikan dengan umur rencana.
a) Menghitung JKNH (jumlah kendaraan niaga harian) pada tahun
pembukaan.
b) Menghitung JKN (jumlah kendaraan niaga) selama umur rencana.
JKN = 365 x JKNH x R)
22

R = Faktor pertumbuhan
Dimana :
i = Faktor pertumbuhan lalu lintas tahunan dalam persen (%).
n = Umur rencana
c) Menghitung JSKNH (jumlah sumbu kendaraan niaga harian)
kemudian menghitung JSKN (jumlah sumbu kendaraan niaga)
selama umur rencana.
JSKN = 365 x JSKNH x R
d) Menghitung persentase masing- masing beban sumbu dan jumlah
repetisi yang akan terjadi selama umur rencana.
Persentase beban sumbu = jumlah sumbu yangditinjau
JSKNH
Repitisi yang akan terjadi = JKN x persentase beban sumbu x
koefisien distribusi jalur (dari tabel 2. )
Tabel 2.2 koefisien distribusi jalur
Jumlah jalur kendaraan niaga
1 arah 2 arah
1 jalur 1 1
2 jalur 0,70 0,50
3 jalur 0,50 0,474
4 jalur 0,45
5 jalur 0,425
6 jalur 0,40
Sumber : perencanaan jalan beton 2003
e) Besarnya beban sumbu rencana dihitung dengan cara mengalikan
beban
23

sumbu yang ditinjau dengan Faktor Keamanan (FK) yang ditunjukkan
dalam Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Faktor keamanan beban
Peran jalan FK (faktor keamanan)jalan tol 1,2
Jalan arteri 1,1Jalan kolektor 1,0
Jalan lokal - Sumber : perencanaan jalan beton 2003
f) Dengan besaran- besaran beban sumbu, k dan tebal pelat yang
sudah diketahui (ditaksir), besarnya tegangan yang terjadi bisa
didapat dari nomogram yang bersangkutan (Gambar 2.8, Gambar
2.9, dan Gambar 2.10)
g) Menghitung perbandingan tegangan yang terjadi dengan MR.
h) Berdasarkan perbandingan tegangan tersebut, kemudian dari Tabel
2.4 dapat diketahui jumlah pengulangan (repetisi) tegangan yang
diizinkan.
Tabel 2.6 Perbandingan tegangan dan Jumlah repitisi yang di izinkan
tegangan Beban yang diizinkan
Tegangan *
Beban yang di izinkan
0,51+ 400.000 0.69 2.5000,52 300.000 0,7 2.0000,53 240.000 0,71 1.5000,54 180.000 0,72 1.1000,55 130.000 0,73 8500,56 100.000 0,74 6500,57 75.000 0,75 4900,58 57.000 0,76 3600,59 42.000 0,77 2700,6 32.000 0,78 210
0,61 24.000 0,79 160
24

0,62 18.000 0,8 1200,63 14.000 0,81 900,64 11.000 0,82 700,65 8.000 0,83 500,66 6.000 0,84 400,67 4.500 0,85 300,68 3.500
Sumber :
*) tegangan akibat beban dibagi dengan modulus of repture (MR)
+) tegangan sama dengan atau lebih kecil daro 0,50 maka pengulangan beban
Tak terhingga
i) Persentase lelah (fatigue) untuk setiap konfigurasi beban sumbu
dapat dihitung dengan cara = membagi repitisi yang terjadi
repitisi yangdiizinkan
j) Total fatik dihitung dengan cara menjumlahkan besarnya
persentase fatik dari seluruh konfigurasi beban sumbu.
k) Langkah - langkah yang sama (1 sampai 10) diulang untuk tebal
pelat beton lainnya yang dipilih/ditaksir.l.
l) Tebal pelat beton yang dipilih/ ditaksir dinyatakan sudah benar/
cocok
m) apabila total fatik yang didapat besarnya lebih kecil atau sama
dengan 100%.
25

BAB III
METODE PENELITIAN.
A. Lokasi Penelitian
Ruas jalan ini merupakan jenis jalan Arteri dengan panjang jalan 49
km, mulai dari Tawaeli (Kota Palu) sampaiToboli (Kab.Parigi Mautong)
yang terletak di daerah pegunungan dengan ketinggian 600 M di atas
permukaan laut.
Gambar 3.1 Lokasi Penelitian
Sumber : Google Map
26

B. Sumber Data
Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data yang akan di
gunakan dalam penyusunan tugas akhir ini sebagai berikut :
1. PT. Epadascon Permata bekerja sama dengan CV.09 CCA
Engineering Consultant.
Data perencanaan pekerjaaan konstruksi Rigid Pevemant ruas
jalan Kebun Kopi nupabomba menngunakan metode AASTHO
1993 dalam menghitung tebal pelat beton.
2. Perencanaan pengawasan jalan dan jembatan Kementrian
Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga Propinsi
Sulawesi Tengah.
Pelaksanaan pekerjaan konstruksi perkerasan kaku pada ruas jalan
Kebun Kopi Nupabomba di mulai pada bulan November tahun 2011,
idealnya data LHR yang peneliti gunakan dalam perhitungan beban berat
lalu lintas adalah data LHR tahun 2012, namun karena kondisi jalan yang
sedang dalam pekerjaan serta belum normal (buka tutup) kondisi jalan,
maka pihak P2JJ Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina
Marga tidak melakukan pengambilan data LHR 2012, begitu juga untuk
tahun 2013 ini, pengambilan data juga belum dilakukan mengingat kondisi
saat ini masih dalam tahap pelaksanaan pekerjaan pelebaran jalan di 5
titik, sehingga kondisi menjadi tidak normal untuk mengambil data LHR.
27

C. Teknik Analisis Data
Setelah data di dapatkan, kemudian di data olah dengan cara :
1. Menentukan JKNH
2. Menghitung JKN (jumlah kendaraan niaga)
JKN x 365 x JKNH x R (faktor pertumbuhan lalu lintas)
3. Menghitung JSKNH (jumlah sumbu kendaraan niaga harian),
kemudian menghitung JSKN (jumlah sumbu kendaraan niaga)
selama umur rencana
JSKN= 365 x JSKNH x R
Menghitung persentase masing-masing beban sumbu dan jumlah
repitisi yang akan terjdi selama umur rencana
Persentase beban sumbu = jumlahsumbuyangditinjau
JSKNH
Repitisi yang akan terjadi = JKN x Persentase jumlah sumbu x
koefisien jumlah distribusi jalur (dari tabel 2.2)
4. Besarnya beban sumbu rencana di hitung dengan cara
mengalikan beban sumbu yang di tinjau dengan faktor keamanan
(FK) dalam tabel (2.4)
5. Dengan besaran besaran beban sumbu dan tebal pelat yang ada,
besaran tegangan yang terjadi bisa didapat dari nomogram yang
bersangkutan
6. Menghitung perbandingan antara tegangan yang terjadi dengan
MR
28

7. Berdasarkan perbandingan tegangan tersebut, kemudian dapat di
ketahui jumlah pengulangan (repitisi) tegangan yang di izinkan
(tabel 2.7)
8. Persentase lelah (fatik) untuk setiap setiap konfirugasi beban
sumbu dapat dihitung dengan cara
membagi repitisi yang akan terjadirepitisi yangdiizinkan
9. Total fatik dihitung dengan cara menjumlahkan besarnya
persentase fatik dari seluruh konfigurasi beban sumbu
10. Tebal pelat beton yang ada di nyatakan sudah benar apabila total
fatik besarnya lebih kecil dari 100 %
29

D. BAGAN ALUR PENELITIAN
30
Pengumpulan
Data
Analisa beban lalu lintas
Data perencanaan perhitungan
tebal pelat
Perhitungan tebal pelat terhadap faktor
fatik
Tebal pelat ideal

Gambar 3.2Bagan Alur Penelitian Tinjauan Tebal Plat Beton Perkerasan
Kaku Ruas Jalan Kebun Kopi Nupabomba
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian.
Dari hasil penelitian, diketahui bahwa pekerjaan konstruksi perkerasan
kaku (rigid pavemant) ruas jalan Kebun Kopi direncanakan pada tahun
2011, terbagi dalam dua segmen, yaitu segmen pertama Km. 34+800 –
Km. 38+028 (Bts Kab. Donggala) dan segmen kedua Km. 40+700 – Km.
41+950 (Bts Kota Palu) dengan alur perencanaan sebagai berikut :
1. survei topografi (Alinyemen Vertikal dan Horizontal)
2. penyelidikan perkerasan tanah (untuk mendapatkan CBR)
3. penelitian lalu lintas (untuk mendapatkan LHR)
4. penelitian Hidrologi (intensitas curah hujan harian maximum)
Peehitungan tebal pelat konstruksi perkerasan kaku (rigid pavemant)
menggunakan metode AASTHO 1993, dengan langkah langkah berikut
ini :
a. Analisis lalu lintas : mencakup umur rencana,lalu lintas
harian rata rata, pertumbuhan lalu lintas tahunan, vehicle
demage factor, equivalen single acle load (lampiran)
31

b. CBR : untuk mengetahui nilai CBR lapangan dilakukan
dengan menggunakan alat DCP, baik untuk keperluan
perkerasan jalan maupun untuk pelebaran jalan (lampiran)
c. Material konstruksi perkerasan
1). Pelat beton, meliputi :
a). Flexurel strength (Sc) 45 Kg/cm2
b). Kuat tekan (benda uji silinder 15 x 30 cm) fc’ = 350 Kg/
cm2
2). Wet lean concrete : kuat tekan (benda uji silinder 15 x 30
cm) fc’ = 105 Kg/cm2 (selengkapnya dalam lampiran)
d. reliability : probabilitas bahwa perkerasan yang
direncanakan akan tetap memuaskan selam masa
layanannya.
e. serviceability : terminal serviceability index (pt) mengacu
pada tabel AASTHO 1993 (lampiran)
initial serviceability untuk rigid pavemant : po = 4,5
e. Modulus reaksi tanah dasar
Modulus of subgrade reaction (K), menggunakan gabungan
formula dan grafik penentuan modulus reaksi tanah dasar
berdasarkan ketentuan CBR tanah dasar
f. Modulus elastisitas beton
32

Ec = 57.000 √fc, kuat tekan beton fc’ ditetapkan sesuai pada
spesifikasi pekerjaan. Di Indonesia saat ini umumnya digunakan
fc’ = 350 Kg/cm2 = 640 psi
g. Drainage coeficient
1) Variabel factor drainase
2) Penetapan variabel mutu Drainase
3) Penetapan variabel prosen perkerasan terkena air
5. Perhitungan tebal pelat
Adapun prosedur perhitungan tebal pelat sebagai berikut :
a. Perhitungan ESAL, sesuai dengan umur rencana rigid
pavemant 20 tahun
b. Perhitungan Log W18 (ruas kiri dari persamaan), yang
merupakan fungsi logarithma dari nilai ESAL tahun tinjauan
c. Penentuan nilai CBR design, dalam hal ini digunakan CBR
6% dengan pertimbangan bahwa semua CBR dibawah 6%
dilakukan perbaikan tanah terlebih dahulu.
d. Asumsi – koefisien
1) Modulus reaksi tanah dasar MR = 1500 x CBR
2) Modulus reaksi tanah dasar k = MR/19.4
3) Effective modulus reaksi tanah dasar = 110 Psi (grafik)
4) Kuat tekan beton k.350 = 350 Kg/cm2 = 4974 Psi
5) Modulus elastisitas beton 5700 √ k = 4.020.040 Psi
6) Fluxural strength Sc’ = 45 Kg/cm2 = 640 Psi
33

7) Load transfer coeficient = 2,55
8) Drainage coeficient = 1.15
9) Psi = Po – pt = 4.5 – 2.5 = 2
10) Zr = 1.282. So = 0.35
e. Hitung nilai setiap unsur pada ruas kanan, dengan mencoba
(trial and error)
f. D = tebal perkerasan dalam inch, yang kemudian di
konversi dalam satuan cm
B. Pembahasan
Pada bab ini dibahas mengenai perhitungan tebal pelat terhadap
faktor fatik berdasarkan data perencanaan pelaksanaan perkerasan kaku
ruas jalan Kebun Kopi Nupabomba menggunakan metode Bina Marga
SNI Pd T-14-2003.
1. Data kendaraan
Jumlah total kendaraan berdasarkan data perencanaan yang
terlihat pada tabel 4.1 dibawah ini.
Tabel 4.1 Data Jumlah Total Kendaraan
No Jenis kendaraan
Berat
(ton) Jumlah kendaraan tahun 2011
1 Sepeda motor, skuter, roda 3 5645
2 Sedan, jeep, station wagon 2 1062
3 Pick-up, Combi 6.3 286
4 Micro truk / truk 2 as (L) 9 286
5 Bus kecil 9 245
6 Bus besar 18.2 19
7 Truk 2 as (H) 18.2 301
8 Truk 3 as 25 28
34

9 Truk gandeng 31.4 8
10 Truck semi trailer 1.2 – 2 26.2 43
11 Truk trailer 1.2 – 22 42 1
12 Kendaraan bermotor 456
Sumber : PT.EPADASCON PERMATA Engineering Consultant bekerja sama
dengan CV. 09 CCA Eng
2. Data teknis
Adapun data teknis pekerjaan perkerasan kaku ruas jalan Kebun Kopi
Nupabomba berdasarkan data perencanaan sebagai berikut :
1. Umur rencana 20 tahun
2. CBR hasil penyelidikan = 6 %
3. MR beton/ kuat tekan beton (fc) = 350 kg/cm2
4. Pertumbuhanlalu lintas = 10 % per tahun
5. Peranan jalan (arteri) dengan
Faktor keamanan beban (FKB) = 1,1 ( tabel 2.4)
6. Koefisien distribusi = 0,5 (2 jalur 2 arah tabel 2.2)
Untuk rekapitulasi jumlah kendaraan dan konfigurasi beban ditunjukkan
dalam tabel 4.2 berikut ini.
Tabel 4.2 Rekapitulasi jumlah kendaraan dan konfigurasi beban
Jenis kendaraan
Jumlah
kendaraan
Jumlah sumbu
perkendaraan
Jumlah
sumbu
Pick up, Combi (6.3 ton) 286 2 572
Bus kecil / truk 2 as (L) (9 ton) 531 2 1062
35

Bus besar/ truk 2 as (H) ( 18.2 ton) 320 2 640
Truk 3 as (25 ton) 28 2 56
Truk semi trailer 1.2-2 (26.2 ton) 43 2 86
Truk gandeng (31.4 ton) 8 4 32
Truk trailer 1.2-22 (42 ton) 1 4 4
Jumlah 1217 2452
3. Perhitungan tebal pelat beton.
1. Menghitung Jumlah Kendaraan Niaga (JKN) selama umur
rencana (20 tahun).
JKN = 365 x JKNH x R
JKNH = jumlah pick up,Combi + jumlah bus kecil/truk 2 as (L) +
jumlah bus besar/truk 2 as (H) + jumlah truk 3 as + jumlah truk
gandeng + jumlah truk semi trailer + jumlah truk trailer.
= 286 + 531 + 320 + 28 + 8 + 43 + 1
= 1217 kendaraan
Faktor pertumbuhan (R) = (1+i)UR−1
i
=(1+10)20−1
10
= 57,3
Sehingga diperoleh :
JKN = 365 x JKNH x R
= 365 x 1217 x 57,3
= 25.452.946 kendaraan
36

2. Menghitung Jumlah Sumbu Kendaraan Niaga Harian (JSKNH)
dan Jumlah Sumbu Kendaraan Niaga (JSKN) selama umur
rencana (20 tahun)
JSKN = 365 x JSKNH x R
JSKNH = jumlah sumbu pick up, Combi + jumlah sumbu bus
kecil/truk 2 as (L) + jumlah sumbu bus besar/truk 2 as
besar (H) + jumlah sumbu truk gandeng + jumlah sumbu
truk semi trailer + jumlah sumbu trailer
= 572 + 1062 + 640 + 56 + 86 + 32 + 4 = 2452
Sehingga diperoleh :
JSKN = 365 x JSKNH x R
= 365 x 2452 x 57,3
= 51.282.354 sumbu
3. Menghitung persentase masing-masing beban sumbu dan
jumlah repitisi.
Persentase masing masing beban sumbu dan jumlah repitisi yang
akan terjadi selama umur rencana (20 tahun), Perhitungannya
ditunjukkan dalam tabel 4.3
Tabel 4.3 persentase beban sumbu dan jumlah repitisi selama umur
rencana (20 tahun)
Konfigurasi
Sumbu
Jumlah
Kendaraan
Beban
sumbu
%
konfigurasi
Sumbu
Jumlah
repitisi
STRT (pick up, Combi) 286 2 12 15 x 105
STRT (bus kecil/ truk 2 as (L) 531 3 22 28 x 105
37

STRT (bus besar/ truk 2 as (H)) 320 4.2 13 16 x 105
STRG (pick up, Combi) 286 4.3 12 15 x 105
STRG (truk 3 as) 28 5 1 1,3 x 105
STRG (bus kecil/truk 2 as (L) 531 6 22 28 x 105
STRG (truk semi trailer) 43 6.2 1,7 2,2 x 105
STRG (truk gandeng) 8 6.4 0,3 0,4 x 105
STRG (truk trailer) 1 10 0,04 0,05 x 105
STRG (bus besar/truk 2 as (H)) 320 14 13 16 x 105
SGRG (truk 3 as) 28 20 1 1,3 x 105
SGRG (truk semi trailer) 43 20 1,7 2,2 x 105
SGRG (truk gandeng) 8 25 0,3 0,4 x 105
SGRG (truk trailer) 1 32 0,04 0,05 x105
a) Konfigurasi = volume kendaraan
JSKNH
a) STRT (pic up, Combi) 286
2452 = 12
b) STRT (bus kecil/truk 2 as (L)) 531
2452 = 22
c) STRT (bus besar/truk 2 as (H)) 320
2452 = 13
d) STRG (pick up, Combi) 286
2452 = 12
e) STRT (truk 3 as) 28
2452 = 1
f) STRG (bus kecil/truk 2 as (L)) 531
2452 = 22
g) STRG (truk semi trailer) 43
2452 = 1,7
h) STRG (truk gandeng) 8
2452 = 0,3
i) STRG (truk trailer) 1
2452 = 0,04
38

j) STRG (bus besar/truk 2 as (H)) 320
2452 = 13
k) STRG (truk 3 as) 28
2452 = 1
l) SGRG (truk semi trailer) 43
2452 = 1,7
m) SGRG (truk gandeng) 8
2452 = 0,3
n) SGRG (truk trailer) 1
2452 = 0,04
b) Jumlah repetisi = JKN x konfigurasi sumbu x koef. distribusi jalur
(Tabel 2.2)
a) 25.452.946 x 0,12 x 0,50 = 15 x 105
b) 25.452.946 x 0,22 x 0,50 = 28 x 105
c) 25.452.946 x 0,13 x 0,50 = 16 x 105
d) 25.452.946 x 0,12 x 0,50 = 15 x 105
e) 25.452.946 x 0,01 x 0,50 = 1,3 x 105
f) 25.452.946 x 0,22 x 0,50 = 28 x 105
g) 25.452.946 x 0,017 x 0,50 = 2,2 x 105
h) 25.452.946 x 0,003 x 0,50 = 0,4 x 105
i) 25.452.946 x 0,0004 x 0,50 =0,05 x 105
j) 25.452.946 x 0,13 x 0,50 = 16 x 105
k) 25.452.946 x 0,01 x 0,50 = 1,3 x 105
l) 25.452.946 x 0,017 x 0,50 = 2,2 x 105
m) 25.452.946 x 0,003 x 0,50 = 0,4 x 105
n) 25.452.946 x 0,0004 x 0,50 = 0,05 x 105
4. Perhitungan tebal pelat beton.
Perhitungan tebal pelat beton ditunjukkan dalam tabel 4.4
dibawah ini.
Tabel 4.4 perhitungan tebal pelat beton (tebal pelat 25 cm, MR 45 kg/cm2)
Konfigurasi
sumbu
Beban
sumbu
Beban sumbu Repitisi Tegangan Perbandingan Jumlah repitisi %
39

rencana
FK = 1,1
beban yang terjadi
(kg/cm2)
tegangan beban yang
diizinkan
fatik
STRT 3 3 x 1,1 = 3,3 28 x 105
STRT 4.2 4.2 x 1,1 = 4,6 16 x 105
STRG 4.3 4.3 x 1,1 = 4,7 15 x 105
STRT 5 5 x 1,1 = 5,5 1,4 x 105
STRG 6 6 x 1,1 = 6,6 28 x 105
STRG 6.2 6.2 x 1,1 = 6,8 2,2 x 105
STRG 6.4 6.4 x 1,1 = 7 0,4 x 105
STRG 10 10 x 1,1 = 11 0,05 x 105 1,58 0,35 400.000 0,01
STRG 14 14 x 1,1 = 15,4 16 x 105 2.12 0,47 400.000 4
SGRG 20 20 x 1,1 = 22 2,2 x 105 1,83 0,41 400.000 0,55
Total fatik 4,56 %
1) Nomogram ke gambar 4.1 (SGRG)
2) Perbandingan tegangan = Tegangan yang terjadi
MR
1,5845
= 0,35 (tabel 4.5)
2.1245
= 0,47
1,8345
= 0,41
% Fatik = Repetisibeban
Jumlahrepetisi beban yangdiizinkan
0,01 % = 5000
400.000
4 % = 1.600.000240.000
0,55 % = 220.000300.000
Dengan tebal pelat beton 25 cm, didapatkan total fatik yang terjadi 4,56 %
40

Tabel 4.5 perhitungan tebal pelat beton (tebal pelat 20 cm,MR 35)
Konfigurasi
sumbu
Beban
sumbu
Bebansumbu
rencana
FK = 1,1
Repitisi
beban
Tegangan
yang terjadi
(kg/cm2)
Perbandingan
tegangan
Jumlah repitisi
beban yang
di izinkan
%
fatik
STRT 3 3 x 1,1 = 3,3 65 x 105
STRT 3 3 x 1,1 = 3,3 23 x 105
STRG 5 5 x 1,1 = 5,5 65 x 105 _
STRG 5 5 x 1,1 = 5,5 23 x 105 _
STRT 6 6 x 1,1 = 6,6 6 x 105
STRT 6 6 x 1,1 = 6,6 0,50 x 105
STRG 8 8 x 1,1 = 8,8 6 x 105
SGRG 14 14 x 1,1 = 15,4 0,50 x 105 1,4 0,46 400.000 0,125
Total fatik 0,125
3) Nomogram ke gambar 4.1 (SGRG)
4) Perbandingan tegangan = Tegangan yang terjadi
MR
1,430
= 0,46 (tabel 4.5)
5) % Fatik =Repetisibeban
Jumlahrepetisi beban yangdiizinkan
50.000400.000
= 0,125 %
Dengan tebal pelat beton rencana 25 cm, didapatkan total fatik 0,125 %
Perhitungan tebal pelat 25 cm, umur rencana 40 tahun
5. Menghitung Jumlah Kendaraan Niaga (JKN)
JKN = 365 x JKNH x R
JKNH = jumlah truk ringan + jumlah bus + jumlah truk 2 as besar +
jumlah truk 3 as
= 1963 + 690 + 182 + 15
= 2850 kendaraan
41

Faktor pertumbuhan (R) = (1+i)UR−1
i
= (1+0,06)40−1
0,06
= 154,8
Sehingga diperoleh :
JKN = 365 x JKNH x R
= 365 x 2850 x 154,8
= 161.030.700 kendaraan
6. Menghitung Jumlah Sumbu Kendaraan Niaga Harian (JSKNH)
dan Jumlah Sumbu Kendaraan Niaga (JSKN)
JSKN = 365 x JSKNH x R
JSKNH = sumbu truk ringan + sumbu bus + sumbu truk 2 as besar +
sumbu truk 3 as
= 3926 + 1380 + 364 + 30 = 5700
Sehingga diperoleh :
JSKN = 365 x JSKNH x R
= 365 x 5694 x 154,8
= 321.722.388 sumbu
7. Menghitung persentase masing-masing beban sumbu
Persentase masing masing beban sumbu dan jumlah repitisi yang
akan terjadi selama umur rencana (20 tahun) Perhitungan ditunjukkan
dalam tabel 4.2
KonfigurasiSumbu
JumlahKendaraan
Bebansumbu
% konfigurasi
Sumbu
Jumlah repitisi
STRT (truk kecil) 1963 3 34,44 65 x 105
STRT (bus) 690 3 12,10 23 x 105
STRG (truk kecil) 182 5 34,44 65 x 105
STRG (truk bus) 15 5 12,10 23 x 105
STRT (truk 2 as besar) 1963 6 3,20 6 x 105
STRT (truk 3 as) 690 6 0,26 0,50 x 105
42

STRG (truk 2 as besar) 15 8 3,20 6 x 105
SGRG (truk 3 as) 15 14 0,26 0,50 x 105
c) Konfigurasi = volume kendaraan
JSKNH
o) STRT (truk kecil) 19635700
= 34,44
p) STRT (bus) 690
5700 = 12,10
q) STRT (truk 2 as besar) 182
5700 = 3,20
r) STRT (truk 3 as) 15
5700 = 0,26
s) STRG (truk kecil) 19635700
= 34,44
t) STRG (bus) 690
5700 = 12,10
u) STRG (truk 2 as besar) 182
5700 = 3,20
v) SGRG (truk 3 as) 15
5700 = 0,26
d) Jumlah repetisi = JKN x konfigurasi sumbu x koef. distribusi
jalur (Tabel 2.2)
o) 161.030.700x 0,34 x 0,50 = 273 x 105
p) 161.030.700 x 0,12 x 0,50 = 96 x 105
q) 161.030.700 x 0,03x 0,50 = 24 x 105
r) 161.030.700x 0,0026 x 0,50 = 2,1x 105
s) 161.030.700 x 0,34x 0,50 = 273x 105
t) 161.030.700x 0,12x 0,50 =96x 105
u) 161.030.700x 0,03x 0,50 = 24 x 105
v) 161.030.700x 0,0026 x 0,50 = 2,1 x 105
8. Beban sumbu dan jumlah repitisi
Konfigurasi sumbu
Beban sumbu
Bebansumbu rencana Repitisi
Tegangan yang terjadi
Perbandingan tegangan
Jumlah repitisi beban yang
%fatik
43

FK = 1,1 beban (kg/cm2) di izinkan
STRT 3 3 x 1,1 = 3,3 273 x 105
STRT 3 3 x 1,1 = 3,3 96x 105
STRG 5 5 x 1,1 = 5,5 24 x 105 _
STRG 5 5 x 1,1 = 5,5 2,1x 105 _STRT 6 6 x 1,1 = 6,6 273 x 105 1,75 0,58 57.000 478
STRT 6 6 x 1,1 = 6,6 96 x 105 1,76 0,59 42.000 288STRG 8 8 x 1,1 = 8,8 24 x 105 1,8 0,6 32.000 75
SGRG 14 14 x 1,1 = 15,4 2,1 x 105 1,8 0,6 32.000 6,56 Total fatik 847,56
6) Nomogram ke gambar 4.1 (SGRG)
7) Perbandingan tegangan = Tegangan yang terjadi
MR
1,7530
= 0,58 (tabel 4.5)
1,7530
= 0,59
1,7530
= 0,6
1,7530
= 0,6
% Fatik=Repetisibeban
Jumlahrepetisi beban yangdiizinkan
479 % = 27.300.000
57.000
228 %=9.600 .000
42.000
75 %=2.400.000
32.000
6,56 % = 210.00032.000
Dengan tebal pelat taksiran 20 cm, didapatkan total fatik yang terjadi
847,56 %, pelat beton tidak memenuhi syarat.
44

Tebal pelat beton 25 cm, umur rencana 40 tahun
Konfigurasi sumbu
Beban sumbu
Bebansumbu rencanaFK = 1,1
Repitisi beban
Tegangan yang terjadi
(kg/cm2)
Perbandingan tegangan
Jumlah repitisi beban yangdi izinkan
%fatik
STRT 3 3 x 1,1 = 3,3 273 x 105
STRT 3 3 x 1,1 = 3,3 96 x 105
STRG 5 5 x 1,1 = 5,5 24 x 105
STRG 5 5 x 1,1 = 5,5 2,1 x 105
STRT 6 6 x 1,1 = 6,6 273 x 105
STRT 6 6 x 1,1 = 6,6 96 x 105
STRG 8 8 x 1,1 = 8,8 24 x 105
SGRG 14 14 x 1,1 = 15,4 2,1 x 105 1,8 0,6 32.000 6,56 Total fatik 6,56
Dsengan tebal pelat beton rencana 25 cm, didapatkan total fatik yang
terjadi 6,56 %, pelat beton aman.
8) Nomogram ke gambar 4.1 (SGRG)
9) Perbandingan tegangan = Tegangan yang terjadi
MR
1,830
= 0,6 (tabel 4.5)
10) % Fatik =Repetisibeban
Jumlahrepetisi beban yangdiizinkan
210.00032.000
= 6,56 %
45

46

Gambar 4.2 nomogram sumbu ganda roda gandeng ( SGRG)
47

Tabel 4.5 Perbandingantegangan yang di ijinkan
48
Perbandingan tegangan
jumlah pengulangan beban yang diijinkan
Perbandingan
tegangan
jumlah pengulangan beban yang diijinkan
Perbandingan tegangan
jumlah pengulangan beban yang diijinkan
Perbandingan
tegangan
jumlah pengulangan beban yang diijinkan

Gambar 4.3 nomogram sumbu ganda roda gandeng ( SGRG)
49

Tabel 4.9Perbandingan tegangan yang di ijinkan
50
Perbandingan tegangan
jumlah pengulangan beban yang diijinkan
Perbandingan
tegangan
jumlah pengulangan beban yang diijinkan

51

Gambar 4.4Nomogram sumbu tunggal roda tunggal (STRT)
52

Gambar 4.5 Nomogram sumbu tunggal roda ganda (STRG)
53

Gambar 4.6 Nomogram sumbu ganda roda Gandeng (SGRG)
54

Tabel 4.13 Perbandingan Tegangan Yang di Ijinkan
55
0.51 400,000 0.69 25000.52 300,000 0.7 20000.53 240,000 0.71 15000.54 180,000 0.72 1100

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil tinjauan ketebalan pelat beton terhadap faktor fatik perkerasan
kaku ruas jalan Kebun Kopi Nupabomba peneliti menyimpulkan sebagai
berikut :
1. Percobaan pertama asumsi tebal pelat beton yaitu 25 cm umur
rencana 20 tahun berdasarkan LHR setelah jalan dibuka tahun
2011 mendapatkan total fatik yang terjadi 0,075 % (< 100 %).
2. Percobaan kedua asumsi tebal pelat beton 25 cm dengan umur
rencana 40 tahun didapatkan total fatikyang terjadi 0,25 % (<100
%).
3. Percobaan ketiga untuk mencari ketebalanpelat yang ideal
dicoba tebal pelat 20 cm dengan umur rencana 20 tahun,
didapatkan total fatik yang terjadi68,73 % (<100%), tenyata pelat
beton aman dan ideal
4. Berdasarkan data LHR tahun 2011 didapatkan umur rencana
ideal pelat beton perkerasan kaku adalah 20 tahun.
56

B. Saran
Pada penelitian tinjauan tebal pelat beton terhadap faktor fatik
perkerasan kaku ruas jalan Kebun Kopi Nupabomba, peneliti
memberikan saran yaitu :
1 Dalam perencanaan diharapkan analisa terhadap jenis
kendaran diperhitungan dengan baik.
2 Penentuan tebal pelat beton disesuaikan berdasarkan data
LHR rencana
3 Faktor geografis jalan diharapkan dapat dijadikan referensi
dalam perencanaan.
57

DAFTAR PUSTAKA
Anonimperkerasan kaku Rigid Pavemant Pd T – 14 – 2003
Anonim SNI 03-1731-1989, 03-1744-1989,SNI 03-1743-1989, SNI No. 03-
6388-2000
Asiyanto. 2008. Metode Konstruksi Proyek Jalan Jakarta, Penerbit
Universitas Indonesia (UI-pres)
Departemen Pemukiman dan prasarana Wilayah R.I. 2003 Perencanaan
Perkerasan Jalan Beton
Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah R.I 1988. Tata Cara
Pemeliharaan Perkerasan kaku direktorat Bina Marga
Muhammad,M.R. 2011. Desain dan Aplikasi Perencanaan Jalan Beton,
jl.Ringroad Timur Prempatan jalan Wonosari, Yogyakarta
Suryawan, A. 2009. Perkerasan Jalan Beton Semen Portland (Rigid
Pavement, cetakan ke-2)
58