jurnal btkv siap print
Embed Size (px)
DESCRIPTION
journalTRANSCRIPT

Thoracomyoplasty dalam Penanganan Empiema:
Indikasi, Prinsip Dasar dan Hasil Saat Ini
Empiema tetap menjadi tantangan dalam pengobatan modern, karena kasus dengan dekortikasi
paru sangat sulit untuk diobati dan membutuhkan rawat inap yang lama. Thoracomyoplasty
memiliki peran yang memungkinkan obliterasi lengkap dari rongga pleura yang terinfeksi
dengan kombinasi thoracoplasty dan penggunaan flap otot sekitar (latissimus dorsi, serratus
anterior, pectoralis, rektus abdominis, omentum, dll). Publikasi baru-baru ini menunjukkan
tingkat keberhasilan dengan penyembuhan cepat dan definitif sebesar 90%. Meskipun jarang
digunakan dalam praktek sehari-hari, prosedur semacam ini tetap digunakan sebagai
armamentarium operasi toraks modern. Pentingnya penerapan thoracomyoplasty berawal dari
fakta bahwa prosedur ini akan menjadi solusi sederhana dari kasus-kasus empiema kronik.
Pendahuluan
Dewasa ini kemajuan dalam bidang kesehatan semakin jelas terlihat dan berkembang, namun
empiema tetap menjadi tantangan dalam pengobatan modern. Ini adalah penyakit yang umum
terjadi di bagian dada yang melibatkan sumber daya dan biaya yang tinggi dan tingkat mortalitas
secara keseluruhannya juga masih tinggi. Ilmu bedah secara khusus jarang mengikuti prinsip
Evidence-Based Medicine dan sangat tergantung pada protokol lokal dan pengalaman operator.
Tujuan dari makalah ini adalah untuk menyajikan dan menjelaskan indikasi, prinsip, serta hasil
dari thoracomyoplasty sebagai prosedur dalam penanganan empiema.
Latar Belakang Historikal
Empiema sudah dikenal sejak zaman Hippocrates yang telah menggambarkan tanda-tanda klinis
empiema dan menggunakan drainase terbuka dengan menggunakan kauter. Namun, kurangnya
pengetahuan tentang fisiologi pleura menyebabkan upaya awal pengobatan bedah mengalami
kesulitan.
Manajemen modern empiema dimulai oleh Komisi Empiema yang dipimpin Bell dan Graham
selama Perang Dunia I. Komisi ini diciptakan oleh Angkatan Darat AS untuk menemukan solusi 1

dari tingkat kematian yang tinggi oleh pasien dengan empiema parapneumonik. Mereka
menemukan bahwa banyak kasus kematian tersebut adalah hasil dari open pneumothorax dengan
kolaps paru dan gagal nafas yang terjadi setelah drainage. Mereka menyadari pentingnya tekanan
pleural negatif dan penutupan drainage yang masih menjadi acuan rekomendasi saat ini. Sebagai
hasil kerja dari Komisi Empiema, angka mortalitas mengalami penurunan yang drastis mencapai
3% sampai 4,3%.
Thoracoplasty diperkenalkan pada akhir abad ke-19 sebagai prosedur untuk obliterasi empiema
dengan membuat kolaps dinding dada. Banyak prosedur telah digunakan sebelumnya dan banyak
yang kurang populer. Prosedur yang paling radikal adalah operasi yang dilakukan oleh Schede,
yang melibatkan reseksi tulang rusuk, intercostals space, dan pleura parietal yang melapisi
empiema tersebut. Penyembuhan empiema itu dicapai dengan mendekatkan pleura visceral
dengan jaringan sehat, yakni otot-otot dinding dan lemak subkutan.
Operasi thoracoplasty dikembangkan lebih lanjut terutama sebagai teknik untuk mencapai
penyembuhan penyakit TB dan memiliki kontribusi yang penting bagi perkembangan dari apa
yang sekarang disebut bedah toraks umum. Namun, popularitasnya menurun setelah pengenalan
obat-obat TB pada tahun-tahun berikutnya segera setelah Perang Dunia ke-2. Pada saat ini,
thoracoplasty digunakan utamanya untuk menangani empiema kronik menggunakan teknik yang
dikembangkan oleh Andrews dengan atau tanpa modifikasi.
Transposisi otot mulai dilakukan pada awal abad ke-20 oleh ahli bedah Abrashanoff, Robinson,
Eggers, dan Archibald, namun kebanyakan data yang diterbitkan sebelum tahun 1960 merupakan
laporan kasus atau serial kecil. Teknik ini tidak populer terutama karena kurangnya pengetahuan
tentang bagaimana memobilisasi flaps secara aman dan belum adanya kondisi yang
memungkinkan operasi toraks mayor (anestesi, transfusi, antibiotik, dll). Transposisi otot
menjadi populer pada tahun 1980-1990 terutama karena pekerjaan dokter bedah (toraks dan
plastik-rekonstruksi) dari Mayo Klinik yang menunjukkan pentingnya flap otot yang berbeda
pada pengobatan infeksi intratoraks yang berat.
2

Indikasi Modern
Sejak awal harus jelas dinyatakan bahwa prosedur thoracomyoplasty ditujukan untuk sebagian
kecil dari pasien dengan empiema. Pertama-tama, kebanyakan pasien dengan efusi
parapneumonik dan empiema dapat disembuhkan dengan antibiotik dan thoracocenthesis atau
tabung-thoracostomy tanpa perlu melakukan operasi mayor. Jika operasi diperlukan, pilihan
pertama adalah dekortikasi paru yang mengobliterasi ruang dengan memperbesar paru dan
memiliki keuntungan: tidak ada mutilasi dinding dada, pemulihan fungsional paru yang kolaps,
dan tidak ada gejala sisa jangka panjang yang signifikan. Kemungkinan untuk melakukan
prosedur ini menggunakan pendekatan minimal invasif membuatnya lebih nyaman digunakan
dengan mengurangi morbiditas dan nyeri pasca operasi dan dengan meningkatkan aspek estetika.
Dekortikasi dilakukan melalui Video-Assisted Thoracic Surgery (VATS) yang sekarang
merupakan opsi pertama untuk sebagian besar pasien dengan empiema yang membutuhkan
operasi mayor.
Namun, dekortikasi paru (terbuka atau VATS) membutuhkan dua kondisi utama agar berhasil.
Pertama, harus ada belahan yang memungkinkan untuk dekortikasi paru karena prosedur menjadi
sulit atau bahkan tidak mungkin karena perdarahan dan kebocoran udara yang terjadi selama
diseksi. Kedua, parenkim paru yang mendasari harus memiliki kemampuan untuk reexpand dan
benar-benar mengobliterasi ruang pleura. Jika dua kondisi ini tidak terpenuhi, dekortikasi paru
menjadi prosedur yang berbahaya dan sangat berisiko sehingga thoracomyoplasty menjadi
pilihan yang harus dipertimbangkan.
Oleh karena itu, thoracomyoplasty untuk empiema saat ini diindikasikan dalam situasi berikut:
(I) tidak adanya belahan (cleavage) yang memungkinkan ahli bedah untuk dekortikasi paru,
(II) ketidakmampuan paru-paru untuk reexpand dan benar-benar mengisi ruang pleura,
(III) pasca operasi empiema, di mana dekortikasi tidak memungkinkan atau telah gagal,
(IV) adanya fistula bronkial, dimana penutupannya harus benar-benar aman dan jahitan
penguatan menggunakan flaps otot, dengan atau tanpa thoracoplasty,
3

(V) adanya lesi di parenkim paru yang tidak dapat direseksi: ruang ini juga harus diisi dengan
jaringan yang tervaskularisasi dengan baik.
Empiema TB sendiri bukan merupakan indikasi untuk thoracomyoplasty, meskipun di masa lalu
teknik kolaps yang berbeda digunakan untuk mengobati TB. Namun, pasien TB dengan
perawatan medis yang berkepanjangan dan lesi parenkim hadir lebih sering dengan keadaan-
keadaan tersebut, membuat mereka menjadi kandidat untuk dilakukannya thoracomyoplasty.
Thoracomyoplasty melibatkan pembukaan dada, reseksi beberapa bagian dinding dada, dan
diseksi flaps otot pada area yang luas. Oleh karena itu, prosedur utama dan kemampuan pasien
untuk mentolerir hal tersebut harus jelas dinilai ketika merencanakan operasi. Evaluasi pra
operasi pada dasarnya sama seperti pada tindakan bedah dada mayor. Karena gangguan estetik
dada, prosedur thoracomyoplasty kurang atraktif dilakukan pada anak muda dan pasien
perempuan.
Operasi semacam ini melibatkan kehilangan bagian tertentu dari dinding dada dan beberapa
gangguan fungsional. Salah satu tujuan utama dari teknik modern adalah untuk meminimalkan
efek samping tersebut. Namun, aspek-aspek ini harus secara jelas didiskusikan dengan pasien
sebelum operasi dan persetujuan tertulis harus diperoleh.
Prinsip dan Teknik Dasar
Persiapan Pra-Operasi
Hal ini penting dalam berbagai jenis operasi, terutama untuk thoracomyoplasty. Sebagian besar
pasien datang dengan status biologis yang berubah baik oleh karena infeksi dan penyakit
signifikan yang terkait sehingga membutuhkan reekuilibrasi yang hati-hati. Antibiotik harus
diberikan sesuai dengan sensitivitas mikroorganisme yang terlibat. Kontrol lokal infeksi harus
dicapai dengan thoracocenthesis, tabung thoracostomy, atau bahkan dengan open window.
Lavages harian terhadap rongga empiema sangat diperlukan untuk menciptakan area operasi
sebersih mungkin.
Perencanaan Prosedur
4

Perencanaaan ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan beberapa faktor harus dinilai
secara jelas:
(I) lokasi dan dimensi rongga empiema, yang dapat dievaluasi dengan baik menggunakan CT
scan dengan rekonstruksi 3D;
(II) ada tidaknya fistula bronkial, dimana diperlukan penutupan yang aman;
(III) tersedia flaps- tindakan bedah sebelumnya dapat merusak beberapa pedikel vaskular,
membuat beberapa flaps tidak memungkinkan untuk diangkat;
(IV) morbiditas yang dihasilkan oleh penggunaan flap tertentu dan kompleksitas mobilisasi.
Detail Teknik
Dalam beberapa kasus, dibuat incisi kulit torakotomi posterolateral. Setelah sectioning lemak
subkutan, otot latisimus dorsi dan serratus anterior dimobilisasi sebagian untuk menyediakan
akses ke rongga empiema. Setelah memasuki rongga empiema, topografi dari lesi harus
dievaluasi dengan hati-hati dan keputusan akhir dibuat. Lebih disarankan untuk memulai dengan
mobilisasi lengkap dari flaps, sesuai dengan topografi lesi:
(I) Otot latisimus dorsi:
(A) mobilisasi standar didasarkan pada pembuluh thoraco-dorsal, sehingga flap besar
mencapai hampir setiap bagian dari dada; ini merupakan flap yang paling banyak
digunakan di bedah plastik rekonstruksi dan bedah toraks,
(B) flap latisimus dorsi yang terbalik didasarkan pada suplai darah sekunder yang
direpresentasikan oleh beberapa cabang perforator dari interkostal terakhir dan
pembuluh lumbal pertama: ini merupakan flap yang jauh lebih sulit dengan variasi
anatomi dan lengkungan rotasi yang terbatas, tapi mungkin menjadi solusi yang baik
untuk defek yang terletak di area supradiaphragma.
5

(II) Serratus anterior
Otot ini memiliki suplai darah utama ke cabang dari pembuluh thoraco-dorsal yang
memungkinkan untuk mobilisasi seluruh otot. Suplai darah sekunder yang
direpresentasi oleh pembuluh toraks lateral hanya menyuplai sebagian otot yang
terbatas. Ketika mobilisasi penuh dari serratus anterior dilakukan akan menghasilkan
flap dengan volume yang sebanding dengan latisimus dorsi dan dapat mencapai titik
yang terletak di bagian atas dari toraks, termasuk daerah hilus. Karena suplai darah
yang sama, latisimus dorsi dan serratus anterior dapat diangkat bersama menggunakan
pembuluh thoraco-dorsal;
(III) Pectoralis major dapat diangkat dengan cara yang lebih banyak:
(A) menggunakan pembuluh thoracoacromial, yang menghasilkan flap dengan mobilitas
yang baik dan berguna untuk defek yang terletak di puncak dada,
(B) menggunakan cabang perforator dari pembuluh aNterior interkosta dan internal
mammae yang menghasilkan sebuah flap dengan mobilitas terbatas yang cocok untuk
defek di wilayah paramediastinal atas.
(IV) Flap rectus abdominis dapat diangkat dengan menggunakan pembuluh epigastrium superior,
yang bersambungan dengan arteri dan vena mammae interna. Meskipun ujung dari flap ini
dapat mencapai pangkal leher, flap ini biasanya digunakan pada defek yang terletak di
bagian tengah bawah dada;
(V) Omentum, meskipun bukan otot tapi ia digunakan dengan tujuan dan prinsip-prinsip yang
sama. Omentum dimobilisasi dengan menggunakan pembuluh gastroepiploika kiri atau
kanan dan dibawa masuk ke dada melalui lubang diafragma kecil. Ini adalah bahan yang
sangat baik untuk penutupan fistula bronkial besar;
(VI)Flaps lainnya jarang digunakan untuk mengisi rongga pleura yang terinfeksi, seperti
trapezius, subskapularis, infraspinatus, external oblique, dan teres major. Dalam literatur
6

yang tersedia tidak ada pengalaman dan catatan tentang penggunaan otot-otot tersebut dan
harus dipertimbangkan terutama ketika lingkungan otot lainnya tidak tersedia.
Introduksi terhadap flap di dalam dada memerlukan pembukaan kedua, yang mana dilakukan
dengan reseksi tulang rusuk terbatas (10-15 cm, tidak lebih dari satu tulang rusuk) untuk
memungkinkan perjalanan yang aman dari flap dan suplai darahnya. Flap harus mencapai defek
tanpa ketegangan atau torsi. Pada akhir prosedur, flaps otot harus tetap dengan suplai darah yang
baik dari arteri dan vena. Sebagaimana prosedur yang melibatkan flaps otot, iskemia berat
dengan nekrosis akan menghasilkan kegagalan saat dilakukan operasi.
Thoracoplasty terkait seringkali diperlukan untuk mencapai obliterasi lengkap dari ruang pleura
yang terinfeksi. Bertentangan dengan banyak prosedur klasik berdasarkan luas reseksi tulang
rusuk, thoracoplasty harus terbatas untuk menghindari deformitas major pada dada dan
mengurangi lama gejala sisa. Reseksi tulang rusuk tidak harus memperluas ke luar tepi rongga
empiema. Ketika dimobilisasi dengan hati-hati, flaps otot dapat mengisi sebagian besar rongga
empiema, sebagaimana dead angle dan cul-de-sacs, sehingga mengurangi perluasan dari reseksi
tulang rusuk. Reseksi tulang rusuk harus dilakukan menggunakan subperiosteal plane, sehingga
memungkinkan regenerasi jaringan tulang, yang meningkatkan rigiditas dinding dada.
Pada akhir prosedur, rongga empiema harus sepenuhnya terobliterasi oleh kombinasi flaps otot
dan thoracoplasty. Khusus untuk rongga besar harus dihindari mobilisasi dari multipel flaps dan
reseksi luas dinding dada.
Drainase rongga empiema merupakan suatu keharusan. Biasanya digunakan sistem irigasi-
aspirasi yang memungkinkan tidak hanya drainase rongga, tetapi juga pasca operasi lavages
dengan antibiotik dan desinfektan. Jika mobilisasi flaps sangat luas (seperti yang terjadi
dalam banyak kasus), ruang subkutan juga harus dikeringkan untuk menghindari seroma pasca
operasi. Luka utama selanjutnya ditutup dengan jahitan terpisah.
7

8
Gambar 1. Gambar anatomik suplai pembuluh darah dari flaps otot ekstratorakal yang sering digunakan
Gambar 2. TB empiema dengan multiple bronchial fistulae dan diselesaikan dengan thoracomyoplasty.
(a) Aspek dari kavitas dengan multipel bronchial fistulae. (b) Flap latissimus dorsi dan serratus anterior. (c) penutupan dari bronchial fistulae, (d) final aspek dari prosedur

Pengalaman Pribadi dan Hasil dari Literatur
Penulis mulai menggunakan thoracomyoplasty dengan mobilisasi luas dan flap transposisi
intratoraks sejak tahun 2003 dan baru-baru ini menerbitkan analisis rinci dari 76 kasus pertama.
Ini adalah sekelompok pasien yang putus asa dengan infeksi intratoraks yang tidak dapat
dilakukan reseksi atau dekortikasi paru. Dalam aspek klinis dan patologis seri kecil, disebutkan
proporsi tinggi:
(I) kasus TB aktif (36 kasus, 47%) dengan 28 pasien masih memiliki kultur bakteriologis positif
dan 7 pasien dengan infeksi Multi Drug Resistant,
(II) empiema pasca operasi (13 pasien, 17%),
(III) rupture intrapleural frank rongga paru (18 pasien, 24%),
(IV) bronchial fistulae (26 pasien, 34%).
Dalam seri kecil tersebut didapatkan mortalitas secara keseluruhan sebesar 5% (4 pasien).
Komplikasi lokal termasuk kambuhnya infeksi intratoraks pada 4 pasien (5%) yang memerlukan
prosedur modifikasi open window, nekrosis kulit minor yang diselesaikan dengan eksisi
sederhana pada 3 pasien (4%), dan eksternal fistula dada diselesaikan dengan lavages lokal pada
2 pasien (3%). Rawat inap pasca operasi berkisar antara 4 dan 180 hari dengan rata-rata 40 ± 5
hari (tingkat kepercayaan: 95%). Pada 3 bulan ikutan, 66 pasien yang bertahan (91%) kembali ke
kehidupan yang lebih normal dibandingkan status mereka sebelum operasi.
Penulis lain baru-baru ini menerbitkan pengalaman mereka dengan operasi thoracomyoplasty
(dengan atau tanpa perbedaan teknis secara detail) dengan hasil yang sangat mirip, menunjukkan
bahwa dalam beberapa kasus, thoracomyoplasty dapat menjadi solusi yang berharga. Dinyatakan
bahwa tingkat mortalitas keseluruhan sekitar 5% dengan tingkat keberhasilan (didefinisikan
sebagai penutupan dada dan penyembuhan dari empiema dengan tidak ada infeksi intratorak
yang muncul) lebih dari 90%. Terdapat banyak masalah yang belum terpecahkan karena
prosedur yang masih jarang dilakukan dan heterogenitas yang besar dari pasien. Sebagai akibat
langsung, beberapa pertanyaan masih harus dijawab: yang mana merupakan flap yang terbaik
dan kapan serta bagaimana flap tertentu harus dimobilisasi, berapa jumlah flap yang harus
dimobilisasi, dan sebagainya.
9

Kesimpulan
Thoracomyoplasty tetap menjadi solusi bedah berharga bagi kasus empiema sulit yang tidak
memungkinkan untuk dekortikasi paru. Dibandingkan dengan thoracoplasty klasik, penggunaan
flaps otot, dimobilisasi menggunakan teknik dari bedah plastik-rekonstruksi membantu
meningkatkan hasil terutama dengan membatasi perluasan reseksi tulang rusuk dan dengan
mengisi rongga empiema dengan jaringan yang tervaskularisasi dengan baik sehingga mampu
untuk melawan infeksi dan mempercepat penyembuhan. Meskipun umumnya bukan merupakan
prosedur yang sering digunakan dan diindikasikan sehari-hari, ahli bedah torak harus familiar
dengan jenis prosedur ini.
10