siap print dekonstruksi
Embed Size (px)
TRANSCRIPT

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Berbicara tentang dunia arsitektur dari masa ke masa selalu
ramai dan berkembang begitu cepat mengikuti kemajuan teknologi
dan industri. Setiap saat selalu muncul satu hasil desain yang baru
dan selalu ingin tampil berbeda dari arsitektur sebelumnya. Arsitektur
yang selalu berbicara dan berada dalam bentuk dan ruang seringkali
tidak dapat terlepas dari aturan-aturan atau khasanah-khasanah yang
telah ada dalam alam ini.
Perkembangan dunia arsitektur sejak jaman primitif sampai
saat ini tercatat beberapa perkembangan dari dunia arsitektur itu
sendiri. Dimulai dari arsitektur primitif, arsitektur Yunani – Romawi,
arsitektur Klasik, arsitektur Neo Klasik, arsitektur Modern, arsitektur
Post Modern dan sampai pada perkembangan yang terakhir yaitu
arsitektur Dekonstruksi. Perkembangan arsitektur yang selalu berubah
dari masa kemasa disebabkan oleh adanya kritik – kritik dari para
pakar arsitektur yang selalu dan senantiasa tidak pernah merasa puas
dari sebuah karya arsitektur yang ada. Tidak ada satu karya dari anak
manusia yang abadi dan sempurna, selalu ada kekurangan dan
kelemahan-kelemahan.
Dalam perkembangan dunia arsitektur beberapa tahun
belakangan ini muncul satu pergerakan arsitektur ( movement ) baru
yang disebut juga dengan dekonstruksi atau arsitektur dekonstruksi.
Pergerakan yang berasal dari kata “ deconstructivism “ ini
diperkenalkan pertama kali oleh Joseph Giovannini, seorang kritikus
arsitektur pada tahun 1978 di Harian The New York Times. Kemudian
dikembangkan lagi oleh filsuf Jerman Nietzche dan filsuf Perancis
Jaeques Derrida sebagai kritik sastra dalam metode membaca. Dan
1

selanjutnya dikembangkan oleh arsitek Peter Eisenmen sebagai cikal
bakal dari gagasan dan ide perancangan arsitektur.
Yang sangat menarik perhatian dari arsitektir dekonstruksi
adalah bentuknya yang bagi kebanyakan orang dianggap aneh, dan
memberikan kebebasan penuh kepada arsitek untuk mengembangkan
ide dan kreatifitasnya tanpa terikat oleh norma- norma atau kaidah-
kaidah arsitektur yang telah ada, sehingga melahirkan bentuk- bentuk
arsitektur yang asimetris dengan tampilan yang abstrak. Ide dan
kreatifitas perancang/arsitek sangat diutamakan dalam menghadirkan
sebuah karya arsitektur dekonstruksi.
Perkembangan arsitektur dekonstruksi di dunia arsitektur
hingga kini masih lamban dan sering mengalami kontradiksi, namun
sudah banyak hasil desain yang telah diwujudkan dalam bentuk fisik.
Bangunan yang pertama kali mengikuti gerakan ini adalah California
Aerospace Museum di Los Angeles, Amerika Serikat yang dibangun
pada tahun 1982 – 1984 oleh arsitek Amerika Frank Gehry dan telah
banyak mendapatkan kajian dan forum-forum diskusi. Bangunan
museum yang merupakan hasil rangcangan Frank Gehry tersebut,
kemudian diikuti oleh karya-karya para arsitek Avant Garde lainnya
seperti Bernard Tscumi, Zaha Hadid, Daniel Libeskind dan Coop
Himmelblau. Mereka melakukan gerakan dengan mengadakan
pameran karya-karyanya di Museum of Modern Art ( MOMA ) di Tate
Galeri, London pada tahun 1988. Kegiatan ini dimaksudkan untuk
memperkenalkan keberadaan mereka itu, telah banyak mengundang
perhatian dan disambut baik oleh arsitek negara-negara maju seperti
Amerika Serikat, Eropa Barat, dan Jepang. Di Indonesia gerakan ini
kebanyakan masih berupa academie exercise diatas kertas saja yang
dilakukan didalam studi perancangan, namun yang sudah
menerapkannya untuk bangunan-bangunan komersil maupun rumah
tinggal. Banyak arsitek yang menilainya sebagai karya yang tidak
serius yang penuh dengan lelucon, sehingga jarang yang bersedia
menggunakan aliran ini.
2

Dekonstruksi saat ini sedang banyak dipertentangkan antara
yang pro dan kontra, yang juga dialami oleh aliran pergerakan
arsitektur sebelumnya, seperti purism, dadaism, expresionism,
contructivism, neo plasticism, arsitektur modern dan sebagainya.
Mereka yang tidak setuju menganggap aliran ini menggelikan, ironis,
skeptis, play full dan tidak relefan. Bahkan ada yang mengancam
sebagai pelanggaran terhadap hal-hal yang tabu atau the breaking of
tabors, menghancurkan tatanan yang sudah mapan atau the dis-
estabilisment of the estabilisment dan kecaman-kecaman lainnya.
Aliran ini dicemooh karena tidak terpusat ( decentred ) tidak pada
tempatnya ( dislocated ) serta mendapat julukan sebagai “anti “ seperti
anti gravitasi, anti klasik, anti memori, anti benda, anti aktivitas, dan
lainnya. Dan masih banyak lagi lontaran-lontaran yang pada dasarnya
menganggap aliran ini nihilism atau kosong melompong. Dekonstruksi
juga dianggap tidak nampak ( invisible ) dan karya merupakan upaya
mewujudkan ide-ide yang terwujud ( building anbuilding ideas ). Yang
tersisa hanyalah empty man atau orang yang merasa kosong dalam
kesadaran. Untuk yang mendukung aliran ini berpendapat, aliran ini
dimaksudkan agar terjadi dialek oposisi ( dialectical opositions ) antara
figur dan ground, antara ornamen dan struktur, antara bentuk dan
fungsi, dan sebagainya. Dialek ini digambarkan sebagai berikut : kalau
seseorang menertawakan sesuatu, maka dalam dirinya akan timbul
kegairahan sehingga dia akan berusaha mencari jawabannya.
Dekonstruksi juga disebut post structuralism, suatu kelanjutan
dari teori structuralism, yang memberikan arti dan penjelasan pada
benda dalam struktur oposisi (structured oposition). Aliran ini terletak
pada posisi struktur metafisik barat ( western methaphysics ), yang
mencakup perbedaan antara bentuk dan isi , alam dan budaya,
gagasan dan persepsi, habitat dan kejadian, pikiran dan badan, teori
dan praktek, pria dan wanita, bicara dan tulisan, dan sebagainya.
Kedua pasangan ini akan selalu menguasai alam kehidupan manusia
3

masalah yang timbul kemudian adalah bagaimana, keduanya
diutarakan dan didudukan pada posisi dan porsi yang sebenarnya.
Didalam dunia seni arsitektur, aliran dekonstruksi tidak hanya
merusak atau mengaburkan nilai – nilai non material tradisional saja,
termasuk teori, budaya, dan filsafat tetapi juga nilai materialnya,
seperti sistem politik, ekonomi, pendidikan, teknologi, dan sebagainya.
Gerakan arsitektur dekonstruksi berpendapat bahwa tidak ada faktor
utama maupun pendukung dalam sebuah desain arsitektur, semua
mempunyai posisi yang sama dan diperlakukan sama. Dekonstruksi
tidak setuju dengan faktor – faktor penentu yang membatasi dalam
mendesain, seperti : economic determinants, culture determinants,
politic determinants dan sebagainya, yang ditekankan adalah
bagaimana memberikan pertanyaan dan tantangan tentang fisafat,
hakekat, atau tentang arsitektur itu sendiri, dekonstrusi bukan hanya
berarti sekedar memindahkan arti struktur dari kata “de” dan
“construction” atau menghilangkan dan mengaburkan bentuk struktur
saja, juga tidak hanya menghancurkan fisik budaya, dan teori yang
sudah mapan saja melainkan berusaha untuk memberikan arti
padanya. Masa lalu tidak semata – mata dilupakan saja, namun upaya
untuk mengingat kembali tentang teori – teori arsitektur (secara
sadar). Sehingga apapun yang ada pada aliran ini harus selalu dapat
“terbaca” dan dapat dikomunikasikan dengan baik.
Olah batang dan lempeng dalam rancangan arsitektur
dekonstruksi yang menjadi tema dalam pembahasan ini dapat terlihat
dan terealisasi dari objek- objek kajian yang dipilih yaitu objek
arsitektur dekonstruksi,
Kiprah para arsitek dekonstruksi sudah banyak mewarnai kota
– kota di Amerika Serikat, Eropa Barat, dan Jepang. Di Indonesia
perkembangan arsitektur dekonstrusi sudah mulai diterapkan pada
bangunan komersil seperti contohnya : Kompleks Citra Niaga di
Samarinda, dan terakhir dapat kita lihat pada bangunan Flobamora
Mall di Kupang semoga dalam perkembangan kedepan arsitektur
4

dekonstruksi dapat diterima dan dikembangkan dengan baik dan
sesederhana mungkin.
1.2 IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya,
dimana teknik olah geometri arsitektur dekonstruksi batang dan
lempeng dalam rancangannya tidak dapat dimengerti dan diterima
apabila melihat tampilannya semata yang sarat dengan permainan
bentuk dan struktur ,sehingga menimbulkan banyaknya tanggapan
bahwa arsitektur dekonstruksi tidak relefan, sembrawut dan tidak
pada tempatnya.
Olah batang dan lempeng dalam arsitektur dekonstruksi sangat
berbeda dari olah batang dan lempeng pada arsitektur modern, dimana
olahan batang maupun lempeng dihadirkan ingin menegaskan bahwa
tidak ada yang utama dan pendukung, juga ingin membuat sesuatu
yang tidak lazim menjadi lasim, yang tidak biasa menjadi biasa, yang
dianggap tabu menjadi wajar dan bahwa semua mempunyai kedudukan
yang sama, sehingga perlu diperlakukan sama.
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan masalah yang
timbul yang dipertentangkan terhadap arsitektur dekonstruksi
(khususnya batang dan lempeng) adalah :
Teknik olah geometri batang dan lempeng arsitektur dekonstruksi
dianggap menggelikan, ironis, skiptis, playfull dan tidak relefan.
Kurang adanya pengetahuan tentang bagaimana teknik olah batang
dan lempeng pada arsitektur dekonstruksi.
1.3 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka dapat disimpulkan
satu rumusan masalah sebagai berikut :
Bagaimana strategi dan teknik olah geometri batang dan lempeng
(bidang dan garis) dalam rancangan arsitektur khususnya arsitektur
dekonstruksi ?
5

1.4 TUJUAN DAN SASARAN STUDI
1.4.1 Tujuan studi
Tujuan yang ingin dicapai adalah :
Untuk dapat mengetahui dan memahami penerapan prinsip –
prinsip, falsafah, strategi dan teknik olah geometri lempeng dan
batang dari arsitektur dekonstruksi secara benar dan sesuai.
1.4.2 Sasaran studi
Adapun sasaran yang ingin dicapai adalah :
1. dapat menerapkan prinsip dan falsafah dekonstruksi serta
strategi dan teknik olah geometri batang dan lempeng
(bidang dan garis) kedalam sebuah karya / desain arsitektur
secara tepat dan benar.
2. Mengetahui geometrika yang diterapkan pada objek-objek
kajian dalam studi arsitektur dekonstruksi yang sesuai
dengan prinsip, falsafah dan teknik olahnya.
1.5 LINGKUP DAN BATASAN STUDI
1.5.1 Lingkup Studi
Membahas serta mengkaji secara umum tentang
pengertian dari arsitektur dekonstruksi, aliran – aliran dan
pelopor arsitektur dekonstruksi, sejarah dekonstruksi, strategi
dan teknik olah geometri serta penerapan prinsip dekonstruksi
pada karya arsitektur.
1.5.2 Batasan Studi
Mengetahui secara khusus penerapan konsep geometri
serta strategi dan teknik olah geometri batang dan lempeng
(bidang dan garis), pada arsitektur dekonstruksi.
6

1.6 METODE PENULISAN
1.6.1. Metode Pendekatan
Mengamati dan mengkaji konsep, komunikasi yang
dibangun oleh objek dalam hubungannya dengan lingkungan
kemudian disusun sebuah rencana ( rekomendasi ) berdasar
potensi yang dimiliki dan permasalahan yang dihadapi dengan
mempertimbangkan konsep / prinsip serta teknik olah geometri
pada arsitektur dekonstruksi yang tercermin pada tampilan
dan struktur yang digunakan.
1.6.2. Teknik Studi
A. Studi Pustaka
Studi pustaka ini bertujuan untuk memperoleh arahan
tentang gambaran, isu-isu dan informasi mengenai prinsip /
konsep, teknik olah geometri (batang dan lempeng) pada
arsitektur dekonstruksi, baik potensi informasi yang relevan
maupun permasalahannya. Semua data ini dievaluasi dan
disesuaikan dengan tujuan dan sasaran kajian.
B. Studi Lapangan
Observasi atau pengamatan lapangan dilakukan untuk
melengkapi data pustaka yang dilakukan melalui survey
lokasi atau pemotretan, dan lain – lain. Data – data yang
telah diperoleh dimantapkan, diteruskan dengan proses
analisa dan kesimpulan.
Studi lapangan dilakukan untuk mendapatkan data
secara langsung serta melihat secara jelas bagaimana
sistem atau teknik olah geometri yang dipakai atau yang
diterapkan pada objek kajian. Dengan demikian, dapat
dilakukan pembandingan dengan objek – objek kajian
lainnya sehingga dapat diketahui objek mana yang lebih
dominan menerapkan prinsip atau teknik olah geometri
7

dalam hal ini olah batang dan lempeng ( bidang dan garis )
yang benar ataupun kurang lebih mendekati kebenaran.
1.6.3. Metode Analisa
Adapun teknik analisis yang digunakan dalam
pengkajian teknik olah geometri pada arsitektur dekonstruksi
adalah menggunakan metoda deskriptif , komparatif dan
inferensial dengan penjabaran sebagai berikut :
1. Metode Deskriptif
a. Mendeskripsikan apa itu arsitektur dekonstruksi.
b. Mendeskripsikan proses teknik olah geometri pada
arsitektur dekonstruksi serta penerapan prinsip dan
konsep – konsepnya.
c. Mendeskripsikan model – model arsitektur yang diadopsi
pada bangunan serta proses pengolahan geometri pada
arsitektur dekonstruksi serta penerapan prinsip dan
konsep – konsepnya.
2. Metode Komparatif
a. Membandingkan objek- objek yang dikaji berdasarkan
prinsip olah geometri batang dan lempeng arsitektur
dekonstruksi.
b. Mencari hubungan/persamaan yang dipakai pada
masing – masing objek kajian yang meliputi teknik olah,
strategi, konsep/prinsip geometri arsitektur
dekonstruksi.
3.Metode Inferensial
a. Memutuskan dan menetapkan objek kajian
mengadopsi prinsip / konsep , strategi dan teknik olah
geometri pada arsitektur dekonstruksi secara benar.
b. Memberikan penilaian pada objek kajian tentang
penerapan konsep / prinsip , strategi dan teknik olah
geometri yang baik dan benar.
8

1.6.4. Proses / Langkah
Adapun proses / langkah yang ditempuh untuk
menyelesaikan penulisan ini sebagai berikut :
1. Penentuan Judul.
Judul yang dipilih sesuai dengan lingkup studi yang akan
dikembangkan dengan beberapa persoalan pokok yang
semuanya teridentifikasi dengan baik untuk memperoleh
kesimpulan akhir berupa penelusuran kembali pendapat –
pendapat yang ‘ keliru ‘ tentang arsitektur dekonstruksi
dan menanamkan pemahaman yang benar tentang
konsep – konsep / prinsip arsitektur dekonstruksi, teknik
olah geometri yang benar dalam arsitektur dekonstruksi
serta pengenalan khazanah sejarah yang dapat
digunakan sebagai acuan dalam proses perancangan
arsitektur dekonstruksi.
2. Pengumpulan Data
Dari judul yang ditentukan dilakukan survey baik survey
lapangan maupun studi literatur guna memperoleh data
yang terkait untuk proses pengkajian.
3. Kompilasi Data
Mengumpulkan dan menyusun data yang diperoleh
kemudian di evaluasi sehingga mendapatkan data yang
benar – benar bermanfaat dalam proses kajian
selanjutnya.
4. Analisa Data
Dari hasil kompilasi data , dilakukan penilaian serta
menganalisa unsur terpenting yang sangat berpengaruh
terhadap objek yang akan dikaji. Metode yang dipakai
adalah metode deskriptif, metode komparatif dan metode
inferensial.
9

5. Kesimpulan dan Saran
Setelah data – data dianalisa sesuai prioritas kebutuhan
maka hasil akhir yang ditemui beserta permasalahannya
disimpulkan untuk dicari solusi tepat pada sebuah
perancangan atau desain arsitektur yang bertema
arsitektur dekonstruksi.
1.7. SISTEMATIKA PENULISAN
Penulisan ini dibagi menjadi lima bagian yang meliputi :
BAB I PENDAHULUAN
Membahas tentang latar belakang , identifikasi permasalahan dan
rumusannya, tujuan dan sasaran, lingkup dan batasan studi,
metodologi serta sistematika pembahasan.
BAB II LANDASAN TEORI
Meliputi pengertian judul, arsitektur dekonstruksi, aliran-aliran dalam
arsitektur dekonstruksi, relevansi dekonstruksi dalam arsitektur, prospek
arsitektur dekonstruksi, strategi dan teknik olah geometri dalam
arsitektur dekonstruksi.
BAB III TINJAUAN KHUSUS OBJEK KAJIAN
Tercakup didalamnya yaitu dasar pemilihan penghadiran objek,
karakteristik fisik objek kajian.
BAB IV ANALISA DAN PENDEKATAN KONSEP.
Tercakup didalamnya strategi dan teknik olah geometri yang dipakai
oleh masing – masing objek kajian, penandingan objek – objek
arsitektur dekonstruksi yang dikaji, penetapan objek - objek yang
dominan menggunakan geomatri batang dan lempeng.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.
Meliputi kesimpulan dan permasalahan pada objek yang mengadopsi
arsitektur dekonstruksi, pengungkapan teknik olah batang dan lempeng
pada arsitektur dekonstruksi, usul dan saran yang dapat dipakai dan
diterapkan oleh arsitektur dekonstruksi untuk bangunan-bangunan atau
gedung-gedung secara lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN FOTO / GAMBAR
10

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. PENGERTIAN JUDUL
Untuk dapat memahami judul olah lempeng dan batang
(bidang dan garis) dalam rancangan arsitektur . kita terlebih dahulu
harus mengetahui dan mengerti arti dari masing-masing kata tersebut,
sehingga barulah kita dapat menarik suatu pengertian dari judul yang
akan kita bahas.
Olah adalah membuat sesuatu bentuk menjadi lebih baik dari
bentuk sebelumnya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, balai
pustaka, 1992; 403)
Garis adalah perpanjangan dari sebuah titik yang memiliki :
panjang, arah dan posisi. Sebuah garis adalah unsur penting
dalam pembentukan setiap konstruksi visual. Garis dapat
membantu untuk :
Mempertemukan, menggabungkan, mendukung,
mengelilingi atau membagi unsur-unsur lainnya.
Menjelaskan adanya sisi-sisi bidang dan membentuk rupa
bidang-bidang.
Menyatakan sifat-sifat permukaan bidang.
Sesuatu akan tampak sebagai garis jika ukuran panjangnya
sangat dominan bila dibandingkan dengan lebarnya (Ching,
1993; 19,24).
Bidang adalah garis yang diperluas yang memiliki panjang dan
lebar, rupa bentuk, permukaan,orientasi dan posisi tetapi tidak
mempunyai tinggi.
Jenis – jenis bidang yang sering dimanfaatkan dalam
perancangan arsitektur yaitu : bidang atas /atap, langit-langit,
bidang dinding, bidang dasar/lantai. (Ching, 1993; 34-35)
11

Rancangan adalah apa yang sudah dirancang ; rencana ;
program ; persiapan. (Poerwadarminta, 1990; 560).
Arsitektur adalah seni bangunan, gaya bangunan.
(Poerwadarminta, 1990; 58).
Dengan melihat beberapa prinsip dari unsur-unsur pokok garis
dan bidang serta pengertiannya dapat ditarik suatu kesimpulan
sebagai berikut : “ Teknik olah batang dan lempeng dalam rancangan
arsitektur ” adalah cara membuat sesuatu bentuk yang memiliki
panjang dan lebar, rupa bentuk, permukaan, orientasi dan posisi
sehingga menjadi bentuk yang lebih baik dalam rancangan arsitektur.
Unsur –unsur pokok bidang dan garis yang membentuk suatu
rupa atau wujud arsitektur diolah menjadi sebuah bentuk yang tampil
dan hadir secara bersama yang bebas dan lepas dari aturan, kasanah
dan prinsip-prinsip perancangan arsitektur yang wajar.
2.2. ARSITEKTUR DEKONSTRUKSI.
2.2.1. Latar Belakang
Dekonstruksi berasal dari kata deconstuctivism
diperkenalkan pertama kali oleh Joseph Giovannini seorang kritikus
arsitektur pada tahun 1978 di Harian The New York Times, sebagai
sebuah pergerakan (movement) baru dalam dunia arsitektur.
Kemudian dikembangkan lagi oleh filsuf Jerman Nietzsche dan filsuf
Prancis Jacques Derrida sebagai kritik sastra dalam metode
membaca. Jacques Derrida memiliki sudut pandang menentang tradisi
“ratsionalisasi barat” yang mendasari kepada asumsi sentral filsafat
barat tentang “akal” yang dilihatnya seperti didominasi oleh metafisika
kehadiran.
Ide atau gagasan perancangan dekonstruksi dalam arsitektur
dikembangkan oleh Arsitek Peter Eisenmann. (sumber : Konstruksi,
April 1992; Paradoks arsitektur dekonstruksi)
12

Setelah 20 tahun sejak karya Jacques Derrida diterbitkan,.
karyanya mulai tampil dalam uraian arsitektural. Sepertinya ini
merupakan uraian terakhir untuk melibatkan namanya. Bacaannya
nampak jauh dari teks aslinya, tambahan akhir tentang apa yang
disebut puncak penafsiran.
Arsitektur dipahami sebagai perwakilan dekonstruksi,
perwakilan nyata dari ide yang abstrak. Penerimaan karya Derrida
sepertinya mengikuti jalur klasik dari ide menjadi bentuk yang nyata,
dari teori awal ke praktek akhir, dari adanya pemikiran menuju
perwujudannya. Arsitektur yang merupakan uraian yang paling nyata,
nampaknya paling banyak dialihkan dari karya aslinya, keraguan
dalam aplikasi, gambaran ornamen yang tidak dapat mempengaruhi
tradisi substansial yang ditambahkan, lapisan yang menutupi lebih
banyak daripada yang diungkapkan.
Arsitektur tidak pernah bisa menjadi tambahan karena ide
tambahan itu bersifat arsitektural. Dekonstruksi tidak lebih daripada
subversi dari logika tambahan yang sangat berperan dalam jenis
pemikiran tertentu mengenai pemikiran. Orang tidak bisa
mengarahkan penafsiran di luar dekonstruksi atau arsitektur.
Masalahnya menjadi semakin rumit. Tidak ada titik awal yang higienis,
tidak ada logika terbaik untuk diterapkan, tidak ada prinsip yang bisa
ditemukan untuk mengatur uraian arsitektural atau uraian
dekonstruktif. Namun demikian terjadi pertukaran tertentu diantara
keduanya.
2.2.2. Filsafat Dekonstruksi
Jacques Derida adalah tokoh penting faham dekonstruksi
sebagai perombakan dan pembokaran terhadap arsitektur modern
yang mengagungkan kemapaman, dan menggantikannya dengan
konsep kreatifitas murni dalam desain. Filsafat dekonstruksi dikenal
sebagai gerakan intelektual yang berkembang di Perancis dan
13

Amerika Serikat berisikan kritikan tajam terhadap tradisi intelektual
yang telah berkembang dalam masyarakat seperti fenomenologi
linguistik, psikoanalis dan struktualisme.
Beberapa pernyataan kunci oleh Derrida :
Dekonstruksi bukan semata-mata metoda kritis.
Sikap dekonstruksi senantiasa afirmatif, dan tidak negatif.
Menembus dan menerobos berbagai wilayah disiplin keilmuan dan
necessites dari dekonstruksi.
Dekonstruksi adalah suatu cara untuk mempertanyakan
“architecture” dalam philosofi dan barangkali “architecture” sendiri.
“Deconstruktive Architecture” … adalah bukan untuk membangun
sesuatu yang “nyeleneh”, sia-sia, tanpa bisa dihuni, tetapi untuk
membebaskan seni bangunan dari segala keterselesaian yang
membelenggu.
Dekonstruksi tidak sesederhana untuk melupakan masa lalu. Tapi
membuat “inscripsi” kembali yang melibatkan rasa hormat pada
tradisi dalam bentuk “memorial”
Dekonstruksi tidak semata-mata theoretikal, tetapi juga membina
dan membangun struktur-struktur baru, namun tidak pernah
menganggap selesai.
Dekonstruksi senantiasa memberikan perhatian dan pada
kelipatgandaan, keanekaragaman dan mempertajam keunikan-
keunikan yang tak dapat direduksi dari masing-masing.
Dekonstruksi menolak secara seimbang terhadap yang
menghubungkannya dengan sesuatu yang spesifik modern atau
Post-modern.
(Sumber :http//www.Geocities.com/sta5_ar530/tugas_kelompok/kelompok6
/BABV.htm )
14

2.2.3. Filosofi Arsitektur Dekonstruksi
Dekonstruksi memberikan beberapa nilai filosofis berdasarkan
paham dari dekonstruksi itu sendiri, yaitu :
1. Tidak ada yang absolut dalam arsitektur atau tidak ada satu cara
atau gaya yang terbaik dalam arsitektur.
2. Tidak ada tokoh atau figur yang perlu didewakan karena setiap
orang pasti memiliki kelebihan dan kekurangan.
3. Dominasi pandangan dan nilai absolut dalam arsitektur harus
diakhiri. Perkembangan arsitektur harus mengarah kepada
keragaman pandangan dan tata nilai.
4. Pengutamaan indera penglihatan atau “visioncentism” dalam
arsitektur harus diakhiri. Dan posisi indera lain harus dimanfaatkan
secara seimbang.
5. Arsitektur tidak lagi identik dengan produk bangunan. Arsitektur
terkandung dalam ide, gambar, modul, dan titik bangunan dengan
jangkauan dan eksistensi yang berbeda. Prioritas yang diberikan
pada ide, gambar, modul dan bangunan harus setara karena ide,
gambar, dan modul tidak hanya berfungsi sebagai simulasi atau
representasi gedung, tetapi bisa menjadi produk dan atau tujuan
akhir arsitektur.
(Sumber :http//www.Geocities.com/sta5_ar530/tugas_kelompok/kelompok6
/BABV.htm )
2.3. ALIRAN-ALIRAN DALAM ARSITEKTUR DEKONSTRUKSI
2.3.1 Dekonstruksi Derridean
Dekonstruksi Derridean dapat ditempuh melalui dua cara, yakni
dekonstruksi teks arsitektur dan dekonstruksi program atau brief.
A. Dekonstruksi Teks
Dekonstruksi dapat dilakukan pada teks arsitektural seperti
karya Vitruvius, le Corbusier, dan penulis lainnya, dengan cara
15

mencari kontradiksi internalnya. Robert Venturi misalnya dalam
“Complexity and Contradiction” (1966) mencoba menyerang
konsep “transparansi” yang oleh para kritikus dianggap sebagai ciri
penting gerakan arsitektur modern yang membedakannya dari
arsitektur masa sebelumnya. Venturi justru menonjolkan ciri “Both-
And” yang tampil cukup dominan dalam arsitektur modern, yakni
kualitas mendua seperti “terbuka tapi tertutup”, “simetri tetapi tidak
simetri”, dan lain-lain. Menurut Venturi kualitas “luar” dan “dalam”
tidak dapat ditentukan secara transparan melalui kehadiran dinding
fisik. Bagian dalam suatu ruang mungkin merupakan bagian luar
dari ruang lain.
B. Dekonstruksi Program
Dekonstruksi dapat dilakukan terhadap program yang
dominan dalam tradisi arsitektur modern, seperti konsep estetika
murni, kaitan bentuk dengan fungsi, dan lain-lain. Dekonstruksi
program berusaha mematahkan otonomi modernisme dan kaidah-
kaidahnya dengan menggunakan pembalikan konsep-konsep yang
diturunkan dari modernisme sendiri atau sumber-sumber lain.
Bernard Tschumi melakukan dekonstruksi program dengan
beberapa pendekatan, yakni :
a. Cross Programming
Menggunakan konfigurasi spasial tertentu untuk program
yang sama sekali berbeda; misalnya bangunan gereja
digunakan untuk tempat bowling. Menempatkan suatu
konfigurasi spasial pada lokasi yang tidak berkaitan; misalnya
museum diletakkan dalam bangunan struktur parkir, atau beauty
parlour dalam sebuah gudang.
16

b. Transprogramming
Mengkombinasikan dua program yang sifat dan konfigurasi
spasialnya berbeda; misalnya planetarium dikombinasikan
dengan roller-coaster, perpustakaan dengan track balap mobil.
c. Dispogramming
Mengkombinasikan dua program sedemikian rupa
sehingga konfigurasi ruang program pertama mengkontaminasi
program dan konfigurasi ruang kedua; misalnya supermarket
dikombinasikan dengan perkantoran.
Dalam proyek Parc de la Villette Tschumi melakukan
dekonstruksi program dengan beberapa strategi :
Menata arsitektur yang kompleks tanpa rujukan pada kaidah
desain tradisional seperti komposisi, hirarki, keteraturan, tetapi
pada konsep ‘menyimpang’ (disjunction), ‘pemisahan’
(disociation) dan ‘pemecahan’ (fragmentation).
Memutarbalik oposisi klasik seperti bentuk-fungsi, struktur-
ekonomi dan menggantikannya dengan konsep konfigurasi.
Tschumi menghendaki agar Parc de la Villette yang luasnya
35 ha menjadi pusat budaya yang terbuka dengan susunan
bangunan yang terfragmentasi dengan struktur taman yang
tunggal dan terpadu. Setiap saat program terbuka pada
perubahan, sesuai dengan perubahan kebutuhan. Sebuah
bangunan bisa beralih fungsi, dari restoran menjadi wartel, pusat
informasi atau galeri seni, namun identitas taman secara
keseluruhan dijaga konstan. La Villette tidak memiliki pusat dan
hirarki. Bentuk keseluruhan bukanlah hasil karya Tschumi, tetapi
hasil sistem garis (jalur sirkulasi) dan sistem bidang (lahan).
Dengan demikian La Villette terhindar dari proses homogenisasi
yang akan membentuknya menjadi totalitas yang utuh. Karena La
17

Villette senantiasa berada dalam proses perubahan, maknanya
pun terus menerus berubah (undecidable).
Parc de la Villette
Peter Eisenman menggunakan beberapa strategi untuk
melakukan dekonstruksi program :
Penolakan terhadap “antroposentrisme” dalam desain, yaitu
rujukan pada proporsi fisik tubuh manusia sebagai ukuran ideal
bagi segalanya.
Penerapan proses skala / pernbandingan (scaling) melalui
pengembangan tiga konsep destabilisasi: tidak tersambung
(discontinuity), pengulangan (recursibility) dan persamaan (self-
similarities).
Penolakan terhadap pusat (center) sebagai bagian paling
penting dan memiliki hirarki lebih tinggi.
Penolakan terhadap kekakuan oposisi dialektis dan kategori
hirarkis tradisional seperti “bentuk mengikuti fungsi”,
“penambahan ornamen pada struktur” digantikan oleh “existing
between”, “almost this or almost that, but not quite either”.
Pemahaman arsitektur secara tekstual dalam kaitan dengan
penyusupan (ortherness), penjiplakan (trace) dan
ketidakhadiran (absence).
Eisenman dalam proyek “Romeo and Juliet” untuk Venice
Biennale 1986 mencoba memperlakukan lahan sebagai
“palimpsest” dan “quarry” yang memiliki jejak-jejak memori dan
18

potensi untuk digali lebih lanjut, sementara dalam proyek
“House X” ia mencoba menghindari adanya pusat di dalam
rumah.
(Sumber :http//www.Geocities.com/sta5_ar530/tugas_kelompok/kelompok6
/BABV.htm )
2.3.2 Konsep Dekonstruksi Derridean
Pengaruh Derrida dalam arsitektur seolah mengisi kehampaan
makna yang dirasakan para arsitek terhadap arsitektur modern
maupun post modern yang muncul sesudahnya. Pada dasarnya
setiap manusia adalah filsuf yang ingin mendapatkan jawaban atas
hal-hal hakiki dari apa yang dilakukannya atau dihadapinya.
Derrida adalah seorang filsuf dan ahli linguistik Perancis yang
mempertanyakan kembali dan menggugat filsafat modern yang
menjadi dasar bagi konsep-konsep pemikiran modern di segala
bidang. Dengan cara berfikir retrogresif, ia membongkar pemikiran
pada filsuf dan penulis besar dengan membaca karya tulisnya (text)
dengan teliti dan tajam. Dalam text-text itu ia menemukan konsep-
konsep yang kontradiktif, sehingga dengan demikian ia menunjukkan
kekeliruan penulis yang bersangkutan.
Banyak buku yang ditulis oleh Derrida berisi pemikirannya yang
menyangkut banyak bidang meliputi filsafat, bahasa, dan seni. Ia juga
menciptakan banyak istilah baru dengan pengertian yang cukup rumit.
Dalam tulisan ini dibahas beberapa pemikiran Derrida yang
mempunyai hubungan langsung dengan rancangan
A. Pembedaan Dan Penundaan Makna
Derrida mempersoalkan seluruh tradisi filsafat Barat yang
bermuara pada pengertian “ada” sebagai “kehadiran”, atau yang
disebut metafisika kehadiran. Dalam bahasa yang mudah dapat
dikatakan yang hadir itulah yang “ada”. Kalau sesuatu yang tidak
19

hadir ingin dihadirkan maka tanda dapat menjadi penggantinya.
Jadi tanda menghadirkan (mempresentasikan) yang tidak hadir
(absence).
Menurut Derrida, kata atau tanda kini tidak mampu lagi
menghadirkan makna sesuatu yang dimaksud secara serta merta.
Makna harus dicari dalam rangkaian tanda yang lain yang
mendahului tanda yang pertama. Derrida menciptakan konsep
“difference”, ada dua kata dalam bahasa Inggris yang mendekati
kata ini yaitu “to differ” yaitu membedakan dan “to defer” yaitu
menunda.
Dalam sistim tanda, konsep difference ini melihat bahwa
antara yang hadir dan yang absen ada dalam kondisi saling
tergantung bukannya saling meniadakan. Kehadiran baru punya
makna bila ada kemungkinan absen yang setara
B. Pembalikan Hirarki
Differensiasi secara ketat menghasilkan perbedaan dua
kutub yang dipertentangkan secara diamatral (oposisi binari).
Pandangan ini lebih jelas terlihat dalam faham Strukturalis yang
diajukan oleh Ferdinand de Sausure dalam linguistik atau C. Levi-
Strauss dalam Antropologi. Strukturalisme dalam memahami
fenomena selalu mengadakan pemilahan (differensiasi) ke dalam
elemen-elemen yang merupakan hasil abstraksi.
Derrida melakukan dekonstruksi terhadap pandangan
oposisi ini dengan menempatkan kedua elemen tersebut tidak
secara hierarkis yang satu di bawah yang lain, tetapi sejajar
sehingga secara bersama-sama dapat menguak makna
(kebenaran) yang lebih luas.
Arsitektur adalah suatu cabang seni yang paling materiil
dibanding seni yang lain. Karena itu arsitektur menghadapi banyak
sekali kondisi oposisional karena harus mengakomodir banyak hal.
20

Kondisi oposisional yang mencakup aspek non-materi ini dalam
berarsitektur akhirnya harus diwujudkan dalam materi.
Transformasi dari aspek non-materi ketingkat materi merupakan
suatu proses metaforis.
C. Pusat Dan Marjinal
Perbedaan antara “pusat” dengan “marjinal” merupakan
konsekwensi dari adanya hierarki yang ditimbulkan oposisi binari.
Yang “marjinal” adalah yang berada pada batas, pada tepian,
berada di luar (outside) karena itu dianggap tidak penting.
Sementara yang “pusat” adalah yang terdalam, yang di jantung
daya tarik dan makna dimana setiap gerakan berasal dan
merupakan tujuan gerakan dari yang marjinal.
Derrida mempertanyakan keabsahan posisi ini dalam
konsep “parergon” (para : tepi, ergon : karya), yaitu bingkai lukisan.
Sebagai yang marjinal, parergon oleh Derrida diberi peranan yang
penting untuk menunjukkan sikap pembalikan hierarki.
D. Pengulangan (Iterability) Dan Makna
Suatu kata atau tanda memperoleh maknanya dalam suatu
proses berulang (iteratif) pada konteks yang berbeda. Dalam
arsitektur, penggunaan metafor secara berulang-ulang akan
membuka pemahaman yang lebih baik terhadap makna yang
dimaksudkannya.
Derivasi filsafat dekonstruksi Derrida ke bidang arsitektur ini
juga dilakukan oleh dua orang arsitek secara itens yaitu Peter
Eisenman dan Bernard Tschumi.
21

Dekonstruksi Filsafat
Jaques derrida
Dekonstruksi Arsitektur
Peter Eisenman
Dekonstruksi Arsitektur
Bernard Tschumi
Difference (pemilahan)
Perbaikan Hirarki
Pusat dan Marjinal
Iterasi (pengulangan)
dan makna
Trace (menjiplak)
Betweeness (diantara)
Dissplacement
(pemindahan)
Scalling
(skala/perbandingan)
SelfSimiliarity (persamaan)
Disjunction (menyimpang)
Dissociation (pemisahan)
Fragmentation (pemecahan)
Supperposition (posisi atas)
Juxtaposition (penjajaran)
Folies (bangunan)
Framming (susunan)
Sequence (rangkaian)
(Sumber :http//www.Geocities.com/sta5_ar530/tugas_kelompok/kelompok6
/BABV.htm )
2.3.3 Dekonstruksi Non-Derridean
Dekonstruksi Non-Derridean mencakupi dekonstruksi bentuk dan
struktur bangunan, yang didasarkan pada konsep-konsep “disruption”,
“dislocation”, “deviation” dan “distortion”, sehingga menyebabkan
stabilitas, kohesi dan identitas bentuk-bentuk murni terganggu.
Dalam pameran “Decontructivist Architecture” yang
diselenggarakan di Museum of Modern Art di New York tahun 1988
terdapat kata-kata : “Pure form has been contaminated, transforming
architecture into an agent of instability, disharmony and conflict”, kata-
22

kata ini dengan tepat menggambarkan karya-karya yang dipamerkan :
bentuk-bentuk yang tidak murni, semrawut bahkan kontradiktif. Para
arsitek yang ditunjuk ikut pameran tidak mewakili suatu aliran tertentu,
masing-masing dengan caranya sendiri megekspresikan karyanya.
A. Dekonstruksi Bentuk Arsitektural
Dekonstruksi bentuk arsitektur dapat dilakukan melalui
beberapa cara :
Secara intelektual melalui permainan sistem-sistem geometri
yang komplek dan canggih, seperti banyak dilakukan oleh
Peter Eisenman.
Secara pragmatik atau mekanik melalui model trial-and-error,
sketsa dan eksperimen lapangan, seperti dilakukan oleh
Frank Gehry, Zaha Hadid dan Coop Himmelblau.
Secara intuitif melalui pengembangan respons dan impuls
kreatif dalam diri arsitek, seperti terjadi pada Rem Koolhaas
dan OMA.
Kelompok yang termasuk dalam Dekonstruksi bentuk arsitektur
yaitu ;
a. SHARD & SHARKS
Kelompok ini menampilkan bentuk-bentuk serpihan
batang dan lempeng yang dikomposisikan sedemikian rupa
sehingga kesannya semrawut, menakutkan dan penuh teka-
teki. Diantara semuanya, kelompok ini adalah yang paling
radikal, programnya adalah membedah, mengolok-olok dan
merombak proses modernisasi dan mencerminkan
lingkungannya yang chaos, penuh kekerasan dan berbahaya.
Yang termasuk kelompok ini: Fank Gehry, Gunther
Domenig, Coop Himmelblau, Kazuo Shinohara, Zaha Hadid.
23

b. TEXTUALIST
Kelompok ini melihat bahwa arsitektur yang ada sebagai
“built language” yang tidak mampu lagi mencerminkan struktur
dan kebenaran yang ada, seperti halnya kata sebagai tanda
tidak mampu serta merta menyampaikan makna (kelompok ini
sebenarnya termasuk kelompok dekonstruksi Derridean).
Denah dan tampak bangunan yang ada hanyalah menampilkan
bias yang pucat (topeng) dari struktur-struktur kenyataan yang
ada, terlalu banyak yang diredam (repressed). Untuk itu
struktur-struktur yang diredam (absence) perlu ditampilkan
dengan mengangkat konflik-konflik internal yang ada. Bernard
Tschumi sebagai salah satu eksponen kelompok ini
menyatakan :
“Menciptakan arsitektur adalah membayangkan “cation”
dengan cara yang kreatif dan produktif yaitu lewat narasi
dengan medium kata (bahasa), fotografi dan gambar”.
Seperti Derrida, Tschumi memanfaatkan kemungkinan
kreatif dari komposisi intertextual antara arsitektur dengan
bahasa, fotografi dan film.
Yang termasuk kelompok ini: Peter Eisenman, Bernard
Tschumi, Ben Nicholson, Steven Holl, Diller + Scofidio
B. Dekonstruksi Struktur
Dekonstruksi struktur umumnya dilakukan melalui metoda
pragmatis trial-and-error, dan dibedakan sebagai berikut :
Dekonstruksi konstruksi massa, seperti pada “Choral Work”
karya Eisenman dan Derrida.
24

Dekonstruksi konstruksi bidang, seperti pada “Best Products”
karya James Wines dan site atau “Berlin Museum” karya
Libeskind.
Dekonstruksi konstruksi baja, seperti pada karya-karya Coop
Himmelblau.
Dekonstruksi konstruksi kulit, yang masih jarang ditemukan.
a. REVELATORY MODERNIST
Diantara semua, kelompok ini yang paling konservatif,
masih mengutamakan prinsip abstraksi dan mengutamakan
fungsi mengoptimalkan kemungkinan hasil industri bahan dan
prefabrikasi namun dengan memfragmentasi potongan-
potongan, konteks dan program prefabrikasi tersbeut dan
hasilnya adalah kumpulan ruang dan obyek yang terfragmentasi.
Yang termasuk kelompok ini : Gunther Behnish & Partner,
Jean Nouvel, Helmut Jahn, Emilio Ambasz, Steven Hall, Eric
Owen Moss
b. NEW MYTHOLOGIST
Utopia merupakan mitos yang selalu ada pada setiap kurun
waktu, karena tiada harapan tanpa utopia. Utopia Arsitektur
Modern adalah dunia yang satu, utuh dan nyaris sama
(International Style) yang telah gagal memenuhi misi
kemanusiaannya. Utopia kedua adalah kebalikannya : Dystopia
atau vision of self-destruction yang tidak berkembang karena
kesadaran manusia untuk tetap mempertahankan kehidupan.
Kelompok ingin menciptakan suatu utopia sebagai suatu mitologi
baru, suatu dunia yang lain yang lokasi dan kaitannya dengan
masa lalu, masa kini dan mendatang tidak dikenali. Diilhami
cerita dan film fiksion seperti Star War, Blader Runner dan Star
Trek kelompok ini menggagas proyek-proyek imajiner yang
25

menerobos kungkungan gravitasi, iklim, langgam dan semua
tatanan yang ada.
Yang termasuk kelompok ini: Paulo Soleri, Lebbeus Woods,
Hodgetts & Fung Design Associates.
c. TECHNOMOPRISME
Pada mulanya manusia menciptakan alat (tehnologi) hanya
sebagai perpanjangan tangannya, namun dengan
berkembangnya teknologi, hubungan manusia dengan teknologi
sudah demikian menyatu. Telekomunikasi jarak jauh telah
menghapuskan jarak dan waktu dan pada gilirannya mengubah
tatanan sosial bangsa-bangsa. Dibidang kedokteran, organ tubuh
manusia sudah bisa digantikan dengan peralatan / mesin.
Sebagai penerus proyek modern yang belum selesai, kelompok
ini mengakomodasi teknologi dan membuatnya menjadi artefak
yang tidak hanya menjadi teknologi bisa dilihat sebagai usaha
mengekstensi, manipulasi, mediasi, representasi serta
memetakan self-nya. Yang termasuk kelompok ini: Macdonald +
Salter, Toyo Ito, Morphosis Architects, Holt, Hinshaw, PFAU,
Jones.
Konsep arsitektur dekonstruksi tidak terikat, namun yang terikat
adalah filsafat dekonstruksi.
Arsitektur dekonstruksi tidak mengikatkan diri dalam salah satu
dimensi waktu (Timelessness), artinya bahwa arsitektur dekonstruksi
ingin menyatakan bebas dari pengaruh-pengaruh arsitektur yang
terdahulu, seperti halnya arsitektur purna modern yang memiliki
kepedulian pada masa silam dengan mengambil atau mengadopsi
bentuk-bentuk kemudian dikombinasikan atau diterapkan dalam suatu
bentuk yang baru.
26

Hasil karya arsitektur dekonstruksi menampilkan prinsip-prinsip
desain yang tidak saja sangat kompleks tetapi yang menyolok adalah
pemutar balikan semua prinsip-prinsip desain yang selama ini telah
menjadi kaidah – kaidah yang berlaku umum. Berbeda dengan
arsitektur post - modern yang lebih banyak bicara langsung pada
teknik-teknik desain, arsitektur dekonstruksi ini mencari pembenaran
atas karya – karyanya dengan menukik tajam kewacana filsafat.
(Sumber :http//www.Geocities.com/sta5_ar530/tugas_kelompok/kelompok6
/BABV.htm )
2.4. RELEFANSI DEKONSTRUKSI DALAM ARSITEKTUR
Wacana dekonstruksi telah membuka perspektif baru dalam
dunia rancang bangun. Namun rancangan dekonstruksi memerlukan
pengetahuan dan keterampilan yang tinggi, karena itu perlu ketekunan
dan kesabaran. Tanpa itu semua yang terjadi adalah rancangan yang
betul-betul semrawut baik tampilan maupun konsep dan logika
berpikirnya.
Dekonstruksi juga memberikan kesempatan pada semua
eksponen yang marjinal, di sini arsitektur lokal dan vernakular
mendapat kesempatan untuk diangkat kembali, sudah barang tentu
perlu didefinisikan lagi pada konteks yang baru.
Filsafat dekonstruksi Derrida sangat relevan karena menawarkan
pemahaman dan perspektif baru tentang arsitektur, sehingga proses
pemikiran kembali (rethinking) premis dan kaidah tradisional arsitektur
dapat dilakukan. Dekonstruksi telah menggariskan prinsip-prinsip
penting sebagai berikut, bahwa :
Tidak ada yang absolut dalam arsitektur. Tidak ada satu cara atau
gaya yang terbaik, atau landasan hakiki dimana seluruh arsitektur
harus berkembang. Gaya klasik, tradisional, modern dan lainnya
mempunyai posisi dan kesempatan yang sama untuk berkembang.
27

Tidak ada ontologi dan teologi dalam arsitektur. Tidak ada kokoh
atau figur yang perlu didewakan atau disanjung.
Dominasi pandangan dan nilai absolut dalam arsitektur harus
segera diakhiri. Perkembangan arsitektur selanjutnya harus
mengarah pada keragaman pandangan dan tata nilai.
“Visiocentrism” atau pengutamaan indera penglihatan dalam
arsitektur harus diakhiri. Potensi indera lain harus dimanfaatkan
pula secara seimbang.
Arsitektur tidak lagi identik dengan produk bangunan. Arsitektur
terkandung dalam ide, gambar, model dan fisik bangunan, dengan
jangkauan dan aksentuasi yang berbeda. Prioritas yang diberikan
pada ide, gambar, model dan bangunan harus setara, karena ide,
gambar dan model tidak hanya berfungsi sebagai simulasi atau
representasi gedung, tetapi bisa menjadi produk atau tujuan akhir
arsitektur.
Banyak yang menganggap bahwa arsitektur dekonstruksi
bertentangan dengan kaidah – kaidah arsitektur yang ada atau
konsep-konsep arsitektur yang telah ada. Relevansi ini membawa
pemahaman baru bahwa arsitektur dekonstruksi mengkomunikasikan
beberapa unsur, yaitu :
a. Unsur – unsur yang paling mendasar, esensial, substansial yang
dimiliki oleh arsitektur.
b. Kemampuan maksimal untuk berarsitektur dari elemen – elemen
yang esensial maupun substansial.
Dekonstruksi menunjuk pada kejujuran yang sejujur-jujurnya,
sehingga tidak ada yang dominan dan yang tidak dominan, bentuk
dan ruang memiliki fungsi dan kekuatan yang sama.
28

2.5. PROSPEK ARSITEKTUR DEKONSTRUKSI
Dekonstruksi dalam arsitektur, seperti diungkapkan oleh Wigley
dan Eisenman, seharusnya memberikan kesan alienasi, mencekam,
dan menakutkan sehingga menimbulkan rasa risi dan antipasi. Namun
dilihat dari sambutan simpatik yang diperoleh di sekolah-sekolah
arsitektur terutama di Amerika, dapat disimpulkan bahwa misi
dekonstruksi sebagai estetika teroris dan subversif telah mengalami
kegagalan. Dekonstruksi tidak kuasa menghindarkan diri menjadi
“fashionable”, atau lebih buruk lagi tergelincir sebagai “fad”. Niat
dekonstruksi untuk merayakan “the death of the author” juga tidak
tercapai. Pendewaan atau penyanjungan tokoh-tokoh dekonstruksi
justru menunjukkan pesta pora atas kehadiran mereka.
Kiprah para arsitek dekonstruksi sudah banyak mewarnai kota –
kota di Amerika serikat, Eropa Barat, dan Jepang, walaupun masih
terbatas pada jenis bangunan non komersial, seperti rumah tinggal dan
pendidikan. Hingga kini dasar filsafat desainnya belum mampu
meyakinkan multi national coorperation untuk membangun kantor-
kantor pusatnya yang mencakar langit.
Masyarakat dunia telah banyak memberikan perhatian,
penghargaan yang ditujukan pada pergerakan baru ini. Tak kurang dari
presiden Mitterand yang memberikan dukungan untuk membangun
proyek raksasa Parc de la Villete di Paris, sekaligus memberikan
penghargaan legion d, honnoeur kepada arsiteknya, Bernard Tschume.
Arsitek Perancis ini juga mendapat penghargaan Deanship dari jurusan
arsitektur pada Columbia University, Amerika serikat.
Sementara itu lomba perancangan tingkat internasional sering
dimenangkan oleh para arsitek aliran dekonstruksi. Perancang musikus
penyair sekaligus arsitek Daniel Libeskin telah memenangkan dua
perlombaan desain Berlin City Edge pada tahun 1897. Dan arsitek Zaha
Hadid memenangkan Peak Club Hongkong walaupun sayangnya
proyek ini tidak jadi dibangun. Lepas dari dekonstruksi yang paradoksial
29

serta segala yang pro dan kontra alangkah baiknya aliran ini tetap dikaji
sebagai karya budaya manusia yang patut dibanggakan. Sejumlah
penghargaan dan kemenangan yang diperoleh para arsitek
dekonstruksi dalam lomba desain sudah dapat menunjukkan bahwa
aliran ini mempunyai sifat positif. Sebagai suatu proses desain aliran ini
telah memberikan tambahan dan pengalaman yang berarti.
Tak seorangpun tahu ke arah mana dekonstruksi akan
berkembang. Satu saat barangkali dekonstruksi akan surut dari
manifestasi fisik yang kehadirannya kita amati sekarang, untuk kembali
kepada akar-akar filsafatnya yang semula. Atau barangkali justru akan
tampil sebagai kritik arsitektur dan urbanisme kontemporer yang sangat
handal dan berguna.
Namun fakta telah menunjukkan bahwa banyak karya dekonstruksi
berhenti hanya sebagai gambar saja, tidak terealisasi dalam bentuk
bangunan. Hal ini disebabkan oleh karakteristik dekonstruksi yang tidak
perduli terhadap konteks sosial, politik, bahkan lingkungan fisik yang
ada di sekitarnya. Gambar-gambar proyek dekonstruksi telah berhasil
menarik perhatian para dosen dan mahasiswa arsitektur, namun
seringkali gagal meyakinkan klien, investor dan pejabat pemerintahan.
Disamping itu, pamor dekonstruksi dalam bidang kritik literatur
terutama di Amerika Serikat telah mulai memudar, tergeser oleh
gerakan yang disebut “The New Gistoricism” yang mencoba
memposisikan literatur dalam konteks sosial ekonomi yang lebih luas.
Menurunnya minat terhadap dekonstruksi juga tercermin dari jumlah
publikasi dalam jurnal-jurnal ilmiah. Kondisi tersebut diperburuk oleh
skandal yang cukup mengguncangkan masyarakat akademik Amerika,
berkaitan dengan biografi almarhum Paul de Man. Tokoh otoritatif
dalam kritik dekonstruksi dari Yale University tersebut mendapat
tuduhan bahwa ia semasa mudanya di Belgia banyak menerbitkan
artikel surat kabar yang memberikan dukungan simpatik terhadap
gerakan Nazi.
30

Barangkali pengamatan David Lodge benar, bahwa para arsitek
berebut naik ke atas kereta dekonstuksi, sementara para kritikus
literatur beramai-ramai mulai melompat turun dari kereta tersebut dan
meninggalkan para arsitek terbengong-benging. Akhirnya arsitek akan
sampai pada titik kesadaran, bahwa : “deconstruction is but one more
range of meanings for the semantic market”.
2.6. STRATEGI DAN TEKNIK OLAH GEOMETRI.
2.6.1. Arsitektur Modern
A. UNSUR GEOMETRI
Sebelum kita melakukan teknik olah geometri dalam arsitektur
dekonstruksi terlebih dahulu kita mengetahui unsur-unsur dasar dalam
geometri.
Geometri dua dimensi ( dwi matra ) dapat dikelompokkan
dalam empat kelompok besar akan tetapi dalam kajian hanya
digunakan tiga kelompok yaitu :
Kelompok unsur konsep seperti titik, garis, bidang dan gempal
Titik : Menandai sebuah tempat , tidak memiliki panjang
dan lebar, tak mengambill daerah atau ruang merupakan
pangkal dan ujung sepotong garis. Merupakan perpotongan
atau pertemuan antara dua garis.
Garis : Mempunyai panjang tanpa lebar, mempunyai
kedudukan dan arah. Merupakan batas sebuah bidang
Bidang : Mempunyai panjang dan lebar , tanpa tebal
mempunyai kedudukan dan arah. Dibatasi oleh garis dan
menentukan batas terluar sebuah gempal. Gempal : Mengambil
tempat dalam ruang terbungkus oleh bidang.
Kelompok unsur rupa seperti raut ( shape ), ukuran, warna dan
barik ( tekstur ).
Raut ( shape ) : Benda yang dapat dilihat memiliki raut sebagai
penampilan diri yang paling utama dari benda itu.
31

Ukuran : Semua raut memiliki ukuran nisbi jika kita berbicara
tentang besar dan kecil tetapi dapat juga diukur dengan pasti.
Warna : Disini digunakan dalam arti yang luas tidak hanya
meliputi spektrum tetapi mencakup juga warna netral ( hitam ,
putih dan deret kelabu ) segala ragam nada dan ronanya.
Barik ( tekstur ) : Permukaan dapat polos atau berkurai, licin
atau kasap , dan dapat memukau indera raba dan mata.
Kelompok unsur pertalian seperti arah, kedudukan, ruang dan
gaya berat.
Arah : Sebuah raut bergantung kepada pertaliannya demgan
pelihat dengan bingkai yang mewadahinya atau dengan raut
lain di dekatnya.
Kedudukan : Raut ditentukan oleh pertaliannya dengan bingkai
atau racana rancang.
Ruang : Betapapun kecilnya, raut tetap menempati ruang.
Sebab itu ruang dapat terisi atau kosong. Dapat pula tampak
papar atau seakan – akan jeluk.
Gaya Berat : Kesan berat bukan masalah penglihatan, tetapi
masalah batin.
( sumber : Resume kuliah “Teori Arsitektur 3 “, Ir Pilipus Jeraman, MT )
B. MASA RUPA GEOMETRI
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa gometri itu
bermacam rupa dan ungkapannya tergantung pada medan
penglihatan dan perlakuan yang diberikan . Berikut ini adalah
rangkuman dari pernyataan di atas :
Dilihat dari peranan geometri sebagai bentuk – dasar dan dasar –
bentuk terdiri dari :
a) geometri rupa
b) geometri kerangka / bilangan / ukuran
Dilihat dari kematraan dapat dibedakan atas :
32

a) geometri planar seperti segi empat, segitiga, lingkar, belah
ketupat dan modifikasinya.
b) geometri spatial / volumentikal seperti piramida, silinder dan
kubus.
Dilihat dari rupa dibagi menjadi :
a) Rupa asal ( primary form ) / platonic solid berupa kubus,
kerucut, bola, silinder dan piramida.Wujud dasar dapat
digeser atau diputar menjadi ruang – ruang yang mempunyai
bentuk yang tegas, teratur dan mudah dikenal.
b) Rupa kristal seperti rupa berlian dan kristal. Tidak termasuk
geometri tetapi menjadi bentuk dasar adalah organic form
( bentuk organic ) atau bentuk tidak beraturan.
( Sumber : Resume kuliah “Teori Arsitektur 3“, Ir. Pilipus Jeraman, MT )
C. TEKNIK OLAH GEOMETRI
Menurut beberapa tokoh seperti Francis D. K. Ching, Wucius
Wong, dan Hari Purnomo teknik olah geometri dijabarkan sebagai
berikut ;
Oleh Francis D. K. Ching dibagi menjadi :
a) Bentuk yang ditambah. Bentuk tambahan terjadi dari
penambahan bentuk lain kepada volume yang ada.
Kemungkinan-kemungkinan dasar pada dua buah bentuk
yang tergabung adalah :
Kedua bentuk relative berdekatan satu dengan yang lain
atau memiliki kesamaan visual seperti wujud, bahan,
material atau warna.
Adanya pertemuan antar sisi dari dua buah bentuk dan
dapat berporos pada sisi tersebut.
Adanya pertemuan permukaan bidang-bidang datar yang
sejajar satu sama lain.
33

Kedua bentuk saling menembus dan tidak memiliki kesan
visual.
b) Bentuk yang dikurangi (dipotong). Bentuk ini akan tetap
mempertahankan identitas aslinya bagian volume yang
dihilangkan tanpa merusak sisi sudut dan profil keseluruhan.
Bentuk yang ditambah dan yang dipotong, indah penuh gerak
dalam semua bagian. Diluar keinginan arsitektur terasa pasti
dan bagian kebutuhan fungsi terpenuhi (masuknya cahaya,
sirkulasi, dll).
c) Persenyawaan bentuk geometri (kombinasi). Kombinasi atau
persenyawaan dua bentuk yang berbeda geometri terjadi
dengan kemungkinan-kemungkinan :
Kedua bentuk saling menyerap identitas dan menciptakan
suatu bentuk komposit yang baru.
Salah satu dari kedua bentuk tersebut dapat menerima
bentuk lain secara keseluruhan didalam ruangnya.
Bentuk mempertahankan identitasnya masing-masing dan
bersama-sama memiliki bagian volume yang saling
berkaitan.
Bentuk dapat terpisah dan dihubungkan oleh unsur ketiga
yang serupa geometrinya dengan salah satu dari bentuk
asalnya.
(sumber : Resume kuliah “ Teori Arsitektur 3 “, Ir. Pilipus Jeraman, MT)
Menurut Hari Purnomo dijelaskan bahwa sebuah geometri dapat
diolah atau diubah dengan melakukan :
a. Pemalihan / transformasi .
Prinsip transformasi adalah pemilihan prototype model
arsitektur dimana struktur bentuk dan penyusunan unsur –
unsurnya cocok, sesuai dan mengubahnya melalui sederetan
manipulasi abstrak untuk menanggapi kondisi tertentu , konsep
perancangan yang asli dapat dijelaskan , diperkuat dan
dikembangkan.
34

b. Ubah – suai / modifikasi, terdiri dari :
Exagarasi yaitu mengubah skala
Eliminasi yaitu menghilangkan
Repetsi yaitu pengulangan bentuk-bentuk dasar
c. Kombinasi
(sumber : Resume kuliah “ Teori Arsitektur 3 “, Ir. Pilipus Jeraman, MT )
Wucius Wong menjelaskan teknik olah geometri dalam beberapa
ciri / karakter sbb:
a) Pertalian bentuk ,bagaimana seorang arsitek
menggabungkan bentuk dengan kedekatan karakter dan sifat.
b) Perpisahan, persentuhan, pertindihan, peleburan / pengikisan
dan perimpitan.
Perpisahan : Kedua bentuk tetap berpisah yang satu
dengan yang lain sekalipun dapat berdekatan sekali.
Persentuhan : Jika kedua bentuk digerakkan dekat
mendekati, mulailah keduanya bersentuhan.
Pertindihan : Jika kedua bentuk itu digerakkan lebih
berdekatan lagi, bentuk yang satu akan menindih yang
lain sehingga yang satu tampak di bawah yang lain.
Peleburan : Kedua bentuk lebur menjadi sebuah bentuk
baru yang lebih besar. Kedua bentuk kehilangan sebagian
gatasnya.
Pengikisan : Jika bentuk maya menindih bentuk yang
tampak terjadilah pengikisan bagian bentuk yang tertindih
itu turut lenyap. Pengikisan dapat dipandang sebagai
penindihan bentuk positif oleh bentuk negatif.
Perimpitan : Jika kedua bentuk itu bergeser lagi akhirnya
yang satu akan menindih seluruh bentuk yang lain.
c) Perulangan (raut, ukuran, barit , warna, arah dan bentuk
wujud , karakteristik detail kedudukan secara harmonis ).
Dimana unsur geometri yang ada diulang – ulang dengan
bermacam – macam kemungkinan .
35

Prinsip perulangan memanfaatkan konsep :
- Kedekatan atau keterhubungan satu sama lain
- Karakteristik visual yang dimiliki bersama.
d) Racana ( struktur ) ; ragam dari racana / struktur antara lain
adalah perubahan kesebandingan (proporsi), pergeseran dan
penggabungan.
Perubahan kesebandingan : Bagian jejala ( jejala terdiri
atas deret garis tegak dan datar yang sama jaraknya dan
berpotongan sehingga terbentuk sejumlah bujursangkar
yang sama besarnya ).
Pergeseran : Setiap banjar pangsa racana dapat bergeser
mundur atau maju dengan teratur atau tidak.
Penggabungan : Pangsa racana dapat digabung menjadi
raut yang lebih besar.
e) Kemiripan raut dari sebuah geometri
Kemiripan raut tidak cuma berarti bahwa bentuk itu terlihat
kurang lebih sama. Kadang – kadang kemiripan dapat
dikenali jika semua bentuk tergolong dalam rumpun yang
sama . Pertaliannya tidak berdasarkan penglihatan , tetapi
mungkin berdasarkan psikologi.
Kemiripan raut ini dapat terjadi sbb:
Persekutuan : Berbagai bentuk akan bersekutu jika dapat
dikelompokkan menurut jenis, makna .
Peleburan / pengikisan : Sebuah bentuk dapat dihasilkan
oleh peleburan dua bentuk yang kebih kecil, atau
pengikisan bentuk yang besar oleh yang kecil.
f) Roncetan/gradasi baik pada bentuk, warna maupun proporsi.
Roncetan adalah bukan perubahan berangsur saja yang
dituntutnya melainkan berangsur dengan teratur. Pengalaman
rupa sehari – hari . Mis. Benda yang dekat tampak besar dan
yang jauh kecil. Kemungkinan – kemungkinannya sebagai
berikut :
Perubahan ukuran / kesebandingan : Perubahan ukuran
yang berangsur dari satu tingkat ke tingkat yang lain dan
dapat diatur menurut runtutan berirama.
36

Perubahan arah : Seluruh perangkat jejala dasar yang
mengalami perubahan arah.
g) Pancaran ( radiasi ) .
Pancaran ( radiasi ) : Sebuah jenis perulangan yang khusus
berupa gejala biasa dalam alam. Pancaran dapat
memberikan kesan getaran penglihatan, yang ditemukan
pada perulangan. Pola pancaran mengikat dengan segera,
berguna jika memerlukan rancangan yang dapat memikat
dengan kuat. Pusat pancaran tidak selalu merupakan pusat
nyata rancangan.
(sumber : Resume kuliah “ Teori Arsitektur 3 “, Ir. Pilipus Jeraman, MT )
2.6.2. Arsitektur Dekonstruksi
A. ELEMEN –ELEMEN BENTUK GEOMETRI
1. Elemen-elemen garis
Penempatan garis harus secara penuh menguasai posisi
dalam seluruh bentuk gambaran. Ini merupakan peletak dasar atau
nilai dasar dari seluruh komposisi.
Garis dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara sebagai
berikut :
Menurut karakteristik gerak (movement charateristics) maka
garis dibagi atas :
- garis lurus (straight)
- garis putus-putus/patah (broken)
- garis melengkung/kurva (curved)
- garis campuran (mixed)
Menurut arah (direction) :
- arah vertikal
37

- arah horisontal
- arah diagonal
Menurut posisi atau letak (position):
- garis pada sebuah perencanaan (lines of a plane)
- garis pada ruang (lines in space)
Menurut derajat yang beraturan (degree of regularity) :
- sebenarnya/beraturan (right)
38

- tidak sebenarnya/tak beraturan (non-right)
Menurut hubungan timbal balik dengan garis lain
(relationship):
- bersilangan (intersecting)
- tidak bersilangan (non-intersecting)
- berjalin (intertwining)
Semua kemungkinan ini dapat dikombinasikan untuk
membentuk suatu tampilan ide dalam mengemukakan suatu
gagasan dalam sebuah konstruksi seperti :
1. Memasang suatu kombinasi yang harmonis dari garis – garis
lurus yang ketebalannya berbeda untuk mendapatkan garis –
garis yang bercorak (a linear coloured ornament).
39

2. Mengumpulkan atau menyusun suatu rangkaian corak garis
lurus dengan kemiringan yang dinamis (a dinamic slope).
3. Garis lurus vertikal , horisontal dan diagonal harus
menggambarkan inspirasi tentang suatu bangunan.
Garis membelah dapat ditunjukkan sebagai berikut :
1. Tersusun dari garis-garis yang berpotongan dengan ketebalan
corak tertentu
2. Tersusun dari garis-garis yang berpotongan dengan corak dan
bentuk tarikan
40

Selain mengkombinasikan garis-garis lurus, kita juga dapat
menggunakan kombinasi garis melengkung/kurva untuk
mengemukakan tampilan ide dalam sebuah konstruksi,dengan
memperhatikan kehalusan dari sebuah lengkungan yang elastis
yang menjadi titik permulaan dari dinamika yangada padanya.
Garis-garis melengkung dapat diklasifikasikan dalam
beberapa tipe sebagai berikut :
Garis bergelombang (nodal).
Garis berbentuk spiral.
Garis bundar (circular).
Garis bercampuran dengan transisi atau peralihan yang lembut
(mixed with smooth transitions).
Garis–garis melengkung yang kompleks (complex curves).
2. Elemen Perencanaan
Suatu susunan dapat dikatakan mengandung elemen
perencanaan apabila seluruh elemen-elemennya itu
disatupadukan dalam membentuk sebuah perencanaan.
Komposisi perencanaan membutuhkan suatu studi yang
mencakup banyak materi dan membutuhkan pula banyak waktu
untuk latihan.
Membangun kombinasi ruang pada sebuah perencanaan
merupakan permulaan dari banyak tugas atau kegiatan. Solusi
awal dari perencanaan bangunan memerlukan suatu konstruksi
41

dasar. Bentuk-bentuk perencanaan memiliki bermacam-macam
aturan/ketentuan dalam mendesain.
Hal-hal praktis yang dapat digunakan sebagai latihan
sebagai berikut :
1. Kombinasi model atau bentuk yang harmonis dengan
membangun garis tegak/vertikal dan garis datar/horisontal.
2. Susunan bentuk-bentuk garis yang saling menampakan
pertautannya.
3. Bentuk-bentuk simetrik dalam perencanaan.
4. Komposisi model atau bentuk yang kompleks dengan sudut-
sudut yang beraturan dari unsur-unsur garis dan lingkaran.
5. Kombinasi beberapa model dari suatu seri elemen seperti
kombinasi garis lurus, garis putus-putus dan garis melengkung
(penggabungan bentuk)
6. Bentuk persegi banyak tak beraturan yang kompleks dengan
perbedaan warna.
42

7. Komposisi simetrik dari bujur sangkar menghasilkan
kesan/gambaran suatu bangunan.
8. Bentuk persegi yang kompleks tapi tidak berbentuk persegi
panjang.
9. Kombinasi bentuk campuran yang tidak beraturan.
43

B. UNSUR-UNSUR DALAM RUANG.
1. Perencanaan
Konfigurasi dari komponen-komponen perencanaan adalah
sebagai berikut :
a. Pembentukan garis sudut siku-siku dalam perencanaan adalah
sesuatu yang umumnya dipakai untuk membangun suatu
kombinasi konstruksi dengan berbagai variasi (manipulasi
kemungkinan) yang secara umum dapat diselesaikan sesuai
dengan bentuk fisik dari area bangunan.
b. Bentuk oval dan melingkar (oval and circles) adalah sangat
menarik dan bagus, tapi hal-hal spesifik yang perlu ditampilkan
dalam membuat konfigurasi perlu memperhatikan kemungkinan
dari batas-batas konstruksi yang ada.
44

c. Bentuk yang bebas dapat dibangun secara khusus – istimewa,
tapi hal ini tidak akan dibahas karena tergantung dari perancang
itu sendiri dapat mengekspresikan konsep dan gayanya.
2. Permukaan/rupa (surface)
Kita dapat mengklasifikasikan perrmukaan/rupa dan
membaginya menurut bentuk asalnya yaitu :
Bentuk silinder (cylindrical).
Bentuk kerucut (Conical).
Bentuk bola ( Spherical).
Bentuk gabungan (complex).
45

Bentuk-bentuk permukaan/ rupa asal ini kemudian bisa
menghasilkan bentuk lain yang lebih kompleks yang mungkin dapat
terjadi dari pengaruh luar/lingkungan sekitarnya,seperti menjadi
bentuk spiral,bentuk sekrup atau bentuk kurva ganda (doubled-
curved).
Semuanya ini dapat dibagi menjadi rotasi permukaan
beraturan yaitu putaran yang terbentuk dari rotasi sekitarnya melalui
satu poros dan tidak beraturan dihasilkan tanpa perputaran
beberapa poros.
Ketika rotasi permukaan suatu bentuk konstruksi dikombinasi
dalam perencanaan, solusi khusus nilai artistik tertinggi dapat
dihasilkan antara titik temu yang dapat diperhatikan pada sudut
kanan, sudut tumpul atau pada arah gerak permukaan. Konstruksi
tipe ini sulit untuk dibuktikan.
3. Volume / Isi
Volume/isi berhubungan dengan suatu benda yang memiliki
bentuk tiga dimensi yaitu memiliki tinggi,lebar dan panjang.Untuk
mendapatkan perubahan bentuk yang lain kita dapat menggunakan
beberapa kemungkinan variasi bentuk, contohnya variasi bentuk
kubus,lempeng ataupun variasi bentuk batang yang menghasilkan
suatu bentuk lain/bentuk campuran.
46

Kita harus menguji suatu pilihan sifat komposisi bentuk
dengan mengkombinasikan klasifikasi bentuk yang berbeda seperti :
1. komposisi lempeng.
2. komposisi batang.
3. komposisi kubus.
4. komposisi prisma segi empat
5. komposisi prisma poligonal.
a. Lempeng
Bentuk lempeng dapat dikombinasikan konstruksinya sbb:
1. pada arah vertikal.
2. pada arah horizontal.
3. kombinasi arah vertikal dan horizontal.
4. Kombinasi arah diagonal/saling bersilangan.
5. kombinasi campuran.
b. Batang.
Batang dapat dibagi dalam 2 bentuk yaitu : bentuk persegi dan 4
persegi panjang. Komposisi batang cenderung memberi kesan
menyatu dan terpisah.
c. Kubus
47

Kubus merupakan suatu bentuk yang lebih sempurna
dibandingkan dengan bentuk geometri lainnya dan sulit dalam
membentuk kombinasinya. Tapi dalam pelaksanaan sebenarnya
harus selalu dibuat secara teliti untuk mempertahankan nilainya.
d. Prisma persegi empat.
Prisma berbeda dengan kubus, mempunyai pengecualian
sifat tapi lebih mudah dikombinasikan dengan bentuk prisma
lainnya. Pengetahuan tentang konstruksi dasar adalah
pemecahan yang baik. Kombinasi prisma dapat dihasilkan lewat
kreatifitas perancang.
e. Prisma poligonal.
Bentuk ini jarang diterapkan dalam suatu bentuk
konstruksi yang menarik.
Volume studi yang dijalankan harus dimulai dengan bentuk
kombinasi sederhana dan kombinasi dari 2 (dua) atau 3 (tiga)
bentuk yang beraturan.
48

Gabungan bentuk garis lurus ada 2 (dua) macam yaitu
beraturan dan tidak beraturan, yang sesuai skala kombinasi.
Rotasi/perputaran bentuk, umumnya pada bentuk silinder
sedangkan bentuk kerucut dan bulatan kurang mengalami rotasi.
Seperti gabungan bentuk untuk digambarkan pada kenyataannya
diperlukan komposisi konstruksi lewat pengetahuan untuk memiliki
aturan-aturannya. Umumnya semua didapatkan pada jurusan mesin,
tetapi tersebar luas di arsitektur. Dimana terdapat banyak bentuk-
bentuk yang abstrak pada konsep dan ditemukan jawabannya
dalam kombinasi konstruksi .
C. TEKNIK OLAH GEOMETRI
1. Teknik yang dipakai dalam konstruksi sambungan (joint)
a. Teknik penetrasi / penembusan
Ini adalah cara yang paling gampang dalam menggabungkan
bentuk, dimana salah satu bentuk dapat dimasukkan kedalam
bentuk yang lain.
49

b. Pencakupan(embracing)
Hal ini sangat komplikasi, sebab bentuk ini merupakan suatu
gabungan yang hanya dapat dibentuk dengan mencakup atau
dengan kata lain bentuk yang satu merangkul/memeluk bentuk
yang lainnya.
c. Perapitan (clamping)
Apabila salah satu bentuk nampak mencengkram atau
mengapit bentuk yang lain.
50

d. Penggabungan (integration)
Ini terjadi bila salah satu alat dipadukan menjadi satu dengan
alat yang lain ( salah satu seri dimasukkan kedalam seri yang
lain ), dan menghasilkan suatu fungsi atau sistem kerja dalam
sebuah mesin.
e. Bantalan (mounting)
Dimana salah satu seri dalam sejumlah alat disusun bersama-
sama dalam satu bagian.
51

d. Penjalinan (interlacing)
Penjalinan merupakan suatu sintesis dinamik dan sifat
konstruksinya memiliki visual yang kuat dan mempunyai
pengaruh psikologi. Penjalinan bentuk dibagi dalam dua
kategori, pertama bodi yang belum komplit dimana konstruksi
dan sifatnya dinamis, kaitannya memiliki bodi yang unggul atau
besar.
e. Kopling (coupling)
Ketika dua elemen mendesak kedalam satu kesatuan
hubungan, bagian yang bergandengan mencakup satu jepitan
atau tembus melalui suatu baut.
52

2. Teknik olah bangunan
Bentuk pada umumnya merupakan kombinasi unsur –
unsur yang berbeda – beda dengan berbagai macam teknik
pengolahannya. Selain teknik olah tersebut di atas, dapat pula kita
memberikan beberapa solusi dalam teknik mengolah sebuah
bangunan menurut penguasaan sifat umum. Kita dapat
melakukannya dengan 4 cara yaitu :
1. Dengan cara penggabungan / gabungan (amalgamation)
Gabungan bentuk terjadi oleh pembawaan unsur atau elemen
serupa atau variasi lain dari elemen yang sama atau serupa.
53

2. Dengan cara kombinasi (combination).
Sebuah kombinasi biasanya terdiri dari elemen – elemen yang
dapat bersatu tanpa menindih yang lainnya. Dalam
penggabungan suatu bentuk kita mempelajari sifat khusus dari
bentuk itu jika tidak ada faktor yang menghalangi
kombinasinya. Bentuk dan elemen itu sendiri dapat menjadi
penghambat jadi susunan itu dapat ditempatkan disemua
tempat atau arah. Dalam kombinasi satu elemen terhadap
elemen yang lain kita dapat mencocokannya. Satu kesatuan
komposisi bergantung pada suatu elemen yang tidak antipati
(bertentangan). Kombinasi sering membutuhkan 3 kelompok
elemen yang dipakai untuk menyatukan perletakannya.
3. Dengan cara pertemuan / pemasangan (assemblage).
Sifat pemasangan bangunan tampak menimbulkan celaan
khusus dalam struktur. Pemeliharan elemen memiliki anggota
dalam satu jumlah. Prinsip pemasangan sebuah kombinasi
khusus dari sebuah spesifik, kemampuan pembuatannya
memerlukan teknik atau solusi sebagai suatu hasil struktur
komposisi visual yang jelas.
54

4. Dengan cara konjugasi (conjugation).
Konjugasi adalah fenomena pengizinan dari suatu kondisi
bentuk kebentuk lain atau dari satu variasi bentuk kedalam
bentuk lain. Elemen konjugasi adalah satu alat kekuatan yang
dimiliki desainer atau perancang sejak diijinkan mencapai
transformasi kompleks kapasitas daya cipta. Konjugasi bebas
dari satu konfigurasi.
BAB IV
ANALISA DAN PENDEKATAN KONSEP
4.1 STRATEGI DAN TEKNIK OLAH GEOMETRI YANG DIPAKAI OLEH
MASING-MASING OBJEK KAJIAN
55

a. Flobamora Mall
Teknik olah geometri yang dipakai :
penetrasi (penembusan).
Terlihat pada permainan dinding masif bagian depan dimana sisi
yang satu dimasukkan kedalam sisi yang lainnya.
Penambahan dan pengurangan bentuk
b. Blades House (Dialogic imagination)
Teknik olah geometri yang dipakai adalah teknik
penggabungan dimana salah satu bagian dipadukan menjadi satu
dengan bagian yang lain. Ini terlihat dari permainan batang-batang
struktur pada bagian atas atap yang dipadukan menjadi satu dengan
bidang atap.
56
bidang yang satu
dimasukkan kebidang
yang lainnya
Unsur batang hadir malalui batang-batang struktur dari beton dan juga kolom-kolom struktur

c. School of Design tower
Teknik olah geometri yang dipakai adalah teknik bantalan
dimana bidang-bidang dinding dan atap dibuat melayang dan
ditopang oleh kolom-kolom struktur dari baja. Bangunan dibuat
seolah-olah melayang serta terkantilever baik pada bidang dinding,
sedangkan atap menggunakan stuktur cangkang.
d. Sallick Medical Building 98 ( Dialogic imagination )
Teknik olah geometri yang dipakai adalah teknik bantalan
dimana bidang-bidang dinding disusun bersama-sama dalam satu
bagian yang ditopang oleh kolom-kolom struktur dibawahnya.
57
Kombinasi Di bagian atap denganbalok yang melayang dan kaca transparan sebabai aksen
Unsur lempeng hadir melalui bidang dinding dan kaca
Kombinasi bidang-bidang yang mencuat
dengan elemen – elemen
lengkung dan kaca sebagai
dinding transparan

e. Mind Zone
Teknik olah geometri yang diapakai adalah bentuk yang
ditekuk, terlihat pada bidang atap dan dinding yang ditekuk.
f. Vila Olimpica Hotel Arts
Teknik olah geometri yang dipakai adalah teknik kopling
dimana pada bagian atap menembus kebagian ruang melalui kolom-
kolom struktur dari baja.
58
Unsur batang hadir melalui
elemen-elemen struktur
Bidang yang ditekuk

g. Guggengheim Museum
Teknik olah geometri yang dipakai adalah teknik penembusan
secara melengkung, terlihat pada bidang-bidang dinding yang
melengkung dan menceng.
h. Frances Howard Goldwyn Regional Branch Library
Teknik olah geometri yang di pakai adalah teknik berkaitan
terlihat dari bagian-bagian ruang yang saling menyatu dan saling
mengait secara vertical (bidang dinding yang satu menempel pada
bidang dinding yang lainnya).
59
Unsur lempeng hadir melalui dinding masif
dan atap struktur
Unsur-unsur batang hadir
melalui garis-garis vertical,
horizontal dan diagonal
Bidang yang satu seakan menembus pada bidang
lain
Unsur lempeng hadir
melalui bidang-bidang
masif

i. Fishdance Restaurant
Teknik olah geometri yang pakai adalah berkaitan dimana
unsure-unsur pembentuk dinding saling mengait satu sama lain atau
dengan kata lain satu seri dikaitkan dengan seri yang lainnya. Ini
terlihat pada bidang-bidang dinding yang ditumpuk dan saling mengait
dari dasar sampai pada puncaknya.
4.2 PENANDINGAN TEKNIK OLAH GEOMETRI PADA OBJEK-OBJEK
ARSITEKTUR DEKONSTRUKSI YANG DIKAJI.
Objek-objek arsitektur dekonstruksi yang ditandingkan dikaji
berdasarkan teknik olah geometri yang dipakai dengan penekanan
pada olahan lempeng dan batang / bidang dan garis.
60
Unsur lempeng hadir melalui dinding masif dan dinding transparan
Unsur batang hadir melalui
garis-garis vertikal pada bidang kaca
Unsur batang hadir melalui garis-garis
vertikal dan diagonal
Unsur lempeng hadir melalui dinding
masif yang dibuat bertumpuk

Adapun yang ditandingkan adalah bagaimana cara mengolah dinding,
atap, kolom sebagai unsur geometri lempeng dan batang pada objek :
Flobamora Mall
Blades House (Dialogic imagination)
School of Design tower
Sallick Medical Building 98 ( Dialogic imagination )
Mind Zone
Villa olimpica Hotel Arts
Guggengheim Museum
Francis Howard Goldwin Regional Branch
Fishdance Restaurant
Olahan dinding pada Flobamora Mall berupa dinding masif
yang polos tanpa ornamen dan bukaan. Pada sisi depan terlihat
bahwa dinding yang satu dibuat seakan menembus dinding yang lain,
dengan menggunakan teknik penetrasi / penembusan.
Flobamora Mall
Pada sisi samping dan belakang dinding dibuat menerus dari
bawah ke atas dan dimencengkan / dimiringkan pada sudut-
sudutnya, sehingga kesan yang timbul ialah bahwa dinding yang ada
seperti sebuah tembok pembatas.Pada salah satu sudut yaitu lantai
dua dinding transparan sengaja dihadirkan untuk penerangan alami
dari cahaya matahari dengan olahan garis-garis vertikal dari bahan
aluminium.
61

Olahan atapnya merupakan kombinasi antara atap datar dari
beton dan atap pelana / miring dari bahan ondoline. Atap pada kanopi
merupakan atap miring dari bahan yang sama yaitu ondoline.,
Unsur batang yang hadir pada objek ini yaitu berupa kolom-kolom
baja yang sengaja dibuat miring yang menopang atap teras depan /
kanopi, yang pada bagian bawah tiang di bungkus dengan beton
dengan olahan garis-garis vertikal yang mengelilingi kolom dan pada
bagian atas dibiarkan polos sehingga menunjukan bahan yang dipakai
yaitu baja.
Blades House (Dialogic imagination)
Arsitek : Thom Mayne
Hampir sama dengan bangunannya yang lain, karya Morphosis in sarat
dengan unsure tilted walls and floors. Dari depan tampak bangunan
jelas terlihat adanya permainan bentuk geometri dan kemiringan-
kemiringan pada bagian dinding serta atapnya. Bahkan flying beams
dimanfaatkan sebagai atap untuk teras dengan tilted walls sebagai
penahannya. Penggabungan 2 jenis material yang tidak lazim-menjadi
cirri Morphosis dapat ditemukan pula di sini. Kaca transparent pada
sudut bangunan dan penggunaan material beton massif pada bagian
bawah bangunan. Pendominasian beton menambah kesan berat dari
bangunan tersebut. Sedangkan kaca sepertinya hanyalah aksen dari
62

keseluruhan bentuk geometris bangunan yang pada dasarnya telah
menjadi nilai estetika sendiri.
Morphosis mencoba menyampaikan sesuatu di balik bangunan
karyanya yang menyiratkan sejuta imajinasi yang dimilikinya dalam
berkarya. Karena itulah ia dijuluki arsitek aliran dialogic imagination.
Sallick Medical Building 98 ( Dialogic imagination )
Arsitek : Thom Mayne
Pada bangunan ini terl ihat bahwa Mayne/ Morphosis
menggunakan ide yang bertolak belakang dengan arsitektur
modern. Meskipun bentuk dasarnya sama, geometri seperti
arsitektur modern, namun Morphosis mengolah tampaknya
dengan menggunakan prinsip dekonstruksi yaitu t i l ted walls
and floors. Unsur-unsur miring pada bangunan ini menambah
estetikanya. Detail jendelanya yang berbeda-beda dan
asimetris semakin menambah unsure post modern yang
dimil iki bangunan ini.
Penggunaan material gabungan dari beton dan kaca
sebenarnya kurang menyatu. Namun sepertinya memang
itulah yang diharapkan arsiteknya. Penggunaan material
yang bertabrakan dan tidak lazim dalam dunia arsitektural
63

membuatnya menjadi ni lai lebih yang patut diperhatikan .
Sebelumnya bangunan modern sendiri identik dengan baja
dan kaca (bangunan The Chicago School). Material yang
berbeda menjadikan bangunan ini memiliki 2 kesan. Ringan
pada bagian atas lewat penggunaan kaca dan berat pada
bagian bawah dengan penggunaan beton yang massif.
Ciri dekonstruksi juga dapat dil ihat dari f lying beams
yang digunakan Morphosis pada bangunan ini. Di bagian
atap, seolah-olah ada balok yang melayang tanpa adanya
alasan structural yang jelas. Lebih menonjolkan pada segi
estetikanya. Komposisi massa yang asimetris, bentuk t idak
beraturan, dinding miring, dan penggunaan material beton
serta kaca menjadikan cirri tersendiri bagi Morphosis.
Karena kebanyakan bangunan yang dihasilkan berciri seperti
i tu. Meskipun tidak semuanya, namun menjadi style
tersendiri. Berbeda dengan Zaha Hadid yang lebih lugas
dalam menyampaikan bangunannya. Bangunannya seakan-
akan hidup dan dinamis. Akan halnya Morphosis,
kedinamisan itu ada namun tidak se’hidup’ bangunan yang
dirancang oleh Zaha. Ini lah perbedaan tersendiri dalam
dunia dekonstruksi.
Fungsi bangunan sebagai unit kesehatan masyarakat
patut diperhatikan, karena materialnya yang massif berkesan
kokoh dan menolak pengunjung. Bangunan ini lebih
menyerupai benteng yang besar dan kokoh bila dil ihat dari
depan. Untungnya dari tampak samping, Morphosis
memvariasikan material bangunannya dengan menggunakan
kaca, sehingga bangunan sebaliknya berkesan ringan.
Sekali lagi Morphosis seolah-olah inging menampilkan
imajinasi tertentu dari bangunannya, sesuai julukannya,
arsitek dialogic imagination. Namun sayangnya tidak semua
orang mengerti apa maksudnya.
64

School of Design tower
Kampus Hong Kong Universitas Politeknik. Menara yang
memanfaatkan gelas/kaca dan baja dan yang diharapkan untuk
diselesaikan 2011.
Terdiri dari pemolesan/ pemasangan kaca gelap hadir melalui
dinding-dinding dengan olahan garis-garis yang lembut dan dipoles
dengan warna yang sederhana. Pencapaian kearah dekonstruksi
dimana bidang atap disatukan dengan bidang dinding melalui kolom-
kolom struktur. Olahan atapnya merupakan struktur cangkang yang
dibuat seolah melayang dan berada diluar bangunan utama,
sedangkan atap pada bangunan utama diolah dengan bentukan yang
sederhana terdiri dari plat atap datar.
Unsur batang hadir melalui kolom-kolom struktur dengan
olahan batang-batang vertikal, horisontal serta diagonal yang ekspos
sehingga membentuk satu kesatuan struktur.
Vila Olimpica Hotel Arts
65

Olahan dinding pada Guggengheim Museum hadir melalui
dinding masif penuh yang dibuat melengkung dan menceng.
Pencapaian kearah dekonstruksinya melalui teknik penembusan
dimana bidang yang satu seakan menembus bidang yang lainnya.
Olahan atap ditampilkan mengikuti bentuk bangunan yang
dimencengkan.
Olahan batang pada bangunan ini hadir melalui permainan
batang-batang struktur yang diekspos dan berdiri sendiri, dengan
olahan secara vertkal dan diagonal sehingga membentuk satu
kesatuan struktur.
Guggengheim Museum
Olahan bidang pada Frances Howard Goldwyn Regional
Branch Library dominan dengan dinding transparan dari bahan kaca
dengan sedikit permainan dinding bata yang terlihat pada keseluruhan
bangunan. Olahan dinding mengikuti geometri sebenarnya (segi
empat) tanpa ornamen-ornamen estetika yang memberikan kesan
tegas dan elegan. Olahan atapnya dibuat datar dari bahan beton.
Olahan batang pada bangunan ini kurang mendominasi
keseluruhan bangunan, hanya hadir melalui permainan garis-garis
vertikal pada dinding transparan
66

Frances Howard Goldwyn Regional Branch Library
Olahan bidang pada Fishdance Restaurant merupakan
perpaduan antara dinding transparan dan dinding masif pencapaian
kearah dekonstruksi melalui teknik berkaitan dimana dinding-dinding
transparan saling mengait dengan kolom-kolom struktur pada
bangunan tersebut. Olahan atapnya merupakan atap datar dari bahan
beton.
Unsur batang pada bangunan ini hadir melalui kolom-kolom
struktur yang ditonjolkan dan megelilingi keseluruhan bangunan.
Fishdance Restaurant
Berdasarkan penandingan objek-objek arsitektur dekonstruksi
yang dikaji diatas maka dapat ditarik kesimpulan yaitu :
Bangunan yang lebih dominan menerapkan olahan lempeng adalah
Flobamora Mall, Frances Howard Goldwyn Regional Branch Library
dan Mind Zone.
67

Flobamora Mall Frances Howard Goldwin Branch Library
Bangunan yang dominan menerapkan olahan batang adalah Pasar
Blades House (Dialogic imagination) dan The Tower of Biel and
Open Architecture.
Bangunan yang seimbang menerapkan olahan lempeng dan batang
adalah The Samitaur Building, Vila Olimpica Hotel Arts,
Guggengheim Museum dan Fishdance Restaurant.
Sallick Medical Building 98 ( Dialogic imagination )
68
Blades House (Dialogic imagination)
Mind ZoneSchool of Design tower
Sallick Medical Building 98 ( Dialogic imagination )

Villa Olimpica Hotel Arts
Guggengheim Museum Fishdance Restaurant
69

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
Dekonstruksi telah membuka perspektif baru dalam dunia
rancang bangun. Namun rancangan dekonstruksi memerlukan
pengetahuan dan keterampilan yang tinggi, karena itu perlu ketekunan
dan kesabaran. Tanpa itu semua yang terjadi adalah rancangan yang
sembrawut baik tampilan maupun konsep dan logika berpikirnya.
Dekonstruksi juga memberikan kesempatan pada semua
eksponen yang marjinal, disini arsitektur lokal dan vernakuler
mendapat kesempatan untuk diangkat kembali, sudah barang tentu
perlu didefenisikan lagi pada konteks yang baru.
Teknik olah batang dan lempeng dalam arsitektur dekonstruksi
mengadopsi prinsip-prinsip atau teknik yang dipakai pada konstruksi
alat-alat mesin melalui pendekatan-pendekatan yang disesuaikan
dengan teknik olah geometri pada arsitektur modern yaitu :
Teknik penetrasi atau penembusan yaitu bidang yang satu
menembus bidang yang lain.
Teknik pencakupan/berkaitan yaitu mengaitkan bentuk satu
dengan bentuk lain atau bentuk yang satu merangkul
bentuk yang lainnya.
Teknik perapitan yaitu apabila bentuk yang satu
mencengkram/mengapit bentuk yang lain.
Teknik penggabungan yaitu bentuk yang satu dipadukan
dengan bentuk yang lainnya sehingga membentuk satu
kesatuan yang memiliki fungsi.
Teknik bantalan/penopang yaitu satu bentuk atau beberapa
bentuk disusun bersama-sama dalam satu bagian dengan
kata lain satu bentuk menopang bentuk yang lainnya.
70

Teknik pengurangan dan penambahan bentuk yaitu satu
bentuk atau beberapa bentuk dikurangi/ditambahkan
sehingga menjadi bentuk yang baru.
Teknik penekukan yaitu satu bentuk atau beberapa bentuk
ditekuk sehingga menjadi bentuk yang baru.
Pendekatan objek yang menerapkan prinsip arsitektur
dekonstruksi dapat dikaji melalui tampilan arsitektur secara
keseluruhan melalui olahan bidang geometri yang abstrak serta garis-
garis sebagai unsur batang. Salah satu ciri umum yang dapat kita lihat
pada arsitektur dekonstruksi adalah selau bermain dengan geometri-
geometri yang abstrak dengan tampilan yang tumpang tindih dan
sering dimencengkan. Berdasarkan filosofinya yang beranggapan
bahwa dalam arsitektur dekonstruksi tidak ada faktor atau bagian
yang utama dan faktor pendukung, semuanya diperlakukan sama.
Perkembangan arsitektur dekonstruksi saat ini mulai diterapkan
pada berbagai objek-objek arsitektur terutama untuk bangunan-
bangunan komersial, namun perkembangannya banyak yang tidak
menerima apabila hanya melihat tampilan arsitekturnya semata tanpa
memahami falsafah dekonstruksi itu sendiri.
5.2. SARAN
Penerapan prinsip olah geometri batang dan lempeng pada
arsitektur dekonstruksi harus dibarengi dengan pengetahuan dan
keterampilan yang memadai sehingga dapat menghasilkan suatu
bentukan arsitektur dekonstruksi yang benar-benar menerapkan
prinsip yang benar dari olah geometri batang dan lempeng. Hal ini
dapat dilakukan dengan melakukan kajian–kajian dan metode-metode
baru melalui latihan-latihan atau percobaan-percobaan, serta
memahami dengan benar unsur-unsur yang akan dipakai dalam teknik
olah geometri batang dan lempeng.
71