implementasi strategi berbasis balanced scorecard …

15
Muhammad Aris Nurcholis 1 , Arif Satria 2 , dan Agus Maulana 3 1 Sekolah Bisnis Institut Pertanian Bogor, Jl. Raya Pajajaran Bogor Indonesia 16151, Indonesia, e-mail: [email protected] 2 Sekolah Bisnis Institut Pertanian Bogor, Jl. Raya Pajajaran Bogor Indonesia 16151, Indonesia, e-mail: [email protected] 3 Sekolah Bisnis Institut Pertanian Bogor, Jl. Raya Pajajaran Bogor Indonesia 16151, Indonesia Naskah diterima: 01 Maret 2017 Naskah direvisi: 27 Maret 2017 Naskah diterbitkan: 31 Desember 2017 Abstract The Ministry of Marine Affairs and Fisheries has established a policy to implement its performance management with balanced scorecard approach since 2013. The approach was particularly applied in the process of designing the ministry’s strategic planning. It was a part of bureaucratic reform, which aims to strengthen the institution accountability performance. The study aims to analyze the factors that determine the implementation of balanced scorecard strategy in terms of Strategy-Focused Organization principles. The study also aims to analyze whether the strategy has been fully understood and well used by managers and all employees. This research uses sequential explanatory research method, where data were collected from 231 respondents, followed by in-depth interviews of 9 selected ones. The results show that quality of each stage within the strategy and the factors supporting the implementation determine the success of strategy implementation. The clarity of position-based performance indicator contributes highest among factors within quality stage, while the clarity of performance appraisal gives lowest contribution. The change management program is proved to be the most important determinant within the supporting factors, but it is not supported well by the strategic management unit and the budget structure as well. This study also concludes that in terms of five principles of strategy-focused organization, the management succeeds to implement the balance scorecard. Nevertheless, the employees within staff level do not fully understand the concept of this approach. Keywords: balanced scorecard, strategy implementation, ministry of marine affairs and fisheries, strategy-focused organization Abstrak Dalam rangka melaksanakan amanat reformasi birokrasi khususnya program penguatan akuntabilitas serta dalam rangka meningkatkan kinerja, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan kebijakan untuk mengimplementasikan manajemen kinerja dengan pendekatan balanced scorecard dalam proses penyusunan rencana strategis sejak tahun 2013. Penelitian bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang menentukan implementasi strategi dan mengevaluasi implementasi strategi balanced scorecard ditinjau dari prinsip-prinsip Strategy-Focused Organization, serta melakukan analisis apakah balanced scorecard telah dipahami dan digunakan dengan baik oleh para pimpinan dan seluruh pegawai untuk pencapaian strategi organisasi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sequential explanatory research. Data diambil dari 231 responden pegawai dan dilanjutkan dengan wawancara mendalam terhadap sembilan responden terpilih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan implementasi strategi di Kementerian Kelautan dan Perikanan ditentukan oleh faktor-faktor kualitas tahapan strategi dan faktor-faktor pendukung implementasi strategi. Di antara faktor-faktor kualitas tahapan strategi, kejelasan indikator kinerja berbasis posisi mempunyai nilai yang paling tinggi dan yang paling rendah nilainya adalah kejelasan penilaian kinerja. Untuk faktor pendukung yang paling menentukan adalah program manajemen perubahan, sedangkan faktor pendukung yang masih kurang dan harus diperbaiki adalah dukungan anggaran dan peran unit manajemen strategi. Penelitian juga menyimpulkan bahwa ditinjau dari lima prinsip Strategy-Focused Organization, level implementasi balanced scorecard untuk pencapaian strategi oleh para pimpinan sudah baik. Namun pemahaman pegawai secara keseluruhan terhadap balanced scorecard masih belum baik. Kata kunci: balanced scorecard, implementasi strategi, kementerian kelautan dan perikanan, strategy-focused organization PENDAHULUAN Sejak tahun 2013 Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mengimplementasikan manajemen kinerja dengan pendekatan Balanced Scorecard (BSC) dalam proses penyusunan Rencana Strategis (renstra) yang berisi langkah - langkah strategis jangka menengah (KKP, 2015). Dengan telah diterapkannya BSC sebagai suatu alat perencanaan strategi, seluruh pegawai KKP mulai dari pimpinan tinggi (top manajemen) sampai dengan level individu telah mempunyai ukuran kinerja yang jelas dengan target yang terukur sehingga diharapkan Muhammad Aris Nurcholis, Arif Satria, dan Agus Maulana, Implementasi Strategi Berbasis Balanced Scorecard... | 71 IMPLEMENTASI STRATEGI BERBASIS BALANCED SCORECARD UNTUK PENINGKATAN KINERJA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN (Strategy Implementation Based Balanced Scorecard to Improve Performance of the Ministry of Marine Affairs and Fisheries)

Upload: others

Post on 26-Oct-2021

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: IMPLEMENTASI STRATEGI BERBASIS BALANCED SCORECARD …

Muhammad Aris Nurcholis1, Arif Satria2, dan Agus Maulana3

1 Sekolah Bisnis Institut Pertanian Bogor,Jl. Raya Pajajaran Bogor Indonesia 16151, Indonesia,

e-mail: [email protected] Sekolah Bisnis Institut Pertanian Bogor,

Jl. Raya Pajajaran Bogor Indonesia 16151, Indonesia,e-mail: [email protected]

3 Sekolah Bisnis Institut Pertanian Bogor,Jl. Raya Pajajaran Bogor Indonesia 16151, Indonesia

Naskah diterima: 01 Maret 2017Naskah direvisi: 27 Maret 2017

Naskah diterbitkan: 31 Desember 2017

AbstractThe Ministry of Marine Affairs and Fisheries has established a policy to implement its performance management with balancedscorecard approach since 2013. The approach was particularly applied in the process of designing the ministry’s strategic planning. Itwas a part of bureaucratic reform, which aims to strengthen the institution accountability performance. The study aims to analyze thefactors that determine the implementation of balanced scorecard strategy in terms of Strategy-Focused Organization principles. Thestudy also aims to analyze whether the strategy has been fully understood and well used by managers and all employees. This researchuses sequential explanatory research method, where data were collected from 231 respondents, followed by in-depth interviews of 9selected ones. The results show that quality of each stage within the strategy and the factors supporting the implementation determinethe success of strategy implementation. The clarity of position-based performance indicator contributes highest among factors withinquality stage, while the clarity of performance appraisal gives lowest contribution. The change management program is proved to bethe most important determinant within the supporting factors, but it is not supported well by the strategic management unit and thebudget structure as well. This study also concludes that in terms of five principles of strategy-focused organization, the managementsucceeds to implement the balance scorecard. Nevertheless, the employees within staff level do not fully understand the concept of thisapproach.Keywords: balanced scorecard, strategy implementation, ministry of marine affairs and fisheries, strategy-focused organization

AbstrakDalam rangka melaksanakan amanat reformasi birokrasi khususnya program penguatan akuntabilitas serta dalam rangka meningkatkankinerja, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan kebijakan untuk mengimplementasikan manajemen kinerja denganpendekatan balanced scorecard dalam proses penyusunan rencana strategis sejak tahun 2013. Penelitian bertujuan untuk menganalisisfaktor-faktor yang menentukan implementasi strategi dan mengevaluasi implementasi strategi balanced scorecard ditinjau dariprinsip-prinsip Strategy-Focused Organization, serta melakukan analisis apakah balanced scorecard telah dipahami dan digunakandengan baik oleh para pimpinan dan seluruh pegawai untuk pencapaian strategi organisasi. Penelitian ini menggunakan metodepenelitian sequential explanatory research. Data diambil dari 231 responden pegawai dan dilanjutkan dengan wawancara mendalamterhadap sembilan responden terpilih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan implementasi strategi di KementerianKelautan dan Perikanan ditentukan oleh faktor-faktor kualitas tahapan strategi dan faktor-faktor pendukung implementasi strategi. Diantara faktor-faktor kualitas tahapan strategi, kejelasan indikator kinerja berbasis posisi mempunyai nilai yang paling tinggi dan yangpaling rendah nilainya adalah kejelasan penilaian kinerja. Untuk faktor pendukung yang paling menentukan adalah program manajemenperubahan, sedangkan faktor pendukung yang masih kurang dan harus diperbaiki adalah dukungan anggaran dan peran unitmanajemen strategi. Penelitian juga menyimpulkan bahwa ditinjau dari lima prinsip Strategy-Focused Organization, level implementasibalanced scorecard untuk pencapaian strategi oleh para pimpinan sudah baik. Namun pemahaman pegawai secara keseluruhanterhadap balanced scorecard masih belum baik.Kata kunci: balanced scorecard, implementasi strategi, kementerian kelautan dan perikanan, strategy-focused organization

PENDAHULUAN Sejak tahun 2013 Kementerian Kelautan danPerikanan (KKP) telah mengimplementasikanmanajemen kinerja dengan pendekatan BalancedScorecard (BSC) dalam proses penyusunan RencanaStrategis (renstra) yang berisi langkah - langkah

strategis jangka menengah (KKP, 2015). Dengan telahditerapkannya BSC sebagai suatu alat perencanaanstrategi, seluruh pegawai KKP mulai dari pimpinantinggi (top manajemen) sampai dengan levelindividu telah mempunyai ukuran kinerja yang jelasdengan target yang terukur sehingga diharapkan

Muhammad Aris Nurcholis, Arif Satria, dan Agus Maulana, Implementasi Strategi Berbasis Balanced Scorecard... | 71

IMPLEMENTASI STRATEGI BERBASIS BALANCED SCORECARDUNTUK PENINGKATAN KINERJA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

(Strategy Implementation Based Balanced Scorecard to Improve Performanceof the Ministry of Marine Affairs and Fisheries)

Page 2: IMPLEMENTASI STRATEGI BERBASIS BALANCED SCORECARD …

kinerja KKP meningkat sesuai dengan harapanstakeholders. Penggunaan BSC adalah dalam rangkamelaksanakan amanat Reformasi Birokrasi (RB)khususnya program penguatan akuntabilitas dandalam rangka meningkatkan kinerja, sehinggapelaksanaan reformasi birokrasi harus mampumendorong perbaikan dan peningkatan kinerjabirokrasi pemerintah. Berdasarkan laporan kinerja KKP tahun 2015ternyata realisasi nilai RB yang dikeluarkan olehKementerian Pendayagunaan Aparatur Negara danReformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) untuk tahun2015 adalah 70,51 persen, yang berarti belummenunjukkan peningkatan yang maksimal karenamasih jauh di bawah target jangka menengah yangtelah ditetapkan dalam renstra sebesar 90-100persen di tahun 2019. Sehingga masih perlupengupayaan secara komprehensif untuk mencapaiangka maksimal tersebut antara lain denganmemenuhi rekomendasi hasil evaluasi KemenpanRB, yaitu: peningkatan kapasitas dan akuntabilitaskinerja organisasi, mengarahkan pencapaian kinerjapada pengembangan pengelolaan kinerja individu,dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Hal iniperlu didukung dengan rencana aksi untukmeningkatkan beberapa kekurangan padakomponen di atas (KKP, 2016). Implementasi strategi adalah keseluruhan dariaktivitas-aktivitas dan pilihan-pilihan yangdisyaratkan untuk mengeksekusi sebuah rencanastrategi, proses di mana tujuan, strategi, dankebijakan diterjemahkan melalui tindakanpengembangan program, anggaran dan prosedur(Wheelen & Hunger, 2012). Salah satu tujuan yanghendak dicapai dengan implementasi strategi adalahterciptanya sinergi diantara fungsi-fungsi danunit-unit bisnis (Mahmudi, 2005). Implementasistrategi diperlukan untuk merinci secara lebih tepatdan jelas, bagaimana realisasi sesungguhnya pilihanstrategis yang telah diambil. Mekanisme strukturdan administrasi yang sesuai dan dapat dijalankanperlu ditetapkan untuk mengukuhkan arahstrategis yang telah dipilih dan memberikan

pedoman dalam mengambil tindakan. Strategi yangbaik tanpa pelaksanaan yang efektif tidak mungkinakan berhasil (Jauch & Glueck,1995). Menurut Niven (2008), BSC sebuah strategi tidakakan berhasil menunaikan tugasnya bila faktor yangmenghambat implementasi strategi tidak terlebihdahulu diselesaikan. Faktor penghambat itu berupa:hambatan visi, hambatan orang, hambatanmanajemen, dan hambatan sumber daya. Darmin(2013) berpendapat bahwa kesuksesan implementasistrategi dipengaruhi oleh faktor-faktor kualitastahapan implementasi strategi dan faktor-faktorpendukung implementasi strategi, yang selanjutnyakesuksesan implementasi strategi akan menentukankesuksesan kinerja organisasi (tabel 1). Banyak organisasi mengalami kegagalan karenatidak mengimplementasikan strategi dengan baik.Banyak ide besar tidak diikuti dengan strategiimplementasinya, sehingga ide besar hanya berhentisebagai ide tanpa pernah ada realisasinya. Kaplan danNorton (2001) mengenalkan suatu pendekatan dalammenguji implementasi strategi BSC melaluiStrategy-Focused Organization (SFO). Lima prinsipSFO membantu pengelola kinerja dalam melakukanassessment organisasi dan individu. Berdasarkan limaprinsip SFO dapat dilakukan evaluasi mengenai levelimplementasi sistem manajemen kinerja BSC. BSC adalah sebuah pendekatan terhadapmanajemen strategi yang dikembangkan oleh Kaplandan Norton (1996). Pada awal mulanya BSC digunakanuntuk memperbaiki sistem pengukuran kinerjaeksekutif yang semula hanya diukur dari perspektifkeuangan kemudian berkembang luas menjadi empatperspektif, yang kemudian digunakan untuk mengukurkinerja organisasi secara utuh. Empat perspektiftersebut yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnisinternal serta pembelajaran, dan pertumbuhan.Dengan BSC visi dan strategi organisasiditerjemahkan ke dalam tindakan nyata di lapangandan salah satu alat manajemen yang membantubanyak organisasi dalam mengimplementasikanstrateginya. Perspektif finansial bagi organisasi bisnis

Tabel 1. Faktor-faktor yang Menentukan Keberhasilan Implementasi Strategi

Faktor-faktor kualitas tahapan implementasi strategi Faktor-faktor pendukung implementasi strategi

1. Kejelasan misi dan visi organisasi2. Kejelasan indikator kinerja organisasi3. Kejelasan indikator kinerja berbasis posisi4. Implementasi penetapan target5. Kejelasan rencana kerja6. Kejelasan penilaian kinerja7. Implementasi sistem kontrol dan monitor

1. Dukungan keuangan2. Kepemimpinan3. Dukungan struktur organisasi4. Kompetensi SDM5. Budaya organisasi6. Perbaikan proses7. Teknologi informasi8. Program manajemen perubahan9. Unit manajemen strategi

Sumber: Darmin, 2013.

72 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 8, No. 2, Desember 2017 71 - 85

Page 3: IMPLEMENTASI STRATEGI BERBASIS BALANCED SCORECARD …

merupakan fokus bagi tujuan dan ukuran semuaperspektif sehingga ditempatkan di posisi paling atas.Namun bagi organisasi pemerintah, keberhasilantujuan finansial bukanlah tujuan utama, tetapi padapencapaian tujuan yang berfokus kepada customeratau konstituen, sehingga perspektif customer ataukonstituen ditempatkan pada posisi teratas. Berdasarkan latar belakang dan perumusanmasalah di atas maka penelitian ini bertujuan untuk:(1) Menganalisis faktor-faktor yang menentukandalam implementasi strategi pada KKP, (2)Mengevaluasi implementasi BSC di KKP jika ditinjaudari prinsip-prinsip organisasi yang berfokus padastrategi (Strategy-Focused Organization), dan (3)Menganalisis apakah BSC telah dipahami dandigunakan dengan baik oleh para pimpinan danpegawai KKP untuk pencapaian strategi organisasi. Beberapa penelitian sebelumnya menekankanpentingnya implementasi strategi. Aaltonen danIkavalko (2002) menyebutkan tiga faktor penentukesuksesan implementasi strategi, yaitu: bagaimanastrategi dikomunikasikan, identifikasi dan dukunganpelaku strategis, dan struktur dan sistem yangdiselaraskan dengan strategi. Al-Ghamdi (2015)mengidentifikasi tujuh masalah implementasi strategiyang paling sering muncul yaitu: pelatihan daninstruksi yang diberikan ke bawahan tidak cukup,pegawai tidak diukur atau tidak diberikan rewarduntuk melaksanakan rencana, waktu pelaksanaanmelebihi dari yang direncanakan, perubahan dalampara penanggung jawab kunci tidak terdefinisikansecara jelas, aktivitas persaingan yang mengalihkanperhatian dari mengimplementasikan keputusan,penyimpangan dari tujuan awal, dan terakhir adalahkurangnya pemahaman pada aturan atau strukturorganisasi dan desain dalam proses pelaksanaan. Sedangkan penelitian implementasi BSC antaralain oleh Griffiths (2003) yang meneliti penerapanBSC di pemerintahan New Zealand menyimpulkan:(1) ketidakkonsistenan tujuan pengukuran kinerjadan kompensasi para manajer dan staf dikaitkandengan pengukuran BSC, (2) meskipun organisasitelah membuat kemajuan secara substansi dalammencapai tujuan, namun tidak secara eksplisitmengintegrasikan BSC ke dalam perencanaanstrategis dan proses penganggaran, dan (3)organisasi dalam kasus ini, tidak menggunakan BSCuntuk memperkaya strategic feedback andlearning. Ching dan Chang (2004) mengidentifikasibeberapa penyebab gagalnya implementasi BSC padapemerintahan daerah di Amerika Serikat dan Kanada,yaitu: Kurangnya informasi yang dibangun untukmendukung BSC, dukungan top manajemen yangtidak memadai, manajemen terlalu sibuk menanganimasalah - masalah jangka pendek, kurangnya

keterkaitan BSC dengan reward bagi pegawai danresistensi organisasi terhadapperubahan. Atkinson(2005), mengidentifikasi isu-isu implementasi strategidalam BSC yaitu: (1) komunikasi yang efektif yang dapatmembimbing dan memahamkan peran semuastakeholder termasuk didalamnya peran middlemanajer, dan (2) memperjelas prioritas danmeningkatkan koordinasi lintas fungsi, bisnis danbatas-batas. Hasil penelitian Soebroto (2010) pada InspektoratJenderal (Itjen) Kementerian Keuangan (Kemenkeu)menyarankan agar BSC lebih dikomunikasikan secaraefektif kepada pegawai. Hastiana (2013) yangmenggunakan pendekatan SFO dalam penelitiannyamenyimpulkan salah satu hal yang menyebabkan kurangmaksimalnya implementasi BSC untuk meningkatkankinerja pegawai adalah masalah ketidakjelasan reward.Pushaka (2012) menemukan faktor-faktor utama yangmemengaruhi keberhasilan implementasi BSC padaKementerian Keuangan RI menggunakan SFO.Kesimpulannya adalah adanya monitoring dan review,arahan dan motivasi terhadap pencapaian kinerja, sertasinergi antara atasan dengan pengelola Indikator KinerjaUtama dalam pengelolaan kinerja. Yalestiarini (2013)mengidentifikasi faktor-faktor yang menunjangkeberhasilan penerapan BSC di Kemenkeu, yaitu:peranan top manajemen, kejelasan visi-misi level unitorganisasi, komunikasi, employee engagement, rewarddan punishment berbasis kinerja individu, sarana danprasarana yang memadai dan peranan organisasimeningkatkan kompetensi pegawai. Penelitian Tri(2014) menemukan hambatan yang dihadapi adalahkurangnya sosialisasi dan edukasi tentang BSC, serta BSChanya diintegrasikan dengan sistem reward yangdidasarkan pada pencapaian kinerja organisasi tanpamelihat kinerja individu. Perbedaan dengan penelitian sebelumnyaadalah pada penelitian ini mencoba melakukan analisisatas implementasi strategi pada lembaga pemerintahyang telah menerapkan BSC sebagai alat pengukurankinerja dan BSC sebagai sebuah sistem manajemenstrategi, menggunakan pendekatan model Darmin danmodel 5-SFO.

METODE Penelitian dilaksanakan di kantor pusat KKP diJakarta dan kantor satuan-satuan kerja di luar Jakartapada bulan Juli-Desember 2016. Populasi adalah seluruhpegawai KKP berjumlah 10.465 orang. Metode yangdigunakan adalah penelitian gabungan (mixed research)kuantitatif-kualitatif dengan pendekatan strategieksplanatoris sekuensial. Penelitian kuantitatifmenekankan pada penilaian numerik atas fenomenayang dipelajari sedangkan pendekatan kualitatif

Muhammad Aris Nurcholis, Arif Satria, dan Agus Maulana, Implementasi Strategi Berbasis Balanced Scorecard... | 73

Page 4: IMPLEMENTASI STRATEGI BERBASIS BALANCED SCORECARD …

menekankan pada pembangunan naratif ataudeskripsi tekstual atas fenomena yang diteliti. Data kuantitatif diperoleh melalui kuesioner,sampel diambil secara proporsional dengan metodestratified sampling dengan memerhatikanketerwakilan dari setiap unit eselon I dan leveljabatan. Jumlah sampel didapatkan sebanyak 231dengan menggunakan tabel Isaac dan Michael(Sugiyono, 2014) dan diisi sendiri oleh responden.Pernyataan atau indikator pada kuesionermenggunakan skala Likert 1-5 yang diuji kevalidandan reliabilitasnya dengan software SPSS Ver.16.Untuk memperoleh gambaran lebih mendalam danmengonfirmasi hasil kuesioner, dilakukan metodedepth interview terhadap responden yang dipilihdengan purposive sampling sebanyak delapanresponden internal KKP dan satu respondeneksternal(konsultan BSC).Untuk menginterpretasikanhasil dari analisis rata-rata terhadap tingkatkepentingan atribut digunakan rentang skala limatingkat yaitu: sangat jelek (1,0–1,8), jelek (>1,8–2,6),cukup baik (>2,6–3,4), baik (>3,4–4,2), sangat baik(>4,2–5). Analisis yang digunakan adalah modelDarmin (2013). Variabel model Darmin terdiri dari

16 sub variabel (Tabel 1) serta untuk model 5-SFOmenggunakan lima variabel yaitu: SFO-1(memobilisasi perubahan melalui kepemimpinaneksekutif), SFO-2 (menerjemahkan strategi ke dalamkerangka operasional), SFO-3 (menyelaraskanorganisasi dengan strategi), SFO-4 (memotivasi untukmembuat strategi menjadi tugas setiap pegawai), danSFO-5 (mengatur untuk membuat strategi menjadiproses yang berkelanjutan).

HASIL DAN PEMBAHASANProfil Responden Responden laki-laki mendominasi pengisiansurvei kuesioner ini sebanyak 61 persen, sedangkanresponden perempuan sebesar 39 persen. Komposisitingkat pendidikan dan level jabatan dapat dilihatpada Gambar 1.Sedangkan untuk komposisi sampel berdasarkanketerwakilan unit kerja eselon 1 dapat dilihat padaTabel 2.Hasil Analisis Rerataan Skor

Berdasarkan jawaban kuesioner yang diberikanoleh responden, diperoleh hasil rerataan skor untuk

Tabel 2. Komposisi Sampel Berdasarkan Keterwakilan pada Unit Kerja Eselon 1 No Unit Kerja Eselon 1 Singkatan Populasi % Populasi Sampel % Sampel

1 Sekretariat Jenderal SET 583 5,6 14 6

2 Inspektorat Jenderal ITJ 206 2,0 8 3

3 Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap PT 1.470 14,1 31 13

4 Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya PB 1.510 14,4 21 9

5 Direktorat Jenderal Peningkatan Daya Saing PDS 397 3,8 20 9

6 Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut PRL 552 5,3 13 6

7 Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan danPerikanan PSD 931 8,9 15 6

Sumber: Hasil Kuesioner, 2017.

Gambar 1. Profil Responden

8 Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan BPP 1.339 12,8 42 18

9 Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia BPS 1.818 17,4 44 19

10 Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu BKI 1.659 15,9 23 10

Jumlah 10.465 100 231 100

Sumber: KKP, 2016 (diolah).

74 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 8, No. 2, Desember 2017 71 - 85

Page 5: IMPLEMENTASI STRATEGI BERBASIS BALANCED SCORECARD …

KKP secara keseluruhan dan skor masing-masingunit kerja eselon I. Skor level implementasi strategiKKP ditunjukkan oleh Tabel 3 dan Tabel 4. Berdasarkan Tabel 3, diperoleh hasil sebagaiberikut: (1) Secara agregat, kualitas tahapanimplementasi strategi di KKP berada pada predikatBAIK yang ditunjukkan dengan skor 3,55 (rentang>3,4 -4,2), (2) Apabila kualitas tahapanimplementasi strategi dilihat berdasarkan unit kerjaeselon I, maka semua eselon I sudah mencapaipredikat BAIK kecuali ITJ, PSD, dan BPP. Masih adaenam unit kerja yang kualitas tahapan implementasistrateginya di bawah rata-rata KKP sebesar<3,55.Skor kualitas tahapan implementasi strategiyang tertinggi adalah faktor kejelasan indikatorkinerja berbasis posisi. Ini berarti kemampuan KKPuntuk menurunkan indikator keberhasilan levelkementerian sampai ke level individual pegawaisudah baik. Hal ini merupakan konsekuensi logisdari implementasi BSC. Sedangkan yang palingrendah adalah faktor kejelasan penilaian

kinerja, yang menandakan kemampuan KKPmenjalankan sistem untuk menghubungkan kinerjapegawai dengan reward and punishment belum baik(adanya people barrier). Berdasarkan perhitungan faktor-faktorpendukung implementasi strategi pada Tabel 4,diperoleh hasil sebagai berikut: (1) Secara agregat,semua faktor-faktor pendukung implementasi strategidi KKP berada pada predikat BAIK yang ditunjukkandengan skor 3,51 (rentang >3,4 - 4,2). (2) Apabilafaktor-faktor pendukung implementasi strategi dilihatberdasarkan unit kerja eselon I, maka semua eselon Isudah mencapai predikat BAIK, kecuali Itjen. Masihada lima unit kerja yang kualitas tahapanimplementasi strateginya di bawah rata-rata KKPsebesar <3,51. Hasil skor faktor-faktor pendukungimplementasi strategi yang tertinggi adalah faktorprogram manajemen perubahan. Sedangkan yangpaling rendah adalah faktor dukungan keuangan danunit manajemen strategi, yang berarti belum cukup

Tabel 3. Hasil Analisis Faktor-faktor Kualitas Tahapan Implementasi Strategi

No Variabel SET ITJ PT PB PRL PDS PSD BPS BPP BKI KKP

1 Kejelasan visi dan misi organisasi 3,69 3,40 3,77 3,70 3,49 3,73 3,44 3,59 3,34 3,58 3,57

2 Kejelasan indikator kinerja organisasi 3,77 3,92 3,94 4,03 3,67 3,69 3,66 3,65 3,44 3,72 3,71

3 Kejelasan indikator kinerja berbasisposisi 3,87 3,40 3,88 3,93 3,63 3,76 3,64 3,71 3,62 3,77 3,74

4 Implementasi penetapan target 3,61 3,66 3,62 3,71 3,58 3,48 3,42 3,58 3,50 3,78 3,59

5 Kejelasan rencana kerja 3,54 2,88 3,53 3,69 3,60 3,39 3,31 3,40 3,40 3,37 3,44

6 Kejelasan penilaian kinerja 2,96 2,28 3,16 3,45 2,87 2,61 2,86 3,03 2,99 3,13 3,19

7 Implementasi sistem kontrol danmonitor 3,48 3,33 3,84 3,52 3,67 3,60 3,40 3,64 3,52 3,58 3,59

per unit kerja 3,56 3,27 3,68 3,72 3,50 3,46 3,39 3,51 3,40 3,56 3,55

Sumber: Hasil Analisis, 2017.

Tabel 4. Hasil Faktor-faktor Pendukung Implementasi Strategi

No Variabel SET ITJ PT PB PRL PDS PSD BPS BPP BKI KKP

1 Dukungan keuangan 3,43 3,19 3,52 3,36 2,98 3,39 3,38 3,24 3,13 3,15 3,05

2 Kepemimpinan 3,54 3,02 3,90 3,62 3,67 3,64 3,16 3,47 3,48 3,66 3,57

3 Struktur organisasi 3,42 3,31 3,79 3,43 3,45 3,64 3,31 3,53 3,50 3,52 3,53

4 Kompetensi SDM 3,18 3,54 3,69 3,25 3,37 3,57 3,44 3,39 3,43 3,68 3,47

5 Budaya organisasi 3,54 3,69 3,94 3,76 3,64 3,79 3,63 3,56 3,36 3,59 3,62

6 Perbaikan proses 3,65 3,50 3,81 3,89 3,70 3,73 3,61 3,61 3,56 3,78 3,69

7 Teknologi informasi 3,72 3,21 3,83 3,83 3,59 3,55 3,63 3,62 3,58 3,74 3,66

8 Program manajemen perubahan 3,74 3,63 3,90 3,75 3,78 3,86 3,75 3,74 3,65 3,77 3,76

9 Unit manajemen strategi 3,65 3,25 3,60 3,69 3,29 3,21 3,03 3,31 3,45 3,48 3,24

per unit kerja 3,54 3,37 3,77 3,62 3,50 3,60 3,44 3,50 3,46 3,60 3,51

Sumber: Hasil Analisis, 2017.

Muhammad Aris Nurcholis, Arif Satria, dan Agus Maulana, Implementasi Strategi Berbasis Balanced Scorecard... | 75

Page 6: IMPLEMENTASI STRATEGI BERBASIS BALANCED SCORECARD …

memadainya KKP dalam menyediakan anggaranuntuk mendukung unit kerja maupun satuan kerjauntuk mengimplementasikan strateginya, serta unitmanajemen strategi yang belum berfungsi optimal.PembahasanAnalisis Kualitas Tahapan Implementasi Strategi1. Kejelasan Visi dan Misi Organisasi Dari skor sebesar 3,57 yang menunjukkanpegawai sudah jelas dan paham visi dan misi KKP.Tingkat pemahaman terhadap visi-misi yang baik inidikarenakan visi dan misi KKP cukup singkat danmudah diingat, yaitu “mewujudkan sektor kelautandan perikanan Indonesia yang mandiri, maju, kuat,dan berbasis kepentingan nasional. Misi KKP yang berjumlah tiga yaitukedaulatan-keberlanjutan-kesejahteraan,juga sangatsingkat dan mudah diingat. Namun demikianpenelitian mendapati bahwa visi dan misi KKPkurang dikomunikasikan ke semua pegawai. Inimenunjukkan sebenarnya KKP telah membuat visidan misi yang jelas dan menantang, namun dalammengkomunikasikannya ke seluruh pegawai masihlemah sehingga kurang berdampak optimal padapeningkatan kualitas tahapan implementasi strategiorganisasi. Menurut Kotter (1996) visi-misi yang tidakdikomunikasikan dengan baik ke seluruh elemenyang terkait di dalamnya menyebabkan organisasimengalami kegagalan dalam melakukan perubahanbesar. Mengkomunikasikan visi-misi organisasisecara efektif bisa dilakukan melalui multiple forumsyaitu rapat-rapat besar dan kecil, memo dan terbitanberkala, interaksi formal dan informal. Ditambahkanoleh Darmin (2013) bahwa tugas utama topmanajemen dalam mengkomunikasikan visi dan misiadalah menyasar aspek rasional pemahaman visi danmisi pegawai, kemudian aspek psikologis terkaitpenghayatan visi dan misi (emosional), sehinggamemunculkan aspek perilaku (behavioural)pelaksanaan visi-misi. Penyampaian visi-misiorganisasi kepada pegawai perlu mencapai tingkatpenghayatan, tidak hanya terbatas pada hafalan.Penyampaian visi-misi organisasi agar dipahami olehpegawai perlu dilakukan namun jauh lebih pentingadalah menyampaikan proses bagaimanaterbangunnya visi-misi organisasi, superstrukturorganisasi, atau strategi yang intens yang telahdikembangkan organisasi. 2. Kejelasan Indikator Kinerja Organisasi

Dari hasil skor di atas sebesar 3,71 menunjukkanKKP sudah baik dalam menetapkan indikator kinerjaorganisasi yang jelas, menyelaraskannya denganindikator keberhasilan unit organisasi danmemastikan setiap pegawai memahami peran

dan kontribusi untuk mencapainya. Juga didapatiseluruh sasaran strategis telah dimasukkan ke dalampeta strategisnya dan indikator kinerja utama (IKU)sudah ditetapkan berdasarkan sasaran strategis.Untuk keselarasan IKU, ditemukan sudah adanyakeselarasan antara IKU pegawai dengan IKU atasanlangsung, serta IKU unit kerja diatasnya. SedangkanIKU pada jabatan-jabatan fungsional di unit kerjapegawai telah selaras dengan IKU pada bagian/bidangstruktural. Baiknya skor pada indikator-indikator inimerupakan konsekuensi logis dari implementasi BSCsehingga strategy map sudah dibangun pada levelkementerian dan kemudian di-cascading sampai leveleselon 4 dan individu. Penelitian ini juga menemukanpemahaman pegawai terhadap indikator kinerja levelkementerian dengan predikat yang lebih rendah daripemahaman terhadap indikator kinerja level unitkerja dan satker.3. Kejelasan Indikator Kinerja Berbasis Posisi Didapatkan skor rerata 3,74 yang berartikemampuan organisasi untuk menurunkan indikatorkeberhasilan level kementerian sampai ke levelindividual pegawai sudah baik. IKU sudah dibuatsecara tertulis, setiap pegawai sudah mempunyairencana kerja tertulis disertai indikator dan targetyang harus dicapai, dan sudah ada mekanismepelaporan. Baiknya skor pada indikator-indikator inimerupakan konsekuensi logis implementasi BSCsehingga cascading sudah dilakukan hingga levelindividu. Penerapan Sasaran Kerja Pegawai (SKP)pada seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS) Indonesiajuga turut mendukung indikator ini. Hasil ini juga menandakan KKP telah berhasil“membuat strategi menjadi pekerjaan setiap orang”(make strategy everyone’s job) sesuai prinsip SFO.Menurut Kaplan dan Norton (1996), BSC digunakanuntuk mengkomunikasikan strategi ke seluruhindividu dalam organisasi melalui cascading.Cascading atau disebut juga sebagai verticalalignment merupakan proses pengembangan BSC kesetiap level dalam organisasi (Niven, 2008). Bahkancascading harus dilakukan sampai level individu(personal balanced scorecard), sehingga setiaptindakan individu akan dapat selaras dengan strategiorganisasi untuk mencapai visi-misi organisasi.4. Implementasi Penetapan Target Skor rerata sebesar 3,59 menandakan sudahbaiknya kemampuan organisasi untuk membuatpegawai menerima kondisi penetapan pengukuranpencapaian target kinerja yang jelas dengan levelyang tinggi dan menantang. Pegawai sudah terbiasabekerja dalam target kinerja yang tinggi/menantang,target kinerja yang ditetapkan sesuai dengan sasaranstrategis dan realistis, serta inisiatif strategis yang

76 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 8, No. 2, Desember 2017 71 - 85

Page 7: IMPLEMENTASI STRATEGI BERBASIS BALANCED SCORECARD …

ada sudah relevan untuk mendukung pencapaiantarget kinerja. Target yang tidak jelas merupakanmasalah dalam implementasi strategi, sedangkantarget yang menantang merupakan salah satu faktorsukses implementasi strategi. Oleh karena ituorganisasi harus menetapkan target pada level yangtinggi dan menantang. Target yang menantangadalah target yang terentang optimal (stretchingtarget), yaitu target yang hanya dapat dicapai jikaterjadi keadaan perubahan pola pikir, pola sikap danpola perilaku pada individu pegawai, unit kerja, atauperusahaan yang baru yang berbeda dengan saat ini(Darmin, 2013).5. Kejelasan Rencana Kerja

Skor rerata 3,44 pada sub variabel inimenunjukkan kemampuan organisasi untukmenyelaraskan program kerja secara vertikal danhorisontal untuk menghasilkan program kerjaperbaikan untuk mencapai target kinerja, ataumenutup kesenjangan kinerja sudah baik. Namun demikian, berdasar hasil evaluasi yangtelah dilakukan internal KKP, diidentifikasi adanyaduplikasi fungsi antar unit organisasi di lingkunganKKP maupun dengan instansi lain, ketidaksesuaianjenjang organisasi, satuan organisasi yang berbedafungsi namun ditempatkan dalam satu kelompok,sehingga membawa konsekuensi dan tuntutan akanperlunya organisasi yang tepat fungsi dan tepatukuran agar dapat memenuhi kebutuhanmasyarakat. Untuk itu, penataan dan penguatanorganisasi sangat diperlukan untuk menjawab semuatantangan yang ada di masyarakat (KKP, 2016).6. Kejelasan Penilaian Kinerja

Dilihat pada indikator kejelasan penilaiankinerja hasil skor keseluruhan sebesar 3,19 (cukup),menunjukkan masih adanya hambatan implementasiberupa people barrier (Niven, 2008). Walaupunsistem penilaian kinerja secara rutin di mana evaluasipegawai benar-benar berbasis kinerja pegawaitelah berjalan dengan baik namun sistem pemberiantunjangan (kinerja) pegawai belum berjalan baik,belum diterapkan perbedaan yang mencolokbesarnya tunjangan kinerja diantara pegawai yangberkinerja rendah dan berkinerja tinggi. Sebagianbesar pegawai berpendapat pemberian tunjangankinerja lebih banyak didasarkan padapresensi/absensi, bukan karena prestasi kinerjanya. Kemampuan organisasi menjalankan sistemuntuk menghubungkan hasil penilaian kinerjakaryawan dengan penghargaan/reward individualpegawai merupakan faktor utama untukmeningkatkan kualitas tahapan implementasistrategi. BSC sebagai sistem manajemen strategismampu menghubungkan strategi jangka panjangdengan tindakan jangka pendek

melalui proses manajemen. Salah satunya denganmenghubungkan antara reward dengan pencapaiantarget kinerja yang dapat menjadi motivasi bagipegawai untuk meningkatkan kinerja sesuai targetyang ditetapkan.

Al-Ghamdi (2015) berpendapat bahwamanajemen organisasi harus mengaitkan kinerjakaryawan selama tahapan implementasi dengankeseluruhan sistem reward dan kompensasi dalamorganisasi. Kurangnya keterkaitan BSC dengan rewardbagi pegawai menjadi alasan tidak berhasilnyaimplementasi strategi pada organisasi pemerintah(Ching & Chang, 2004). Senada pula denganYalestiarini (2013) yang menyimpulkan sistem rewarddan insentif yang belum baik serta sistem punishmentyang belum diterapkan dan dihubungkan dengankinerja, menjadi kendala implementasi BSC padaorganisasi pemerintah. Pemberian reward selaindalam bentuk finansial berupa gaji maupun tunjanganjuga dapat berupa non-finansial berupa promosijabatan, kesempatan mengikuti pendidikan ataupelatihan, maupun pemberian gelar ataupunkeistimewaan tertentu (Moeljono, 2003).7. Implementasi Sistem Kontrol dan Monitor

Pernyataan indikator pada sub variabelimplementasi sistem kontrol dan monitor didapatkanskor sebesar 3,59. Ini berarti secara keseluruhan, KKPsudah memiliki kemampuan untuk membangun sistemkontrol dan monitor kinerja yang detail, dengan sistempengendalian yang menyeluruh untuk menguji danmemperbaiki strategi melalui dukungan teknologiinformasi. Hal ini antara lain didukung adanya sistempelaporan SKP secara online setiap tiga bulan sebagaisyarat pencairan tunjangan kinerja. Adanya bagianmonitoring dan evaluasi (monev) yang bertugasmemonitor dan meminta laporan setiap bulan jugamendukung. Mahmudi (2005) menjelaskan pentingnya sistem kontrol dan monitor yaitu bahwaketidakberhasilan implementasi strategi terjadi ketikatidak dilakukan monitoring atau pengendalian yangmemadai sehingga terjadi banyak penyimpangan.Terdapat hubungan yang erat antara prosespengendalian dengan struktur organisasi sebagaistruktur pengendali. Untuk menciptakan kinerja yangtinggi, organisasi harus menciptakan koherensi antarelemen dalam sistem pengendalian manajemen yaitukoherensi antar elemen dalam proses pengendalianmanajemen dan kesesuaian antara prosespengendalian manajemen dengan strukturpengendalian manajemen. Organisasi yang memilikikinerja tinggi menyesuaikan desain struktur organisasidengan strategi yang dipilihnya. Struktur organisasiyang merupakan bagian dari struktur pengendalian

Muhammad Aris Nurcholis, Arif Satria, dan Agus Maulana, Implementasi Strategi Berbasis Balanced Scorecard... | 77

Page 8: IMPLEMENTASI STRATEGI BERBASIS BALANCED SCORECARD …

78 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 8, No. 2, Desember 2017 71 - 85

manajemen, sedangkan organisasi merupakan bagiandari proses pengendalian manajemen. Hal tersebutmenunjukkan perlunya kesesuaian antara strukturpengendalian dengan proses pengendalianmanajemen.8. Dukungan Keuangan Skor rerata sebesar 3,05 menunjukkan belumcukup memadainya KKP dalam menyediakananggaran untuk mendukung unit kerja maupunsatuan kerja untuk mengimplementasikanstrateginya. Dengan kata lain strategi yang telahdirencanakan satuan/unit kerja tidak didukunganggaran yang memadai. Hal ini sejalan dengandengan temuan Griffiths (2003), organisasi tidaksecara eksplisit mengintegrasikan BSC ke dalamperencanaan strategis dan proses penganggaran,meskipun organisasi telah membuat kemajuan secarasubstansi mencapai tujuan. Penganggaran tidaksepenuhnya dikaitkan dengan strategi, walaupuntelah ada proses-proses perencanaan anggaran untukprogram tetapi terjadi perubahan/pemotongananggaran/APBN secara nasional. Meskipun anggaranyang dipotong untuk stakeholder berusahadiminimalkan, tetap saja memengaruhi keberhasilanprogram-program yang telah direncanakan.Seringnya revisi menandakan implementasi strategiyang kurang berkualitas. Sebagai lembaga pemerintah, sumber keuanganKKP berasal dari anggaran pendapatan dan belanjanegara (APBN) yang penggunaannya memerlukanpesetujuan parlemen serta proses penyusunannyaterkait lembaga pemerintah yang lain (BadanPerencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas danKemenkeu). Top manajemen mempunyai tugas agarproses-proses tersebut berjalan baik sehinggaanggaran tersedia untuk membiayai rencana strategiyang telah disusun dalam unit-unit kerjanya. Topmanajemen harus mempunyai hubungan yang baikdan mampu meyakinkan lembaga-lembaga itu.Menurut Kaplan dan Grossman (2010), carameyakinkan adalah dengan menyediakan informasidata kinerja yang terpercaya dan menjagaakuntabilitas organisasi disertai manfaat yangditerima masyarakat kelautan perikanan sebagaikonstituen utama KKP. Menurut Ching dan Chang (2004) dukungansumber daya keuangan merupakan salah satupendukung keberhasilan implementasi strategi.Minimnya anggaran yang disediakan oleh organisasidan tidak tersedianya sumber daya yang cukup akanmemengaruhi implementasi strategi. Dukungananggaran yang memadai memungkinkan alokasisumber daya dengan baik, membiayai program,melatih pegawai, membiayai program TI, ataumemperbarui sistem manajemen. Setelah memilikianggaran yang memadai, pilihan top manajemen

mengalokasikan anggaran untukmengimplementasikan strategi yang ada melaluipendekatan BSC. Menurut Niven (2008), kurangnyadukungan anggaran merupakan suatu resourcebarrier (hambatan sumberdaya) di mana strategiyang sudah dirancang organisasi tidak didukungdengan anggaran yang memadai. Resource barrierjuga terjadi apabila proses pembuatan strategi dananggaran dilakukan terpisah oleh dua bagianberbeda.9. Dukungan Kepemimpinan Pada faktor dukungan kepemimpinan, diperolehskor sebesar 3,66. Ini bisa diartikan bahwa secarakeseluruhan kemampuan para pimpinan di KKP untukmemberikan dukungan dan komitmen yang kuatuntuk memimpin, menjalankan dan mengevaluasiimplementasi strategi organisasi sudah baik.

Para pemimpin/pejabat di unit kerja/satkerterlibat secara aktif dalam mendukung kegiatan timpengelola kinerja/SMO, namun peranan dalammemimpin, menjalankan dan mengevaluasiimplementasi strategi organisasi belum ditunjukkandengan cukup baik. Ditemukan juga bahwa peranmiddle manajer/atasan langsung (pejabat eselon 3dan 4) peranan dalam memotivasi bawahannyauntuk mencapai target kinerja sudah cukup baik, jugasudah baik dalam bertugas memotivasi bawahannyauntuk mencapai target kinerja, serta melakukanmonitoring dan reviu terhadap capaian kinerjabawahannya. Aaltonen dan Ikavalko (2002) menyatakanpentingnya peranan middle manajer dalammengkomunikasikan strategi. Middle manajerbertanggung jawab meneruskan aliran informasistrategis dan memastikan pemahaman pada strategipada bawahannya. Dalam proses ini, komunikasiinformal diantara atasan dan bawahan dianggap lebihpenting daripada strategi komunikasi formal.Komunikasi yang cukup tidak menjamin suksesnyaimplementasi, namun interpretasi, penerimaan, danadopsi diantara implementator adalah penting.Pemahaman terhadap strategi yang kurang memadaimenjadi salah satu penghambat implementasistrategi. Tentang peranan pimpinan unit kerja dalammemberikan arahan strategi pencapaian visi-misiorganisasi yang masih kurang, masih terkait dengantemuan diawal di mana visi dan misi kurangdikomunikasikan ke semua pegawai. Dalam hal iniKasperskaya (2008) menambahkan bahwa padalembaga pemerintah, BSC hanya dipahami olehsedikit manajer senior yang terlibat dalam program.Sedangkan middle manajer walaupun memberikandukungan tetapi sebenarnya kurang memahami BSCserta keterkaitannya dengan rencana strategisorganisasi. Sejalan dengan penelitian Norlaila et al.(2013) yang juga menekankan peranan dukungan

Page 9: IMPLEMENTASI STRATEGI BERBASIS BALANCED SCORECARD …

senior manajemen sebagai penentu keberhasilanimplementasi BSC.10. Dukungan Struktur Organisasi Skor 3,53 pada sub variabel dukunganstruktur organisasi menunjukkan bahwa sudahbaiknya kemampuan KKP membuat strukturorganisasi yang paling mendukung proses kerjasesuai dengan kebutuhan strategi yang dijalankan.Dengan penerapan BSC sejak 2013 memaksamanajemen KKP melakukan proses-prosespenataan struktur agar organisasi kementerian danunit kerja/satker dibawahnya mencerminkanpembagian pekerjaan dan tanggung jawabpekerjaan yang jelas guna mendukungimplementasi strategi KKP. Dalam tahun 2014-2016dilakukan restrukturisasi berupa perampinganstruktur eselon 1 sampai dengan eselon 4 danpenambahan jabatan fungsional tertentu (JFT)sehingga komposisi jabatan pegawai menujuorganisasi ideal yang miskin struktur tetapi kayafungsi. Beberapa penelitian menunjukkan terdapathubungan antara struktur organisasi denganstrategi. Penelitian Al-Ghamdi (2015) menyebutkankurangnya pemahaman terhadap peran strukturorganisasi dan desain dalam proses eksekusimenghambat implementasi strategi. Untukmengatasi itu, manajemen harus menyelaraskanstruktur organisasinya dengan strateginya dalamrangka memperkaya efektifitas komunikasi dankoordinasi selama proses implementasi. MenurutMahmudi (2005) organisasi yang memiliki kinerjatinggi menyesuaikan desain struktur organisasidengan strategi yang dipilihnya. Struktur organisasimerupakan bagian dari struktur pengendalianmanajemen, sedangkan organisasi merupakanbagian dari proses pengendalian manajemen. Haltersebut menunjukkan perlunya kesesuaian antarastruktur pengendalian dengan proses pengendalianmanajemen.11. Kompetensi SDM Pada indikator kompetensi SDM didapatkan skorrerata sebesar 3,47. Hal ini menandakan cukupbaiknya kemampuan untuk membangun sistempeningkatan kompetensi SDM agar ketrampilanmanajemen dan fungsional yang dibutuhkanmelaksanakan strategi dengan cepat. Antarakompetensi pegawai dan jabatan/tugas pegawaisudah sesuai, namun ditemukan bahwa kegiatanpendidikan, pelatihan, dan pengembangan yangdiikuti pegawai belum sesuai dengan kebutuhanstrategi organisasi. Selain itu para pimpinan/pejabatdalam memberikan komitmen dan dukungan(pendanaan, waktu, dan ide) untuk peningkatankompetensi SDM masih belum baik.

KKP telah mengembangkan jabatan fungsional danpenyusunan aturan di KKP untuk lelang terbukapenempatan posisi jabatan struktural. Dalam rangkameningkatkan kompetensi pegawai, KKP mendorongpenambahan JFT dan pengurangan JFU. Dalam sistemBSC KKP indeks kompetensi dan integritas masuk dalamperspektif learning and growth. Indeks kompetensiberasal dari hasil assesment sedangkan variabelintegritas pegawai diambil dari nilai SKP, tingkatkehadiran pegawai, dan kepatuhan penyampaianLaporan Hasil Kekayaan Aparatur Sipil Negara/PejabatNegara (LHKASN/LHKPN). Upaya yang dilakukantersebut sebagai bagian meningkatkan reformasibirokrasi (KKP, 2016) Dalam sistem BSC, komitmen dan dukunganpimpinan untuk peningkatan kompetensi pegawaisangat penting karena pegawai dipandang sebagaihuman capital yang merupakan hasil kali kapabilitaspegawai dan komitmen pegawai. Dengan demikian jikaorganisasi ingin melipatgandakan kinerja pegawai,harus dilakukan peningkatan kualitas kapabilitas dankomitmen pegawai (Mulyadi, 2007). Karenanyakapabilitas juga erat hubungannya dengan kompetensi.Pegawai yang kompeten adalah pegawai yang kapabel,sebagaimana tim yang kompeten adalah tim yangkapabel dan organisasi yang kompeten adalahorganisasi yang kapabel. Hubungan kompetensi dengankapabilitas ini membuat kompetensi berkaitan eratdengan menuntaskan pekerjaan. Dalam konteksmanajemen modern kompetensi adalah segala sesuatumengenai penciptaan nilai tambah (adding value).Hamel dan Prahalad (1990) menyatakan bahwaorganisasi yang bisa bertahan di dunia industri yangmudah berubah saat ini adalah yang mampumemelihara dan mengembangkan kompetensi intinya(core competence). Kompetensi harus mampumenjawab kebutuhan akan peran dan tanggung jawabpekerjaan. Penerapan manajemen SDM berbasiskompetensi yang sesungguhnya adalah menerapkannyapada fungsi seleksi dan rekruitmen, pelatihan,pengembangan karyawan, penilaian kinerja,assessment, perencanaan karir dan kompensasikaryawan sekaligus.12. Budaya Organisasi Pada sub variabel dukungan budaya organisasi(3,62), menunjukkan KKP telah mempunyai nilai budayaorganisasi yang kuat untuk mendukung implementasistrategi. Penelitian Widyastuti (2009) dalam kasuskementerian PPN/Bappenas menyimpulkan bahwabudaya organisasi memiliki hubungan yang positif dansignifikan dengan kualitas pelayanan. Usaha yang dilakukan KKP untuk membangunbudaya organisasi yang baik sekaligus bagian dariprogram percepatan RB khususnya program

Muhammad Aris Nurcholis, Arif Satria, dan Agus Maulana, Implementasi Strategi Berbasis Balanced Scorecard... | 79

Page 10: IMPLEMENTASI STRATEGI BERBASIS BALANCED SCORECARD …

peningkatan transparansi dan akuntabilitas aparatantara lain dengan menerapkan assessment ataulelang terbuka untuk jabatan-jabatan strukturalmulai eselon 1 sampai dengan eselon 4. Bahkanuntuk pejabat eselon 1 (pimpinan tinggi madya) bisadiikuti oleh PNS, aktivis Lembaga SwadayaMasyarakat (LSM) atau pihak swasta dari luar KKP.Program ini memaksa para PNS yang inginmenduduki jabatan pimpinan bersaing secara sehatdengan sesama PNS KKP maupun dengan pihak diluar KKP. Sedangkan untuk membangun budaya antikorupsi antara lain dilaksanakan dengan programmind set dan culture set berupa Pencanangan ZonaIntegritas, Wilayah Bebas Korupsi (WBK) danWilayah Bebas Korupsi, Bersih dan Melayani(WBBM). Budaya organisasi tidak bisa terlepas darikompetensi SDM, karena obyek dan subyek budayaadalah manusia-manusia yang ada di organisasi itu.Untuk menciptakan SDM yang kompeten danmempunyai integritas tinggi diperlukan aturan bakuyang yang disebut budaya organisasi yang secarasistematis menuntun para pegawai untukmeningkatkan komitmen kerjanya bagi organisasi(Moeljono, 2005). Aturan yang telah dibakukan ituberupa pernyataan-pernyataan filosofis yangmengikat seluruh pegawai dan pimpinan organisasisehingga akan memunculkan sikap dan perilaku yangdiharapkan. Kotter dan Hessket dalam Moeljono(2003) menyatakan bahwa gaya dan nilai-nilai suatubudaya yang kuat cenderung tidak banyak berubahwalaupun ada pergantian pucuk pimpinan karenaakar-akarnya sudah mendalam. Budaya organisasimempunyai dampak signifikan terhadap kinerjaorganisasi dalam jangka panjang. Adanya budayayang kuat pada organisasi akan meminimalkanadanya penyimpangan dan kemampuan untukberadaptasi dengan situasi yang tidak terduga.13. Perbaikan Proses

Pada sub variabel perbaikan proses, diperolehskor rerata sebesar 3,69. Hal ini berarti sudahbaiknya kemampuan KKP dalam menyediakaninfrastruktur, sarana, sistem, pengembangankapabilitas, perbaikan proses inovasi yang memadaidan berkualitas. Melalui BSC, KKP berusahamelakukan perbaikan proses kerja dan memperbaikipraktek-praktek manajemen serta menyediakanpelatihan dan dukungan bagi pegawai untukmelakukan perbaikan proses kerja dan inovasisecara memadai. Sebagai dampaknya, proses-prosespekerjaan dan pelayanan dilaksanakan lebih cepat.Hal ini sejalan dengan penelitian Yalestiarini (2013)di mana sarana dan prasarana yang disediakanmembuat pegawai dapat melaksanakanpekerjaannya dengan optimal.

14. Teknologi Informasi (TI) Skor rerata untuk dukungan TI sebesar 3,66menunjukkan telah baiknya kemampuan KKP untukmemberikan dukungan penyediaan TI agar pekerjaanbisa berlangsung cepat, terintegrasi, dan salingbersinergi sehingga mendukung implementasi strategi.Unit kerja/ satuan kerja telah menerapkan sistemteknologi informasi/komputerisasi yang memudahkanpelaksanaan pekerjaan. Kemampuan penguasaanteknologi informasi dalam mendukung pekerjaan telahbaik. Pemrosesan pekerjaan, pelayanan danproses-proses transaksi telah dilakukan secaraotomatisasi dan komputerisasi, tidak dengan manual.Salah satu program percepatan reformasi birokrasiadalah pengembangan sistem TI pemerintah. Untukmendukung program itu KKP sudah mengembangkanprogram-program layanan kepada pihak eksternalmaupun internal yang berbasis teknologi informasiantara lain: sistem informasi kepegawaian/simpeg(e-Office), sistem informasi kinerja/kinerjaku(e-Performance), dan lelang pengadaan denganbarang/jasa secara online (e-Procurement).

Dalam hal hubungan TI dan strategi, Prahalad danKrishnan (2002) menyarankan agar perkembangan TIdapat mendukung implementasi strategi, manajersenior dan manajer TI bersama-sama dapatmengidentifikasi fleksibilitas kebutuhan khusus dilingkungan organisasi, mengidentifikasi teknologi yangtepat untuk kebutuhan organisasi.15. Program Manajemen Perubahan Skor rerata 3,76 pada sub variabel dukunganprogram manajemen perubahan menunjukkansudah baiknya KKP dalam menyelenggarakanprogram - program manajemen perubahan untukmenyiapkan kesadaran dan penerimaan pegawai padasistem baru yang berlaku. Awal mula implementasiBSC di KKP merupakan suatu usaha perubahan yangdidorong oleh top manajemen dan dipicu olehkebutuhan akan suatu alat manajemen yang bisameningkatkan kinerja organisasi sekaligus dapatmenaikkan nilai LAKIP (Laporan Akuntabilitas KinerjaInstansi Pemerintahan). Akibat digunakannya BSCsebagai alat pengukuran kinerja, terjadi perubahanpola dan budaya dari kerja yang tidak terukurmenjadi terukur dan secara tidak langsungberdampak pada perubahan struktur organisasimenuju struktur yang lebih ramping menyesuaikandengan kebutuhan strategi. Selain penerapan BSCdan pengembangan teknologi informasi, masing -masing unit kerja telah pula berinisiatif menerapkansistem manajemen modern seperti ISO 9000:2008dan ISO 17025. Dapat dikatakan perubahan yangterjadi di KKP mencakup tiga aspek yaituperubahan pada kultur, struktur, dan proses.

80 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 8, No. 2, Desember 2017 71 - 85

Page 11: IMPLEMENTASI STRATEGI BERBASIS BALANCED SCORECARD …

Pegawai ternyata mampu menyesuaikan diriterhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalamtiga tahun terakhir. Temuan pada penelitian yangdilakukan sebelumnya bahwa ada resistensi terhadapBSC tidak ditemukan dalam penelitian ini. Sedangkanyang dimaksud dengan resistensi itu yang sebenarnyaadalah kurangnya komunikasi untuk mengenalkanadanya suatu sistem manajemen baru. Kalaupun adayang benar-benar menolak perubahan sangatlahsedikit, ada sebagian pegawai yang menerima, dansebagian lagi yang merupakan kelompok terbesardikategorikan sebagai “fence-sitters” adalahkelompok yang tidak menentang tetapi juga tidakmenerima, sehingga bila menggunakan terminologiresisten menurut Speculand (2009), selama ini adaanggapan yang salah tentang resistensi karenasebagian besar pegawai akan terbuka terhadapadanya perubahan bilamana perubahan itudikomunikasikan dengan tepat.16. Unit Manajemen Strategi (Strategy Management

Office/SMO) Skor 3,24 pada sub variabel ini menandakanbahwa meskipun sudah ada SMO, tetapi belumberfungsi dengan optimal. Salah satu penyebab SMOyang ada di KKP belum berfungsi dengan optimalkarena level dalam struktural hanya setingkatadministrator (eselon 3) sehingga kurang mempunyaikekuatan untuk mengawal implementasi strategidalam sistem BSC serta adanya hambatanmanajemen. Masih adanya hambatan manajemendibuktikan dengan minimnya rapat-rapat pimpinanyang diadakan khusus untuk membahas pelaksanaanstrategi. Hal itu sejalan dengan teori dalam BSCbahwa salah satu masalah dalammengimplementasikan strategi adalah organisasitidak memiliki SMO yang bertugas khusus untukmengawal pelaksanaan strategi dalam kerangka BSC.Kalaupun ada SMO tetapi kapabilitas dan kuantitaskurang memadai untuk ukuran organisasi (Kaplan &Norton, 2008). Padahal dalam organisasi yangmenerapkan BSC, SMO mempunyai tiga peran utamayaitu sebagai arsitek, sebagai process owner dansebagai integrator. Peran SMO sebagai arsitek adalahmenetapkan kerangka manajemen strategis danmenetapkan proses manajemen organisasi. SMOmengubah struktur organisasi sehingga memilikiseorang level eksekutif yang khusus berfokuspada proses pengembangan strategi dan koordinasilintas fungsi proses bisnis untukmengimplementasikan strategi. Selanjutnya Kaplandan Norton merekomendasikan kepala SMOselevel dengan pejabat level direksi atau general

manager, atau satu level dibawah direksi dengan akseslangsung ke CEO (Chief Executive Officer). PerananSMO sebagai process owner adalah, merancangstrategi, mengembangkan strategi menyelaraskan(struktur) organisasi dan melakukan reviu sertapenyesuaian terhadap strategi yang berjalan.Sedangkan peran sebagai integrator yang terpentingadalah penghubung untuk operasional perencanaandan penganggaran, menyinergikan antar kepegawaian,unit-unit kerja, dan fungsional, mengomunikasikanstrategi serta berbagi best practice.Analisis Implementasi Strategy-Focused Organization(5-SFO) di KKP

Analisis terhadap rerataan skor variabeldilakukan untuk melihat tingkat persepsi respondenatas implementasi 5-SFO. Berdasarkan jawaban yangdiberikan oleh responden, diperoleh skormasing-masing variabel 5-SFO di KKP ditunjukkan olehGambar 1. Nilai terendah terdapat pada prinsip SFO-1.Secara keseluruhan, ditinjau dari lima prinsip dari SFO,level implementasi strategi BSC di KKP sudah baik,walaupun pada skor yang relatif rendah (rentang >3,4-4,2). KKP telah memenuhi sebagian besar kriteria dari5-SFO.

Berdasarkan analisis hasil kuesioner danwawancara, dapat disimpulkan bahwa untuk SFO-1(perubahan melalui kepemimpinan yang kuat), KKPtelah memobilisasikan perubahan melaluikepemimpinan yang kuat yang berdampak padaimplementasi strategi organisasi. Prinsip perubahanmelalui kepemimpinan yang kuat terlihat sejak awaldiluncurkannya BSC pada 2013, Menteri KelautandanPerikanan (menKP) sebagai top eksekutifmerupakan penunjang utama keberhasilanimplementasi BSC di KKP. Untuk memobilisasikanperubahan harus dimulai dari komitmen top eksekutif.Komitmen top eksekutif KKP sangat penting dalamkeberhasilan implementasi strategi karena berdampakpada peran pejabat-pejabat dibawahnya (top danmiddle manager). MenKP sebelumnya telahmenginisiasi penerapan BSC di KKP, memberikan dasarhukum dengan menerbitkan keputusan penggunaanBSC (keinginan perubahan yang dinyatakan denganjelas) sekaligus mendeklarasikan BSC sebagai modelpengukuran kinerja yang baru (cara baru pengelolaanmanajemen). Dilanjutkan dengan dibentuknya timSMO BSC kementerian dan di setiap unit kerja yangkebanyakan anggota tim adalah middle manajer yangsekaligus berperan sebagai komunikator dan rolemodel BSC (adanya tim perubahan yang kuat). Melaluitim itu, visi-misi KKP dalam kerangka BSC kemudiandikomunikasikan ke seluruh pegawai.

Muhammad Aris Nurcholis, Arif Satria, dan Agus Maulana, Implementasi Strategi Berbasis Balanced Scorecard... | 81

Page 12: IMPLEMENTASI STRATEGI BERBASIS BALANCED SCORECARD …

Tentang peranan middle manajemen, Hrebiniak(2008) menyatakan bahwa implementasi strategiyang efektif melibatkan manajer di semua tingkatan.Selama ini ada pandangan yang salah dari eksekutifdan top manajer bahwa implementasi strategiadalah tugas dan tanggung jawab middle manajerdan manajer tingkat yang lebih rendah. Jika adayang salah dengan implementasi maka kesalahandialamatkan pada para implementator. Pandanganyang benar adalah implementasi strategi merupakantanggung jawab semua tingkat manajemen.Walaupun tugas dan pekerjaan berbeda-beda ditiap tingkat jabatan, tetapi semua mempunyai peranpenting dan saling bergantung. Menurut Radomska(2014) bahwa dari sudut pandang hasil yangdiperoleh, penting mendelegasikan tanggung jawabimplementasi kegiatan kepada para pemimpin diberbagai tingkatan struktur organisasi. Untuk SFO-2 (menerjemahkan strategi ke dalamtindakan operasional), KKP telah membangunmanajemen kinerja dengan mengembangkan petastrategi pada level kementerian hingga unit-unitkerja dibawahnya bahkan telah sampai levelpegawai/individu. Indikator Kinerja Utama (IKU)sudah jelas, tertulis dan tersistem untuk setiap unitkerja, satuan kerja, unit fungsional hingga levelindividu pegawai. Inisiatif strategis yang ada sudahrelevan untuk mendukung pencapaian targetkinerja. Penelitian sebelumnya menyatakanimplementasi strategi akan berjalan efektif jikaseluruh komponen organisasi memahami strategi.Oleh karena itu strategi harus diterjemahkanmenjadi hal yang bersifat operasional denganmembuat peta strategi, menetapkan KPI / IKU,

menetapkan target, menentukan inisiatif, danmenerapkan akuntabilitas. KKP telah menyusun BSCsesuai dengan strategi organisasi yang didasarkanpada visi dan misi organisasi yang diturunkan dariNawacita Presiden. Untuk SFO-3 (menyelaraskan organisasi denganstrategi), pada peta strategi untuk setiap perspektifBSC sudah dilakukan cascading dan alignment padasemua unit kerja dan satuan kerja sehingga merekadapat berkontribusi untuk mencapai tujuan strategi.Hasil ini menandakan bahwa KKP telah berhasil“membuat strategi menjadi pekerjaan setiappegawai” sesuai prinsip SFO. Untuk SFO-4(memotivasi untuk membuat strategi menjadi tugassetiap pegawai), KKP telah melakukan cascadinghingga level individu pegawai (personal scorecard)yang bertujuan untuk memastikan setiap pegawaiturut serta berkontribusi dalam pencapaian strategi.Namun untuk implementasi prinsip SFO ini masihterdapat kelemahan khususnya pada jabatanfungsional tertentu (JFT) di mana memiliki skor yanglebih rendah bila dikaitkan dengan keselarasanperencanaan dan IKU JFT dengan struktural. Jugamasih terdapat tumpang tindih antara personalscorecard dengan penilaian SKP (Sasaran KinerjaPegawai). Dasar dalam pembuatan SKP tidakdihubungkan ke renstra KKP (BSC) tetapi diambil daritusi (tugas dan fungsi) sebagai koridornya, sehinggakegiatan yang ditulis dalam SKP cenderung bersifattusi. Kinerja dalam personal scorecard juga belumdihubungkan sepenuhnya dengan sistem rewardpegawai. Peraturan Menteri KP Nomor 15 tahun2015 lebih banyak mengatur pengurangan tunjangan

3,6 3,5 3,4 3,3

4,03,93,83,7

3,46

3,69 3,69

3,49 3,52

3,57

Implementasi 5-SF0 KKP

3,23,13,0

SF0-1 SF0-2 SF0-3 SF0-4 SF0-5 SF0 KKP

Keterangan:SFO-1 (memobilisasi perubahan melalui kepemimpinan eksekutif), SFO-2 (menerjemahkan strategi ke dalam kerangkaoperasional), SFO-3 (menyelaraskan organisasi dengan strategi), SFO-4 (memotivasi untuk membuat strategi menjaditugas setiap pegawai), SFO-5 (mengatur untuk membuat strategi menjadi proses yang berkelanjutan).Sumber: Hasil Analisis, 2017.

Gambar 2. Implementasi 5-SFO di KKP

82 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 8, No. 2, Desember 2017 71 - 85

Page 13: IMPLEMENTASI STRATEGI BERBASIS BALANCED SCORECARD …

kinerja yang berhubungan dengan kehadiranpegawai daripada kinerjanya. Pada SFO-5 (mengatur untuk membuat strategimenjadi proses yang berkelanjutan), KKP sudahmembuat sistem pelaporan kinerja BSC yangestablished berbasis teknologi informasi.Melakukan monitoring dan evaluasi yang hasilnyadigunakan untuk memperbaiki strategi danprogram kerja organisasi. KKP sudah mempunyaiunit khusus/SMO untuk mengawal pelaksanaanBSC. Namun demikinan masih terdapat kelemahandalam mengintegrasikan planning dan budgetingdengan strategi. Serta proses pendidikan danpelatihan pegawai yang belum dihubungkan dengankebutuhan strategi. SMO di unit-unit kerja KKPmasih bersifat adhoc, sehingga personil yangditunjuk atau diberi tanggung jawab sebagai SMOmasih mempunyai tugas pokok lain yang lebihutama.Pemahaman Pegawai Terhadap Rencana StrategisKKP dan Balanced Scorecard Pada survei ini peneliti mengajukanpertanyaan mengenai tingkat pemahamanresponden terhadap renstra KKP dan pemahamanBSC secara umum. Berdasarkan hasil analisissebagaimana pada tampak pada Gambar 3,sebanyak 53 persen responden paham (dansangat paham) dengan Renstra KKP, dan 47persen sisanya sedikit paham, tidak paham danragu-ragu. Berdasarkan tingkat pemahamanresponden terhadap BSC didapatkan bahwa 42persen yang paham (dan sangat paham) BSC,selebihnya, sebanyak 58 persen sedikit paham,tidak paham, dan ragu-ragu. Untuk memastikan,pertanyaan tentang pemahaman pegawaiterhadap renstra ditanyakan lagi pemahamandalam kaitan dengan BSC dan hasilnya yaitusebesar 63 persen tidak paham dan 37 persenpegawai yang memahami BSC. Berdasarkan hasilini disimpulkan pemahaman pegawai KKPterhadap renstra dan BSC masih rendah.Pemahaman terhadap

strategi dan BSC yang masih rendah adalah salah satupenghambat keberhasilan implementasi strategi. Oleh karena itu, Niven (2008) menyatakanbahwa bila suatu organisasi memutuskan untukmenerapkan BSC sebagai alat manajemen kinerja,maka dibutuhkan pendidikan dan pelatihan BSCkarena setiap individu dalam suatu organisasi memilikilatar belakang pendidikan yang berbeda-beda.Pendidikan dan pelatihan BSC dapat dilakukan denganmengadakan workshop yang diikuti oleh individudalam organisasi tersebut untuk memberikanpemahaman yang memadai tentang BSC. Transferpengetahuan terhadap strategi dan BSC dapatdilakukan dengan perantaraan para middle manajeryang ada di KKP dengan cara mengoptimalkanperanan mereka sebagai komunikator strategi.Aaltonen dan Ikavalko (2002) menekankan pentingnyaperanan middle manajer dalam mengkomunikasikanstrategi. Middle manajer bertanggung jawab untukmeneruskan aliran informasi strategis dan juga untukmemastikan pemahaman pada strategi. Dalam proseskomunikasi ini, komunikasi informal diantara atasandan bawahan dianggap lebih penting daripada strategikomunikasi formal.KESIMPULAN

BSC sebagai suatu alat manajemen strategi dapatmemacu peningkatan kinerja apabila dalampenerapannya memerhatikan faktor-faktor yangmenentukan implementasi strategi, sehinggamendorong program reformasi birokrasi di KKPkhususnya komponen penguatan akuntabilitas kinerja.Faktor-faktor yang menentukan keberhasilanimplementasi strategi pada KKP adalah faktor-faktorkualitas tahapan implementasi strategi danfaktor-faktor pendukung implementasi strategi.Penelitian ini menemukan faktor yang menentukankualitas tahapan implementasi strategi yang nilainya palingtinggi adalah kejelasan kinerja berbasis posisi,sementara faktor pendukung implementasi strategiyang nilainya paling tinggi adalah manajemenperubahan. Faktor kualitas tahapan implementasi

Sumber: Hasil Analisis, 2017.Gambar 3. Pemahaman Pegawai Terhadap Renstra dan BSC KKP

Muhammad Aris Nurcholis, Arif Satria, dan Agus Maulana, Implementasi Strategi Berbasis Balanced Scorecard... | 83

Page 14: IMPLEMENTASI STRATEGI BERBASIS BALANCED SCORECARD …

strategi yang masih rendah adalah kejelasanpenilaian kinerja. Sedangkan faktor pendukungimplementasi strategi yang masih rendah adalahdukungan anggaran serta unit manajemen strategi(SMO). Bila ditinjau dari prinsip 5-SFO, levelimplementasi strategi BSC di KKP sudah cukup baik.KKP telah memenuhi sebagian besar kriteria dari5-SFO walaupun pada skor yang relatif rendah.Penelitian menyimpulkan bahwa pemahamanpegawai KKP terhadap BSC masih belum begitu baik.Sedangkan implementasi BSC untuk pencapaian strategioleh top manajer dan middle manajer sudah baik. Temuan penting dalam penelitian ini adalahberhasil mengonfirmasi adanya hambatan orang(people barrier) dalam implementasi BSC di KKP,yaitu reward dalam bentuk tunjangan kinerja(tunjangan finansial) dan penghargaan lainnya(non-finansial) belum sepenuhnya didasarkan padaperbedaan kinerja, baik pada individual ataupun tim.Penelitian juga mengidentifikasi adanya faktorpenting keberhasilan implementasi strategi denganBSC di KKP adalah komitmen yang kuat dari Menterisebagai pihak yang memiliki kepemimpinan dankekuasaan tertinggi di KKP.SARAN

Untuk mengoptimalkan peran BSC dalamimplementasi strategi, top manajemen di KKPdiharapkan agar meningkatkan intensitas dalammengomunikasikan visi dan misi, renstra sertakaitannya dengan BSC keseluruh pegawai,memberikan dukungan anggaran yang cukup padaunit-unit kerja yang ada sesuai dengansasaran-sasaran strategis yang diembannya. Masing-masing unit kerja eselon 1 di KKP jugaharus meningkatkan kompetensi SDM agarketerampilan manajemen dan fungsional yangdibutuhkan untuk melaksanakan strategi. Kegiatanpendidikan, pelatihan dan pengembangan yangdiikuti pegawai harus disesuaikan kebutuhan strategiyang ada. KKP harus menguatkan peran SMOkhususnya sebagai arsitek strategi, yaitu yangmenetapkan kerangka manajemen strategi danproses manajemen organisasi, mengubah strukturorganisasi, serta fokus bekerja pada prosespengembangan strategi dan koordinasi lintas fungsiproses bisnis untuk mengimplementasikan strategi.Untuk itu penelitian menyarankan jabatan kepalayang berkinerja rendah dan yang berkinerja tinggi,baik pada tim ataupun individual. SMO minimalselevel dengan pejabat eselon 2.

Terakhir, KKP harus mengaitkan penilaiankinerja dengan reward dan penghargaan lainnya yangdidasarkan pada perbedaan diantara pegawai yangberkinerja rendah dan yang berkinerja tinggi, baikpada tim ataupun individual.

DAFTAR PUSTAKA

BukuJauch, W. & Glueck, L. (1995). Manajemen strategis

dan kebijakan perusahaan (2nded). (Murad,Terjemahan). Jakarta: Erlangga.

Kaplan, R.S. & Norton, D.P. (1996). The BalancedScorecard: Translating strategy into action. USA:Harvard Business School Press.

Kaplan, R.S. & Norton, D.P. (2001). The Strategy-focusedorganization, how balanced scorecard companiesthrive in the new business environment. USA:Harvard Business School Press.

Kaplan, R.S. & Norton, D.P. (2008). The executingpremium: Linking strategy to operations forcompetitive advantage. USA: Harvard BusinessSchool Press.

Kotter, J.P. (1996). Leading change. (Joseph B.M.S.,Terjemahan). Jakarta: Gramedia.

Mahmudi. (2005). Manajemen kinerja sektor publik.Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Moeljono, D. (2003). Budaya korporat dan keunggulankorporasi. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Moeljono, D. (2005). Cultured! Budaya organisasi dalamtantangan. Jakarta: Elex Media Computindo.

Mulyadi. (2007). Sistem terpadu pengelolaankinerja personel berbasis balanced scorecard.Yogyakarta: UPP STIE YKPN.

Niven, P.R. (2008). Balanced scorecard step-by-step forgovernment and nonprofit agencies. Canada: HonWiley & Son.

Sugiyono. (2014). Metode penelitian manajemen.Bandung: Alfabeta.

Wheelen, T.L. & Hunger, J.D. (2012). Strategicmanagement and business policy, toward globalsuistainibility. (13th ed.). USA: Pearson.

KKP. (2016). Laporan kinerja Kementerian Kelautan danPerikanan tahun 2015.

Kemenkeu. (2012). Strategy focused organization survey: Pushaka Sekretariat JenderalKementerian Keuangan.

84 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 8, No. 2, Desember 2017 71 - 85

Page 15: IMPLEMENTASI STRATEGI BERBASIS BALANCED SCORECARD …

JurnalAaltonen, P. & Ikavalko, H. (2002). Implementing

strategies successfully. IntegratedManufacturing Systems.13(6), 415-418.

Al-Ghamdi, S.M. (2015). Obstacles to successfulimplementation of strategic decisions: TheSaudi case. International Journal ofManagement and Strategy. 6(9), 1-11.

Atkinson, H. (2005), Strategy implementation: Arole for the balanced scorecard? ManagementDecision. 44(10), 1441-1460.

Ching, Y. & Chang, L. (2004). Performancemeasurement and adoption of balancedscorecard: A survey of municipal governmentsin the USA and Canada. The InternationalJournal of Public Sector Management.17(2),204-221.

Griffiths, J. (2003). Balanced scorecard use in NewZealand government departments and crownentities. Australian Journal of PublicAdministration. 62(4), 70-79.

Hamel, G. & Prahalad, C.K. (1990). The corecompetence of corperation. Harvard BusinessReview. May-June,1-15.

Kasperskaya, Y. (2008). Implementation the BSC: Acomparative study of two Spanish city councils– an institutional perspective. FinancialAccountability & Management. 24(4), 363–384.

Norlaila, M.Z., Sulaiman, S., Ramli, A. & Nawawi, A.(2013). Performance measurement andbalanced scorecard implementation: Caseevidence of a government-linked company.Procedia Economics and Finance. 7, 197–204.

Prahalad C.K. & Krishnan, M.S. (2002). The dynamicsynchronization of strategy and informationtechnology. MIT Sloan Review Management.43(4), 23-33.

Radomska, J. (2014). Model of successful strategyexecution: Revising the concept. Problems ofManagement in the 21st century. 9(3), 213-222.

Speculand, R. 2009. Six necessary mind shifts for implementing strategy. Business Strategy Series Emerald Group.10(3), 167-172. DOI10.1108/17515630910956589

KKP. (2016). Keputusan Menteri Kelautan danPerikanan Nomor 4/KEPMEN-KP/2016 tentangRoad Map Reformasi Birokrasi KementerianKelautan dan Perikanan 2015-2019.

Sumber Digital Hrebiniak, L. (2008). Making strategy work:

Overcoming the obstacles to effective execution.Ivey Business Journal. Diperoleh tanggal 28Februari 2017, dari http://iveybusinessjournal.com/publication/making-strategy-work-overcoming-the-obstacles-to-effective-execution/

Kaplan, R.S., Grossman, A.S. (2010). The emergingcapital market for nonprofits. Harvard BusinessReview. Diperoleh tanggal 28 Februari 2017, darihttps://hbr.org/2010/10/the-emerging-capital-market-for-nonprofits

Sumber LainDarmin, M. (2013 ). Model implementasi strategi

sebagai determinan kinerja perusahaan.Disertasi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hastiana, A.T. (2013). Evaluation of The balancedscorecard implementation as a performancemeasurement system (case study at SantikaPremiere Hotel). Skripsi, Universitas GadjahMada, Yogyakarta.

Soebroto, S. (2010). Evaluasi atas penerapanbalanced scorecard pada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan. Tesis, UniversitasIndonesia, Depok.

Tri, A.F. (2014). Analisis implementasi pengelolaankinerja berbasis balanced scorecard (BSC) padaKantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Batu.Skripsi, Universitas Brawijaya, Malang.

Widyastuti, E. (2009). Analisis hubungan organisasi,kepemimpinan dan kualitas pelayanan biro SDMkementerian PPN/Bappenas. Tesis, InstitutPertanian Bogor, Bogor.

Yalestiarini, L. (2013). Evaluasi penerapan balancedscorecard sebagai dasar pengukuran kinerja: Studi pada ditjen perbendaharaan. Tesis,Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Peraturan Perundang-undanganKKP. (2015). Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Nomor 45/PERMEN-KP/2015 tentang PerubahanPeraturan Menteri KP Nomor 25 tahun 2015tentang Rencana Strategis Kementerian Kelautandan Perikanan Tahun 2015-2019.

Muhammad Aris Nurcholis, Arif Satria, dan Agus Maulana, Implementasi Strategi Berbasis Balanced Scorecard... | 85