hubungan kejadian hiperbilirubinemia ...digilib.unila.ac.id/32802/3/skripsi tanpa pembahasan.pdf ·...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN KEJADIAN HIPERBILIRUBINEMIA
DENGANINKOMPATIBILITAS ABO PADA BAYI BARU LAHIR DI
RSUDABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2014 – 2015
Oleh
MENTARIASIH MAULIDA
Skripsi
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
HUBUNGAN KEJADIAN HIPERBILIRUBINEMIA
DENGANINKOMPATIBILITAS ABO PADA BAYI BARU LAHIR DI
RSUDABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2014 – 2015
Oleh
MENTARIASIH MAULIDA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRACT
RELATIONSHIP BETWEEN HYPERBILIRUBINEMIA WITH ABO
INCOMPATIBILITY IN NEWBORNS AT ABDUL MOELOEK
HOSPITAL LAMPUNG YEAR OF 2014-2015
By
MENTARIASIH MAULIDA
Background: Hyperbilirubinemia is a pathological condition that arises at birth or
on the first day of birth with a rapid rise in bilirubin levels of 5 mg / dL per day,
occurring in premature or underdeveloped infants. ABO incompatibility is the
most common risk factor that causes hyperbilirubinemia in newborns. This study
aims to determine whether there is a relationship betweern incidence of
hyperbilirubinemia with ABO incompatibility in newborns at Abdul Moeloek
Hospital Lampung.
Methods: This study is observational analytic and using cross sectional study.
Sampling uses total sampling method and data source used is medical record.
Data analysis was performed by chi-square test with p <0.05.
Results: The study used 325 medical records with 20% hyperbilirubinemia
incidence, 80% non hyperbilirubinemia incidence, ABO incompatibility incidence
20.9% and 79.1% no ABO incompatibility. Chi-square test results obtained p
value is 0.001. There is a correlation between the incidence of hipebilirubinemia
with ABO incompatibility in newborns at Abdul Moeloek Hospital Lampung.
Conclusion: This study has relationship between incidence of hipebilirubinemia
with ABO incompatibility in newborn at Abdul Moeloek Hospital Lampung.
Keywords: Infant, Hyperbilirubinemia, ABO Incompatibility
ABSTRAK
HUBUNGAN KEJADIAN HIPEBILIRUBINEMIA DENGAN
INKOMPATIBILITAS ABO PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD ABDUL
MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2014-2015
Oleh
MENTARIASIH MAULIDA
Latar belakang: Hiperbilirubinemia adalah keadaan patologis yang timbul pada
saat lahir atau pada hari pertama kelahiran dengan kenaikan kadar bilirubin yang
berlangsung cepat yaitu sebanyak 5 mg/dL per hari, terjadi pada bayi prematur
atau bayi lahir kurang bulan. Inkompatibilitas ABO merupakan faktor resiko
tersering yang menyebabakan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan kejadian
hipebilirubinemia dengan inkompatibilitas ABO pada bayi baru lahir di RSUD
Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
Metode Penelitian: Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan
menggunakan cross sectional study. Pengambilan sampel menggunakan metode
total sampling dan sumber data yang digunakan adalah rekam medis. Analisis
data dilakukan dengan uji chi-square p<0.05.
Hasil Penelitian: Penelitian menggunakan 325 rekam medis dengan kejadian
hiperbilirubinemia 20%, tidak hiperbilirubinemian 80%, kejadian inkompatibilitas
ABO 20,9% dan 79,1% tidak inkompatibilitas ABO. Hasil uji chi-square
didapatkan nilai p yaitu 0,001. Terdapat hubungan antara kejadian
hipebilirubinemia dengan inkompatibilitas ABO pada bayi baru lahir di RSUD
Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
Kesimpulan: Penelitian ini memiliki hubungan antara kejadian hipebilirubinemia
dengan inkompatibilitas ABO pada bayi baru lahir di RSUD Abdul Moeloek
Provinsi Lampung.
Kata Kunci: Bayi, Hiperbilirubinemia, Inkompatibilitas ABO
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 Agustus 1994, sebagai anak terakhir dari
tiga bersaudara, dari drg. Rosnila Devi Siregar dan Brigjen TNI (purn) Bambang
Sudibyo, S.H.
Pendidikan Sekolah Dasar (SD) di selesaikan di SD Negeri Kelapa Dua Wetan 01 Pagi
Jakarta tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di selesaikan di SMP Negeri 49
Jakarta tahun 2009, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di selesaikan di SMA Negeri
62 Jakarta tahun 2012.
Tahun 2013 penulis di terima melalui jalur SBMPTN sebagai mahasiswi di Fakultas
Kedokteran Univertsitas Lampung.
SANWACANA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang tidak pernah berhenti
mencurahkan kesabaran, karunia, serta rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi nya yang berjudul “Hubungan Kejadian Hiperbilirubinemia
Dengan Inkompatibilitas ABO Pada Bayi Baru Lahir di RSUD Abdul Moeloek
Provinsi Lampung”.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis telah banyak menerima masukan, bantuan,
dorongan semangat, sara, kritikan dan bimbingan dari banyak pihak. Maka pada
kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan rasa
terimakasih sebesar-besar nya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P. Selaku Rektor Universitas Lampung.
2. Dr. dr. Muhartono, S.Ked, M.Kes., Sp.PA. Selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung.
3. dr. Dian Isti Anggraini, S.Ked., M.P.H. Selaku Pembimbing Akademik yang
telah membantu dan membimbing penulis selama di Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung.
4. dr. Ratna Dewi Puspita Sari, S.Ked., Sp.OG. Selaku Pembimbing 1 yang telah
meluangkan waktu untuk membantu, membimbing, memberi kritik dan saran
dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. dr. Oktadoni Saputra, S.Ked., M.Med.Ed. Selaku Pembimbing 2 yang telah
meluangkan waktu untuk membantu, membimbing, memberi kritik dan saran
dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. dr. Syazili Mustofa, S.Ked., M.Biomed. Selaku Pembimbing 2 yang telah
meluangkan waktu untuk membantu, membimbing, memberi kritik dan saran
dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. dr. Evi Kurniawaty, S.Ked., M.Sc. Selaku Pembahas yang telah memberikan
masukan, kritik, dan saran pada skripsi ini.
8. dr. Putu Ristyaning Ayu S, S.Ked., M.Kes., Sp.PK. Selaku dosen Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung yang telah memberikan semangat, kritik, dan
saran yang membangun.
9. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Kedokteran Univetrsitas Lampung yang
telah membekali dengan berbagai ilmu dan membantu selama masa perkuliahan.
10. Mama dan Papa. Terima kasih sedalam-dalam nya penulis ucapkan karena selalu
memberikan doa, semangat, menemani dan mendukung dalam keadaan apapun.
Semoga mama dan papa selalu mendampingi setiap langkah penulis.
11. Kakak-kakaku, Mba Ega dan Mba Anggi yang selalu memberikan doa, kritik,
saran dan menjadi penyemangat dalam senang maupun sedih.
12. Sahabat ku Razan Nursa Krisnahiza yang selalu memberikan dukungan dan
semangat.
13. Teman-teman ku tersayang Mia, Tesia, dan Indira yang selalu memberikan
keceriaan, dukungan, pengertian dan semangat. Terimakasih untuk kekompakan
dalam persahabatan.
14. Teman-teman seperjuangan, Andre Parmonangan Panjaitan, Annisa Aprilia,
Glenys Yulanda, Diah Ayu Mariam, Dita Ayu, Rika Partika.
15. Bursadanur Arsyad, atas doa, motivasi, semangat, perhatian, bantuan, dan
keberadaannya untuk penulis.
16. Adik tingkat ku, Vina Amelia yang selalu memberikan keceriaan, semangat,
motivasi, dan saran.
17. Seluruh angkatan 2013 Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
18. Seluruh jajaran staf dan karyawan RSUD H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung
yang telah membantu penelitian untuk skripsi penulis
19. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terutama pihak
yang secara tidak sengaja penulis lupa cantumkan, penulis menyampaikan
permohonan maaf.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dan
melipatgandakan pahalanya. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada
skripsi ini, untuk itu penulis mohon maaf dan akan menerima segala kritikan dan saran
yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini dapat berguna untuk menambah wawasan
bagi kita semua pada umumnya dan bermanfaat bagi perkembangan ilmu kedokteran
khusunya, amin.
Bandar Lampung, 6 Agustus 2018
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................. i
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Umum ...................................................................... 4
1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hiperbilirubinemia ........................................................................ 6
2.1.1 Pengertian Hiperbilirubinemia ............................................. 6
2.1.2 Etiologi Hiperbilirubinemia ................................................. 7
2.1.3 Patofisiologi Hiperbilirubinemia ......................................... 9
2.1.4 Klasifikasi Hiperbilirubinemia ............................................. 10
2.1.5 Manifestasi Klinis Hiperbilirubinemia ................................ 11
2.1.6 Penegakkan diagnosis Hiperbilirubinemia .......................... 12
2.2 Inkompatibilitas ABO .................................................................. 13
2.2.1 Pengertian Inkompatibilitas ABO ................................... 13
2.3 Bayi Baru Lahir ............................................................................. 15
2.4 Kerangka Penelitian ...................................................................... 17
2.4.1 Kerangka Teori .................................................................... 17
2.4.2 Kerangka Konsep ................................................................. 18
2.5 Hipotesis ........................................................................................ 18
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian ..................................................................... 19
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian .......................................................... 19
3.2.1 Waktu Penelitian ................................................................... 19
3.2.2 Lokasi Penelitian .................................................................. 19
3.3 Populasi dan Sampel ....................................................................... 20
3.3.1 Populasi ................................................................................ 20
3.3.2 Sampel .................................................................................. 20
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi .......................................................... 20
3.5 Instrumen Penelitian ....................................................................... 21
ii
3.6 Variabel Penelitian .......................................................................... 21
3.7 Definisi Operasional Variabel ........................................................ 21
3.8 Prosedur dan Alur Penelitian .......................................................... 22
3.9 Pengolahan dan Analasis Data ........................................................ 23
3.9.1 Pengolahan Data ................................................................... 23
3.9.2 Analisis Data ......................................................................... 23
3.10 Etika Penelitian ............................................................................. 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ............................................................................... 25
4.1.1 Analisis Univariat ................................................................. 25
4.1.1.1 Kadar Bilirubin ......................................................... 25
4.1.1.2 Inkompatiblitas ABO ............................................... 26
4.1.2 Analisis Bivariat ................................................................... 26
4.2 Pembahasan .................................................................................... 28
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 35
5.2. Saran .............................................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 37
LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Hubungan Kadar Bilirubin Dengan Daerah Ikterus ................................... 7
2. Penegakkan Diagnosis Ikterus Neonatorum Berdasarkan Waktu Kejadian 13
3. Definisi Operasional ................................................................................... 21
4. Hiperbilirubiemia ....................................................................................... 25
5. Inkompatibilitas ABO ................................................................................ 26
6. Hubungan Hiperbilirubinemia dengan Inkompatiblitas ABO .................... 27
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Teori .......................................................................................... 17
2. Kerangka Konsep ....................................................................................... 18
3. Prosedur Penelitian dan Alur Penelitian ..................................................... 22
v
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Persetujuan Etik Penelitian
2. Surat Izin Melakukan Penelitian
3. Surat Izin Penelitian di RSUD Abdul Moeloek Provinsi Lampung
4. Surat Izin Penelitian di Ruang Perinatologi RSUD Abdul Moeloek Provinsi
Lampung
5. Surat Izin Penelitian di Laboratorium Patologi Klinik RSUD Abdul Moeloek
Provinsi Lampung
6. Hasil Pengolahan Data SPSS
7. Hasil Frekuensi Data
8. Dokumentasi Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bilirubin merupakan suatu produk utama dalam pemecahan sel darah marah pada
sistem retikuloendotelial. Sekitar 20% bilirubin berasal dari perombakan zat-zat
lain. Sel retikuloendotel membuat bilirubin tidak larut dalam air. Bilirubin yang
disekresikan dalam darah harus diikatkan kepada albumin untuk diangkut dalam
plasma menuju hati (Anggraeni, 2014). Kadar bilirubin serum normal pada bayi
baru lahir adalah kurang dari 2 mg/dL. Pada konsentrasi yang berlebihan yaitu
sekitar 5 mg/dL, bilirubin akan tampak secara klinis berupa warna kuning pada
kulit dan membran mukosa yang disebut ikterus. Ikterus biasanya ditemukan pada
minggu pertama setelah kelahiran. Kejadian ikterus 50% terjadi pada bayi cukup
bulan atau aterm dan 75% bayi kurang bulan atau preterm (Winkjosastro, 2012).
Di Indonesia, ikterus merupakan masalah pada bayi baru lahir yang sering dihadapi
tenaga kesehatan. Terjadi sekitar 25 sampai dengan 50 persen pada bayi cukup
bulan dan biasanya angka kejadian akan lebih tinggi pada bayi kurang bulan.
2
Pememeriksaan ikterus pada bayi harus dilakukan pada waktu melakukan
kunjungan neonatal atau pada saat memeriksakan bayi (Depkes, 2012). Data
ikterus neonatorum dari sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di beberapa
rumah sakit pendidikan seperti, Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang, dimana
kejadian ikterus pada tahun 2003 sebesar 13,7% dengan angka kematian terkait
dengan hiperbilirubiemia adalah 13,1%. Dari penelitian sebelumnya di Rumah
Sakit Nimala Suri Sukoharjo didapatkan hasil yang signifikan yaitu sebanyak 31
orang atau 11,4% bayi baru lahir terkena hiperbilirubinemia yang disebabkan oleh
inkompatibilitas ABO (Aniesah, 2011).
Ikterus dapat bersifat fisiologis dan juga dapat bersifat patologis atau biasa di kenal
dengan hiperbilirubinemia. Sebagian besar hiperbilirubinemia tidak membutuhkan
terapi khusus, tetapi karena potensi toksik dari bilirubin maka semua bayi baru lahir
harus dipantau untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya hiperbilirubinemia berat.
Jika tidak segera dilakukakan pemantuan, banyak kejadian hiperbilirubinemia dapat
menimbulkan gangguan yang menetap atau bahkan menyebabkan kematian pada
setiap bayi baru lahir (PPM IDAI, 2009). Hiperbilirubinemia yang mengarah ke
kondisi patologis seperti ini, timbul pada saat lahir atau pada hari pertama
kelahiran, kenaikan kadar bilirubin yang berlangsung cepat yaitu sebanyak 5 mg/dL
per hari, terjadi pada bayi prematur atau bayi lahir kurang bulan. Warna kuning
yang muncul menetap pada usia bayi dua minggu atau lebih, dan peningkatan kadar
bilirubin direk sebanyak 2 mg/dL (Apriastuti, 2012).
3
Salah satu penyebab hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir adalah inkompatibilitas
ABO atau ketidaksesuaian golongan darah antara ibu dan bayi. Hiperbilirubiemia
akibat ketidaksesuaian golongan darah merupakan penyebab terbanyak penyakit
hemolitik pada neonatal, apabila berlangsung lama makan akan mengakibtakan
pemecahan sel darah merah yang lebih awal dari waktunya, ditandai dengan ikterus
(Dharmayani, 2013). Inkompatibilitas ABO merupakan faktor resiko tersering
yang menyebabakan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir. Inkompatibilitas
ABO yang termasuk dalam antigen golongan darah utama adalah golongan darah A
dan B yang merupakan kasus tersering pada bayi baru lahir. Sekitar 20% bayi baru
lahir mengalami inkompatibilitas golongan darah ABO dengan ibunya (Hackel
2013).
Kondisi inkompatibilitas terjadi pada perkawinan yang inkompatibel di mana darah
ibu dan bayi dapat mengakibatkan zat anti dari serum di darah ibu yang bertemu
dengan antigen dari eritrosit bayi di dalam kandungan (Hackel, 2013). Pada bayi
yang di lahirkan cukup bulan dan mengarah pada ikterus patologis atau
hiperbilirubinemia, jika tidak di tangani secara segara maka dapat menimbulkan
kematian atau gangguan perkembangan seperti gangguan mental, tuli, buta, lambat
bicara dan lainnya (Aniesah, 2011).
Kriteria untuk menegakkan diagnosis kejadian inkompatibilitas ABO pada bayi baru
lahir adalah ibu yang memiliki golongan darah O dengan antibodi anti-A dan anti-B
di dalam serumnya sedangkan bayi baru lahir memiliki golongan darah A,B, dan AB
4
dan terdapat ikterus dalam 24 jam pertama (Kalakheti, 2014). Inkompatibilitas
ABO lebih sering ditemukan di Indonesia dibanding inkompatibilitas golongan
darah lainnya. Kira-kira 20% dari seluruh kehamilan yang terlibat dalam
ketidakcocokan golongan darah ABO dan biasanya terdiri dari ibu golongan darah
O dan janin golongan darah A atau B (Wiknjosastro, 2012).
1.2. Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara kejadian hiperbilirubinemia dengan
inkompatibilitas ABO pada bayi baru lahir?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan
kejadian hiperbilirubinemia dengan inkompatibilitas ABO pada bayi baru
lahir di RSUD Abdul Moeloek Provisi Lampung Tahun 2014-2015.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui persentase angka kejadian hiperbilirubinemia pada bayi
baru lahir di RSUD Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2014-
2015.
b. Mengetahui persentase inkompatibilitas golongan darah ABO dari
ibu di RSUD Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2014-2015.
5
1.4. Manfaat Penelitian
a. Bagi peneliti dapat mengetahui hubungan antara kejadian hiperbilirubinemia
dengan inkompatibilitas ABO pada bayi baru lahir di RSUD Abdoel Muluk
Provinsi Lampung.
b. Bagi institusi sebagai bahan pertimbangan untuk intervensi lanjut terhadap ibu
yang akan melahirkan dengan golongan darah yang dapat memicu
inkompatibilitas ABO.
c. Bagi masyarakat untuk memperluas wawasan di bidang kesehatan dan
memberikan informasi tentang hiperbilirubinemia dan mengenali penyebabnya
d. Bagi peneliti lain sebagai acuan keputstakaan untuk penelitian selanjutnya,
khususnya tentang hubungan antara kejadian hiperbilirubinemia dengan
inkompatibilitas ABO.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Hiperbilirubinemia
2.1.1. Pengertian Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana konsentrasi
bilirubin dalam darah meningkat secara berlebihan sehingga
dapat menimbulkan perubahan warna kning pada kult dan mata
pada bayi baru lahir atau biasanya disebut dengan jaundice.
Hiperbilirubinemia juga merupakan peningkatan kadar
bilirubin serum yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam
keadaan seperti, kelainan bawaan dan dapat menyebabkan
ikterus (Imron, 2015).
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar serum
bilirubin di dalam darah meningkat dan melebihi batas nilai
normal bilirubin serum. Bayi baru lahir dapat mengalami
hiperbilirubinemia pada minggu pertama setelah kelahirannya.
Hal ini dapat disebabkan karena meningkatnya produksi
7
bilirubin atau megalami hemolisis, kurangnya albumin sebagai
alat pengangkut, penurunan uptake oleh hati, penurunan
konjugasi bilirubin oleh hati, penurunan ekskresi bilirubin, dan
peningkatan sirkulasi enterohepatik (IDAI, 2013). Berikut ini
adalah tabel hubungan kadar bilirubin dengan daerah ikterus
menurut Kramer (Mansjoer, 2013).
Tabel 1. Hubungan Kadar Bilirubin dengan Daerah Ikterus
2.1.2. Etiologi Hiperbilirubinemia
Hal yang dapat menyebabkan hiperbilirubinemia pada umunya
adalah hemolisis yang timbul akibat inkompatibilitas golongan
darah ABO atau defisiensi enzim Glucose 6 Phosphate
Dehydrogenase (G6PD). Hemolisis ini dapat pula timbul
karena adanya perdarahan tertutup atau inkompatabilitas
golongan darah Rhesus (Rh). Infeksi juga memegang peranan
penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia seperti penderita
sepsis dan gastroenteritis. Beberapa faktor lain yang juga
merupakan penyebab hiperbilirubinemia adalah hipoksia atau
Daerah
Ikterus
Luas Daerah Ikterus Kadar Bilirubin (mg/dL)
Prematur Aterm
1 Kepala dan Leher 4 – 8 4 – 8
2 Dada sampai Pusar 5 – 12 5 – 12
3 Pusar bagian bawah sampai lutut 7 – 15 8 – 16
4 Lutut sampai pergelangan kaki dan
bahu sampai pergelangan tangan
9 – 18 11 – 18
5 Kaki dan tangan termasuk telapak
kaki dan telapak tangan
> 10 > 15
8
anoksia, dehidrasi dan asidosis, hipoglikemia dan polisitemia
(Campbell, 2013).
Peningkatan kadar bilirubin dalam tubuh dapat terjadi pada
beberapa keadaan. Misalnya, pada penambahan beban bilirubin
pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan
bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia,
memendeknya umur eritrosit janin, atau terdapatnya
peningkatan sirkulasi enterohepatik. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah jika
terdapat gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim
glukoronil transferase) atau bayi yang menderita gangguan
ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan
saluran empedu intra maupun ekstra hepatik (Anggraeni, 2014).
Pada derajat tertentu, bilirubin akan bersifat toksik dan dapat
merusak jaringan tubuh. Toksisitas ditemukan pada bilirubin
indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut
dalam lemak. Hal ini dapat memungkinkan terjadinya efek
patologik pada sel otak apabila bilirubin dapat menembus
sawar darah otak. Kelainan yang terjadi disebut kern ikterus
atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya kelainan tersebut
dapat terjadi pada sususnan saraf pusat jika kadar bilirubin
indirek lebih dari 20 mg/dL. Bilirubin indirek akan mudah
9
melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan
imaturitas, berat badan lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia,
hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi
karena trauma atau infeksi (Gunasegaran, 2013).
2.1.3. Patofisiologi Hiperbilirubinemia
Menurut Sacher (2004), bilirubin merupakan produk
penguraian dari hemoglobin. Sebagaian besar dari penguraian
hemoglobin yaitu sebanyak 85 – 90% dan sebagaian kecil
berasal dari penguraian senyawa lain seperti mioglobin
sebanyak 10 – 15%. Sel retikuloendotel menyerap kompleks
haptoglobin dengan hemoglobin yang dibebaskan sel darah
merah kemudian besi dari heme sebagai cadangan untuk
sintesis selanjuttnya (Gunasegaran, 2013).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan
bilirubin yang melebihi kemampuan hati pada batas normal
untuk mengekskresikan bilirubin yang telah dihasilkan dalam
jumlah yang normal. Obstruksi saluran ekskresi hati juga dapat
menyebabkan hiperbilirubinemia. Bilirubin akan tertimbun di
dalam darah dan jika konsentrasi bilirubin mencapai 2 – 2,5
mg/dL maka senyawa ini akan berdifusi kedalam jaringan yang
kemudian akan menjadi kuning atau ikterus (Khusna, 2013).
10
2.1.4. Klasifikasi Hiperbilirubinemia
1. Hiperbilirubinemia Fisiologis
Hiperbilirubinemia fisiologis tidak terjadi pada hari
pertama setelah bayi dilahirkan (muncul setelah 24 jam).
Biasanya peningkatan bilirubin total tidak lebih dari 5
mg/dL perhari. Pada bayi cukup bulan peningkatan
bilirubin mencapai puncaknya pada 72 jam dengan serum
bilirubin sebanyak 6 – 8 mg/dL. Selama 3 hari, kadar
bilirubin akan meningkat sebanyak 2 – 3 mg/dL dan pada
hari ke-5 serum bilirubin akan turun sampai dengan 3
mg/dL (Hackel E, 2013)
Setelah hari ke-5, serum bilirubin akan turun secara
perlahan sampai dengan normal pada umur bayi sekitar 11
– 12 hari. Pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) atau pun
prematur bilirubin mencapai puncak pada 120 jam dengan
peningkatan serum bilirubin sebesar 10 – 15 mg/dL dan
akan menurun setelah 2 minggu (Mansjoer, 2013)
2. Hiperbilirubinemia Patologis / Non Fisiologis
Hiperbilirubinemia patologis atau biasa disebut dengan
ikterus akan timbul dalam 24 jam pertama setelah bayi
dilahrikan. Serum bilirubin totalnya akan meningkat lebih
11
dari 5 mg/dL perhari. Pada bayi cukup bulan, serum
bilirubin total meningkat sebanyak 12 mg/dL, sedangkan
pada bayi prematur serum bilirubin total meningkat
sebanyak 15 mg/dL. Ikterus biasanya berlangsung lebih
dari satu minggu pada bayi cukup bulan dan lebih dari dua
minggu pada bayi prematur (Imron R, 2015).
Pembentukan bilirubin yang berlebihan dapat disebabkan
karena adanya hemolisis, hemoglobin (Hb) dan eritrosit
abnormal (Hb S pada anemia sel sabit), inkompabilitas
ABO, defisiensi enzim Glucose 6 Phosphate
Dehydrogenase (G6PD), sepsis, obat-obatan seperti
oksitosin, pemotongan tali pusat yang lambat, dan
sebagainya (Milla T, 2012).
2.1.5. Manifestasi Klinis Hiperbilirubinemia
Pada bayi baru lahir dapat di katakan hiperbilirubinemia jika
bayi baru lahir tersebut tampak berwarna kuning dengan kadar
serum bilirubin nya sebesar 5 mg/dL atau lebih (Mansjoer,
2013). Hiperbilirubinemia merupakan penimbunan bilirubin
indirek pada kulit yang mempunyai kecendrungan
menimbulkan warna kuning muda atau jingga. Pada
hiperbilirubinemia direk biasanya menimbulkan warna kuning
12
kehijauan atau kuning kotor. Biasanya perbedaan ini
ditemukan pada ikterus yang kronis (Ngatisyah, 2013).
Gejala hiperbilirubinemia dapat dikelompokkan menjadi dua
fase yaitu fase akut dimana bayi merasakan letargi atau
perasaan lemas, tidak mau menghisap putting susu ibu, feses
dan urin berwarna gelap. Pada fase kronik, bayi akn
mengelurakan tangisan yang melengking (high pitch cry),
mengalami kejang, perut membuncit disertai pembesaran hati,
tampak mata seperti berputar-putar, dan dapat menyebabkan
tuli, gangguan bicara, dan gangguan mental (Suframanyan,
2014).
2.1.6. Penegakkan Diagnosis Hiperbilirubinemia
Penengakkan diagnosis pada hiperbilirubinemia dapat
dilakukan dengan cara menganamnesis bagaimana riwayat
kehamilan sang ibu, apakah ada komplikasi seperti diabetes
melitus, gawat janin, malnutrisi, adanya kemungkinan infeksi
virus seperti toksoplasma. Bagaimana riwayat obat-obatan
yang dikonsumsi ibu selama kehaliman, apakah berpotensi
menggeser ikatan bilirubin dengan albumin atau dapat
mengakibatkan hemolisis pada bayi dengan defisiensi G6PD.
Bagaimana riwayat persalinan, apakah terdapat persalinan
traumatik yang dapat menyebabkan pendarahan atau hemolisis,
13
apakah saat persalinan bayi mengalami asfiksia atau tidak.
Bagaimana riwayat ikterus dan terapi sinar pada bayi
sebelumnya, apakah ada riwayat inkompatibilitas darah,
bagaimana riwayat kesehatan keluarga, apakah ada yang
menderita anemia, perbesaran hepar dan limpa (IDAI, 2013).
Tabel 2. Penegakkan Diagnosis Ikterus Neonatorum Berdasarkan Waktu Kejadiannya
Waktu Diagnosis Banding Anjuran Pemeriksaan
Hari ke-1 Penyakit hemolitik seperti,
inkompatibilitas darah
(ABO, Rhesus), Anemia
hemolitik (defisiensi
G6PD)
Pemeriksaan kadar
bilirubin serum secara
berkala, pemeriksaan
Hemoglobin (Hb),
Hematrokit (Ht),
relikulosit, sediaan hapus
darah, golongan darah bayi
atau ibu, uji Coomb
Hari ke-2 sampai dengan
hari ke-5
Kuning pada bayi baru
lahir premature, kuning
fisiologik, sepsi darah
ekstravaskular
Hitung jenis darah lengkap,
urin mikroskopik,
pemeriksaan pada infeksi
bakteri, golongan darah
bayi atau ibu, uji Coomb
Hari ke-5 sampai dengan
hari ke-10
sepsis, kuning karena
defisiensi G6PD,
hipotiroidisme,
galaktosemia
Uji fungsi tiroid, uji tapis
enzim G6PD, uji glukosa
dalam urin, pemeriksaan
sepsis, urin mikroskopis
Hari ke-10 atau lebih dari
hari ke-10
Atreis biliaris, hepatitis
neonatus, kista, sepsis
Uji serologi TORCH, Alfa
fetoprotein
2.2. Inkompatibilitas ABO
2.2.1. Pengertian Inkompatibilitas ABO
Inkompatibilitas sel darah merah (inkompatibilitas ABO) dapat
disebabkan oleh dua hal, yang pertama akibat ketidakcocokan
atau inkompatibilitas golongan darah ABO saat melakukan
transfusi sehingga terjadi reaksi hemolisis intravaskular akut
dan juga dapat disebabkan oleh reaksi imunitas antara antigen
14
dan antibodi yang sering terjadi pada ibu dan janin yang akan
dilahirkan. Reaksi hemolisis intravaskular akut adalah reaksi
yang disebabkan inkompatibilitas sel darah merah
(inkompatibilitas ABO). Antibodi dalam plasma pasien akan
melisiskan sel darah merah yang inkompatibel. Meskipun
volume darah inkompatibel hanya sedikit (10 – 50 ml), namun
sudah dapat menyebabkan reaksi berat. Semakin banyak
volume darah yang inkompatibel maka akan semakin
meningkatkan risiko. Penyebab terbanyak reaksi hemolisis
intravaskular akut adalah inkompatibilitas ABO (Khusna,
2014).
Peyebab kedua yang mengakibatkan inkompatibilitas pada
golongan darah ABO adalah reaksi imunitas antara antigen dan
antibodi pada ibu dan janin yang dikandungnya.
Inkompatibilitas pada golongan darah ABO terjadi jika ibu
golongan darah O mengandung janin golongan darah A atau B.
Ibu yang golongan darah O secara alamiah mempunyai
antibody anti-A dan anti-B pada sirkulasinya (Nartono, 2013).
Jika janin mempunyai golongan darah A atau B, eritroblastosis
dapat terjadi. Sebagian besar secara alamiah, membentuk anti-
A atau anti-B berupa antibody IgM (Immunoglobulin M) yang
tidak melewati plasenta. Beberapa ibu juga relative mempunyai
kadar IgG (Immunoglobulin G) anti-A atau anti-B yang tinggi
15
yang potensial menyebabkan eritroblastosis karena melewati
plasenta. Ibu golongan darah O mempunyai kadar IgG anti-A
lebih tinggi daripada ibu golongan darah B dan mempunyai
kadar IgG anti-B lebih tinggi daripada ibu dengan golongan
golongan darah A. Dengan demikian, penyakit hampir selalu
terjadi bila golongan darah O. Penyakit jarang terjadi bila ibu
golongan darah A dan bayi golongan darah B. Kehamilan
pertama sering terkena sensitisasi ibu tejadi sejak awal
kehidupan melalui kontak dengan antigen A dan B. Penyakit
tidak memburuk pada kehamilan berikutnya yang juga terkena
dan jika ada penyakitnya cenderung menajdi lebih ringan
(Ozcan, 2017).
2.3. Bayi Baru Lahir
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan
neonatus sangat rawan karena memerlukan penyesuaian fisiologi agar
bayi di luar kandungan dapat hidup dengan baik. Hal ini dapat dilihat
dari tinggi atau tidaknya angka kesakitan dan kematian pada bayi baru
lahir. Peralihan dari intauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai
perubahan fisiologi nya (Depkes, 2012). Setelah bayi terpisah dari ibu,
maka terjadi proses fisiologi, seperti:
1. Peredaran darah melalui plasenta akan digantikan oleh aktifnya
fungsi paru-paru untuk bernafas.
2. Saluran pencernaan berfungsi untuk menyerap sari-sari makanan.
16
3. Ginjal akan berfungsi untuk mengerluarkan bahan yang tidak
terpakai lagi oleh tubuh untuk mempertahankan homeostatis kimia
darah.
4. Hati berfungsi sebagai penetralisir dan ekskresi racun yang tidak
diperlukan tubuh.
5. Sistem imun berfungsi sebagai pencegah infeksi masuk ke dalam
tubuh.
6. Sistem kardiovaskular dan endokrin bayi baru lahir akan
menyesuaikan dengan perubahan fungsi organ-organ tubuh. (Iesje,
2014).
Selain terjadi proses fisiologis, terjadi juga proses penyesuaian yang
akan dilakukan oleh bayi baru lahir, yaitu:
1. Perubahan suhu, dimana ketika berada di dalam rahim suhu
berkisar 37,7ºC tetapi pada saat berada di luar rahim suhu dapat
berkisar 15,6ºC – 21,1ºC.
2. Saat tali pusar bayi baru lahir diputus, maka bayi baru lahir mulai
bernafas sendiri.
3. Bayi baru lahir tidak mendapat makanan dari tali pusar, tetapi dari
proses makan dengan cara menghisap dan menelan.
4. Alat-alat pembuangan akan bekerja saat bayi sudah dilahirkan
(Yahya, 2014).
17
Bayi baru lahir merupakan periode yang tersingkat dari semua periode
perkembangan. Masa ini dimulai dari bayi dilahirkan sampai dengan
tali pusar pada bayi terlepas. Pada bayi baru lahir terjadi penyesuaian
dari lingkungan dalam ke lingkungan luar. Selain itu, masa bayi baru
lahir merupakan pendahuluan dari perkembangan selanjutnya tetapi
merupkan periode yang berbahaya karena terkadang terjadi
penyesuaian yang sulit pada lingkungan yang baru (Utami, 2016).
2.4. Kerangka Penelitian
2.4.1. Kerangka Teori
Gambar 1. Kerangka Teori
Hiperbilirubinemia
Fisiologis Patologis
Penyebab
Inkompatibilitas ABO
Hb dan eritrosit yang
abnormal
Inkompatibilitas Rh
Defisiensi G6PD
18
2.4.2. Kerangka Konsep
Variabel dependent Variabel Independent
Gambar 2. Kerangka Konsep
2.5. Hipotesis
Ha : Terdapat hubungan antara kejadian hiperbilirubinemia dengan
inkompatibilitas ABO pada bayi baru lahir di RSUD Abdul Moeloek
Provinsi Lampung Tahun 2014 – 2015.
Inkompatibilitas ABO Hiperbilirubinemia
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah analitik observasional
dengan pendekatan pengambilan data cross sectional. Sumber data yang
digunakan dalam penelitian adalah data sekunder yang didapat dengan
melihat rekam medis (Notoatmodjo, 2014).
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian
3.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2017 sampai dengan
bulan Januari 2018.
3.2.2 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung.
20
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi target dala penelitian ini adalah seluruh bayi baru lahir di
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2014 –
2015.
3.3.2 Sampel
Sampel dipilih secara random dari kelompok populasi terjangkau,
yaitu rekam medis bayi baru lahir di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Provinsi Lampung. Teknik sampling yang digunakan adalah non-
probability sampling jenis total sampling. Menurut Dahlan (2010)
sampel jenuh yaitu teknik penentuan sampel dengan cara
mengambil seluruh anggota populasi sebagai responden atau
sampel. Jadi sampel dalam penelitian ini adalah 325 rekam medis.
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Adapun kriteria inklusi dan eksklusi yang ditetapkan untuk penelitian ini
adalah :
a. Kriteria Inklusi :
1. Bayi baru lahir yang hidup.
2. Bayi baru lahir yang terdiagnosa hiperbilirubinemia atau
inkompatibilitas ABO dengan hasil klinis dan laboratorium.
3. Golongan darah ibu yang berbeda dengan bayi.
21
b. Kriteria ekklusi :
1. Bayi baru lahir yang hiperbilirubinemia karena adanya infeksi,
inkompatibilitas rhesus, asfiksia, dan BBLR.
2. Bayi baru lahir yang memiliki golongan darah yang sama dengan
ibu.
3.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam
medis.
3.6 Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Variabel bebas (independent variabel) adalah bayi baru lahir dengan
hiperbilirubinemia.
b. Variabel terikat (dependent variabel) adalah Inkompatibilitas ABO.
3.7 Definisi Operasional Variabel
Tabel 3. Definisi Operasional
No
.
Variabel Definisi Alat
Ukur
Hasil ukur Skala
1. Tingkat
kejadian
hiperbilirubin
emia pada
bayi baru
lahir
Penelitian tentang
banyaknya tingkat
kejadian
hiperbilirubinemia
pada bayi baru
lahir
Rekam
Medis
- Hiperbiliru
binemia
- Tidak
hiperbilirub
inemia
Ordinal
2. Inkompatibili
tas ABO
Adalah faktor yang
mempengaruhi
tingkat kejadian
hiperbilirubinemia
Rekam
Medis
- Berbeda golongan
darah
- Tidak berbeda
golongan darah
Ordinal
22
3.8 Prosedur dan Alur Penelitian
Gambar 3 Prosedur dan Alur Penelitian.
Pembuatan Proposal
dan perizinan Tahap Persiapan
Tahap Pelaksanaan
Pencatatan data dari
rekam medis tentang
jumlah bayi baru lahir
yang terkena
hiperbilirubinemia
Melihat data rekam
medis bayi baru lahir
yang terkena
hiperbilirubinemia
Melihat penyebab dari
hiperbilirubinemia pada
bayi baru lahir
Mencatat jumlah
hiperbilirubinemia pada
bayi baru lahir karena
inkompatibilitas ABO
Tahap Pengolahan
Data
Melakukan input data
Analisis data
23
3.9 Pengolahan dan Analisis Data
3.9.1. Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari rekam medis akan dianalisis menggunakan
teknik analisis data statistik yaitu uji Chi-square ( = 0,05) dan
dibantu oleh perangkat pengolah data statistik. Tahap-tahap
pengolahan data adalah sebagai berikut:
a. Editing, untuk meneliti kembali formulir data dan untuk
memeriksa kembali data yang terkumpul apakah sudah lengkap,
terbaca dengan jelas, tidak meragukan, terdapat kesalahan atau
tidak dan lainnya.
b. Coding, untuk menerjemahkan data yang dikumpulkan selama
penelitian untuk keperluan analisis.
c. Data entry, memasukkan data kedalam komputer.
d. Verifikasi, melakukan pemeriksaan secara visual terhadap data
yang telah dimasukkan ke komputer.
e. Output, merupakan hasil analisis yang telah dilakukan dan
kemudian dicetak.
3.9.2. Analisis Data
Analisis statistik untuk mengolah data yang diperoleh akan
menggunakan program software pengolah data dimana akan
dilakukan dua macam analisis data yaitu analisis univariat dan
analisis bivariat. Analisis univariat adalah analisis yang digunakan
24
untuk menentukan distribusi frekuensi variabel independen dan
variabel dependen. Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan
untuk mengetahui hubungan atau perbedaan atau perbandingan dua
variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Pengujian
analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan uji chi square.
Uji signifikan antara data yang diobservasi dengan data yang
diharapkan dilakukan dengan batas kemaknaan (α < 0,05) yang
artinya apabila diperoleh p < α, berarti ada perbandingan yang
signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen
dan bila nilai p > α, berarti tidak ada perbandingan yang signifikan
antara variabel independen dengan variabel dependen (Dahlan,
2012).
3.10 Etika Penelitian
Penelitian yang akan diajukan kepada Komisi Etik Penelitian Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung untuk memperoleh surat
kelayakan etik yang digunakan untuk melakukan penelitian dengan
nomor 3104/UN26.8/DL/2017.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Terdapat hubungan antara kejadian hiperbilirubinemia dengan
inkompatibilitas ABO pada bayi baru lahir di RSUD Abdul Moeloek
Provinsi Lampung tahun 2014 – 2015.
2. Diketahui bahwa dari 325 berkas rekam medis didapatkan persentase
hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir di RSUD Abdul Moeloek Provinsi
Lampung tahun 2014 – 2015 sebesar 20%
3. Diketahui bahwa dari 325 berkas rekam medis didapatkan presentase
inkompatibilitas ABO pada bayi baru lahir di RSUD Abdul Moeloek
Provinsi Lampung tahun 2014 – 2015 sebesar 20,9%
36
5.2 Saran
1. Untuk Peneliti
Dapat mengetahui apa hubungan antara kejadian hiperbilirubinemia dengan
inkompatibilitas ABO pada bayi baru lahir
2. Untuk Institusi Pendidikan
Dapat meningkatkan kualitas pendidikan melalui kegiatan seminar-seminar
ilmiah dan workshop bagi petugas kesehatan dalam menunjang pendidikan.
3. Untuk masyarakat
Dapat mengetahui pemeriksaan apa saja yang dapat dilakukan sebelum
menikah, setelah menikah, dan saat hamil untuk mencegah adanya
perbedaan golongan darah pada ibu dan bayi serta mencegah terjadinya
hiperbilirubinemia pada bayi.
4. Untuk Peneliti Selanjutnya
Diperlukan penelitian faktor-faktor yang dapat yang dapat mempengaruhi
hiperbilirubinemia yang belum dapat diteliti pada kesempatan kali ini dan
mengambil jumlah sampel yang lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni H. 2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Ikterus Pada Neonatal.
Aniesah. Hubungan Inkompatibilitas ABO Dengan Angka Kejadian
Hiperbilirubin Pada Bayi Baru Lahir Di Rumah Sakit Nirmala Suri
Sukoharjo. 2011. [Skripsi] Fk Ums: Jawa Tengah.
Apriastuti DA. 2012. Kejadian Hiperbilirubinemia Akibat
Inkompatibilitas ABO di R.S.U.D Pandan Arang boyolali. Solo:
Fakultas kedokteran UNS.
Campbell D. Incindence And Causes Of Severe Neonatal
Hyperbilirubinemia In Canada. Canadian Medical Association
Journal. 2013;175(6):587-588.
Dahlan M. S. 2012. Besar Sampel Dan Cara Pengambilan Sampel. Jakarta:
Salemba Medika.
Depkes. 2012. Materi advokasi bayi baru lahir. Metode Tepat Guna untuk
Paramedis, Bidan dan Dokter. Depkes RI.
Dharmayani D, Gatot D, Rohsiswatmo R, Tridjaja B. Serogical Profile
And Hemolytic Disease In Term Neonatal With ABO
Incompatibility. Paediatrica Indonesian. 2013;49(4):219-221.
Estiwidani D, Kusmiyati Y, Waryana, Asmarani H. The Influence Of
Parent’s Blood Type Towards Jaundice On Neonatal In Sadewa
Hospital 2016. IJSE. 2017;5(3):6246-6250.
Gunasegaran. Gambaran Bayi Baru Lahir dengan Hiperbilirubinemia di
RSUD H. Adam Malik Tahun 2011. 2013. Hal : 2-8.
Hackel E. Blood Factor Incompatibility In The Etiology Of Mental
Deficiency. 2013.
Hassan R. Staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI. 2016.
Inkompatibilitas ABO dan Ikterus pada Bayi Baru Lahir. Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Indikasi Terapi Sinar pada Bayi Menyusui
yang Kuning. Public Article. 2013.
Imron R, Metti D. Peningkatan Angka Kejadian Hiperbilirubinemia Pada
Bayi Baru Lahir Dikarenakan Berat Badan Lahir Yang Rendah
(BBLR). Jurnal Keperawatan. 2015;9(1): Hal 47-49.
Kalakheti BK, Singh R, Bhatta NK, Karki A, Baral N. Risk Of Neonatal
Hyperbilirubinemia In Babies Born To 'O' Positive Mothers: A
Prospective Cohort Study. Kathmandu Univ Med J (KUMJ).
2014;7(25):11-15.
Khusna N. Faktor Risiko Neonatus Bergologan Darah A atau B Dari Ibu
Bergolongan Darah O Terhadap Kejadian Hiperbilirubinemia.
2013. Hal:4-6.
Lesje M. Mengatasi Kuning pada Bayi Baru Lahir. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. 2014;6(2): Hal 21-25.
Lilis F, Sumiati. Analisis Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Hiperbillirubin. J Ners Community; 2017;8(1):11-19.
Mansjoer A. 2013. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Edisi III. Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Nartono K. 2013. Inflamasi plasenta sebagai faktor ikterogenik neonatal
pada inkompatibilitas golongan darah ABO ibu-janin. Jakarta:
Universitas indonesia.
Ngatisyah. 2012. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC.
Noortiningsih. Bayi Kuning dan Ketidakcocokan Golongan Darah. Jurnal
Fisiologi Medik. 2013;7(5):34-38.
Notoatmodjo. 2014. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Oski F. 2016. Physiologic Jaundice: Schaffer and Avery’s Disease of the
Newborn. WB Saunders Company. Philadelphia.
Ozcan M, Sevinç S, Erkan VB. 2017. Hyperbilirubinemia Due To Minor
Blood Group Incompatibility In New Born: A Case Report.
Turkish Pediatric Association. Turki.
Patimana AP, Putranti HA, Sarosa GI. 2014. Seberapa berpengaruh
hiperbilirubinemia pada neonatus dengan kejadian abnormalitas
GMs atau General Movements. Departemen Pediatri Fakultas
Kedokteran Universitas Kariadi. Semarang.
Phan OS. Hiperbilirubinemia pada neonatus. Jurnal
Biomedik.2014;3(1):10-16.
Rachmawati AM, Irawaty, Arif M. Characteristic Of Crossmatch Types In
Compatibility Testing On Diagnosis And Blood Types Using Gel
Method. Clinical Pathology And Medical Laboratory Journal.
2016;23(1):36-41.
Rahardjani, Kamilah, Budhi. 2013. Kadar bilirubin neonatus dengan dan
tanpa defisiensi glucose phosphate dehydrogenase yang mengalami
atau tidak mengalami infeksi di Perawatan Bayi Risiko Tinggi
(PBRT) RSUP Dr. Kariadi (RSDK). Semarang.
Sudarti. 2014. Pathologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Neonatus
Resiko Tinggi, Jakarta, Nuha Medika.
Sulistijono E, Gebyarani I, Corebima B. Pengaruh Karakteristik
Demografis, Klinis, Dan Laboratorium Pada Neonatus Dengan
Hiperbilirubinemia. Jurnal Kedokteran Brawijaya. 2013;26(4):192-
193.
Suframanyan. 2014. Gambaran Karakteristik Neonatus dengan
Hiperbilirubinemia di RSUD H. Adam Malik Periode Januari-
Desember 2012. Hal : 3-11
Tarigan, M. 2013. Asuhan Keperawatan dan Aplikasi Discharge Planning
Pada Klien Dengan Hiperbilirubin. FK Program Studi Ilmu
Keperawatan Bagian Keperawatan Medikal Bedah.Universitas
Sumatera Utara.
Tiesco JA, Aly H, Milner J. Does gender affect neonatal
hyperbilirubinemia infants. Journal Pediatric Crit Care Med.
2015;6(4):171-174.
Trihendradi C. 2013. Langkah Praktis Menguasai Statistik untuk Ilmu
Sosial dan Kesehatan; Konsep & Penerapannya Menggunakan
SPSS. Ed 1. Yogyakarta: ANDI.
Umit SS, Yurdako M. An Early (Sixth-Hour) Serum Bilirubin
Measurement Is Useful In Predicting The Development Of
Significant Hyperbilirubinemia And Severe ABO Hemolytic
Disease In A Selective High-Risk Population Of Newborns With
ABO Incompatibility. Pediatrics Journal. 2013;109(4):1-3.
Utami W, Ekasari, Sari ZK. 2016. Hubungan Prematuritas Dengan
Kejadian Hiperbilirubinemia Pada Bayi Baru Lahir. Purwodadi.
Winkjosastro H. Ilmu Kebidanan. Jakarta. 2012 : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Yahya T, Asmuni. 2014. Jaudience Neonatal seorang bayi baru lahir.
Pakar Perunding Pediatrik.
Yang WH, Zhao L, Li YC, Chen CH. Bodyweights Loss In Predicting
Neonatal Hyperbilirubinemia 72 Hours After Birth In Term
Newborn Infants. BMC Pediatrics. 2013;13(145):4-7.