furunkel karbunkel

21
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN REFERAT FAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER 2011 UNIVERSITAS HASANUDDIN FURUNKULOSIS DISUSUN OLEH : WaodeSarnings 110207146 Sofian Sari 110209152 PEMBIMBING : dr. Hijriyah Farid SUPERVISOR : dr. Wiwiek Dewiyanti, M.Kes, Sp.KK DIBAWAKAN DALAM RANGKAKEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2011 1

Upload: fahrul-ibn-nas

Post on 30-Nov-2015

108 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

dermatoneverologi

TRANSCRIPT

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN REFERATFAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER 2011UNIVERSITAS HASANUDDIN

FURUNKULOSIS

DISUSUN OLEH :

WaodeSarnings 110207146Sofian Sari 110209152

PEMBIMBING :

dr. Hijriyah Farid

SUPERVISOR :

dr. Wiwiek Dewiyanti, M.Kes, Sp.KK

DIBAWAKAN DALAM RANGKAKEPANITERAAN KLINIKPADA BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIAMAKASSAR

2011

1

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawahini, menyatakanbahwa:

Nama : WaodeSarnings (110 207 146)

Sofian Sari (110 209 152)

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Universitas Muslim Indonesia

Judulreferat : Furunkel Dan Karbunkel

Bahwa benar telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan klinik

Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Makassar, September 2011

Supervisor, Pembimbing,

(dr. WiwiekDewiyanti, M.Kes, Sp.KK) (dr. Hijriyah Farid)

2

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ ii

DAFTAR ISI ............................................................................................... iii

I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

II EPIDEMIOLOGI ............................................................................... 1

II ETIOLOGI DAN PATOGENESIS .................................................... 2

IV GAMBARAN KLINIS ....................................................................... 3

V DIAGNOSIS ....................................................................................... 4

VI HISTOPATOLOGI .............................................................................. 4

VII DIAGNOSIS BANDING ..................................................................... 5

VIII PENGOBATAN ................................................................................... 7

IX KOMPLIKASI ...................................................................................... 9

X PROGNOSIS ........................................................................................ 10

XI KESIMPULAN .................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR LAMPIRAN

3

FURUNKEL DAN KARBUNKEL

I. PENDAHULUAN

Infeksi kulit adalah masalah rawat jalan umum. Selulitis, folikulitis, dan

impetigo adalah penyakit infeksi bakteri pada kulit yang paling sering ditemui

pada tempat praktek. Pengobatan penyakit infeksi pada kulit bervariasi

tergantung pada diagnosis dan tingkat keparahan, dokter harus mampu

mengenali dan mengelola entitas mereka secara tepat.[1]

Infeksi staphylococcus profunda menjadi penyebab terbentuknya

furunkel dan karbunkel. Furunkel ialah radang folikel rambut dan sekitarnya.[2-4]

Furunkel merupakan kumpulan nanah dalam ruangan berdinding.

Selulitis bisa terjadi mendahului atau bersamaan dengan terjadinya furunkel.

Furunkel berawal dari nodul kemerahan yang keras dan kemudian dengan

cepat berkembang menjadi nyeri dan beberapa hari kemudian terjadi

fluktuasi. Sembuh dengan jaringan parut setelah beberapa minggu. Pada

beberapa individu bisa terjadi kronis rekuren. Sering pada bagian tubuh yang

berambut dan mudah terkena iritasi, gesekan, tekanan, atau pada daerah yang

lembab seperti ketiak, bokong, punggung, leher, dan wajah. [4-6]

II. EPIDEMIOLOGI

Furunkel dapat terjadi sekunder terhadap dermatosis lain. Sering

mengenai anak-anak sebagai komplikasi penyakit parasit, seperti pedikulosis

atau skabies. Furunkel dapat juga terjadi pada penderita diabetes, penderita

dermatitis seboroik, orang yang kurang gizi, orang terlantar, dan pada

penderita imunodefisien. [7]

Berdasarkan statistik Departemen Kesehatan Inggris, pada tahun 2002

dan 2003 terdapat sekitar 0,19% atau 24.525 penderita yang berobat ke

Rumah Sakit Inggris dengan diagnosis furunkel abses kutaneus. Dari 24.525

pasien tersebut terdapat 90% yang memerlukan rawat inap. 54% dari pasien

4

yang berobat tersebut adalah laki-laki dan 46% pasien adalah perempuan.Usia

rata-rata dari pasien yang berobat adalah 37 tahun. 72% berusia 15-59 tahun

dan 6% berusia diatas 75 tahun.[8]

III. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Penyebab furunkel adalah bakteri Staphylococcus aureus.

Staphylococcus aureus suatu bakteri koagulasi positif, merupakan kokus

pathogen paling utama pada kulit. Kokus ini adalah gram-positif, berbentuk

bola, dan bergerombol dalam bundel-bundel kecil. Kokus ini mudah tumbuh

di media biakan. Dalam media biakan padat, dalam 24 jam akan tumbuh

koloni-koloni berkilat, berwarna kekuningan, dan besar. Staphylococcus

aureus adalah fakultatif anaerob, nonmotile, katalase dan koagulase positif,

bakteri ini juga memberikan hasil positif pada fermentasi manitol dan uji

deoxyribonuclease. Pada beberapa individu, kolonisasi Staphylococcus

aureus terdapat pada daerah nares dan perineum yang sering menimbulkan

masalah furunkel rekuren.[7, 9, 10]

Bila terjadi cedera jaringan, karena bakteri, trauma, bahan kimia, panas,

atau fenomena lainnya, maka jaringan yang cedera itu akan melepaskan

berbagai zat yang menimbulkan perubahan sekunder yang dramatis di

sekeliling jaringan yang tidak cedera. Beberapa dari sekian banyak produk

jaringan yang menimbulkan reaksi ini adalah histamin, bradikinin, serotonin,

prostaglandin, dan lain-lain. Substansi ini dapat mengaktifkan sistem

makrofag dengan kuat, dan dalam waktu beberapa jam, makrofag mulai

melahap jaringan yang telah dihancurkan. Bila netrofil dan makrofag menelan

sejumlah besar bakteri dan jaringan nekrotik, pada dasarnya semua

netrofildan sebagian besar makrofag akhirnya akan mati. Sesudah beberapa

hari, di dalam jaringan yang meradang akan terbentuk rongga yang

mengandung berbagai bagian jaringan nekrotik, netrofil mati, makrofag mati,

dan cairan jaringan. Campuran seperti biasanya disebut pus. Setelah proses

infeksi dapat ditekan, sel-sel mati dan jaringan nekrotik yang terdapat dalam

pus secara bertahap akan mengalami autolisis dalam waktu beberapa hari, dan

5

kemudian produk akhirnya akan diabsorpsi ke dalam jaringan sekitar cairan

limfe hingga sebagian besar tanda kerusakan jaringan telah hilang.[11]

Faktor resiko terjadinya furunkel di antaranya: [4, 7]

1. Kebersihan atau higiene yang kurang

2. Penderita diabetes

3. Obesitas

4. Hiperhidrosis

5. Penderita dermatitis seboroik

6. Terapi kortikosteroid yang berkepanjangan

7. Malnutrisi

IV. GAMBARAN KLINIS

Pada permulaan hadir dengan kemerahan, papul atau nodul yang nyeri,

membesar setelah beberapa hari. Keluhan yang ditimbulkan berupa nodus

eritematosa berbentuk kerucut, nyeri, dan ditengahnya terdapat pustul.

Kemudian nodus melunak menjadi abses, bila pecah dapat membentuk fistel.[12, 13]

Gejala pada permulaan penderita merasa gatal. Lesi menjadi nyeri bila

ditekan atau diusap. Selama proses supurasi, lesi terasa sakit sekali. Lesi yang

terdapat di saluran telinga luar dan hidung terasa sakit sekali. Lesi kulit mula-

mula berupa macula eritematosa lentikular setempat, kemudian menjadi nodul

lentikuler nummular berbentuk kerucut. Gejala sistemik biasanya jarang,

kalau ada, ringan. Tanda-tanda dari furunkel, timbul peradangan folikuler

kecil dan merah yang cepat bertambah besar dan membentuk suatu tonjolan

berbentuk kerucut, teraba keras, dan dikelilingi oleh halo merah.[7]

6

Sewaktu supurasi terjadi timbul pustule dan kemudian nekrosis pada

puncak nodul. Ketika nodul ini pecah, keluarlah pus dengan inti nekrotik.

Kemudian edem dan eritem mereda, dan rongga terisi oleh jaringan granulasi

dan meninggalkan macula keunguan yang akan sembuh dengan parut.[7]

Gbr 1.Furunkel

V. DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang

dikonfirmasi dengan pewarnaan gram dan kultur bakteri. Furunkulosis

ekstensif biasanya menunjukkan leukositosis.[14]

VI. HISTOPATOLOGI

A. Furunkel

Terlihat abses perifolikuler setempat. Pembuluh darah setempat

mengalami dilatasi dan tempat terinfeksi diserang oleh lekosit

polimorfonuklear. Terjadi nekrosis kelenjar dan jaringan sekitar,

membentuk inti yang di kelilingi oleh daerah dilatasi vaskuler, lekosit,dan

limfosit.[7]

B. Karbunkel

Terdapat abses folikuler dan perifolikuler multiple yang kemudian

membentuk masa nekrotik yang luas, terjadi reaksi radang yang jelas

7

disekitar inti nekrotik di dalam jaringan ikat yang mendasarinya dan di

dalam lemak subkutan.[7]

Gbr 3.Histopatologifurunkel

VII. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding antara lain sporotrikosis, impetigo bockhart,dan

acne konglobata.[4, 7]

A. Sporotrikosis

Sporotrikosis merupakan suatu infeksi kronik dari jamur

Sporotrichumschenkii dan ditandai dengan pembesaran kelenjar

getah bening. Kulit dan jaringan subkutis di atas nodus sering

melunak dan pecah membentuk ulkus yang indolen.3 Infeksi yang

disebabkan oleh implantasi traumatis dari jamur ke dalam kulit,

atau sangat jarang, dengan inhalasi ke paru-paru. Menyebar

sekunder untuk permukaan artikular, tulang dan otot tidak jarang,

dan infeksi juga dapat kadang-kadang melibatkan system saraf

pusat, paru-paru atau saluran genitourinari.[15]

8

Gbr 5.Sporotrikosis

B. Impetigo Bockhart

Impetigo bockhart sinonim dari folikulitis superfisialis

peradangan pada folikel rambut yang terbatas di dalam epidermis

yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Kelainan berupa

papul atau pustul yang eritematosa dan di tengahnya terdapat

rambut.[3]

Gbr6. Impetigo Bockhart

9

C. Acne Konglobata

Acne konglobata, selain di punggung, nodula-nodula merah

hitam tampak di daerah wajah dan lengan, menyebar di satu regio.[4]

Gbr 7. Acne Konglobata

VIII. PENGOBATAN

A. Non Farmakologis

Pengobatan furunkel tergantung kepada lokasi dan kematangan

lesi. Lesi permulaan yang belum berfluktuasi dan belum bermata

dikompres panas dan diberi antibiotik oral. Kompres panas akan

memperkecil ukuran lesidan mempercepat penyerapan. [7]

Insisi terhadap lesi awal jangan dilakukan untuk mencegah

inokulasi lebih dalam infeksi tersebut. Jika lesi telah matang dan

bermata dilakukan insisi dan drainase. Insisi jangan dilakukan jika lesi

terdapat di kanalis auditorius external, bibir atas, hidung, dan

pertengahan dahi karena infeksi yang tidak terawasi dapat

menyebabkan trombosis sinus kavernosis. Sewaktu penderita mendapat

10

antibiotik, semua pakaian, handuk, dan alas kasur yang telah mengenai

daerah yang sakit harus dicuci dengan air panas.[7]

B. Farmakologis

Pada dasarnya pengobatan karbunkel sama sajadengan pengobatan

furunkel. Karbunkel atau furunkel dengan selulitis di sekitarnya atau

yang disertai demam, harus diobati dengan antibiotic sistemik. Untuk

infeksi berat atau infeksi pada area yang berbahaya dosis antibiotic

maksimal harus diberikan dalam bentuk parenteral. Bila infeksi berasal

dari methicillinresistant Staphylococcus aureus (MRSA) atau dicurigai

infeksi serius dapat diberikan vankomisin (1-2 gram IV setiap hari

dalam dosis terbagi). Pengobatan antibiotik harus berlanjut paling tidak

selama satu minggu.[7, 16]

Setiap episode bisa diobati sistemik dengan flucloxacillin atau

antibiotik resisten penisilin. Antibakteri biotik mengurangi kombinasi

bakteri di kulit. [17]

Pengobatan furunkel

Topikal:

Mupirocin[13]

Mupirocin dihasilkan oleh pseudomonas fluorescens.

Khusus terhadap kuman Gram-positif seperti Staphylococcus

aureus. Khasiatnya bersifat bakterisid (salep 2%) berdasarkan

penghambatan RNA-sintetase yang berakibat penghentian sintesa

protein kuman.[18]

AsamFusidat[13]

Antibiotikum dengan rumus steroida yang mirip dengan

struktur asam empedu yang dihasilkan oleh jamur fusidium,

spektrum kerjanya sempit dan terbatas pada kuman Gram-positif,

terutama stafilokok. Kuman Gram-negatif resisten terkecuali

11

Neisseria. Khasiatnya bersifat bakteriostatis berdasarkan

penghambatan sintesa protein kuman. [18]

Sistemik: [3, 16]

Ampisilin 4x500 mg/hari

Amoksisilin 4x500 mg/hari

Kloksasilin 3x250 mg/hari

Linkomisin 3x500 mg/hari

Klindamisin 4x150 mg/hari

Eritromisin 4x500 mg/hari

Sefadroksil 2x1000 mg/hari

Bila lesi besar, nyeri dan fluktuasi, insisi dan drainase diperlukan.

Bila infeksi terjadi berulang atau memiliki komplikasi dengan

komordibitas, kultur dapat dilakukan. Terapi anti microbial harus

dilanjutkan sampai semua bukti inflamasi berkurang dan berubah

apalagi ketika hasil kultur tersedia. Lesi yang di drainase harus ditutupi

untuk mencegah autoinokulasi dan mencuci tangan harus sering

dilakukan. Pasien dengan furunkolosis berulang memberikan masalah

yang spesial dan sering menyulitkan.[16]

IX. KOMPLIKASI

Pada beberapa kasus, bakteri dari furunkel atau karbunkel dapat masuk

ke dalam aliran darah dan menyebar ke bagian lain dari tubuh. Penyebaran

infeksi ini biasanya dikenal sebagai sepsis. Dapat berakibat pada infeksi yang

lebih dalam seperti endokarditis dan osteomielitis. Sepsis mempunyai ciri-ciri

demam tinggi, nafas berat, dan peningkatan denyut jantung, dapat berakibat

syok sepsis yang ditandai dengan turunnya tekanan darah.[19]

12

Salah satu masalah penting lainnya adalah resistensi bakteri

Staphylococcus aureus terhadap obat yang diberikan pada si penderita,

dikenal dengan nama methicilin resistan Staphylococcus aureus atau MRSA

yang resistan terhadap penisilin dan akan sangat sulit untuk diobati.[19]

Invasi bakteri ke dalam aliran darah biasanya terjadi kapan saja, tidak

dapat ditebak, menyebabkan infeksi metastase seperti osteomielitis,

endokarditis akut, atau abses otak. Manipulasi pada lesi berbahaya dan dapat

menfasilitasi penyebaran infeksi melalui aliran darah.Untungnya komplikasi

seperti ini jarang.[16]

Lesi pada bibir dan hidung menyebabkan bakteremia melalui vena-vena

emisaria wajah dan sudut bibir yang menuju sinus kavernosus. Komplikasi

yang jarang berupa trombosis sinus kavernosus dapat terjadi.[16, 20]

X. PROGNOSIS

Baik sepanjang factor penyebab dapat dihilangkan dan prognosis

menjadi kurang baik bila terjadi rekurensi.[4]

XI. KESIMPULAN

Furunkel ialah radang folikel rambut dan sekitarnya. Penyebab

furunkel adalah bakteri Staphylococcus aureus, tergolong bakteri gram

positif.

Furunkel paling sering pada bagian tubuh yang berambut dan mudah

terkena iritasi, gesekan, tekanan, atau pada daerah yang lembab seperti

ketiak, bokong, punggung, leher, dan wajah.

Faktor resiko terjadinya furunkel diantaranya: kebersihan atau higiene

yang kurang, penderita diabetes, obesitas, hiperhidrosis, penderita

dermatitis seboroik, terapi kortikosteroid yang berkepanjangan, malnutrisi.

13

Keluhan yang ditimbulkan berupa nodus eritematosa berbentuk

kerucut, nyeri, dan ditengahnya terdapat pustul. Kemudian nodus melunak

menjadi abses, bila pecah dapat membentuk fistel.

Prognosis baik sepanjang faktor penyebab dapat dihilangkan dan

prognosis menjadi kurang baik bila terjadi rekurensi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Suh, K.N., Skin Deep Managing Cutaneous Infections. The Canadian Journal of CME, 2003: p. 1.

2. Price, S.A. and L.M. Wilson, Infeksi Bakteri pada Kulit. 6th ed. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Vol. 2. 2006, Jakarta: EGC. 1451-1453.

3. Juanda, A., Pioderma. 5th ed. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, ed. A. Juanda. 2007, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 60.

4. Siregar, R.S., Furunkel Karbunkel. 2 ed. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. 2004, Jakarta: EGC. 52-54.

5. Habif, T.P., Furuncles and Carbuncles, in Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy. 2003, Mosby Inc: USA. p. 284-286.

6. Sterry, W., R. Paus, and W. Burgdorf, Gram Positive Bacteria: Staphylococci in Bacterial Disease, in Thiem Clinical Companions Dermatology. 2006, Georg Thiem Verlag Stuggart: New York. p. 74-75.

7. Sjahrial, Infeksi Bakteri Stafilokok dan Streptokok. Ilmu Penyakit Kulit, ed. M. Harahap. 2007, Jakarta: EGC. 46-54.

8. Anonim. Statistic about Carbuncle. [cited 2011 September]; Available from: http://www.cureresearch.com/c/carbuncle/stats.htm.

9. Turnidge, J., N. Rao, and F.-Y. Chang. Staphylococcus aureus. 2008 [cited 2011 6 September]; Available from: http:/www.antimicrobe.org/sample_staphylococcus.asp.

10. Marks, R., Furuncles and Carbuncles, in Roxbughs Common Skin Disease. 2008, Oxford University Press Inc: New York. p. 45.

11. Guyton, A.C. and J.E. Hall, Pertahanan Tubuh Terhadap Infeksi. 11th ed. Fisiologi Kedokteran. 2006, Jakarta: EGC. 455-457.

12. Stulberg, Penrod, and Blatny, Common Bacterial Skin Infection, in Dermatology Therapy. 2002, American Family Physician. p. 251-252.

13. Daili, E.S.S., S.L. Menaldi, and I.M. Wisnu, Furunkel Karbunkel. Penyakit Kulit Yang Umum Di Indonesia. 2009, Jakarta Pusat: PT. Medical Multimedia Indonesia. 2-5.

14. Bolognia, J.L., J.L. Jorizzo, and R.P. Rapini, Gram-Positive Bacteria Staphylococcal and Streptococcal Skin Infections, in Dermatology. 2008, Elseiver Inc: USA. p. 5-8.

15. Anonim. Sporotrichosis. [cited 2011 12 September]; Available from: http://www.mycology.adelaide.edu.au.mycoses/subcutaneous/sporotrichosis.

16. Wolff, K., L. A, and G. Stephen, Furuncles and Carbuncles, in Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 2008, Mc Graw Hill Medical: New York. p. 1699-1702.

14

17. Burns, T., S. Breathnach, and N. Cox, Furuncles Carbuncles, in Rook's Text Book of Dermatolgy. 2004, Blackwell publishing. p. 27.22-27.25.

18. Tjay, T.H. and K. Rahardja, Kerja Obat-Obat Penting. 2007, Jakarta: Elex Media Komputindo. 87-89.

19. Anonim. Boils and Carbuncles. [cited 2011 12 September]; Available from: http:/www.mayoclinic.com/health/boils-and-carbuncles/DS00466.

20. Hunter, J.A.A., J.A. Savin, and M.V. Dahl, Furunculosis, in Clinical Dermatolgy. 2002, Blackwell Science: New York. p. 253-254.

15