karbunkel pada dm2

21
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, serta karunianya kami dapat menyelesaikan referat tentang Karbunkel pada Diabetes Melitus ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada dr. Gapong Suko W.,SpB selaku Dosen pembimbing yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Saya sangat berharap referat ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai karbunkel serta penatalaksanaan yang dilakukan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam referat ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan referat yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan. 1

Upload: robert-johnson

Post on 17-Dec-2015

23 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

ggg

TRANSCRIPT

KATA PENGANTARPuji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, serta karunianya kami dapat menyelesaikan referat tentang Karbunkel pada Diabetes Melitus ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada dr. Gapong Suko W.,SpB selaku Dosen pembimbing yang telah memberikan tugas ini kepada kami.Saya sangat berharap referat ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai karbunkel serta penatalaksanaan yang dilakukan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam referat ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan referat yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Yogyakarta, 26 April 2015

Penulis

DAFTAR ISIKATA PENGANTAR1DAFTAR ISI..2PENDAHULUAN..3TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi4II. Epidemiologi...4

III. Etiologi5IV. Patofisiologi5

V. Faktor Resiko..6

VI. Gejala Klinis...7

VII. Pemeriksaan Penunjang..7

VIII. Diagnosis Banding..8

IX. Penatalaksanaan..9

X. Prognosis12PENUTUP..13DAFTAR PUSTAKA.14PENDAHULUANDiabetes mellitus merupakan suatu kondisi yang sering disertai dengan manifestasi pada kulit. Manifestasi yang muncul pada kulit pun dapat bermacam-macam bentuknya. Adanya efek metabolik didalam mikrosirkulasi dan berubahnya susunan kolagen dikulit mengakibatkan banyak kelainan yang mungkin terjadi pada kulit penderita DM. Diperkirakan bahwa 30% dari pasien dengan diabetes mellitus akan mengalami masalah kulit pada tahap tertentu sepanjang perjalanan penyakit mereka.

Beberapa infeksi bisa serius dan memerlukan perhatian segera medis misalnya karbunkel, yang merupakan infeksi bakteri mendalam pada folikel rambut.

Furunkel atau karbunkel dapat muncul dimana saja pada kulit, tetapi terutama muncul pada wajah, leher, ketiak, pantat atau paha area yang terdapat rambut dan banyak mengeluarkan keringat atau mengalami gesekan. Walaupun setiap orang memiliki potensi untuk terkena furunkel atau karbunkel, beberapa orang dengan diabetes, sistem imun yang lemah, jerawat atau problem kulit lainnya memiliki resiko lebih tinggi.TINJAUAN PUSTAKA

I. DefinisiKarbunkel merupakan tonjolan yang nyeri dan berisi nanah yang terbentuk dibawah kulit ketika bakteri menginfeksi dan menyebabkan inflamasi pada satu atau lebih folikel rambut dan dasarnya lebih dalam daripada furunkel.. Furunkel yang berdekatan dapat bergabung membentuk karbunkel. Karbunkel merupakan beberapa furunkel yang membentuk kelompok (cluster). Karbunkel memiliki lesi inflamasi yang lebih luas, dasarnya dalam, dan ditandai dengan nyeri yang luar biasa pada tempat lesi yang biasanya ditemui pada tengkuk, punggung atau paha. Penyebab dari furunkel atau karbunkel ini biasanya bakteri Stafilokokus aureus. 1Karbunkel merupakan gabungan beberapa furunkel yang dibatasi oleh trabekula fibrosa yang berasal dari jaringan subkutan yang padat.1 Perkembangan dari furunkel menjadi karbunkel bergantung pada status imunologis penderita. II. Epidemiologi

Karbunkel merupakan penyakit yang agak jarang. Belum ada data yang spesifik yang menunjukkan prevalensi penyakit ini. Statistik Departemen Kesehatan Inggris menunjukkan bahwa pada tahun 2002 dan 2003 terdapat sekitar 0,19% atau 24.525 penderita berobat ke Rumah Sakit Inggris dengan diagnosa furunkel abses kutaneus dan karbunkel.2Mengingat kasus karbunkel ini memiliki komplikasi yang cukup serius dan pentingnya pengobatan lebih dini diharapkan tinjauan pustaka ini dapat menjadi salah satu sumber referensi. Insidensi karbunkel agak jarang. Insidensinya terutama pada usia setelah pubertas yaitu remaja dan dewasa muda. Furunkel atau karbunkel jarang didapatkan pada anak-anak.Berdasarkan statistik Departemen Kesehatan Inggris, pada tahun 2002 dan 2003 terdapat sekitar 0,19% atau 24.525 penderita yang berobat ke Rumah Sakit Inggris dengan diagnosa furunkel abses kutaneus dan karbunkel. Dari 24.525 pasien tersebut terdapat 90% yang memerlukan rawat inap. 54% dari pasien yang berobat tersebut adalah laki-laki dan 46% pasien adalah perempuan. Usia rata-rata dari pasien yang berobat adalah 37 tahun. 72% berusia 15-59 tahun dan 6% berusia diatas 75 tahun.2III. EtiologiFurunkel atau karbunkel biasanya terbentuk ketika satu atau beberapa folikel rambut terinfeksi oleh bakteri stafilokokus (Stafilokokus aureus).1 Bakteri ini, yang merupakan flora normal pada kulit dan kadang-kadang pada tenggorokan dan saluran hidung. Sekitar 25-30% populasi membawa bakteri ini pada hidungnya tanpa menjadi sakit dan sekitar 1% populasi membawa MRSA (methicillin resistant staphylococcus aureus). MRSA merupakan strain dari S.aureus yang resisten terhadap antibiotik beta-laktam, termasuk methicillin, penisilin, amoksisilin, oxacilllin dan nafcillin sehingga sering menyebabkan infeksi kabunkel yang serius dan sering berulang. Bakteri S.aureus berbentuk bulat (coccus), memiliki diameter 0,5 1,5 m, memiliki susunan bergerombol seperti anggur, tidak memiliki kapsul, nonmotil, katalase positif dan pada pewarnaan gram tampak berwarna ungu. Bakteri ini bertanggung jawab untuk sejumlah penyakit penyakit serius seperti pneumonia, meningitis, osteomielitis dan endokarditis (lihat gambar 3). Bakteri ini juga merupakan penyebab utama infeksi nosokomial dan penyakit yang didapat dari makanan.3IV. PatofisiologiBakteri stafilokokus yang menyebabkan furunkel atau karbunkel umumnya masuk melalui luka, goresan, atau robekan pada kulit. Respon primer host terhadap infeksi S.aureus adalah pengerahan sel PMN ke tempat masuk kuman tersebut untuk melawan infeksi yang terjadi. Sel PMN ini ditarik ke tempat infeksi oleh komponen bakteri seperti formylated peptides atau peptidoglikan dan sitokin TNF (tumor necrosis factor) dan interleukin (IL) 1 dan 6 yang dikeluarkan oleh sel endotel dan makrofag yang teraktivasi. Hal ini menimbulkan inflamasi dan pada akhirnya membentuk pus (gabungan dari sel darah putih, bakteri dan sel kulit yang mati).4Kadar gula kulit (glukosa kulit) merupakan 55% dari kadar gula darah atau glukosa darah pada orang biasa. Pada penderita diabetes, rasio kadar glukosa kulit meningkat sampai 69-71% dari glukosa darah yang sudah meninggi. Pada penderita yang sudah diobatipun rasionya melebihi 55%.4Glukosa kulit berkonsentrasi tinggi di daerah intertriginosa (lipatan seperti ketiak,lipat paha, intergluteal, lipat payudara, antara jari tangan atau kaki) dan interdigitalis. Hal tersebut mempermudah timbulnya dermatitis, infeksi bakterial (terutama furunkel) sering di temukan sebagai kolpitis. Keadaan ini dinamakan diabetes kulit.Infeksi pyoderma seperti impetigo, folikulitis, carbuncles, furunkulosis, ecthyma, dan erisipelas bisa lebih parah dan meluas pada pasien diabetes. Terapi terdiri dari kontrol diabetes yang memadai dan, jika perlu, terapi antibiotik sistemik yang memadai, infeksi lebih membutuhkan antibiotik intravena.1V. Faktor ResikoWalaupun setiap orang termasuk orang yang sehat dapat terkena furukel atau karbunkel, beberapa faktor ini dapat meningkatkan resiko1,6:1. Karier S.aureus kronik (pada hidung, aksila, perineum, vagina).

2. Diabetes. Pada diabetes terjadi gangguan fungsi leukosit sehingga membuat tubuh sulit untuk melawan infeksi.

3. Higiene yang buruk.

4. Pakaian yang ketat. Iritasi yang terus menerus dari pakaian yang ketat dapat menyebabkan luka pada kulit, membuat bakteri mudah untuk masuk kedalam tubuh.5. Kondisi kulit tertentu. Karena kerusakan barier protektif kulit, masalah kulit seperti jerawat, dermatitis, scabies, atau pedukulosis membuat kulit rentan menjadi furunkel atau karbunkel.6. Penggunaan kortikosteroid. Hal ini terkait dengan efek kortikosteroid berupa supresi sistem imun tubuh.7. Defek fungsi netrofil seperti pada pasien yang mendapatkan obat kemoterapi atau mendapat obat omeprazole.8. Penyakit imunodefisiensi primer seperti penyakit granulomatosa kronik, sindrom Chediak-Higashi, defisiensi C3, hiperkatabolisme C3, hipogammaglobulinemia transient, timoma dengan imunodefisiensi, dan sindrom Wiskott-Aldrich.

VI. Gejala KlinisKarbunkel biasanya pertama muncul sebagai tonjolan yang nyeri, permukaannya halus, berbentuk kubah dan berwarna merah. Tonjolan tersebut biasanya juga indurasi. Ukuran tonjolan tersebut meningkat dalam beberapa hari dan dapat mencapai diameter 3-10 cm atau bahkan lebih. Supurasi terjadi setelah kira-kira 5-7 hari dan pus dikeluarkan melalui saluran keluar yang multipel (multiple follicular orifices). Demam dan malaise sering muncul dan pasien biasanya tampak sakit berat. Karbunkel yang pecah dan kering kemudian membentuk lubang yang kuning keabuan ireguler pada bagian tengah dan sembuh perlahan dengan granulasi. Walaupun beberapa karbunkel menghilang setelah beberapa hari, kebanyakan memerlukan waktu dua minggu untuk sembuh. Jaringan parut permanen yang terbentuk biasanya tebal dan jelas.2VII. Permeriksaan Penunjang

Furunkulosis ekstensif atau karbunkel biasanya menunjukkan leukositosis. S.aureus merupakan penyebab utama. Pemeriksaan histologis dari karbunkel menunjukkan proses inflamasi dengan PMN yang banyak di dermis dan lemak subkutan. Pada karbunkel, abses multipel yang dipisahkan oleh trabekula jaringan ikat menyusup dermis dan melewati sepanjang pinggir folikel rambut, mencapai permukaan melalui lubang pada epidermis yang terkikis. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang dikonfirmasi dengan pewarnaan gram dan kultur bakteri. Pewarnaan gram akan menunjukkan sekelompok kokus berwarna ungu (gram positif) dan kultur bakteri pada medium agar darah domba memberikan gambaran koloni yang lebar (6-8 mm), permukaan halus, sedikit cembung, dan warna kuning keemasan.7VIII. Diagnosis BandingDiagnosa banding yang paling utama dari karbunkel adalah kista epidermal yang mengalami inflamasi. Kista epidermal yang mengalami inflamasi dapat dengan tiba-tiba menjadi merah, nyeri tekan dan ukurannya bertambah dalam satu atau beberapa hari sehingga dapat menjadi diagnosa banding karbunkel. Diagnosa banding berupa kista epidermal yang mengalami inflamasi ini dapat disingkirkan berdasarkan terdapatnya riwayat kista sebelumnya pada tempat yang sama, terdapatnya orificium kista yang terlihat jelas dan penekanan lesi tersebut akan mengeluarkan masa seperti keju yang berbau tidak sedap sedangkan pada karbunkel mengeluarkan material purulen.1Diagnosa banding yang lain antara lain abses pada kulit. Abses adalah infeksi yang membentuk kantong nanah di bawah kulit. Abses adalah bila nanah berkumpul disuatu rongga, yang mana rongga itu mulanya tidak ada. Abses adalah kumpulan nanah dalam jaringan bila mengenai kulit berarti di dalam kutis atau subkutis

Staphyllococcus bila masuk ke pembuluh darah dan menginvasi organ lain yang jauh dari tempat invasi yang pertama, hal ini bisa terjadi pada infeksi luka. Abses biasanya terbentuk dari infiltrat radang mula-mula terjadi erithema dengan undurasi yang terlokalisasi yang biasanya terjadi pada folikel rambut dan diikuti oleh pembentukan abses, kalau abses meluas kearah dalam terjadilah karbunkel. Gejala klinisnya antara lain:11.Setiap jaringan atau tubuh manusia dapat terserang dan mengakibatkan penyakit dengan tanda-tanda khas yaitu peradangan, nekrosis dan pembentukan abses.

2.Nyeri pada daerah pembengkakan.

3.Disertai dengan demam (suhu 38C)

4.Kelainan berupa nodus eritematosa berbentuk kerucut di tengahnya terdapat pustul kemudian melunak menjadi abses. Lalu memecah membentuk fistel.

IX. Penatalaksanaan

Pengobatan karbunkel sama saja dengan pengobatan furunkel. Karbunkel atau furunkel dengan selulitis disekitarnya atau yang disertai demam, harus diobati dengan antibiotik sistemik (lihat tabel 1). Untuk infeksi berat atau infeksi pada area yang berbahaya, dosis antibiotik maksimal harus diberikan dalam bentuk perenteral. Bila infeksi berasal dari methicillin resistent Streptococcus aureus (MRSA) atau dicurigai infeksi serius, dapat diberikan vankomisin (1 sampai 2 gram IV setiap hari dalam dosis terbagi). Pengobatan antibiotik harus berlanjut paling tidak selama 1 minggu.3Tabel 1. Pengobatan furunkel atau karbunkel*

Lini pertama

Lini kedua (bila alergi penisilin)Topikal

Mupirocin 2x1

Asam fusidat 2x1Sistemik

Dikloxacillin 250-500 mg PO 4x1 selama 5-7 hari

Amoksisilin + asam klavulanat (cephalexin) 25 mg/kgBB 3x1; 250-500 mg 4x1

Azitromisin 500 mg x1, kemudian 250 mg sehari selama 4 hari

Klindamisin 15 mg/kgBB/hari 3x1

Eritromisin 250-500 mg PO 4x1 selama 5-7 hari

* mencuci tangan dan menjaga kebersihan penting dalam semua regimen

Bila lesi besar, nyeri dan fluktuasi, insisi dan drainase diperlukan. Bila infeksi terjadi berulang atau memiliki komplikasi dengan komorbiditas, kultur dapat dilakukan. Terapi antimikrobial harus dilanjutkan sampai semua bukti inflamasi berkurang dan berubah apalagi ketika hasil kultur tersedia. Lesi yang didrainase harus ditutupi untuk mencegah autoinokulasi dan mencuci tangan harus sering dilakukan. Pasien dengan furunkulosis atau karbunkel berulang memberikan masalah yang spesial dan sering menyulitkan.Tabel 2. Manajemen furunkulosis atau karbunkel rekuren1

Evaluasi penyebab yang mendasari dengan teliti

Proses sistemik

Faktor-faktor predisposisi yang terlokalisasi spesifik: paparan zat industri (zat kimia, minyak); higiene yang buruk; obesitas; hiperhidrosis; rambut yang tumbuh kedalam; tekanan dari pakaian atau ikat pinggang yang ketat.

Sumber kontak Staphylococcus: infeksi piogenik dalam keluarga, olahraga kontak seperti gulat, autoinokulasi.

Stahphylococcus aureus dari hidung : disini tempat dimana penyebaran organisme ke tempat tubuh yang lain.terjadi. Frekuensi dari bawaan nasal bervariasi : 10%-15% pada balita 1 tahun, 38% pada mahasiswa, 50% pada dokter RS dan siswa militer.

Perawatan kulit secara umum: tujuannya adalah mengurangi jumlah S.aureus pada kulit. Perawatan kulit pada kedua tangan dan tubuh dengan air dan sabun adalah penting (solusi sabun antimikrobial seperti solusi klorheksidin 4% dapat digunakan untuk mengurangi kolonisasi stafilokokus pada kulit). Pasien harus menghindari trauma pada kulit, seperti halnya iritan kulit potensial misalnya sabun dan deodoran. Lap badan (dan handuk) yang terpisah harus digunakan dan secara hati-hari dicuci dengan air panas sebelum digunakan.

Pengurusan pakaian : pakaian yang menyerap keringat, ringan dan longgar harus digunakan sesering mungkin. Sejumlah besar stafilokokus sering berada pada seprai dan pakaian dalam pasien dengan furunkulosis atau karbunkel dan dapat menyebabkan reinfeksi pada pasien dan infeksi pada anggota keluarganya. Dalam kasus ini, adalah bukan tidak beralasan untuk menyarakan bahwa item ini (seprai dan pakaian dalam) harus secara hati-hati dan secara terpisah dicuci dalam air hangat dan diganti tiap hari.

Perawatan berpakaian : Ganti pakaian harus sering bila terkumpul drainase purulen. Pakaian tersebut harus dibuang dengan hati-hati dalam katong yang tertutup dan dibuang secepatnya.

Pertimbangan umum : selain pertimbangan diatas, beberapa pasien tetap memiliki siklus lesi rekuren. Kadang-kadang, masalah dapat diperbaiki atau dihilangkan dengan menyuruh pasien agar tidak melakukan pekerjaan rutin regular. Hal ini terutama dikhususkan pada individu-individu dengan stres emosional dan kelelahan fisik. Liburan selama beberapa minggu, idealnya pada iklim sejuk atau kering akan membantu dengan cara menyediakan istirahat dan juga menyisihkan waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan program perawatan kulit.

Pertimbangkan hal yang bertujuan eliminasi S.aureus (yang `peka methicillin maupun yang resisten methicillin) dari hidung (dan kulit) :

Penggunaan salep lokal pada vestibulum nasalis mengurangi S.aureus pada hidung dan secara sekunder mengurangi sekelompok organisme pada kulit, sebuah proses yang menyebabkan furunkulosis rekuren. Pemakaian secara intranasal dari salep mupirocin calcium 2% dalam base paraffin yang putih dan lembut selama 5 hari dapat mengeliminasi S.aureus pada hidung sekitar 70% pada individu yang sehat selama 3 bulan. Pada karier yang immunokompeten terhadap stafilokokus dengan infeksi kulit berulang, pemberian salep nasal mupirocin selama 5 hari setiap bulan untuk 1 tahun menghasilkan kultur kuman hidung positif hanya pada 22% pasien bila dibandingkan dengan kelompok plasebo yang memberikan nilai 83%. Pasien dengan kultur hidung.negatif juga menunjukkan sedikit infeksi kulit selama periode pengobatan. Resistensi stafilokokus terhadap mupirocin hanya didapatkan pada 1 dari 17 pasien. Profilaksis dengan salep asam fusidat yang dioleskan pada hidung dua kali sehari setiap minggu keempat pada pasien dan anggota keluarganya yang merupakan karier strain infeksius S.aureus pada hidung (bersamaan dengan pemberian antibiotik anti-stafilokokus peroral selama 10-14 hari pada pasien) telah terbukti dengan beberapa keberhasilan.

Antibiotik oral (misalnya rifampin 600 mg PO tiap hari selama 10 hari) efektif dalam mengeradikasi S.aureus untuk kebanyakan nasal carrier selama periode lebih dari 12 minggu. Penggunaan rifampin dalam jangka waktu tertentu untuk mengeradikasi S.aureus pada hidung dan menghentikan siklus berkelanjutan dari furunkulosis rekuren adalah beralasan pada pasien yang dengan pengobatan lain gagal. Namun, strain yang resisten rifampin dapat muncul dengan cepat pada terapi seperti itu. Penambahan obat kedua (dikloxacillin bagi S.aureus yang peka methicillin; trimethoprim-sulfametaxole, siprofloksasin, atau minoksiklin bagi S.aureus yang resisten methicillin) telah digunakan untuk mengurangi resistensi rifampin dan untuk mengobati furunkulosis rekuren.

X. PROGNOSIS

Umumnya pasien mengalami resolusi setelah mendapatkan terapi insisi dan drainase pus serta antibiotic sistemik. Beberapa pasien mengalami komplikasi bakteremia dan bermetastasis ke organ lain.

Beberapa pasien mengalami rekurensi, terutama pada penderita dengan penurunan kekebalan tubuh.PENUTUP

Adanya efek metabolik didalam mikrosirkulasi dan berubahnya susunan kolagen dikulit mengakibatkan banyak kelainan yang mungkin terjadi pada kulit penderita Diabetes Melitus. Beberapa infeksi bisa serius dan memerlukan perhatian segera medis misalnya karbunkel, yang merupakan infeksi bakteri mendalam pada folikel rambut. Furunkel atau karbunkel biasanya terbentuk ketika satu atau beberapa folikel rambut terinfeksi oleh bakteri stafilokokus (Stafilokokus aureus). Bakteri ini, yang merupakan flora normal pada kulit dan kadang-kadang pada tenggorokan dan saluran hidung. Bakteri stafilokokus yang menyebabkan karbunkel umumnya masuk melalui luka, goresan, atau robekan pada kulit. Bila lesi besar, nyeri dan fluktuasi, insisi dan drainase diperlukan. Pasien dengan karbunkel berulang memberikan masalah yang spesial dan sering menyulitkan. Umumnya pasien mengalami resolusi setelah mendapatkan terapi insisi dan drainase pus serta antibiotic sistemik.DAFTAR PUSTAKA

1. Hunter J, Savin J, Dahl M. Clinical Dermatology 3rd ed. New York: Blackwell Science; 2002.2. Gawkrodger DJ. Dermatology an Illustrated Colour Text 3rd ed. New York: Churchill Livingstone; 2003.3. Craft N, Lee PK, Zipoli MT, Weinberg AN, Swartz MN, Johnson RA. Superficial Cutaneus Infections and Pyodermas. In: Wolff K, Goldsmith LA, et al (eds). Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 7th ed. New York: McGraw Hill Medical, 2008; 1694-1709.

4. Lowy FD. Staphylococcal Infections. In: Kasper DL, Braunwald E, et al (eds). Harrisons Principle of Internal Medicine 16th ed. New York: McGraw Hill, 2005; 814-22.5. Slomiany WP. Furunculosis. In: Domino FJ, et al (eds). The 5 Minutes Clinical Consult 16th ed. Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins, 2008; 490-91.6. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta: EGC; 2005.7. Berger TG. Furunculosis (Boils) and Carbuncles. In: McPhee SJ, Papadakis MA, Tierney LM (eds).Current Medical Diagnosis and Treatment 46th ed. New York: McGraw Hill, 2007; 139-40.PAGE 14