furunkel dan karbunkel

19
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN REFERAT UNIVERSITAS HASANUDDIN JULI 2013 FURUNKEL DAN KARBUNKEL Disusun Oleh : Jasica C.A Siauta (2008-83-042) Pembimbing : dr. Wiwiek Amriyana Saputri 1

Upload: angelinasiauta

Post on 28-Oct-2015

146 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

furunkel dan karbunjel referat kecil

TRANSCRIPT

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN REFERAT

UNIVERSITAS HASANUDDIN JULI 2013

FURUNKEL DAN KARBUNKEL

Disusun Oleh :

Jasica C.A Siauta

(2008-83-042)

Pembimbing :

dr. Wiwiek Amriyana Saputri

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

1

FURUNKEL DAN KARBUNKEL

I. PENDAHULUAN

Infeksi bakteri Staphylococcus aureus menjadi penyebab terbentuknya furunkel dan

karbunkel. Furunkel (boil) dan karbunkel merupakan tonjolan yang nyeri dan berisi nanah

yang terbentuk dibawah kulit ketika bakteri menginfeksi dan menyebabkan inflamasi pada

satu atau lebih folikel rambut. Furunkel yang berdekatan dapat bergabung membentuk

karbunkel. Karbunkel merupakan beberapa furunkel yang membentuk kelompok (cluster).

Karbunkel memiliki lesi inflamasi yang lebih luas, dasarnya dalam, dan ditandai dengan nyeri

yang luar biasa pada tempat lesi yang biasanya ditemui pada tengkuk, punggung atau paha.1,2

Furunkel atau karbunkel dapat muncul dimana saja pada kulit, tetapi terutama muncul

pada wajah, leher, ketiak, pantat atau paha dan area yang terdapat rambut serta banyak

mengeluarkan keringat atau mengalami gesekan. Walaupun setiap orang memiliki potensi

untuk terkena furunkel atau karbunkel, beberapa orang dengan diabetes, sistem imun yang

lemah, jerawat atau masalah kulit lainnya memiliki resiko lebih tinggi.1,2

II. DEFINISI

Furunkel adalah peradangan pada folikel rambut dan jaringan subkutan sekitarnya.

Furunkel dapat terbentuk pada lebih dari satu tempat. Jika lebih dari satu tempat disebut

furunkulosis. Furunkulosis dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain akibat iritasi,

kebersihan yang kurang, dan daya tahan tubuh yang kurang. Infeksi dimulai dengan adanya

peradangan pada folikel rambut di kulit (folikulitis), kemudian menyebar ke jaringan

sekitarnya. Karbunkel adalah satu kelompok beberapa folikel rambut yang terinfeksi oleh

Staphylococcus aureus, yang disertai oleh peradangan daerah sekitarnya dan juga jaringan

dibawahnya termasuk lemak bawah kulit. Karbunkel merupakan gabungan beberapa furunkel

yang dibatasi oleh trabekula fibrosa yang berasal dari jaringan subkutan yang padat.1

III. EPIDEMIOLOGI

Furunkel dapat terjadi sekunder terhadap dermatosis lain. Sering mengenai anak-anak

sebagai komplikasi penyakit parasit, seperti pedikulosis atau skabies. Furunkel dapat juga

terjadi pada penderita diabetes, penderita dermatitis seboroik, orang yang kurang gizi, orang

terlantar, dan pada penderita imunodefisien. Sedangkan karbunkel terutama mengenai laki-

2

laki usia pertengahan. Faktor predisposisinya adalah diabetes, malnutrisi, kegagalan jantung,

dermatosis generalisata yang berat, dan terapi kortikosteroid yang berkepanjangan.3

Berdasarkan statistik Departemen Kesehatan Inggris, pada tahun 2002 dan 2003

terdapat sekitar 0,19% atau 24.525 penderita yang berobat ke Rumah Sakit Inggris dengan

diagnosa furunkel abses kutaneus dan karbunkel. Dari 24.525 pasien tersebut terdapat 90%

yang memerlukan rawat inap. 54% dari pasien yang berobat tersebut adalah laki-laki dan

46% pasien adalah perempuan. Usia rata-rata dari pasien yang berobat adalah 37 tahun. 72%

berusia 15-59 tahun dan 6% berusia diatas 75 tahun.3

IV. ETIOLOGI

Furunkel maupun karbunkel disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus. Bakteri

ini merupakan flora normal pada kulit kadang-kadang pada tenggorokan dan saluran hidung.

Bakteri Staphylococcus aureus berbentuk bulat (coccus), memiliki diameter 0,5 – 1,5 µm,

memiliki susunan bergerombol seperti anggur, tidak memiliki kapsul, nonmotil, katalase

positif dan pada pewarnaan gram tampak berwarna ungu.4

S. aureus termasuk bakteri osmotoleran, yaitu bakteri yang dapat hidup di lingkungan

dengan rentang konsentrasi zat terlarut (contohnya garam) yang luas, dan dapat hidup pada

konsentrasi NaCl sekitar 3 Molar. Habitat alami S. aureus pada manusia adalah di daerah

kulit, hidung, mulut, dan usus besar, di mana pada keadaan sistem imun normal, S.

aureus tidak bersifat patogen.4

V. FAKTOR RESIKO

Walaupun setiap orang termasuk orang yang sehat dapat terkena furunkel atau

karbunkel, beberapa faktor ini dapat meningkatkan resiko1,2:

1. Carier S.aureus kronik (pada hidung, aksila, perineum, vagina).

2. Diabetes. Pada diabetes terjadi gangguan fungsi leukosit sehingga membuat tubuh sulit

untuk melawan infeksi.

3. Higiene yang buruk.

4. Pakaian yang ketat. Iritasi yang terus menerus dari pakaian yang ketat dapat

menyebabkan luka pada kulit, membuat bakteri mudah untuk masuk kedalam tubuh.

3

5. Kondisi kulit tertentu. Karena kerusakan barier protektif kulit, masalah kulit seperti

jerawat, dermatitis, scabies, atau pedukulosis membuat kulit rentan menjadi furunkel atau

karbunkel.

6. Penggunaan kortikosteroid. Hal ini terkait dengan efek kortikosteroid berupa supresi

sistem imun tubuh.

7. Defek fungsi netrofil seperti pada pasien yang mendapatkan obat kemoterapi atau

mendapat obat omeprazole.

8. Penyakit imunodefisiensi primer seperti penyakit granulomatosa kronik, sindrom

Chediak-Higashi, defisiensi C3, hiperkatabolisme C3, hipogammaglobulinemia transien,

timoma dengan imunodefisiensi, dan sindrom Wiskott-Aldrich.

VI. PATOGENESIS

Kulit memiliki flora normal, salah satunya S.aureus yang merupakan flora residen pada

permukaan kulit dan kadang-kadang pada tenggorokan dan saluran hidung. Predileksi

terbesar penyakit ini pada wajah, leher, ketiak, pantat atau paha. Bakteri tersebut masuk

melalui luka, goresan, robekan dan iritasi pada kulit. Selanjutnya, bakteri tersebut

berkolonisasi di jaringan kulit. Respon primer host terhadap infeksi S.aureus adalah

pengerahan sel PMN ke tempat masuk kuman tersebut untuk melawan infeksi yang terjadi.

Sel PMN ini ditarik ke tempat infeksi oleh komponen bakteri seperti formylated peptides atau

peptidoglikan dan sitokin TNF (tumor necrosis factor) dan interleukin (IL) 1 dan 6 yang

dikeluarkan oleh sel endotel dan makrofag yang teraktivasi. Hal tersebut menimbulkan

inflamasi dan pada akhirnya membentuk pus yang terdiri dari sel darah putih, bakteri dan sel

kulit yang mati.1,5

Wabah furunkulosis terbaru disebabkan oleh strain tertentu oleh staphylococcus telah

ditemukan. Kebanyakan dari ini dikaitkan dengan infeksi staphylococcus pada komunitas.

Pada suatu studi di Prancis, pasien dengan furunkulosis menunjukkan adanya staphylococcus

pada kebanyakan pemeriksaan swab, dan 42% dari yang tersembunyi memiliki gen Panton-

Valentine-Leokucidin (PVL). Furunkel biasanya merupakan vellus type. Mekanisme patologi

pastinya bagaimana Staphylococcus Aureus membentuk abses masih belum jelas, tapi injeksi

PVL pada kulit kelinci menghasilkan lesi nekrotik. Ini mengindikasikan bahwa produksi

sitotoksin dapat mempengaruhi terjadinya folikulitis.5

Furunkel berawal sebagai benjolan keras berwarna merah yang mengandung nanah.

Lalu benjolan ini akan berfluktuasi dan tengahnya menjadi putih atau kuning (membentuk

pustula). Furunkel bisa pecah spontan atau dipecahkan dan mengeluarkan nanahnya, kadang

4

mengandung sedikit darah. Pembentukan karbunkel terjadi lebih lambat dibandingkan

furunkel. Beberapa furunkel bersatu membentuk massa yang lebih besar, yang memiliki

beberapa titik pengaliran nanah. Infeksi ini menular, bisa disebarkan ke bagian tubuh lainnya

dan bisa ditularkan ke orang lain. Karbunkel yang pecah akan mengeluarkan nanah lalu

mengering dan membentuk keropeng.1

Gambar 1. Klasifikasi dari infeksi bakterial pada folikel rambut.1

VII. DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan secara klinis, yaitu berdasarkan gambaran klinisnya yang

khas. Tetapi untuk lebih menegakkan diagnosis bisa dari segi anamnesis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang.3

1. Gambaran Klinis

Furunkel dimulai dengan nodul folikulosentrik yang keras, lunak, merah (kelainan

berupa nodus eritematosa berbentuk kerucut, di tengahnya terdapat pustul) pada daerah yang

terdapat bulu (hair-bearing) dan biasanya menjadi besar serta dirasakan nyeri. Biasanya akan

menghilang sendiri dalam masa 7-10 hari tanpa meninggalkan bekas (tidak menjadi merah

dan tidak nyeri). Apabila terjadinya ruptur, pus dan sel-sel nekrotik akan keluar. Furunkel

pada daerah bokong biasa ditemukan dalam bentuk lesi yang soliter atau lesi yang multipel.1

Karbunkel biasanya pertama muncul sebagai tonjolan yang nyeri, permukaannya halus,

berbentuk kubah dan berwarna merah. Tonjolan tersebut biasanya juga indurasi. Ukuran

tonjolan tersebut meningkat dalam beberapa hari dan dapat mencapai diameter 3-10 cm atau

bahkan lebih. Supurasi terjadi setelah kira-kira 5-7 hari dan pus dikeluarkan melalui saluran

keluar yang multipel (multiple follicular orifices). Demam dan malaise sering muncul dan

pasien biasanya tampak sakit berat. Karbunkel yang pecah dan kering kemudian membentuk

lubang yang kuning keabuan ireguler pada bagian tengah dan sembuh perlahan dengan

5

granulasi. Walaupun beberapa karbunkel menghilang setelah beberapa hari, kebanyakan

memerlukan waktu dua minggu untuk sembuh. Jaringan parut permanen yang terbentuk

biasanya tebal dan jelas.1,2

Gambar 2. Furunkel pada bibir atas. Lesinya nodular dan sumbatan nekrotik pusat ditutupi oleh kerak purulen.

Beberapa pustul kecil terlihat di lateral pusat lesi tersebut.1

Gambar 3. Karbunkel. Lesi ini menampakkan multipel furunkel yang berkumpul dan mengandung pus.1

2. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis furunkel dan karbunkel ialah dermapatologi,

pewarnaan Gram, kultur bakteri, dan sensitivitas antibiotik. Furunkolosis dan karbunkel yang

tidak bisa membaik di hubungkan dengan penyakit leukositosis.1

a) Furunkel

Terlihat abses perifolikuler setempat. Pembuluh darah setempat mengalami dilatasi dan

tempat terinfeksi diserang oleh leukosit polimorfonuklear. Terjadi nekrosis kelenjar dan

jaringan sekitar, membentuk inti yang di kelilingi oleh daerah dilatasi vaskuler, leukosit,

dan limfosit.5

6

Gambar 4. Histopatologi furunkel

b) Karbunkel

Terdapat abses folikuler dan perifolikuler multipel yang kemudian membentuk massa

nekrotik yang luas, terjadi reaksi radang yang jelas di sekitar inti nekrotik di dalam

jaringan ikat yang mendasarinya dan di dalam lemak subkutan.5

Gambar 5. Histopatologi karbunkel

Pewarnaan gram akan menunjukkan sekelompok kokus berwarna ungu (gram positif)

dan kultur bakteri pada medium agar darah domba memberikan gambaran koloni yang lebar

(6-8 mm), permukaan halus, sedikit cembung, dan warna kuning keemasan.5 Uji sensitivitas

antibiotik diperlukan untuk penggunaan antibiotik secara tepat.1

7

Gambar 6. Gambaran Mikroskopik S.aureus dengan Pengecatan Gram.5

Gambar 7. Hasil Kultur S. aureus dalam Medium MSA.

Gambar 8. Hasil Kultur S.aureus dalam Medium Agar Darah.

VIII. DIAGNOSIS BANDING

1. Kista Epidermal

Diagnosa banding yang paling utama dari karbunkel adalah kista epidermal yang

mengalami inflamasi. Kista epidermal yang mengalami inflamasi dapat dengan tiba-tiba

8

menjadi merah, nyeri tekan dan ukurannya bertambah dalam satu atau beberapa hari sehingga

dapat menjadi diagnosa banding karbunkel.4,5 Diagnosa banding berupa kista epidermal yang

mengalami inflamasi ini dapat disingkirkan berdasarkan terdapatnya riwayat kista

sebelumnya pada tempat yang sama, terdapatnya orifisium kista yang terlihat jelas dan

penekanan lesi tersebut akan mengeluarkan masa seperti

keju yang berbau tidak sedap sedangkan pada karbunkel mengeluarkan material purulen.4

Gambar 9. Kista epidermal. Menunjukkan adanya kista pada wajah.1

2. Hidradenitis Supuratif

Diagnosa banding seperti hidradenitis supuratif (apokrinitis) juga merupakan

salah satu diagnosis banding karbunkel. Berbeda dengan karbunkel, penyakit ini ditandai oleh

abses steril dan sering berulang. Selain itu, daerah predileksinya berbeda dengan karbunkel

yaitu pada aksila, lipat paha, pantat, atau di bawah payudara.6 Adanya  jaringan parut

yang lama, adanya sinus dan fistel serta kultur bakteri yang negatif  memastikan

diagnosis penyakit ini dan juga membedakannya dengan karbunkel.5

Gambar 10. Hidradenitis supuratif. Adanya bisul yang halus dan besar pada genital wanita.1

9

3. Sporotrikosis

Sporotrikosis merupakan infeksi kronik dari jamur Sporotrichum schenkii dan ditandai 

oleh nodula  kecil sampai kasar berjejer sepanjang aliran limfe.1 

Gambar 11. Sporotrikosis. Terdapat nodul ulseratif pada ibu jari.5

4. Blastomikosis

Blastomikosis ditandai nodula kronik dengan multipel fistula. Gejala penyakit ini sangat

bervariasi karena banyak sistem organ yang berperan dalam penyebarannya. Namun,

beberapa gejala yang paling sering diperiksakan adalah gejala yang berkaitan dengan

manifestasi pulmonari, lesi pada kulit yang tidak sembuh, lesi tulang yang seringkali tanpa

rasa sakit, dan gejala yang berkaitan dengan sistem genitouorinari (urogenital).1,5

Gambar 12. Blastomikosis. Lesi akibat nodul kronik pada kulit.1

5. Akne Konglobata

Akne konglobata ditandai oleh nodul-nodul merah hitam dengan kebanyakan berada

pada daerah punggung daripada wajah dan lengan.1,5

10

Gambar 13. Akne konglobata. Terdapat nodul-nodul merah menyebar pada wajah.5

IX. PENATALAKSANAAN

1. Non Farmakologis

Pengobatan furunkel tergantung kepada lokasi dan kematangan lesi. Lesi permulaan

yang belum berfluktuasi dan belum bermata dikompres panas dan diberi antibiotik oral.

Kompres panas akan memperkecil ukuran lesi dan mempercepat penyerapan.7

Insisi terhadap lesi awal jangan dilakukan untuk mencegah inokulasi lebih dalam infeksi

tersebut. Jika lesi telah matang dan bermata dilakukan insisi dan drainase. Insisi jangan

dilakukan jika lesi terdapat di kanalis auditorius external, bibir atas, hidung, dan pertengahan

dahi karena infeksi yang tidak ditangani dapat menyebabkan trombosis sinus kavernosus.

Sewaktu penderita mendapat antibiotik, semua pakaian, handuk, dan alas kasur yang telah

mengenai daerah yang sakit harus dicuci dengan air panas.7

2. Farmakologis

Pada dasarnya pengobatan karbunkel sama saja dengan pengobatan furunkel. Karbunkel

atau furunkel dengan selulitis di sekitarnya atau yang disertai demam, harus diobati dengan

antibiotik sistemik. Untuk infeksi berat atau infeksi pada area yang berbahaya dosis antibiotik

maksimal harus diberikan dalam bentuk parenteral. Bila infeksi berasal dari methicillin

resistant Staphylococcus aureus (MRSA) atau dicurigai infeksi serius dapat diberikan

vankomisin (1-2 gram IV setiap hari dalam dosis terbagi). Pengobatan antibiotik harus

berlanjut paling tidak selama satu minggu.1,7

Setiap episode bisa diobati sistemik dengan flucloxacillin atau antibiotik resisten

penisilin. Antibakteri biotik mengurangi kombinasi bakteri di kulit.7

11

Pengobatan furunkel atau karbunkel:

a) Topikal1:

Mupirocin

Mupirocin dihasilkan oleh pseudomonas fluorescens. Berdaya khusus terhadap kuman

Gram-positif seperti Staphylococcus aureus. Khasiatnya bersifat bakterisid (salep 2%)

berdasarkan penghambatan RNA-sintetase yang berakibat penghentian sintesa protein

kuman.

Asam Fusidat

Antibiotikum dengan rumus steroida yang mirip dengan struktur asam empedu yang

dihasilkan oleh jamur fusidium, spektrum kerjanya sempit dan terbatas pada kuman

Gram-positif, terutama stafilokok. Kuman Gram-negatif resisten terkecuali Neisseria.

Khasiatnya bersifat bakteriostatis berdasarkan penghambatan sintesa protein kuman.

b) Sistemik1:

Ampisilin 4x500 mg/hari

Amoksisilin 4x500 mg/hari

Kloksasilin 3x250 mg/hari

Linkomisin 3x500 mg/hari

Klindamisin 4x150 mg/hari

Eritromisin 4x500 mg/hari

Sefadroksil 2x1000 mg/hari

Bila lesi besar, nyeri dan fluktuasi, insisi dan drainase diperlukan. Bila infeksi terjadi

berulang atau memiliki komplikasi dengan komordibitas, kultur dapat dilakukan. Terapi anti

mikrobial harus dilanjutkan sampai semua bukti inflamasi berkurang dan berubah apalagi

ketika hasil kultur tersedia. Lesi yang di drainase harus ditutupi untuk mencegah

autoinokulasi dan mencuci tangan harus sering dilakukan. Pasien dengan furunkolosis atau

karbunkel berulang memberikan masalah yang spesial dan sering menyulitkan.1

12

X. KOMPLIKASI

Pada beberapa kasus, bakteri dari furunkel atau karbunkel dapat masuk ke dalam aliran

darah dan menyebar ke bagian lain dari tubuh. Penyebaran infeksi ini biasanya dikenal

sebagai sepsis. Dapat berakibat pada infeksi yang lebih dalam seperti endokarditis dan

osteomielitis. Sepsis mempunyai ciri-ciri demam tinggi, nafas berat, dan peningkatan denyut

jantung, dapat berakibat syok sepsis yang ditandai dengan turunnya tekanan darah. Salah satu

masalah penting lainnya adalah resistensi bakteri Staphylococcus aureus terhadap obat yang

diberikan pada si penderita, dikenal dengan nama methicilin resistan Staphylococcus aureus

atau MRSA yang resistan terhadap penisilin dan akan sangat sulit untuk diobati.6

Invasi bakteri ke dalam aliran darah biasanya terjadi kapan saja, tidak dapat ditebak,

menyebabkan infeksi metastase seperti osteomielitis, endokarditis akut, atau abses otak.

Manipulasi pada lesi berbahaya dan dapat menfasilitasi penyebaran infeksi melalui aliran

darah. Untungnya komplikasi seperti ini jarang. Lesi pada bibir dan hidung menyebabkan

bakteremia melalui vena-vena emisaria wajah dan sudut bibir yang menuju sinus kavernosus.

Komplikasi yang jarang berupa trombosis sinus kavernosus dapat terjadi.1

XI. PROGNOSIS

Prognosis baik sepanjang faktor penyebab dapat dihilangkan, dan prognosis menjadi

kurang baik apabila terjadi rekurensi. Umumnya pasien mengalami resolusi, setelah

mendapatkan terapi yang tepat dan adekuat. Beberapa pasien mengalami komplikasi

bakteremia dan bermetastasis ke organ lain. Beberapa pasien mengalami rekurensi, terutama

pada penderita dengan penurunan kekebalan tubuh. Kematian pasien dapat terjadi karena

infeksi yang menjalar, toksemia, dan kegagalan jantung.5

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Craft Noah, Lee P.K, Zipoli T.M, Weinberg A.N, Swartz M.N, Johnson R.A.

Superficial Cutaneous Infections and Pyodermas. In: Wolff K, Goldsmith L.A, Katz

S.I, Gilchrest B.A, Paller A.S, Lefell D.J, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General

Medicine 7th Edition Volume 1 & 2. USA: Mc Graw Hill Medical. 2008. 117; p.1699-

1701

2. Gawkrodger DJ. Bacterial infection-staphylococcal and streptococcal. Dermatology an

Illustrated Colour Text 3rd Edition. United Kingdom: Churchill Livingstone. 2003. 44;

p. 44-45

3. Bolognia J.L., Jorizzo J.L., Rapini R.P. Gram-Positive Bacteria Staphylococcal and

Streptococcal Skin Infections. Dermatology 2nd Edition Volume 1. USA: Elseiver Inc;

2008. p. 9-12

4. Habif T.P. Bacterial Infections. Clinical Dermatology 4th Edition a Color Guide to

Diagnosis and Therapy. Chile: Mosby; 2004. p. 284-286

5. Hay R.J, Adriaans B.M. Bacterial Infections. In: Burns T, Breathnach S, Cox N,

Griffiths C, editors. Rook’s Textbook of Dermatology 8th Edition Volume 1. United

Kingdom: Wiley-Blackwell. A John Wiley & Sons, Ltd, Publication. 2010. 30; p.30.23-

30.25

6. James W.D, Berger T.G, Elston D.M, editors. Staphylococcal Infectious. Andrew’s

Disease of the Skin Clinical Dermatology 10th Edition. Canada: Saunders Elsevier.

2006. 14; p.253-254

7. Hall J.C. Dermatologic Bacteriology. In: Hall J.C, et al, editors. Sauer’s Manual of Skin

Disease 9th Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins. 2006. 21; p. 201-03

14