karbunkel referat

23
Referat Karbunkel dan Komplikasinya Oleh Mohammad Adriansyah, S.Ked 04101401014 Dosen Pembimbing dr. Fitriani,SpKK BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

Upload: mohammad-adriansyah

Post on 20-Dec-2015

64 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

karbun

TRANSCRIPT

Referat

Karbunkel dan Komplikasinya

Oleh

Mohammad Adriansyah, S.Ked

04101401014

Dosen Pembimbing

dr. Fitriani,SpKK

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR.MOH.HOESIN PALEMBANG

2015

HALAMAN PENGESAHAN

Refrat dengan judul karbunkel dan komplikasinya

Oleh

Mohammad Adriansyah, S.Ked

04101401014

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Sriwijaya, Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Moh. Hoesin Palembang periode 2 Maret – 6 April 2015

Palembang, Maret 2015

dr.Fitriani, SpKK

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur bagi ALLAH, atas rahmat dan karunia-Nya jualah, akhirnya referat

yang berjudul “Karbunkel dan komplikasinya” ini dapat diselesaikan dengan baik. Referat ini

ditujukan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian kepaniteraan klinik senior di bagian

Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RS Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

Ucapan terima kasih yang sebanyak-banyaknya penulis sampaikan kepada dr. Fitriani,

Sp.KK selaku pembimbing dalam referat ini yang telah memberikan bimbingan dan banyak

kemudahan dalam penyusunan referat ini.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih memiliki banyak kekurangan, untuk itu saran

dan kritik yang membangun sangat diharapkan penulis demi kebaikan di masa yang akan datang.

Harapan penulis semoga refrat ini bisa membawa manfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Palembang, Maret 2015

Penulis

Karbunkel dan Komplikasinya

Mohammad Adriansyah, S.Ked

Pembimbing : Dr. Fitriani, SpKK

Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

FK UNSRI/RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang

2015

PENDAHULUAN

Karbunkel merupakan infeksi dalam terdiri dari abses yang berinterkoneksi yang berasal

dari folikel-folikel rambut yang berdekatan.1 Karbunkel kerap kali dihubungkan dengan furunkel,

karena karbunkel merupakan sekumpulan furunkel yang membentuk kelompok cluster. Furunkel

sendiri merupakan nodul atau abses yang bersifat akut, dalam, merah, panas, dan nyeri ketika

ditekan. Baik furunkel maupun karbunkel disebabkan oleh adanya infeksi di folikel rambut oleh

bakteri dari famili staphylococcus.1,2

Karbunkel biasanya memiliki lesi inflamasi yang lebih luas, dengan dasar lesi yang lebih

dalam, dan menimbulkan nyeri hebat. Karakteristik lesi karbunkel adalah abses multiple pada

dermal dan subkutan, pustula superficial, sumbatan yang ternekrosis, dan drainase pus. Situs

tersering dari insidensi karbunkel adalah pada tengkuk leher. Walau dapat ditemui pula pada

permukaan kulit lain yang memiliki folikel rambut, khususnya yang sering mengeluarkan

keringat dan bergesekkan seperti wajah, ketiak, pantat, dan paha.1,3

Karbunkel bukanlah infeksi yang umum di populasi dewasa ini. Penyakit ini memiliki

insidensi yang rendah. Belum terdapat data spesifik yang menunjukkan prevalensi karbunkel.

Karbunkel umumnya terjadi pada pria separuh baya dan usia lanjut yang terasosiasi dengan

diabetes dan fisik yang lemah. Namun banyak pula terjadi pada anak-anak dan remaja pasca

pubertas. Selain itu orang yang memiliki sistem imun yang lemah, memiliki riwayat jerawat

kronik, ataupun masalah kulit lainnya cenderung memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk

terinfeksi dan memiliki karbunkel. Statistik Departemen Kesehatan Inggris menunjukkan bahwa

pada tahun 2002 dan 2003 terdapat sekitar 0,19% atau kurang lebih 24.525 penderita dengan

diagnosa furunkel abses kutaneus dan karbunkel.2,3,11

Walau insidensinya tergolong jarang, karbunkel dapat menimbulkan berbagai komplikasi

yang cukup membahayakan. Karbunkel dapat menyebabkan bakteremia apabila bakteri

Staphylococcus aureus yang menginfeksi masuk ke dalam darah. Yang kemudian dapat pula

menyebabkan syok septik yang bila tidak ditangani dengan baik dapat berakhir dengan kematian.

Infeksi ini dapat pula bermetastasis ke multiorgan dan mengakibatkan gangguan fungsi organ

akibat inflamasi (organ failure).3,4

DEFINISI KARBUNKEL

Karbunkel merupakan infeksi dalam terdiri dari abses yang berinterkoneksi yang berasal

dari folikel-folikel rambut yang berdekatan. Karbunkel merupakan nodul inflamasi pada

daerah folikel rambut yang lebih luas dan dasarnya lebih dalam daripada furunkel dimana

furunkel sendiri merupakan nodul atau abses yang bersifat akut, dalam, merah, panas, dan

nyeri ketika ditekan. 1

Karbunkel adalah infeksi yang dalam oleh Staphylococcus aureus pada sekelompok folikel

rambut yang berdekatan. Karbunkel merupakan gabungan beberapa furunkel

yang dibatasi oleh trabekula fibrosa yang berasal dari jaringan subkutan yang

padat. Perkembangan dari furunkel menjadi karbunkel bergantung pada status imunologis

penderita.5

ETIOPATOGENESIS KARBUNKEL

Karbunkel umumnya disebabkan oleh infeksi dari bakteri Staphylococcus aureus dari famili

staphylococcus. Bakteri ini berbentuk bulat dengan diameter 0.5-1.5 µm, bergerombol

seperti anggur, tidak memiliki kapsul, nonmotil, katalase positif, dan pada perwarnaan gram

tampak berwarna ungu. Bakteri ini juga dapat menyebabkan infeksi dan penyakit serius

lainnya seperti pneumonia, meningitis, osteomielitis, dan endokarditis.1,2,3

Infeksi ini bersifat menular dan dapat menyebar ke area tubuh yang lain maupun menular ke

orang lain. Karbunkel sangat mudah tertular melalui kontak kulit ke kulit. Pada kebanyakan

kasus, karbunkel terbentik karena infeksi Staphylococcus aureus pada folikel rambut

menjadi meluas dan mendalam.6,8

Klasifikasi dari infeksi bakterial pada folikel rambut8

Bakteri stafilokokus yang menyebabkan karbunkel umumnya masuk melalui luka, goresan,

dan robekan pada kulit. Respon primer tubuh terhadap infeksi tersebut adalah pengerahan

sel polimorphonuclear (PMN) ke tempat masuknya kuman untuk melawan infeksi. Sel ini

ditarik ke dalam tempat infeksi oleh komponen bakteri seperti formylated peptides atau

peptidoglikan dan sitokin TNF (tumor necrosis factor) dan interleukin 1 dan 6 yang

dikeluarkan oleh sel endotel dan makrofag yang teraktivasi hingga menimbulkan inflamasi

dan menghasilkan pus sebagai gabungan dari sel darah putih, bakteri, dan sel kulit yang

mati.3,8

EPIDEMIOLOGI KARBUNKEL

Insidensi karbunkel agak jarang dan bukanlah infeksi yang umum di populasi dewasa ini.

Karbunkel umumnya terjadi pada pria separuh baya dan usia lanjut yang terasosiasi dengan

diabetes dan fisik yang lemah. Namun umum pula terjadi pada us ia se te lah  pubertas

yaitu remaja dan dewasa muda. Furunkel atau karbunkel jarang didapatkan  pada

anak-anak kecuali terdapat keadaan imunodefisiensi (misalnya dapat

muncul pada anak wanita dengan sindrom stafilokokal hiperimunoglobulin E atau sindrom

Job). Insidensi pada laki-laki sama dengan perempuan.2,3,7

Belum ditemukan angka pasti dari insidensi dan prevalensi penyakit ini secara luas di dunia

maupun terkhusus Indonesia. Departemen Kesehatan Inggris pada tahun 2003 mengeluarkan

data bahwa pada tahun 2002 dan 2003 terdapat hanya sekitar 0,19% atau kurang lebih

24.525 penderita dengan diagnosa furunkel abses kutaneus dan karbunkel. Dimana 54% dari

penderita tersebut berjenis kelamin laki-laki dan 46% perempuan. Sedang untuk usia, 72%

dari pasien berusia variatif antara 15-59 tahun, 6% diatas 60 tahun, dan sisanya kurang dari

15 tahun. Dari 24.525 pasien yang terdiagnosa hanya sekitar 37 orang yang dirawat inap

karena penyakit ini.11

FAKTOR RISIKO KARBUNKEL

Walaupun setiap orang termasuk orang yang sehat dapat terkena furukel atau karbunkel,

beberapa faktor ini dapat meningkatkan resiko 2,3,4,7:

1. Karier Staphylococcus aureus kronik (pada hidung, aksila, perineum, dan vagina)

2. Menderita diabetes. Pada pasien dengan diabetes terjadi gangguan fungsi leukosit

sehingga membuat tubuh sulit untuk melawan infeksi.

3. Higienitas diri yang buruk

4. Pakaian yang terlalu ketat. Penggunaan pakaian yang terlalu ketat dapat menyebabkan

iritasi pada kulit yang menyebabkan bakteri mudah masuk dan menginfeksi tubuh.

5. Kondisi kulit tertentu. Adanya kerusakkan barier protektif kulit, masalah kulit seperti

jerawat, dermatitis, scabies, atau pedukulosis membuat kulit rentan menjadi furunkel

atau karbunkel.

6. Penggunaan kortikosteroid. Hal ini terkait dengan efek kortikosteroid berupa supresi

sistem imun tubuh. Sehingga tubuh tidak dapat melindungi diri dari infeksi bakteri.

7. Defek fungsi netrofil seperti pada pasien yang mendapatkan obat kemoterapi

ataumendapat obat omeprazole.

8. Penyakit imunodefisiensi primer seperti penyakit granulomatosa kronik,

sindrom Chediak-Higashi, defisiensi C3, hiperkatabolisme C3,

hipogammaglobulinemia transient, timoma dengan imunodefisiensi, dan sindrom

Wiskott-Aldrich.

MANIFESTASI KLINIS KARBUNKEL

Terdapat papul folikuler kecil kemerahan atau pustula dan disertai dengan indurasi. Ditandai

pula dengan adanya perubahan warna kulit menjadi kemerahan, terdapat nyeri, dan sensasi

panas yang bersifat lokal di daerah lesi. Pustula ini kemudian dapat menyebabkan sumbatan

(pustular plug). Indurasi dapat melunak dan kemudian menjadi abses. Gejala inflamasi

cepat mereda dan sembuh dalam 1 sampai 2 minggu setelah telah terjadi pengeluaran atau

discharge dari nanah/pus. Infeksi awal yang telah sembuh ini akan menimbulkan bekas luka

kecil. Apabila terjadi infeksi berulang, inflamasi dapat menyebar hingga ke beberapa folikel

rambut perifer dan kemudian muncul nodul berbentuk kubah, kemerahan atau bengkak

indurasi dengan beberapa sumbatan pustular diatasnya. Hal ini umumnya disertai pula

dengan nyeri, demam dan kelemahan sistemik.8

Gambar 1. Karbunkel. Lesi menunjukkan furunkel konfluen multipel dengan beberapa

opening yang mengeluarkan nanah (pus)1

DIAGNOSA BANDING KARBUNKEL

Diagnosa banding yang paling utama dari karbunkel adalah kista epidermal yang

mengalami inflamasi. Dengan gambaran lesi menyerupai kubah terelevasi dengan discharge

dari dinding kista seperti bubur berwarnah keputihan. Diagnosa banding berupa kista

epidermal yang mengalami inflamasi ini dapat disingkirkan berdasarkan terdapatnya riwayat

kista sebelumnya pada tempat yang sama, terdapatnya orificiumkista yang terlihat jelas dan

penekanan lesi tersebut akan mengeluarkan masa seperti keju yang berbau tidak sedap

sedangkan pada karbunkel akan ditemui material discharge yang purulen. 8,9

Diagnosa banding seperti hidradenitis suppurativa (apok rinitis) juga sering

membuat salah diagnosis karbunkel. Berbeda dengan karbunkel, penyakit ini ditandai oleh

abses steril dan sering berulang. Selain itu, daerah predileksinya berbeda dengan karbunkel

yaitu pada aksila, lipat paha, pantat, atau dibawah payudara. Adanya  jaringan parut

yang lama, adanya sinus dan fistel serta kultur bakteri yang negatif memastikan

diagnosis penyakit ini dan juga membedakannya dengan karbunkel.9

Diagnosa banding yang lain antara lain sporotrikosis, blastomikosis dan akne konglobata.

Sporotrikosis merupakan infeksi kronik dari jamur Sporotrichum schenkii dan ditandai oleh

nodula berjejer sepanjang aliran limfe. Blastomikosis ditandai dengan nodula kronik dengan

multipel fistula. Akne konglobata ditandai oleh nodul-nodul merah hitam dengan

kebanyakan berada pada daerah punggung daripada wajahdan lengan.8,9

DIAGNOSTIK KARBUNKEL

Pasien datang dengan keluhan berupa pembengkakkan yang berwarna kemerahan dan nyeri.

Dari pemeriksaan didapatkan lesi tersebut terjadi pada folikel rambut. Diagnosa dapat

dipastikan bila terdapat sumbatan pustular (pustular plug) di tengah lesi.8 Pada pemeriksaan

laboratorium biasanya ditemukan leukositosis dengan Staphylococcus aureus sebagai

penyebab utama. Pemeriksaan histologis dari karbunkel menunjukkan proses inflamasi

dengan PMN yang banyak di dermis dan lemak subkutan. Pada karbunkel, abses multiple

yang dipisahkan oleh trabekula jaringan ikat menyusup dermis dann melewati sepanjang

pinggiran folikel rambut, mencapai permukaan melalui lubang pada epidermis yang terkikis.

Diagnosa dapat d itegakkan berdasarkan gambaran klinis yang dikonfirmasi dengan

pewarnaan gram dan kultur  bakteri. Pewarnaan gram akan menunjukkan sekelompok

kokus berwarna ungu (gram positif) dan kultur bakteri pada medium agar darah

domba memberikan gambarankoloni yang lebar (6-8 mm), permukaan halus,

sedikit cembung, dan warna kuning keemasan.2,8,10

PENATALAKSANAAN KARBUNKEL

Pengobatan karbunkel sama saja dengan pengobatan furunkel. Karbunkel atau furunkel

dengan selulitis disekitarnya atau yang disertai demam, harus diobati dengan antibiotik

sistemik (lihat tabel 1). Untuk infeksi berat atau infeksi pada area

yang berbahaya, dosis antibiotik maksimal harus diberikan dalam bentuk

perenteral. Bila infeksi berasal dari methicillin resistent Streptococcus aureus (MRSA)

atau dicurigai infeksi serius, dapat diberikan vankomisin (1 sampai 2 gram IV

setiap hari dalam dosis terbagi). Pengobatan antibiotik harus berlanjut paling tidak selama

1 minggu.1

Jenis Topikal Sistemik

Lini pertama

Mupirocin 2x1

Asam Fusidat 2x1

Dikloxacillin 250-500 mg PO 4x1 selama 5-7

hari

Amoksisilin + Asam Klavulanat (cepjalexin)

25 mg/kgBB 3x1; 250-500 mg 4x1

Lini kedua (bila

alergi penisilin)

Azitromisin 500 mg x 1, kemudian 250 mg

sehari selama 4 hari

Klindamisin 14 mg/kgBB/hari 3x1

Ezitromisin 250-500 mg PO 4x1 selama 5-7

hari

Tabel 1. Pengobatan karbunkel

Bila lesi besar, nyeri dan fluktuasi, insisi dan drainase diperlukan. Bila infeksi terjadi

berulang atau memiliki komplikasi dengan komorbiditas, kultur dapat dilakukan. Terapi

antimikrobial harus dilanjutkan sampai semua bukti inflamasi berkurang dan berubah

apalagi ketika hasil kultur tersedia. Lesi yang didrainase harus ditutupi untuk mencegah

autoinokulasi dan mencuci tangan harus sering dilakukan. Pasien dengan furunkulosis atau

karbunkel berulang harus dimanajemen secara khusus (lihat tabel 2)1

1. Evaluasi penyebab yang mendasari dengan teliti.

a. Proses sistemik

b. Faktor-faktor predisposisi yang terlokalisasi spesifik: paparan zat industry (zat

kimia, minyak); higienitas yang buruk; obesitas; hiperhidrosis; rambut yang

tumbuh ke dalam; tekanan dari pakaian atau ikat pinggang yang ketat.

c. Sumber kontak Staphylococcus: infeksi piogenik dalam keluarga, olahraga

kontak seperti gulat, autoinokulasi

d. Stahphylococcus aureus dari hidung: tempat penyebaran

2. Perawatan kulit secara umum

Tujuannya adalah mengurangi jumlah Stahphylococcus aureus pada kulit.

Perawatan kulit pada kedua tangan dan tubuh dengan air dan sabun adalah

penting (solusi sabun antimikrobial seperti solusi klorheksidin 4% dapat

digunakan untuk mengurangi kolonisasi stafilokokus pada kulit). Pasien

harus menghindari trauma pada kulit, seperti halnya iritan kulit potensial misalnya

sabun dan deodoran. Lap badan (dan handuk) yang terpisah harus digunakan dansecara

hati-hari dicuci dengan air panas sebelum digunakan.

3. Pengurusan pakaian

Pakaian yang menyerap keringat, ringan dan longgar harus digunakan

sesering mungkin. Sejumlah besar stafilokokus sering berada pada seprai

dan pakaian dalam pasien dengan furunkulosis atau karbunkel dan dapat

menyebabkan reinfeksi pada pasien dan infeksi pada anggota keluarganya. Dalam

kasus ini, adalah bukan tidak beralasan untuk menyarakan bahwa benda yang dipakai

bersama seperti ini harus digunakan secara hati-hati, terpisah dari penderita, dicuci

dengan air hangat dan diganti setiap harinya.

4. Perawatan cara berpakaian

Ganti pakaian harus lebih sering dilakukan dan bila terkumpul drainase purulen pada

pakaian tersebut, pakaian tersebut harus dibuang dengan hati-hati ke dalam kantong

tertutup dan dibuang secepatnya.

5. Manajemen masalah umum

Untuk mengurangi kemungkinan siklus lesi rekuren. Terkadang dapat dihindari dengan

menyuruh pasien agar tidak melakukan pekerjaan rutin mereka. Hal ini terutama

dikhususkan pada individu dengan stress emosional yang tinggi dan kelelahan fisik.

Liburan selama beberapa minggu, idelanya pada iklim sejuk atau kering dapat

membantu.

6. Pertimbangkan hal yang bertujuan untuk mengeliminasi Staphylococcus aureus (baik

yang peka maupun resisten methicillin) dari hidung (dan kulit):

a. Penggunaan salep lokal pada vestibulum nasalis dapat mengurangi

Staphylococcus aureus pada hidung dan secara sekunder mengurangi

sekelompok organism pada kulit, sebuah proses yang dapat menyebabkan

rekurensi. Pemakaian secara intranasal dari salep mupirocin calcium 2% dalam

base paraffin yang lembut selama 5 hari dapat membantu mengeliminasi

Staphylococcus aureus pada hidung sekitar 70%.

b. Antibiotik oral (misalnya rifampisin 600 mg PO tiap hari selama 10 hari) efektif

dalam mengeradikasi Staphylococcus aureus pada kebanyakan nasal carrier.

Penggunaan rifampisin untuk mengeradikasi Staphylococcus aureus pada

hidung dan menghentikan rekurensi merupakan alasan utama bila bentuk

pengobatan lain gagal. Walau begitu, strain yang resisten rifampisin dapat

munvul kembali. Hal ini dapat diatasi dengan penambahan obat kedua (seperti

dikloxacillin untuk Staphylococcus aureus yang peka methicillin; dan

trimethoprimsulfametaxole, siprofloksasin, atau minosiklin bagi Staphylococcus

aureus yang resisten methicillin) telah digunakan untuk mengurangi resistensi

rfampisin dan menurunkan resiko rekurensi.

Tabel 2. Manajemen tatalaksana karbunkel berulang

KOMPLIKASI KARBUNKEL

Komplikasi utama pada karbunkel adalah penyebaran bakteremia dari infeksi dan

kemungkinan terjadinya rekurensi. Bakteri dari karbunkel dapat masuk kedalam aliran darah

dan berkelana menuju bagian tubuh yang lain. Manipulasi pada lesi dapat memfasilitasi

penyebaran infeksi ini melalui aliran darah. Infeksi yang menyebar, umumnya diketahui

sebagai septikemia yang dapat mengancam nyawa.4

Septikemia mulanya akan memberikan tanda dan gejala seperti menggigil, demam disertai

gelisah, denyut jantung yang cepat dan perasaan menderita sakit sangat berat. Tetapi kondisi

ini dapat dengan cepat berkembang menjadi syok yang ditandai dengan turunnya tekanan

darah dan temperatur tubuh, letargi, serta manifestasi berupa kelainan pembekuan dan

pendarahan pada kulit. Septikemia merupakan keadaan emergensi medis yang bila tidak

ditangani dengan benar, tepat, dan cepat dapat berakhir dengan kematian.4

Invasi bakteri kedalam aliran darah biasanya dapat terjadi kapan saja, tidak dapat ditebak,

menyebabkan infeksi metastasis seperti endokarditis, vertebral osteomyelitis/discitis, septik

arthritis, abses splenik, mycotic aneurysms, meningitis, abses jaringan. Frekuensi

infeksi metastasis selama bakteremia diperkirakan sekitar 31%. Manipulasi pada

lesi berbahaya dan dapat memfasilitasi penyebaran infeksi melalui aliran darah.

Untungnya, komplikasi seperti ini jarang terjadi.3,4

Infeksi metastasis seperti endokarditis merupakan akibat tersering dari bakteremia akibat

Staphylococcus aereus. Insidensi endokarditis karena Staphylococcus aereus meningkat

selama 20 tahun terakhir dan dewasa ini menjadi penyebab utama endokarditis diseluruh

dunia, terhitung sekitar 25-30% kasus.3

Lesi pada bibir dan hidung menyebabkan bakteremia melalui pembuluh vena di wajah dan

sudut bibir yang menuju sinus kavernosus. Komplikasi yang mungkin juga terjadi karena

lesi ini namun jarang terjadi adalah trombosis sinus kavernosus dapat terjadi. 1,2

Masalah serius lainnya adalah timbulnya resistensi obat pada strain Staphylococcus aereus.

Staphylococcus aereus yang resisten dengan methicillin mengalami peningkatan jumlah,

terutama didapatkan pada siswa pendidikan militer, penghuni penjara, bahkan pada anak-

anak. Methicillin-resistant Staphylococcus aereus (MRSA) ini sangat menular dan

menyebar dengan sangat ceoat pada daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan

higienitas yang rendah dimana handuk atau peralatan antiseptic lainnya digunakan bersama-

sama oleh lebih dari satu orang. Walaupun MRSA masih memiliki respon baik terhadap

beberapa antibiotik, namun karena resistensinya terhadap penisilin, MRSA cukup sulit

untuk diobati. Belum lagi ditambah kemungkinan rekurensi yang bisa menjadi komplikasi

jangka panjang yang dapat berlanjut bertahun-tahun.3.4

KESIMPULAN

Karbunkel merupakan infeksi dalam terdiri dari abses yang berinterkoneksi yang berasal dari

folikel-folikel rambut yang berdekatan.1 Karbunkel merupakan gabungan beberapa

furunkel yang dibatasi oleh trabekula fibrosa yang berasal dari jaringan subkutan

yang padat. Perkembangan dari furunkel menjadi karbunkel bergantung pada status imunologis

penderita.5

Karbunkel disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus berbentuk bulat dengan diameter 0.5-

1.5 µm, bergerombol seperti anggur, tidak memiliki kapsul, nonmotil, katalase positif, dan pada

perwarnaan gram tampak berwarna ungu. Bakteri ini juga bertanggung jawab atas berbagai

infeksi dan penyakit lainnya seperti meningitis, pneumonia, osteomyelitis, dan endocarditis.1,2,3

Walau insidensi dari karbunkel ini sangat jarang terjadi dan bukan merupakan penyakit yang

umum ditemui, karbunkel sangat mudah menular, bukan hanya dari satu bagian kulit ke bagian

kulit tetapi juga dari satu orang ke orang lainnya.Penularan karbunkel sangat mudah terjadi

dengan kontak antara kulit dan kulit. Begitupun dengan pakaian, peralatan mandi, sprei, dan

peralatan kulit/kebersihan lainnya yang digunakan bersamaan.1,2,3

Karbunkel dapat diobati dengan menggunakan antibiotika tropikal maupun sistemik. Baik untuk

Staphylococcus aureus yang peka dengan methacillin maupun Staphylococcus aureus yang

resisten dengan methacillin. Selain itu diperlukan juga edukasi untuk memperhatikan kebersihan

dan higienitas diri. Dibutuhkan juga kesadaran pribadi dari pasien untuk menghentikan penularan

dengan cara tidak menggunakan peralatan pribadi bersama dengan orang lain, lebih sering

mengganti baju, serta membersihkan sprei, handuk, dan peralatan mandi lainnya dengan air

panas.1

Meskipun karbunkel bisa dimanajemen baik dengan medikamentosa maupun non-

medikamentosa, sifatnya yang infeksius dan mudah menular menyebabkan berbagai komplikasi

lebih lanjut. Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi adalah rekurensi jangka panjang

dan terus menerus. Bakteri Staphylococcus aureus yang menjadi sumber infeksi dari karbunkel

juga bisa menyebar melalui darah dan menyebabkan septikemia. Septikemia mulanya akan

memberikan tanda dan gejala seperti menggigil, demam disertai gelisah, denyut jantung yang

cepat dan perasaan menderita sakit sangat berat. Tetapi kondisi ini dapat dengan cepat

berkembang menjadi syok dan menjadi kegawatdaruratan medis yang mengancam nyawa.

Infeksi ini juga dapat bermetastasis ke organ lain dan menimbulkan berbagai infeksi seperti

osteomyelitis dan endokarditis. Selain itu apabila lesi terdapat di wajah dan bibir dapat pula

terjadi penyumbatan sinus kavernosus yang merupakan salah satu komplikasi yang mungkin

namun jarang terjadi.1,2,3,4

DAFTAR PUSTAKA

1. Craft N, Lee PK, Zipoli MT, Weinberg AN, Swartz MN, Johnson RA.

SuperficialCutaneus Infections and Pyodermas. In: Wolff K, Goldsmith LA, et

al (eds).Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th ed. New York: McGraw

HillMedical, 2008; 1694-1709.

2. Hun te r J , Sav in J , Dah l M. C l i n i c a l De rma to l ogy 3 rd ed . New York :

B l ackw e l l Science; 2002.

3. Lowy FD. S taphylococca l In fec t ions . In : Kasper DL, Braunw ald E , e t

a l (eds) .Harrison’s Principle of Internal Medicine 16th ed. New York: McGraw Hill,

2005;814-22.

4. Mayo clinic. Complication of Boils and Carbuncles. Seperti diakses di

http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/boils-and-carbuncles/basics/

complications/con-20024235 pada 9 April 2015 pukul 13.56

5. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta: EGC;

2005.

6. Stulburg DL, Penrod MA, Blanty RA. Common Bacterial Skin Infections. Published by

American Family Physician. 2002;66(1). Seperti diakses di

http://www.aafp.org/afp/2002/0701/p119.html pada 9 April 2015 pukul 14.25

7. S l omiany WP . Fu runcu lo s i s . I n : Domino FJ , e t a l ( eds ) . The 5

Minu t e s C l i n i ca l Consult 16th ed. Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins, 2008;

490-91.

8. Shimizu, Hiroshi. 2007. Shimizu’s Textbook of Dermatology. Tokyo: 中山書店

9. Berger TG. Furunculosis (Boils) and Carbuncles. In: McPhee SJ, Papadakis

MA,Tierney LM (eds).Current Medical Diagnosis and Treatment 46th ed. New

York:McGraw Hill, 2007; 139-40.

10. G a w k r o d g e r D J . D e r m a t o l o g y a n I l l u s t r a t e d C o l o u r T e x t 3 r d

e d . N e w Y o r k : Churchill Livingstone; 2003.

11. Health Grade, Inc. 2003. Statistics about Carbuncle. Seperti diakses di

http://www.cureresearch.com/c/carbuncle/stats.htm pada 10 April pukul 22.03