referat mata
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan
Latin cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular
dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak
adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduanya.
Menurut WHO Di negara berkembang 1 - 3 % penduduk mengalami
kebutaan dan 50 % penyebabnya adalah katarak. Sedangkan untuk negara maju
sekitar 1,2 % penyebab kebutaan adalah katarak. Menurut survei depkes RI tahun
1982 pada 8 propinsi, Prevalensi kebutaan bilateral adalah 1,2 % dari seluruh
penduduk, sedangkan prevalensi kebutaan unilateral adalah 2,1 % dari seluruh
penduduk.
Katarak kerap disebut-sebut sebagai penyebab kebutaan nomor satu di
Indonesia. Bahkan, mengacu pada data World Health Organization (WHO),
katarak menyumbang sekitar 48% kasus kebutaan di dunia. Katarak kongenital
merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat
penangannya yang kurang tepat.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Menurut kamus kedokteran Dorland, katarak adalah kekeruhan pada
lensa kristalin mata atau kapsulnya.
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau
segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari satu tahun.
B. Prevalensi
Katarak kongenital terjadi kira-kira 3:10.000 dari kelahiran hidup.
Dan 2/3 kasusnya adalah katarak bilateral. Dari hasil penelitian yang
dilakukan di Inggris pada tahun 1995-1996, didapatkan hasil bahwa insidensi
dari katarak kongenital dan infantil tertinggi pada tahun pertama kehidupan,
yaitu 2,49 per 10.000 anak (95% tingkat kepercayaan/confidence interval
[CI], 2.10–2.87). Insidensi kumulatif selama 5 tahun adalah 3,18 per 10.000
(95% CI, 2.76–3.59), meningkat menjadi 3,46 per 10.000 dalam waktu 15
tahun (95% CI, 3.02–3.90). Insidensi katarak bilateral lebih tinggi jika
dibandingkan yang unilateral.
2
C. Anatomi mata
Gambar 1: Anatomi mata
Lensa adalah suatu bangunan bikonveks, avaskuler, jernih seperti
seperti cakram. Tersusun dari struktur yang sangat transparan dengan
diameter 9 mm, tebal 4 mm dengan lengkung dipermukaan belakang lebih
kuat. Terbungkus dalam kapsul semipermeabel tetapi permeabel terhadap air
dan elektrolit. Terletak di bagian depan corpus vitreum, di fossa patelaris dan
di belakang iris dan pupil.
3
Gambar 2: Potongan melintang lensa dan zona-zona lens
D. Etiologi
Penyebab katarak kongenital bisa bermacam-macam. Sebagian
katarak bersifat idiopatik atau herediter. Dalam hal ini bisa dikaitkan dengan
kelainan kromosom, misalnya sindrom down, sindrom lowe, dan sindrom
marfan. Persisten hyperplastic primary vitreous (PHPV) unilateral juga
dikatakan sebagai etiologinya. Penyebab lainnya adalah infeksi, misalnya
infeksi toxoplasma dan rubella kelainan metabolik seperti galaktosemia,
hipoglikemia, dan kondisi anoreksia juga dapat menimbulkan katarak.
4
E. Patofisiologi
Lensa terbentuk saat invaginasi permukaan ektoderm mata. Nukleus
embrionik berkembang pada bulan ke enam kehamilan. Sekitar nukleus
embrionik terdapat nukleus fetus. Saat kelahiran, nukleus fetal dan nukleus
embrionik membentuk hampir sebagian lensa. Setelah kelahiran, serat
kortikal lensa terletak pada peralihan epithelium lensa anterior dengan serat
kortikal lensa. Sutura Y merupakan tanda penting karena dapat
mengidentifikasi besarnya nukleus fetus. Bagian lensa mulai dari perifer ke
sutura Y merupakan korteks lensa, dimana bahan lensa yang ada di sutura Y
adalah nuklear. Pada pemeriksaan dengan slit lamp, posisi sutura Y anterior
tegak, sedangkan sutura Y posterior terbalik. Beberapa kelainan seperti
infeksi, trauma, kelainan metabolik pada serat nuklear ataupun serat
lentikular dapat menyebabkan kekeruhan media lentikular yang awalnya
jernih.
Lokasi dan pola kekeruhan dapat digunakan untuk menentukan waktu
terjadinya kelainan serta etiologi. Pembahagian secara lokasinya , Katarak
lamela disebabkan oleh kelainan metabolik, pada bayi dengan hipoglikemia
dan galaktosemia. Katarak nuklear paling sering disebabkan oleh
mikrokornea dan micropthalmos juga diturunkan secara autosomal dominan.
Penyebab katarak sutura adalah x-linked atau autosomal resesif. Sementara
itu, Katarak subkapsular yaitu anterior maupun posterior terjadi setelah lahir,
dimana anterior hubungannya dengan trauma dan nefritis. Sementara
posterior berhubung dengan pemakaian steroid yang lama dan sindrom
down. Katarak Polaris anterior/ posterior terjadi karena abnormalitas
pembahagian vesikel lensa sewaktu embrionik. Bentuk Katarak totalis paling
sering disebabkan oleh ablatio retina, tumor atau trauma jika monokuler.
5
Terakhir, katarak membranosa sering ditemukan pada bayi yang terinfeksi
virus rubella dan penderita sindrom lowe.
Pada infeksi, seperti pada infeksi toksoplasma dan rubella, virus dapat
menembus kapsul lensa pada usia 6 minggu kehamilan. Terdapat opasitas
saat lahir tapi berkembang setelah beberapa minggu sampai beberapa bulan
kehamilan. Seluruh lensa bisa menjadi opaq. Virus bisa tetap ada dalam lensa
hingga usia 3 tahun.
F. Tanda dan Gejala
Bentuk dan macam katarak kongenital adalah:
1. Katarak Polaris Anterior.
Kekeruhan terdapat pada bagian depan lensa persis di tengah-tengah,
katarak ini terjadi karena tidak sempurnanya pelepasan kornea terhadap lensa.
Bentuk kekeruhannya seperti pyramid dengan tepi yang jernih, sehingga
apabila pupilnya midriasis maka visus akan lebih baik. Tipe ini umumnya
tidak progresif.
2. Katarak Polaris Posterior.
Karena selubung vaskuler tak teresorbsi dengan sempurna, maka akan
timbul kekeruhan di bagian belakang lensa. Keadaan ini diturunkan secara
autosomal dominan, tidak progresif, dan visus membaik dengan penetesan
midriatika.
3. Katarak Zonularis atau Lamelaris.
Kekeruhan terdapat pada zona tertentu. Kekeruhan pada nukleus
disebut katarak nuklearis. Pada umumnya visus buruk. Katarak ini diduga
diturunkan secara autosomal atau resesif atau mungkin terangkai gonosom.
Kekeruhan yang terdapat pada lamela yang mengelilingi area calon nukleus
yang masih jernih disebut katarak lamelaris, gambarannya seperti cakram
dengan jari-jari radial. Penyebabnya diduga faktor herediter, dengan sifat
pewarisan autosomal dominan. Namun mungkin juga terkait dengan infeksi
6
rubella, hipoglikemia, hipokalsemia, dan arena paparan radiasi. Sedangkan
katarak yang terdapat pada sutura Y disebut dengan katarak stelata.
4. Katarak Nukleus.
Lensa yang keruh menjadi sangat tipis seperti membran, dan sering
berisi jaringan ikat. Pada umumnya disertai bermacam kelainan lain.
5. Katarak totalis.
Seluruh lensa menjadi keruh, hal ini sering terdapat pada
galaktosemia.
Gejala dari katarak kongenital antara lain:
1. Hilangnya pengelihatan tanpa rasa nyeri.
2. Rasa silau.
3. Kelainan refraksi.
Gambar 3: Balita dengan katarak kongenital
Gambar 4: Bayi dengan katarak kongenital
7
G. Differensial Diagnosis
1. Retinoblastoma
Retinoblastoma adalah kanker pada retina (daerah di belakang mata
yang peka terhadap cahaya) yang menyerang anak berumur kurang dari 5
tahun, 2% dari kanker pada masa kanak-kanak adalah retinoblastoma.
Gejalanya berupa pupil berwarna putih, mata juling (strabismus). Mata merah
dan nyeri gangguan penglihatan Iris pada kedua mata memiliki warna yang
berlainan, dapat terjadi kebutaan. Pemeriksaan mata dalam keadaan pupil
melebar. Dapat di diagnosis dengan CT scan kepala, USG mata..
Gambar 5: bayi dengan retinoblastoma
2. Lentikonus
Lentikonus adalah suatu kelainan lensa dimana pada permukaan
anterior atau posterior lensa terdapat deformasi berbentuk konus. Lentikonus
posterior lebih sering dijumpai daripada lentikonus anterior. Pada lentikonus
posterior terdapat pengembungan di posterior lensa. Kejadian unilateral dan
biasanya sporadik, namun bisa juga bilateral pada keadaan familial dan
sindrom lowe. Pada lentikonus anterior penggembungannya di anterior.
Terdapat hubungan dengan sindrom alport.
H. Diagnosis
Lensa yang keruh dapat terlihat tanpa bantuan alat khusus dan tampak
sebagai warna keputihan pada pupil yang seharusnya berwarna hitam. Bayi
gagal menunjukkan kesadaran visual terhadap lingkungan di sekitarnya dan
8
kadang terdapat nistagmus (gerakan mata yang cepat dan tidak biasa). Untuk
menegakkan diagnosis, dilakukan pemeriksaan mata lengkap. Pemeriksaan
lensa dilakukan dengan pemeriksaan dengan lampu biasa, penyinaran fokal,
slitlamp, oftalmoskop pada pupil yang dilebarkan dahulu. Untuk mencari
kemungkinan penyebabnya, perlu dilakukan pemeriksan darah dan rontgen.
I. Terapi
Setelah diketemukan katarak maka harus dicari faktor penyebab,
apakah galaktosemia, rubella, toksoplasmosis, dll. Dilakukan pembedahan
untuk membersihkan lintasan sinar dari kekeruhan. Apabila telah terjadi
nistagmus maka pembedahan segera dilakukan. Penanganan tergantung pada
unilateral dan bilateral, adanya kelainan mata lain, dan saat terjadinya
katarak. Katarak kongenital prognosisnya kurang memuaskan bergantung
pada bentuk katarak dan mungkin sekali pada mata tersebut telah terjadi
ambliopia. Bila terdapat nistagmus, maka keadaan ini menunjukkan hal yang
buruk pada katarak kongenital. Pengobatan katarak kongenital bergantung
pada :
1. Katarak total bilateral, dimana sebaiknya dilakukan pembedahan
secepatnya segera katarak terlihat.
2. Katarak total unilateral, yang biasanya diakibatkan trauma, dilakukan
pembedahan 6 bulan setelah terlihat atau segera sebelum terjadinya
strabismus, bila terlalu muda akan mudah terjadi ambliopia bila tidak
dilakukan tindakan segera, perawatan untuk ambliopia sebaiknya dilakukan
sebaik-baiknya.
3. Katarak total atau kongenital unilateral, mempunyai prognosis yang buruk,
karena mudah sekali terjadinya ambliopia,karena itu sebaiknya dilakukan
pembedahan secepat mungkin, dan diberikan kacamata segera dengan latihan
beban mata.
9
4. Katarak bilateral parsial, biasanya pengobatan lebih konservatif sehingga
sementara dapat dicoba dengan kacamata atau midriatika,bila terjadi
kekeruhan yang progresif disertai dengan mulainya tanda-tanda strabismus
dan ambliopia maka dilakukan pembedahan, biasanya mempunyai prognosis
yang lebih baik.
Tindakan pengobatan pada katarak kongenital adalah operasi. Operasi
katarak kongenital dilakukan bila refleks fundus tidak tampak. Biasanya bila
katarak bersifat total, operasi dapat dilakukan pada usia 2 bulan atau lebih
muda bila telah dapat dilakukan pembiusan.
Tindakan bedah pada katarak kongenital yang umum dikenal adalah
disisio lensa, ekstraksi liniar, ekstraksi dengan aspirasi. Terapi bedah untuk
katarak infantilis dan katarak pada masa anak-anak dini adalah ekstraksi lensa
melalui insisi limbus 3 mm dengan menggunakan alat irigasi-aspirasi
mekanis. Jarang diperlukan fakoemulfikasi, karena nukleus lensa lunak.
Berbeda dengan ekstraksi lensa pada orang dewasa, sebagian besar ahli bedah
mengangkat kapsul posterior dan korpus vitreus anterior dengan
menggunakan alat mekanis pemotong-penyedot korpus vitreum. Hal ini
mencegah pembentukan kekeruhan kapsul sekunder, atau after-cataract
(katarak ikutan). Dengan demikian, pengangkatan primer kapsul posterior
menghindari perlunya tindakan bedah sekunder dan meningkatkan koreksi
optis dini.
Pada katarak kongenital jenis katarak zonularis, apabila visus sudah
sangat terganggu, dapat dilakukan iridektomi optis, bila setelah pemberian
midriatika visus dapat menjadi lebih baik. Bila tak dapat dilakukan iridektomi
optis, karena lensa sangat keruh maka pada anak-anak di bawah umur 1
tahun, disertai fundus yang tak dapat dilihat, dilakukan disisio lensa, sedang
pada anak yang lebih besar dilakukan ekstraksi linier. Pada katarak
kongenital membranasea yang cair (umur kurang dari 1 tahun), dilakukan
10
disisio lensa. Pada katarak yang lunak (umur 1-35 tahun) dilakukan ekstraksi
linier. Pada katarak yang keras (umur lebih dari 35 tahun), dilakukan
ekstraksi katarak intrakapsuler.
Disisio Lensa: (Needling) Pada prinsipnya adalah kapsul lensa anterior
dirobek dengan jarum, massa lensa diaduk, massa lensa yang masih cair akan
mengalir ke bilik mata depan. Selanjutnya dibiarkan terjadi resorbsi atau
dilakukan evakuasi massa. Lebih jelasnya dengan suatu pisau atau jarum
disisi, daerah limbus di bawah konjungtiva ditembus ke coa dan merobek
kapsula lensa anterior dengan ujungnya, sebesar 3-4 mm. jangan lebih besar
atau lebih kecil. Maksudnya agar melalui robekan tadi isi lensa yang masih
cair dapat keluar sedikit demi sedikit, masuk ke dalam coa yang kemudian
akan diresorbsi. Oleh karena massa lensa masih cair, maka resorbsinya
seringkali sempurna. Kalau luka terlalu kecil, sekitar 0,5-1 mm, robekan
dapat menutup kembali dengan sendirinya dan harus dioperasi lagi, sedang
bila luka terlalu besar, isi lensa keluar mendadak seluruhnya ke dalam coa,
kemudian dapat terjadi reaksi jaringan mata yang terlalu hebat untuk bayi,
sehingga mudah terjadi penyulit. Indikasi dilakukannya disisi lensa :
–Umur kurang dari 1 tahun
– Pada pemeriksaan, fundus tak terlihat.
Untuk pemasangan IOL dilakukan padan anak yang berusia 5 tahun ke atas.
Ini karena adanya perubahan dari saiz lensa sesuai dengan pertumbuhannya.
Justeru itu, setelah operasi katarak, bayi biasanya memakai lensa kontak
afakia atau kacamata afakia.
Pengobatan katarak kongenital bergantung pada:
1. Katarak total bilateral, dimana sebaiknya dilakukan pembedahan
secepatnya, segera setelah terlihat.
2. Katarak total unilateral, dilakukan pembedahan 6 bulan sesudah terlihat
atau segera sebelum terjadi juling, bila terlalu muda akan memudahkan
11
terjadi amblioplia bila tidak dilakukan tindakan segera, perawatan untuk
ambliopia sebaiknya dilakukan sebaik-baiknya.
3. Katarak bilateral partial, biasanya pengobatan lebih konservatif sehingga
sementara dapat dicoba dengan kaca mata atau midriatika, bila terjadi
kekeruhan yang progresif disertai dengan mulainya tanda-tanda juling dan
ambliopia maka dilakukan pembedahan, biasanya mempunyai prognosis yang
lebih baik.
Komplikasi pembedahan katarak
1. Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama
operasi maka gel vitreous dapat masuk ke dalam bilik mata depan yang
merupakan risiko terjadinya glaukoma atau traksi pada retina
2. Prolaps iris. Iris dapat mengalami protrus melalui insisi bedah pada periode
paska operasi dini. Pupil mengalami distorsi.
3. Endoftalmitis. Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun
jarang terjadi(< 0.3%), pasien datang dengan mata merah yang terasa nyeri,
penurunan tajam penglihatan, pengumpulan sel darah putih di bilik mata
depan (hipopion).
4. Edema makular sistoid. Makula menjadi edema setelah pembedahan,
terutama bila disertai dengan hilangnya vitreous. Dapat sembuh seiring waktu
namun dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang berat.
J. Prognosis
Prognosis penglihatan untuk pasien katarak anak-anak yang
memerlukan pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis.
Adanya ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina
membatasi tingkat pencapaian penglihatan pada kelompok pasien ini.
Prognosis untuk perbaikan ketajaman penglihatan setelah operasi paling
buruk pada katarak kongenital unilateral dan paling baik pada katarak
kongenital bilateral inkomplit yang progresif lambat.
12
BAB V
KESIMPULAN
Katarak merupakan penyebab kebutaan pertama di Indonesia, dengan
prevalensi kebutaan yang cukup tinggi yaitu 1.2 % dari jumlah penduduk. Katarak
sering menyerang anak yang disebut katarak kongenital. Katarak kongenital
merupakan katarak yang terjadi akibat kekeruhan lensa yang terdapat pada usia muda
atau anak, yaitu di bawah 1 tahun. Akibat proses-proses yang mengganggu baik
sewaktu organogenesis maupun setelah kelahiran akan dapat menyebabkan katarak.
Lensa akan menjadi keras pada bagian tengahnya, sehingga kemampuannya
memfokuskan benda dekat berkurang.
Gambaran klinis yang didapatkan bervariasi tergantung dari pengamatan dari
orang tua. Dalam hal ini karena pasien sendiri masih belum dapat memberikan
informasi secara langsung sehingga anamnesis terhadap orang tua seperti mata yang
tampak putih dan kemungkinan-kemungkinan penyebab penyakit terhadap pasien
akan sangat berpengaruh dan penting. Saran, Untuk mencegah komplikasi sebaiknya
dilakukan pembedahan secepatnya jika sudah memenuhi syarat.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Sidarta Ilyas H, dr. 2000. Penglihatan Turun Perlahan Tanpa Mata Merah. Dalam
: Ilmu Penyakit Mata, Edisi keempat. FKUI. Jakarta. p: 207-210.
2. Kanski J. 1994. Disorder of Lens. Clinical Ophthalmology. Third Edition. 289-
299.
3. Piyya MMR, et al. 2013. Evaluation of The Frequency of Posterior Segment
Pathologist Determined by B-scan Ultrasonography in Patient With Congenital
Cataract. Pakista Journal of Ophthalmology. Vol :29. N0:4.210-213.
4. Mahalaksmi B. et al. 2008. Infectious Aetiology of Congenital Cataract Based on
TORCH Screening in a Tertiary Eye Hospital In Chevas, Tanil Nadu, India. L&F
Microbiology Research Center India. Pp:559-564.
5. Huo L.A et al. 2014. Regional Difference of Genetic Factors For Congenital
Cataract. The Result of Congenital Cataract Screening Under Normal Pupil
Conditions For Infant in Tranjin City. Department of Ophthalmology. 18:426-
430.
6. Omran A, et al. 2012. Trombocytopenia and Absent Radii (TAR) Syndrome
Assosiated With Bilateral Congenital Cataract: a Case Report. Journal of
Medical Care Report, 6:168: 2-4.
7. Graw J. 2004. Congenital Herediter Cataract. Institute of Development Genetic,
Germany. 48:1031-1044.
8. Joseph E, 2006. Management of Congenital Cataract. Consltant Pediatric
Ophthalmology. 224-230.
14