karbunkel revisi ii

18
KARBUNKEL Mohammad Adriansyah, S.Ked Pembimbing : Dr. Fitriani, SpKK Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNSRI/RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang 2015 PENDAHULUAN Karbunkel merupakan infeksi yang disebabkan bakteri famili Staphylococcus pada folikel rambut ditandai dengan abses yang saling berhubungan. Karakteristik lesi karbunkel adalah abses multipel pada dermal dan subkutan, pustul superfisial, sumbatan yang ternekrosis, dan drainase pus. Predileksi tersering dari karbunkel adalah pada tengkuk leher. Dapat ditemukan pula pada permukaan kulit lain yang memiliki folikel rambut, terutama pada daerah yang sering mengalami trauma dan mengeluarkan keringat seperti wajah, ketiak, bokong, dan paha. Karbunkel kerap kali dihubungkan dengan furunkel, karena karbunkel merupakan sekumpulan furunkel yang membentuk kelompok cluster. 1,2,3 Hingga saat ini di Indonesia, belum terdapat data spesifik yang menunjukkan prevalensi karbunkel. Secara umum karbunkel terjadi pada penderita imunokompromais seperti pada pasien diabetes, usia lanjut, dan riwayat jerawat kronik. Statistik Departemen Kesehatan Inggris menunjukkan bahwa pada tahun 2002 dan 2003 terdapat sekitar 0,19% atau kurang lebih 24.525 penderita dengan diagnosis furunkel abses kutaneus dan karbunkel, dimana lebih dari 50% berjenis kelamin pria dan berusia 15-59 tahun. 2,3,11

Upload: mohammad-adriansyah

Post on 12-Nov-2015

46 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

karbunkel

TRANSCRIPT

KARBUNKELMohammad Adriansyah, S.KedPembimbing : Dr. Fitriani, SpKKBagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan KelaminFK UNSRI/RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang2015

PENDAHULUANKarbunkel merupakan infeksi yang disebabkan bakteri famili Staphylococcus pada folikel rambut ditandai dengan abses yang saling berhubungan. Karakteristik lesi karbunkel adalah abses multipel pada dermal dan subkutan, pustul superfisial, sumbatan yang ternekrosis, dan drainase pus. Predileksi tersering dari karbunkel adalah pada tengkuk leher. Dapat ditemukan pula pada permukaan kulit lain yang memiliki folikel rambut, terutama pada daerah yang sering mengalami trauma dan mengeluarkan keringat seperti wajah, ketiak, bokong, dan paha. Karbunkel kerap kali dihubungkan dengan furunkel, karena karbunkel merupakan sekumpulan furunkel yang membentuk kelompok cluster. 1,2,3Hingga saat ini di Indonesia, belum terdapat data spesifik yang menunjukkan prevalensi karbunkel. Secara umum karbunkel terjadi pada penderita imunokompromais seperti pada pasien diabetes, usia lanjut, dan riwayat jerawat kronik. Statistik Departemen Kesehatan Inggris menunjukkan bahwa pada tahun 2002 dan 2003 terdapat sekitar 0,19% atau kurang lebih 24.525 penderita dengan diagnosis furunkel abses kutaneus dan karbunkel, dimana lebih dari 50% berjenis kelamin pria dan berusia 15-59 tahun.2,3,11Karbunkel dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang cukup membahayakan bila penatalaksanaannya kurang dini karena dapat menyebabkan bakteremia. Bakteremia menyebabkan inflamasi pada berbagai organ yaitu jantung, pembuluh darah dan selaput otak yang dapat berakhir pada kegagalan organ. Kegagalan pada organ ini dapat menyebabkan sepsis dan berujung pada kematian. 3,4

ETIOPATOGENESIS KARBUNKELKulit memiliki flora normal, salah satunya S.aureus. yang merupakan flora residen pada permukaan kulit dan kadang-kadang pada tenggorokan dan saluran hidung. Predileksi terbesar penyakit ini pada wajah, leher, ketiak, pantat atau paha. Karbunkel disebabkan infeksi bakteri Staphylococcus aureus dari famili Staphylococcus. Bakteri ini berbentuk bulat dengan diameter 0.5-1.5 m, bergerombol seperti anggur, tidak memiliki kapsul, nonmotil, katalase positif, dan termasuk bakteri gram positif sehingga pada perwarnaan gram tampak berwarna ungu seperti terlihat pada gambar 1. Bakteri ini juga dapat menyebabkan infeksi dan penyakit serius lain seperti pneumonia, meningitis, osteomielitis, dan endokarditis.1,2,3 Pada sebgaian besar kasus, karbunkel terbentuk karena infeksi Staphylococcus aureus di folikel rambut menjadi lebih luas dan mendalam.6,8

Gambar 1. Staphylococcus aureus dengan pewarnaan gram dibawah pembesaran 20.000 kali dari Scanning Electron Micrograph12

Gambar 2. Klasifikasi dari infeksi bakterial pada folikel rambut8

Staphylococcus yang menyebabkan karbunkel masuk ke tubuh melalui diskontinuitas kulit dan mukosa. Respon primer tubuh terhadap infeksi tersebut adalah pengerahan sel polimorfonuklear (PMN) ke tempat masuk kuman untuk melawan infeksi. Dalam sistem kekebalan seluler, sel limfosit T memegang peranan penting disamping makrofag. Sebelum respon imunitas seluler ini terjadi antigen harus dikenalkan pada limfosit T melalui makrofag. Makrofag akan memfagosit antigen tersebut lalu dikenalkan pada limfosit T melalui Antigen Presenting Cell. Sel ini ditarik ke dalam tempat infeksi oleh komponen bakteri seperti formylated peptides atau peptidoglikan dan sitokin TNF (tumor necrosis factor) serta interleukin 1 dan 6 yang dikeluarkan oleh sel endotel dan makrofag yang teraktivasi hingga menimbulkan inflamasi dan menghasilkan pus sebagai gabungan dari sel darah putih, bakteri, dan sel kulit yang mati. Keadaan ini dapat berakhir dengan komplikasi bila bakteri masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan syok sepsis.3,8

FAKTOR RISIKO KARBUNKELWalaupun setiap orang termasuk orang yang sehat dapat terkena karbunkel, namun terdapat beberapa faktor yang meningkatkan resiko. Faktor risiko infeksi karbunkel terdiri dari agen, pejamu, dan lingkungan. 2,3,4,7AgenPada karbunkel, agen infeksi adalah Staphylococcus aureus yang menjadi patogen. Bakteri ini dapat dijumpai pada hidung, aksila, perineum, dan vagina sebagai flora normal.PejamuPejamu infeksi adalah organisme hidup tempat terjadinya infeksi. Infeksi terjadi bila pada pejamu terdapat defek/diskontunuitas jaringan. Pada karbunkel, host infeksi adalah penderita imunokompromise seperti penderita diabetes, kerusakan barier sawar kulit, pengguna kortikosteroid, defek fungsi neutrofil, dan penderita penyakit imunodefisiensi primer seperti penyakit granulomatosa kronik, sindrom Chediak-Higashi, defisiensi C3, hiperkatabolisme C3, timoma dengan imunodefisiensi, dan sindrom Wiskott-Aldrich.LingkunganPada karbunkel, pH dan kelembaban yang abnormal serta friksi pada kulit termasuk faktor lingkungan yang menyebabkan infeksi. Kulit memiliki pH normal bersifat asam dengan nilai diantara 4 6,5 dan kelembaban yang seimbang untuk melindungi kulit dari infeksi. Higienitas yang buruk adalah penyebab utama terjadinya perubahan kadar pH dan kelembaban. Penggunaan sabun yang tidak tepat maupun frekuensi mandi yang sangat jarang dapat mempengaruhi kadar pH dan kelembaban normal kulit sehingga tidak bisa menjalankan fungsi proteksi. Selain itu friksi kulit seperti pada penggunaan pakaian yang terlalu ketat juga dapat menyebabkan iritasi pada kulit yang menyebabkan bakteri mudah masuk dan menginfeksi tubuh. MANIFESTASI KLINIS KARBUNKELPapul folikuler kemerahan atau pustul disertai indurasi. Ditandai oleh perubahan warna kulit menjadi kemerahan, nyeri, dan sensasi panas yang bersifat lokal di daerah lesi. Pustul ini kemudian dapat menyebabkan sumbatan (pustular plug) yang bisa diinspeksi dengan menggunakan loop. Indurasi dapat melunak dan kemudian menjadi abses. Gejala inflamasi cepat mereda dan sembuh dalam 1 sampai 2 pekan setelah pengeluaran atau discharge dari nanah/pus. Infeksi awal yang telah sembuh ini akan menimbulkan bekas luka kecil. Apabila terjadi infeksi berulang, inflamasi dapat menyebar hingga ke beberapa folikel rambut perifer dan kemudian muncul nodul berbentuk kubah, kemerahan atau bengkak indurasi dengan beberapa sumbatan pustular diatasnya. Hal ini disertai pula dengan nyeri, demam dan kelemahan sistemik.8

Gambar 3. Lesi karbunkel menunjukkan furunkel konfluen multipel dengan nanah (pus)1

DIAGNOSIS BANDING KARBUNKELKista epidermal yang mengalami inflamasi adalah diagnosis banding paling utama dari karbunkel. Dengan gambaran lesi menyerupai kubah terelevasi dengan discharge dari dinding kista seperti bubur berwarna keputihan. Diagnosis bandingberupa kista epidermal yang mengalami inflamasi ini dapat disingkirkan berdasarkan riwayat kista sebelumnya pada tempat yang sama, terdapat orifisium kista yang terlihat jelas, dan penekanan pada lesi mengeluarkan massa seperti keju yang berbau tidak sedap, bukan discharge yang purulen seperti pada karbunkel. 8,9Diagnosis banding seperti hidradenitis suppurativa (apok rinitis) juga sering membuat salah diagnosis karbunkel. Berbeda dengan karbunkel, penyakit ini ditandai oleh abses steril dan sering berulang. Selain itu, daerah predileksinya berbeda dengan karbunkel yaitu pada aksila, lipat paha, pantat, atau dibawah payudara. Diagnosis penyakit ini dapat dipastikan dan dibedakan dengan karbunkel bila terdapat jaringan parut yang lama, sinus, fistul, dan kultur bakteri yang negatif.9Diagnosis banding yang lain antara lain sporotrikosis, blastomikosis dan akne konglobata. Sporotrikosis merupakan infeksi kronik dari jamur Sporotrichumschenkii dan ditandai oleh nodul berjejer sepanjang aliran limfe. Blastomikosis ditandai dengan nodul kronik dengan multipel fistul. Akne konglobata ditandai oleh nodul merah hitam terutama berada pada daerah punggung daripada wajah dan lengan.8,9

KRITERIA DIAGNOSIS KARBUNKEL Anamnesa Penderita datang dengan keluhan terdapat nodul yang nyeri. Ukuran nodul tersebut meningkat dalam beberapa hari dan dapat mencapai diameter 3-10 cm atau bahkan lebih. Beberapa pasien mengeluh demam dan malaise.Pemeriksaan Fisik Terdapat nodul berwarna merah, hangat dan berisi pus. Supurasi terjadi setelah kira-kira 5-7 hari dan pus dikeluarkan melalui saluran keluar yang multipel (multiple follicular orifices). Karbunkel yang pecah dan kering kemudian membentuk lubang yang kuning keabuan ireguler pada bagian tengah dan sembuh perlahan dengan granulasiKarbunkel dapat ditegakkan sebagai diagnosis bila dijumpai nodul kemerahan dan nyeri. Dari pemeriksaan didapatkan lesi tersebut terjadi pada folikel rambut. Diagnosis dapat dipastikan bila terdapat sumbatan pustular (pustular plug) di tengah lesi pada inspeksi dengan menggunakan loop.8 Pada pemeriksaan laboratorik ditemukan leukositosis dengan Staphylococcus aureus sebagai penyebab utama. Pemeriksaan histologik dari karbunkel menunjukkan proses inflamasi dengan PMN yang banyak di dermis dan lemak subkutan. Diagnosis dapat ditegakkanberdasarkan gambaran klinis yang dikonfirmasi dengan pewarnaan gram dan biakkan bakteri.2,8,10

PEMERIKSAAN PENUNJANG KARBUNKELPada karbunkel, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pewarnaan gram dan uji kultur bakteri. Pada pewarnaan gram akan menunjukkan sekelompok kokus berwarna ungu (grampositif). Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah uji kultur bakteri dengan medium agar darah domba. Tujuan dari kultur adalah untuk memastikan diagnosis dan etiologi dari keluhan pasien. Karbunkel disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus maka pada uji kultur bakteri akan didapatkan gambaran koloni micrococci yang tumbuh cepat pada media agar pada suhu normal (370), dan biasanya bergaris tengah 1-2 mm setelah inkubasi 24 jam. Koloni tersebut terlihat halus, basah, menonjol dengan tepi bulat, berwarna kuning keemasan karena bersifat patogen, non-hemolitik, tidak memecah manitol, dan tidak menghasilkan koagulasi. 4,6

Gambar 4. Hasil kultur bakteri Staphylococcus aureus pada media Agar darah13

Pasien tidak boleh mengonsumsi antibiotik sebelum melakukan kultur karena dapat mengacaukan hasil pemeriksaan. Untuk mengambil sampel pada kulit yang dilapisi oleh abses seperti pada karbunkel, dibutuhkan jarum untuk mengambil sampel cairan. Sampel kemudian diletakkan pada tabung kultur. Sampel lalu dikirim ke laboratorium untuk dibiakkan dengan media biakkan. Dari hasil kultur tersebut akan didapatkan penyebab dari infeksi.4,6

PENATALAKSANAAN KARBUNKELPengobatan karbunkel sama saja dengan pengobatan furunkel. Karbunkel atau furunkel dengan selulitis disekitarnya atau yang disertai demam, harus diobati dengan antibiotik sistemik. Lini pertama yang dapat digunakan Dikloxacillin 250-500 mg PO dan Amoksisilin + Asam Klavulanat (cepjalexin) 250-500 mg 4x1 hari selama 5-7 hari. Pasien alergi penisilin dapat diberikan lini kedua berupa Azitromisin 500 mg pada hari pertama dan dilanjutkan dengan dosis 250 mg sehari selama 4 hari, Klindamisin 14 mg/kgBB/hari 3x1 hari, dan Ezitromisin 250-500 mg PO 4x1 selama 5-7 hari. Antibiotik topikal berupa Mupirocin dan Asam Fusidat 2x1 hari juga dapat digunakan bersamaan dengan antibiotik sistemik tersebut. Untuk infeksi berat atau infeksi pada area yangberbahaya, dosis antibiotik maksimal harus diberikan dalam bentuk perenteral.Bila infeksi berasal dari Methicillin Resistent Staphyloccocus Aureus (MRSA) atau dicurigai infeksi serius, dapat diberikan vankomisin (1 sampai 2 gram IV setiap hari dalamdosis terbagi). Pengobatan antibiotik harus berlanjut paling tidak selama 1 pekan.1

JenisTopikalSistemik

Lini pertama

Mupirocin 2x1Asam Fusidat 2x1Dikloxacillin 250-500 mg PO 4x1 selama 5-7 hariAmoksisilin + Asam Klavulanat (cepjalexin) 25 mg/kgBB 3x1; 250-500 mg 4x1

Lini kedua (bila alergi penisilin)Azitromisin 500 mg x 1, kemudian 250 mg sehari selama 4 hariKlindamisin 14 mg/kgBB/hari 3x1Ezitromisin 250-500 mg PO 4x1 selama 5-7 hari

Tabel 1. Pengobatan karbunkel1

Bila lesi besar, nyeri dan fluktuasi, insisi dan drainase diperlukan. Bila infeksi terjadi berulang atau memiliki komplikasi dengan komorbiditas, kultur dapat dilakukan. Terapi antimikrobial harus dilanjutkan sampai semua bukti inflamasi berkurang dan berubah terutama bila hasil kultur tersedia. Lesi yang didrainase harus ditutupi untuk mencegah autoinokulasi dan mencuci tangan harus sering dilakukan. Pasien dengan furunkulosis atau karbunkel berulang harus dimanajemen secara khusus.1Evaluasi penyebab yang mendasari dengan teliti.a. Proses sistemikb. Faktor-faktor predisposisi yang terlokalisasi spesifik: paparan zat industry (zat kimia, minyak); higienitas yang buruk; obesitas; hiperhidrosis; rambut yang tumbuh ke dalam; tekanan dari pakaian atau ikat pinggang yang ketat.c. Sumber kontak Staphylococcus: infeksi piogenik dalam keluarga, olahraga kontak seperti gulat, autoinokulasi d. Stahphylococcus aureus dari hidung: tempat penyebaran

Perawatan kulit secara umumTujuannya adalah mengurangi jumlah Stahphylococcus aureus pada kulit. Perawatan kulit pada kedua tangan dan tubuh dengan air dan sabun adalah penting (solusi sabun antimikrobial seperti solusi klorheksidin 4% dapat digunakan untuk mengurangi kolonisasi Staphylococcus pada kulit). Pasien harus menghindari trauma pada kulit, seperti halnya iritan kulit potensial misalnya sabundan deodoran. Lap badan (dan handuk) yang terpisah harus digunakan dansecara hati-hari dicuci dengan air panas sebelum digunakan.Pencegahan RekurensiUntuk mengurangi kemungkinan siklus lesi rekuren. Terkadang dapat dihindari dengan menyuruh pasien agar tidak melakukan pekerjaan rutin mereka. Hal ini terutama dikhususkan pada individu dengan stress emosional yang tinggi dan kelelahan fisik. Liburan selama beberapa minggu, idelanya pada iklim sejuk atau kering dapat membantu.Penggunaan salep lokal pada vestibulum nasalis dapat mengurangi Staphylococcus aureus pada hidung dan secara sekunder mengurangi sekelompok organism pada kulit, sebuah proses yang dapat menyebabkan rekurensi. Pemakaian secara intranasal dari salep mupirocin calcium 2% dalam base paraffin yang lembut selama 5 hari dapat membantu mengeliminasi Staphylococcus aureus pada hidung sekitar 70%.Penggunaan rifampisin untuk mengeradikasi Staphylococcus aureus pada hidung dan menghentikan rekurensi merupakan alasan utama bila bentuk pengobatan lain gagal. Walau begitu, strain yang resisten rifampisin dapat muncul kembali. Hal ini dapat diatasi dengan penambahan obat kedua (seperti dikloxacillin untuk Staphylococcus aureus yang peka methicillin; dan trimethoprimsulfametaxole, siprofloksasin, atau minosiklin bagi Staphylococcus aureus yang resisten methicillin) telah digunakan untuk mengurangi resistensi rifampisin dan menurunkan resiko rekurensi.Manajemen furunkel atau karbunkel dapat dengan ringkas terlihat pada bagan dibawah ini.2

Bagan 1. Manajemen furunkel atau karbunkelKOMPLIKASI KARBUNKELKomplikasi utama pada karbunkel adalah penyebaran bakteremia dari infeksi dan kemungkinan terjadinya rekurensi. Bakteri dari karbunkel dapat masuk kedalam aliran darah dan menuju bagian tubuh yang lain menyebabkan infeksi metastasis seperti endokarditis, vertebral osteomyelitis/discitis, septik arthritis, abses splenik, mycotic aneurysms, meningitis, dan abses jaringan. Infeksi metastasis seperti endokarditis merupakan salah satu penyebab utama septikemia. Septikemia akan memberikan tanda dan gejala seperti menggigil, demam disertai gelisah, denyut jantung yang cepat dan perasaan sakit berat. Kondisi ini dapat dengan cepat berkembang menjadi syok yang ditandai dengan penurunan tekanan darah dan temperatur tubuh, letargi, serta manifestasi berupa kelainan pembekuan dan perdarahan pada kulit. Septikemia merupakan keadaan emergensi medis yang bila tidak ditangani dengan benar, tepat, dan cepat dapat berakhir dengan kematian.3,4Strain Staphylococcus aureus yang resisten terhadap obat juga merupakan komplikasi pada karbunkel. Staphylococcus aureus yang resisten dengan methicillin mengalami peningkatan jumlah, terutama didapatkan pada siswa pendidikan militer, penghuni penjara, bahkan pada anak-anak. Methicillin-resistant Staphylococcus aereus (MRSA) ini sangat menular dan menyebar dengan sangat cepat pada daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan higienitas yang rendah, seperti pada penggunaan handuk atau peralatan antiseptik secara bersama-sama. Walaupun MRSA masih memiliki respon baik terhadap beberapa antibiotik, namun karena resisten terhadap penisilin, MRSA cukup sulit untuk diobati. 3.4Komplikasi jangka panjang karbunkel adalah rekurensi yang dapat berlanjut bertahun-tahun. Kemungkinan rekurensi sangat tinggi pada pasien dengan imunokompromise. Pada penderita imunokompromise, sistem imun tidak dapat bekerja normal sehingga tidak dapat memproteksi tubuh dari infeksi mikroorganisme secara alami. Dengan faktor agent Staphylococcus aureus yang merupakan flora residen dan sistem imun host yang lemah, faktor risiko lingkungan mutlak harus dihindari oleh pasien dengan imunokompromise agar kemungkinan terjadi rekurensi berkurang.

KESIMPULANKarbunkel dapat diobati dengan menggunakan antibiotika tropikal maupun sistemik. Baik untuk Staphylococcus aureus yang peka dengan methacillin maupun Staphylococcus aureus yang resisten dengan methacillin. Edukasi untuk kebersihan dan higienitas diri juga diperlukan untuk menghentikan penularan. Penularan karbunkel sangat mudah terjadi dengan kontak antara kulit dan kulit. Begitupun dengan pakaian, peralatan mandi, sprei, dan peralatan kulit/kebersihan lainnya yang digunakan bersamaan. Edukasi pasien untuk tidak menggunakan peralatan pribadi bersama dengan orang lain, lebih sering mengganti baju, serta membersihkan sprei, handuk, dan peralatan mandi lainnya dengan air panas. 1,2,3Karbunkel dapat menyebabkan beberapa komplikasi. Bakteri Staphylococcus aureus bisa menyebar melalui darah menuju organ lain dan menimbulkan berbagai infeksi multiorgan seperti osteomyelitis, meningitis, dan endokarditis yang berujung pada septikemia. Septikemia dapat berkembang menjadi syok dan menjadi kegawatdaruratan medis yang mengancam nyawa. Komplikasi jangka panjang dari karbunkel adalah rekurensi yang dapat terjadi menahun. Penderita imunokompromise memiliki risiko rekurensi yang tinggi. Pada pasien dengan imunokompromise, faktor risiko lingkungan mutlak harus dihindari oleh pasien dengan imunokompromise agar kemungkinan terjadi rekurensi berkurang. 1,2

DAFTAR PUSTAKA

1. Craft N, Lee PK, Zipoli MT, Weinberg AN, Swartz MN, Johnson RA. Superficial Cutaneus Infections and Pyodermas. In: Wolff K, Goldsmith LA, et al (eds).Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 7th ed. New York: McGraw HillMedical, 2008; 1694-1709.2. Hunter J, Savin J, Dahl M. Clinical Dermatology 3rd ed. New York: BlackwellScience; 2002.3. Lowy FD. Staphylococcal Infections. In: Kasper DL, Braunwald E, et al (eds).Harrisons Principle of Internal Medicine 16th ed. New York: McGraw Hill, 2005;814-22.4. Gibson, Lawrence E. 2013. Complication of Boils and Carbuncles. Mayo Clinic. Seperti diakses di http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/boils-and-carbuncles/basics/complications/con-20024235 pada 9 April 2015 pukul 13.565. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta: EGC; 2005.6. Stulburg DL, Penrod MA, Blanty RA. Common Bacterial Skin Infections. Published by American Family Physician. 2002;66(1). Seperti diakses di http://www.aafp.org/afp/2002/0701/p119.html pada 9 April 2015 pukul 14.257. Slomiany WP. Furunculosis. In: Domino FJ, et al (eds). The 5 Minutes ClinicalConsult 16th ed. Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins, 2008; 490-91.8. Shimizu, Hiroshi. 2007. Shimizus Textbook of Dermatology. Tokyo:9. Berger TG. Furunculosis (Boils) and Carbuncles. In: McPhee SJ, Papadakis MA,Tierney LM (eds).Current Medical Diagnosis and Treatment 46th ed. New York:McGraw Hill, 2007; 139-40.10. Gawkrodger DJ. Dermatology an Illustrated Colour Text 3rd ed. New York:Churchill Livingstone; 2003.11. Health Grade, Inc. 2003. Statistics about Carbuncle. Seperti diakses di http://www.cureresearch.com/c/carbuncle/stats.htm pada 10 April pukul 22.0312. Centers for Disease Control and Prevention (CDC)/ Matthew J. Arduino, DRPH. 2001. Public Health Image Library with identification number #11157. Seperti diakses di http://phil.cdc.gov/phil/details.asp?pid=11157 pada 17 April 2015 pukul 22.2313. Liao, Min-Ken. 2006. Luria Broth (LB) and Luria Agar (LA) Media and Their Uses: Staphylococcus aureus. American Society for Microbiology. Seperti diakses di http://lib.jiangnan.edu.cn/asm/078-Culture%20Media%20Luria%20Broth%20%28LB%29%20and%20Luria%20Agar%20%28LA%29%20Media%20and%20Their%20Uses%20Staphylococcus%20aureus-Introduce.htm?id=2296&Lang= pada 23 April 2015 pukul 19.55