finally kolitis ulseratif

18
Nyeri Perut dan Diare Berdarah beserta Lendir pada Penderita Kolitis Ulseratif Ginatri Florinda Gultom 102011155 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No. 6, Jakarta 11510 Email: [email protected] Pendahuluan Diare adalah penyakit yang sering ditemukan pada masyarakat, terutama di Indonesia yang merupakan negara berkembang. Diare dapat disebabkan oleh berbagai faktor, dari dalam tubuh dan bisa juga dikarenakan faktor luar, seperti faktor lingkungan dan kebersihan. Kelainan-kelaian lain di perut seperti nyeri perut juga merupakan gejala klinis yang sering dijumpai pada penyakit- penyakit gastrointestinal. Seperti pada kasus yang diberikan, yaitu laki-laki 36 tahun datang dengan nyeri perut sejak 1 tahun hilang timbul, terakhir kambuh 1 minggu yang lalu. Kadang-kadang diare berdarah. Pemeriksaan fisik nyeri tekan LLQ. Laboratorium Hb 10 g/dL, leukosit 11.000/uL. Feses lengkap: darah +, lendir +. Dari kasus di atas, saya akan membahas mengenai kelainan pada traktus gastrointestinal yang diderita lelaki tersebut. Anamnesis

Upload: gina-florinda-gultom

Post on 25-Jan-2016

221 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

kol

TRANSCRIPT

Page 1: Finally Kolitis Ulseratif

Nyeri Perut dan Diare Berdarah beserta Lendir pada Penderita Kolitis Ulseratif

Ginatri Florinda Gultom

102011155

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna No. 6, Jakarta 11510

Email: [email protected]

Pendahuluan

Diare adalah penyakit yang sering ditemukan pada masyarakat, terutama di Indonesia yang

merupakan negara berkembang. Diare dapat disebabkan oleh berbagai faktor, dari dalam tubuh

dan bisa juga dikarenakan faktor luar, seperti faktor lingkungan dan kebersihan. Kelainan-kelaian

lain di perut seperti nyeri perut juga merupakan gejala klinis yang sering dijumpai pada penyakit-

penyakit gastrointestinal.

Seperti pada kasus yang diberikan, yaitu laki-laki 36 tahun datang dengan nyeri perut sejak

1 tahun hilang timbul, terakhir kambuh 1 minggu yang lalu. Kadang-kadang diare berdarah.

Pemeriksaan fisik nyeri tekan LLQ. Laboratorium Hb 10 g/dL, leukosit 11.000/uL. Feses lengkap:

darah +, lendir +. Dari kasus di atas, saya akan membahas mengenai kelainan pada traktus

gastrointestinal yang diderita lelaki tersebut.

Anamnesis

Pada skenario yang saya bahas adalah seorang laki-laki berusia 36 tahun yang datang

dengan keluhan nyeri perut sejak 1 tahun yang lalu. Nyeri tersebut hilang timbul hingga kambuh 1

minggu yang lalu. Kadang-kadang bapak ini diare berdarah. Pada pemeriksaan fisik terdapat nyeri

tekan LLQ. Pemeriksaan Laboratorium diketahui Hb 10 g/dL, leukosit 11.000/uL dan pemeriksaan

feses lengkap ditemukan darah dan lender.

Anamesis merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien / keluarganya

/orangyang mempunyai hubungan dekat dengan pasien dengan memperhatikan petunjuk- petunjuk

verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit pasien. Hal pertama yang harus kita tanyakan

adalah identitas pasien seperti nama, tempat tanggal lahir, usia, jenis kelamin, alamat, dan

pekerjaan. Kemudian menanyakan keluhan utama yang menjadi alasan pasien datang berobat.

Selanjutnya dapat menanyakan riwayat penyakit sekarang, seperti sejak kapan merasakan keluhan

Page 2: Finally Kolitis Ulseratif

sakit, lokasi keluhan yang dirasakan, peristiwa-peristiwa yang menyertai keluhan tersebut.

Riwayat penyakit dahulu juga harus ditanyakan, seperti kronologi penyakit, ada tidaknya riwayat

sakit dahulu yang pernah di derita. Riwayat kesehatan (riwayat kehamilan, riwayat kelahiran,

riwayat pertumbuhan (berat badan, tinggi badan), riwayat makanan), riwayat keluarga (penyakit

menurun) dan lingkungan, sosial-ekonomi-budaya. Dapat pula ditanyakan riwayat pribadi, seperti

kebiasaan sehari-hari dalam soal makanan, minuman, pergaulan, pekerjaan, kebersihan dan cara

hidupnya.

Dari anamnesis diketahui bapak tersebut terkadang diare. Dapat ditanyakan tentang

diarenya tersendiri. Frekuensi diare, ciri-ciri feses apakah ada darah, lendir, bentuk feses padat

atau cair, volume feses yang dikeluarkan dalam sehari. Apakah ada muntah, mual, demam, batuk,

atau masalah-masalah penting lainnya (misalnya kejang-kejang). Menanyakan jenis dan jumlah

cairan dan makanan yang dikonsumsi selama sakit. Menanyakan apakah ada mengkonsumsi obat

atau melakukan solusi lainnya dalam usaha perbaikan keadaan.

Waktu dan frekuensi diare dapat pula ditanyakan karena diare pada malam hari sepanjang

hari selalu menunjukan penyakit organik. Perasaan inginbuang air besar yang tidak bisa ditahan

merupakan kunci penting bagi petunjuk ke arahpenyakit inflamasi. Diare yang timbul akut terus

berlanjut menjadi kronik dengan riwayatberpergian mengingatkan pada diare pada turis traveler

diarea atau sprue tropis. Diare denganfrekuensi 3-4 kali sehari dan terjadi pagi hari menunjukkan

sindrom usus iriatif.

Bentuk tinja ditanyakan guna mengetahui bila terdapat minyak dalam tinja menunjukan

insufisiensi pancreas. Tinja pucat (steatorea)menandakan kelainan di proksimal ileosekal. Diare

seperti air biasa terjadi akibat kelainan pada semua tingkat dari sistem pencernaan terutama usus

halus. Adanya makanan yang tidak tercerna adaalah manifestasi dari kontak yang terlalu cepat

antara tinja dan dinding usus. Bauasam menunjukan penyerapan karbohidrat yang tidak sempurna.

Harus dibedakan antaraperdarahan yang disertai diare dengan perdarahan yang menyertai tinja

normal. Pada kolitis infeksi dan kolitis ulseratif perdarahan disertai dengan diare, sedangkan

perdarahan yangmenyertai tinja normal terdapat pada keganasan, polip, hemoroid, dan fissura ani.1

Nyeri abdomen dan keluhan lain yang menyertai diare. Nyeri abdomen ini merupakan

kelainan tak khas, karena dapat terjadi pada kelainan organik maupun non organik. Pada penyakit

organik, lokasi rasa sakit menetap sedangkan pada diarepsikogenik nyerinya dapat berubah ubah

baik tempat maupun penyebarannya. Nyeriabdomen yang disebabkan kelainan ususkecil berlokasi

disekitar pusat, dan kolik yangdiakibatkan kelaianan usus besar, letaknya suprapubik. Nyeri terus

Page 3: Finally Kolitis Ulseratif

menerus menandakanulserasi yang berat pada usus atau adanya komplikasi abses. Demam sering

menyertai infeksiatau keganasan. Mual dan muntah dapat juga menunjukan infeksi.

Banyak macam obat mengakibatkan diare, seperti laksan, antasida, diuretik,

bahkanneomisin. Penghentian obat beberapa hari dapat dicoba untuk membantu

menegakkandiagnosis. Bila diare berhenti dengan dihentikannya obat, maka kemungkinan besar

diaredisebabkan oleh obat tersebut. Diare dan mual yang menyertai minum susu menunjukkan

dugaan kuat terhadap intoleransilactose dan sindrom usus iriatif. Pada pada pasien dengan riwayat

diare terhadap makanantertentu biasanya mempunyai riwayat alergi dalam keluarganya atau

manifestasi alergi lain seperti asma.1

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada skenario ini yaitu dapat secara inspeksi, palpasi, perkusi, dan

auskultasi. Pertama-tama dapat dilakukan inspeksi yaitu melihat permukaan abdomen seperti

warna kulit pada abdomen, bentuk abdomen, apakah ada lesi kulit ataupun bekas luka, benjolan,

ataupun kelainan lainnya. Selanjutnya dilakukan palpasi untuk merasakan apakah ada kelainan

yang teraba pada abdomen. Pada skenario diketahui adanya nyeri tekan pada LLQ atau pada

bagian abdomen sebelah kiri bawah. Perkusi dan auskultasi dilakukan juga untuk mencari dan

mengetahui apakah ada kelainan lain pada abdomen bapak tersebut.

Pemeriksaan Penunjang

Dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui apakah ada peningkatan atau

penurunan sistemik pada bapak tersebut. Diketahui kadar Hb 10 g/dL dan leukosit 11.000/uL.

Pemeriksaan feses lengkap juga dapat dilakukan untuk mengetahui kandungan pada feses tersebut,

apakah ada darah, lendir, bakteri atau virus yang ditemukan, dan kelainan lainnya. Pada skenario

didapatkan adanya darah dan lendir pada pemeriksaan feses lengkap. Pemeriksaan radiografi

dengan barium pada kolon membantu menentukan luas perubahan pada kolon yang lebih

proksimal, tetapi sebaiknya tidak dilakukan pada serangan akut, karena dapat mempercepat

terjadinya megakolon toksik dan perforasi. Kolonoskopi dan biopsi seringkali dapat membedakan

kolitis ulseratif dari kolitis granulomatosa. Pemeriksaan USG endoskopi dapat memperlihatkan

dinding saluran gastrointestinal dan struktur yang berdekatan. USG endoskopi lebih akurat untuk

menilai abses dibandingkan pemeriksaan MRI dan dapat membantu membedakan antar kolitis

ulseratif dan penyakit Chron.2

Page 4: Finally Kolitis Ulseratif

Diagnosis Kerja

Saya mengambil working diagnosis pada Bapak berusia 36 tahun tersebut terkena Kolitis

Ulseratif. Alasan saya mengambil diagnosis yaitu:

- Nyeri perut di LLQ atau kuadaran kuadran kiri bawah pada abdomen. Nyeri perut di

kuadran tersebut mengarah kelainan pada kolon.

- Nyeri perut sejak 1 tahun dan hilang itu, menandakan penyakit ini adalah kronis yang biasa

terjadi pada kolitis ulseratif.

- Diare dengan feses terdapat darah dan lendir merupakan salah satu gejala klinis kolitis

ulseratif

- Pemeriksaan laboratorium diketahui leukosit 11.000 dimana tidak terlihat peningkatan

leukosit yang tinggi menandakan tidak terjadi infeksi bakteri atau virus sehingga dapat

menghilangkan dugaan terkenanya kolitis infeksi yang dikarenakan bakteri.

Dari beberapa alasan tersebut saya mengambil working diagnosis Kolitis Ulseratif dan

diagnosis bandingnya Kolitis infeksi dan Penyakit Chron.

Kolitis ulseratif merupakan penyakit radang kolon non spesifik yang umumnya

berlangsung lama disertai masa remisi dan eksaserbasi yang berganti-ganti.Nyeri abdomen, diare,

dan perdarahan rektum merupakan gejala dan tanda yang penting. Lesi utamanya adalah reaksi

peradangan daerah subepitel yang timbul pada basis kripte Lieberkuhn, yang akhirnya

menimbulkan ulserasi mukosa. Awitan puncak penyakit ini adalah antara usia 15 dan 40 tahun,

dan menyerang kedua jenis kelamin sama banyak. Insidensi kolitis ulseratif per tahun adalah

sekitar 1 per 10.000 orang dewasa kulit putih.2

Kolitis infeksi memiliki kemiripan gambaran dengan Penyakit Chron. Namun, kolitis

ulseratif umumnya terbatas di mukosa, penyulit obstruksi, perforasi, dan pembentukan fistula

jarang terjadi.3

Diagnosis banding

Kolitis Infeksi

Kolitis adalah suatu peradangan akut atau kronik pada kolon, yang berdasarkan penyebab

dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

- Kolitis infeksi; misalnya shigelosis, kolitis tuberkulosa, kolitis amebik, kolitis

pseudomembran, kolitis karena virus/bakteri/parasit lain.

Page 5: Finally Kolitis Ulseratif

- Kolitis non-infeksi; misalnya kolitis ulseratif, penyakit Chron’s, kolitis radiasi, kolitis

iskemik.

Kolitis infeksi sering ditemukan di Indonesia sebagai daerah tropik, yaitu kolitis amebik,

shigellosis, dan kolitis tuberkulosa. Di samping itu ada kolitis pseudomembran yang timbulnya

terkait dengan pemakaian antibiotik, dan infeksi E.coli patogen yang dilaporkan sebagai salah satu

penyebab utama diare kronik di Jakarta.4

Penyakit Crohn

Penyakit Chron biasanya terjadi di ileum distal atau kolon, meskipun semua bagian saluran

cerna dari mulut ke anus dapat terkena, umumnya secara diskontinu. Penyakit ini ditandai oleh

ulserasi dan inflamasi yang mengenai keseluruhan tebal dinding usus, dengan rekurensi penyakit

pada bagian usus yang sebelumnya tidak terkena, dan bahkan dapat mengenai mesenterium dan

kelenjar limfe sekitar. Kombinasi ulserasi mukosa yang dalam dan penebalan submukosa

menyebabkan mukosa yang terkena tampak seperti berbatu-batu.3

Penyulit penyakit Crohn yang sering terjadi adalah perforasi, fistula, pembentukan abses,

dan obstruksi usus halus, meskipun sebagian besar kasus memperlihatkan perjalanan penyakit

yang indolen. Terkenanya seluruh ketebalan usus dapat mempermudah timbulnya penyulit.

Perdarahan nyata dari ulserasi mukosa dapt berlangsung perlahan atau massif, demikian juga

protein-losing enteropathy. Penyulit penting lain adalah kemungkinan meningkatnya insidens

kanker usus.3

Epidemologi

Di Amerika Serikat, sekitar 1 miliar orang terkena kolitis ulseratif. Insidennya 10.4-12

kasus per 100.000 orang per tahunnya. Rata-rata prevalensinya antara 35-100 kasus per 100.000

orang. Sementara itu, puncak kejadianpenyakit tersebut adalah antara usia 15 dan 35 tahun,

penyakit ini telah dilaporkan terjadi pada setiap dekade kehidupan. Kolitis ulseratif terjadi 3

kalilebih sering daripada Crohn disease. Kolitis ulseratif terjadi lebih sering pada orangkulit putih

daripada orang Afrika, Amerika atau Hispanic. Kolitis ulseratif juga lebihsering terjadi pada

wanita daripada laki-laki.2,5

Page 6: Finally Kolitis Ulseratif

Etiologi dan Patogenesis

Etiologi kolitis ulseratif, seperti juga Chron’s disease tidak diketahui. Faktor genetik

tampaknya berperan dalam etiologi, karena terdapat hubungan familial yang jelas antara kolitis

ulseratif, Chron’s disease dan spondilitis ankilosa.

Telah dijelaskan beberapa teori mengenai penyebab kolitis ulseratif, namun tidak ada yang

terbukti. Teori yang paling terkenal adalah teori reaksi sistem imun tubuh terhadap virus atau

bakteri yang menyebabkan terus berlangsungnya peradangan dalam dinding usus. Penderita kolitis

ulseratif memang memiliki kelainan sistem imun, tetapi tidak diketahui hal ini merupakan

penyebab atau akibat efek ini, kolitis ulseratif tidak disebabkan oleh distres emosional atau

sensitifitas terhadap makanan, tetapi faktor-faktor ini mungkin dapat memicu timbulnya gejala

pada beberapa orang.

Lesi patologis awal terbatas pada lapisan mukosa berupa pembentukan abses dalam

kriptus, yang berbeda dengan lesi pada penyakit Chron yang menyerang seluruh tebal dinding

usus. Pada permulaan penyakit, timbul edema dan kongesti mukosa. Edema dapat mengakibatkan

kerapuhan hebat sehingga dapat terjadi perdarahan akibat trauma ringan, seperti gesekan ringan

pada permukaan.2

Pada stadium penyakit yang lebih lanjut, abses kripte pecah menembus dinding kripte dan

menyebar dalam lapisan submukosa, menimbulkan terowongan dalam mukosa. Mukosa kemudian

terkelupas menyisakan daerah tidak bermukosa (tukak). Tukak mula-mula tersebar dan dangkal,

tetapi pada stadium lebih lanjut, permukaan mukosa yang hilang menjadi luas sekali sehingga

mengakibatkan hilangnya jaringan, protein, dan darah dalam jumlah banyak.

Seperti yang kita ketahui etiologi pasti dari kolitis ulseratif masih belum diketahui, tetapi

penyakit ini multifaktorial dan polygenic. Faktor-faktor penyebabnya termasuk faktor lingkungan,

disfungsi imun, dan predisposisi genetik. Ada beberapa sugesti bahwa anak dengan berat badan

lahir di bawah rata-rata yang lahir dari ibu dengan kolitis ulseratif memiliki risiko lebih besar

untuk terjadinya perkembangan penyakit.Histocompatibility human leukocyte antigen (HLA-B27)

merupakan antigenyang sering teridentifikasi pada pasien-pasien dengan kolitis ulseratif,

meskipunpenemuan ini tidak berhubungan dengan kondisi pasien, dan adanya HLA-B27

tidakmenunjukkan peningkatan risiko untuk kolitis ulseratif. Kolitis ulseratif bisadipengaruhi oleh

makanan, meskipun makanan hanya sebagai faktor sekunder.

Antigen makanan atau bakterial dapat berefek pada mukosa usus yang telah rusak,sehingga

meningkatkan permeabilitasnya. Sementara penyebab kolitis ulseratif tetap tidak diketahui,

Page 7: Finally Kolitis Ulseratif

gambaran tertentudari penyakit ini telah menunjukkan beberapa kemungkinan penting. Hal ini

meliputifaktor familial atau genetik, infeksi, imunologik dan psikologik.

1. Faktor familial/genetik

Penyakit ini lebih sering dijumpai pada orang kulit putih daripada orang kulithitam dan

orang Cina. Hal ini menunjukkan bahwa ada predisposisi genetikterhadap perkembangan penyakit

ini.

2. Faktor infeksi

Sifat radang kronik penyakit ini telah mendukung suatu pencarian terus-menerus untuk

kemungkinan penyebab infeksi. Di samping banyak usahamenemukan agen bakteri, jamur, atau

virus, belum ada yang sedemikiandiisolasi. Laporan awal isolate varian dinding selPseudomonas

atau agen yang ditularkan yang menghasilkan efek sitopatik pada kultur jaringan

masihdikonfirmasi.

3. Faktor imunologik

Teori bahwa mekanisme imun dapat terlibat didasarkan pada konsep bahwamanifestasi

ekstraintestinal yang dapat menyertai kelainan ini (misalnyaarthritis, perikolangitis) dapat

mewakili fenomena autoimun dan bahwa zatterapeutik tersebut, seperti glukokortikoid atau

azatioprin, dapat menunjukkanefek mereka melalui mekanisme imunosupresif. Pada 60-70%

pasien dengan kolitis ulseratif, ditemukan adanya p-ANCA(perinuclear anti-neutrophilic

cytoplasmic antibodies). Walaupun p-ANCAtidak terlibat dalam pathogenesis penyakit kolitis

ulseraif, namun ia dikaitkandengan alel HLA-DR2, dimana pasien dengan p-ANCA negative

lebihcenderung menjadi HLA-DR4 positif.

4. Faktor psikologik

Gambaran psikologis pasien penyakit radang usus juga telah ditekankan.Tidak lazim

bahwa penyakit ini pada mula terjadinya, atau berkembang,sehubungan dengan adanya stress

psikologis mayor misalnya kehilanganseorang anggota keluarganya. Telah dikatakan bahwa pasien

penyakitradang usus memiliki kepribadian yang khas yang membuat mereka menjadirentan

terhadap stress emosi yang sebaliknya dapat merangsang ataumengeksaserbasi gejalanya.

5. Faktor lingkungan

Ada hubungan terbalik antara operasi apendiktomi dan penyakit kolitisulseratif

berdasarkan analisis bahwa insiden penyakit kolitis ulseratif menurunsecara signifikan pada pasien

yang menjalani operasi apendiktomi padadecade ke-3.Beberapa penelitian sekarang menunjukkan

penurunan risiko penyakit kolitisulseratif di antara perokok dibandingkan dengan yang bukan

Page 8: Finally Kolitis Ulseratif

perokok. Analisis meta menunjukkan risiko penyakit kolitis ulseratif pada perokoksebanyak 40%

dibandingkan dengan yang bukan perokok.1,2,5

Ada bukti aktivasi imun pada IBD, dengan infiltrasi lamina propria olehlimfosit, makrofag,

dan sel-sel lain, meskipun antigen pencetusnya belum jelas. Virusdan bakteri telah diperkirakan

sebagai pencetus, namun sedikit yang mendukungadanya infeksi spesifik yang menjadi penyebab

IBD. Hipotesis yang kedua adalahbahwadietary antigen atau agen mikroba non patogen yang

normal mengaktivasirespon imun yang abnormal. Hasilnya suatu mekanisme penghambat yang

gagal.Pada tikus, defek genetik pada fungsi sel T atau produksi sitokin menghasilkanrespon imun

yang tidak terkontrol pada flora normal kolon. Hipotesis ketiga adalahbahwa pencetus IBD adalah

suatu autoantigen yang dihasilkan oleh epitel intestinal.Pada teori ini, pasien menghasilkan respon

imun inisial melawan antigenluminal,yang tetap dan diperkuat karna kesamaan antara

antigenluminal dan protein tuanrumah. Hipotesis autoimun ini meliputi pengrusakan sel-sel

epithelial olehsitotoksisitas seluler antibody-dependent atau sitotoksisitascell-mediated

secaralangsung.Imun respon cell-mediated juga terlibat dalam patogenesis IBD. Adapeningkatan

sekresi antibody oleh sel mononuclear intestinal, terutama IgG dan IgM yang melengkapi

komplemen. Kolitis ulseratif dihubungkan dengan meningkatnyaproduksi IgG1 (oleh limfosit

Th2) dan IgG3, sub tipe yang respon terhadap proteindan antigenT-cell dependent.

Ada juga peningkatan produksi sitokin proinflamasi(IL-1, IL-6, IL-8 dan tumor necrosis

factor-α (TNF- α), terutama pada aktivasimakrofag di lamina propria. Sitokin yang lain (IL-10,

TGF-β) menurunkan imunrespon. Defek produksi sitokin ini menghasilkan inflamasi yang kronis.

Sitokin jugaterlibat dalam penyembuhan luka dan proses fibrosis. Faktor imun yang lain

dalampembentukan penyakit IBD termasuk produksi superoksida dan spesies oksigenreaktif yang

lain oleh aktivasi netrofil, mediator soluble yang meningkatkanpermeabilitas dan merangsang

vasodilatasi, komponen kemotaksis netrofil lekotriendan nitrit oksida yang menyebabkan

vasodilatasi dan edema.1,2,5

Gejala Klinis

Terdapat tiga jenis klinis kolitis ulseratif yang sering terjadi, dikaitkan dengan frekuensi

timbulnya gejala. Kolitis ulseratif fulminan akut ditandai oleh awitan yang mendadak disertai diare

(10 sampai 20 kali/hari), parah, berdarah, nausea, muntah, dan demam yang menyebabkan

berkurangnya cairan dan elektrolit dengan cepat. Seluruh kolon dapat terserang disertai dengan

pembentukan terowongan dan penglupasan mukosa, yang menyebabkan hilangnya darah dan

Page 9: Finally Kolitis Ulseratif

mukus dalam jumlah banyak. Jenis kolitis ini terjadi pada sekitar 10% penderita. Prognosisnya

buruk, dan sering terjadi penyulit berupa megakolon toksik.2

Sebagian besar penderita kolitis ulseratif mengalami tipe kolitis kronis intermiten

(rekuren). Awitan cenderung perlahan selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Penyakit

bentuk ringan dicirikan dengan serangan singkat yang terjadi dalam interval berbulan-bulan

sampai bertahun-tahun dan berlangsung selama 1-3 bulan. Mungkin terjadi sedikit atau tidak

terjadi demam serta gejala konstitusional, dan biasanya hanya mengenai kolon bagian distal.

Demam dan gejala sistemik dapat timbul pada bentuk penyakit yang lebih berat dan serangan

dapat berlangsung selama 3 atau 4 bulan, kadang digolongkan sebagai tipe kronis kontinu. Pada

tipe kronis kontinu, pasien terus menerus mengalami diare setelah serangan permulaan.

Dibandingkan dengan tipe intermiten, kolon yang terserang cenderung lebih luas dan lebih sering

terjadi komplikasi.2

Pada kolitis ulseratif bentuk ringan, terjadi diare ringan disertai dengan perdarahan ringan

dan intermiten. Pada penyakit yang berat, defekasi terjadi lebih dari enam kali sehari disertai

banyak darah dan mukus. Kehilangan darah dan mukus yang berlangsung kronis dapat

mengakibatkan anemia dan hipoproteinemia. Nyeri kolik hebat ditemukan pada abdomen bagian

bawah dan sedikit mereda bila defekasi. Hanya sedikit kematian yang secara langsung terjadi

akibat penyakit ini, namun dapat menimbulkan cacat ringan atau berat.

Penegakan diagnosis ulseratif biasanya jelas. Dijumpai diare disertai darah, dan

sigmoidoskopi memperlihatkan mukosa yang rapuh dan sangat meradang disertai eksudat. Pada

95% kasus mengenai daerah rektosigmoid kolon. Serangan dapat meluas dari daerah ini tetapi

selalu bersifat kontinu, berbeda dengan penyakit Chron yang cenderung melompat-lompat.2

Komplikasi

Komplikasi kolitis ulseratif dapat bersifat lokal atau sistemik. Fistula, fisura, dan abses

rektal jarang terjadi bila dibandingkan pada kolitis granulomatosa. Kadang-kadang, terbentuk

fistula rektovagina. Beberapa penderita dapat mengalami penyempitan lumen usus akibat fibrosis,

yang umumnya ringan bila dibandingkan dengan penyakit Chron.2

Salah satu komplikasi yang lebih berat adalah dilatasi toksik atau megakolon, dengan

paralisis fungsi motorik kolon transversum disertai dilatasi cepat segmen usus tersebut. Megakolon

toksik paling sering menyertai pankolitis. Angka mortalitas sekitar 30 % dan sering terjadi

Page 10: Finally Kolitis Ulseratif

perforasi usus. Pengobatan komplikasi ini adalah kolektomi darurat. Komplikasi lain adalah

perdarahan masif yang kadang-kadang memerlukan kolektomi darurat.

Komplikasi lain yang cukup penting adalah karsinoma kolon, dan frekuensinya semaking

meningkat pada pasien yang telah menderita penyakit ini lebih dari 10 tahun . apabila kolitis

ulseratif telah mengenai seluruh kolon selama 25 tahun, angka probabilitas kanker meningkat

menjadi 40 %.

Komplikasi sistemik sangat beragam, dan sukar dihubungkan secara kausal dengan

penyakit kolon. Komplikasi tersebut berupa pioderma gangrenosa, episkeretis, eveitis, artritis, dan

spondilitis ankilosa. Gangguan fungsi hati sering terjadi pada kolitis ulseratif. Adanya komplikasi

sistemik berat dapat menjadi indikasi pembedahan pada kolitis, bahkan bila gejala kolon bersifat

ringan sekalipun.2

Penatalaksanaan

Tidak ada obat spesifik untuk kolitis ulseratif. Tujuan terapi adalah untuk mengatasi

peradangan, mempertahankan status gizi penderita, meringankan gejala, serta mencegah infeksi

dan komplikasi lain.2

Kortikosteroid diberikan untuk mengurangi peradangan dan mempercepat penyembuhan

klinis. Sulfonamida diberikan, namun mekanisme kerjanya kurang dimengerti. Diet residu rendah

menyebabkan berkurangnya massa feses sehingga membuat pasien merasa lebih nyaman. Diet

juga harus mengandung protein tinggi untuk mengompensasi kehilangan protein dalam lesi

eksudatif, dan juga harus tinggi kandungan vitamin dan mineral dengan pembatasan laktosa untuk

menghindari terjadinya intoleransi laktosa yang berkaitan dengan diare. Selama ekserbasi, tingtura

opium dan paregorik kadang-kadang diberikan untuk mengatasi diare. Obat antikoligernik juga

dapat membantu menghilangkan kram abdomen dan diare. Obat untuk mengendalikan diare harus

diberikan dengan pengawasan untuk menghindari terjadinya dilatasi kolon dan megakolon toksik.

Pasien malnutrisi membutuhkan pemberian nutrisi parenteral total (TPN). Dukungan emosional

dan menentramkan hati penderita merupakan aspek pengobatan yang penting.2

Bila tindakan medis tidak berhasil dan penyakit tidak dapat teratasi, maka diindikasikan

pembedahan. Operasi yang paling sering dilakukan adalah kolektomi total dan pembuatan

ileostomi permanen. Beberapa ahli juga menganjurkan kolektomi pada semua pasien yang seluruh

kolonnya telah terkena selama beberapa tahun. Hal ini karena insidensi karsinoma kolon pada

pasien ini sangat tinggi. Kanker kolon sukar didiagnosis pada penderita ini sebab gejala yang

Page 11: Finally Kolitis Ulseratif

timbul (seperti penurunan berat badan atau feses berdarah) lebih dianggap sebagai eksasebasi

kolitis ulseratif dibandingkan sebagai tanda-tanda kanker.2

Prognosis

Penyakit kolitis ulseratif merupakan penyakit yang bersifat remisi dan eksaserbasi. Cukup

banyak dilaporkan adanya remisi yang bersifat spontan dan dalam jangka waktu yang lama.

Prognosis banyak dipengaruhi oleh ada tidaknya komplikasi atau tingkat respon terhadap

pengobatan konservatif.1

Kesimpulan

Kolitis ulseratif merupakan penyakit radang kolon non spesifik yang umumnya

berlangsung lama dan tidak diketahui penyebab spesifiknya. Nyeri abdomen, diare, dan

perdarahan rektum merupakan gejala dan tanda yang penting. Tidak ada pengobatan spesifik untuk

kolitis ulseratif. Tujuan terapi adalah untuk mengatasi peradangan, mempertahankan status gizi

penderita, meringankan gejala, serta mencegah infeksi dan komplikasi lain.

Daftar Pustaka

1. Djojoningrat D. Inflammatory bowel disease alur diagnosis dan pengobatannya di

Indonesia dalam Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Edisi 5. Jakarta: FKUI;

2009.h.591-7

2. Lindseth GN. Gangguan usus besar dalam Patofisiologi: konsep klinis proses-proses

penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2005.h.461-4

3. Bunnet NW, Lingappa VR. Penyakit gastrointestinal dalam Patofisiologi penyakit:

pengantar menuju kedokteran klinis. Edisi 5. Jakarta: EGC; 2010.h.411

4. Oesman N. Kolitis infeksi dalam Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Edisi 5. Jakarta:

FKUI. 2009.h.560

5. Glickman RM. Radang usus: kolitis ulseratif dan penyakit crohn dalam Harrison prinsip-

prinsip ilmu penyakit dalam. Volume 4. Edisi 13. Jakarta: EGC; 2000.h.1577-91