askep gastrointertinal-kolitis ulseratif & apensiditis
DESCRIPTION
askepTRANSCRIPT
-
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM GASTROINTESTINAL KOLITIS ULSERATIF DAN APENDISITIS
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kolitis ulseratif masuk dalam kategori Inflammatory Bowel Disease
(IBD)/penyakit inflamasi usus karena penyakit ini merupakan penyakit yang belum
diketahui penyebabnya dengan prevalensi berkisar 10 - 20 x, terjadi pada usia muda
(umur 25 30 tahun) wanita dan pria sama tetapi ada perbedaan dalam geografis dan
sosial ekonomi tinggi.
Dari berbagai data kepustakaan didapatkan insiden Kolitis ulseratif di
Indonesia belum jelas tetapi bertitik tolak pada data endoskopi di sub bagian
gastroentologi RSU PN (M Jakarta diperoleh gambaran bahwa terdapat 20 kasus
Kolitis ulseratif dari 700 pemeriksaan kolonoskopi atas berbagai indikasi (tahun 1991
1995) sedangkan tahun 1996 dari 72 kasus didapatkan kasus Kolitis ulseratif 18.
Data di masyarakat mungkin lebih tinggi daripada data yang ada di RS,
mengingat sarana endoskopi belum tersedia merata di pusat pelayanan kesehatan di
Indonesia.
Dengan mengetahui data di atas dapat diketahui bahwa dari tahun ke tahun
prevalensi Kolitis ulseratif meningkat.
Apendisitis merupakan kasus GI terbanyak pada bedah emergensi insiden
tinggi di negara maju (diet rendah serat) terutama umur 10 30 tahun dan laki-laki
lebih banyak daripada wanita. Apendisitis adalah radang apendiks yang disebabkan
oleh obstruksi atas pasase infeksi di mana jarang ditemukan pada:
Anak: apendiks pendek, lumen lebar, bentuk kerucut (peroksimal
lebar, distal menyempit).
Orang tua: lumen mengecil/fibrotik.
-
1
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengurangi angka kesakitan dan meningkatkan derajat kesehatan.
2. Tujuan Khusus
a. Memperoleh gambaran mengenai penyakit Kolitis ulseratif dan
Apendisitis
b. Mampu mengidentifikasi kasus gangguan sistem pencernaan khususnya
Kolitis ulseratif dan Apendisitis sehingga dapat mengatasi masalah
keperawatan yang terjadi.
c. Mampu mengenali pengkajian sampai evaluasi yang sering terjadi pada
klien dengan Kolitis ulseratif dan Apendisitis.
C. KEGUNAAN PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini, penulis mengharapkan agar hasil makalah ini
dapat dipergunakan sebagai:
1. Kegunaan Ilmiah
- Sebagai bahan bacaan
- Sebagai salah satu tugas akademik
2. Kegunaan Praktis
Manfaat bagi tenaga perawat dalam penerapan asuhan keperawatan pada
klien dengan Kolitis ulseratif dan Apendisitis.
-
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Kolitis ulseratif
I. DEFINISI
Kolitis ulseratif merupakan penyakit radang kolon nonspesifik yang umumnya
berlangsung lama disertai masa remisi dan eksasorbasi yang berganti-ganti.
II. ETIOLOGI
Etiologi belum diketahui faktor genetik tampaknya berperanan dalam etiologi.
Otoimunitas berperanan dalam patogenesis.
III. GAMBARAN KLINIS
Terdapat tiga tipe klinis:
1. Kolitis ulseratif akut fulminan ditandai oleh awitan mendadak disertai diare
berdarah, nausea, muntah-muntah yang hebat, demam prognosis jelek dan
sering terjadi komplikasi mengakolon toksik.
2. Kolitis ulseratif kronik intermitten (rekuren)
Timbulnya cenderung pelan-lean selama berbulan-bulan sampai bertahun-
tahun. Bentuk ringan penyakit ditandai oleh serangan singkat yang terjadi
dengan interval berbulan-bulan sampai bertahun-tahun dan berlangsung 1
3 bulan. Mungkin hanya terdapat sedikit atau tidak ada demam diare
mungkin ringan, perdarahan ringan dan intermiten biasanya hanya colon
bagian distal yang terserang.
3. Kolitis ulseratif kronik kontinyu.
Demam dan gejala-gejala sistemik dapat timbul pada bentuk yang lebih
berat dan serangan berlangsung 3 atau 4 bulan pada keadaan ini penderita
diare terus-menerus colon yang terserang cenderung lebih luas.
Defekasi lebih dari 6 x sehari disertai banyak darah dan mucus nyeri kolik
hebat.
-
3
IV. PATOFISIOLOGI PENYIMPANGAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA Faktor genetik saluran cerna Reaksi inflamasi di lapisan dan dinding usus Pembengkakan Ulserasi Infeksi kuman Mengeluarkan toksin Lesi pada Meningkatnya Permeabilitas mukosa usus motilitas usus meningkat Pembentukan Gangguan Kesempatan Sekresi air dan abses nutrisi kurang absorbsi > Nyeri Intoleransi aktivitas Gangguan Dehidrasi Volume cairan kurang istirahat tidur dari kebutuhan Tukak tersebar Stadium lanjut Tahap kronik Informasi Konsentrasi kurang CES meningkat Terjadi Faktor Tidak Tekanan perdarahan yang psikologis menggunakan osmotik terus-menerus sumber menurun Resti anemia Pengulangan Salah CES menurun dalam periode persepsi waktu Shock Kecemasan Kurang Gangguan Pengetahuan perfusi jaringan
Keterangan:
Faktor genetik berpengaruh pada saluran pencernaan terjadi reaksi inflamasi di
lapisan dan di dinding usus sehingga terjadi pembengkakan dan ulsarasi
-
4
sehingga menimbulkan kuman untuk berkembang biak dan mengeluarkan
toksin sehingga motilitas usus dan permeabilitas meningkat menyebabkan
absorbsi kurang dan terjadi diare sehingga dapat timbul masalah keperawatan
seperti
Nutrisi kurang dari kebutuhan karena terjadinya diare dan absorbsi yang kurang.
Gangguan eliminasi BAB: diare Potensial terjadi gangguan integritas kulit; perianal Gangguan istirahat tidur Gangguan aktivitas akibat diare dan rasa nyeri. Diare yang terus-menerus menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit tubuh
sehingga masuk dalam tahap dehidrasi sehingga timbul masalah keperawatan
volume cairan kurang dari kebutuhan.
Terjadinya dehidrasi menyebabkan konsentrasi CES meningkat, tekanan
osmotik menurun sehingga CES menurun yang dapat menimbulkan syok
sehingga timbul masalah keperawatan gangguan perfusi jaringan.
Dari ulserasi menimbulkan lesi pada mukosa, terbentuk abses dan pecah.
Timbul iritasi mukosa menyebabkan nyeri.
Dari iritasi yang berkelanjutan menimbulkan tukak yang meluas sehingga
terjadi perdarahan yang terus-menerus, timbul masalah keperawatan resiko
tinggi anemia.
Tukak yang meluas dan ada pengobatan masuk dalam tahap kronik
menimbulkan gangguan psikologis sehingga timbul masalah keperawatan
kecemasan dan dapat juga disebabkan oleh kurang pengetahuan.
V. PENGOBATAN
Tidak ada pengobatan spesifik untuk Kolitis ulseratif, tujuan terapi adalah
mengatasi peradangan, mempertahankan status gizi penderita, meringankan
gejala dan mencegah infeksi.
-
5
Misalnya: sulfonamide, diit rendah residu tinggi protein, tingtura opium dan
paregonik
Bila tindakan medis tidak berhasil, maka dilakukan kolektomi total dan
pembuatan ileotomi permanen.
VI. KOMPLIKASI
Bersifat lokal atau sistemik
- Fistula dan fisura abses rectal
- Dilatasi toksik atau megakolon
- Perforasi usus
- Karsinoma kolon
-
6
BAB III
ASKEP PADA KLIEN DENGAN KOLITIS ULSERATIF
I. PENGKAJIAN/PENGUMPULAN DATA
A. Data Biografi: Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan
B. Data Dasar Pengkajian Klien 1. Aktivitas/istirahat
Gejala:
Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah Insomnia, tidak tidur semalaman karena diare Merasa gelisah dan ansietas Pembatasan aktivitas/kerja sehubungan dengan efek proses
penyakit.
2. Sirkulasi
Tanda:
Takikardia Crospons terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi, dan nyeri
Kemerahan area akimonsis (kekurangan vitamin K) TD: hipotensi, termasuk postural Kulit/membran mukosa, turgor buruk, kering, lidah pecah
(dehidrasi/malnutrisi)
3. Integritas ego
Gejala:
Ansietas, ketakutan, emosi, kesal, misalnya perasaan tak berdaya/tak ada harapan
Faktor stress akut/kronis, misalnya hubungan dengan keluarga/pekerjaan, pengobatan yang mahal
Faktor budaya peningkatan prevalensi dari populasi Yahudi
-
7
Tanda:
Menolak, perhatian menyempit, depresi. 4. Eliminasi
Gejala:
Tekstur feses bervariasi dari bentuk lunak sampai batu atau berair Episode diare berdarah tak dapat diperkirakan, hingga timbul,
sering tak dapat dikontrol (sebanyak 20 30 kali defekasi/hari)
Perasaan dorongan/kram (temosmus), defekasi berdarah/pus/ mukosa dengan atau tanpa keluar feses.
Perdarahan per rectal Riwayat batu ginjal (dehidrasi) Tanda:
Menurunnya bising usus, tak ada peristoltik atau adanya peristoltik yang dapat dilihat.
Hemosoid, fisura anal (25 %), fisura perianal Oliguria.
5. Makanan/cairan
Gejala:
Anoreksia, mual/muntah Penurunan berat badan Tidak toleran terhadap diet/sensitif misalnya buah segar/sayur Produk susu makanan berlemak. Tanda:
Penurunan lemak subkutan/massa otot Kelemahan tonus otot dan turgor kulit buruk Membran mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut
-
8
6. Higiene
Tanda:
Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri Stomatitis menunjukkan kekurangan vitamin Bau badan
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala:
Nyeri/nyeri tekan pada kwadran kiri bawah (mungkin hilang dengan defekasi)
Titik nyeri berpindah, nyeri tekan (arthritis) Nyeri mata, fotofobia (iritis) Tanda:
Nyeri tekan abdomen/distensi 8. Keamanan
Gejala:
Riwayat lupus eritoma tous, anemia hemolitik, vaskulitis,. Arthritis (memperburuk gejala dengan eksoserbasi penyakit usus) Peningkatan suhu 39,6 40 C (eksoserbasi akut) Penglihatan kabur Alergi terhadap makanan/produk susu (mengeluarkan histamine ke
dalam usus dan mempunyai efek inflamasi)
Tanda:
Lesi kulit mungkin ada misalnya: eritoma nodusum (meningkat), nyeri, kemerahan dan membengkak pada tangan, muka, plodeima
gangrionosa (lesi tekan purulen/lepuh dengan batas keunguan)
Ankilosa spondilitis Uveitis, kongjutivitis/iritis.
-
9
9. Seksualitas
Gejala: frekuensi menurun/menghindari aktivitas seksual
10. Interaksi sosial
Gejala:
Masalah hubungan/peran sehubungan dengan kondisi Ketidakmampuan aktif dalam sosial
Pemeriksaan Diagnostik
- Contoh feses (pemeriksaan digunakan dalam diagnosa awal dan selama
kemajuan penyakit): terutama mengandung mukosa, darah, pus dan
organisme usus khususnya entomoeba histolytica.
- Protosigmoi doskopi: memperlihatkan ulkus, edema, hiperermia, dan
inflamasi (akibat infeksi sekunder mukosa dan submukosa). Area yang
menurun fungsinya dan perdarahan karena nekrosis dan ulkus terjadi pada
35 % bagian ini.
- Sitologi dan biopsy rectal membedakan antara pasien infeksi dan karsinoma. Perubahan neoplastik dapat dideteksi, juga karakter infiltrat
inflamasi yang disebut abses lapisan bawah.
- Enema bartum, dapat dilakukan setelah pemeriksaan visualisasi dilakukan,
meskipun jarang dilakukan selama akut, tahap kambuh, karena dapat
membuat kondisi eksasorbasi.
- Kolonoskopi: mengidentigikasi adosi, perubahan lumen dinding,
menunjukkan obstruksi usus.
- Kadar besi serum: rendah karena kehilangan darah.
- Masa protromlain: memanjang pada kasus berat karena gangguan faktor
VII dan X disebabkan oleh kekurangan vitamin K.
- ESR: meningkat karena beratnya penyakit
- Trombosis: dapat terjadi karena proses penyakit inflamasi.
- Elektrolit: penurunan kalium dan magnesium umum pada penyakit berat.
-
10
- Kadar albumin: penurunan karena kehilangan protein plasma/gangguan
fungsi hati.
- Alkalin fosfolase: meningkat, juga dengan kolesterol serum dan
hipoproteinemia, menunjukkan fungsi hati.
- Sumsum tulang: menurun secara umum pada tipe berat/inflamasi panjang.
- Darah lengkap: dapat menunjukkan anemia hipokronik (penyakit aktif
umum terjadi secara kehilangan dan kekurangan besi), leukositosis dapat
terjadi, khususnya pada kasus berat atau komplikasi dan pada klien dengan
terapi steroid.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
A. Pengelompokan Data 1. Data Subjektif
- Keluhan nyeri perut, merasa lemah dan lelah
- Nafsu makan kurang, mual dan muntah
- Keluhan cemas dan takut
- Sering BAB encer ada darah (6 7 x/hari)
- Keluhan BAB biasa tidak dirasa
2. Data Objektif
- Ekspresi wajah meringis dan sering memegangi perutnya
- Membran mukosa dan kulit kering, turgor kulit menurun, bibir
pecah-pecah
- Penurunan berat badan
- Takikardi > 100 x/menit
- Demam 38 C
- Peristaltik 30 x/menit
- Tampak pucat
-
11
B. Analisa Data
No Data Kemungkinan Penyebab Masalah 1. DS:
- Sering BAB encer,
kadang bercampur darah
dan nyeri perut
- Mual muntah
DO:
- Membran mukosa dan
kulit kering
- Turgor kulit jelek
- Bibir pecah-pecah
- Keluaran urine sedikit 1
ml/jam
- Observasi tanda-tanda
vital:
S: 38 C
N: 100 x/menit
TD: 100/60 mmHg
P: 20 x/menit
Motilitas usus meningkat
Kesempatan absorpsi
berkurang
Diare berlangsung lama
Kehilangan cairan dan
elektrolit
Dehidrasi
Volume
cairan
kurang dari
kebutuhan
tubuh
2. DS:
- Pernyataan tidak ada
nafsu makan
- Klien mengeluh mual
muntah
DO:
- Berat badan menurun
- Penurunan lemak
subkutan
Meningkatnya motilitas
usus
Kesempatan absorpsi
-
12
- Tonus otot buruk
- Bunyi usus hiperaktif
- Konjungtiva dan
membran mukosa pucat
- Pasien muntah
3. DS:
- Defekasi sering dan
berair
- Usus berwarna merah
- Nyeri perut tiba-tiba
DO:
- Peningkatan bunyi
usus/peristaltic
- Veses tampak bercampur
darah
- Wajah tampak meringis
Faktor genetik
Reaksi inflamasi di
lapisan dan dinding usus
Infeksi
Ulserasi
Permeabilitas usus
meningkat
Sekresi air dan elektrolit
Gangguan metabolisme
air dan elektrolit di usus
Isi rongga usus >>
Gangguan
eliminasi
BAB
C. Prioritas Masalah 1. Volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh
2. Resiko tinggi terjadinya gangguan perfusi jaringan
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
-
13
4. Resiko tinggi terjadi anemia
5. Nyeri
6. Potensial gangguan integritas kulit: perianal
7. Intoleransi aktivitas
8. Gangguan istirahat tidur
9. Kecemasan
10. Kurang pengetahuan: mengenai keadaan prognosis dan pengobatan
D. Perumusan Diagnosa Keperawatan 1. Volume cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan pemasukan
terbatas.
2. Resiko tinggi terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan
terjadinya syok
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan
absorbsi usus
4. Resiko tinggi terjadi anemia berhubungan dengan perdarahan yang
terus-menerus.
5. Nyeri berhubungan dengan iritasi pada mukosa
6. Potensial gangguan integritas kulit: perianal berhubungan dengan diare
yang terus-menerus.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan diare
8. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan diare
9. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan
10. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
III. PERENCANAAN
1. Volume cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan:
- Pemasukan terbatas.
- Pengeluaran berlebihan
-
14
Ditandai dengan:
- Sering BAB encer, kadang bercampur darah dan nyeri perut
- Mual muntah
- Membran mukosa dan kulit kering
- Turgor kulit jelek
- Bibir pecah-pecah
- Keluaran urine sedikit 1 ml/jam
- Observasi tanda-tanda vital:
S: 38 C
N: 100 x/menit
TD: 100/60 mmHg
P: 20 x/menit
Tujuan:
Volume cairan adekuat setelah pemberian terapi dalam waktu 1 x 24 jam
dengan kriteria:
- Membran mukosa lembab
- Turgor kulit baik
- Pengisian kapiler baik
- Keseimbangan intake dan output dengan urine rata-rata 1 ml/menit
- Tanda-tanda vital
S: 37 C
N: 80 x/menit
TD: 120/80 mmHg
P: 20 x/menit
Intervensi:
a. Awasi masukan dan haluaran, karakter dan jumlah feses; perkirakan
kehilangan yang tak terlihat, misalnya berkeringat, ukur berat jenis urine,
observasi oliguria.
-
15
Rasional: memberikan informasi tentang keseimbangan cairan, fungsi
ginjal, dan kontrol penyakit usus juga merupakan pedoman untuk
penggantian cairan.
b. Observasi TTV (TD, nadi, suhu)
Rasional: hipotensi, takikardi, demam dapat menunjukkan respon
terhadap dan atau efek kehilangan cairan
c. Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa, penurunan
turgor kulit, pengisian kapiler lambat
Rasional: menunjukkan kehilangan cairan berlebihan/dehidrasi
d. Ukur BB tiap hari
Rasional: indikator cairan dan status nutrisi
e. Observasi perdarahan dan tes feses tiap hari untuk melihat adanya darah
samar.
Rasional: diet tak adekuat dan penurunan absorpsi dapat menimbulkan
defisiensi vitamin K dan merusak koagulasi, potensial resiko perdarahan.
f. Pertahankan pembatasan per oral, tirah baring, hindari kerja.
Rasional: kolon diistirahatkan untuk penyembuhan dan untuk
menurunkan kehilangan cairan usus.
g. Catat kelemahan otot atas disritmia jantung.
Rasional: kehilangan usus berlebihan dapat menimbulkan
ketidakseimbangan elektrolit, misalnya kalium yang perlu untuk fungsi
tulang dan jantung.
h. Kolaborasi cairan parenteral, transfusi darah bila perlu
Rasional: mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggantian
cairan untuk memperbaiki kehilangan.
i. Awasi hasil laboratorium: elektrolit (kalium, magnesium), GDA
Rasional: menentukan kebutuhan penggantian dan keefektifan terapi.
-
16
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
- Gangguan absorbsi usus
Ditandai dengan:
- Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/massa otot, tonus
otot buruk
- Bunyi usus hiperaktif
- Konjungtiva dan membran mukosa pucat
- Nafsu makan kurang, mual, muntah
Tujuan:
Kebutuhan nutrisi dapat dipertahankan dalam 3 x 24 jam dengan kriteria:
- BB meningkat secara bertahap
- Tidak ada tanda malnutrisi seperti kulit kering
Intervensi:
a. Berikan fungsi parenteral (NPT) sesuai pesanan dan intervensi berikut
- Ajarkan perawatan kateter akses vena jangka panjang
Rasional: NPT adalah tindakan pilihan bila terjadi penurunan BB.
Klien memerlukan 45 50 kkal, 2 g protein/kg/BB/hari. Ini
memungkinkan peningkatan berat badan kira-kira 8 oz/hari
- Pertahankan status puasa dan tirah baring
Rasional: menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah
penurunan kalori. Status puasa menurunkan aktivitas mekanis, fisik
dan kimia usus.
- Berikan dukungan psikososial dan keyakinan selama pengistirahatan
usus dan NPT
Rasional: status puasa yang lama mengganggu baik secara sosial
maupun psikologis
-
17
b. Sapih klien dari NPP saat diinstruksikan:
- Gunakan pendekatan yang konsisten, meyakinkan, rileks dan
perawatan kateter NPT. Berikan dukungan emosional selama proses
penyapihan.
Rasional: klien yang menerima NPT biasanya memandang NPT
sebagai penopang hidupnya. Dengan pendekatan ia akan merasa
melindungi alat tersebut.
- Yakinkan klien bahwa penurunan berat badan selama minggu I
penghentian NPT adalah karena kehilangan cairan.
Rasional: klien umumnya kehilangan 4 5 lb cairan
- Bantu klien membuat harapan realistik untuk peningkatan berat badan
setelah penghentian NPT.
Rasional: klien dapat memperkirakan peningkatan BB pada pola
makan per oral.
- Dorong penggunaan minuman tinggi protein dengan makanan
Rasional: mungkin diperlukan suplemen diet untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi
c. Bantu klien dalam melakukan masukan makanan per oral.
- berikan dorongan masukan cairan yang mengandung kalori daripada
masukan cairan seperti soda. Hindari makanan yang menyebabkan
kram abdomen.
Rasional: minuman yang banyak mengandung kalori dapat
membantu mencegah malnutrisi, mencegah serangan akut.
- Kaji penerimaan klien dan respons terhadap masukan cairan per oral.
Rasional: kemampuan untuk mengabsorpsi nutrien harus dievaluasi
setiap hari
- Mulai makanan formula dalam bentuk yang diencerkan dan
tingkatkan sampai bentuk terkental yang dapat ditoleransi
-
18
Rasional: bila klien tak dapat mentoleransi diet reguler dapat
diberikan elemen makanan karena eleman makanan dapat ditoleransi
karena batas zat sisa, nutrisi seimbang.
- Berikan berbagai rasa elemen makanan dan pertahankan agar tetap
dingin
Rasional: diet elemen mempunyai bau dan rasa tak sedap karena
adanya asam amino.
- Bantu klien dengan beralih pada makanan lunak, saring dan makanan
padat rendah sisa dan berikan dorongan untuk resing makan tinggi
kalori.
Rasional: diperlukan pengenalan makanan padat secara bertahap
untuk mengungkap nyeri dan peningkatan toleransi .
- Ajarkan klien untuk menghindari buah mentah, rempah, alkohol,
makanan gorengan.
Rasional: makanan dan cairan jenis ini dapat mengiritasi saluran GI,
- berikan kebersihan oral
Rasional: mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makanan.
- Timbang berat badan tiap hari
Rasional: memberikan informasi tentang kebutuhan diet/keefektifan
terapi.
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat
a. Donnatal, natrium barbital.
Rasional: antikolinorgik diberikan 15 30 menit sebelum makan
memberikan penghilangan kram dan diare.
b. Beri imeron injeksi.
Rasional: mencegah/mengobati anemia, oral tidak diberikan
karena gangguan usus.
3. Gangguan eliminasi BAB berhubungan dengan:
- meningkatnya motilitas usus
-
19
Ditandai dengan:
- Peningkatan bunyi usus/peristaltic
- Defekasi sering dan berair
- Veses berwarna merah
- Nyeri perut tiba-tiba
- Wajah tampak meringis
Tujuan:
Diare tidak terjadi setelah dilakukan tindakan dalam jangka waktu 2 x 24
jam
- Penurunan frekuensi defekasi konsistensi kembali normal
- Peristaltik normal
- Nyeri dan kram abdomen tidak ada
Intervensi:
a. Observasi dan catat frekuensi defekasi konsistensi karakteristik, jumlah
dan faktor pencetus
Rasional: membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji berat
dan episode
b. Mulai lagi memasukkan cairan peroral secara bertahap
Rasional: memberikan istirahat colon dan menghilangkan atau
menurunkan rangsang makanan / cairan, maka kembali secara bertahap
mencegah kram dan diare berulang.
c. Identifikasi makanan dan cairan yang mencetuskan diare misalnya:
bumbu-bumbu, produk susu.
Rasional: menghindari iritan, meningkatnya istirahat usus.
d. Observasi demam, takikardi, letargi, leukositosis, penurunan protan
serum.
Rasional: tanda bahwa toksik megakolon oleh perforasi dan peritonitis
akan terjadi/telah terjadi memerlukan intervensi medik segera.
-
20
e. Berikan kesempatan untuk menyatakan frustasi sampai dengan proses
penyakit.
Rasional: adanya penyakit dengan penyebab tidak diketahui sulit untuk
sembuh dan yang memerlukan intervensi bedah dapat menimbulkan
stress.
f. Tingkatkan tirah baring, berikan alat-alat di samping tempat tidur.
Rasional: istirahat menurunkan motilitas usus juga memerlukan laju
metabolisme bila infeksi dan perdarahan sebagai komplikasi. Defekasi
tiba-tiba dapat terjadi tanpa terasa dan gejala peningkatan resiko
inkotinensia/jatuh bila alat-alat dalam jangkauan tangan.
g. Kolaborasi untuk pemberian obat seperti:
- Antikolinergik, atropine, belladonna
Rasional: menurunkan motilitas GI yang menurunkan sekresi
digestik.
- Sulfasalazin (azulfidine)
Rasional: pengobatan eksasorbasi ringan dan sedang.
- Psillium (Metamucil)
Rasional: mengabsorbsi air meningkatkan bulk feses
- Steroid misalnya: ACTH prodrisolom
Rasional: untuk menurunkan proses inflamasi
- Antibiotik
Rasional: mengobati infeksi supuratik lokal.
IV. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan jumlah intervensi yang ada.
V. EVALUASI
1. Setelah 1 x 24 jam tujuan dan kriteria diagnosa tercapai
2. Setelah 3 x 24 jam tujuan belum tercapai dengan kriteria:
- Berat badan masih rendah (BB normal belum tercapai)
-
21
- Tonus otot sedang
- Konjungtiva dan membran mukosa masih pucat
- Klien hanya menghabiskan porsi makanan yang disiapkan
- Mual muntah masih ada tapi sudah berkurang
Rencana tindakan dilanjutkan
3. Dalam 2 x 24 jam tujuan dan kriteria tercapai tetap observasi dilanjutkan
-
22
BAB II
TINJAUAN TEORI
2. Apendisitis
I. ANATOMI
Apendiks vermoformis merupakan sisa apeks sekum yang pada manusia
penyebabnya belum diketahui.
Pada posisi yang normal, apendiks terletak pada dinding abdomen di bawah
titik MC Burney. Titik MC Burney dicari dengan menarik garis dari spina
iliana superior kanan ke umbilicus titik tengah dari garis merupakan tempat
pangkal apendiks.
II. DEFINISI
Apendisitis merupakan suatu peradangan apendiks yang mengenai semua
lapisan dinding organ tersebut
III. ETIOLOGI
Penyebab pasti belum diketahui:
Faktor pencetus:
1. obstruksi lumen biasanya oleh:
- hyperplasia
- fekolit, benda asing, cacing
- tumor, striktur, kinking apendiks
2. Infeksi:
- E. coli
- E. histolitika
-
23
IV. GAMBARAN KLINIS
Pada kasus yang akut, gejala permulaan adalah nyeri atau perasaan tidak enak
di sekitar umbilicus diikuti anoreksia, nausea, muntah.
Gejala-gejala ini berlangsung 1 atau 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser
ke kuadran kanan bawah dan mungkin terdapat nyeri di sekitar titik MC
Burney. Kemudian dapat timbul spasme otot dan nyeri lepas biasanya
ditemukan demam ringan, leukositosis.
V. PATOFISIOLOGI BERDASARKAN PENYIMPANGAN KDM Benda asing Obstruksi lumen Penekanan lumen Tekanan intralumen meningkat Distensi Hidrasi vena menurun Pengaruh virus Jaringan usus Edema mukosa Proses inflamasi Penekanan saraf Inflamasi/inf Info yang kurang Rangsangan pada Perforasi Salah persepsi serabut saraf myelin Peritonitis Kurang Pengetahuan Talamus Rangsangan Potensial terjadi Infeksi untuk mual kekurangan Mengalisa lebih cepat dan muntah volume cairan losasi dan intensitas nyeri Intake kurang Nyeri Potensial gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan Kelemahan Potensial terjadi: Intoleransi aktivitas/ Gangguan psikologis penurunan kemampuan rawat diri Kecemasan
-
24
Keterangan:
Masuknya benda asing ke dalam lumen usus buntu menyebabkan obstruksi
lumen sehingga terjadi penekanan pada lumen. Tekanan intralumen meningkat
menyebabkan aliran balik vena menurun.
Pada keadaan tersebut disertai pengaruh virus mengakibatkan edema mukosa
terjadi proses inflamasi kemudian terjadi infeksi. Infeksi yang berlangsung
tanpa pengobatan menyebabkan perporasi kemudian peritonitis sehingga
timbul masalah keperawatan: infeksi.
Terjadinya penurunan hidrasi pada vena mengakibatkan distensi jaringan usus
terjadi penekanan saraf dan rangsangan pada serabut saraf myelin diteruskan ke
talamus sehingga timbul rasa nyeri. Rangsangan talamus juga akan
mempengaruhi pusat refleks mual dan muntah sehingga intake kurang yang
dapat menimbulkan masalah: potensial terjadi kekurangan volume cairan dan
potensial terjadi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan.
Terjadinya masalah nyeri menimbulkan kelemahan dan gangguan psikologis
sehingga bisa timbul masalah keperawatan:
Kecemasan Potensial terjadi intoleransi aktivitas atau penurunan kemampuan rawat
diri.
VI. KOMPLIKASI
1. Ruptus apendiks
2. Perforasi
3. Peritonitis
VII. PENATALAKSANAAN
Prinsipnya bila diagnosis Apendisitis akut ditegakkan segera lakukan
apendoktomi
-
25
Konservatif
Dilakukan pada:
Infiltrat apendikular Abses apendikular Tindakan berupa:
Bedrest total, kepala ditinggikan Diet cair, lunak, rendah serat Antibiotik yang sesuai (sprektrum luas) Observasi dilakukan 2 4 x/hari
- Nyeri, massa, konsistensi
- Nadi, suhu
- Lab: leukosit
- Tanda peritonitis
Bila pada observasi gejala menetap atau bertambah: lakukan segera apendoktomi emergensi
Bila ada perbaikan lakukan apendoktomi elektif.
Pembedahan
Sebaiknya dilakukan 2 x 24 jam Makan insisi
Insisi grid iron, insisi Lonz
-
26
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
A. Data Biografi: Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan
B. Data Dasar Pengkajian Klien (Pra operasi) 1. Aktivitas/istirahat
Gejala: malaise
2. Sirkulasi
Tanda: takikardia
3. Eliminasi
Gejala:
Konstipasi pada awitan awal Diare (kadang-kadang) Tanda:
Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan Penurunan atau tidak ada bising usus
4. Makanan/cairan
Gejala:
Anoreksia Mual/muntah
5. Nyeri/kenyamanan
Gejala: Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang
meningkat beat dan terlokalisasi pada titik MC Burney
(setengah jarak antara umbilicus di tulang ileum kanan)
meningkat karena berjalan, bersin, batuk atau nafas dalam
(nyeri berhenti tiba-tiba diduga perforasi atau infark pada
apendiks).
-
27
Keluhan berbagi rasa nyeri/gejala tidak jelas (sehuhubungan
dengan lokasi apendiks, contoh retrosekal atau sebelah ureter.
Tanda: Perilaku hati-hati, berbaring ke samping atau telentang dengan
lutut ditekuk, meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah
karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
Nyeri lepas pada sisi kiri diduga inflamasi peritoneal.
6. Keamanan
Tanda: demam (biasanya rendah)
7. Pernafasan
Tanda: takipnea, pernafasan dangkal.
C. Data Fokus Anamnesis
a. Sakit sekitar pusat dan epigastrium
- Nyeri samar/tumpul
- Kadang kolik obstruksi - Beberapa jam kemudian (4 6 jam) berpindah jam kemudian
b. Sakit perut kanan bawah, menetap:
- Nyeri tajam, jelas/nyeri somatic
- Terutama di titik MC Burney
- Sakit bila berjalan, nafas dalam, mengedan atau batuk akibat
perangsangan peritoneum.
c. Nafsu makan hilang
d. Mual dan muntah
e. Konstipasi, diare (bila letak pelvinal mengiritasi rectum)
f. Sakit seluruh perut bila ada sudah peritonitis.
Pemeriksaan fisik:
a. Demam ringan 37,5 38,5 C
b. Demam meningkat abses, peritonitis c. Nadi cepat abses, peritonitis
-
28
d. Kurang bergerak, paha difleksikan
Inspeksi:
Tidak tampak kelainan Penonjolan perut kanan bawah bila sudah ada infiltrat atau abses Kembung
Palpasi:
Nyeri tekan perut kanan bawah (titik MC Burney) Teraba massa di perut kanan bawah bila sudah terbentuk abses. Bloomberg sign: tekan perlahan, lalu lepas tiba-tiba sakit Rousing sign: tekan perut kiri bawah lalu didorong ke kanan sakit Obturator sign: fleksi dan endorotasi sendi panggul sakit. Perkusi:
Pekak hepar hilang bila sudah ada perforasi
Auskultasi:
Peristaltik normal kecuali bila ada peritonitis
D. Pemeriksaan Diagnostik
SDP: leukositosis di atas 12.000/mm3, neutrofil meningkat sampai 75 %
Urinalisis: normal, tetapi eritrosit leukosit mungkin ada Foto abdomen: dapat menyatakan adanya pengerasan material pada
apendiks (fekalit), ileus terlokalisir
USG: massa infiltrat atau abses Penuntun drainase abses perkutan
Laporaskopi: untuk kasus yang meragukan
-
29
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
A. Pengelompokan Data
1. Data Subjektif
Keluhan nyeri perut bagian kanan bawah dan nyeri bertambah bila bersin, batuk dan jalan.
Klien berbaring dengan lutut ditekuk Nafsu makan hilang Mual dan muntah Kadang susah BAB atau diare
2. Data Objektif
Wajah tampak meringis Klien berbaring dengan lutut ditekuk Nyeri tekan pada MC Burney Nyeri tekan bila dilakukan Bloomberg Sign, Rousing Sign,
Obturator sign, psoas sign.
Peristaltik normal atau menurun Observasi pernafasan: 24 x menit
Nadi: 100 x/menit
Distensi abdomen Demam berkisar 37,5 38,5 C
B. Analisa Data
No Data Kemungkinan Penyebab Masalah 1. Obstruksi
Tekanan intralumen
meningkat
Mucus tertimbun
Edema mukosa
Potensial
terjadi
infeksi
-
30
Luserasi
Diagnosis lambat
Terjadi masa infiltrat 2. DS:
- Pasien mengeluh nyeri
perut kanan bawah dan
bertambah bila bersin,
batuk dan jalan.
- Berbaring ke samping
dengan lutut ditekuk
- Wajah tampak meringis
- Observasi tanda-tanda
vital
- 24 x menit
- N: 100 x/menit
Distensi jaringan usus
Penekanan saraf
Perangsangan pada serabut saraf myelin
Talamus
Menganalisa cepat lokasi nyeri dan intensitasnya
Nyeri akut.
C. Prioritas Masalah
1. Infeksi: aktual/potensial
2. Nyeri
3. Potensial gangguan nutrisi
4. Intoleransi aktivitas
5. Penurunan kemampuan rawat diri
6. Kecemasan
7. Kurang pengetahuan
D. Perumusan Diagnosa Keperawatan
1. Potensial terjadi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan utama.
2. Nyeri akut berhubungan dengan jaringan usus oleh inflamasi
3. Potensial gangguan nutrisi berhubungan dengan mual dan muntah
-
31
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri akut
5. Penurunan kemampuan rawat diri berhubungan dengan nyeri akut
6. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
III. PERENCANAAN
1. Potensial terjadi infeksi berhubungan dengan:
- Tidak adekuatnya pertahanan utama; perforasi
- Prosedur invasive/insisi bedah
Ditandai dengan:
- Keluhan nyeri
Tujuan: infeksi tidak terjadi dalam waktu 3 4 hari dengan kriteria:
- Meningkatnya penyembuhan luka dengan benar
- Bebas dari tanda infeksi seperti: demam, bengkak, nyeri, kemerahan
Intervensi:
a. Awasi TTV, perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan
mental, meningkatnya nyeri abdomen.
Rasional: dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses, peritonitis.
b. Lihat insisi dan balutan. catat karakteristik drainase luka/drain (bila ada)
adanya eritema.
Rasional: memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi, dan atau
pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya.
c. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptik.
Berikan perawatan paripurna.
Rasional: Menurunkan resiko penyebaran infeksi
d. Berikan informasi yang tepat, jujur pada klien/orang terdekat.
Rasional: pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan
emosi, membantu menurunkan ansietas.
-
32
e. Ambil contoh drainase bila diindikasikan
Rasional: kultur pewarnaan gram dan sensitivitas berguna untuk
mengidentifikasi organisme penyebab dan pilihan terapi.
f. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik
Rasional: mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan
jumlah organisme (pada infeksi yang telah ada sebelumnya) untuk
menurunkan pengobatan dan pertumbuhannya pada rongga abdomen.
g. Bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan
Rasional: dapat diperlukan untuk mengalirkan isi abses terlokalisir
2. Nyeri akut berhubungan dengan:
- Distensi jaringan usus oleh inflamasi
- Adanya insisi bedah
Ditandai dengan:
- Nyeri pada perut kanan bawah dan bertambah bila bersin, batuk dan
jalan.
- Berbaring ke samping dengan lutut ditekuk
- Wajah tampak meringis
- Observasi pernafasan: 16 20 x/menit, Nadi: 60 - 100 x/menit
Intervensi:
a. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, bertanya (skala 0 10). Selidiki
dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
Rasional: berguna dalam pengawasan, keefektifan obat, kemajuan
penyembuhan. Perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan
terjadinya abses/peritonitis, memerlukan upaya evaluasi medik dan
intervensi.
b. Observasi TTV
Rasional: deteksi dini terhadap potensial masalah dengan intervensi
segera dapat mencegah akibat serius.
c. Pertahankan istirahat dengan posisi semi Fowler
-
33
Rasional: gravitasi melokalisasi eksudat, inflamasi dalam abdomen
bawah atau pelvis, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah
dengan posisi telentang.
d. Pertahankan tirah baring
Rasional: Tirah baring mengurangi penggunaan energi dan membantu
mengontrol nyeri dengan mengurangi kebutuhan untuk kontraksi otot.
e. Dorong ambulasi dini
Rasional: meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang
peristaltik dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen.
f. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi misalnya: tarik nafas dalam
Rasional: fokus perhatikan kembali, meningkatkan relaksasi dan dapat
meningkatkan kemampuan koping
g. Berikan kirbat es pada abdomen
Rasional: menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan
rasa ujung saraf.
h. Kolaborasi untuk pemberian analgetik
Rasional: menghilangkan nyeri, mempermudah kerjasama dengan
intervensi terapi lain misalnya: ambulasi
i. Kolaborasi untuk pertahankan puasa/penghisapan nasogastrik pada awal
Rasional: menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus dini dan
iritasi gaster/muntah.
IV. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan jumlah intervensi yang ada.
V. EVALUASI
1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 hari tujuan dan kriteria
berhasil rencana tindakan dihentikan
2. Setelah pemberian injeksi nofalgin nyeri teratasi dan rencana tindakan
dihentikan
-
34
DAFTAR PUSTAKA
Carpenitu, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Edisi 2, EGC, Jakarta, 1999.
Doengoes, dkk., Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta, 2000. Price Sylvia & Wilson, Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit, Edisi 4
Buku I, EGC, Jakarta, 1995.
Suyono Slamet, dkk., Ilmu Penyakit Dalam, Edisi III, FKUI, Jakarta, 2001.