askep gastrointertinal-kolitis ulseratif & apensiditis

35
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM GASTROINTESTINAL “KOLITIS ULSERATIF DAN APENDISITIS” BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kolitis ulseratif masuk dalam kategori Inflammatory Bowel Disease (IBD)/penyakit inflamasi usus karena penyakit ini merupakan penyakit yang belum diketahui penyebabnya dengan prevalensi berkisar 10 - 20 x, terjadi pada usia muda (umur 25 – 30 tahun) wanita dan pria sama tetapi ada perbedaan dalam geografis dan sosial ekonomi tinggi. Dari berbagai data kepustakaan didapatkan insiden Kolitis ulseratif di Indonesia belum jelas tetapi bertitik tolak pada data endoskopi di sub bagian gastroentologi RSU PN (M Jakarta diperoleh gambaran bahwa terdapat ± 20 kasus Kolitis ulseratif dari 700 pemeriksaan kolonoskopi atas berbagai indikasi (tahun 1991– 1995) sedangkan tahun 1996 dari 72 kasus didapatkan kasus Kolitis ulseratif 18. Data di masyarakat mungkin lebih tinggi daripada data yang ada di RS, mengingat sarana endoskopi belum tersedia merata di pusat pelayanan kesehatan di Indonesia. Dengan mengetahui data di atas dapat diketahui bahwa dari tahun ke tahun prevalensi Kolitis ulseratif meningkat. Apendisitis merupakan kasus GI terbanyak pada bedah emergensi insiden tinggi di negara maju (diet rendah serat) terutama umur 10 – 30 tahun dan laki-laki lebih banyak daripada wanita. Apendisitis adalah radang apendiks yang disebabkan oleh obstruksi atas pasase infeksi di mana jarang ditemukan pada: Anak: apendiks pendek, lumen lebar, bentuk kerucut (peroksimal lebar, distal menyempit). Orang tua: lumen mengecil/fibrotik.

Upload: sukma-ardi

Post on 24-Nov-2015

114 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

askep

TRANSCRIPT

  • ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM GASTROINTESTINAL KOLITIS ULSERATIF DAN APENDISITIS

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG

    Kolitis ulseratif masuk dalam kategori Inflammatory Bowel Disease

    (IBD)/penyakit inflamasi usus karena penyakit ini merupakan penyakit yang belum

    diketahui penyebabnya dengan prevalensi berkisar 10 - 20 x, terjadi pada usia muda

    (umur 25 30 tahun) wanita dan pria sama tetapi ada perbedaan dalam geografis dan

    sosial ekonomi tinggi.

    Dari berbagai data kepustakaan didapatkan insiden Kolitis ulseratif di

    Indonesia belum jelas tetapi bertitik tolak pada data endoskopi di sub bagian

    gastroentologi RSU PN (M Jakarta diperoleh gambaran bahwa terdapat 20 kasus

    Kolitis ulseratif dari 700 pemeriksaan kolonoskopi atas berbagai indikasi (tahun 1991

    1995) sedangkan tahun 1996 dari 72 kasus didapatkan kasus Kolitis ulseratif 18.

    Data di masyarakat mungkin lebih tinggi daripada data yang ada di RS,

    mengingat sarana endoskopi belum tersedia merata di pusat pelayanan kesehatan di

    Indonesia.

    Dengan mengetahui data di atas dapat diketahui bahwa dari tahun ke tahun

    prevalensi Kolitis ulseratif meningkat.

    Apendisitis merupakan kasus GI terbanyak pada bedah emergensi insiden

    tinggi di negara maju (diet rendah serat) terutama umur 10 30 tahun dan laki-laki

    lebih banyak daripada wanita. Apendisitis adalah radang apendiks yang disebabkan

    oleh obstruksi atas pasase infeksi di mana jarang ditemukan pada:

    Anak: apendiks pendek, lumen lebar, bentuk kerucut (peroksimal

    lebar, distal menyempit).

    Orang tua: lumen mengecil/fibrotik.

  • 1

    B. TUJUAN

    1. Tujuan Umum

    Untuk mengurangi angka kesakitan dan meningkatkan derajat kesehatan.

    2. Tujuan Khusus

    a. Memperoleh gambaran mengenai penyakit Kolitis ulseratif dan

    Apendisitis

    b. Mampu mengidentifikasi kasus gangguan sistem pencernaan khususnya

    Kolitis ulseratif dan Apendisitis sehingga dapat mengatasi masalah

    keperawatan yang terjadi.

    c. Mampu mengenali pengkajian sampai evaluasi yang sering terjadi pada

    klien dengan Kolitis ulseratif dan Apendisitis.

    C. KEGUNAAN PENULISAN

    Dalam penulisan makalah ini, penulis mengharapkan agar hasil makalah ini

    dapat dipergunakan sebagai:

    1. Kegunaan Ilmiah

    - Sebagai bahan bacaan

    - Sebagai salah satu tugas akademik

    2. Kegunaan Praktis

    Manfaat bagi tenaga perawat dalam penerapan asuhan keperawatan pada

    klien dengan Kolitis ulseratif dan Apendisitis.

  • 2

    BAB II

    TINJAUAN TEORI

    1. Kolitis ulseratif

    I. DEFINISI

    Kolitis ulseratif merupakan penyakit radang kolon nonspesifik yang umumnya

    berlangsung lama disertai masa remisi dan eksasorbasi yang berganti-ganti.

    II. ETIOLOGI

    Etiologi belum diketahui faktor genetik tampaknya berperanan dalam etiologi.

    Otoimunitas berperanan dalam patogenesis.

    III. GAMBARAN KLINIS

    Terdapat tiga tipe klinis:

    1. Kolitis ulseratif akut fulminan ditandai oleh awitan mendadak disertai diare

    berdarah, nausea, muntah-muntah yang hebat, demam prognosis jelek dan

    sering terjadi komplikasi mengakolon toksik.

    2. Kolitis ulseratif kronik intermitten (rekuren)

    Timbulnya cenderung pelan-lean selama berbulan-bulan sampai bertahun-

    tahun. Bentuk ringan penyakit ditandai oleh serangan singkat yang terjadi

    dengan interval berbulan-bulan sampai bertahun-tahun dan berlangsung 1

    3 bulan. Mungkin hanya terdapat sedikit atau tidak ada demam diare

    mungkin ringan, perdarahan ringan dan intermiten biasanya hanya colon

    bagian distal yang terserang.

    3. Kolitis ulseratif kronik kontinyu.

    Demam dan gejala-gejala sistemik dapat timbul pada bentuk yang lebih

    berat dan serangan berlangsung 3 atau 4 bulan pada keadaan ini penderita

    diare terus-menerus colon yang terserang cenderung lebih luas.

    Defekasi lebih dari 6 x sehari disertai banyak darah dan mucus nyeri kolik

    hebat.

  • 3

    IV. PATOFISIOLOGI PENYIMPANGAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA Faktor genetik saluran cerna Reaksi inflamasi di lapisan dan dinding usus Pembengkakan Ulserasi Infeksi kuman Mengeluarkan toksin Lesi pada Meningkatnya Permeabilitas mukosa usus motilitas usus meningkat Pembentukan Gangguan Kesempatan Sekresi air dan abses nutrisi kurang absorbsi > Nyeri Intoleransi aktivitas Gangguan Dehidrasi Volume cairan kurang istirahat tidur dari kebutuhan Tukak tersebar Stadium lanjut Tahap kronik Informasi Konsentrasi kurang CES meningkat Terjadi Faktor Tidak Tekanan perdarahan yang psikologis menggunakan osmotik terus-menerus sumber menurun Resti anemia Pengulangan Salah CES menurun dalam periode persepsi waktu Shock Kecemasan Kurang Gangguan Pengetahuan perfusi jaringan

    Keterangan:

    Faktor genetik berpengaruh pada saluran pencernaan terjadi reaksi inflamasi di

    lapisan dan di dinding usus sehingga terjadi pembengkakan dan ulsarasi

  • 4

    sehingga menimbulkan kuman untuk berkembang biak dan mengeluarkan

    toksin sehingga motilitas usus dan permeabilitas meningkat menyebabkan

    absorbsi kurang dan terjadi diare sehingga dapat timbul masalah keperawatan

    seperti

    Nutrisi kurang dari kebutuhan karena terjadinya diare dan absorbsi yang kurang.

    Gangguan eliminasi BAB: diare Potensial terjadi gangguan integritas kulit; perianal Gangguan istirahat tidur Gangguan aktivitas akibat diare dan rasa nyeri. Diare yang terus-menerus menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit tubuh

    sehingga masuk dalam tahap dehidrasi sehingga timbul masalah keperawatan

    volume cairan kurang dari kebutuhan.

    Terjadinya dehidrasi menyebabkan konsentrasi CES meningkat, tekanan

    osmotik menurun sehingga CES menurun yang dapat menimbulkan syok

    sehingga timbul masalah keperawatan gangguan perfusi jaringan.

    Dari ulserasi menimbulkan lesi pada mukosa, terbentuk abses dan pecah.

    Timbul iritasi mukosa menyebabkan nyeri.

    Dari iritasi yang berkelanjutan menimbulkan tukak yang meluas sehingga

    terjadi perdarahan yang terus-menerus, timbul masalah keperawatan resiko

    tinggi anemia.

    Tukak yang meluas dan ada pengobatan masuk dalam tahap kronik

    menimbulkan gangguan psikologis sehingga timbul masalah keperawatan

    kecemasan dan dapat juga disebabkan oleh kurang pengetahuan.

    V. PENGOBATAN

    Tidak ada pengobatan spesifik untuk Kolitis ulseratif, tujuan terapi adalah

    mengatasi peradangan, mempertahankan status gizi penderita, meringankan

    gejala dan mencegah infeksi.

  • 5

    Misalnya: sulfonamide, diit rendah residu tinggi protein, tingtura opium dan

    paregonik

    Bila tindakan medis tidak berhasil, maka dilakukan kolektomi total dan

    pembuatan ileotomi permanen.

    VI. KOMPLIKASI

    Bersifat lokal atau sistemik

    - Fistula dan fisura abses rectal

    - Dilatasi toksik atau megakolon

    - Perforasi usus

    - Karsinoma kolon

  • 6

    BAB III

    ASKEP PADA KLIEN DENGAN KOLITIS ULSERATIF

    I. PENGKAJIAN/PENGUMPULAN DATA

    A. Data Biografi: Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan

    B. Data Dasar Pengkajian Klien 1. Aktivitas/istirahat

    Gejala:

    Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah Insomnia, tidak tidur semalaman karena diare Merasa gelisah dan ansietas Pembatasan aktivitas/kerja sehubungan dengan efek proses

    penyakit.

    2. Sirkulasi

    Tanda:

    Takikardia Crospons terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi, dan nyeri

    Kemerahan area akimonsis (kekurangan vitamin K) TD: hipotensi, termasuk postural Kulit/membran mukosa, turgor buruk, kering, lidah pecah

    (dehidrasi/malnutrisi)

    3. Integritas ego

    Gejala:

    Ansietas, ketakutan, emosi, kesal, misalnya perasaan tak berdaya/tak ada harapan

    Faktor stress akut/kronis, misalnya hubungan dengan keluarga/pekerjaan, pengobatan yang mahal

    Faktor budaya peningkatan prevalensi dari populasi Yahudi

  • 7

    Tanda:

    Menolak, perhatian menyempit, depresi. 4. Eliminasi

    Gejala:

    Tekstur feses bervariasi dari bentuk lunak sampai batu atau berair Episode diare berdarah tak dapat diperkirakan, hingga timbul,

    sering tak dapat dikontrol (sebanyak 20 30 kali defekasi/hari)

    Perasaan dorongan/kram (temosmus), defekasi berdarah/pus/ mukosa dengan atau tanpa keluar feses.

    Perdarahan per rectal Riwayat batu ginjal (dehidrasi) Tanda:

    Menurunnya bising usus, tak ada peristoltik atau adanya peristoltik yang dapat dilihat.

    Hemosoid, fisura anal (25 %), fisura perianal Oliguria.

    5. Makanan/cairan

    Gejala:

    Anoreksia, mual/muntah Penurunan berat badan Tidak toleran terhadap diet/sensitif misalnya buah segar/sayur Produk susu makanan berlemak. Tanda:

    Penurunan lemak subkutan/massa otot Kelemahan tonus otot dan turgor kulit buruk Membran mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut

  • 8

    6. Higiene

    Tanda:

    Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri Stomatitis menunjukkan kekurangan vitamin Bau badan

    7. Nyeri/kenyamanan

    Gejala:

    Nyeri/nyeri tekan pada kwadran kiri bawah (mungkin hilang dengan defekasi)

    Titik nyeri berpindah, nyeri tekan (arthritis) Nyeri mata, fotofobia (iritis) Tanda:

    Nyeri tekan abdomen/distensi 8. Keamanan

    Gejala:

    Riwayat lupus eritoma tous, anemia hemolitik, vaskulitis,. Arthritis (memperburuk gejala dengan eksoserbasi penyakit usus) Peningkatan suhu 39,6 40 C (eksoserbasi akut) Penglihatan kabur Alergi terhadap makanan/produk susu (mengeluarkan histamine ke

    dalam usus dan mempunyai efek inflamasi)

    Tanda:

    Lesi kulit mungkin ada misalnya: eritoma nodusum (meningkat), nyeri, kemerahan dan membengkak pada tangan, muka, plodeima

    gangrionosa (lesi tekan purulen/lepuh dengan batas keunguan)

    Ankilosa spondilitis Uveitis, kongjutivitis/iritis.

  • 9

    9. Seksualitas

    Gejala: frekuensi menurun/menghindari aktivitas seksual

    10. Interaksi sosial

    Gejala:

    Masalah hubungan/peran sehubungan dengan kondisi Ketidakmampuan aktif dalam sosial

    Pemeriksaan Diagnostik

    - Contoh feses (pemeriksaan digunakan dalam diagnosa awal dan selama

    kemajuan penyakit): terutama mengandung mukosa, darah, pus dan

    organisme usus khususnya entomoeba histolytica.

    - Protosigmoi doskopi: memperlihatkan ulkus, edema, hiperermia, dan

    inflamasi (akibat infeksi sekunder mukosa dan submukosa). Area yang

    menurun fungsinya dan perdarahan karena nekrosis dan ulkus terjadi pada

    35 % bagian ini.

    - Sitologi dan biopsy rectal membedakan antara pasien infeksi dan karsinoma. Perubahan neoplastik dapat dideteksi, juga karakter infiltrat

    inflamasi yang disebut abses lapisan bawah.

    - Enema bartum, dapat dilakukan setelah pemeriksaan visualisasi dilakukan,

    meskipun jarang dilakukan selama akut, tahap kambuh, karena dapat

    membuat kondisi eksasorbasi.

    - Kolonoskopi: mengidentigikasi adosi, perubahan lumen dinding,

    menunjukkan obstruksi usus.

    - Kadar besi serum: rendah karena kehilangan darah.

    - Masa protromlain: memanjang pada kasus berat karena gangguan faktor

    VII dan X disebabkan oleh kekurangan vitamin K.

    - ESR: meningkat karena beratnya penyakit

    - Trombosis: dapat terjadi karena proses penyakit inflamasi.

    - Elektrolit: penurunan kalium dan magnesium umum pada penyakit berat.

  • 10

    - Kadar albumin: penurunan karena kehilangan protein plasma/gangguan

    fungsi hati.

    - Alkalin fosfolase: meningkat, juga dengan kolesterol serum dan

    hipoproteinemia, menunjukkan fungsi hati.

    - Sumsum tulang: menurun secara umum pada tipe berat/inflamasi panjang.

    - Darah lengkap: dapat menunjukkan anemia hipokronik (penyakit aktif

    umum terjadi secara kehilangan dan kekurangan besi), leukositosis dapat

    terjadi, khususnya pada kasus berat atau komplikasi dan pada klien dengan

    terapi steroid.

    II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

    A. Pengelompokan Data 1. Data Subjektif

    - Keluhan nyeri perut, merasa lemah dan lelah

    - Nafsu makan kurang, mual dan muntah

    - Keluhan cemas dan takut

    - Sering BAB encer ada darah (6 7 x/hari)

    - Keluhan BAB biasa tidak dirasa

    2. Data Objektif

    - Ekspresi wajah meringis dan sering memegangi perutnya

    - Membran mukosa dan kulit kering, turgor kulit menurun, bibir

    pecah-pecah

    - Penurunan berat badan

    - Takikardi > 100 x/menit

    - Demam 38 C

    - Peristaltik 30 x/menit

    - Tampak pucat

  • 11

    B. Analisa Data

    No Data Kemungkinan Penyebab Masalah 1. DS:

    - Sering BAB encer,

    kadang bercampur darah

    dan nyeri perut

    - Mual muntah

    DO:

    - Membran mukosa dan

    kulit kering

    - Turgor kulit jelek

    - Bibir pecah-pecah

    - Keluaran urine sedikit 1

    ml/jam

    - Observasi tanda-tanda

    vital:

    S: 38 C

    N: 100 x/menit

    TD: 100/60 mmHg

    P: 20 x/menit

    Motilitas usus meningkat

    Kesempatan absorpsi

    berkurang

    Diare berlangsung lama

    Kehilangan cairan dan

    elektrolit

    Dehidrasi

    Volume

    cairan

    kurang dari

    kebutuhan

    tubuh

    2. DS:

    - Pernyataan tidak ada

    nafsu makan

    - Klien mengeluh mual

    muntah

    DO:

    - Berat badan menurun

    - Penurunan lemak

    subkutan

    Meningkatnya motilitas

    usus

    Kesempatan absorpsi

  • 12

    - Tonus otot buruk

    - Bunyi usus hiperaktif

    - Konjungtiva dan

    membran mukosa pucat

    - Pasien muntah

    3. DS:

    - Defekasi sering dan

    berair

    - Usus berwarna merah

    - Nyeri perut tiba-tiba

    DO:

    - Peningkatan bunyi

    usus/peristaltic

    - Veses tampak bercampur

    darah

    - Wajah tampak meringis

    Faktor genetik

    Reaksi inflamasi di

    lapisan dan dinding usus

    Infeksi

    Ulserasi

    Permeabilitas usus

    meningkat

    Sekresi air dan elektrolit

    Gangguan metabolisme

    air dan elektrolit di usus

    Isi rongga usus >>

    Gangguan

    eliminasi

    BAB

    C. Prioritas Masalah 1. Volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh

    2. Resiko tinggi terjadinya gangguan perfusi jaringan

    3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

  • 13

    4. Resiko tinggi terjadi anemia

    5. Nyeri

    6. Potensial gangguan integritas kulit: perianal

    7. Intoleransi aktivitas

    8. Gangguan istirahat tidur

    9. Kecemasan

    10. Kurang pengetahuan: mengenai keadaan prognosis dan pengobatan

    D. Perumusan Diagnosa Keperawatan 1. Volume cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan pemasukan

    terbatas.

    2. Resiko tinggi terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan

    terjadinya syok

    3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan

    absorbsi usus

    4. Resiko tinggi terjadi anemia berhubungan dengan perdarahan yang

    terus-menerus.

    5. Nyeri berhubungan dengan iritasi pada mukosa

    6. Potensial gangguan integritas kulit: perianal berhubungan dengan diare

    yang terus-menerus.

    7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan diare

    8. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan diare

    9. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan

    10. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

    III. PERENCANAAN

    1. Volume cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan:

    - Pemasukan terbatas.

    - Pengeluaran berlebihan

  • 14

    Ditandai dengan:

    - Sering BAB encer, kadang bercampur darah dan nyeri perut

    - Mual muntah

    - Membran mukosa dan kulit kering

    - Turgor kulit jelek

    - Bibir pecah-pecah

    - Keluaran urine sedikit 1 ml/jam

    - Observasi tanda-tanda vital:

    S: 38 C

    N: 100 x/menit

    TD: 100/60 mmHg

    P: 20 x/menit

    Tujuan:

    Volume cairan adekuat setelah pemberian terapi dalam waktu 1 x 24 jam

    dengan kriteria:

    - Membran mukosa lembab

    - Turgor kulit baik

    - Pengisian kapiler baik

    - Keseimbangan intake dan output dengan urine rata-rata 1 ml/menit

    - Tanda-tanda vital

    S: 37 C

    N: 80 x/menit

    TD: 120/80 mmHg

    P: 20 x/menit

    Intervensi:

    a. Awasi masukan dan haluaran, karakter dan jumlah feses; perkirakan

    kehilangan yang tak terlihat, misalnya berkeringat, ukur berat jenis urine,

    observasi oliguria.

  • 15

    Rasional: memberikan informasi tentang keseimbangan cairan, fungsi

    ginjal, dan kontrol penyakit usus juga merupakan pedoman untuk

    penggantian cairan.

    b. Observasi TTV (TD, nadi, suhu)

    Rasional: hipotensi, takikardi, demam dapat menunjukkan respon

    terhadap dan atau efek kehilangan cairan

    c. Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa, penurunan

    turgor kulit, pengisian kapiler lambat

    Rasional: menunjukkan kehilangan cairan berlebihan/dehidrasi

    d. Ukur BB tiap hari

    Rasional: indikator cairan dan status nutrisi

    e. Observasi perdarahan dan tes feses tiap hari untuk melihat adanya darah

    samar.

    Rasional: diet tak adekuat dan penurunan absorpsi dapat menimbulkan

    defisiensi vitamin K dan merusak koagulasi, potensial resiko perdarahan.

    f. Pertahankan pembatasan per oral, tirah baring, hindari kerja.

    Rasional: kolon diistirahatkan untuk penyembuhan dan untuk

    menurunkan kehilangan cairan usus.

    g. Catat kelemahan otot atas disritmia jantung.

    Rasional: kehilangan usus berlebihan dapat menimbulkan

    ketidakseimbangan elektrolit, misalnya kalium yang perlu untuk fungsi

    tulang dan jantung.

    h. Kolaborasi cairan parenteral, transfusi darah bila perlu

    Rasional: mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggantian

    cairan untuk memperbaiki kehilangan.

    i. Awasi hasil laboratorium: elektrolit (kalium, magnesium), GDA

    Rasional: menentukan kebutuhan penggantian dan keefektifan terapi.

  • 16

    2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

    - Gangguan absorbsi usus

    Ditandai dengan:

    - Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/massa otot, tonus

    otot buruk

    - Bunyi usus hiperaktif

    - Konjungtiva dan membran mukosa pucat

    - Nafsu makan kurang, mual, muntah

    Tujuan:

    Kebutuhan nutrisi dapat dipertahankan dalam 3 x 24 jam dengan kriteria:

    - BB meningkat secara bertahap

    - Tidak ada tanda malnutrisi seperti kulit kering

    Intervensi:

    a. Berikan fungsi parenteral (NPT) sesuai pesanan dan intervensi berikut

    - Ajarkan perawatan kateter akses vena jangka panjang

    Rasional: NPT adalah tindakan pilihan bila terjadi penurunan BB.

    Klien memerlukan 45 50 kkal, 2 g protein/kg/BB/hari. Ini

    memungkinkan peningkatan berat badan kira-kira 8 oz/hari

    - Pertahankan status puasa dan tirah baring

    Rasional: menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah

    penurunan kalori. Status puasa menurunkan aktivitas mekanis, fisik

    dan kimia usus.

    - Berikan dukungan psikososial dan keyakinan selama pengistirahatan

    usus dan NPT

    Rasional: status puasa yang lama mengganggu baik secara sosial

    maupun psikologis

  • 17

    b. Sapih klien dari NPP saat diinstruksikan:

    - Gunakan pendekatan yang konsisten, meyakinkan, rileks dan

    perawatan kateter NPT. Berikan dukungan emosional selama proses

    penyapihan.

    Rasional: klien yang menerima NPT biasanya memandang NPT

    sebagai penopang hidupnya. Dengan pendekatan ia akan merasa

    melindungi alat tersebut.

    - Yakinkan klien bahwa penurunan berat badan selama minggu I

    penghentian NPT adalah karena kehilangan cairan.

    Rasional: klien umumnya kehilangan 4 5 lb cairan

    - Bantu klien membuat harapan realistik untuk peningkatan berat badan

    setelah penghentian NPT.

    Rasional: klien dapat memperkirakan peningkatan BB pada pola

    makan per oral.

    - Dorong penggunaan minuman tinggi protein dengan makanan

    Rasional: mungkin diperlukan suplemen diet untuk memenuhi

    kebutuhan nutrisi

    c. Bantu klien dalam melakukan masukan makanan per oral.

    - berikan dorongan masukan cairan yang mengandung kalori daripada

    masukan cairan seperti soda. Hindari makanan yang menyebabkan

    kram abdomen.

    Rasional: minuman yang banyak mengandung kalori dapat

    membantu mencegah malnutrisi, mencegah serangan akut.

    - Kaji penerimaan klien dan respons terhadap masukan cairan per oral.

    Rasional: kemampuan untuk mengabsorpsi nutrien harus dievaluasi

    setiap hari

    - Mulai makanan formula dalam bentuk yang diencerkan dan

    tingkatkan sampai bentuk terkental yang dapat ditoleransi

  • 18

    Rasional: bila klien tak dapat mentoleransi diet reguler dapat

    diberikan elemen makanan karena eleman makanan dapat ditoleransi

    karena batas zat sisa, nutrisi seimbang.

    - Berikan berbagai rasa elemen makanan dan pertahankan agar tetap

    dingin

    Rasional: diet elemen mempunyai bau dan rasa tak sedap karena

    adanya asam amino.

    - Bantu klien dengan beralih pada makanan lunak, saring dan makanan

    padat rendah sisa dan berikan dorongan untuk resing makan tinggi

    kalori.

    Rasional: diperlukan pengenalan makanan padat secara bertahap

    untuk mengungkap nyeri dan peningkatan toleransi .

    - Ajarkan klien untuk menghindari buah mentah, rempah, alkohol,

    makanan gorengan.

    Rasional: makanan dan cairan jenis ini dapat mengiritasi saluran GI,

    - berikan kebersihan oral

    Rasional: mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makanan.

    - Timbang berat badan tiap hari

    Rasional: memberikan informasi tentang kebutuhan diet/keefektifan

    terapi.

    - Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat

    a. Donnatal, natrium barbital.

    Rasional: antikolinorgik diberikan 15 30 menit sebelum makan

    memberikan penghilangan kram dan diare.

    b. Beri imeron injeksi.

    Rasional: mencegah/mengobati anemia, oral tidak diberikan

    karena gangguan usus.

    3. Gangguan eliminasi BAB berhubungan dengan:

    - meningkatnya motilitas usus

  • 19

    Ditandai dengan:

    - Peningkatan bunyi usus/peristaltic

    - Defekasi sering dan berair

    - Veses berwarna merah

    - Nyeri perut tiba-tiba

    - Wajah tampak meringis

    Tujuan:

    Diare tidak terjadi setelah dilakukan tindakan dalam jangka waktu 2 x 24

    jam

    - Penurunan frekuensi defekasi konsistensi kembali normal

    - Peristaltik normal

    - Nyeri dan kram abdomen tidak ada

    Intervensi:

    a. Observasi dan catat frekuensi defekasi konsistensi karakteristik, jumlah

    dan faktor pencetus

    Rasional: membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji berat

    dan episode

    b. Mulai lagi memasukkan cairan peroral secara bertahap

    Rasional: memberikan istirahat colon dan menghilangkan atau

    menurunkan rangsang makanan / cairan, maka kembali secara bertahap

    mencegah kram dan diare berulang.

    c. Identifikasi makanan dan cairan yang mencetuskan diare misalnya:

    bumbu-bumbu, produk susu.

    Rasional: menghindari iritan, meningkatnya istirahat usus.

    d. Observasi demam, takikardi, letargi, leukositosis, penurunan protan

    serum.

    Rasional: tanda bahwa toksik megakolon oleh perforasi dan peritonitis

    akan terjadi/telah terjadi memerlukan intervensi medik segera.

  • 20

    e. Berikan kesempatan untuk menyatakan frustasi sampai dengan proses

    penyakit.

    Rasional: adanya penyakit dengan penyebab tidak diketahui sulit untuk

    sembuh dan yang memerlukan intervensi bedah dapat menimbulkan

    stress.

    f. Tingkatkan tirah baring, berikan alat-alat di samping tempat tidur.

    Rasional: istirahat menurunkan motilitas usus juga memerlukan laju

    metabolisme bila infeksi dan perdarahan sebagai komplikasi. Defekasi

    tiba-tiba dapat terjadi tanpa terasa dan gejala peningkatan resiko

    inkotinensia/jatuh bila alat-alat dalam jangkauan tangan.

    g. Kolaborasi untuk pemberian obat seperti:

    - Antikolinergik, atropine, belladonna

    Rasional: menurunkan motilitas GI yang menurunkan sekresi

    digestik.

    - Sulfasalazin (azulfidine)

    Rasional: pengobatan eksasorbasi ringan dan sedang.

    - Psillium (Metamucil)

    Rasional: mengabsorbsi air meningkatkan bulk feses

    - Steroid misalnya: ACTH prodrisolom

    Rasional: untuk menurunkan proses inflamasi

    - Antibiotik

    Rasional: mengobati infeksi supuratik lokal.

    IV. IMPLEMENTASI

    Implementasi dilakukan sesuai dengan jumlah intervensi yang ada.

    V. EVALUASI

    1. Setelah 1 x 24 jam tujuan dan kriteria diagnosa tercapai

    2. Setelah 3 x 24 jam tujuan belum tercapai dengan kriteria:

    - Berat badan masih rendah (BB normal belum tercapai)

  • 21

    - Tonus otot sedang

    - Konjungtiva dan membran mukosa masih pucat

    - Klien hanya menghabiskan porsi makanan yang disiapkan

    - Mual muntah masih ada tapi sudah berkurang

    Rencana tindakan dilanjutkan

    3. Dalam 2 x 24 jam tujuan dan kriteria tercapai tetap observasi dilanjutkan

  • 22

    BAB II

    TINJAUAN TEORI

    2. Apendisitis

    I. ANATOMI

    Apendiks vermoformis merupakan sisa apeks sekum yang pada manusia

    penyebabnya belum diketahui.

    Pada posisi yang normal, apendiks terletak pada dinding abdomen di bawah

    titik MC Burney. Titik MC Burney dicari dengan menarik garis dari spina

    iliana superior kanan ke umbilicus titik tengah dari garis merupakan tempat

    pangkal apendiks.

    II. DEFINISI

    Apendisitis merupakan suatu peradangan apendiks yang mengenai semua

    lapisan dinding organ tersebut

    III. ETIOLOGI

    Penyebab pasti belum diketahui:

    Faktor pencetus:

    1. obstruksi lumen biasanya oleh:

    - hyperplasia

    - fekolit, benda asing, cacing

    - tumor, striktur, kinking apendiks

    2. Infeksi:

    - E. coli

    - E. histolitika

  • 23

    IV. GAMBARAN KLINIS

    Pada kasus yang akut, gejala permulaan adalah nyeri atau perasaan tidak enak

    di sekitar umbilicus diikuti anoreksia, nausea, muntah.

    Gejala-gejala ini berlangsung 1 atau 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser

    ke kuadran kanan bawah dan mungkin terdapat nyeri di sekitar titik MC

    Burney. Kemudian dapat timbul spasme otot dan nyeri lepas biasanya

    ditemukan demam ringan, leukositosis.

    V. PATOFISIOLOGI BERDASARKAN PENYIMPANGAN KDM Benda asing Obstruksi lumen Penekanan lumen Tekanan intralumen meningkat Distensi Hidrasi vena menurun Pengaruh virus Jaringan usus Edema mukosa Proses inflamasi Penekanan saraf Inflamasi/inf Info yang kurang Rangsangan pada Perforasi Salah persepsi serabut saraf myelin Peritonitis Kurang Pengetahuan Talamus Rangsangan Potensial terjadi Infeksi untuk mual kekurangan Mengalisa lebih cepat dan muntah volume cairan losasi dan intensitas nyeri Intake kurang Nyeri Potensial gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan Kelemahan Potensial terjadi: Intoleransi aktivitas/ Gangguan psikologis penurunan kemampuan rawat diri Kecemasan

  • 24

    Keterangan:

    Masuknya benda asing ke dalam lumen usus buntu menyebabkan obstruksi

    lumen sehingga terjadi penekanan pada lumen. Tekanan intralumen meningkat

    menyebabkan aliran balik vena menurun.

    Pada keadaan tersebut disertai pengaruh virus mengakibatkan edema mukosa

    terjadi proses inflamasi kemudian terjadi infeksi. Infeksi yang berlangsung

    tanpa pengobatan menyebabkan perporasi kemudian peritonitis sehingga

    timbul masalah keperawatan: infeksi.

    Terjadinya penurunan hidrasi pada vena mengakibatkan distensi jaringan usus

    terjadi penekanan saraf dan rangsangan pada serabut saraf myelin diteruskan ke

    talamus sehingga timbul rasa nyeri. Rangsangan talamus juga akan

    mempengaruhi pusat refleks mual dan muntah sehingga intake kurang yang

    dapat menimbulkan masalah: potensial terjadi kekurangan volume cairan dan

    potensial terjadi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan.

    Terjadinya masalah nyeri menimbulkan kelemahan dan gangguan psikologis

    sehingga bisa timbul masalah keperawatan:

    Kecemasan Potensial terjadi intoleransi aktivitas atau penurunan kemampuan rawat

    diri.

    VI. KOMPLIKASI

    1. Ruptus apendiks

    2. Perforasi

    3. Peritonitis

    VII. PENATALAKSANAAN

    Prinsipnya bila diagnosis Apendisitis akut ditegakkan segera lakukan

    apendoktomi

  • 25

    Konservatif

    Dilakukan pada:

    Infiltrat apendikular Abses apendikular Tindakan berupa:

    Bedrest total, kepala ditinggikan Diet cair, lunak, rendah serat Antibiotik yang sesuai (sprektrum luas) Observasi dilakukan 2 4 x/hari

    - Nyeri, massa, konsistensi

    - Nadi, suhu

    - Lab: leukosit

    - Tanda peritonitis

    Bila pada observasi gejala menetap atau bertambah: lakukan segera apendoktomi emergensi

    Bila ada perbaikan lakukan apendoktomi elektif.

    Pembedahan

    Sebaiknya dilakukan 2 x 24 jam Makan insisi

    Insisi grid iron, insisi Lonz

  • 26

    BAB III

    ASUHAN KEPERAWATAN

    I. PENGKAJIAN

    A. Data Biografi: Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan

    B. Data Dasar Pengkajian Klien (Pra operasi) 1. Aktivitas/istirahat

    Gejala: malaise

    2. Sirkulasi

    Tanda: takikardia

    3. Eliminasi

    Gejala:

    Konstipasi pada awitan awal Diare (kadang-kadang) Tanda:

    Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan Penurunan atau tidak ada bising usus

    4. Makanan/cairan

    Gejala:

    Anoreksia Mual/muntah

    5. Nyeri/kenyamanan

    Gejala: Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang

    meningkat beat dan terlokalisasi pada titik MC Burney

    (setengah jarak antara umbilicus di tulang ileum kanan)

    meningkat karena berjalan, bersin, batuk atau nafas dalam

    (nyeri berhenti tiba-tiba diduga perforasi atau infark pada

    apendiks).

  • 27

    Keluhan berbagi rasa nyeri/gejala tidak jelas (sehuhubungan

    dengan lokasi apendiks, contoh retrosekal atau sebelah ureter.

    Tanda: Perilaku hati-hati, berbaring ke samping atau telentang dengan

    lutut ditekuk, meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah

    karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.

    Nyeri lepas pada sisi kiri diduga inflamasi peritoneal.

    6. Keamanan

    Tanda: demam (biasanya rendah)

    7. Pernafasan

    Tanda: takipnea, pernafasan dangkal.

    C. Data Fokus Anamnesis

    a. Sakit sekitar pusat dan epigastrium

    - Nyeri samar/tumpul

    - Kadang kolik obstruksi - Beberapa jam kemudian (4 6 jam) berpindah jam kemudian

    b. Sakit perut kanan bawah, menetap:

    - Nyeri tajam, jelas/nyeri somatic

    - Terutama di titik MC Burney

    - Sakit bila berjalan, nafas dalam, mengedan atau batuk akibat

    perangsangan peritoneum.

    c. Nafsu makan hilang

    d. Mual dan muntah

    e. Konstipasi, diare (bila letak pelvinal mengiritasi rectum)

    f. Sakit seluruh perut bila ada sudah peritonitis.

    Pemeriksaan fisik:

    a. Demam ringan 37,5 38,5 C

    b. Demam meningkat abses, peritonitis c. Nadi cepat abses, peritonitis

  • 28

    d. Kurang bergerak, paha difleksikan

    Inspeksi:

    Tidak tampak kelainan Penonjolan perut kanan bawah bila sudah ada infiltrat atau abses Kembung

    Palpasi:

    Nyeri tekan perut kanan bawah (titik MC Burney) Teraba massa di perut kanan bawah bila sudah terbentuk abses. Bloomberg sign: tekan perlahan, lalu lepas tiba-tiba sakit Rousing sign: tekan perut kiri bawah lalu didorong ke kanan sakit Obturator sign: fleksi dan endorotasi sendi panggul sakit. Perkusi:

    Pekak hepar hilang bila sudah ada perforasi

    Auskultasi:

    Peristaltik normal kecuali bila ada peritonitis

    D. Pemeriksaan Diagnostik

    SDP: leukositosis di atas 12.000/mm3, neutrofil meningkat sampai 75 %

    Urinalisis: normal, tetapi eritrosit leukosit mungkin ada Foto abdomen: dapat menyatakan adanya pengerasan material pada

    apendiks (fekalit), ileus terlokalisir

    USG: massa infiltrat atau abses Penuntun drainase abses perkutan

    Laporaskopi: untuk kasus yang meragukan

  • 29

    II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

    A. Pengelompokan Data

    1. Data Subjektif

    Keluhan nyeri perut bagian kanan bawah dan nyeri bertambah bila bersin, batuk dan jalan.

    Klien berbaring dengan lutut ditekuk Nafsu makan hilang Mual dan muntah Kadang susah BAB atau diare

    2. Data Objektif

    Wajah tampak meringis Klien berbaring dengan lutut ditekuk Nyeri tekan pada MC Burney Nyeri tekan bila dilakukan Bloomberg Sign, Rousing Sign,

    Obturator sign, psoas sign.

    Peristaltik normal atau menurun Observasi pernafasan: 24 x menit

    Nadi: 100 x/menit

    Distensi abdomen Demam berkisar 37,5 38,5 C

    B. Analisa Data

    No Data Kemungkinan Penyebab Masalah 1. Obstruksi

    Tekanan intralumen

    meningkat

    Mucus tertimbun

    Edema mukosa

    Potensial

    terjadi

    infeksi

  • 30

    Luserasi

    Diagnosis lambat

    Terjadi masa infiltrat 2. DS:

    - Pasien mengeluh nyeri

    perut kanan bawah dan

    bertambah bila bersin,

    batuk dan jalan.

    - Berbaring ke samping

    dengan lutut ditekuk

    - Wajah tampak meringis

    - Observasi tanda-tanda

    vital

    - 24 x menit

    - N: 100 x/menit

    Distensi jaringan usus

    Penekanan saraf

    Perangsangan pada serabut saraf myelin

    Talamus

    Menganalisa cepat lokasi nyeri dan intensitasnya

    Nyeri akut.

    C. Prioritas Masalah

    1. Infeksi: aktual/potensial

    2. Nyeri

    3. Potensial gangguan nutrisi

    4. Intoleransi aktivitas

    5. Penurunan kemampuan rawat diri

    6. Kecemasan

    7. Kurang pengetahuan

    D. Perumusan Diagnosa Keperawatan

    1. Potensial terjadi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya

    pertahanan utama.

    2. Nyeri akut berhubungan dengan jaringan usus oleh inflamasi

    3. Potensial gangguan nutrisi berhubungan dengan mual dan muntah

  • 31

    4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri akut

    5. Penurunan kemampuan rawat diri berhubungan dengan nyeri akut

    6. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan

    7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

    III. PERENCANAAN

    1. Potensial terjadi infeksi berhubungan dengan:

    - Tidak adekuatnya pertahanan utama; perforasi

    - Prosedur invasive/insisi bedah

    Ditandai dengan:

    - Keluhan nyeri

    Tujuan: infeksi tidak terjadi dalam waktu 3 4 hari dengan kriteria:

    - Meningkatnya penyembuhan luka dengan benar

    - Bebas dari tanda infeksi seperti: demam, bengkak, nyeri, kemerahan

    Intervensi:

    a. Awasi TTV, perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan

    mental, meningkatnya nyeri abdomen.

    Rasional: dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses, peritonitis.

    b. Lihat insisi dan balutan. catat karakteristik drainase luka/drain (bila ada)

    adanya eritema.

    Rasional: memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi, dan atau

    pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya.

    c. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptik.

    Berikan perawatan paripurna.

    Rasional: Menurunkan resiko penyebaran infeksi

    d. Berikan informasi yang tepat, jujur pada klien/orang terdekat.

    Rasional: pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan

    emosi, membantu menurunkan ansietas.

  • 32

    e. Ambil contoh drainase bila diindikasikan

    Rasional: kultur pewarnaan gram dan sensitivitas berguna untuk

    mengidentifikasi organisme penyebab dan pilihan terapi.

    f. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik

    Rasional: mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan

    jumlah organisme (pada infeksi yang telah ada sebelumnya) untuk

    menurunkan pengobatan dan pertumbuhannya pada rongga abdomen.

    g. Bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan

    Rasional: dapat diperlukan untuk mengalirkan isi abses terlokalisir

    2. Nyeri akut berhubungan dengan:

    - Distensi jaringan usus oleh inflamasi

    - Adanya insisi bedah

    Ditandai dengan:

    - Nyeri pada perut kanan bawah dan bertambah bila bersin, batuk dan

    jalan.

    - Berbaring ke samping dengan lutut ditekuk

    - Wajah tampak meringis

    - Observasi pernafasan: 16 20 x/menit, Nadi: 60 - 100 x/menit

    Intervensi:

    a. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, bertanya (skala 0 10). Selidiki

    dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.

    Rasional: berguna dalam pengawasan, keefektifan obat, kemajuan

    penyembuhan. Perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan

    terjadinya abses/peritonitis, memerlukan upaya evaluasi medik dan

    intervensi.

    b. Observasi TTV

    Rasional: deteksi dini terhadap potensial masalah dengan intervensi

    segera dapat mencegah akibat serius.

    c. Pertahankan istirahat dengan posisi semi Fowler

  • 33

    Rasional: gravitasi melokalisasi eksudat, inflamasi dalam abdomen

    bawah atau pelvis, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah

    dengan posisi telentang.

    d. Pertahankan tirah baring

    Rasional: Tirah baring mengurangi penggunaan energi dan membantu

    mengontrol nyeri dengan mengurangi kebutuhan untuk kontraksi otot.

    e. Dorong ambulasi dini

    Rasional: meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang

    peristaltik dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen.

    f. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi misalnya: tarik nafas dalam

    Rasional: fokus perhatikan kembali, meningkatkan relaksasi dan dapat

    meningkatkan kemampuan koping

    g. Berikan kirbat es pada abdomen

    Rasional: menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan

    rasa ujung saraf.

    h. Kolaborasi untuk pemberian analgetik

    Rasional: menghilangkan nyeri, mempermudah kerjasama dengan

    intervensi terapi lain misalnya: ambulasi

    i. Kolaborasi untuk pertahankan puasa/penghisapan nasogastrik pada awal

    Rasional: menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus dini dan

    iritasi gaster/muntah.

    IV. IMPLEMENTASI

    Implementasi dilakukan sesuai dengan jumlah intervensi yang ada.

    V. EVALUASI

    1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 hari tujuan dan kriteria

    berhasil rencana tindakan dihentikan

    2. Setelah pemberian injeksi nofalgin nyeri teratasi dan rencana tindakan

    dihentikan

  • 34

    DAFTAR PUSTAKA

    Carpenitu, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Edisi 2, EGC, Jakarta, 1999.

    Doengoes, dkk., Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta, 2000. Price Sylvia & Wilson, Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit, Edisi 4

    Buku I, EGC, Jakarta, 1995.

    Suyono Slamet, dkk., Ilmu Penyakit Dalam, Edisi III, FKUI, Jakarta, 2001.