kolitis ulseratif

54
BAB I PENDAHULUAN Inflammatory bowel disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang melibatkan saluran cerna yang sampai saat ini penyebab pastinya belum diketahui secara jelas. Secara garis besar IBD terbagi 3 jenis yaitu kolitis ulseratif, chron disease, dan bila sulit membedakan keduanya, maka dimasukan kedalam kategori intermediate colitis. Hal ini untuk secara praktis membedakannya dengan penyakit inflamasi usus lainnya yang telah diketahui penyebabnya seperti infeksi, ischemik dan radiasi. Kolitis ulseratif ditandai dengan adanya eksaserbasi secara intermitten dan remisinya gejala klinik. (Djojoningrat, 2007) Kolitis ulseratif adalah suatu subkelompok penyakit peradangan usus dengan penyebab yang belum diketahui secara pasti. Menurut The Crohn’s and Colitis Foundation of America mengelompokkan beberapa jenis kolitis ulseratif ke dalam : a. Penyakit ulserasi yang hanya atau sering menyerang bagian paling distal dari kolon dan rektum disebut sebagai proktitis ulseratif. b. Penyakit ulserasi dari kolon desenden sampai rektum disebut kolitits distal 1

Upload: mulkirakhmawati

Post on 24-Apr-2015

689 views

Category:

Documents


139 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kolitis Ulseratif

BAB I

PENDAHULUAN

Inflammatory bowel disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang melibatkan

saluran cerna yang sampai saat ini penyebab pastinya belum diketahui secara

jelas. Secara garis besar IBD terbagi 3 jenis yaitu kolitis ulseratif, chron disease,

dan bila sulit membedakan keduanya, maka dimasukan kedalam kategori

intermediate colitis. Hal ini untuk secara praktis membedakannya dengan

penyakit inflamasi usus lainnya yang telah diketahui penyebabnya seperti infeksi,

ischemik dan radiasi. Kolitis ulseratif ditandai dengan adanya eksaserbasi secara

intermitten dan remisinya gejala klinik. (Djojoningrat, 2007)

Kolitis ulseratif adalah suatu subkelompok penyakit peradangan usus dengan

penyebab yang belum diketahui secara pasti. Menurut The Crohn’s and Colitis

Foundation of America mengelompokkan beberapa jenis kolitis ulseratif ke

dalam :

a. Penyakit ulserasi yang hanya atau sering menyerang bagian paling distal

dari kolon dan rektum disebut sebagai proktitis ulseratif.

b. Penyakit ulserasi dari kolon desenden sampai rektum disebut kolitits distal

c. Penyakit ulserasi yang mengenai seluruh kolon disebut sebagai pankolitis.

(Kathleen and Julie, 2003)

Insidensi penyakit kolitis ulseratif di Amerika Serikat kira-kira 15 per

100.000 penduduk secara respektif dan tetap konstan. Prevalensi penyakit ini

diperkirakan sebanyak 200 per 100.000 penduduk. Sementara puncak kejadian

penyakit tersebut adala usia 15-35 tahun, penyakit ini telah dilaporkan terjadi

dalam setiap dekade kehidupan. (Glickman RM, 2000)

Penyebab pasti dari kolitis ulseratf tidak diketahui, tetapi penyakit ini

tampaknya multifaktor dan polygenic. Terdapat beberapa usulan penyebab

diantaranya faktor lingkungan, disfungsi kekebalan tubuh, dan kecenderungan

faktor genetik. Beberapa berpendapat bahwa anak-anak lahir di bawah berat rata-

1

Page 2: Kolitis Ulseratif

rata yang lahir dari ibu dengan kolitis ulseratif memiliki risiko lebih besar terkena

penyakit ini. (Adam, 2010)

Kolitis adalah penyakit seumur hidup yang memiliki dampak sosial dan

emosional yang mendalam pada pasien yang terkena. Diagnosis kolitis ulserativa

paling baik dibuat dengan endoskopi dan biopsi mukosa untuk

histopatologi. Studi laboratorium sangat membantu untuk menyingkirkan

diagnosis lain dan menilai status gizi pasien, tapi pertanda serologi dapat

membantu dalam diagnosis penyakit colitis. Pencitraan radiografi memiliki peran

penting dalam hasil pemeriksaan pasien dengan suspect kolitis dan dalam

diferensiasi kolitis ulserativa dengan penyakit Crohn. Perlakuan awal untuk colitis

ulceratif meliputi pemberian kortikosteroid, agen anti-inflamasi, agen antidiare,

dan rehidrasi. Bedah dianggap perlu jika pengobatan medis gagal atau jika

keadaan darurat bedah berkembang. (Adam, 2010)

2

Page 3: Kolitis Ulseratif

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Kolitis adalah suatu peradangan akut atau kronik pada kolon. Kolitis

ulseratif adalah salah satu dari 2 jenis utama penyakit radang usus (IBD) ,

bersama dengan penyakit Crohn . Tidak seperti penyakit Crohn, yang

dapat mempengaruhi setiap bagian dari saluran pencernaan, kolitis

ulseratif bersifat hanya melibatkan usus besar, dan ileum terminal pada

10% pasien. (Gambar 1 dan 2). (Adam, 2010)

Kolitis ulseratif merupakan penyakit yang menyerang kolon dan

rektum di bagian jaringan paling luar atau mukosa. Bentuk lesi ini berupa

daerah peradangan dan ulserasi kontinu tanpa segmen jaringan normal.

(Kathleen and Julie, 2003)

Gambar 1. Kolon normal dan kolitis ulseratif

Gambar 2. Jaringan kolon normal dan kolitis ulseratif

3

Page 4: Kolitis Ulseratif

B. EPIDEMIOLOGI

Penyebaran penyakit kolitis ulseratif ini sama dengan penyakit chron.

Banyak ditemukan di negara barat dan sedikit di negara Asia dan Afrika.

Kolitis ulseratif lebih sering terjadi di negara industri. Negara Kanada adalah

negara dengan angka kejadian kolitis ulseratif terbanyak di dunia. Akan tetapi

akhir-akhir ini lebih banyak kasus Crohn ditemukan di Indonesia, mungkin

juga karena lebih banyak orang berobat ke dokter dan adanya kemajuan di

bidang teknik untuk diagnosa. Insidensi penyakit kolitis ulseratif di Amerika

Serikat kira-kira 15 per 100.000 penduduk secara respektif dan tetap konstan.

Prevalensi penyakit ini diperkirakan sebanyak 200 per 100.000 penduduk.

Sementara puncak kejadian penyakit tersebut adala usia 15-35 tahun,

penyakit ini telah dilaporkan terjadi dalam setiap dekade kehidupan.

(Glickman RM, 2000)

Prevalensi terjadinya kolitis ulseratif di antara pria dan wanita adalah

1 : 1. Walaupun demikian, menurut literatur tertentu wanita sedikit lebih

banyak mengalami kolitis ulseratif daripada pria. Kebanyakan penyakit ini

menyerang remaja awal, tetapi gambaran klinisnya baru tampak pada usia ke-

50 sampai ke-60 dan biasanya terjadi pada usia ke-70 sampai ke-80.

(Hopkins, 2013)

Di RSCM tahun 2001 – 2006 terdapat 3,9% pasien yang terdeteksi

dari 1541 pasien yang dilakukan endoskopi, dan di RSGS tahun 2002 – 2006

terdapat 6,95% pasien yang terdeteksi sebagai kolitis ulseratif dari 532 pasien

yang dilakukan endoskopi.( Djojoningrat dkk, 2011)

C. ETIOLOGI

Sementara penyebab kolitis ulseratif tetap belum diketahui, gambaran

tertentu penyakit ini telah menunjukan beberapa kemungkinan penting. Hal

ini meliputi faktor familial atau genetik, infeksi, imunologik dan psikogenik.

(Glickman RM, 2000)

4

Page 5: Kolitis Ulseratif

Faktor familial/ genetik

Penyakit ini lebih sering dijumpai pada orang kulit putih

dibandingkan orang kulit hitam atau cina, dan insidensinya meningkat (3

sampai 6 kali lipat) pada orang Yahudi dibandingkan dengan non Yahudi.

Hal ini menunjukan bahwa dapat ada predisposisi genetik terhadap

perkembangan penyakit ini. (Glickman RM, 2000)

Penyakit ini lebih sering dijumpai pada orang kulit putih daripada

orang kulit hitam dan orang kulit kuning. (Ariestine, 2008) Saudara pada

pohon faktor tingkat pertama dari pasien kolitis ulseratif memiliki faktor

terkenanya IBD 4-20 kali lebih sering dengan absolut faktor risiko sekitar

7%. Kembar monozigot memiliki tingkat risiko lebih besar daripada

kembar dizigot, terutama untuk penyakit Crohn. Akan tetapi, faktor

genetik lebih berperan pada penyakit Crohn daripada kolitis ulseratif.

(Daniel K. Podolsky, 2002).

Faktor infeksi

Sifat radang kronik penyakit ini telah mendukung suatu pencarian

terus menerus untuk kemungkinan penyebab infeksi. Disamping banyak

usaha untuk menemukan agen bakteri, jamur, virus, belum ada yang

sedemikian jauh diisolasi. Laporan awal isolat varian dinding sel

Pseudomonas atau agen lain yang dapat ditularkan yang dapat

menghadirkan efek sitopatik pada kultur jaringan masih harus

dikonfirmasi. (Glickman RM, 2000)

Faktor imunologik

Teori bahwa mekanisme imun dapat terlibat didasarkan pada konsep

bahwa manifestasi ekstraintestinal yang dapat menyertai kelainan ini

(misalnya artritis, perikolangitis) dapat mewakili fenomena autoimun dan

bahwa zat terapeutik tersebut, seperti glukokortikoid atau azatioprin, dapat

menunjukkan efek mereka melalui mekanisme imunosupresif. Pada 60-

70% pasien dengan kolitis ulseratif, ditemukan adanya p-ANCA

(perinuclear anti-neutrophilic cytoplasmic antibodies). Walaupun p-ANCA

5

Page 6: Kolitis Ulseratif

tidak terlibat dalam patogenesis penyakit kolitis ulseratif, namun ia

dikaitkan dengan alel HLA-DR2, di mana pasien dengan p-ANCA negatif

lebih cenderung menjadi HLADR4 positif. (Glickman RM, 2000)

Faktor psikologik

Gambaran psikologis pasien penyakit radang usus juga telah ditekankan.

Tidak lazim bahwa penyakit ini pada mula terjadinya, atau berkembang,

sehubungan dengan adanya stres psikologis mayor misalnya kehilangan

seorang anggota keluarganya. Telah dikatakan bahwa pasien penyakit

radang usus memiliki kepribadian yang khas yang membuat mereka

menjadi rentan terhadap stres emosi yang sebaliknya dapat merangsang

atau mengeksaserbasi gejalanya. (Glickman RM, 2000)

Faktor lingkungan

Ada hubungan terbalik antara operasi apendiktomi dan penyakit kolitis

ulseratif berdasarkan analisis bahwa insiden penyakit kolitis ulseratif

menurun secara signifikan pada pasien yang menjalani operasi

apendiktomi pada dekade ke-3. Beberapa penelitian sekarang

menunjukkan penurunan risiko penyakit kolitis ulseratif di antara perokok

dibandingkan dengan yang bukan perokok. Analisis meta menunjukkan

risiko penyakit kolitis ulseratif pada perokok sebanyak 40% dibandingkan

dengan yang bukan perokok. (Glickman RM, 2000)

D. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI

Pada dasarnya colitis ulseratif merupakan penyakit yang melibatkan

mukosa kolon secara difus dan kontinu, dimulai dari rektum dan

menyebar/ progresif ke proksimal. Perjalanan penyakit kolitis ulseratif

bisa dimulai dengan gejala pertama yang berat ataupun dimulai dari gejala

ringan kemudian akan semakin berat bertahap setiap minggu. Hal ini

didasarkan pada panjang kolon yang terlibat. Lesi mukosa bersifat difus

dan hanya melibatkan lapisan mukosa. (Ariestine, 2008)

6

Page 7: Kolitis Ulseratif

Sebagai respon terhadap kerusakan lapisan mukosa, perbaikan

jaringan perlahan akan membentuk suatu pseudopolip. Pseudopolip ini

bisa menutup saluran kolon sehingga dapat menyebabkan terjadinya

konstipasi. Mekanisme lainnya adalah ulserasi yang dalam akan merusak

persarafan kolon sehingga dapat memperlemah kontraksi kolon.

Kelemahan kontraksi ini akan menghambat pegerakan faeces keluar tubuh.

Terjadilah konstipasi. (Ariestine, 2008)

Gambar 4. Colonoscopy colon normal, Chron’s disease, dan colitis

ulcerative

Selain itu, perbaikan jaringan atas kolitis ulseratif dapat menyebabkan

kolon terlalu membengkak menjadi gangrenosa. Keadaan tersebut dikenal

sebagai megakolon. Jaringan baru yang terbentuk ini rentan sekali

mengalami displasia sehingga meningkatkan kemungkinan terkena tumor

kolon. (Ariestine, 2008)

7

Page 8: Kolitis Ulseratif

Ada bukti aktivasi imun pada IBD, dengan infiltrasi lamina propria

oleh limfosit, makrofag, dan sel-sel lain, meskipun antigen pencetusnya

belum jelas. Virus dan bakteri telah diperkirakan sebagai pencetus, namun

sedikit yang mendukung adanya infeksi spesifik yang menjadi penyebab

IBD (Price, 2005)

Hipotesis yang kedua adalah bahwa dietary antigen atau agen mikroba

non patogen yang normal mengaktivasi respon imun yang abnormal.

Hasilnya suatu mekanisme penghambat yang gagal. Pada tikus, defek

genetik pada fungsi sel T atau produksi sitokin menghasilkan respon imun

yang tidak terkontrol pada flora normal kolon (Price, 2005)

Hipotesis ketiga adalah bahwa pencetus IBD adalah suatu autoantigen

yang dihasilkan oleh epitel intestinal. Pada teori ini, pasien menghasilkan

respon imun inisial melawan antigen lumenal, yang tetap dan diperkuat

karena kesamaan antara antigen lumenal dan protein tuan rumah. Hipotesis

autoimun ini meliputi pengrusakan sel-sel epitelial oleh sitotoksisitas

seluler antibody-dependent atau sitotoksisitas cell-mediated secara

langsung (Price, 2005)

Gambar 3. Patogenesis Kolitis Ulseratif

8

Page 9: Kolitis Ulseratif

Imun respon cell-mediated juga terlibat dalam patogenesis IBD. Ada

peningkatan sekresi antibodi oleh sel monomuklear intestinal, terutama IgG

dan IgM yang melengkapi komplemen. Kolitis ulseratif dihubungkan dengan

meningkatnya produksi IgG (oleh limfosit Th2) dan IgG, sub tipe yang

respon terhadap protein dan antigen T-cell-dependent. Ada juga peningkatan

produksi sitokin proinflamasi (IL-1, IL-6, IL-8 dan tumor necrosis factor-α

[TNF-α], terutama pada aktivasi makrofag di lamina propria. Sitokin yang

lain (IL-10, TGF-β) menurunkan imun respon. Defek produksi sitokin ini

menghasilkan inflamasi yang kronis. Sitokin juga terlibat dalam

penyembuhan luka dan proses fibrosis. Faktor imun yang lain dalam

pembentukan penyakit IBD termasuk produksi superoksida dan spesies

oksigen reaktif yang lain oleh aktivasi netrofil, mediator soluble yang

meningkatkan permeabilitas dan merangsang vasodilatasi, komponen

kemotaksis netrofil lekotrien dan nitrit oksida yang menyebabkan vasodilatasi

dan edema. ( Djojoningrat dkk, 2011)

Secara umum diakui bahwa imun respon cell mediated terlibat dalam

patogenesis IBD. Akan tetapi belum jelas secara pasti apakan respon imun

yang terjadi dikarenakan oleh defek intrinsik (aktivasi konstitutif atau

kegagalan meknisme down regulation) atau stimulasi terus-menerus sehingga

terjadi perubahan perlindungan mukosa epitel. Penyakit kolitis ulseratif

ditandai oleh respon limfosit CD4+ dengan sel T-helper tipe 2. Respon ini

lebih dicirikan dengan mengeluarkan transforming growth factor β (TGF- β)

dan interleukin-5 (IL-5) tanpa mengeluarkan IL-4. Terjadi penurunan jumlah

supresor sel T (Th3 atau Tr1). Penurunan ini akan mengurangi aktivasi down

regulation sitokin IL-10 dan TGF- β. (Daniel K. Podolsky, 2002)

Ada peningkatan sekresi antibody oleh sel mononuclear intestinal,

terutama IgG dan IgM yang melengkapi komplemen. Colitis ulseratif

dihubungkan dengan meningktanya produksi IgG1 (oleh limfosit Th2) dan

IgG3, sub tipe yang respon terhadap protein dan antigen T-cell dependent.

9

Page 10: Kolitis Ulseratif

Ada juga peningkatan produksi sitokin proinflamasi (IL-1, IL-6, IL-8 dan

tumor necrosis factor-α (TNF- α), terutama pada aktivasi makrofag di lamina

propria. Sitokin yang lain (IL-10, TGF-β) menurunkan imun respon. Defek

produksi sitokin ini menghasilkan inflamasi yang kronis. Sitokin juga terlibat

dalam penyembuhan luka dan proses fibrosis. Faktor imun yang lain dalam

pembentukan penyakit IBD termasuk produksi superoksida dan spesies

oksigen reaktif yang lain oleh aktivasi netrofil, mediator soluble yang

meningkatkan permeabilitas dan merangsang vasodilatasi, komponen

kemotaksis netrofil lekotrien dan nitrit oksida yang menyebabkan vasodilatasi

dan edema (Ariestine, 2008).

Tingkat keparahan penyakit ini didasarkan pada gambaran

histologi berupa adanya gambaran abses kripte yang khas. Epitelium kripte

rusak sehingga terjadi sebukan sel polimorfonuklear ke dalam lumen usus.

Lamina propia terisi oleh leukosit. Bersamaan dengan rusaknya kripte,

struktur mukosa normal hilang dan digantikan oleh luka sehingga

memperpendek lekukan-lekukan jonjot-jonjot usus. (Ariestine, 2008).

E. KLASIFIKASI KOLITIS ULSERATIF

1. Kolitis ulserosa dini aktif

Pada pemeriksaan endoskopik tampak mukosa rektum hipermia dan

edema, erosif dan ulserasif kecil. Gambaran histopatologi biopsi,

menunjukkan kelainan kombinasi antara erosi dan ulserasi. Kuantitas

elemen kelenjar mukosa berkurang atau menghilang dan vaskularisasi

pada lamina propria bertambah. Pada kripta tampak mikroabses yang

terdiri dari kumpulan sel radang neutrofil dan limfosit. Mikroabses

kemudian pecah dan proses radang meluas pada submukosa. (Jugde TA,

2009)

2. Kolitis ulserosa kronik aktif

Pada tahap ini, terdapat lesi kombinasi radang aktif dan proses

penyembuhan dengan regenerasi mukosa. Mikroabses pada kripta

10

Page 11: Kolitis Ulseratif

jumlahnya berkurang atau menghilang, pada lamina propria jaringan

limfoid mengalami hiperplasia. Kelenjar mukosa mengalami hiperplasia,

muncul dalam bentuk psedopolip. (Jugde TA, 2009)

3. Kolitis Ulserosa Tenang

Pada stadium tenang, mukosa lebih tipis. Walaupun ada proses

regenerasi kelenjar, menonjol, akan tetapi vaskularisasi sudah berkurang.

Bila kolitis ulserosa sudah berlangsung lama, dapat dijumpai displasia atau

prakanker. Itulah alasannya ulserosa dianggap sebagai resiko tinggi untuk

karsinoma kolon dan rektum. (Jugde TA, 2009)

Tabel 1. Klasifikasi Tahapan Kolitis Ulseratif

Perihal Perubahan Akut Resolving Stage Chronic-healed Stage

Kongesti vaskular ++ +  

Deplesi mukosa + -  

kriptitis, abses kripte ++ +  

Hilangnya epitel dan ulserasi ++ -  

PMN, eosinofil, dan sel mast ++ +  

Pus usus ++ -  

Sel plasma basal ++ ++  

Regenerasi epitel - ++  

Ekspansi sel mitotik aktif - ++  

Distorsi struktur      

• atrofi     ++

• bercabang     ++

• pemendekan kripte     ++

• permukaan villi     ++

Metaplasia pilorik     ++

Metaplasia sel Paneth     ++

Hiperplasia limfoid     ++

Epithelial displacement     ++

Peningkatan mononukleous     ++

11

Page 12: Kolitis Ulseratif

Hiperplasia sel endokrin     ++

Metaplasia sel skuamous     ++

(Judge TA, 2009)

Klasifikasi dari kolitis ulseratif (Hopkins, 2013)

a. Proktitis

Hanya terbatas pada rektum saja (15 cm kolon desenden). Gambaran

endoskopi dari prokitis berupa edema, eritema, berkurangnya

vaskularisasi. Pada tingkat yang lebih berat dapat terlihat gambaran

granular dan ulserasi frank.

b. Kolitis sisi kiri

Terjadi di kolon distal atau 40 cm sebelum rektum hingga ke rektum

itu sendiri. Klasifikasi penyakit ini berdasarkan pada tidak adanya

penyebaran sepanjang fleksus splenik, kronik inflamasi, atau distorsi

struktur kronik.

c. Pankolitis

Pankolitis telah menyebar sepanjang fleksura splenik. Klasifikasi ini

akan dicirikan dengan adanya hematokezia dan diare yang bisa disertai

nyeri dan kram perut; demam, adan atau menurunnya berat badan dengan

inflamasi persisten. Terdapat pula hilangnya gambaran haustra normal

dengan pemendekan generalisata dan tubularisasi kolon. Pada tingkat

yang lebih berat mukosa dapat menjadi nodular dengan pseudopoliyp.

F. GAMBARAN KLINIS

Gejala klinis yang paling dominan pada penderita kolitis ulseratif

adalah sakit pada perut dan diarrhea yang disertai pendarahan. Di samping itu

dapat juga dijumpai anemia, kelelahan (mudah lelah), kehilangan berat

badan, pendarahan pada rektum, kehilangan nafsu makan, kehilangan cairan

tubuh dan gizi, lesi pada kulit dan radang sendi, pertumbuhan yang

12

Page 13: Kolitis Ulseratif

terganggu, terutama anak-anak. Hanya sebagian pasien yang terdiagnosa

dengan kolitis ulseratif yang mempunyai gejala, yang lain kadang-kadang

menderita demam, diarrhea dengan perdarahan, nausea, rasa nyeri pada perut

yang hebat. (Judge TA, 2009)

Gejala kolitis ulseratif biasanya nonspesifik seperti distensi abdomen

atau nyeri sepanjang kolon. Gejala utama kolitis ulseratif adalah nyeri

abdomen yang disertai diare berdarah (disebut melena) dengan garis-garis

lendir di sekelilingnya. Nyeri perut ini akan berkurang setelah defekasi

dilakukan. Namun seiring penyakit ini berkembang, gejala konstipasi akan

muncul (Ariestine, 2008).

Pada tingkat ringan gejala yang dirasakan pasien adalah kotoran yang

semakin encer, kram perut, dan diare. Penyakit ini akan berkembang dari

ringan ke berat yang ditandai dengan adanya gejala : penurunan berat badan,

kelelahan, dan penurunan nafsu makan. Penurunan nafsu makan ini akan

disertai dengan defisiensi nutrisi, terdapat lendir pada kotoran, perdarahan

peranal berat, demam, dan anemia. (Kathleen and Julie, 2003) Pada kasus berat

seringkali disertai dengan demam dan penurunan berat badan. Dapat juga

terlihat gejala berat demam, takikardia, dan hipotensi postural (Ariestine,

2008).

Gejala ekstrakolon yang dapat terjadi, sebagai berikut (Ariestine, 2008):

a. Penyakit okular (iritis, uveitis, episkleritis)

b. Penyakit kulit (eritema nodosum, pioderma, gangrenosum)

c. Atralgia/ artritis (periferal dan aksial artropati)

d. Kolangitis sklerosing

Ada pun organ yang terlibat pada kolitis ulseratif seperti pada gambar 5

dibawah ini. (Judge TA, 2009)

13

Page 14: Kolitis Ulseratif

Gambar 5. Keterlibatan organ pada kolitis ulseratif. (Judge TA, 2009)

Tabel 2. Perbandingan gambaran klinis kolitis ulseratif dan penyakit Crohn

Tanda/ Gejala Kolitis Ulseratif Penyakit Crohn

Genetik HLA-B27 -

Otoimun Tidak ada konsensus

Terkadang dihubungkan

dengan Th2

Secara umum dikenal sebagai

penyakit otoimun

Berhubungan dengan Th17

Merokok Faktor risiko rendah Faktor risiko tinggi

Distribusi Selalu rektum sampai kolon

retrograd

Jarang mengenai ileum

terminal dan anus

Paling sering terjadi pada

ileum terminal, namun bisa

terjadi di bagian manapun

dari usus termasuk kolon

Terkadang mengenai rektum

14

Page 15: Kolitis Ulseratif

dan anus

Dapat mengenai seluruh

dinding usus.

Distribusi Bagian paling luar dari

jaringan kolon dan kontinyu

tanpa adanya diselingi

jaringan normal

Dapat diselingi dengan

jaringan normal di antara

bagian abnormal.

Gejala tersering Melena cair Nyeri, diare, penurunan berat

badan

Diare 4 kali/ hari 4 kali/ hari

Nyeri/ kram perut Ketegangan ringan di bagian

bawah perut

Ketegangan sedang sampai

berat pada kuadran kanan

bawah perut

Melena Tergantung pada tingkat

keparahan penyakit

Tergantung pada tingkat

keparahan penyakit

Kelelahan Hilangnya darah berlebih

dan anemia

Hilangnya darah berlebih,

anemia, dan absorpi nutrisi

terganggu

Demam Tidak tinggi pada kasus

berat

Tidak tinggi pada kasus berat

Penurunan berat badan Penurunan berat badan

terjadi pada kasus sedang

atau berat

Penurunan berat badan dan

anoreksia biasa terjadi karena

pencernaan dan absorpsi di

usus tidak adekuat

Nafsu makan Sering menurun saat periode

eksaserbasi penyakit

Sering menurun saat periode

eksaserbasi penyakit

Manifestasi ekstrakolon Biasa terjadi Jarang terjadi

Pemeriksaan fisik Iritasi perianal, fisura,

hemoroid, fistul, dan abses

pada pemeriksan RT

Iritasi peritoneal, massa

abdominal atau pelvis

Makroskopis Ulserasi ektensif dan Ulserasi fokal aptha diselingi

15

Page 16: Kolitis Ulseratif

kontinyu

Pseudopolyps

jaringan mukosa normal

Ulserasi dalam dengan

bentukan seperti ular

(serpiginous)

Fisura linier

Gambaran cobblestone

Penebalan dinding usus,

“linitis plastic”

Creeping fat

Mikroskopis Abses kripte Noncaseating Granuloma

Tes Serologik Perinuclear Anca (PANCA)

positif

Asca positif

Peradangan Terbatas pada mukosa dan

submukosa

Ulkus dangkal

Transmural

Ulkus dalam sampai ke

jaringan

Biopsi granuloma Tidak ada granuloma kripte

periintestinal

Mungkin terdapat granuloma

kripte periintestinal

nonnekrosis

Pembedahan Seringkali sembuh dengan

pengangkatan kolon

Biasanya kambuh di dekat

bagian usus yang terkena

Komplikasi Megakolon toksik Striktur, stenosis

Obstruksi

Abses

Fistul

Risiko terkena kolangitis

sklerosing primer

Meningkat Tidak meningkat

Risiko terkena kanker kolon Meningkat (5-25 %) Meningkat (1-3 %)

(Kathleen and Julie, 2003) (Marc D, 2011)

Tabel 3. Perbedaan ulkus pada kolitis ulseratif dan penyakit Crohn

16

Page 17: Kolitis Ulseratif

Gambaran Kolitis Ulseratif Crohn’s Disease

Lesi inflamasi (hiperemia, ulserasi, dll) +++ +

Adanya skip area (adanya mukosa normal

di antara lesi)0 +++

Keterlibatan rectum +++ +

Lesi mudah berdarah +++ +

Cobblestone appearance / pseudopolip + +++

Sifat ulkus :

Terdapat pada mukosa yang inflamasi +++ +

Keterlibatan ileum 0 ++++

Lesi ulkus bersifat diskrit + +++

Bentuk ulkus :

Diameter > 1 cm + +++

Dalam + +++

Bentuk linier (longitudinal) + +++

Aphtoid 0 ++++

Keterangan : 0 = tidak ada, ++++ = sangat diagnostik (karakteristik)

(Ariestine, 2008)

G. DIAGNOSIS

Gejala utama kolitis ulseratif adalah diare berdarah dan nyeri

abdomen, seringkali dengan demam dan penurunan berat badan pada kasus

berat. Pada penyakit yang ringan, bisa terdapat satu atau dua feses yang

setengah berbentuk yang mengandung sedikit darah dan tanpa manifestasi

sistemik. (Marc D, 2011)

Derajat klinik kolitis ulseratif dapat dibagi atas berat, sedang dan

ringan, berdasarkan frekuensi diare, ada/tidaknya demam, derajat beratnya

anemia yang terjadi dan laju endap darah (klasifikasi Truelove).

Tabel 4. Klasifikasi Truelove dan Witts (Klasifikasi Derajat Kolitis Ulseratif)

Perihal Ringan Sedang Berat

17

Page 18: Kolitis Ulseratif

Jumlah melena <4 4–6 >6

Temperatur (°C) Afebris Sedang >37.8

Frekuensi nadi (kali/ menit) Normal Sedang >90

Hemoglobin (g/dl) >11 10.5–11 <10.5

Laju Endap Darah (mm/jam) <20 20–30 >30

(Marc D, 2011)

Perjalanan penyakit kolitis ulseratif dapat dimulai dengan serangan

pertama yang berat ataupun dimulai ringan yang bertambah berat secara

gradual setiap minggu. Berat ringannya serangan pertama sesuai dengan

panjangnya kolon yang terlibat. Lesi mukosa bersifat difus dan terutama

hanya melibatkan lapisan mukosa. Secara endoskopik penilaian aktifitas

penyakit kolitis ulseratif relatif mudah dengan menilai gradasi berat

ringannya lesi mukosa dan luasnya bagian usus yang terlibat. Pada kolitis

ulseratif, terdapat reaksi radang yang secara primer mengenai mukosa kolon.

Secara makroskopik, kolon tampak berulserasi, hiperemik, dan biasanya

hemoragik. Gambaran mencolok dari radang adalah bahwa sifatnya seragam

dan kontinu dengan tidak ada daerah tersisa mukosa yang normal.

(Djojoningrat, 2007)

1. Gambaran Fisik Diagnostik

Temuan fisis pada kolitis ulseratif biasanya nonspesifik; bisa terdapat

distensi abdomen atau nyeri sepanjang perjalanan kolon. Pada kasus ringan,

pemeriksaan fisis umum akan normal. Demam, takikardia dan hipotensi

postural biasanya berhubungan dengan penyakit yang lebih berat.

Manifestasi ekstrakolon bisa dijumpai. Hal ini termasuk penyakit okular

(iritis, uveitis, episkleritis), keterlibatan kulit (eritema nodosum, pioderma

gangrenosum), dan artralgia/artritis (periferal dan aksial artropati). Kolangitis

sklerosing primer jarang dijumpai. (Djojoningrat, 2007)

18

Page 19: Kolitis Ulseratif

2. Gambaran Laboratorium

Temuan laboratorium seringkali nonspesifik dan mencerminkan

derajat dan beratnya perdarahan dan inflamasi. Bisa terdapat anemia yang

mencerminkan penyakit kronik serta defisiensi besi akibat kehilangan darah

kronik. Leukositosis dengan pergeseran ke kiri dan peningkatan laju endap

darah seringkali terlihat pada pasien demam yang sakit berat. Kelainan

elektrolit, terutama hipokalemia, mencerminkan derajat diare.

Hipoalbuminemia umum terjadi dengan penyakit yang ekstensif dan biasanya

mewakili hilangnya protein lumen melalui mukosa yang berulserasi.

Peningkatan kadar alkali fosfatase dapat menunjukkan penyakit hepatobiliaris

yang berhubungan. (Djojoningrat, 2007)

Pemeriksaan kultur feses (patogen usus dan bila diperlukan,

Escherichia coli O157:H7), ova, parasit dan toksin Clostridium difficile

negatif. (Marc D, 2011)

Pemeriksaan antibodi p-ANCA dan ASCA (antibodi Saccharomyces

cerevisae mannan) berguna untuk membedakan penyakit kolitis ulseratif

dengan penyakit Crohn. (Adam, 2010)

3. Gambaran Radiologi

1. Foto polos abdomen

Pada foto polos abdomen umumnya perhatian kita cenderung terfokus

pada kolon. Tetapi kelainan lain yang sering menyertai penyakit ini adalah

batu ginjal, sakroilitis, spondilitis ankilosing dan nekrosis avaskular kaput

femur. Gambaran kolon sendiri terlihat memendek dan struktur haustra

menghilang. Sisa feses pada daerah inflamasi tidak ada, sehingga, apabila

seluruh kolon terkena maka materi feses tidak akan terlihat di dalam

abdomen yang disebut dengan empty abdomen. Kadangkala usus dapat

mengalami dilatasi yang berat (toxic megacolon) yang sering menyebabkan

kematian apabila tidak dilakukan tindakan emergensi. Apabila terjadi

perforasi usus maka dengan foto polos dapat dideteksi adanya

19

Page 20: Kolitis Ulseratif

pneumoperitoneum, terutama pada foto abdomen posisi tegak atau left

lateral decubitus (LLD) maupun pada foto toraks tegak. (Adam, 2010)

Foto polos abdomen juga merupakan pemeriksaan awal untuk

melakukan pemeriksaan barium enema. Apabila pada pemeriksaan foto

polos abdomen ditemukan tanda-tanda perforasi maka pemeriksaan barium

enema merupakan kontra indikasi. (Marc D, 2011)

2. Barium enema

Barium enema merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan apabila

ada kelainan pada kolon. Sebelum dilakukan pemeriksaan barium enema

maka persiapan saluran cerna merupakan pendahuluan yang sangat penting.

Persiapan dilakukan selama 2 hari berturut-turut dengan memakan makanan

rendah serat atau rendah residu, tetapi minum air putih yang banyak.

Apabila diperlukan maka dapat diberikan laksatif peroral. (Marc D, 2011)

Pemeriksaan barium enema dapat dilakukan dengan teknik kontras

tunggal (single contrast) maupun dengan kontras ganda (double contrast)

yaitu barium sulfat dan udara. Teknik double contrast sangat baik untuk

menilai mukosa kolon dibandingkan dengan teknik single contrast,

walaupun prosedur pelaksanaan teknik double contrast cukup sulit. Barium

enema juga merupakan kelengkapan pemeriksaan endoskopi atas dugaan

pasien dengan kolitis ulseratif.. Adapun gambaran kolitis pada pemeriksaan

barium tampak pada gambar 4 dan 5. (Adam, 2010)

Gambaran foto barium enema pada kasus dengan kolitis ulseratif

adalah mukosa kolon yang granuler dan menghilangnya kontur haustra serta

kolon tampak menjadi kaku seperti tabung. Perubahan mukosa terjadi secara

difus dan simetris pada seluruh kolon. Lumen kolon menjadi lebih sempit

akibat spasme. Dapat ditemukan keterlibatan seluruh kolon. Tetapi apabila

ditemukan lesi yang segmental maka rektum dan kolon kiri (desendens)

selalu terlibat, karena awalnya kolitis ulseratif ini mulai terjadi di rektum

dan menyebar ke arah proksimal secara kontinu. Jadi rektum selalu terlibat,

20

Page 21: Kolitis Ulseratif

walaupun rektum dapat mengalami inflamasi lebih ringan dari bagian

proksimalnya. (Adam, 2010)

Gambar 6. Pemeriksaan barium enema yang menunjukkan gambaran pipa

pada Colitis ulseratif (Adam, 2010)

Gambar 7. Gambaran colitis ulseratif stadium berat dimana haustra tidak terlihat

hampir menyeluruh di semua colon. (Adam, 2010)

21

Page 22: Kolitis Ulseratif

Pada keadaan di mana terjadi pan-ulseratif kolitis kronis maka

perubahan juga dapat terjadi di ileum terminal. Mukosa ileum terminal

menjadi granuler difus dan dilatasi, sekum berbentuk kerucut (cone-shaped

caecum) dan katup ileosekal terbuka sehingga terjadi refluks, yang disebut

backwash ileitis. Pada kasus kronis, terbentuk ulkus yang khas yaitu collar-

button ulcers. Pasien dengan kolitis ulseratif juga menanggung resiko tinggi

menjadi adenokarsinoma kolon. (Adam, 2010)

3. Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ultrasonografi sampai saat ini belum merupakan

modalitas pemeriksaan yang diminati untuk kasus-kasus IBD. Kecuali

merupakan pemeriksaan alternatif untuk evaluasi keadaan intralumen dan

ekstralumen. (Adam, 2010)

Sebelum dilakukan pemeriksaan USG sebaiknya pasien dipersiapkan

saluran pencernanya dengan menyarankan pasien untuk makan makanan

rendah residu dan banyak minum air putih. Persiapan dilakukan selama 24

jam sebelum pemeriksaan. Sesaat sebelum pemeriksaan sebaiknya kolon

diisi dulu dengan air. (Anonim, 2011)

Pada pemeriksaan USG, kasus dengan kolitis ulseratif didapatkan

penebalan dinding usus yang simetris dengan kandungan lumen kolon yang

berkurang. Mukosa kolon yang terlibat tampak menebal dan berstruktur

hipoekhoik akibat dari edema. Usus menjadi kaku, berkurangnya gerakan

peristalsis dan hilangnya haustra kolon. Dapat ditemukan target sign atau

pseudo-kidney sign pada potongan transversal atau cross-sectional. Dengan

USG Doppler, pada kolitis ulseratif selain dapat dievaluasi penebalan

dinding usus dapat pula dilihat adanya hypervascular pada dinding usus

tersebut. (Marc D, 2011)

4. CT-scan dan MRI

Kelebihan CT-scan dan MRI, yaitu dapat mengevaluasi langsung

keadaan intralumen dan ekstralumen. Serta mengevaluasi sampai sejauh

mana komplikasi ekstralumen kolon yang telah terjadi. Sedangkan

22

Page 23: Kolitis Ulseratif

kelebihan MRI terhadap CT-scan adalah mengevaluasi jaringan lunak

karena terdapat perbedaan intensitas (kontras) yang cukup tinggi antara

jaringan lunak satu dengan yang lain. . (Marc D, 2011)

Gambaran CT-scan pada kolitis ulseratif, terlihat dinding usus

menebal secara simetris dan kalau terpotong secara cross-sectional maka

terlihat gambaran target sign. Komplikasi di luar usus dapat terdeteksi

dengan baik, seperti adanya abses atau fistula atau keadaan abnormalitas

yang melibatkan mesenterium. MRI dapat dengan jelas memperlihatkan

fistula dan sinus tract-nya. (Anonim, 2011)

4. Gambaran Endoskopi

Pada dasarnya kolitis ulseratif merupakan penyakit yang melibatkan

mukosa kolon secara difus dan kontinu, dimulai dari rektum dan

menyebar/progresif ke proksimal. Data dari beberapa rumah sakit di Jakarta

didapatkan bahwa lokalisasi kolitis ulseratif adalah 80% pada rektum dan

rektosigmoid, 12% kolon sebelah kiri (left side colitis), dan 8% melibatkan

seluruh kolon (pan-kolitis). (Anonim, 2011)

Pada kolitis ulseratif, ditemukan hilangnya vaskularitas mukosa,

eritema difus, kerapuhan mukosa, dan seringkali eksudat yang terdiri atas

mukus, darah dan nanah. Kerapuhan mukosa dan keterlibatan yang seragam

adalah karakteristik. Sekali mukosa yang sakit ditemukan (biasanya di

rektum), tidak ada daerah mukosa normal yang menyela sebelum batas

proksimal penyakit dicapai. Ulserasi landai, bisa kecil atau konfluen namun

selalu terjadi pada segmen dengan kolitis aktif. Pemeriksaan kolonoskopik

penuh dari kolon pada kolitis ulseratif tidak diindikasikan pada pasien yang

sakit akut. Biopsi rektal bisa memastikan radang mukosa. Pada penyakit yang

lebih kronik, mukosa bisa menunjukkan penampilan granuler, dan bisa

terdapat pseudopolip seperti pada gambar 6. (Marc D, 2011)

23

Page 24: Kolitis Ulseratif

Gambar 8. Gambaran colitis ulsertatif cronic. (Marc D, 2011)

5. Gambaran Histopatologi

Yang termasuk kriteria histopatologik adalah perubahan arsitektur

mukosa, perubahan epitel dan perubahan lamina propria. Perubahan arsitektur

mukosa meliputi perubahan permukaan, berkurangnya densitas kripta,

gambaran abnormal arsitektur kripta (distorsi, bercabang, memendek).

Perubahan epitel seperti berkurangnya musin dan metaplasia sel Paneth serta

permukaan villiform juga diperhatikan. Perubahan lamina propria meliputi

penambahan dan perubahan distribusi sel radang. Granuloma dan sel-sel

berinti banyak biasanya ditemukan. Gambaran mikroskopik ini berhubungan

dengan stadium penyakit, apakah stadium akut, resolving atau

kronik/menyembuh. Pada kolon normal, permukaan datar, kripta tegak,

sejajar, bentuknya sama, jarak antar kripta sama, dan dasar dekat muskularis

mukosa. Sel-sel inflamasi, predominan terletak di bagian atas lamina propria.

Tsang dan Rotterdam (1999), membagi gambaran histologik penyakit kolitis

ulseratif menjadi kriteria mayor dan minor. Sekurang-kurangnya dua kriteria

mayor harus dipenuhi untuk diagnosis kolitis ulseratif. (Marc D, 2011)

Kriteria mayor kolitis ulseratif:

Infitrasi sel radang yang difus pada mukosa

Basal plasmositosis

Netrofil pada seluruh ketebalan mukosa

Abses kripta

Kriptitis

24

Page 25: Kolitis Ulseratif

Distorsi kripta

Permukaan viliformis

Kriteria minor kolitis ulseratif:

Jumlah sel goblet berkurang

Metaplasia sel Paneth

Tetapi pada kolitis ulseratif stadium dini, gambarannya tidak dapat

dibedakan dari kolitis infektif. Dan kolitis ulseratif mempunyai tiga stadium

yang gambaran mikroskopiknya berbeda-beda. Perlu diingat bahwa pada

seorang penderita dapat ditemukan gambaran ketiga stadium dalam satu

sediaan. (Marc D, 2011)

H. DIAGNOSIS DIFERENSIAL (Adam, 2010; Marc D, 2011),

Divertikulitis

Penyakit crohn

Polip colon 

Gastroenteritis bakteri

Gastroenteritis viral

Pendarahan gastrointestinal bagian bawah

Colitis infeksi

Irritable bowel syndrome

Tuberkulosis usus

I. PENATALAKSANAAN

Karena kolitis ulserativa tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan,

tujuan pengobatan dengan obat adalah untuk 1) menginduksi remisi, 2)

mempertahankan remisi, 3) meminimalkan efek samping pengobatan, 4)

meningkatkan kualitas hidup, dan 5) meminimalkan risiko kanker (Marc D,

2011)

Pengobatan kolitis ulseratif dilakukan dengan pemberian obat-obatan

yang secara luas atau selektif efektif dalam mengontrol keakutan penykit dan

menghambat remisi gejala dalam jangka waktu yang lama. Pengobatan kolitis

25

Page 26: Kolitis Ulseratif

ulseratif juga menerapkan prinsip stepladder : menggunakan regimen yang

lebih poten hanya diberikan pada pasien yang gagal berespon dengan

pengobatan sebelumnya. Terdapat beberapa regiimen obat yang digunakan,

yaitu (Daniel K. Podolsky, 2002)

Adapun Algoritma rencana terapeutik kolitis ulseratif di pelayanan

kesehatan lini pertama dijelaskan pada gambar 7. Obat-obat kolitis ulserativa

meliputi .( Djojoningrat dkk, 2011)

1. Agen anti-inflamasi seperti senyawa 5-ASA, kortikosteroid sistemik,

kortikosteroid topikal, dan

2. Immunomodulators

Gambar 9. Algoritma rencana terapeutik kolitis ulseratif di pelayanan kesehatan

lini pertama .( Djojoningrat dkk, 2011)

26

Page 27: Kolitis Ulseratif

Gambar 10.

Algoritme Tata Laksana Kolitis Ulseratif ((Daniel K. Podolsky, 2002)

27

Page 28: Kolitis Ulseratif

Pilihan pengobatan untuk kolitis ulseratif dan penyakit Crohn

Derajat Kolitis ulseratif Penyakit Crohn

Distal Luas

Ringan Aminosalisilat oral atau

rektal

Kortikosteroid rektal

Aminosalisilat oral Aminosalisilat atau

metronidazol oral

Bisa juga budesonid

atau siprofloksasin oral

Sedang Aminosalisilat oral atau

rektal

Kortikosteroid rektal

Aminosalisilat oral Kortikosteroid oral

(budesonid untuk ileus

atau right sided

colonic)

azatioprin atau

merkapropurin oral

Berat Kortikosteroid oral atau

parenteral

Kortikosteroid rektal

Kortikosteroid oral

atau parenteral

Siklosporin IV

Kortikosteroid oral atau

parenteral

Metorexat SC atau IV

Infliximab IV

Refraksional Kortikosteroid oral atau

IV

Ditambahkan azatioprin

atau merkapropurin oral

Kortikosteroid oral

atau IV

Ditambahkan

azatioprin atau

merkapropurin oral

Infliximab IV

Perianal - - Antibiotik oral

(metronidazol atau

28

Page 29: Kolitis Ulseratif

siprofloksasin)

Infliximab IV

azatioprin atau

merkapropurin oral

Remisi Aminosalisilat oral atau

rektal

azatioprin atau

merkapropurin oral

Aminosalisilat oral

azatioprin atau

merkapropurin oral

Bisa azatioprin atau

merkapropurin oral,

mesalamin,

metronidazol

azatioprin atau

merkapropurin oral

(Daniel K. Podolsky, 2002)

a. Obat Golongan Asam Aminosalisilat

Dilatar belakangi oleh dasar berfikir, bahwa preparat sulfasalazin

merupakan obat yang sudah dan mapan dipakai dalam pengobatan IBD,

terdiri dari gabungan sulfapiridin dan aminosalisilat dalam ikatan azo yang

dalam usus dipecah menjadi sulfapiridin dan mesalazine/ 5-ASA. Telah

diketahui bahwa yang berperan sebagai efek anti inflamasi adalah 5-ASA ini.

Efek samping 5-ASA murni lebih kecil dibanding Sulfasalazin (terdapat pada

unsusr sulfapiridin), sedangkan efektivitas relatif sama dalam pengobatan

IBD. (Marc D, 2011)

Rencana tindakan: (a) Preparat murni atau derivatnya (olsalazine:

ikatan bersama dua molekul mesalazine) lebih diutamakan dibanding

mesalazine yang terikat molekul pembawa (carrir molecule: sulfasalazine dan

blasalazide), karena dapat dilepas lambat pada pH >5 (dalam lumen usus

halus/ ileum terminalisdan kolon proximal) serta lebih efektif dalam

penggunaan oral (coated) maupun rektal (foam-enema/suppository). (b) Dosis

rata-rata 5-ASA untuk mencapai remisi adalah 2-4 gram/hari. Setelah remisi

29

Page 30: Kolitis Ulseratif

tercapai yang umumnya setelah 16-24 minggu diberikan kemudian dosis

pemeliharaan yang bersifat individual.Terapi jangka panjang 5-ASA dapat

pula mencegah karsinoma kolorektal dengan cara apoptosis dan menurunnya

proliferasi mukosa kolorektal pada IBD. ( Djojoningrat dkk, 2011)

b. Kortikosteroid Sistemik

Kortikosteroid ( Prednisone , prednisolone, hidrokortison, dll) telah

digunakan selama bertahun-tahun dalam pengobatan pasien dengan penyakit

Crohn sedang sampai parah dan kolitis ulseratif atau yang gagal untuk

merespon dosis optimal 5-ASA. Berbeda dengan senyawa 5-ASA,

kortikosteroid tidak memerlukan kontak langsung dengan jaringan usus yang

meradang untuk menjadi efektif. Kortikosteroid oral adalah agen anti

peradangan yang kuat seluruh tubuh.  Akibatnya, mereka digunakan dalam

mengobati enteritis. ( Djojoningrat dkk, 2011)

Pada pasien kritis, kortikosteroid intravena (seperti hydrocortisone)

dapat diberikan di rumah sakit. Kortikosteroid lebih cepat bertindak daripada

senyawa 5-ASA. Pasien sering mengalami perbaikan dalam gejala mereka

dalam beberapa hari setelah pemberian kortikosteroid dimulai. (Adam,2010)

Rencana bertindak diawali dengan : (a) memilih obat: secara

konvensional, prednison, metilprednisolon atau steroid enema masih menjadi

pilihan yang sering karena murah dan mudah dijangkau. Preparat Budesonide

dipakai untuk memperoleh tujuan konsentrasi steroid yang tinggi pada

dinding usus, dengan efek sistemik (dan efek sampingnya) yang rendah,

khususnya pada pengobatan IBD di daerah ileum terminalis dan colon

ascendens baik dalam bentuk preparat oral lepas lambat ataupun enema. (b)

mempertimbangkan dosis. Dosis rata – rata yang banyak digunakan untuk

mencapai fase remisi adalah setara dengan 40 – 60 mg prednison atau setara

dengan prednisolon dengan dosis 0,5 – 1,0 mg/KgBB. Tindakan terapi

kemudian tappering off dose setelah remisi yang tercapai dalam waktu 8-12

minggu. ( Djojoningrat dkk, 2011)

30

Page 31: Kolitis Ulseratif

c. Immunomodulators

Immunomodulators adalah obat-obat yang melemahkan sistem

kekebalan tubuh. Pada pasien dengan penyakit Crohn dan kolitis ulceratif,

bagaimanapun, sistem kekebalan tubuh secara abnormal dan kronis

diaktifkan. Immunomodulators mengurangi peradangan jaringan dengan

mengurangi populasi sel kekebalan tubuh dan / atau dengan mengganggu

produksi protein yang mempromosikan aktivasi kekebalan dan peradangan.

Contoh Immunomodulators termasuk azathioprine, 6-mercaptopurine (6-

MP), siklosporin, dan methotrexate. ( Djojoningrat dkk, 2011)

Azathioprine atau metabolit aktifnya 6-MP, memerlukan waktu

pemberian 2-3 bulan sebelum memperlihatkan efek terapeutiknya. Umumnya

sebagai introduktor/ substituensi pada kasus kasus steroid dependent atau

refrakter. Umumnya dosis initial 50 mg sampai tercapai efikasi substitusi,

kemudian dinaikan bertahap 2,5 mg/kgbb untuk Azathioprine atau 1,5

mg/kgbb untuk 6-MP. Efek samping yang sering timbul adalah nausea dan

dispepsia, leukopenia, limfoma, hepatitis, dan pankreatitis. ( Djojoningrat

dkk, 2011)

d. Terapi anti TNF

Obat terapi anti-TNF yang biasa digunakan adalah infliximab. Waktu

pemberian dan dosis optimal yang diberikan harus didasarkan pada diagnosis

yang tepat. Hal ini disebabkan beberapa hal :

- Pemberian jangka lama akan mengurangi respon obat perlahan-lahan

- Akan menimbulkan reaksi seperti penolakan obat dalam serum saat

dilanjutkan kembali terapi ini setalah dihentikan selama beberapa

waktu.

- Biaya yang mahal dalam pembelian dan persiapan infus obat terapi anti-

TNF

Infliximab dapat memberikan efek samping berupa reaktivasi

tuberkulosis, sindrom menyerupai lupus, dan limfoma. CDP571 dapat

31

Page 32: Kolitis Ulseratif

digunakan sebagai pengganti infliximab. Walaupun demikian, masih belum

jelas kefektivitasan obat ini dalam pengobatan kolitis ulseratif. (Daniel, 2002)

e. Antibiotik

Antibiotik masih digunakan secara terbatas pada pasien kolitis

ulseratif karena perbedaan mekanisme kerja dalam mempengaruhi flora usus.

Obat yang biasa digunakan adalah metronidazol. Metronidazole dapat

digantikan oleh siprofloksasin dan klaritromisin (Daniel K. Podolsky, 2002)

f. Pembedahan

Kolitis toksik merupakan suatu keadaan gawat darurat. Segera setelah

terditeksi atau bila terjadi ancaman megakolon toksik, semua obat anti-diare

dihentikan, penderita dipuasakan, selang dimasukan ke dalam lambung atau

usus kecil dan semua cairan, makanan dan obat-obatan diberikan melalui

pembuluh darah. ( Djojoningrat dkk, 2011)

Pasien diawasi dengan ketat untuk menghindari adanya peritonitis

atau perforasi. Bila tindakan ini tidak berhasil memperbaiki kondisi pasien

dalam 24-48 jam, segera dilakukan pembedahan, dimana semua atau hampir

sebagian besar usus besar diangkat. (Adam, 2010)

Jika didiagnosis kanker atau adanya perubahan pre-kanker pada usus

besar, maka pembedahan dilakukan bukan berdasarkan kedaruratan.

Pembedahan non-darurat juga dilakukan karena adanya penyempitan dari

usus besar atau adanya gangguan pertumbuhan pada anak-anak. Alasan

paling umum dari pembedahan adalah penyakit menahun yang tidak sembuh-

sembuh, sehingga membuat penderita tergantung kepada kortikosteroid dosis

tinggi. Pengangkatan seluruh usus besar dan rektum, secara permanen akan

menyembuhkan kolitis ulserativa. ( Djojoningrat dkk, 2011)

Penderita hidup dengan ileostomi (hubungan antara bagian terendah

usus kecil dengan lubang di dinding perut) dan kantong ileostomi. Prosedur

pilihan lainnya adalah anastomosa ileo-anal, dimana usus besar dan sebagian

besar rektum diangkat, dan sebuah reservoir dibuat dari usus kecil dan

ditempatkan pada rektum yang tersisa, tepat diatas anus. (Marc D, 2011)

32

Page 33: Kolitis Ulseratif

J. KOMPLIKASI

1. Perdarahan, merupakan komplikasi yang sering menyebabkan anemia 

karena kekurangan zat besi.Pada 10% penderita, serangan pertama sering

menjadi berat, dengan perdarahan yang hebat, perforasi atau penyebaran

infeksi. (Marc D, 2011)

2. Kolitis Toksik, terjadi kerusakan pada seluruh ketebalan dinding usus.

Kerusakan ini menyebabkan terjadinya ileus, dimana pergerakan dinding

usus terhenti, sehingga isi usus tidak terdorong di dalam salurannnya.

Perut tampak menggelembung. Usus besar kehilangan ketegangan

ototnya dan akhirnya mengalami pelebaran. Rontgen perut akan

menunjukkan adanya gas di bagian usus yang lumpuh. Jika usus besar

sangat melebar, keadaannya disebut megakolon toksik. Penderita tampak

sakit berat dengan demam yang sangat tinggi. Perut terasa nyeri dan

jumlah sel darah putih meningkat. Jika perlukaan ini menyebabkan

timbulnya lubang di usus (perforasi), maka resiko kematian akan

meningkat. (Marc D, 2011)

3. Kanker Kolon (Kanker Usus Besar). Resiko kanker usus besar meningkat

pada orang yang menderita kolitis ulserativa yang lama dan berat.

Resiko tertinggi adalah bila seluruh usus besar terkena dan penderita

telah mengidap penyakit ini selama lebih dari 10 tahun, tanpa

menghiraukan seberapa aktif penyakitnya. Dianjurkan untuk melakukan

pemeriksaan kolonoskopi (pemeriksaan usus besar) secara teratur,

terutama pada penderita resiko tinggi terkena kanker, selama periode

bebas gejala. Setiap tahunnya, 1% kasus akan menjadi kanker. Bila

diagnosis kanker ditemukan pada stadium awal, kebanyakan penderita

akan bertahan hidup. (Marc D, 2011)

K. PROGNOSIS (Marc D, 2011)

Remisi pada 10%; eksaserbasi intermiten sebanyak 75%; penyakit aktif

berlanjut sebanyak 10%.

Mortalitas

33

Page 34: Kolitis Ulseratif

BAB III

SIMPULAN

Kolitis Ulserativa merupakan suatu penyakit menahun, dimana usus besar

mengalami peradangan dan luka, yang menyebabkan diare berdarah, kram perut

dan demam. Kolitis ulserativa bisa dimulai pada umur berapapun, tapi biasanya

dimulai antara umur 15-30 tahun.Tidak seperti penyakit Crohn, kolitis ulserativa

tidak selalu memperngaruhi seluruh ketebalan dari usus dan tidak pernah

mengenai usus halus. Penyakit ini biasanya dimulai di rektum atau kolon

sigmoid (ujung bawah dari usus besar) dan akhirnya menyebar ke sebagian atau

seluruh usus besar.

Pengobatan kolitis ulseratif memiliki tujuan adalah untuk

1) menginduksi remisi,

2) mempertahankan remisi,

3) meminimalkan efek samping pengobatan,

4) meningkatkan kualitas hidup, dan

5) meminimalkan risiko kanker

Prognosis dipengaruhi oleh ada tidaknya komplikasi atau tingkat respon

terhadap pengobatan konservatif

34

Page 35: Kolitis Ulseratif

DAFTAR PUSTAKA

Arisetine, Dina Aprilia. 2008. Kolitis Ulseratif Ditinjau dari Aspek Etiologi, Klinik dan Patogenesa. Universitas Sumatera Utara - Fakultas Kedokteran Medan.

Adam Schoenfeld. 2010. http://www.medicinenet.com/ulcerative_colitis /article.htm.

Anonim. 2011. http://medicastore.com/penyakit/488/Kolitis_Ulserativa. html.

Daniels Podolsky. 2002. The New England Journal of Medicine. Inflammatory Bowel Disease. Vol 347 No 6. pp 417-427.

Djojoningrat D. 2007. Inflammatory Bowel Disease: Alur Diagnosis dan Pengobatannya di Indonesia. Dalam: Sudoyo AW dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. hal. 384-88.

Djojoningrat D dkk editor. 2011. Konsensus Nasional Penatalaksanaan Inflammatory bowel disease (IBD) di Indonesia. Editor: Djojoningrat D, dkk. Jakarta: Interna Publishing.

Glickman RM. 2000. Penyakit Radang Usus (Kolitis Ulseratif dan penyakit Crohn). Dalam: Asdie AH, editor. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 4. Edisi ke-13. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; hal. 1577-91.

Hopkins, John. 2013. Gastroenterology and Hepatology Medicine. Colitis Ulcerative. (http://www.hopkins-gi.org)

Jugde TA, Lichtenstein GR. Inflammatory Bowel Disease. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH, editors. 2009. Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. 2nd ed. International ed.: McGraw-Hill. pp. 108-30.

Kathlen A Head, Julie Jurenka. 2003. Alternative Medicine Review. Inflammatory Bowel Disease I : Ulcerative Colitis – Pathohysiology and Conventional And Alternative Treatment Options. Volume 8, Number 3. pp. 247-274

Marc D Basson. 2011.http://emedicine.medscape.com/article/183084-overview.

Price, Sylvia anderson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses proses Penyakit Edisi 6.: EGC.

Wasson J et all. 2004. a–z Common Symptom Answer Guide. McGraw-Hill.

35