kolitis ulseratif

22
Penyakit Kolitis Ulseratif dan Penatalaksanaanya Leni Putu Gantiasih 102012276 A6 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] Pendahuluan Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang melibatkan saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum diketahui jelas. Secara garis besar IBD terdiri dari 3 jenis, yaitu Kolitis Ulseratif (KU), penyakit Crohn (PC), dan bila sulit membedakan kedua hal tersebut, maka dimasukkan dalam kategori indeterminate colitis. Kolitis ulseratif merupakan penyakit inflamasi kronik pada kolon yang sering kambuh. Tidak ditemukan kesamaan penyebab, walaupun factor genetik memegang peran penting dengan adanya 15% kasus dengan riwayat keluarga yang jelas. Kolitis ulseratif biasanya mengenai lapisan mukosa kolon, dapat ringan, kronis, atau akut. Hal ini untuk secara praktis membedakannya dengan penyakit inflamasi penyakit usus lainnya yang telah diketahui penyebabnya seperti infeksi, iskemia dan radiasi. 1 1

Upload: leni-gantiasih

Post on 06-Nov-2015

66 views

Category:

Documents


45 download

TRANSCRIPT

Penyakit Kolitis Ulseratif dan PenatalaksanaanyaLeni Putu Gantiasih102012276A6Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510Email : [email protected]

PendahuluanInflammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang melibatkan saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum diketahui jelas. Secara garis besar IBD terdiri dari 3 jenis, yaitu Kolitis Ulseratif (KU), penyakit Crohn (PC), dan bila sulit membedakan kedua hal tersebut, maka dimasukkan dalam kategori indeterminate colitis. Kolitis ulseratif merupakan penyakit inflamasi kronik pada kolon yang sering kambuh.Tidak ditemukan kesamaan penyebab, walaupun factor genetik memegang peran penting dengan adanya 15% kasus dengan riwayat keluarga yang jelas.Kolitis ulseratif biasanya mengenai lapisan mukosa kolon, dapat ringan, kronis, atau akut. Hal ini untuk secara praktis membedakannya dengan penyakit inflamasi penyakit usus lainnya yang telah diketahui penyebabnya seperti infeksi, iskemia dan radiasi.1

Isi

AnamnesisPertanyaan-pertanyaan yang harus ditanyakan secara rutin diperlihatkan di bawah, Pengambilan riwayat dan pemeriksaan kadang-kadang dilakukan secara bersamaan untuk menghindari terjadinya pemisahan cirri-ciri yang saling berhubungan.2

Hal yang perlu ditanyakan pada pasien yang datang dengan keluhan gangguan di saluran cerna sesuai dengan skenario:3 Diare Seberapa sering? Banyak atau sedikit? Bau? Ada darah, mukus, atau pus? Gejala penyerta? Baru melakukan perjalanan? Nyeri abdominal/dispepsia/gangguan pencernaan Keadaan? Lokasi? Penjalaran?

Pemeriksaan FisikPemeriksaan abdomen paling baik dilakukan pada pasien dalam keadaan berbaring dan relaks, kedua lengan berada disamping, dan pasien bernapas melalui mulut. Pasien diminta untuk menekukkan kedua lutut dan pinggulnya sehingga otot-otot abdomen menjadi relaks. Tangan pemeriksa harus hangat untuk menghindari terjadinya refleks tahanan otot oleh pasien.1. InspeksiSetelah melakukan inspeksi menyeluruh dan keadaan sekitarnya dengan cepat, perhatikan abdomen untuk memeriksa hal berikut ini: Apa bentuk abdomen? Apa warna kulit dan lesi kulit? Apakah abdomen dapat bergerak tanpa hambatan ketika pasien bernapas? Apakah pasien menderita nyeri abdominal yang nyata? Apakah pasien menderita iritasi peritoneum, yaitu pergerakan abdomen menjadi terbatas? Apakah terdapat jaringan parut akibat operasi sebelumnya? Apakah terdapat distensi abdomen yang nyata? Apakah terdapat vena yang berdilatasi? Apakah terdapat gerakan peristaltik yang dapat terlihat? Apakah terdapat kelainan-kelainan lain yang dapat terlihat?Distensi yang menyeluruh biasanya disebabkan oleh lemak, cairan, janin, atau udara, sedangkan penyebab dari pembengkakkan yang terlokalisasi antara lain hernia atau pembesaran organ. Pada distensi abdomen yang menyeluruh, terutama jika disebabkan oleh asites, umbilikus dapat menonjol keluar.Peristaltik yang terlihat dapat dijumpai pada individu normal yang kurus, tetapi pada orang yang gemuk, gerakan peristaltik hanya terlihat di sebelah proksimal dari letak lesi obstruktif usus.22. PalpasiAbdomen harus diperiksa secara sistematis, terutama jika pasien menderita nyeri abdomen. Selalu tanyakan letak nyeri yang dirasa maksimal dan periksa bagian tersebut paling akhir.Lakukan palpasi pada setiap kuadran secara berurutan, awalnya tanpa penekanan yang berlebihan dan dilanjutkan dengan palpasi secara dalam (jika tidak terdapat area nyeri yang diderita atau diketahui). Kemudian, lakukan palpasi secara khusus terhadap beberapa organ.Ketika meraba organ intra-abdomen yang membesar, bagian tepi organ lebih sering teraba daripada badan organ, akan tetapi konsistensi antara organ tersebut dengan organ disekitarnya seringkali mudah dibedakan hanya dengan meraba bagian tepinya. Tepi organ dapat diketahui dengan lebih mudah jika pemeriksa meminta pasien untuk mengambil napas agak dalam sehingga organ tersebut bergerak.Bila terdapat pembengkakkan yang abnormal, dan pada waktu palpasi tidak menimbulkan rasa nyeri, tentukan keadaan dan karakteristiknya.Tahanan abdomen merupakan suatu refleks penegangan otot-otot abdomianal yang terlokalisasi yang tidak dapat dihindari oleh pasien dengan sengaja. Adanya tahanan tersebut merupakan tanda iritasi peritoneum perifer atau tanda nyeri tekan yang tajam dari organ dibawahnya. Pastikan adanya tahanan abdomen dengan melakukan perkusi ringan di atas area yang terkena.23. PerkusiPerkusi berguna (khususnya pada pasien yang gemuk) untuk memastikan adanya pembesaran beberapa organ, khususnya hati, limpa, atau kandung kemih. Lakukan selalu perkusi dari daerah resonan ke daerah pekak, dengan jari pemeriksa yang sejajar dengan bagian tepi organ.24. AuskultasiHanya pengalaman klinis yang dapat memberitahu bising usus yang normal. Seorang pemeriksa mungkin membutuhkan waktu selama beberapa menit sebelum dapat mengatakan dengan yakin bahwa bising usus tidak terdengar.Bising usus yang meningkat dapat ditemukan pada obstruksi usus, diare, dan jika terdapat darah dalam pencernaan yang berasal dari saluran cerna atas (keadaan yang menyebabkan peningkatan peristaltik).Bising usus menurun atau menghilang ditemukan pada ileus, perforasi, peritonitis generalisata.Bising sistolik aorta atau arteri femoralis dapat terdengar di atas arteri yang mengalami aneurisma atau stenosis. Bising arteri renalis dapat terdengar di bagian lateral abdomen atau di punggung. Dengungan vena yang kontinu dapat menunjukkan adanya obstruksi vena kava inferior atau obstruksi vena porta.2

Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien yang dicurigai kolitis ulseratif adalah pemeriksaan darah lengkap. Jika pasien dengan kolitis ulseratif yang cukup aktif maka akan ditemukan peningkatan CRP, hitung trombosit, ESR, dan penurunan Hb. Fecal lactoferin cukup menjadi marker yang sensitif dan spesifik untuk mendeteksi inflamasi pada intestinal. Pada kasus berat, level albumin serum dapat menurun cukup signifikan. Leukositosis dapat terjadi tapi tidak merupakan indikator yang spesifik untuk menentukan aktivitas penyakit. Pemeriksaan yang mungkin dapat menentukan tingkat keparahan penyakit adalah hematocrit, ESR, dan level serum albumin. Pemeriksaan mikrobiologi pada feses penting untuk menentukan apakah penyebab penyakit merupakan infeksi atau tidak.3-5 Fecal MarkersPenanda utama dalam kolitis ulseratif adalah adanya infiltrasi neutrofil di dalam kripta sel epitel dan lamina propria dan berhubungan dengan eksudasi neutrofil pada feses di dalam lumen kolon. Tidak adanya leukosit pada feses menyingkirkan adanya inflamasi dan mengacu kepada hal lain yang berupa kelainan struktural ataupun iritasi kolon.3Calprotectin, yang berasal dari sel granulosit, calcium binding protein, dapat digunakan sebagai penilaian diagnostik untuk mengidentifikasi adanya diare inflamatorik dan aktivitas inflamasi yang terjadi. Sama halnya dengan lactoferin, yang merupakan protein granulosit neutrofilik yang dapat ditemukan dalam pemeriksaan latex agglutination assay atau dengan polyclonal antibody-based enzyme linked immunoassay, dapat digunakan untuk membedakan antara IBD atau irritable bowel syndrome (IBS).3

Serological MarkersPemeriksaan diagnostik serologi terbaru untuk mengidektifikasi IBD adalah pemeriksaan adanya ANCA (Anti Neutophil Cytoplasmic Antibody) dan pANCA (Perinuclear Anti Neutrophilic Cytoplasmic Antibodies). Pengembangan terus dilakukan untuk meningkatkan sensitivitas dan spefisitas dari tes serologi ini. Progresivitas penelitian semakin menunjukkan antigen yang dituju oleh antibodi pANCA tersebut.3Prevalensi pANCA pada pasien dengan kolitis ulseratif berkisar antara 50%. Berbeda dengan predominansi pANCA pada penyakit kolitis ulseratif, antibodi terhadap Saccharomyces cerevisiae (ASCA-anti saccharomyces cerevisiae antibody) lebih spesifik ditemukan pada pasien dengan penyakit Crohn dan positif pada 40-60% pasien.3Pada akhirnya, untuk bisa membedakan antara kolitis ulseratif dengan penyakit Crohn tidak bisa dengan mendeteksi pANCA pada pasien dengan kolitis yang masih belum diketahui penyebabnya. Hasil serologi pANCA+ ASCA- lebih sering ditemukan pada pasien kolitis ulseratif dibandingkan dengan penyakit Crohn dengan sensitivitas 44%-58% dan spesifitas 81%-98%. Sebaliknya, pANCA- dan ASCA+ memiliki sensitivitas 30%-64% dan spesifitas 92%-97% untuk penyakit Crohn.3

EndoskopiKolitis ulseratif hampir selalu bisa didiagnosa dengan menggunakan endoskopi, memeriksa rectum dan colon sigmoideum. Akurasi diagnostik kolonoskopi pada IBD adalah 89% dengan 4% kesalahan dan 7% hasil meragukan. Endoskopi akan menunjukkan inflamasi yang kontinu, difus, yang mulai terlihat dari rektum, kemudian menjalar ke arah proksimal. Berdasarkan data beberapa RS di Jakarta menunjukkan lokalisasi KU pada rektum dan rektosigmoid sebesar 80%, 12% pada kolon sebelah kiri (left side colitis), dan 8% melibatkan seluruh kolon (pan-kolitis).1,3Mukosa colon yang normal dan sehat adalah halus dan berkilau, memantulkan cahaya endoskopi, dan memperlihatkan percabangan vascular dari mukosa kolon. Jika terdapat inflamasi, maka mukosa kolon akan menjadi edema, eritematosa, lebih bergranular, sehingga pantulan cahaya menjadi acak dan tidak beraturan. Mukosa yang berganulasi dapat halus atau kasar. Kasarnya mukosa yang bergranula tersebut menunjukkan adanya pinpoint ulceration dan berhubungan dengan tingkat kerapuhannya (dapat menyebabkan pendarahan spontan ataupun pendarahan karena skope yang dimasukkan).3Gambaran endoskopi yang terlihat pada KU yang ringan adalah eritema, gambaran vaskularisasi mulai menghilang, dan kerapuhan yang ringan. Gambaran endoskopi pada KU yang sedang adalah eritema yang jelas, kehilangan gambaran vaskularisasi, kerapuhan, dan erosi. Sedangkan pada KU yang berat terlihat adanya ulserasi dan pendarahan spontan. Gambaran histologi berubah lebih lambat dibandingkan dengan gejala klinisnya, tapi tetap dapat digunakan untuk menilai tingkat aktivitas penyakit.4Ketika KU mulai menyembuh, maka perubahan mukosa terlihat dengan sangat jelas. Mukosa kolon menyembuh dengan pertumbuhan jaringan granulasi untuk menggantikan ulserasi yang telah terjadi, dan hingga akhirnya terjadi pemulihan gambaran vaskularisasi pada mukosa kolon, namun gambaran tidak terlihat jelas atau bahkan tidak jelas sama sekali karena percabangan vaskularisasi tidak terlalu banyak yang ireguler. Pada area yang mengalami inflamasi lebih parah, pertumbuhan jaringan granulasi terlihat lebih jelas dan mengalami reepitelisasi berbentuk pseudopolip postinflamasi. Pseudopolip yang terbentuk bervariasi antara ukuran dan bentuknya, dan sering berbentuk seperti finger-like projections. Jika ulserasi yang terjadi lebih berat, maka bisa terbentuk mucosal bridges. Pseudopolip yang terbentuk tidak memiliki potensi neoplasma sama sekali, namun sulit untuk membedakannya dengan polip adenoma lainnya. Terutama jika memang pasien mengalami KU yang sangat berat, maka pembentukan pseudopolip tersebut dapat menutupi seluruh mukosa, sehingga menyebabkan kesulitan untuk mendeteksi adanya polip adenoma.3Pada KU yang parah, endoskopi dapat tetap dilakukan, namun hanya oleh dokter yang sudah sangat berpengalaman, untuk dapat menentukan tingkat keparahan pada perubahan mukosa kolon, seberapa dalam ulserasi yang terjadi, untuk akhirnya mengarah kepada prognosis dan terapi yang akan dilakukan. Kolonoskopi dan biopsi dapat juga digunakan untuk membantu melihat apakah ada komplikasi berupa infeksi seperti C. difficile.3

Imaging Penggunaan barium konvensional untuk mendiagnosis dan menilai KU sudah digantikan dengan pemeriksaan endoskopi. Namun pemeriksaan radiologi dapat menjadi tambahan selain endoskopi pada kasus-kasus klinik tertentu. Foto polos abdomen dapat digunakan untuk menentukan kolitis yang berat dimana garis batas adanya udara pada kolon dapat mendemonstrasikan ada tidaknya haustrasi atau dilatasi pada kolon (untuk menyingkirkan megakolon toksik).3Kelainan spesifik pada KU yang mungkin dapat dilihat dengan kontras barium enema adalah hilangnya haustrasi pada bagian yang mengalami inflamasi, lesi striktur, fistulasi, mukosa yang ireguler, gambaran ulkus atau polip, penebalan dinding usus, gambaran kolon yang terlihat seperti memendek, dan peningkatan jarak/ruang antara sakrum dengan rektum. Pemeriksaan barium enema dikontraindikasikan pada pasien dengan KU berat karena berpotensi terjadinya perforasi atau dapat menginduksi terjadinya megakolon toksik.1,3

DiagnosisProses diagnosa medis merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk menangani suatu penyakit. Proses diagnosa adalah proses yang dilakukan seorang ahli kesehatan untukmenentukan jenis penyakit yang diderita oleh pasien, kemudian menentukan diagnosispenyakit pasien tersebut sehingga dapat memberi pengobatan yang tepat dengan jenispenyakit (etiologik) maupun gejalanya (simptomatik).3Diagnosa dilakukan berdasarkan prinsip bahwa suatu penyakit dapat dikenali dengan memperhatikan ciri gejala klinis pada tubuh pasien yang ditimbulkan penyakit tersebut.Keadaan penyakit yang diderita dapat juga di ukur dengan memperhatikan gejala klinis. Semua gejala yang teramati kemudian dibandingkan dengan pengetahuan mengenai penyakit dan ciri-cirinya yang dimiliki ahli tersebut, bila terdapat kecocokan maka ahli tersebut dapat menentukan jenis penyakitnya.3

Differential diagnosis

Penyakit CrohnKU dan PC memiliki kemiripan dengan penyakit-penyakit lainnya. Langkah pertama juga harus bisa membedakan antara KU dengan PC, yang merupakan satu bagian dalam IBD. Sekali pasien didiagnosa menderita IBD, menentukan antara KU atau PC terkadang tidak dapat langsung dilakukan, hingga sekitar 15% kasus. Pada keadaan ini dinamakan sebagai indeterminate colitis. Tetapi, gejala-gejalanya akan semakin spesifik seiring dengan berjalannya penyakit tersebut. Juga pada sekitar 5% kasus (1-20% kasus) tidak dapat membedakan KU dengan PC melalui spesimen reseksi kolon karena gambaran histologik yang saling overlapping.1Simtom PC lebih bervariasi, PC ditandai dengan inflamasi transmural dan dapat mengenai semua bagian di saluran cerna. PC dapat berupa inflamasi, fistula dan striktur. Gejala sistemik seperti malaise, anoreksia, dan demam lebih sering ditemukan di PC

Kolitis InfeksiInfeksi pada kolon dan usus kecil dapat menyerupai KU ataupun PC. Dapat berupa bakteri, jamur, virus, hingga protozoa. Kolitis yang disebabkan oleh Campylobacter dapat memiliki kemiripan dengan KU pada endoskopi, dan juga dapat menimbulkan relaps seperti pada KU. Infeksi Salmonella juga dapat menyebabkan diare cair ataupun berdarah, nausea, dan muntah. Shigellosis juga dapat menyebabkan diare cair, nyeri perut, demam, dan dapat diikuti dengan rectal tenesmus (rasa tidak puas saat BAB), juga dapat diikuti adanya darah dan lendir yang berasal dari rektum. Ketiga infeksi di atas biasanya merupakan self-limited disease, tetapi sekitar 1% pasien yang terinfeksi Salmonella menjadi carier yang asimtomatik.Infeksi Yersinia enterocolitica terjadi biasanya pada ileum terminal dan dapat menyebabkan ulserasi mukosa, invasi neutrofil, hingga penebalan dinding ileum. Infeksi bakteri lainnya yang dapat menyerupai IBD adalah: (1) infeksi C. difficile, yang dapat menyebabkan diare cair, tenesmus, nausea, hingga muntah; (2) infeksi E. coli, dengan strain-strain yang dapat menyerupainya adalah enterohemoragik, enteroinvasif, dan enteroadherent E.coli, di mana ketiganya dapat menyebabkan diare yang berdarah, serta nyeri abdomen. Diagnosis untuk kolitis yang disebabkan oleh bakteri ini adalah kultur feses dan analisa toksin C. difficile.1

DivertikulitisDiverkulitis dalam membedakannya dengan KU cukup sulit, baik secara klinis ataupun radiografi. Keduanya dapat menyebabkan demam, nyeri abdomen, leukositosis, meningkatnya ESR, obstruksi parsial, dan fistula. Satu-satunya cara membedakan adalah dengan dilakukannya endoskopi, karena pada diverkulitis tidak terjadi perubahan mukosa yang drastis seperti pada KU, serta pada diverticulitis dapat terlihat adanya lubang kantong-kantong yang terlihat dari lumen usus. Namun harus tetap diingat bahwa endoskopi dilakukan ketika pasien sedang tidak dalam masa diare, karena ditakutkan jika divertikulitis sedang dalam fase akut, maka ketika dilakukan endoskopi dapat terjadi perforasi.1

Working Diagnosis

Kolitis ulseratif merupakan penyakit radang kolon nonspesifik yang umumnya berlangsung lama disertai ada remisi dan eksaserbasi yang berganti-ganti. Nyeri abdomen, diare, dan perdarahan rectum merupakan gejala dan tanda yang penting. Lesi utamanya adalah reaksi peradangan daerah subepitel yang timbul pada basis kripte Lieberkuhn, yang akhirnya menimbulkan ulserasi mukosa. Awitan puncak penyakit ini adalah antara usia 15 dan 40 tahun, dan menyerang kedua jenis kelamin sama banyak. Insidens colitis ulseratif per tahun adalah sekitar 1 per 10.000 orang kulit putih. Penyakit Crohn terjadi pada sekitar seperempat dari kolitis ulseratif. Kedua penyakit ini lebih jarang terjadi pada orang kulit berwarna.4

Epidemiologi

Kolitis ulseratif dapat mengenai 150 orang dari 100.000 populasi pada negarabagian barat. Kolitis ulseratif memiliki prevalensi tiga kali lebih sering dibandingkan dengan penyakit Crohn. Kolitis ulseratif antara pria dan wanita sama. Di Amerika Serikat, kolitis ulseratif terjadi lebih sering pada populasi dengan ras kulit putih. Berdasarkan statistik internasional, kolitis ulseratif sering terdapatdi negara-negara bagian barat dan utara, insidensnya rendah di negara-negara Asia danTimur Tengah.6Onset usia mengikuti pola bimodal, puncaknya berada di usia 15-25 tahun danonsetnya menurun pada usia 55-65 tahun, meskipun penyakit ini dapat mengenai segalajenis usia. Kolitis ulseratif jarang mengenai populasi yang berusia lebih muda dari 10tahun. Dua dari 100.000 anak terkena penyakit ini, namun 20-25% dari semua kasuskolitis ulseratif terjadi pada usia 20 tahun ke bawah.7

Etiologi dan Patofisiologi

Etiologi kolitis ulseratif, seperti juga penyakit Crohn, tidak diketahui. Faktor genetic tampaknya berperan dalam genetik, karena terdapat hubungan familial yang jelas antara colitis ulseratif, penyakit Crohn, dan spondilitis ankilosa.Telah dijelaskan beberapa teori mengenai penyebab colitis ulseratif, namun tidak ada yang terbukti. Teori yang paling terkenal adalah teori reaksi system imun tubuh terhadap virus atau bakteri yang menyebabkan terus berlangsungnya peradangan dalam dinding usus. Penderita colitis ulseratif memang memiliki kelainan system imun, tetapi tidak diketahui hal ini merupakan penyebab atau efek ini; colitis ulseratif tidak disebabkan oleh distress emosional atau sensitifitas terhadap makanan, tetapi factor-faktor ini mungkin dapat memicu timbulnya gejala pada beberapa orang.Lesi patologis awal terbatas pada lapisan mukosa berupa pembentukan abses dalam kriptus, yang berbeda pada lesi pada penyakit crohn yang menyerang seluruh tebal dinding usus. Pada permulaan penyakit, timbul edema dan kongesti mukosa. Edema dapat menyebabkan kerapuhan hebat sehingga dapat terjadi perdarahan akibat trauma ringan, seperti gesekan ringan pada permukaan.Pada stadium penyakit yang lebih lanjut, abses kripte pecah menembus dinding kripte dan menyebar dalam lapisan submukosa. Mukosa kemudian terkelupas menyisakan daerah tidak bermukosa (tukak). Tukak mula-mula tersebar dan dangkal, tetapi pada stadium lebih lanjut,permukaan mukosa yang hilang menjadi luas sekali sehingga mengakibatkan hilangnya jaringan, protein, dan darah dalam jumlah banyak. 4

Gambaran Klinis

Serangan intermiten yang meliputi diare bercampur dengan mukus serta darah dan nyeri abdominal. Kadang-kadang, ditemukan sebagai penyakit yang berat, dengan gangguan elektrolit yang berat dan megakolon toksik (kolon yang mengalami dilatasi massif dan tidak fungsional). Manifestasi ekstraintestinal antara lain : poliartritis migrans, sakroiliitis, spondilitis ankilosa, uveitis, kolangitis serta kolangitis sklerosa primer (hingga 5% pasien), dan lesi kulit. Resiko karsinoma yang terjadi karena dysplasia yaitu resiko tertinggi pada pasien dengan pankolitis yang durasinya lebih dari 10 tahun.6Terdapat tiga jenis klinis colitis ulseratif yang sering terjadi, dikaitkan dengan frekuensi timbulnya gejala. Kolitis ulseratif fulminan akut ditandai oleh awitan yang mendadak disertai diare (10 sampai 20 kali/hari) parah, berdarah, nausea, muntah, dan demam yang menyebabkan berkurangnya cairan dan elektrolit dengan cepat .Seluruh kolon dapat terserang disertai dengan pembentukan terowongan dan pengelupasan mukosa, yang menyebabkan hilangnya darah dan mucus dalam jumlah banyak. Prognosisnya buruk, dan sering terjadi penyulit berupa megakolon toksik. Sebagian besar penderita colitis ulseratif mengalami tipe colitis kronis intermiten(rekuren). Awitan cenderung bertahan selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Penyakit bentuk ringan di cirikan dengan serangan singkat yang terjadi dalam interval berbulan-bulan sampai bertahun-tahun dan berlangsung selama 1-3 bulan. Mungkin terjadi sedikit atau tidak terjadi demam serta gejala konstitusional, dan biasanya hanya mengenai kolon bagian distal. Demam dan gejala sistemik dapat timbul pada bentuk penyakit yang lebih berat dan serangan dapat berlangsung selama 3 atau 4 bulan, kadang digolongkan sebagai tipe kronis kontinu, pasien terus menerus mengalami diare setelah serangan permulaan. Dibandingkan dengan tipe intermiten, kolon yang terserang cenderung lebih luas dan lebih sering terjadi komplikasi. Pada colitis ulseratif bentuk ringan, terjadi diare ringan disertai diare ringan disertai dengan perdarahan ringan dan intermiten. Pada penyakit yang berat defekasi terjadi lebih dari enam kali sehari disertai banyak darah dan mucus. Kehilangan darah dan mucus yang berlangsung kronis dapat mengakibatkan anemia dan proteinemia. Nyeri kollik hebat di temukan pada abdomen bagian bawah dan sedikit mereda bila defekasi. Penegakan diagnosis colitis ulseratif biasanya jelas. Dijumpai diare disertai darah, dan sigmoiskopi memperlihatkan mukosa yang rapuh dan sangat meradang disertai eksudat. Pada 95% sigmoidoskopi kolon. Serangan dapat meluas dari daerah ini tetapi selalu bersifat kontinu, berbeda dengan penyakit crohn yang cenderung melompat-lompat. Pemeriksaan radiografi dengan barium pada kolon membantu menentukan luas perubahan pada kolon yang lebih proximal, tetapi sebaiknya tidak dilakukan pada serangan akut, karena dapat mempercepat terjadinya megakolon toksik dan perforasi. 4 Komplikasi

Hanya sekitar 15% pasien dengan KU menunjukkan adanya nyeri yang sangat hebat pada abdomen. Pendarahan yang hebat terjadi pada kasus yang berat sebagai serangan hebat pada sekitar 1% pasien, dan biasanya treatment ditujukan untuk menghentikan pendarahan. Namun, jika pasien membutuhkan 6-8 unit darah dalam 1-2 hari, maka kolektomi harus dilakukan.Toxic megacolon adalah pembesaran pada colon transversa atau colon descendens dengan diameter >6 cm, dengan kehilangan haustrasi, dan terjadi pada KU yang berat. Keadaan ini terjadi pada 5% kasus dan dapat dipicu oleh adanya abnormalitas elektrolit dan narkotika. Sekitar 50% dari kasus pembesaran/dilatasi akut ini dapat diselesaikan dengan terapi medikamentosa saja, tetapi pada pasien yang tidak memberikan respon apa-apa harus dilakukan kolektomi.Perforasi merupakan komplikasi lokal yang paling berbahaya, karena pemeriksaan fisik peritonitis tidak terlalu jelas, terutama karena pasien juga menerima terapi berupa glukokortikoid. Meskipun perforasi biasanya jarang terjadi, tingkat mortalitasnya mencapai 15%.Striktura juga dapat terjadi pada 5-10% pasien dan menjadi perhatian utama karena dapat menuju kepada neoplasma. Meskipun striktura yang ringan/jinak dapat berasal dari inflamasi dan fibrosis yang terjadi pada KU, stiktura yang tidak dapat dilewati dengan kolonoskopi harus dianggap/diasumsikan sebagai neoplasma ganas sebelum tindakan pembuktian dilakukan. Striktura yang tidak dapat dilewati dengan kolonoskopi merupakan indikasi dilakukannya tindakan pembedahan.8

Penatalaksanaan

A. Non Farmakologi Diet atau nutrisi yang bergizi secara oral atau parenteral Edukasi bagi pasien dan keluarga mengenai penyakitB. Farmakologi

Simtomatis Rehidrasi : oralit, cairan infuse (Ringer laktat, dekstrosa dalamNaCL 0,09%, dll) Antispasmodik, antikolinergik : papaverin 3x/hari, mebeverin 3-4 tablet/hari, propantelin bromide 3x5 mg/hari, hiosin N-butilbromida(Buscopan)3x 1 tablet/hari. Hati-hati dalam memberikan obat-obat di atas, jangan berlebihan. Obat anti diare : loperamid atau difenoksilat. Golongan obat ini dapat mengurangi pengeluaran tinja berlebihan dan melegakan urgensi rectal, namun dapat mengurangi dosis pemakaian steroid. Pada colitis berat, antidiare merupakan kontraindikasi karena dapat mencetuskan megakolon toksisk.Obat-obat spesifik Sulfasalazin/Salisilazolsul-fapiridinDiberikan berdasarkan umur, derajat penyakit dan toleransi obat. Dosis biasa 4x500 mg/hari, dinaikan 2x500mg pada hari kedua dan seterusnya sampai tercapai respon klinis. Dosis dewasa diberikan 4-8 x 2-3 tablet(@500 mg)/hari. Jika timbul efek samping yang tidak diinginkan, segera turunkan dosis obat sampai setengahnya. Pemberian sebaiknya setelah makan. 5-ASA (asam 5-aminosalisilat/Salofak) Kortikosteroid (misalnya prednisone atau prednisolon) OperatifIndikasi dilakukan pembedahan pada colitis ulseratif adalah : Kegagalan terapimedika mentosa. Megakolon toksik Perforasi Perdarahan massif Gejala kronik tak teratasi Karsinoma atau risiko tinggi terkena karsinoma.5PrognosisPada dasarnya penyakit colitis ulseratif merupakan penyakit yang bersifat remisi dan eksaserbasi. Cukup banyak yang dilaporkan adanya remisi yang bersifat spontan dan dalam waktu yang lama. Prognosis banyak dipengaruhi oleh ada tidaknya komplikasi atau tingkat respon terhadap pengobatan koservatif.1

Kesimpulan

Berdasarkan kasus pada skenario, perempuan 35 tahun tersebut didiagnosis kolitis ulseratif Dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan klinis yang cermat, serta pemberian terapi medikamentosa yang paling ideal serta edukasi dapat mengatasi penyakit pasien.

Daftar Pustaka

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 4, Jilid I. Jakarta: Interna Publishing. 2009. 2. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: Penerbit Buku Fakutas Kedokteran EGC; 2010.3. Kowalak JP, Welsh W, editor. Buku pegangan uji diagnostik. Ed. 3. Jakarta: EGC, 2009. 4. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke 6. Jakarta : Penerbit Buku Fakultas Kedokteran EGC; 2011.5. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta: FKUI; 2011.h. 599-612.6. Robbins, Cotran. Buku saku dasar patologi penyakit. Ed. 7. Jakarta: EGC, 2009.7. Mansjoer A. Mansjoer A. Kapita selekta kedokteran. Edisi ke 3. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000.hal 495-7.8. Longo, Fauci, Kasper, Hauser, Jameson, Loscalzo. Harrisons principles of internal medicine. Volume 2. 18th ed. USA: The McGrawHill Companies; 2012.

12