246580158 referat kolitis ulseratif stat bedah
DESCRIPTION
referat kolitis ulseratifTRANSCRIPT
BAB 1PENDAHULUAN
Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang
melibatkan saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum
diketahui jelas. Secara garis besar IBD teridiri dari 3 jenis, yaitu colitis ulseratif,
penyakit Crohn dan bila sulit membedakan kedua hal tersebut, maka dimasukkan
dalam kategori indeterminate colitis.1 Tidak seperti Crohn disease, yang dapat
mengenai semua bagian dari traktus gastrointestinal, colitis ulseratif seringnya
mengenai usus besar dan dapat terlihat dengan colonoscopy. Colitis ulseratif
merupakan penyakit seumur hidup yang memiliki dampak emosional dan sosial
yang amat sangat pada pasien yang terkena dan ditandai dengan adanya
eksaserbasi secara intermitten dan remisinya gejala klinik. 2
Etiologi pasti dari colitis ulseratif masih belum diketahui, tetapi penyakit
ini multifaktorial dan polygenic. Faktor-faktor penyebabnya termasuk faktor
lingkungan, disfungsi imun dan predisposisi genetik. Ada beberapa sugesti bahwa
anak dengan berat badan lahir di bawah rata-rata yang lahir dari ibu dengan colitis
ulseratif memiliki risiko lebih besar untuk terjadinya perkembangan penyakit. 2
Histocompatibility human leukocyte antigen (HLA-B27) merupakan
antigen yang sering teridentifikasi pada pasien-pasien dengan colitis ulseratif,
meskipun penemuan ini tidak berhubungan dengan kondisi pasien dan adanya
HLA-B27 tidak menunjukkan peningkatan risiko untuk colitis ulseratif. Colitis
ulseratif bisa dipengaruhi oleh makanan, meskipun makanan hanya sebagai faktor
1
sekunder. Antigen makanan atau bakterial dapat berefek pada mukosa usus yang
telah rusak sehingga meningkatkan permeabilitasnya. 2
Di Amerika Serikat, sekitar 1 miliar orang terkena colitis ulseratif.
Insidennya 10.4-12 kasus per 100.000 orang per tahunnya. Rata-rata
prevalensinya antara 35-100 kasus per 100.000 orang. 2 Sementara itu, puncak
kejadian penyakit tersebut adalah antara usia 15 dan 35 tahun, penyakit ini telah
dilaporkan terjadi pada setiap decade kehidupan. 1 Colitis ulseratif terjadi 3 kali
lebih sering daripada Crohn disease. Colitis ulseratif terjadi lebih sering pada
orang kulit putih daripada orang African American atau Hispanic. Colitis ulseratif
juga lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki. 2
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Colitis ulseratif merupakan suatu peradangan kronis pada mukosa usus besar
(kolon) ataupun pada rektum. Colitis ulseratif adalah salah satu bentuk
Inflammatory Bowel disease yang merupakan suatu kondisi kronis sehingga
secara umum membutuhkan perawatan terus – menerus.
2
2.2 EPIDEMIOLOGI
Colitis ulseratif dapat mengenai 150 orang dari 100.000 populasi pada negara
bagian barat.5 Colitis ulseratif memiliki prevalensi tiga kali lebih sering
dibandingkan dengan penyakit Crohn. Colitis ulseratif lebih sering terjadi pada
wanita dibandingkan dengan pria. Di Amerika Serikat, colitis ulseratif terjadi
lebih sering pada populasi dengan ras kulit putih. Berdasarkan statistik
internasional, colitis ulseratif sering terdapat di negara-negara bagian barat dan
utara, insidensnya rendah di negara-negara Asia dan Timur Tengah.2
Onset usia mengikuti pola bimodal, puncaknya berada di usia 15-25 tahun dan
onsetnya menurun pada usia 55-65 tahun, meskipun penyakit ini dapat mengenai
segala jenis usia. Colitis ulseratif jarang mengenai populasi yang berusia lebih
muda dari 10 tahun. Dua dari 100.000 anak terkena penyakit ini, namun 20-25%
dari semua kasus colitis ulseratif terjadi pada usia 20 tahun ke bawah.2
2.3 KLASIFIKASI
Klasifikasi yang menunjukkan berat ringannya kolitis ulseratif, dapat dilihat
pada tabel berikut ini:2,4
Tabel 1. Klasifikasi kolitis ulseratifRingan Sedang Berat
Pergerakan usus <4 per hari 4-6 per hari >6 per hari
Darah pada feses Sedikit Lumayan banyak Banyak
Demam Tidak ada Rata-rata <37,5oC Rata-rata >37,5oC
Takikardia Tidak ada Rata-rata Rata-rata
3
<90×/menit >90×/menit
Anemia Ringan >75% ≤75%
Laju sedimentasi <30 mm >30 mm
Gambaran
endoskopi
Eritema,
penurunan
corak vaskuler,
granula yang
masih baik
Eritema, granula
kasar, corak
vaskuler tidak
ada, terjadi
perdarahan
kontak, dan tidak
ada ulserasi
Terjadi perdarahan
spontan dan
terdapat ulserasi
2.4 ANATOMI
1. Anatomi
Usus besar terdiri dari kolon, sekum, apendiks dan rektum. Sekum
membentuk kantung buntu di bawah taut antara usus halus dan usus besar di
katup ileosekum. Tonjolan kecil mirip jari di dasar sekum adalah apendiks,
jaringan limfoid yang mengandung limfosit. Kolon membentuk sebagian besar
usus besar, tidak bergelung-gelung seperti usus halus, tetapi terdiri dari tiga
bagian yang relatif lurus – kolon asendens, kolon transversus, dan kolon
desendens. Bagian akhir kolon desendens berbentuk huruf S, yaitu kolon
sigmoid (sigmoid berarti ‘berbentuk S’), dan kemudian berbentuk lurus yang
disebut rektum (rectum berarti ‘lurus’).6
4
Gambar 1. Anatomi usus besar (Netter FH. Atlas of human anatomy 3rd ed. Philadelphia: Elsevier-
Saunders;2006.p. 267)
Lapisan otot polos longitudinal di sebelah luar tidak menutupi usus besar
secara penuh. Lapisan ini hanya terdiri dari tiga pita otot yang longitudinal, jelas,
dan terpisah yaitu taenia koli, yang berjalan di sepanjang usus besar. Taenia koli
ini lebih pendek daripada otot polos sirkuler dan lapisan mukosa di bawahnya
apabila yang terakhir ini dijadikan mendatar. Oleh karena itu, lapisan-lapisan di
bawahnya berkumpul di dalam kantung atau sakus yang disebut dengan haustra,
mirip seperti bahan rok yang berkumpul di pinggang yang lebih sempit. Namun,
haustra bukan hanya sebagai tempat berkumpul permanen yang pasif, lokasi
haustra secara aktif berubah-ubah akibat kontraksi lapisan otot polos sirkuler.6
5
Mukosa usus besar seperti pada usus halus, mempunyai banyak kripta
Lieberkuhn; tetapi, berbeda dengan usus halus, mukosa usus besar tidak memiliki
vili. Sel-sel epitelnya hampir tidak mengandung enzim. Sebaliknya sel ini
terutama mengandung sel-sel mukus yang hanya menyekresi mukus. Sekresi yang
dominan pada usus besar adalah mukus. Mukus ini mengandung ion bikarbonat
dalam jumlah sedang yang disekresi oleh beberapa sel epitel yang tidak
menyekresi mukus. Kecepatan sekresi mukus terutama diatur oleh rangsangan
taktil, langsung dari sel-sel epitel yang melapisi usus besar dan oleh refleks saraf
setempat terhadap sel-sel mukus pada kripta Lieberkuhn.7
Gambar 2. Histologi usus besar(www. histology.med.umich.edu)
Fungsi utama kolon adalah absorbsi air dan elektrolit dari kimus untuk
membentuk feses yang padat dan penimbunan bahan feses sampai dapat
dikeluarkan. Sebagian besar absorbsi dalam usus besar terjadi pada pertengahan
proksimal kolon sehingga bagian ini dinamakan kolon pengabsorbsi, sedangkan
kolon bagian distal pada prinsipnya berfungsi sebagai tempat penyimpanan feses
6
sampai waktu yang tepat untuk ekskresi feses dan oleh karena itu disebut kolon
penyimpanan.7
Mukosa usus besar seperti juga mukosa usus halus, mempunyai kemampuan
absorpsi aktif natrium yang tinggi dan gradient potensial listrik yang diciptakan
oleh absorpsi natrium juga menyebabkan absorpsi klorida. Taut erat diantara sel-
sel epitel dari epitel usus besar jauh lebih erat daripada taut erat di usus halus.
Absorbsi ion natrium dan klorida menciptakan gradien osmotik di sepanjang \
mukosa usus besar yang kemudian akan menyebabkan absorpsi air. Usus besar
dapat mengabsorpsi maksimal 5 sampai 8 liter cairan dan elektrolit setiap hari.
Bila jumlah total cairan yang masuk usus besar melalui katup ileosekal atau
melalui sekresi usus besar melebihi jumlah ini, kelebihan cairan akan muncul
dalam feses sebagai diare.7
2.5 ETIOLOGI
Penyebab colitis ulseratif tidak diketahui. Teori yang paling umum bahwa
colitis ulseratif disebabkan oleh beberapa faktor genetik, reaksi sistem imun yang
salah, pengaruh dari lingkungan, penggunaan obat-obatan anti inflamasi non-
steroid, kurangnya kadar anti oksidan di dalam tubuh, faktor stress, ada atau
tidaknya riwayat merokok dan riwayat mengonsumsi produk susu. Sebagai
contoh, beberapa orang memiliki risiko secara genetik untuk terkena penyakit ini.
Bakteri dan virus dapat memicu sistem imun mereka sehingga mengakibatkan
suatu inflamasi. Karena colitis ulseratif lebih sering muncul di negara-negara
berkembang, sangat memungkinkan diet tinggi lemak jenuh dan makanan yang
diawetkan memiliki kontribusi pada penyakit ini.1,2
7
a. Penyebab genetik
Hipotesis terkini mengatakan bahwa genetik dapat menyebabkan seseorang
memperoleh kelainan pada respon imun humoral dan respon imun yang dimediasi
sel dan/atau respon imun secara umum yang direaktivasi oleh bakteri komensal
dan menyebabkan disregulasi respon imun pada mukosa sehingga mengakibatkan
inflamasi pada kolon. Riwayat adanya colitis ulseratif pada keluarga diasosiasikan
dengan seseorang yang memiliki risiko tinggi terkena penyakit ini. Kesesuaian
penyakit ini ditemukan pada anak kembar monozigot. Penelitian genetik telah
mengidentifikasi beberapa lokus, beberapa di antaranya terkait dengan colitis
ulseratif dan penyakit Crohn. Baru-baru ini, salah satu lokus yang diidentifikasi
juga dikaitkan dengan kerentanan terhadap karsinoma kolorektal. Kromosom pada
pasien dengan colitis ulseratif dianggap kurang stabil. Fenomena ini juga dapat
berkontribusi pada risiko karsinoma yang meningkat. Apakah abnormalitas ini
merupakan penyebab atau akibat dari respon inflamasi sistemik yang terus-
menerus pada colitis ulseratif, hal ini juga belum diketahui.2
b. Reaksi imun
Reaksi imun yang membahayakan integritas barier epitel usus dapat
menyebabkan colitis ulseratif. Autoantibodi serum dan mukosa yang sifatnya
melawan sel epitel usus mungkin terlibat. Adanya antibodi antineutrofil
sitoplasma/antineutrophil cytoplasmic antibodies (ANCA) dan anti-
Saccharomyces cerevisiae antibodi (ASCA) adalah ciri-ciri utama dari penyakit
inflamasi usus. Selain itu, abnormalitas yang terjadi pada sistem imun dianggap
sedikit berperan pada rendahnya insiden colitis ulseratif pada pasien yang telah
8
menjalani operasi usus buntu sebelumnya. Pasien-pasien yang telah menjalani
appendektomi memiliki insidens yang rendah untuk terkena colitis ulseratif.2
c. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan juga berperan. Sebagai contoh, bakteri yang mereduksi
sulfat, memproduksi sulfat, ditemukan pada sejumlah besar pasien dengan colitis
ulseratif dan produksi sulfat lebih tinggi pada pasien colitis ulseratif dibandingkan
pasien-pasien lainnya.2
d. Penggunaan obat-obatan anti inflamasi non-steroid
Penggunaan obat-obatan anti inflamasi non-steroid lebih tinggi pada pasien
dengan colitis ulseratif dibandingkan dengan kontrol dan sepertiga pasien dengan
colitis ulseratif eksaserbasi yang dilaporkan baru saja menggunakan obat-obatan
anti inflamasi non-steroid. Penemuan ini dapat menjadi bukti bahwa penggunaan
obat-obatan anti inflamasi non-steroid harus dihindari pada pasien dengan colitis
ulseratif.2
e. Etiologi lainnya
Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kolitis ulseratif, antara lain:2
Vitamin A dan E, di mana keduanya merupakan antioksidan,
memiliki kadar yang rendah pada anak-anak dengan kolitis ulseratif
eksaserbasi.
Stress psikologik dan stress psikososial berperan pada kolitis
ulseratif dan dapat mempresipitasi terjadinya eksaserbasi
Merokok biasanya tidak berhubungan dengan kolitis ulseratif. Hal
ini berkebalikan dengan penyakit Crohn
9
Konsumsi susu dapat menyebabkan eksaserbasi dari penyakit ini
2.6 PATOFISIOLOGI
Colitis ulseratif merupakan salah satu bentuk dari penyakit inflamasi pada
usus. Dalam penyakit inflamasi usus atau inflammatory bowel disease, lamina
propria diinfiltrasi oleh limfosit, makrofag dan sel-sel lain dari sistem imunitas.
Penelitian yang intensif pada antigen yang memicu respon imun belum
menemukan suatu mikroba patogen tertentu. Antibodi anti-kolon telah jelas
teridentifikasi dalam serum pasien colitis ulseratif. Penyakit inflamasi usus
mungkin juga berkaitan dengan kegagalan supresi (atau "downregulasi") dari
peradangan kronis level rendah pada lamina propria sebagai respon paparan
kronis terhadap antigen luminal khususnya bakteri komensal.8
Apapun pemicu antigeniknya, sel T lamina propria yang teraktivasi terlibat
dalam patogenesis penyakit inflamasi usus. Pada penyakit inflamasi usus yaitu
penyakit Crohn, limfosit yang teraktivasi menjadi limfosit TH1 yang
menghasilkan interferon-γ (IFN-γ). Sitokin pro-inflamasi, termasuk interleukin-1
(IL-1) dan tumor nekrosis faktor-α (TNF-α), dapat memperkuat respon imun.
Cedera epitel pada penyakit inflamasi usus tampaknya disebabkan jenis oksigen
reaktif dari neutrofil dan makrofag, serta sitokin seperti TNF-α dan IFN-γ.8
Pada tikus, colitis terjadi ketika gen IL-2, IL-10, atau transforming growth
factor-β1 terkalahkan atau ketika ada beberapa sel T pada reseptor mutan dan
colitis berkembang pada tikus transgenik jika gen manusia HLA-B27 telah lebih
dulu diperkenalkan. Jika hewan yang sama dibesarkan dalam lingkungan yang
bebas dari kuman, colitis tidak berkembang sehingga menunjukkan bahwa colitis
10
bisa menjadi satu-satunya manifestasi dari berbagai abnormalitas dalam imunitas
sistemik dan colitis adalah hasil dari respon imun abnormal terhadap bakteri
komensal.8
Gambar 3. Patogenesis kolitis ulseratif
2.7 DIAGNOSIS
a. Gejala Klinis
Gejala utama dari colitis ulseratif adalah diare, perdarahan pada rektum,
tenesmus, adanya mukus dan nyeri (kram) abdomen. Berat atau tidaknya gejala
penyakit berjalan seiring dengan luasnya proses penyakit. Meskipun colitis
11
ulseratif dapat bersifat akut, rata-rata gejala klinis bermanifestasi dalam jangka
waktu berminggu-minggu sampai berbulan-bulan. Seringkali diare dan perdarahan
saluran cerna bersifat sangat ringan jadi pasien tidak memeriksakan dirinya ke
dokter.3,4,9
Diare menandakan terjadinya gangguan yang meluas pada kolon. Pada pasien
dengan colitis ulseratif yang berat atau fulminan, gejala sistemik berupa keringat
malam, demam, mual dan muntah, serta penurunan berat badan dapat menyertai
diare. Colitis ulseratif dapat bermanifesasi pada ekstrakolon, antara lain:
1. Sendi : peripheral arthritis, ankylosing spondylitis dan sacroilitis
(berhubungan dengan HLA-B27)
2. Kulit : erythema nodosum, aphtous ulcer, pyoderma gangrenosum
3. Mata : episkleritis, iritis, uveitis
4. Liver : fatty liver, pericholangitis (intrahepatic sclerosing cholangitis),
primary sclerosing cholangitis, cholangiocarcinoma, chronic hepatitis
5. Lain-lain : autoimmune hemolytic anemia, phlebitis, pulmonary embolus
(hypercoagulable state).4
b. Aspek Fisik dan Laboratorium
1. Aspek Fisik
Pada pemeriksaan fisik, khususnya pemeriksaan fisik pada region abdomen,
tidak khas. Pemeriksaan fisik seringkali normal pada pasien dengan gejala klinis
yang ringan, kecuali terdapat nyeri perut pada kuadran kiri bawah. Pasien dengan
colitis ulseratif yang berat dapat memiliki gejala defisit cairan dan gejala-gejala
12
toksisitas, antara lain: demam, takikardia, nyeri perut yang signifikan, dan
penurunan berat badan.2
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah lengkap, dapat ditemukan anemia dan trombositosis,
Dapat ditemukan leukositosis, namun bukan merupakan indikator yang spesifik
pada penyakit ini. Pada pemeriksaan kimia darah dapat ditemukan
hipoalbuminemia, hipokalemia, hipomagnesemia, dan alkali fosfatase yang
meningkat.2,4
Peningkatan sedimentasi eritrosit dan C-reaktif protein berhubungan dengan
fase akut dari penyakit ini. Sedangkan, pemeriksaan feses dilakukan untuk
menyingkirkan penyebab lain dari gejala yang ditimbulkan.2
c. Pemeriksaan Radiologi
1. Foto polos abdomen
Foto polos abdomen seringkali dapat membantu dalam penegakan diagnosis
colitis ulseratif. Foto polos abdomen dapat menunjukkan dilatasi kolon yang
masif yang disertai dengan kontur mukosa yang abnormal. Dilatasi yang terjadi
seringkali terdapat pada kolon transversal. Perforasi kolon merupakan salah satu
komplikasi dari colitis ulseratif. Perforasi dapat terjadi dengan atau tanpa
megakolon toksik. Pneumoperitoneum masif biasanya menyertai perforasi kolon.
Residu feses biasanya tidak terlihat pada usus yang mengalami inflamasi.
Gambaran edema pada dinding usus biasa tampak pada fase akut dari colitis
ulseratif, yang disebut juga gambaran thumbprinting. Terdapat juga gambaran
pseudopolip yang menunjukkan mukosa yang udem diantara mukosa yang
13
mengalami ulserasi. Pada fase kronik, terjadi pemendekan usus akibat spasme
muskulus longitudinal atau fibrosis yang ireversibel. Selain itu, haustra pada
kolon desendens menghilang.11,12
Gambar 3. Foto polos abdomen pada pasien dengan colitis ulseratif eksaserbasi akut menunjukkan gambaran thumbprinting pada
fleksura splenika dari kolon
14
Thumbprinting
Gambar 4. Foto polos abdomen pada pasien dengan riwayat colitis ulseratif menunjukkan striktur/spasme yang panjang pada kolon
asendens/sekum. Perhatikan bahwa terdapat pseudopoliposis pada kolon desendens
2. Barium enema
Gambaran radiologi colitis ulseratif pada pemeriksaan barium enema sangat
bervariasi tergantung dari stadiumnya. Kolon bisa saja terlihat lebih sempit dan
hal ini bisa saja berhubungan dengan pengisian usus yang tidak sempurna akibat
spasme dan iritabilitas pada kolon.2
Pemeriksaan barium enema dapat menunjukkan hilangnya haustra pada
lumen kolon. Adanya granula dapat disebabkan oleh hiperemia dan oedem pada
mukosa yang dapat menyebabkan ulserasi. Ulser superfisial dapat menyebar dan
menutupi semua lapisan mukosa. Terdapat gambaran bintik-bintik pada mukosa
akibat perlengketan barium pada ulser superfisial. Collar button ulcers merupakan
15
ulserasi yang lebih dalam pada mukosa yang oedem dengan kripte abses pada
submukosa.11,13
Striktur dapat terjadi pada 1-11% pasien yang menderita colitis ulseratif
dalam jangka waktu yang lama. Striktur terutama ditemukan pada kolon
asendens.2,13
Gambar 5. Pemeriksaan barium enema dengan kontras dobel menunjukkan colitis ulseratif pada stadium awal, di mana mukosa
masih normal dan tampak pseudopolip
16
pseudopolip
Gambar 6. Pemeriksaan barium enema dengan kontras dobel menunjukkan keterlibatan kolon dengan collar button ulcers yang
banyak seperti yang diperlihatkan dengan tanda panah
Gambar 7. Pemeriksaan barium enema menunjukkan keterlibatan striktur yang panjang pada kolitis ulseratif, yang ditandai dengan
penyempitan lumen kolon desendens yang ireguler
17
Gambar 8. Pemeriksaan barium enema menunjukkan hilangnya haustra pada seluruh kolon desendens disertai dengan ulserasi,
sehingga memberikan gambaran “lead-pipe”
3. Computed tomography (CT-Scan)
Pemeriksaan CT-Scan dapat membantu ahli radiologi dalam membedakan
colitis ulseratif dan penyakit Crohn, jika pemeriksaan barium enema menunjukkan
kemiripan di antara keduanya. CT dapat mendeteksi bagaimana karakteristik dari
colitis ulseratif. CT-Scan abdomen dan pelvis menunjukkan dilatasi, penebalan
pada bagian mural dan permukaan mukosa yang ireguler serta terdapat target
sign. Dapat juga terlihat pseudopolip pada dinding kolon dan pembuluh darah
yang berdilatasi akibat adanya inflamasi dan hiperemia.12,15
18
Gambar 9. CT-Scan abdomen dan pelvis potongan coronal menunjukkan penebalan dinding mukosa dan iregularitas yang
terjadi pada kolon asendens dan desendens, seperti yang diperlihatkan pada tanda panah.
Gambar 10. CT-Scan abdomen dan pelvis potongan aksial menunjukkan target sign, seperti yang diperlihatkan pada tanda
panah
19
Gambar 11. CT-Scan abdomen dan pelvis potongan aksial menunjukkan pelebaran pembuluh darah perisigmoid dan ascites,
seperti yang diperlihatkan pada tanda panah
4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Giovagnoni dkk menggunakan MRI dengan resolusi yang tinggi untuk
meneliti 16 spesimen rektosigmoid yang telah direseksi akibat colitis ulseratif dan
mengungkapkan bahwa MRI dapat menjadi modalitas pencitraan yang baru untuk
mendeteksi perubahan dinding kolon pada colitis ulseratif. Hasil in vitro
menunjukkan bahwa MRI dapat melihat lapisan dinding kolon secara
keseluruhan. Secara khusus pada colitis ulseratif, T1-weighted spin-echo MRI
menunjukkan penebalan dan hiperintensitas dari lapisan mukosa dan submukosa.12
d. Pemeriksaan Penunjang Lainnya
1. Pemeriksaan endoskopi dan biopsy
20
Sekali kita mencurigai colitis ulseratif, pemeriksaan endoskopi berupa
kolonoskopi, harus dilakukan. Selain itu, harus dilakukan biopsi pada mukosa
yang meradang dan pada mukosa yang normal. Hasil yang didapatkan pada
pemeriksaan kolonoskopi dan biopsi dapat mengonfirmasi diagnosis colitis
ulseratif dan juga berguna untuk melihat atau memantau sejauh mana perjalanan
penyakit tersebut. Namun, tindakan ini harus dilakukan dengan hati-hati karena
kemungkinan dapat mengakibatkan perforasi atau komplikasi lainnya. Kasus
colitis ulseratif yang berat ditandai dengan adanya ulser dan perdarahan
spontan.2,16
Gambar 12. Gambaran kolitis ulseratif pada kolonoskopi
2. Pemeriksaan histopatologi
21
Hasil pemeriksaan histopatologi sesuai dengan perjalanan klinis dan hasil
pemeriksaan endoskopi dari colitis ulseratif. Colitis ulseratif terbatas pada mukosa
dan submukosa yang superfisial, lapisan bagian dalam tidak terlibat kecuali pada
colitis ulseratif fulminan. Pada colitis ulseratif, terdapat dua tanda histologis yang
menunjukkan kronisitas dan membantu membedakannya dari colitis ulseratif akut
dan colitis ulseratif yang self-limiting. Pertama, terdapat kripte yang terdistorsi
pada kolon; kripte bisa saja berbentuk bifida dan sedikit jumlahnya dan seringkali
terdapat celah di antara dasar kripte dan muskularis mukosa. Kedua, beberapa
pasien memiliki sel basal plasma dan agregasi limfoid basal multipel. Dapat juga
ditemukan kongesti vaskuler pada mukosa, dengan edema dan perdarahan fokal
dan infiltrat sel-sel inflamasi, seperti neutrofil, limfosit, sel plasma dan makrofag.
Neutrofil menginvasi epithelium, biasanya ke dalam kripte, dan dapat
menimbulkan kriptitis dan abses kripte.4,5
22
Gambar 13. Hasil pemeriksaan histopatologis pada kolitis ulseratif kronik eksaserbasi akut menunjukkan inflamasi difus,
limfoplasmasitosis basal, atrofi dan iregularitas pada kripte, dan erosi superfisial
2.8 DIAGNOSIS BANDING
Colitis ulseratif paling sering didiagnosis banding dengan penyakit Crohn,
karena diagnosis yang beda memiliki terapi yang berbeda pula. Perbedaan antara
colitis ulseratif dan penyakit Crohn dapat dilihat pada tabel di bawah ini:2
Tabel 2. Perbedaan antara kolitis ulseratif dan penyakit Crohn
Colitis Ulseratif Penyakit Crohn
Hanya kolon yang terlibat /
jarang pada usus halusPanintestinal
Inflamasi terus-menerus yang
berasal dari rektum yang meluas
secara proksimal
Skip-lesions dengan mukosa yang
normal di antaranya
Inflamasi hanya terdapat pada
mukosa dan submukosaInflamasi terdapat pada transmural
Tidak terdapat granuloma Terdapat granuloma non-kaseosa
ANCA perinuklear (pANCA)
positifASCA positif
Perdarahan sering terjadi Perdarahan jarang terjadi
23
Jarang terdapat fistula Sering terdapat fistula
Selain itu, colitis ulseratif dapat juga didiagnosis banding dengan tuberkulosis
gastrointestinal. Gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium dapat memberikan
gejala yang serupa, kecuali tuberkulosis gastrointestinal biasanya terdapat nyeri
pada fossa iliaka yang disertai dengan massa yang dapat dipalpasi. Cara
membedakannya juga bisa melalui foto toraks, di mana lesi pulmoner yang aktif
dapat ditemukan pada 60% kasus tuberkulosis gastrointestinal. Pemeriksaan foto
polos abdomen pada tuberkulosis gastrointestinal dapat menunjukkan
limfadenopati difus yang mengalami kalsifikasi. Selain itu, untuk
membedakannya, dapat juga kita lakukan pemeriksaan bakteri tahan asam.2,17
Gambar 14. Foto polos abdomen yang menunjukkan limfadenopati difus yang mengalami klasifikasi pada pasien dengan tuberkulosis gastrointestinal
(dikutip dari kepustakaan 17)
24
2.9 PENATALAKSANAAN
Mengingat bahwa etiopatogenesis IBD belum jelas, maka pengobatannya
lebih ditekankan pada penghambatan kaskade proses inflamasi. Dengan dugaan
adanya faktor/agen proinflamasi yang dapat mencetuskan proses inflamasi kronik
pada kelompok rentan, maka diusahakan mengeliminasi hal tersebut dengan cara
pemberian antibiotik, lavase usus, pengikat produk bakteri, mengistirahatkan kerja
usus dan perubahan pola dietetik. Pada prinsipnya, pengobatan IBD ditujukan
pada serangan akut dan terapi pemeliharaan waktu fase remisi. Obat baku pertama
mengandung komponen 5-acetil salicylic acid (5-ASA) dan obat kortikosteroid
(baik sistemik maupun topikal). Bila gagal, maka diberikan obat lini kedua yang
pada umumnya bersifat imunosupresif (seperti 6-merkaptopurin, azatriopin,
siklosporin dan metotreksat), anti-TNF (infliximab). Pada kasus tertentu atau
terjadi komplikasi perforasi, perdarahan masif, ileus karena stenosis, megatoksik
kolon, maka diperlukan intervensi surgikal.18
Sulfasalazine merupakan derivate dari 5-acetil salisilic acid, yang mempunyai
efek antiinflamasi, berfungsi untuk mempertahankan remisi dan untuk
menginduksi remisi pada serangan ringan. Berguna untuk mengobati colitis
ulseratif ringan-sedang. Bekerja secara lokal pada kolon untuk menurunkan
respon inflamasi dan secara sistemik menghambat sintesis prostaglandin.
Temuan klinis pada colitis ulseratif yang berat berhubungan dengan nekrosis
luas pada mukosa kolon dan perforasi dengan sepsis. Antibiotik intravena
diberikan pada pasien yang diduga atau berpotensi terjadi sepsis.2
25
Seringkali pasien dengan colitis ulseratif juga diberi antihistamin. Karena
histamin terdapat pada enterochromaffin like cell, sel mast dan nervus intramural
pada traktus gastrointestinal, yang menstimulasi sekresi asam lambung, beberapa
cairan dan mucus, mempengaruhi motilitas usus, berpartisipasi dalam alergi tipe
cepat dan respon inflamasi, stimulasi pertumbuhan dan proses regenerasi serta
meningkatkan pembentukan kolagen. Semua efek ini dimediasi melalui reseptor
H1, H2, H3 dan H4. Hiperplasia sel mast pada mukosa dan submukosa
merupakan karakterisitik dari IBD kronik. Inflamasi colitis ulseratif utamanya
mengenai mukosa, dan meningkatkan pengeluaran mediator sel mast intestinal.19
Berdasarkan Crohn’s and Colitis Foundation of America, diet bukan
merupakan faktor utama dalam proses inflamasi. Namun beberapa makanan
spesifik, dapat mempengaruhi gejala dari colitis ulseratif dan ikut berperan dalam
proses inflamasi.20 Penatalaksanaan diet pada colitis ulseratif, serat yang insoluble
(tinggi serat) tidak baik untuk pasien, contohnya : kubis, brokoli, jagung manis,
kulit buah seperti apel dan anggur), karena jenis serat ini melewati seluruh traktus
digestivus tanpa dicerna, dan dapat menempel pada dinding colon ketika
inflamasi, semakin mengiritasi kolon dan memperparah colitis. Serat yang soluble
sangat baik untuk pasien karena akan dicerna dalam kolon, menghasilkan feses
yang lunak dan pergerakan usus yang bagus, tidak menempel pada dinding usus
dan tidak menyebabkan inflamasi. Contoh serat yang soluble adalah buah-buahan
dan sayur-sayuran yang sudah dikupas, bubur, dan nasi putih. 21
2.10 PROGNOSIS
26
Prognosis yang buruk ditandai dengan takikardia, demam tinggi, dan
penurunan peristaltik usus, serta adanya hipoalbuminemia. Colitis ulseratif
merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Risiko kematian
meningkat pada pasien-pasien usia tua, dan pada pasien yang disertai komplikasi
(misalnya: syok, malnutrisi, anemia). Kasus-kasus yang berat dan kronik dapat
menjadi lesi prakanker. Penyebab kematian yang tersering pada colitis ulseratif
adalah megakolon toksik.2,16
2.11 KOMPLIKASI
Dalam perjalanan penyakit ini, dapat terjadi komplikasi : perforasi usus yang
terlibat, terjadinya stenosis usus akibat proses fibrosis, megakolon toksik
(terutama pada colitis ulseratif), perdarahan, dan degenerasi maligna.
Diperkirakan risiko terjadinya kanker pada IBD lebih kurang 13%. 18
27
BAB 3PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Colitis ulseratif merupakan suatu peradangan kronis pada mukosa usus
besar (kolon) ataupun pada rektum.
2. Colitis ulseratif memiliki prevalensi tiga kali lebih sering dibandingkan
dengan penyakit Crohn. Colitis ulseratif terjadi lebih sering pada orang
kulit putih daripada orang African American atau Hispanic. Colitis
ulseratif juga lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki.
3. Colitis ulseratif disebabkan oleh beberapa faktor genetik, reaksi sistem
imun yang salah, pengaruh dari lingkungan, penggunaan obat-obatan anti
inflamasi non-steroid, kurangnya kadar anti oksidan di dalam tubuh,
faktor stress, ada atau tidaknya riwayat merokok dan riwayat
mengonsumsi produk susu.
4. Gejala yang ditimbulkan; demam, takikardia, nyeri perut yang signifikan,
dan penurunan berat badan.2
5. Pada prinsipnya, pengobatan IBD ditujukan pada serangan akut dan terapi
pemeliharaan waktu fase remisi. Obat baku pertama mengandung
komponen 5-acetil salicylic acid (5-ASA) dan obat kortikosteroid (baik
sistemik maupun topikal). Bila gagal, maka diberikan obat lini kedua yang
pada umumnya bersifat imunosupresif (seperti 6-merkaptopurin,
azatriopin, siklosporin dan metotreksat), anti-TNF (infliximab). Pada kasus
28
tertentu atau terjadi komplikasi perforasi, perdarahan masif, ileus karena
stenosis, megatoksik kolon, maka diperlukan intervensi surgikal.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Ehrlich SD. Ulcerative colitis. Available in University of Maryland Medical
Centre. (www.umm.edu), Update November 12, 2010.
2. Basson MD, Katz J. Ulcerative colitis . Available in Medscape Reference,
Drug,Diqsease and Pr ocedures (www. emedicine.medscape.com ), Update 2011
3. The Ohio State University Wexner Medical Center. Ulcerative
colitis .Available in Healthcare services (www. medicalcenter.osu.edu ), Update
2013
4. Fauci AS, Braunwald E, Isselbacher KJ, Wilson JD, Martin JB, Kasper DL, et
al, editors. Harrison’s principles of internal medicine 17thed. New York:
McGraw Hill, Health Professions Division; 2008.
5. Keshav S. Ulcerative colitis and crohn’s disease. In: Keshav S, editor. The
gastrointestinal system at a glance. USA: A Blackwell Publishing company;
2004. p 78-9
6. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem edisi 2. Jakarta: EGC; 1996.
hlm. 582-3
7. Guyton AC, Hall JE. Fisiologi gastrointestinal.Buku Ajar Fisiologi
Kedokterran Edisi 11. Jakarta:EGC;2007.hal 829, 48, 58.
8. Stenson WF. Inflammatory bowel disease. In: Goldman, Ausiello, editors.
Cecil medicine 23rd edition. Philadephia: Saunders Elsevier; 2007.
9. Danese S, Fiocchi C. Ulcerative colitis. The New England Journal of Medicine
2011; 365, 18: 1713-25.
30
10. Hanauer SB. Inflammatory bowel diseases. In: Dale DC, Federman DD,
editors. ACP medicine 3rd edition. USA: WebMD Inc.; 2007.
11. Herring W. Ulcerative colitis. Available in GI Radiology
(www.learningradiology.com), Update 2005.
12. Khan AN, Lin EC. Ulcerative colitis imaging . Available in Medscape
Reference, Drug,Disease and Procedures (www. emedicine.medscape.com ),
Update Juli 22, 2011.
13. Brant WE. Pediatric chest. In: Brant WE, Helms CA, editors. Fundamentals
of diagnostic radiology 2nd ed. USA: Lippincott Williams and Wilkins; 2007.
14. Eastman GW, Wald C, Crossin J. Getiing started in clinical radiology from
image to diagnosis. Germany: Thieme; 2006. p. 197-8.
15. Roggeveen MJ, Tismenetsky M, Shapiro R. Best cases from the AFIP:
ulcerative colitis. RadioGraphics 2006; 26, 3: 947-51.
16. Caprilli R, Viscido A, Latella G. Current management of severe ulcerative
colitis. Nature Clinical Practice Gastroenterology & Hepatology 2007; 4, 2:
92-101.
17. Anand MKN. Gastrointestinal tuberculosis imaging . Available in Medscape
Reference, Drug,Disease and Procedures
(www. emedicine.medscape.com ),Update Juni 7, 2011.
18. Djojoningrat, Dharmika. Inflammatory Bowel Disease : Alur Diagnosis dan
Pengobatannya di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi
ke-IV. Hal. 384-388. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI.
31
19. Fogel, W.A., et all. 2005. The Role of Histamine in Experimental Ulcerative
Colitis in Rats. Inflammation Research Volume 54.
http://www.springerlink.com/content/h2341286554185w7/. Diakses tanggal
17 April 2012. Jam 22.00 WIB.
20. WebMD. 2012. Creating an Ulcerative Colitis Diet Plan.
http://www.webmd.com/ibd-crohns-disease/ulcerative-colitis/creating-an-
ulcerative-colitis-plan. Diakses tanggal 17 April 2012.
21. Colitis UK. 2011. The Effects of Diet on Ulcerative Colitis.
http://www.ulcerativecolitis.org.uk/dietarychanges.htm. Diakses tanggal 17
April 2012.
32