case peb
DESCRIPTION
pebbTRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
PRE-EKLAMSIA BERAT
Pembimbing : dr. Mangisi Tambunan, Sp OG
Disusun oleh : Alain Raymond Elroy ( 11 – 2012 – 074)
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No. 6. Kebon Jeruk- Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUD KOJA – JAKARTA
1
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny. PR Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 23 Tahun Suku bangsa : Jawa
Status perkawinan : Menikah (G2P1A0) Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga HPHT : 17 maret 2013
Alamat : Tanah Merah RT 01/10, Rawa
Badak Selatan
Masuk Rumah Sakit : 09 Desember 2013
Pukul 11.45 WIB
Nama Suami : Tn. SM
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Tanah Merah RT 01/10, Rawa Badak Selatan
A. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis. Tanggal : 10 Desember 2013 Jam :14.30 WIB
Keluhan utama:
OS mengatakan terasa pusing dan mual
Keluhan tambahan:
Kaki terasa sakit
Riwayat Penyakit Sekarang :
Os datang ke RSUD Koja dari Puskesmas Kecamatan Koja dengan keluhan pusing dan mual dan
tidak mules. 1 hari SMRS os periksa di Puskesmas Kecamatan Koja, tekanan darahnya 160/120
mmhg, nadi 84x/m, TFU 32cm, Djj 126 x/m dan Urin protein (++). Tidak terdapat bengkak pada
tangan dan kaki, sesak nafas dan nyeri pada ulu hati selama hamil disangkal oleh pasien. Pasien
juga mengaku tidak mengetahui pertambahan berat badannya selama hamil. Os mengatakan rajin
memeriksa kehamilannya di puskesmas. Os mengatakan ini adalah kehamilan keduanya dan
belum pernah keguguran.
Riwayat Kehamilan Terdahulu
2
No Anak
ke
Tahun
Persalin
Jenis
Kelamin
Umur
Kehamilan
Jenis
Persalin
Peno
long
Hidup /
Mati
Berat
bayi
Nifas Ibu
1 1 2010 Laki2 39mgg normal bidan hidup 3100 gr Baik
Riwayat Penyakit Terdahulu
-Hipertensi (disangkal)
-Asma (disangkal)
- Diabetes mellitus (disangkal)
-Kelainan / Gangguan Jantung (disangkal)\
Riwayat Penyakit Terdahulu
-Hipertensi (Kakak os menderita darah tinggi)
-Asma (disangkal)
- Diabetes mellitus (disangkal)
-Kelainan / Gangguan Jantung (disangkal)\
Riwayat Haid
Haid pertama umur: 14 tahun
Siklus : Teratur, 28 hari
Lama haid: 7 hari
Banyaknya : Banyak dan encer
Haid terakhir (HPHT) : 17 / 03/ 2013
Taksiran partus (HPL) : 25 / 12 / 2013
Riwayat Perkawinan
Menikah satu kali pada thn 2008
Riwayat Kontrasepsi
Tidak pernah
Riwayat Operasi SC / Gynecologi
Tidak ada
B. Status Generalis
I. Pemeriksaan umum
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan Gizi : Baik
3
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 75 kg
Tekanan darah : 150 / 100 mmHg
Nadi : 92 kali / menit
Suhu : 36.0 ‘C
Pernapasan : Suara Nafas vesikuler,
20x / menit
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Jantung : BJ I-II regular, murmur tidak ada, gallop tidak ada.
Paru-paru : Suara nafas vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada.
Abdomen : Perut tampak membuncit, linea nigra (-), striae gravidarum (+).
Ekstremitas : Tidak ada edema.
II. Pemeriksaan Obstetri
Pemeriksaan Luar
Palpasi :
Leopold I : Teraba tidak bulat, lunak , tidak melenting TFU : 2jbpx
Leopold II : Bagian kiri teraba keras memanjang, bagian kanan teraba bagian kecil kecil
Leopold III : Teraba membulat, keras , melenting
Leopold IV : konvergen
-TFU : 31cm
- TBJ : (31 – 13) x 155 = 2790
-DJJ : 127 x / mnt
-His : tidak ada (-)
Pemeriksaan Dalam
Inspeksi : vulva dan vagina tidak ada kelainan
Vaginal Toucher : portio tebal , lunak . pembukaan (belum ada)
Ketuban (+) , penurunan Hodge 1
A. Pemeriksaan Penunjang
4
- Urin Protein Dipstick (++)
RESUME
Os datang dengan keluhan pusing dan mual dan tidak mules1 hari SMRS os periksa di Puskesmas
Kecamatan Koja, tekanan darahnya 160/120 mmhg, nadi 84x/m, TFU 32cm, Djj 126 x/m dan
Urin protein (++). Tidak terdapat bengkak pada tangan dan kaki, kejang, sesak nafas dan nyeri
pada ulu hati selama hamil disangkal oleh pasien. OS mengatakan bahwa kakaknya memiliki
riawayat darah tinggi. Os mengatakan ini adalah kehamilan keduanya dan belum pernah
keguguran, anak pertamanya sekarang sehat. Pada pemeriksaan di VK , keadaan umum tampak
sakit sedang, kesadaran compos mentis, tekanan darah 160/100 mmHg, nadi 92x/menit, suhu 36,0oC,
pernapasan 20 x/menit, perut membesar, supel, kadang-kadang kencang, DJJ (+) 144 x/mnt,
proteinuria (++++)
Diagnosis kerja dan dasar diagnosis
1. Diagnosis kerja :
IBU : G2 P1A0 23 tahun hamil 35 minggu dengan Pre-eklampsia berat
JANIN : Tunggal, Hidup, Intrauteri, Letak memanjang, Presentasi kepala
Dasar diagnosis
(HPHT) pada tanggal 17 maret 2013
Tekanan darah 160/100
Riwayat darah tinggi pada keluarga
Protein uria (++++) +4
VI. PENATALAKSANAAN
Terapi di Puskesmas ;
1. IVFD RL 500cc + MgSO4 15cc / 15tpm
2. Amlodipin 5mg/oral
Rencana diagnosis :
1. Analisa ulang proteinuria 6 jam kemudian dan fungsi ginjal (ureum dan creatinin).
2. Periksa Hb, Ht, leukosit, trombosit, fungsi hati (bilirubin, SGOT-SGPT).
Rencana therapi :
1. Beri oksigen 5 liter per menit
2. Bolus 20 cc campuran 5 cc MgSO4 40 % + 15 cc aquadest, secara i.v. Sediakan Ca
glukonas 1 gr dalam 10 ml aquadest sebagai antidotum.
5
3. Awasi tanda-tanda vital setiap 30 menit.
4. Perhatikan balans cairan setiap 6 jam
5. Apabila nampak gejala asidosis metabolik (BE<-2,5) seperti apatis/ gelisah/kesadaran
menurun sampai koma, hiperventilasi/pernafasan Kussmaul, kulit kering, berikan
Bicarbonas Natricus (Meylon ®) sesuai nilai BE pada Astrup, yaitu: keperluan (mEq) =
0,3 x BE x BB (kg).
½ bagian bolus i.v. perlahan-lahan (±10 menit).
½ bagian perinfus dalam beberapa jam.
6. Pasang bantal dibawah bahu agar kepala sedikit defleksi.
7. Lakukan pemeriksaan CTG
8. Persiapan terminasi kehamilan per Sectio Cesarea setelah hemodinamik ibu stabil
9. Cek H2TL sebelum operasi.
Rencana pendidikan :
Menerangkan kepada keluarga pasien tentang keadaan pasien dan rencana tindakan yang akan
dilakukan.
Prognosis
Vitam : Dubia ad bonam
Fungsionam : Dubia ad bonam
Sanationam : Dubia ad bonam
FOLLOW UP
Waktu Subject Object Assesment Planning
9/12/13
12.00
Mengeluh
pusing dan
mual
TD : 180/120 mmHg
N : 82 x/menit RR : 22 x/menit T : 36,0C Djj : 127x/m
VT : Øbelum ada HIS : (-) Protein : +4
G2P1A0 hamil 35
minggu + PEB
Janin hidup tunggal,
intrauterin, preskep
Obs; KU,Kes,TTV
Obs;DJJ,HIS,Kemajuan
persalinan
Cek H2TL, protein urin +4
Konsul dr.Rizki protab PEB
-dexamethasone 2x12mg
-pasang DC dan 02
-MgSO4 4gr iv bolus
-nifedipine 10 mg / oral
Hasil Lab
6
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 13.5 g/dl 12.0-16.0g/dl
Leukosit 12.800 4.100-10.900
Hematokrit 38 36-46
Trombosit 265.000 /uL 140.000-440.000/uL
Pemeriksaan Urin Lengkap
Warna Kuning keruh
Berat Jenis 1.016 1.906-1.930
PH 5.6 4.6-8.5
Albumin +2 Negatif
Glukosa +1 Negatif
Keton Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Darah Samar +1 Negatif
10/12/13
09.00
Os
mengatakan
tidak ada
keluhan
TD : 150/100 mmHg
N : 92 x/menit RR : 20 x/menit T : 36 C Djj : 140x/m HIS : (-)
G2P1A0 hamil 35
minggu + PEB
Janin hidup tunggal,
intrauterin, preskep
Obs; KU,Kes,TTV
Obs;DJJ,HIS,Kemajuan
persalinan
Konsul dr. obgyn
10/12/13
10.00
- - G2P1A0 hamil 35
minggu + PEB
Janin hidup tunggal,
intrauterin, preskep
Konsul dr.Dian
-rawat inap ke RPKK
-dexamethasone 2x12mg
-MgSO4 40% dalam RL
500cc/18tpm
-Cek SGOT , SGPT
10/12/13
15.00
Os
mengatakan
tidak ada
keluhan
TD : 160/100 mmHg
N : 81 x/menit RR : 22 x/menit T : 36,2C Djj : 121x/m HIS : (-) DC output : 400cc
G2P1A0 hamil 37
minggu + PEB
Janin hidup tunggal,
intrauterin, preskep
RL + MgSO4 sisa 200cc
Obs; KU,Kes,TTV
Obs;DJJ,HIS,Kemajuan
persalinan
Konsul dr. obgyn
7
16.30 Os
mengatakan
tidak ada
keluhan
Djj ulang : 144x/m G2P1A0 hamil 37
minggu + PEB
Janin hidup tunggal,
intrauterin, preskep
Nifedipine 3x1
Os pindah ke RPKK
RPKK
11/12/2013 Mengeluh
pusing
TD : 150/100 mmHg
N : 90 x/menit RR : 20 x/menit T : 36 C Djj : 144x/m HIS : (-) TFU : 31 cm
G2P1A0 hamil 37
minggu + PEB
Janin hidup tunggal,
intrauterin, preskep
Konsul dr.Iaman
-rawat inap
-dexamethasone 2x12mg
-MgSO4 40% dalam RL
500cc/18tpm
-nifedipine 3x10mg
-Amlodipin 5mg
12/12/2013
08.00
Mengeluh
pusing
TD : 170/120 mmHg
N : 80x/menit RR : 20 x/menit T : 36 C Djj : 140x/m HIS : (-) TFU : 31 cm
G2P1A0 hamil 37
minggu + PEB
Janin hidup tunggal,
intrauterin, preskep
Obs; KU,Kes,TTV
Obs;DJJ,HIS,Kemajuan
persalinan
Konsul dr. obgyn
-nifedipine 3x10mg
-Amlodipin 5mg
12/12/2013
11.00
USG dokter
Kusnawara
Ketuban cukup Plasenta di corpus
G2P1A0 hamil 38
minggu + PEB
Janin hidup tunggal,
intrauterin,
-nifedipine 3x10mg
-Amlodipin 5mg
Siapkan SC besok
VK
13/12/2013
09.20
Os dari RPKK
dengan keluhan
mules dan
seperti mau
BAB
TD : 150/100 mmHg
N : 80x/menit RR : 20 x/menit T : 36 C Djj : 120x/m HIS : 5x10’x50”
VT : Ø lengkap
G2P1A0 hamil 38
minggu + PEB
Janin hidup tunggal,
intrauterin
Obs KU dan TTV
Pimpin Persalinan oleh Bidan
Lia
13/12/2013
09.30
Bayi lahir
spontan lalu
dibawa ke
perina
Plasenta lahir
spontan
Bayi : PerempuanBB : 2900gr , Pb : 38cm , A/S : 4 / 5
Kontraksi uterus ; Baik
TFU ; 2 jari bawah pusat
Perdarahan ; 250cc Perineum Ruptur
P2 A0 post partus
pervaginam
Obs KU dan TTV
Hecting Perineum V
Invitec 2 tab ke anus
8
14/12/2013
08.30
Tidak ada
keluhan.
BAB(+),BAK
(+) , ASI (+),
TD : 120/90mmHg N : 96x/menit RR : 22 x/menit T : 36 C TFU : 1 jari bawah
pusat
P2 A0 post partus
pervaginam hari
pertama
Obs KU dan TTV
Nifedipine 3x10mg
Analisis Kasus
Pasien bernama Ny. PR berusia 23 tahun datang dengan G2P1A0 hamil 35 minggu belum
Inpartu dengan Pre Eklampsia Berat dan janin tunggal, hidup, intra uterin, letak memanjang,
presentasi kepala. Pada kasus ini pasien datang ke VK RSUD Koja dengan keluhan pusing dan mual.
Tekanan darahnya 160/120 mmhg, nadi 84x/m, TFU 32cm, Djj 126 x/m dan Urin protein (++),
His (-). Urine bewarna kuning keruh.
Saat di ruang VK, kesadaran pasien compos mentis dan pembukaan belum ada. Diberikan
MgSO4 40% sesuai pro-tap dan diberikan nifedipine serta dexamethasone. Pasien disarankan rawat
oleh dokter spesialis lalu dipindahkan ke RPKK dan direncanakan Sectio Cesarea.
Pada tanggal 13/12/2013 pukul 09.00 pasien merasa mules yang kuat, pasien kemudian
diturunkan ke VK. kasus ini. Di VK dilakukan pemeriksaan dengan hasil TD : 150/100 mmHg
N : 80x/menit , RR : 20 x/menit , T : 36 C, Djj : 120x/m ,HIS : 5x10’x50” ,VT : Ø lengkap, Ketuban
sudah pecah, dipimpin persalinan oleh Bidan Lia. Lahir bayi jenis kelamin Perempuan A/S : 4/5 ;
BB : gram; PB : cm. Plasenta lahir lengkap, spontan.
Setelah persalinan normal, bayi dibawa ke perina untuk perawatan. Keadaan ibu baik, Tfu : 2
jari bawah pusat, kontraksi uterus: baik, perdarahan 250 cc, perineum dijahit. Satu hari setelah
persalinan, keadaan ibu baik , TD : 120/90mmHg, N : 96x/menit ,RR : 22 x/menit , T : 36 C, TFU :
1 jari bawah pusat. Menurut saya, kasus ini adalah kasus pre eklampsia berat yang telah tertangani
dengan cukup baik, kebanyakan PEB sebaiknya di terminasi lebih cepat dengan Sectio Cesarea,
Forseps, atau ekstraksi Vakum.
TINJAUAN PUSTAKA
BAB 1: PENDAHULUAN
Preeklampsia merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi yang
tertinggi di Indonesia. Preeklampsia merupakan suatu sindroma yang berhubungan dengan
9
vasospasme, adanya peningkatan resistensi pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ.
Kelainan ini ditandai dengan adanya hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan.
Umumnya ia terjadi pada triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat pula terjadi sebelumnya, misalnya
pada mola hidatidosa.
Hipertensi biasanya muncul terlebih dulu dari tanda-tanda yang lainnya. Untuk menegakkan
diagnosa preeklampsia, kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau lebih diatas nilai normal atau
mencapai 140 mmHg atau lebih. Kenaikan tekanan diastolik sebenarnya lebih dipercaya. Apabila
tekanan diastolik naik 15 mmHg atau lebih, atau 90 mmHg atau lebih, maka diagnosis hipertensi
dapat dibuat. Penentuan tekanan darah ini dapat dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam
pada keadaan istirahat.
Oedema adalah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh yang
dapat diketahui dari adanya kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan wajah.
Kenaikan berat badan ½ kg per minggu dalam kehamilan masih dianggap normal, tetapi bila kenaikan
1 kg per minggu beberapa kali, hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya
preeklampsia.
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urin yang melebihi 0,3 g / liter dalam air kencing
24 jam, atau pemeriksaan kualitatif menunjukan +1 atau +2 atau 1 g / liter atau lebih dalam urin yang
dikeluarkan kateter atau midstream yang diambil minimal dua kali dengan jarak waktu 6 jam.
Biasanya proteinuria timbul lebih lambat daripada hipertensi dan kenaikan berat badan, karena itu
harus dianggap sebagai tanda yang serius.
BAB 2: ISI
2.1 Definisi
Preeklampsia merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil diatas 20 minggu, yang
berkelanjutan selepas ibu bersalin, dan dalam masa nifas yang ditandai dengan adanya trias yang
terdiri dari hipertensi, proteinuria dan oedem.
Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ³ 160 mmHg dan
tekanan diastolik ³ 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam.
Seorang wanita dikatakan eklampsia bila memenuhi kriteria preeklampsia dan disertai dengan
kejang- kejang yang bukan disebabkaan oleh penyakit neurologis seperti epilepsi atau koma dan tidak
menunjukkan tanda – tanda kelainan vaskular atau hipertensi sebelumnya.
2.2 Etiologi
Terdapat 4 hipotesis mengenai etiologi preeklampsia:
Iskemia plasenta10
Invasi trofoblast yang tidak normal terhadap arteri spiralis menyebabkan berkurangnya
sirkulasi uteroplasenta yang dapat berkembang menjadi iskemia plasenta.
Peningkatan toksisitas very low density lipoprotein
Maladaptasi imunologi, yang menyebabkan gangguan invasi arteri spiralis oleh sel-sel
sinsitiotrofoblast dan disfungsi sel endotel yang diperantarai oleh peningkatan pelepasan
sitokin, enzim proteolitik dan radikal bebas.
Genetik
Teori yang dapat dikemukakan saat ini adalah akibat dari iskemia plasenta. Teori-teori tersebut antara
lain :
Peran prostasiklin dan tromboksan
Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler sehingga
penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi
penggumpalan dan fibrinolisin, yang kemudian diganti oleh trombin dan plasmin. Trombin
akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi tombosit
menyebabkan pelepasan tromboksan dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan
kerusakan endotel.
Peran faktor imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan
berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking
antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang makin sempurna adalah pada
kehamilan berikutnya.
Peran faktor genetik/familial
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa preeklampsia berat kemungkinan suatu sifat yang
resesif. Walaupun belum dapat dipastikan, diduga genotipe ibu dan janin merupakan faktor
predisposisi penyakit tersebut.
2.3 Patofisiologi
Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis preeklampsia dan eklampsia. Vasokonstriksi
menimbulkan peningkatan total resistensi perifer dan menimbulkan hipertensi. Adanya vasokonstriksi
juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel,
kebocoran arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu, adanya vasokonstriksi
arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter yang selanjutnya akan
menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksia atau anoksia jaringan merupakan sumber reaksi
11
hiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi
oksigen, sehingga dengan demikian akan mengganggu metabolisme di dalam sel.
Peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan
hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila keseimbangan
antara peroksidase terganggu, dimana peroksidase dan oksidan lebih dominan, maka akan timbul
keadaan yang disebut stress oksidatif. Pada preeklampsia dan eklampsia serum anti oksidan kadarnya
menurun dan plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil
normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang berperan sebagai
antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan
lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai ke semua komponen sel yang dilewati termasuk sel-
sel endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel
tersebut akan mengakibatkan antara lain:
Adhesi dan agregasi trombosit
Gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma.
Terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat dari rusaknya trombosit.
Produksi prostasiklin terhenti.
Terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan.
Terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak.
Perubahan Fisiologi Patologik
Perubahan pada plasenta dan uterus
Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada
hipertensi yang agak lama pertumbuhan janin terganggu manakala pada hipertensi yang lebih
pendek bisa terjadi gawat janin sampai kematian karena kekurangan oksigenisasi. Kenaikan
tonus otot dan kepekaan terhadap rangsangan sering terjadi, sehingga mudah terjadi partus
prematurus.
Perubahan pada ginjal
Filltrasi glomerulus berkurang karena aliran air ke ginjal berkurang. Kelainan pada ginjal
yang penting adalah dalam hubungan dengan proteinuria dan retensi garam dan air. Penurunan
filtrasi glomerolus akibat spasmus arterioles ginjal menyebabkan filtrasi natrium melalui
glomerolus menurun, yang menyebabkan retensi garam dan air. Filtrasi glomerulus dapat
turun sampai 50% dari normal, sehingga menyebabkan diuresis turun, pada keadaan lanjut
dapat terjadi oliguria atau anuria.12
Perubahan pada retina
Pada pre-eklampsia tampak edema retina, spasmus setempat atau menyeluruh pada satu atau
beberapa arteri tetapi jarang terlihat perdarahan atau eksudat.
Perubahan pada paru
Edema paru merupakan sebab utama kematian penderita pre-eklampsia. Komplikasi ini
biasanya disebabkan oleh dekompensasi kordis kiri.
Metabolisme air dan elektrolit
Terjadi pergeseran cairan dari ruang intravascular ke ruang interstitial. Kejadian ini kemudian
diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum, dan sering bertambahnya edema
menyebabkan volume darah berkurang, viskositas darah meningkat, waktu peredaran darah
tepi lebih lama. Karena itu, aliran darah ke jaringan di berbagai bagian tubuh mengurang yang
mengakibatkan hipoksia.Jumlah air dan natrium dalam badan lebih banyak pada penderita
pre-eklampsia daripada pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi menahun.
Penderita pre-eklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang
diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus yang menurun, sedangkan penyerapan
ke tubulus tidak berubah.
Perubahan anatomi-patologik
Plasenta, pada preeklampsia terdapat spasmus arteriola spiralis desidua dengan akibat
menurunnya aliran darah ke plasenta. Pada preeklampsia yang jelas ialah atrofi sinsitium.
Arteri spiralis mengalami konstriksi dan penyempitan, akibat aterosis akut disertai necrotizing
arteriopathy.
Ginjal, besarnya dapat normal dan membengkak. Pada ginjal dapat terjadi kelainan berupa:
Kelainan glomerulus
Hiperplasia sel-sel jukstaglomerulus
Kelainan tubulus-tubulus henle
Spasmus pembuluh darah ke glomerulus
Hati, besarnya normal pada permukaan dan pembelahan tampak tempat-tempat perdarahan
yang tidak teratur.
Otak, pada penyakit yang belum lanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks
serebri; pada keadaan lanjut dapat ditemukan perdarahan.
Retina, kelainan yang sering ditemukan adalah spasmus pada arteriola-arteriola, terutama
yang dekat pada diskus optikus. Dapat terlihat edema pada diskus optikus dan retina. Ablasio
retina juga dapat terjadi, tetapi komplikasi ini prognosisnya baik karena retina akan melekat
lagi beberapa minggu postpartum.13
Paru-paru, menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena bronkopneumonia,
sebagai akibat aspirasi.kadang- kadang ditemukan abses paru-paru.
Jantung, pada sebagian besar penderita yang mati biasanya mengalami perubahan degeneratif
pada miokardium.Sering ditemukan degenerasi lemak dan cloudy swelling serta nekrosis dan
perdarahan.
Kelenjar adrenal, dapat menunjukkan kelainan berupa perdarahan dan nekrosis dalam
berbagai tingkat.
2.4 Manifestasi Klinis
Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia yaitu hipertensi dan proteinuria, merupakan
kelainan yang biasanya tidak disadari oleh wanita hamil. Pada waktu keluhan seperti sakit kepala,
gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium mulai timbul, kelainan tersebut biasanya sudah berat.
Tekanan darah
Kelainan dasar pada preeklampsi adalah vasospasme arteriol, sehingga tidak mengherankan
bila tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah peningkatan tekanan darah.
Tekanan diastolik mungkin merupakan tanda prognostik yang lebih andal dibandingakan
tekanan sistolik, dan tekanan diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih menetap menunjukan
keadaan abnormal.
Kenaikan Berat badan
Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dapat mendahului serangan preeklampsia, dan
bahkan kenaikan berat badan yang berlebihan merupakan tanda pertama preeklampsia pada
sesetengah wanita. Peningkatan berat badan sekitar 0,45 kg perminggu adalah normal tetapi
bila melebihi dari 1 kilo dalam seminggu atau 3 kilo dalam sebulan maka kemungkinan
terjadinya preeklampsia harus dicurigai. Peningkatan berat badan yang mendadak serta
berlebihan terutama disebabkan oleh retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum
timbul gejala edem non dependen yang terlihat jelas, seperti kelopak mata yang membengkak,
serta kedua tangan atau kaki yang membesar.
Proteinuria
Pada preeklampsia awal, proteinuria mungkin hanya minimal atau tidak ditemukan sama
sekali. Pada kasus yang paling berat, proteinuria biasanya dapat ditemukan dan mencapai 10
gr/lt. Proteinuria hampir selalu timbul kemudian dibandingkan dengan hipertensi dan biasanya
lebih belakangan daripada kenaikan berat badan yang berlebihan.
Nyeri kepala
14
Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan semakin sering terjadi pada kasus-kasus yang
lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah frontalis dan oksipitalis, dan tidak sembuh
dengan pemberian analgesik biasa. Pada wanita hamil yang mengalami serangan eklampsi,
nyeri kepala hebat hampir dipastikan mendahului serangan kejang pertama.
Nyeri epigastrium
Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan keluhan yang sering ditemukan
preeklampsi berat dan dapat menunjukan serangan kejang yang akan terjadi. Keluhan ini
mungkin disebabkan oleh regangan kapsula hepar akibat oedem atau perdarahan.
Gangguan penglihatan
Seperti pandangan yang sedikit kabur, skotoma hingga kebutaan sebagian atau total.
Disebabkan oleh vasospasme, iskemia dan perdarahan ptekie pada korteks oksipital.
2.5 Klasifikasi
Kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklampsia adalah adanya hipertensi dan proteinuria.
Kriteria lebih lengkap digambarkan oleh Working Group of the NHBPEP (2000) seperti digambarkan
dibawah ini:
Disebut preeklamsi ringan bila terdapat:
Tekanan darah >140 / 90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu.
Proteinuria kuantitatif (Esbach) 300 mg / 24 jam, atau dipstick +1.
Disebut preeklampsia berat bila terdapat:
Tekanan darah >160 / 110 mmHg
Proteinuria kuantitatif (Esbach) 2 gr / 24 jam, atau dipstick +2.
Trombosit < 100.000 / mm3.
Hemolisis mikroangiopathi ( peningkatan LDH )
Peningkatan SGOT / SGPT.
Adanya sakit kepala hebat atau gangguan serebral, gangguan penglihatan.
Nyeri di daerah epigastrium yang menetap.
2.6 Epidemiologi
2.6.1 Distribusi
Insidens preeklampsia relatif stabil antara 4 – 5 kasus per 10.000 kelahiran hidup pada negara maju.
Pada negara berkembang insidens bervariasi antara 6 – 10 kasus per 10.000 kelahiran hidup.
Eklampsia berkaitan dengan resiko pada ibu dan bayi. Angka kematian ibu bervariasi antara 0% -
4%. Kematian ibu meningkat karena komplikasi yang dapat mengenai berbagai sistem tubuh.
Penyebab kematian terbanyak adalah perdarahan intraserebral dan oedema paru.
15
2.6.2 Faktor resiko
Pencegahan sangat penting dalam mengantisipasi kejadian preeklampsia, hal ini termasuk dalam
mengetahui wanita- wanita hamil mana yang mempunyai faktor resiko tinggi untuk timbulnya
preeklampsia. Faktor – faktor resiko preeklampsia adalah:
Nullipara
Kehamilan ganda
Obesitas
Riwayat keluarga preeklampsia – eklampsia
Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
Abnormal uterine Doppler pada kehamilan 18 dan 24 minggu
Diabetes mellitus gestasional
Adanya trombofilia
Adanya hipertensi atau penyakit ginjal
2.7 Penatalaksanaan
Pada dasarnya penanganan preeklampsi terdiri atas pengobatan medik dan penanganan obstetrik.
Penanganan obsterik ditujukan untuk melahirkan bayi pada saat yang optimal, yaitu sebalum janin
mati dalam kandungan, akan tetapi sudah cukup matur untuk hidup diluar uterus.
Tujuan pengobatan PEB adalah :
Mencegah terjadinya eklampsi.
Anak harus lahir dengan kemungkinan hidup besar.
Persalinan harus dengan trauma yang sedikit-sedikitnya.
Mencegah hipertensi yang menetap.
Pada umumnya indikasi untuk merawat penderita preeklampsia di rumah sakit ialah:
Tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih.
Proteinuria 1+ atau lebih.
Kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu yang berulang.
Penambahan oedem berlebihan secara tiba-tiba.
Pengobatan preeklampsia yang tepat ialah pengakhiran kehamilan karena tindakan tersebut
menghilangkan penyebab dan mencegah terjadinya eklampsia dengan bayi yang masih premature.
2.7.1 Penanganan PEB
16
Pada preeklapmsia ringan pengobatan bersifat simtomatis dan istirahat yang cukup.
Pemberian luminal 1-2 x 30 mg/hari dapat dilakukan bila tidak bisa tidur. Bila tekanan darah tidak
turun dan ada tanda-tanda ke arah preeklamsi berat maka dapat diberikan obat antihipertensi serta
dianjurkan untuk rawat inap.
Untuk preeklampsia yang berat, dapat ditangani secara aktif atau konservatif. Aktif berarti
kehamilan diakhiri atau diterminasi bersamaan dengan terapi medikamentosa manakala terapi
konservatif berarti kehamilan dipertahankan bersamaan dengan terapi medikamentosa.
Pengobatan medikamentosa
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan
dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi yaitu lazimnya sisi kiri. Perawatan yang penting pada
preeklampsia berat adalah pengelolaan cairan karena penderita preeklampsia dan eklampsia
mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria. Sebab terjadinya kedua keadaan
tersebut belum jelas, tetapi faktor yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan oliguria ialah
hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel dan penurunan gradien tekanan onkotik koloid.
Oleh karena itu, monitoring input cairan (melalui oral ataupun infus) dan output cairan
(melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa
jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda-tanda edema paru,
segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa:
Infus Ringer-dekstrose 5% atau cairan garam faali jumlah tetesan 125 cc/jam
Infus Dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus Ringer Laktat (60-125 cc/jam)
500cc.
Dipasang folley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oligouria terjadi bila produksi
urin 30cc/jam dalam 2-3 jam atau 500cc/24jam. Diberikan antasida untuk menetralisir asam
lambung sehingga bila mendadak terjadi kejang, dapat menghindari resiko aspirasi asam lambung
yang sangat asam.
Pemberian obat antikejang
Obat antikejang adalah:
MgSO4
Contoh obat-obat lain yang dipakai untuk antikejang :
Diazepam
Fenitoin
17
MgSO4
Pemberian magnesium sulfat sebagai antikejang lebih efektif dibanding fenitoin. Obat anti kejang
yang banyak dipakai di Indonesia adalah magnesium sulfat (MgSO47H2O). Magnesium sulfat
menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat
transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada
pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan
tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium
yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai
saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada preeklampsia atau eklampsia.
Cara pemberian magnesium sulfat:
Magnesium sulfat regimen
Loading dose: initial dose
4 gram MgSO4 intravena 40% dalam 10 cc selama 15 menit.
Maintenance dose:
Diberikan infus 6 gram dalam larutan Ringer/6 jam; atau diberikan 4 atau 5 gram im.
Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram im. Tiap 4-6 jam.
Syarat – syarat pemberian MgSO4
Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium glukonas 10 % = 1
gram (10% dalam 10 cc) diberikan iv. 3 menit.
Refleks patella (+) kuat.
Frekuensi pernapasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda – tanda distress napas.
Magnesium sulfat dihentikan bila:
Ada tanda- tanda intoksikasi
Setelah 24 jam pasca persalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir.
Dosis terapeutik dan toksis MgSO4
- Dosis terapeutik 4 – 7 mEq/liter 4,8 – 8,4 mg/dl
- Hilangnya reflek tendon 10 mEq/liter 12 mg/dl
- Terhentinya pernapasan 15 mEq/liter 18 mg/dl
- Terhentinya jantung > 30 mEq/liter > 36 mg/dl
18
Pemberian magnesium sulfat dapat menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan 50% dari
pemberiannya menimbulkan efek flushes (rasa panas). Bila terjadi refrakter terhadap pemberian
MgSO4, maka diberikan salah satu obat berikut antara lain thiopental sodium, sodium
amobarbital, diazepam, atau fenitoin.
Diuretik
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah jantung
kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai adalah furosemid. Pemberian diuretikum dapat
merugikan, yaitu memperberat hipovolemia, memperburuk perfusi uteroplacenta, meningkatkan
hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurnkan berat janin.
Pemberian antihipertensi
Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas (cut off) tekanan darah,
untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort mengusulkan cut off yang dipakai adalah ≥
160/110 mmHg dan MAP ≥ 126 mmHg. Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu
penurunan awal 25% dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan mencapai < 160/105
mmHg atau MAP < 125 mmHg.
Antihipertensi lini pertama
Nifedipine
Dosis 10 – 20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit; maksimum 120 mg dalam 24
jam. Nifedipine tidak boleh diberikan sublingual karena efek vasodilatasi yang sangat
cepat, sehingga hanya boleh diberikan peroral.
Antihipertensi lini kedua
Sodium nitroprusside
0,25 µg iv/kg/menit, infus; ditingkatkan 0,25 µg iv/kg/5 menit.
Obat–obat antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan di Indonesia ialah klonidine
(Catapres). Satu ampul mengandung 0,15 mg/cc. Klonidine satu ampul dilarutkan dalam 10 cc
larutan garam faali atau larutan air untuk suntikan.
Glukokortikoid
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu. Diberikan pada
kehamilan 32 – 34 minggu, 2 x 24 jam. Obat ini juga diberikan pada sindrom HELLP.
2.8 Komplikasi
Komplikasi terberat adalah kematian pada ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan bayi hidup
dari ibu yang menderita preeklampsi. Komplikasi yang biasa terjadi adalah:
19
Solutio plasenta, terjadi pada ibu yang menderita hipertensi atau hipertensi akut
Hipofibrinogenemia, dianjurkan pemeriksaan fibrinogen secara berkala
Nekrosis hati, akibat vasospasmus arteriol umum
Sindroma HELLP, yaitu hemolisis,elevated liver enzymes dan low platelet
Kelainan ginjal
DIC
Prematuritas, dismaturitas, kematian janin intra uterine
HELLP Syndrome
Sindroma hemolisis, elevated liver enzymes and low platelet adalah suatu komplikasi pada
preeklampsia–eklampsia berat. Kehamilan yang dikomplikasikan dengan sindroma HELLP juga
sering dikaitkan dengan keadaan–keadaan yang mengancam terjadinya kematian ibu, termasuk DIC,
oedema pulmonaris, ARF, dan berbagai komplikasi hemoragik. Insiden terjadinya sindroma ini
sebanyak 9,7 % dari kehamilan yang mengalami komplikasi preeklampsia – eklampsia. Sindroma ini
dapat muncul pada masa antepartum (70 %) dan juga post partum (30 %). Ciri – ciri dari HELLP
syndrome adalah:
Nyeri ulu hati
Mual dan muntah
Sakit kepala
Tekanan darah diastolik > 110 mmHg
Menampakkan adanya oedema
HELLP syndrome dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian:
Mississippi, dibagi menjadi 3 kelas:
Thrombositopenia
Kelas 1: ≤ 50.000 / μl
Kelas 2: > 50.000 ≤ 100.000 / μl
Kelas 3: > 100.000 ≤ 150.000 / μl
Disfungsi hemolisis – hepatis
LDH 600 IU / L
SGOT dan / atau SGPT 40 IU / L
Ciri – ciri tersebut harus semua terdapat
Tennessee, dibagi menjadi 2 kelas:
Complete
Trombosit < 100.000 / μl
20
LDH 600 IU / L
SGOT 70 IU / L
Parsial
Hanya satu dari ciri – ciri di atas yang muncul
Penanganan sindroma HELLP pada dasarnya sama dengan pengobatan pada preeklampsia–
eklampsia berat, ditambah dengan pemberian kortikosteroid dosis tinggi yang secara teoritis dapat
berguna untuk :
Dapat meningkatkan angka keberhasilan induksi persalinan dengan memberikan temporarisasi
singkat dari status klinis maternal.
Dapat meningkatkan jumlah trombosit dan mempertahankannya secara konvensional agar
dapat dilakukan anestesi regional untuk persalinan vaginal maupun abdominal.
Dosis yang digunakan untuk antepartum adalah dexametasone 2 x 10 mg sampai persalinan.
Sedangkan untuk post partum adalah 2 x 10 mg sebanyak 2 kali, dilanjutkan dengan 2 x 5 mg
sebanyak 2 kali, setelah itu dihentikan.
2.9 Prognosis
Kriteria yang dipakai untuk menentukan prognosis eklamsia adalah kriteria Eden:
Koma yang lama.
Nadi > 120x/menit.
Suhu > 40 ° C
TD sistolik > 200 mmHg.
Kejang > 10 kali.
Proteinuria > 10 gr/dl.
Tidak terdapat oedem.
Dikatakan buruk bila memenuhi salah satu kriteria di atas.
BAB 3: KESIMPULAN
Preeklampsia merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil diatas 20 minggu, yang
berkelanjutan selepas ibu bersalin, dan dalam masa nifas yang ditandai dengan adanya trias yang
terdiri dari hipertensi, proteinuria dan oedem. Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan
tekanan darah sistolik ³ 160 mmHg dan tekanan diastolik ³ 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5
g/24 jam. Wanita yang mengalami preeklampsia lebih rentan mengalami penyulit hipertensi pada
kehamilan berikutnya. Umumnya semakin dini preeklampsia didiagnosis saat hamil, semakin besar
kekambuhannya.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro, H. Pre-eklampsi Berat. Ilmu Kandungan edisi ketiga. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 1999. 281-308.
2. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Preeklampsi berat dan
Eklampsi. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.Jakarta.2002.
3. Jurnal penatalaksanaan Pre-eklampsi dan Eklampsi Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, RS. Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta, April 1998.
22
4. Cunningham, FG et.al. Hypertensive Disorder in Pregnancy. Williams Obstetrics, 21st ed.
Prentice Hall International Inc. Appleton and Lange. Connecticut. 2001. 653-694
5. Visser, W et.al. Temporising Management of Severe Pre-eclampsia With and Without the
HELLP Syndrome. British Journal of Obstetrics and Gynecology. Volume 102. Number 2,
February 1995. 111 – 117.
6. Martin, JN et.al. Early Risk Assessmentof Severe Pre-eclampsia: Admission Battery of
Symptoms and Laboratory Test to Predict Likelihood of Subsequent Significant Maternal
Morbidity. American Journal of Obstetrics and Gynecology. Part 1. Volume 180. Number 6.
1999. 1407 – 1414.
23