case maya peb & hipermiopi
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Angka Kematian Ibu di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan
negara-negara ASEAN. Berdasarkan data Survey Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2007, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia
sebesar 28 per 100.000. Jumlah kematian ibu tahun 2012 di Kota Palembang,
berdasarkan laporan sebanyak 13 orang dari 29.451 kelahiran hidup.
Penyebabnya yaitu penyakit jantung, perdarahan, hipertensi dalam kehamilan,
dan sepsis. Sedangkan target MDG’s tahun 2015 adalah 102/100.000
kelahiran hidup.4
Hipertensi sendiri dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit
kehamilan dan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas
dan morbiditas ibu bersalin. Pada kasus kehamilan dengan hipertensi,
sindrom preeklampsia, baik terisolasi maupun bertumpang tindih dengan
hipertensi kronis, merupakan yang paling berbahaya. Dinegara maju, 16%
kematian ibu disebabkan oleh penyakit hipertensi. Persentase ini lebih besar
dari tiga penyebab utama lain: perdarahan 13%, aborsi 18%, dan sepsis %.1
Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga
masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan selain oleh etiologi yang tidak jelas,
juga oleh perawatan dan persalinan masih ditangani oleh petugas non-medik
dan sistem rujukan yang belum sempurna. Hipertensi dalam kehamilan dapat
dialami oleh semua lapisan ibu hamil sehingga pengetahuan tentang
pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus benar-benar dipahami oleh
semua tenaga medik baik dipusat maupun didaerah.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
2.1 Preeklampsia
2.1.1. Definisi
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai dengan proteinuria. Proteinuria didefinisikan
sebagai ekskresi protein dalam urin yang melebihi 300mg dalam 24
jam, rasio protein: kreatinin urin ≥ 0,3, atau terdapatnya protein
sebanyak 30mg/dL (carik celip 1+) dalam sampel acak urin secara
menetap.1,2
Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,
edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini
umumnya terjadi dalam triwulan ketiga kehamilan, tetapi dapat
terjadi sebelumnya, misalnya pada molahidatidosa.3
2.1.2. Insiden dan Faktor Resiko2
Preeklamsia sering mengenai perempuan muda dan nulipara,
sedangkan perempuan yang lebih tua lebih beresiko mengalami
hipertensi kronis yang bertumpang tindih dengan preeklampsia.
Selain itu insiden sangat dipengaruhi oleh ras dan etnis-dan karena
itu, oleh predisposisi genetik. Faktor lain meliputi pengaruh
lingkungan, sosioekonomi, bahkan musim.
Faktor-faktor lain yang berkaitan dengan preeklampsia
mencakup obesitas, kehamilan ganda, usia ibu lebih dari 35 tahun,
dan etnis Afrika-Amerika. Hubungan antara berat badan ibu dan
risiko preeklampsia bersifat progresif. Risiko ini meningkat dari 4,3
persen untuk perempuan yang memiliki indeks massa tubuh (IMT)
<20kg/m2 menjadi 13,3 persen pada perempuan yang memiliki IMT
>35kg/m2. Pada perempuan dengan kehamilan kembar,
dibandingkan dengan kehamilan tunggal, insiden hipertensi
gestasional 13 versus 16 persen, dan insiden preeklampsia 13 versus
5 persen, meningkat secara signifikan.
2
Meskipun merokok selama kehamilan menyebabkan beragam
komplikasi pada kehamilan, secara ironis, merokok secara konsisten
dikaitkan dengan penurunan risiko hipertensi dalam kehamilan.
Plasenta previa juga telah dilaporkan menurunkan risiko penyakit
hipertensi dalam kehamilan.
Pada perempuan yang normotensif selama kehamilan
pertamanya, insiden preeklampsia pada kehamilan selanjutnya lebih
rendah dibandingkan angka yang diberikan tadi. Insiden
preeklampsia pada perempuan kulit putih adalah 1,8 persen,
dibandingkan dengan 3 persen pada perempuan Afrika-Amerika.
2.1.3. Etiologi Preeklampsia
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan
pasti. Banyak teori-teori dikemukakan para ahli yang mencoba
menerangkan penyebabnya, oleh karena itu disebut “penyakit teori”
atau yang sering dikenal sebagai “the diseases of theory”.5
Adapun teori-teori tersebut antara lain:
1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsia/eklampsia didapatkan kerusakan pada
endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi
prostasiklin (PGI2) yang pada kehamilan normal meningkat,
aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan
diganti dengan trombin dan plasmin. Trombin akan
mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin.
Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2)
dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan
endotel.
2. Peran Faktor Imunologis
3
Preeklampsia/eklampsia sering terjadi pada kehamilan
pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal
ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama
pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta
tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan
berikutnya.
3. Peran Faktor Genetik/familial
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik
pada kejadian preeklampsia/eklampsia antara lain:
a. Preeklampsia/eklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapat kecenderungan meningkatnya frekuensi
preeklampsia/eklampsia pada anak-anak dari ibu yang
menderita preeklampsia/eklampsia.
c. Kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsia pada
anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat
preeklampsia/eklampsia dan bukan pada ipar mereka.
d. Peran Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS) .
2.1.4. Klasifikasi Preeklampsia1
Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan
dapat tejadi ante, intra dan post partum. Dari gejala-gejala klinik
preeklampsia dapat dibagi menjadi: Preeklampsia ringan dan
Preeklampsia berat.
1. Preeklampsia Ringan
Preeklampsia ringan adalah suatu sindroma sfesifik
kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat
terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel.
Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan berdasar atas
timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau edema setelah
kehamilan 20 minggu.
4
- Hipertensi : sistolik / diastolik ≥ 140/90 mmHg. Kenaikan
sistolik ≥ 30 mmHg dan kenaikan diastolik ≥ 15 mmHg tidak
dipakai lagi sebagai kriteria preeklamsia.
- Proteinuria : ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1 + dipstick
- Edema : edema local tidak dimasukkan dalam kriteria
preeklampsia, kecuali edema pada lengan, muka dan perut,
edema generalisata
2. Preeklampsia Berat
Preeklampsia berat dibagi menjadi : Preeklampsia berat tanpa
impending eklampsia dan Preeklampsia berat dengan impending
eklampsia
Impending Eclampsia :
Bila Preeklamsia berat disertai gejala-gejala dibawah ini ,yang
merupakan gejala2 subjektif : nyeri kepala hebat, gangguan
visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium dan kenaikan progresif
dari desakan darah.
2.1.5. Patofisiologi Preeklampsia1
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan
aliran darah dari cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika
yang menembus miometrium dan menjadi arteri arkuata, yang
akan bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis menembus
endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi
cabang arteri spiralis.
Pada kehamilan, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan
otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot
tersebut sehingga terjadi distensi dan vasodilatasi arteri spiralis,
yang akan memberikan dampak penurunan tekanan darah,
penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah
5
pada utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup
banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga menjamin
pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan
remodelling arteri spiralis.
Pada preeklampsia berat/eklampsia terjadi kegagalan
remodelling menyebabkan arteri spiralis menjadi kaku dan keras
sehingga arteri spiralis tidak mengalami distensi dan
vasodilatasi. Sehingga aliran darah utero plasenta menurun dan
terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
a. Iskemia plasenta dan pembentukan radikal bebas
Karena kegagalan remodelling arteri spiralis akan
berakibat plasenta mengalami iskemia, yang akan
merangsang pembentukan radikal bebas, yaitu radikal
hidroksil (-OH) yang dianggap sebagai toksin. Radikal
hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung
banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak.
Peroksida lemak juga akan merusak nukleus dan protein sel
endotel.
b. Disfungsi endotel
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan
terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh
struktur sel endotel. Keadaan ini disebut disfungsi endotel,
yang akan menyebabkan terjadinya :
Gangguan metabolisme prostaglandin, yaitu menurunnya
produksi prostasiklin (PGE2), yang merupakan suatu
vasodilator kuat.
Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang
mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi
6
tromboksan (TXA2), yaitu suatu vasokonstriktor kuat.
Dalam keadaan normal, kadar prostasiklin lebih banyak
dari pada tromboksan. Sedangkan pada preeklampsia
kadar tromboksan lebih banyak dari prostasiklin,
sehingga menyebabkan vasokonstriksi yang akan
menyebabkan peningkatan tekanan darah.
Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus
(glomerular endotheliosis).
Peningkatan permeabilitas kapiler
Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu
endotelin. Kadar NO menurun, sedangkan endotelin
meningkat.
Peningkatan faktor koagulasi.
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Pada perempuan normal, respon imun tidak menolak
adanya hasil konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan
adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang
dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer
(NK) ibu. HLA-G juga akan mempermudah invasi sel trofoblas
ke dalam jaringan desidua ibu. Pada plasenta ibu yang
mengalami preeklampsia, terjadi penurunan ekspresi HLA-G,
yang akan mengakibatkan terhambatnya invasi trofoblas ke
dalam desidua. Kemungkinan terjadi Immune-Maladaptation
pada preeklampsia.
4. Teori adaptasi kardiovaskular
Pada kehamilan normal, pembuluh darah refrakter
terhadap bahan vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah
tidak peka terhadap rangsangan vasopresor, atau dibutuhkan
kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon
7
vasokonstriksi. Refrakter ini terjadi akibat adanya sintesis
prostaglandin oleh sel endotel. Pada preeklampsia terjadi
kehilangan kemampuan refrakter terhadap bahan vasopresor,
sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan
vasopresor sehingga pembuluh darah akan mengalami
vasokonstriksi dan mengakibatkan hipertensi dalam kehamilan.
5. Teori genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen
tunggal. Genotype ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi
dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan
genotype janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami
preeklampsia, 26% anak perempuannya akan mengalami
preeklampsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu
mengalami preeklampsia.
6. Teori defisiensi gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa defisiensi
gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan,
dapat mengurangi risiko preeklampsia. Minyak ikan
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat
menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi
trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.
7. Teori stimulus inflamasi
Teori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas
didalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya
proses inflamasi. Pada kehamilan normal, pelepasan debris
trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi
8
juga masih dalam batas wajar. Berbeda dengan proses apoptosis
pada preeklampsia, dimana pada preeklampsia terjadi
peningkatan stres oksidatif sehingga produksi debris trofoblas
dan nekrorik trofoblas juga meningkat. Keadaan ini
mengakibatkan respon inflamasi yang besar juga. Respon
inflamasi akan mengaktivasi sel endotel dan sel
makrofag/granulosit yang lebih besar pula, sehingga terjadi
reaksi inflamasi sistemik yang menimbulkan gejala-gejala
preeklampsia pada ibu.
2.1.6. Pemeriksaan Penunjang3,5
Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal
kehamilan pada wanita dengan faktor resiko menderita
preeklampsia, yang terdiri dari pemeriksaan kadar enzim hati, hitung
trombosit, kadar kreatinin serum, protein total, reduksi bilirubin,
sedimen pada urin 24 jam.
Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus
dilakukan juga pemeriksaan kadar albumin serum, LDH, apus darah
tepi, serta waktu perdarahan dan pembekuan serta untuk mengetahui
keadaan janin perlu dilakukan pemeriksaan USG. Semua
pemeriksaan ini harus dilakukan sesering mungkin untuk memantau
progresifitas penyakit.
2.1.7. Diagnosis Preeklampsia1
Preeklampsia digolongkan preeklampsia berat bila ditemukan satu
atau lebih gejala berikut.
a. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik
≥ 110 mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu
hamil sudah dirawat dirumah sakit dan sudah menjalani tirah
baring.
b. Proteinuria lebih dari 5 g/24jam atau 4+ dalam pemeriksaan
kualitatif.
9
c. Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.
d. Adanya kenaikan kadar kreatinin plasma.
e. Gangguan Visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri
kepala, skotoma dan pandangan kabur.
f. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen
(akibat teregangnya kapsulla glisson).
g. Edema paru-paru dan sianosis.
h. Hemolisis mikroangiopatik.
i. Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm3 atau penurunan
trombosist dengan cepat.
j. Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoseluler): peningkatan
kadar alanin dan aspartate aminotransferase.
k. Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat.
l. Sindrom HELP.
2.1.8. Penatalaksanaan Preeklampsia
Tujuan dasar penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan
penyulit preeklampsia adalah2
1. Mencegah terjadinya preeklampsia berat dan eklampsia
2. Terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu
dan janinnya.
3. Melahirkan janin hidup
4. Pemulihan sempurna bagi kesehatan ibu.
Penanganan preeklampsia terdiri atas pengobatan medik dan
penanganan obstetrik. Penanganan obstetrik ditujukan untuk
melahirkan bayi pada saat yang optimal, yaitu sebelum janin mati
dalam kandungan, akan tetapi sudah cukup matur untuk hidup di luar
uterus. Penatalaksanaan dibagi atas tingkatan dari preeklampsia itu
sendiri, yaitu preeklampsia ringan, preeklampsia berat, eklampsia
dan sindrom HELLP (haemolysis, elevated liver enzymes and low
platelet).1
10
1. Preeklampsia Ringan
a. Diagnosis.
Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan berdasarkan atas
timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau edema
setelah kehamilan 20 minggu.
b. Manajemen umum preeklampsia ringan
Pada setiap kehamilan disertai penyulit suatu penyakit, maka
selalu dipertanyakan, bagaimana :
sikap terhadap penyakitnya, berarti pemberian obat-
obatan, atau terapi medicinal
sikap terhadap kehamilannya; berarti mau diapakan
kehamilan ini
apakah kehamilan akan diteruskan sampai aterm ?
apakah kehamilan akan diakhiri (diterminasi) ?
c. Tujuan utama perawatan preeclampsia
Mencegah kejang, Mencegah pendarahan intra cranial,
Mencegah gangguan fungsi organ vital dan Melahirkan bayi
sehat.
d. Rawat Jalan (Ambulatoir)
Tirah baring
Tirah dengan posisi miring menghilangkan tekanan rahim
pada v. cava inferior, sehingga meningkatkan aliran darah
balik. Berarti pula meningkatkan aliran darah ke organ-
organ vital. Penambahan aliran darah ke ginjal, akan
meningkatkan filtrasi glomeruli dan meningkatkan
diuresis. Diuresis dengan sendirinya meningkatkan
ekskresi natrium, dan menurunkan reaktifitas
kardiovaskuler. Selain itu tirah baring, meningkatkan pula
aliran darah rahim, sehingga mengurangi vasospasme dan
memperbaiki kondisi janin “intra uterine”, ini berarti pula
menurunkan kematian perinatal.
11
Diet: cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
secukupnya
Tidak diberikan obat-obat: diuretic, antihipertensi,
sedative
Kunjungan ulang tiap 1 minggu
Pemeriksaan laboratorium: Hb, hematokrit, Fungsi hati,
Urine lengkap, Fungsi ginjal, Asam urat darah
Thrombosit.
e. Dirawat di rumah sakit (rawat inap)
Kriteria preeclampsia ringan untuk dirawat di rumah
sakit
Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan, tidak
menunjukkan adanya perbaikan dari gejala-gejala
preeklampsia, Selama 2 minggu hipertensi menetap ,
Selama 2 minggu proteinuria menetap, Kenaikan berat
badan ibu: 1 kg/minggu, selama dua minggu berturut-
turut, Timbul salah satu atau lebih gejala / tanda-tanda
preeklampsia berat dan pertumbuhan janin terhambat
Evaluasi selama di rumah sakit
Pemeriksaan fisik
Pengukuran tekanan darah setiap 4 jam, kecuali ibu
tidur, observasi adanya edema pada perut dan muka,
observasi adanya gejala-gejala impending eklampsia :
nyeri kepala daerah oksipital dan frontal, gangguan
visus, nyeri epigastrium atau abdomen quadran kanan
atas.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan proteinuria dengan dipstick pada waktu
masuk dan tiap 2 hari, Pemeriksaan hematokrit dan
trombosit setiap 2 minggu, Pemeriksaan fungsi hepar
12
tiap 2 minggu, pemeriksaan kreatinine serum, asam urat
dan BUN, pengukuran urine produksi tiap 3 jam.
Pemeriksaan kesejahteraan janin
Perhitungan gerakan janin, Nonstress test 2 kali
seminggu , Pemeriksaan USG dan
f. Perawatan obstetric: Sikap terhadap kehmilan
Pada kehamilan Preterm ( <37 minggu )
Bila tekanan darah mencapai normotensif, selama
perawatan, persalinan ditunggu hingga aterm
Pada kehamilan Aterm ( 37 minggu )
Persalinan ditunggu hingga terjadi onset persalinan atau
dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan
pada “Taksiran Tanggal Persalinan”.
Bila pasien sudah inpartu, perjalanan persalinan diikuti
dengan grafik Friedman atau Partograf WHO
Cara persalinan
Persalinan dapat dilakukan secara spontan; bila perlu
memperpendek kala II.
2. Preeklampsia Berat
Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup :
pencegahan kejang, pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan,
pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang yang terlibat,
saat yang tepat untuk persalinan. Pada perawatan preeklampsia
berat sama halnya dengan perawatan preeklampsia ringan, maka
dibagi menjadi dua unsur :
a. Sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat2 atau
terapi medisinalis.
b. Sikap terhadap kehamilannya dapat :
Konservatif : ekspektatif : sambil memberi pengobatan
kehamilan ditunggu hingga aterm
13
Aktif : agresif manajemen, kehamilan diakhiri
(terminasi) setiap saat.
Sikap terhadap penyakitnya :pengobatan Medicinal
a. Segera masuk rumah sakit untuk rawat inap.
b. Tirah baring miring ke satu sisi (kiri)
c. Pengelolaan cairan
Pengelolaan cairan pada penderita preeklampsia dan
eklampsia sangat penting, karena penderita preeklampsia dan
eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya edema
paru dan oliguria. Terjadinya kedua keadaan tersebut belum
jelas, namun faktor yang sangat menentukan terjadinya
edema paru dan oliguria adalah : hipovolemia, vasospasme,
kerusakan sel endothel dan penurunan penurunan gradient
tekanan onkotik koloid / pulmonary capillary wedge pressure.
Oleh karena itu monitoring : input cairan (melalui oral
maupun infuse ) dan output cairan (melalui urine) menjadi
sangat penting. Artinya harus dilakukan pengukuran secara
tepat berapa jumlah cairan yang keluar melalui urine. Bila
terjadi tanda-tanda edema paru segera dilakukan tindakan
koreksi.
d. Pemberian cairan
Cairan yang diberikan adalah 5 % Ringer-dectrose atau
cairan garam faali, jumlah tetesan : < 125 cc/jam.
Atau Infuse Dextrose 5%. Yang tiap 1 liternya diselingi
dengan infuse Ringer lactate (60-125 cc/jam) 500 cc.
Dipasang Foley Catheter : untuk mengukur output urin.
Oliguria terjadi bila produksi urine < 30 cc/jam dalam 2-3
jam atau < 500 cc/24 jam.
14
e. Antasida : untuk menetraliser asam lambung,bila mendadak
kejang ,dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung
yang sangat asam.
f. Diet : cukup protein; rendah karbohidrat, lemak dan garam.
g. Pemberian obat anti kejang : Golongan MgSO4
Cara pemberian Magnesium sulfat
“Loading dose” : 4 gram MgSO4 : intravena, (20% dalam
20 cc) selama 1 gram/menit (ke-emasan 20% dalam 25 cc
larutan MgSO4).
4 atau 5 gram di bokong kiri dan 4-5 gram di bokong
kanan. (40 % dalam 10 cc atau 40 % dalam 12,5 cc).
“Maintenance dose” :
Diberikan 4 atau 5 gram i.m., 40% setelah 6 jam
pemberian loading dose. Selanjutnya “maintenance dose”
diberikan 4 gram i.m. tiap 6 jam.
Syarat-syarat pemberian MgSO4:
Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu Calcium gluconas
10% = 1 gr. (10% dalam 10 cc) diberikan I,V, 3 menit.
Refleks patella (+) kuat.
Frekuensi pernafasan > 16 + / menit, dan tidak ada tanda-
tanda distress nafas.
Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya. (0,5
cc/kg.bb./jam)
Sulfas magnesikus dihentikan bila: Ada tanda-tanda
intoxikasidan Setelah 24 jam pasca persalinan.
h. Diuretikum tidak diberikan ; kecuali bila ada : edema paru-
paru, payah jantung kongestif, edema anasarka. Diuretikum
yang dipakai ialah Furosemida. Pemberian diuretikum
memberi kerugian :
memperberat hipovolemia
memperburuk perfusi utero-plasenta
15
meningkatkan hemokonsentrasi
menimbulkan dehidrasi pada janin, penurunan berat janin.
i. Anti hipertensi diberikan bila :
Desakan sistolik ≥ 180 mmHg
Desakan diastolic ≥ 110 mmHg
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Indonesia adalah
Nifedipine dengan dosis awal : 10 -20 mg, ulangi 30 menit
bila perlu. Dosis maksimum 120 mg per 24 jam. Nifedipine
tidak boleh diberikan sub lingual, karena efek vasodilatasi
sangat cepat, sehingga hanya boleh diberikan per oral.
j. Lain-lain
Obat-obat antipyretika
Diberikan bila suhu rectal diatas 38.5O C Dapat dibantu
dengan pemberian kompres dingin atau alcohol
Antibiotika
Anti nyeri
Bila penderita kesakitan/gelisah; karena konstraksi rahim
dapat diberikan pethidin HCL 50–75 mg. Sekali saja
(selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir).
Glucorticoid
Pemberian glucocorticoid untuk pematangan paru janin,
tidak merugikan ibu. Glucocorticoid diberikan pada
kehamilan 32-34 minggu,selama 2 kali 24 jam.
Sikap terhadap kehamilannya
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala
preeklampsia berat selama perawatan; maka perawatan dibagi
menjadi :
16
1. Aktif (aggressive management) berarti : kehamilan segera
diakhiri / diterminasi bersamaan dengan pemberian
pengobatan medicinal.
a. Indikasi perawatan aktif, ialah bila didapatkan satu/lebih
keadaan dibawah ini:
Ibu
- Umur kehamilan 37 minggu.
- Adanya tanda2 /gejala2 Impending Eclampsia
- Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu :
keadaan klinik dan laboratorium memburuk
Janin
- Adanya tanda-tanda fetal distress
- Adanya tanda-tanda IUGR ( Intra uterine growth
restriction}
Laboratorium
Adanya “the HELLP syndrome”.
b. Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan)
Belum inpartu
- Induksi persalinan atau
- Sectio Caesarea, bila :
o syarat induksi tidak dipenuhi atau adanya kontra
indikasi oxytocin drip
o oxytocin drip gagal
Sudah Inpartu
- Kala I : Diikuti sesuai dengan grafik Friedman, dan
manajemennya bila terjadi kelainan-kelainan grafik
Friedman, atau dengan partograf WHO
- Kala II : Pada persalinan pervaginam, maka kala II
diselesaikan dengan partus buatan (Ibu tidak boleh
mengejan.)
17
2. Konservatif (ekspektatf) berarti : kehamilan tetap
dipertahankan bersamaan memberi pengobatan medicinal.
a. Indikasi : bila kehamilan preterm 37 minggu tanpa
disertai tanda-tanda impending eklampsia dengan
keadaan janin baik.
b. Pengobatan Medicinal : Sama dengan perawatan
medicinal pada pengelolaan secara aktif. Hanya loading
dose MgSO4 tidak diberikan i.v. cukup i.m. saja.
c. Perawatan Obstetrik konservatip:
Selama perawatan konservatif; observasi dan evaluasi
sama seperti perawatan aktif hanya disini tidak ada
terminasi.
Sulfas Magnesikus dihentikan bila ibu sudah mencapai
tanda-tanda preeklampsia ringan, selambat-lambatnya
dalam waktu 24 jam.
Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan, maka keadaan
ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan medicinal
dan harus diterminasi.
Penderita boleh dipulangkan bila :
- Penderita kembali ke tanda-tanda Preeckampsia
ringan; tetap dirawat selama 3 hari
- Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan
preeklampsia ringan; penderita dapat di pulangkan
sebagai preeklampsia ringan.
2.1.9. Komplikasi Preeklampsia7
Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha
utama ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita
preeklampsia dan eklampsia. Komplikasi dibawah ini yang biasa
terjadi pada preeklampsia berat dan eklampsia :
1. Solusio plasenta
18
Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut
dan lebih sering terjadi pada preeklampsia.
2. Hipofibrinogenemia
Biasanya terjadi pada preeklampsia berat. Oleh karena itu
dianjurkan untuk pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
3. Hemolisis
Penderita dengan preeklampsia berat kadang-kadang
menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal dengan ikterus.
Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakkan
sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati
yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat
menerangkan ikterus tersebut.
4. Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia.
5. Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung
sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang
terjadi pada retina. Hal ini merupakan tanda gawat akan terjadi
apopleksia serebri.
6. Edema paru-paru
Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan
karena bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi. Kadang-kadang
ditemukan abses paru-paru.
7. Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada preeklampsia/eklampsia merupakan
akibat vasospasme arteriole umum. Kelainan ini diduga khas
untuk eklampsia, tetapi ternyata juga dapat ditemukan pada
penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan
pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
19
8. Sindroma HELLP yaitu haemolysis, elevated liver enzymes dan
low platelet
Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan
fungsi hati, hepatoseluler (peningkatan enzim hati [SGPT,SGOT],
gejala subjektif [cepat lelah, mual, muntah, nyeri epigastrium]),
hemolisis akibat kerusakan membran eritrosit oleh radikal bebas
asam lemak jenuh dan tak jenuh. Trombositopenia (<150.000/cc),
agregasi (adhesi trombosit di dinding vaskuler), kerusakan
tromboksan (vasokonstriktor kuat), lisosom (Manuaba, 2007).
9. Kelainan ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur
yang lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai
gagal ginjal.
10. Komplikasi lain
Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejang-
kejang pneumonia aspirasi dan DIC (disseminated intravascular
coagulation).
2.2 Miopia6
2.2.1. Definisi
Bila bayangan benda yang terletak jauh difokuskan didepan
retina oleh mata yang tidak berakomodasi, mata tersebut mengalami
miopia, atau nearsighted.
Miopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan
difokuskan di depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi
berakomodasi. Ini juga dapat dijelaskan pada kondisi refraktif
dimana cahaya yang sejajar dari suatu objek yang masuk pada mata
akan jatuh di depan retina, tanpa akomodasi.
20
Miopia atau biasa juga disebut sebagai rabun jauh merupakan
jenis kerusakan mata yang disebabkan pertumbuhan bola mata yang
terlalu panjang atau kelengkungan kornea yang terlalu cekung.
Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar
sejajar yang memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang
berada di depan retina.
2.2.2. Komplikasi Miopia
Pasien yang menderita miopia akan lebih rentan mengalami ablasio
retina regmatogenosa. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor risiko
yang dimiliki oleh pasien miopia, meliputi.
Degenerasi lattice, lebih sering terjadi pada miopia sedang dan
dapat meningkatkan terjadinya robekan traksi atau lubang atrofi.
Degenerasi snailtrack, lebih sering terjadi pada miopia dan
berhubungan dengan lubang atrofi yang besar.
Atrofi korioretina difus, dapat berkembang menjadi lubang kecil
yang bulat pada miopia tinggi.
Lubang pada makula (macular holes)
Degenerasi vitreous
Perubahan degeneratif retina pada miopia dan usia lanjut juga
terjadi dikoroid. Sklerosis dan sumbatan pembuluh darah koroid
senil akan menyebabkan berkurangnya perdarahan ke retina. Hal
semacam ini juga bisa terjadi pada miopia karena teregangnya dan
menipisnya pembuluh darah retina. Perubahan ini terutama terjadi di
daerah ekuator, yaitu tempat terjadinya 90% robekan retina.
Terjadinya degenerasi retina pada mata miopia 10 sampai 15 tahun
lebih awal daripada mata emetropia. Ablasi retina delapan kali lebih
sering terjadi pada mata miopia daripada mata emetropia atau
hipermetropia.
BAB III
21
LAPORAN KASUS
3.1. IDENTITAS PASIEN
No. Rekam Medik : 11.34.61
Tanggal Masuk : 05/08/2014
Nama Pasien : Martini
Umur : 29 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Nama Suami : Mgs. M. Azhari
Umur : 33 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Lorong Jambangan, ¾ Ulu, Palembang
3.2. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Hamil cukup bulan mengeluh sakit perut ingin melahirkan.
2. Riwayat Perjalanan Penyakit
Os datang ke Rumah Sakit dengan keluhan sakit perut sejak 8 jam sebelum
Masuk Rumah Sakit. Os mengaku sakit dirasakan dari perut menjalar ke
pinggang, frekuensi sakit makin lama makin sering dan kuat. Pk 07.00 Os
memutuskan untuk datang ke RS, dari pemeriksaan didapatkan adanya
pembukaan serviks sebesar 2cm. Atas saran dokter os dianjurkan untuk pulang
kerumah. Pk 10.00 Os kembali datang ke RS karena rasa sakit yang makin
22
menghebat dan adanya darah dan lendir yang keluar dari kemaluan. Pada
pemeriksaan didapatkan pembukaan serviks sebesar 6cm, riwayat keluar air-
air disangkal. Gerakan janin masih dirasakan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Os mengaku tidak pernah mengalami penyakit jantung, paru-paru, hati, ginjal,
diabetes melitus, alergi, maupun hipertensi. Os mengalami kelainan refraksi
mata sejak umur 8 tahun. Pada umur 8 tahun kedua mata Os – 2, Umur 13
tahun -6, dan pada umur 28 tahun -10.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Os mengaku tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular dan
keturunan.
5. Riwayat Haid
Usia menarche : 14 tahun
Siklus haid : 28 hari
Lama haid : 7 hari
HPHT : ?-?-?
6. Riwayat Pernikahan
Lama pernikahan : 1 tahun
Usia waktu nikah I : 28 tahun
7. Riwayat ANC
a. Dilakukan sebanyak 7x di bidan dan 2x di dokter spesialis kandungan.
b. Imunisasi TT tidak pernah dilakukan
8. Riwayat Kontrasepsi
Os mengaku tidak pernah menggunakan kontrasepsi jenis apapun.
9. Riwayat Persalinan
23
Tabel 3.1 Riwayat Persalinan
No. Tahun Jenis
Kelamin
Berat Badan
Lahir
Persalinan
1. Saat ini - - -
3.3. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
a. Keadaan Umum : baik
b. Kesadaran : compos mentis
c. Tanda Vital
- Tekanan darah : 140/90 mmHg
- Nadi : 88 x/menit
- Pernapasan : 28 x/menit
- Suhu : 36,7 0C
d. Kepala
- Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
e. Leher : pembesaran tiroid (-)
f. Thoraks : jantung dan paru dalam batas normal
g. Abdomen : status obstetrikus
h. Genitalia : status obstetrikus
i. Ekstremitas : edema (-/-), refleks patella (+/+)
2. Status Obstetrikus
a. Pemeriksaan Luar
Leopold I : Fundus teraba 3 jari dibawah processus xhipoideus
Teraba bagian bulat janin, lunak, kesan bokong
Leopold II : Teraba bagian keras memanjang dikanan ibu (punggung
janin dikanan ibu)
Teraba bagian kecil-kecil dikiri ibu
Leopold III : Teraba bagian keras janin, bulat, melenting, kesan kepala.
24
Leopold IV : Bagian terbawah janin sudah memasuki pintu atas panggul
DJJ (+) 128x/mnt
b. Pemeriksaan Dalam (Vaginal Toucher)
Tidak dilakukan
3.4. DIAGNOSIS
G1P0A0 hamil aterm inpartu Kala I Fase Aktif dengan PEB, janin tunggal
hidup presentasi kepala dan Hipermiopia.
3.5. PENATALAKSANAAN
Tgl 5 Agustus 2014
a. Pro MRS
b. IVFD D5 + MgSO4 40% gtt XX
c. Nipedipine 3x10 mg
d. Phenobarbita 3x30 mg
e. DC
f. MgSO4 Bokong kiri-kanan
g. Cek laboratorium darah dan urine
h. Rencana SC Cito
3.6. HASIL LABORATORIUM
5 Agustus 2014 Pk 11.00
Darah lengkap
1. Hb : 14,2 g/dl
2. Leukosit : 19300/ ul
3. Trombosit : 237.000
4. Hitung Jenis : 0/1/0/87/10/2
5. Golongan darah : B
6. Rhesus : (+)
7. Clooting time : 10’
25
8. Bleeding time : 2’
Urine Rutin
1. Warna : kuning merah
2. Kejernihan : agak keruh
3. pH : 6,0
4. Berat jenis : 1, 030
5. Glukosa : negative
6. Protein : +
7. Bilirubin : negative
8. Urobilinogen : positif
9. Darah : +
10. Nitrit : negative
11. Keton : negative
12. Sedimen : -eritrosit : 2-5
-Leukosit : 5-10
-epitel : positif
-silinder : negatif
-kristal : negatif
Kimia Darah
Glukosa sewaktu : 100 mg/dl
Trigliserida : 173
Colesterol Total : 205
Colesterol HDL : 44
Colesterol LDL : 126
Bilirubin Total : 1,17
SGOT : 36 U/l
SGPT : 26 U/l
Ureum : 26 mg/dl
Kreatinin : 0,93 mg/dl
3.7. LAPORAN OPERASI
26
Pukul 13.30 WIB
Operasi mulai
Pasien terlentang, anestesi spninal
Insisi pfanenstiel dari kulit hingga mukosa, fascia dirobek secara tumpul
sampai menembus peritoneum.
Insisi uterus untuk membuka plika, kemudian diperluas secara tumpul.
Ketuban dipecahkan.
Pukul 14.00 WIB
Lahir hidup neonatus laki-laki dengan meluksir kepala, BB 2300 g, PB 45cm.
Pukul 14.05 WIB
Plasenta lahir lengkap dengan BP 500 g
Dilakukan penjahitan uterus secara jelujur dengan benang asukril.
Dilakukan penjahitan plika secara jelujur dengan plain.
Pendarahan dirawat, luka operasi ditutup lapis demi lapis.
Pukul 14.45 WIB Operasi selesai
Diagnosis pra bedah : G1P0A0 hamil aterm inpartu Kala I Fase Aktif
dengan PEB, janin tunggal hidup presentasi kepala
dan Hipermiopia
Diagnosis pasca bedah : P1A0 Post SC atas indikasi PEB dan Hipermiopia
Tindakan : Seksio Sesaria
3.8. FOLLOW UP
27
Tabel 3.2 follow up
Rabu, 6 Agustus 2014
Pk. 05.00 WIB
S : Nyeri luka post operasi.
O : KU : baik
Kesadaran: compos mentis
VS :
- TD 140/90 mmHg
- Nadi 72 x/menit
- RR 20 x/menit
- Suhu 36,1 C
Hb : 13,7 g/%
PL :
- TFU 2 jari bawah pusat
- Kontraksi uterus baik
- Lochea rubra (+)
A : P1A0 Post SC atas indikasi PEB dan Hipermiopia
P : - IVFD RL + induksin 2 amp gtt XX
- Cateter menetap
- Injeksi Cefotaxime IV 3 x 1 gr, skin test terlebih dahulu.
- Injeksi Metronidazole 3x500 mg
- Injeksi Kalnex 3x500 mg
- Injeksi Ketorolac 3x10 mg
- Captopril 2x12,5mg
- Phenobarbital 2x30 mg
Kamis, 7 Agustus 2014
28
Pk. 05.00 WIB
S : Nyeri luka post operasi, sakit kepala, susah BAK, belum BAB.
O : KU : Baik
Kesadaran: compos mentis
VS :
- TD 120/80 mmHg
- Nadi 7 x/menit
- RR 20 x/menit
- Suhu 36,1 C
PL :
- TFU 2jari bawah pusat
- Kontraksi uterus baik
- Lochea rubra (+)
A P1A0 Post SC atas indikasi PEB dan Hipermiopia
P - Terapi obat oral ( Ciprofloxacin 3x500mg, Metronidazole 3x500 mg,
Asam Mefenamat 3x500mg )
- IVFD aff
- Cateter aff
Jumat, 8 Agustus 2014
Pk. 05.00 WIB
S : Nyeri luka post operasi, BAB belum lancar.
O : KU : baik
Kesadaran: compos mentis
VS :
- TD : 130/80 mmHg
- Nadi 80 x/menit
- RR 24 x/menit
29
- Suhu 36,6 0C
A : P1A0 Post SC atas indikasi PEB dan Hipermiopia
P : - Ciprofloxacin 3x500mg
- Metronidazole 3x500mg
- Asam Mefenamat 3x500mg
30
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis
bahwa Os sudah masuk dalam kala persalinan, dimana ketiga tanda-tanda
persalinan sudah terpenuhi, yaitu adanya his, adanya darah lendir yang keluar
dari kemaluan dan adanya pembukaan serviks.
Os mengaku tidak pernah mengalami penyakit jantung, paru, hati,
ginjal, diabetes melitus, alergi, maupun hipertensi. Os mengalami kelainan
refraksi mata sejak umur 8 tahun. Pada umur 8 tahun kedua mata Os – 2, Umur
13 tahun -6, dan pada umur 28 tahun -10.
Os menikah satu kali dan lamanya 1 tahun. Os menarche pada usia 14
tahun, dengan siklus teratur, 28 hari, lamanya 7 hari. Hari pertama haid terakhir
Os lupa. Riwayat penyakit yang pernah diderita yaitu kelainan refraksi pada
mata kiri dan kanan. Riwayat operasi tidak ada, riwayat abortus tidak ada.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran
kompos mentis, tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 88 x/m, respirasi 28 x/m,
suhu 36,7 ◦C, dan keadaan organ lain dalam batas normal. Hasil pemeriksaan
laboratorium darah lengkap masih dalam batas normal, untuk pemeriksaan
urine didapatkan adanya protein +1, serta adanya peningkatan nilai SGOT dan
SGPT pada pemeriksaan kimia darah.
Pada pemeriksaan luar obstetri didapatkan tinggi fundus uteri 3 jari
dibawah procesus xipoideus, bagian terbawah kepala yang ditandai dengan
terabanya bagian yang keras dan bulat, kaki teraba di fundus uteri. Detak
jantung janin 128 kali/menit teratur.
Pada pemeriksaan luar obstetri didapatkan tinggi fundus uteri 3 jari
dibawah procesus xipoideus, bagian terbawah kepala yang ditandai dengan
terabanya bagian yang keras dan bulat, kaki teraba di fundus uteri. Detak
jantung janin 128 kali/menit teratur.
Berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan tekanan darah 140/90
mmHg, protein +1 menunjukkan os masih masuk dalam preeklampsia ringan
31
dan belum dapat didiagnosis sebagai preeklampsia berat. Untuk dapat
dikatakan preeklampsia berat tekanan darah sistolik ≥ 160mmHg dan tekanan
darah diastolik ≥ 110mmHg. Tekanan darah ini tetap tidak menurun meskipun
ibu hamil sudah dirawat dirumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.
Dilakukan pemeriksaan laboratorim darah berupa pemeriksaan Hb
dengan nilai 14,4, golongan darah, waktu perdarahan, dan waktu pembekuan
sebagai bahan rujukan pre-operatif. Dari pemeriksaan kimia darah didapatkan
hasil tes fungsi hati yaitu SGOT dan SGPT meningkat, tetapi hal ini belum
menandakan terjadinya sindroma HELLP. Pada pemeriksaan laboratorium juga
didapatkan adanya peningkatan kadar leukosit ibu yang signifikan. Hal ini
mengindikasikan adanya tanda-tanda infeksi yang mengharuskan janin untuk
segera dilahirkan.
Untuk penatalaksanaan pada kasus ini, pasien harus dirawat di rumah
sakit dengan prinsip penatalaksanaannya adalah untuk mencegah timbulnya
kejang, mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan intrakranial serta
kerusakan dari organ-organ vital dan melahirkan bayi dengan selamat.
Penatalaksanaan preoperative pada pasien yaitu Observasi Keadaan
Umum dan Tanda Vital, Observasi DJJ, IVFD D5% + MgSO4 40% 1 fls gtt
XX/menit, Kateter menetap, Injeksi Cefotaxime IV 3 x 1 gr dilakukan skin test
terlebih dahulu, antibiotic diberikan sebangai profilaksis, Nifedipine 3x10 mg
sebagai obat antihipertensi, Phenobarbital 3x30 mg sebagai obat antikonvulsan
dan direncanakan Seksio Sesaria karena sudah adanya tanda-tanda inpartu dan
os tidak disarankan melakukan persalinan normal karena kondisi preeklampsia
dan kelainan refraksi mata kiri dan kanan os sferis -10,0
Pasien dengan hipermiopia cenderung mudah mengalami ablasio retina.
Semakin tinggi minus seseorang, akan semakin panjang bentuk matanya dan
ikut menarik retina sehingga lapisannya semakin tipis dan rawan sobek.
Sehingga pasien dengan hipermyopia tidak disarankan untuk melakukan
persalinan normal, karena pada saat mengejan akan meningkatkan tekanan
intraorbita yang dapat menyebabkan terjadinya robekan pada retina.
32
Berat Bayi Lahir 2300kg dengan Panjang Badan 46 cm, berat dan
panjang bayi berada dibawah normal. Hal ini bisa disebabkan dari
preeklampsia yang diderita ibu. Pada ibu hamil dengan preeklampsia terjadi
kegagalan remodelling arteri spiralis yang menyebabkan arteri spiralis menjadi
kaku dan keras sehingga arteri spiralis tidak mengalami distensi dan
vasodilatasi. Sehingga aliran darah utero plasenta menurun, akibatnya aliran
darah ke janin berkurang menyebabkan pertumbuhan janin terganggu.
33
BAB V
PENUTUP
4.1 Simpulan
1. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium menunjukkan os masih masuk dalam preeklampsia
ringan dan belum dapat didiagnosis sebagai preeklampsia berat.
2. Penatalaksaan pada kasus ini sudah tepat karena prinsip
penatalaksanaannya adalah untuk mencegah timbulnya kejang,
mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan intrakranial serta
kerusakan dari organ-organ vital dan melahirkan bayi dengan selamat.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Angsar, D. 2008. Hipertensi Dalam Kehamilan, dalam: Ilmu Kebidanan. Edisi IV. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2. Cunningham, F.G., dkk. 2005. Obstetri Williams : “Gangguan Hipertensi dalam Kehamilan” (edisi ke-21). Terjemahan oleh : Hartono, Suyono, Pendit. EGC, Jakarta
3. Indriani, Nanien. 2012. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Preeklampsia/Eklampsia Pada Ibu Bersalin. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
4. Pemerintah Kota Palembang. 2012. Profil Kesehatan Kota Palembang Tahun 2012. Palembang.
5. Sudhaberata, K. 2001. Profil Penderita Preeklampsia-Eklampsia di RSU Tarakan Kaltim, Jurnal Ilmiah. Diakses http://www.infomedika.com
6. Vaughan, Daniel G. Asbury, Taylor. 2000. Oftalmologi umum (General ophthalmology) edisi 17. EGC: Jakarta.
7. Wibowo B, Rachimhadi T. 2006. Preeklampsia dan Eklampsia, dalam : Ilmu Kebidanan. Edisi III : Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
35