ringkasan peb

22
EKLAMPSIA Etiologi / Patogenesis Etiologi dan patogenesis preeklampsia dan eklampsia sampai saat ini masih belum sepenuhnya difahami, masih banyak ditemukan kontroversi, itulah sebabnya penyakit ini sering disebut “the disease of theories”. Pada saat ini hipotesis utama yang dapat diterima untuk menerangkan terjadinya preeklampsia adalah : faktor imunologi, genetik, penyakit pembuluh darah dan keadaan dimana jumlah trophoblast yang berlebihan dan dapat mengakibatkan ketidakmampuan invasi trofoblast terhadap arteri spiralis pada awal trimester satu dan trimester dua. Hal ini akan menyebabkan arteri spiralis tidak dapat berdilatasi dengan sempurna dan mengakibatkan turunnya aliran darah di plasenta. Berikutnya akan terjadi stress oksidasi, peningkatan radikal bebas, disfungsi endotel, agregasi dan penumpukan trombosit yang dapat terjadi diberbagai organ. Faktor Predisposisi Terjadinya Preeklampsia dan Eklampsia Primigravida, kehamilan ganda, diabetes melitus, hipertensi essensial kronik, mola hidatidosa, hidrops fetalis, bayi besar, obesitas, riwayat pernah menderita preeklampsia atau eklamsia, riwayat keluarga pernah menderita preeklampsia atau eklamsia, lebih sering dijumpai pada penderita preeklampsia dan eklampsia. Terminologi

Upload: sofara-rezanti

Post on 31-Dec-2015

51 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

semangat ya

TRANSCRIPT

Page 1: ringkasan PEB

EKLAMPSIA

Etiologi / Patogenesis

Etiologi dan patogenesis preeklampsia dan eklampsia sampai saat ini masih belum

sepenuhnya difahami, masih banyak ditemukan kontroversi, itulah sebabnya penyakit ini

sering disebut “the disease of theories”. Pada saat ini hipotesis utama yang dapat diterima

untuk menerangkan terjadinya preeklampsia adalah : faktor imunologi, genetik, penyakit

pembuluh darah dan keadaan dimana jumlah trophoblast yang berlebihan dan dapat

mengakibatkan ketidakmampuan invasi trofoblast terhadap arteri spiralis pada awal trimester

satu dan trimester dua. Hal ini akan menyebabkan arteri spiralis tidak dapat berdilatasi

dengan sempurna dan mengakibatkan turunnya aliran darah di plasenta. Berikutnya akan

terjadi stress oksidasi, peningkatan radikal bebas, disfungsi endotel, agregasi dan

penumpukan trombosit yang dapat terjadi diberbagai organ.

Faktor Predisposisi Terjadinya Preeklampsia dan Eklampsia

Primigravida, kehamilan ganda, diabetes melitus, hipertensi essensial kronik, mola

hidatidosa, hidrops fetalis, bayi besar, obesitas, riwayat pernah menderita preeklampsia atau

eklamsia, riwayat keluarga pernah menderita preeklampsia atau eklamsia, lebih sering

dijumpai pada penderita preeklampsia dan eklampsia.

Terminologi

Dahulu, disebut pre eklampsia jika dijumpai trias tanda klinik yaitu : tekanan darah ≥ 140/90

mmHg, proteinuria dan edema. Tapi sekarang edema tidak lagi dimasukkan dalam kriteria

diagnostik, karena edema juga dijumpai pada kehamilan normal. Pengukuran tekanan darah

harus diulang berselang 4 jam, tekanan darah diastol ≥ 90 mmHg digunakan sebagai

pedoman.

Eklampsia adalah pre eklampsia yang mengalami komplikasi kejang tonik klonik yang

bersifat umum. Koma yang fatal tanpa disertai kejang pada penderita pre eklampsia juga

disebut eklampsia. Namun kita harus membatasi definisi diagnosis tersebut pada wanita yang

mengalami kejang dan kematian pada kasus tanpa kejang yang berhubungan dengan pre

eklampsia berat. Mattar dan Sibai (2000) melaporkan komplikasi – komplikasi yang terjadi

pada kasus persalinan dengan eklampsia antara tahun 1978 – 1998 di sebuah rumah sakit di

Page 2: ringkasan PEB

Memphis, adalah solutio plasentae (10 %), defisit neurologis (7 %), pneumonia aspirasi

(7 %), edema pulmo (5 %), cardiac arrest (4 %), acute renal failure (4 %) dan kematian

maternal (1 %)

Gambaran Klinis Eklampsia

Seluruh kejang eklampsia didahului dengan pre eklampsia. Eklampsia digolongkan menjadi

kasus antepartum, intrapartum atau postpartum tergantung saat kejadiannya sebelum

persalinan, pada saat persalinan atau sesudah persalinan. Tanpa memandang waktu dari onset

kejang, gerakan kejang biasanya dimulai dari daerah mulut sebagai bentuk kejang di daerah

wajah. Beberapa saat kemudian seluruh tubuh menjadi kaku karena kontraksi otot yang

menyeluruh, fase ini dapat berlangsung 10 sampai 15 detik. Pada saat yang bersamaan rahang

akan terbuka dan tertutup dengan keras, demikian juga hal ini akan terjadi pada kelopak mata,

otot – otot wajah yang lain dan akhirnya seluruh otot mengalami kontraksi dan relaksasi

secara bergantian dalam waktu yang cepat. Keadaan ini kadang – kadang begitu hebatnya

sehingga dapat mengakibatkan penderita terlempar dari tempat tidurnya, bila tidak dijaga.

Lidah penderita dapat tergigit oleh karena kejang otot – otot rahang. Fase ini dapat

berlangsung sampai 1 menit, kemudian secara berangsur kontraksi otot menjadi semakin

lemah dan jarang dan pada akhirnya penderita tidak bergerak.

Setelah kejang diafragma menjadi kaku dan pernafasan berhenti. Selama beberapa detik

penderita sepertinya meninggal karena henti nafas, namun kemudian penderita bernafas

panjang, dalam dan selanjutnya pernafasan kembali normal. Apabila tidak ditangani dengan

baik, kejang pertama ini akan diikuti dengan kejang – kejang berikutnya yang bervariasi dari

kejang yang ringan sampai kejang yang berkelanjutan yang disebut status epileptikus.

Setelah kejang berhenti penderita mengalami koma selama beberapa saat. Lamanya koma

setelah kejang eklampsia bervariasi. Apabila kejang yang terjadi jarang, penderita biasanya

segera pulih kesadarannya segera setelah kejang. Namun pada kasus – kasus yang berat,

keadaan koma berlangsung lama, bahkan penderita dapat mengalami kematian tanpa sempat

pulih kesadarannya. Pada kasus yang jarang, kejang yang terjadi hanya sekali namun dapat

diikuti dengan koma yang lama bahkan kematian.

Frekuensi pernafasan biasanya meningkat setelah kejang eklampsia dan dapat mencapai 50

kali/menit. Hal ini dapat menyebabkan hiperkarbia sampai asidosis laktat, tergantung derajat

hipoksianya. Pada kasus yang berat dapat ditemukan sianosis. Demam tinggi merupakan

Page 3: ringkasan PEB

keadaan yang jarang terjadi, apabila hal tersebut terjadi maka penyebabnya adalah perdarahan

pada susunan saraf pusat.

Komplikasi

Proteinuria hampir selalu didapatkan, produksi urin berkurang, bahkan kadang – kadang

sampai anuria dan pada umumnya terdapat hemoglobinuria. Setelah persalinan urin output

akan meningkat dan ini merupakan tanda awal perbaikan kondisi penderita. Proteinuria dan

edema menghilang dalam waktu beberapa hari sampai 2 minggu setelah persalinan. Apabila

keadaan hipertensi menetap setelah persalinan maka hal ini merupakan akibat penyakit

vaskuler kronis.

Edema pulmo dapat terjadi setelah kejang eklampsia. Hal ini dapat terjadi karena pneumonia

aspirasi dari isi lambung yang masuk ke dalam saluran nafas yang disebabkan penderita

muntah saat kejang. Selain itu dapat pula karena penderita mengalami dekompensasio kordis,

sebagai akibat hipertensi berat dan pemberian cairan yang berlebihan.

Pada beberapa kasus eklampsia, kematian mendadak dapat terjadi bersamaan atau beberapa

saat setelah kejang sebagai akibat perdarahan otak yang masiv. Apabila perdarahan otak

tersebut tidak fatal maka penderita dapat mengalami hemiplegia. Perdarahan otak lebih

sering didapatkan pada wanita usia lebih tua dengan riwayat hipertensi kronis. Pada kasus

yang jarang perdarahan otak dapat disebabkan pecahnya aneurisma Berry atau arterio venous

malformation.

Pada kira – kira10 % kasus, kejang eklampsia dapat diikuti dengan kebutaan dengan variasi

tingkatannya. Kebutaan jarang terjadi pada pre eklampsia. Penyebab kebutaan ini adalah

terlepasnya perlekatan retina atau terjadinya iskemia atau edema pada lobus oksipitalis.

Prognosis penderita untuk dapat melihat kembali adalah baik dan biasanya pengelihatan akan

pulih dalam waktu 1 minggu.

Pada kira- kira 5 % kasus kejang eklampsia terjadi penurunan kesadaran yang berat bahkan

koma yang menetap setelah kejang. Hal ini sebagai akibat edema serebri yang luas.

Sedangkan kematian pada kasus eklampsia dapat pula terjadi akibat herniasi uncus trans

tentorial.

Pada kasus yang jarang kejang eklampsia dapat diikuti dengan psikosis, penderita berubah

menjadi agresif. Hal ini biasanya berlangsung beberapa hari sampai sampai 2 minggu namun

Page 4: ringkasan PEB

prognosis penderita untuk kembali normal baik asalkan tidak terdapat kelainan psikosis

sebelumnya. Pemberian obat – obat antipsikosis dengan dosis yang tepat dan diturunkan

secara bertahap terbukti efektif dalam mengatasi masalah ini.

Diagnosis Diferensial

Secara umum seorang wanita hamil aterm yang mengalami kejang selalu didiagnosis sebagai

eklampsia. Hal ini karena diagnosis diferensial keadaan ini seperti, epilepsi, ensefalitis,

meningitis, tumor otak serta pecahnya aneurisma otak memberikan gambaran serupa dengan

eklampsia. Prinsip : setiap wanita hamil yang mengalami kejang harus didiagnosis sebagai

eklampsia sampai terbukti bukan

Prognosis

Eklampsia selalu menjadi masalah yang serius, bahkan merupakan salah satu keadaan paling

berbahaya dalam kehamilan. Statistik menunjukkan di Amerika Serikat kematian akibat

eklampsia mempunyai kecenderungan menurun dalam 40 tahun terakhir, dengan persentase

10 % - 15 %. Antara tahun 1991 – 1997 kira – kira 6% dari seluruh kematian ibu di Amerika

Serikat adalah akibat eklampsia, jumlahnya mencapai 207 kematian. Kenyataan ini

mengindikasikan bahwa eklampsia dan pre eklamsia berat harus selalu dianggap sebagai

keadaan yang mengancam jiwa ibu hamil.

Manajemen

Pritchard (1955) memulai standardisasi rejimen terapi eklampsia di Parkland Hospital dan

rejimen ini sampai sekarang masih digunakan. Pada tahun 1984 Pritchard dkk melaporkan

hasil penelitiannya dengan rejimen terapi eklampsia pada 245 kasus eklampsia. Prinsip –

prinsip dasar pengelolaan eklampsia adalah sebagai berikut :

1. Terapi suportif untuk stabilisasi pada penderita

2. Selalu diingat mengatasi masalah – masalah Airway, Breathing, Circulation

3. Kontrol kejang dengan pemberian loading dose MgSO4 intravena, selanjutnya dapat

diikuti dengan pemberian MgSO4 per infus atau MgSO4 intramuskuler secara loading

dose didikuti MgSO4 intramuskuler secara periodik.

4. Pemberian obat antihipertensi secara intermiten intra vena atau oral untuk

menurunkan tekanan darah, saat tekanan darah diastolik dianggap berbahaya. Batasan

Page 5: ringkasan PEB

yang digunakan para ahli berbeda – beda, ada yang mengatakan 100 mmHg, 105

mmHg dan beberapa ahli mengatakan 110 mmHg.

5. Koreksi hipoksemia dan asidosis

6. Hindari penggunaan diuretik dan batasi pemberian cairan intra vena kecuali pada

kasus kehilangan cairan yang berat seperti muntah ataupun diare yang berlebihan.

Hindari penggunaan cairan hiperosmotik.

7. Terminasi kehamilan

Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI telah membuat pedoman pengelolaan eklampsia

yang terdapat dalam Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan di Indonesia,

berikut ini kami kutipkan pedoman tersebut.

A. Pengobatan Medisinal

1. MgSO4 :

Initial dose :

- Loading dose : 4 gr MgSO4 20% IV (4-5 menit)

Bila kejang berulang diberikan MgSO4 20 % 2 gr IV, diberikan sekurang - kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Bila setelah diberikan dosis tambahan masih tetap kejang dapat diberikan Sodium Amobarbital 3-5 mg/ kg BB IV perlahan-lahan.

- Maintenace dose : MgSO4 1 g / jam intra vena

2. Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastolik > 110 mmHg. Dapat diberikan

nifedipin sublingual 10 mg. Setelah 1 jam, jika tekanan darah masih tinggi dapat diberikan

nifedipin ulangan 5-10 mg sublingual atau oral dengan interval 1 jam, 2 jam atau 3 jam

sesuai kebutuhan. Penurunan tekanan darah tidak boleh terlalu agresif. Tekanan darah

diastolik jangan kurang dari 90 mmHg, penurunan tekanan darah maksimal 30%.

Penggunaan nifedipine sangat dianjurkan karena harganya murah, mudah didapat dan

mudah pengaturan dosisnya dengan efektifitas yang cukup baik.

3. Infus Ringer Asetat atau Ringer Laktat. Jumlah cairan dalam 24 jam sekitar 2000 ml, berpedoman kepada diuresis, insensible water loss dan CVP .

4. Perawatan pada serangan kejang :

Page 6: ringkasan PEB

Dirawat di kamar isolasi yang cukup tenang.

Masukkan sudip lidah ( tong spatel ) kedalam mulut penderita.

Kepala direndahkan , lendir diisap dari daerah orofarynx.

Fiksasi badan pada tempat tidur harus aman namun cukup longgar guna menghindari fraktur.

Pemberian oksigen.

Dipasang kateter menetap ( foley kateter ).

5. Perawatan pada penderita koma : Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai “Glasgow – Pittsburg Coma Scale “.

Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita.

Pada koma yang lama ( > 24 jam ), makanan melalui hidung ( NGT = Naso Gastric Tube : Neus Sonde Voeding ).

6. Diuretikum tidak diberikan kecuali jika ada :

- Edema paru

- Gagal jantung kongestif

- Edema anasarka

7. Kardiotonikum ( cedilanid ) jika ada indikasi.

8. Tidak ada respon terhadap penanganan konservatif pertimbangkan seksio sesarea.

Catatan:

Syarat pemberian Magnesium Sulfat:

Harus tersedia antidotum Magnesium Sulfat yaitu Kalsium Glukonas 10%, diberikan

iv secara perlahan, apabila terdapat tanda – tanda intoksikasi MgSO4.

Refleks patella (+)

Frekuensi pernafasan > 16 kali / menit.

Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya ( 0,5 cc/ kg BB/ jam ). Pemberian

Magnesium Sulfat sampai 20 gr tidak perlu mempertimbangkan diurese

B. Pengobatan Obstetrik :

Page 7: ringkasan PEB

1. Semua kehamilan dengan eklamsia harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan

keadaan janin.

2. Terminasi kehamilan

Sikap dasar : bila sudah stabilisasi ( pemulihan ) hemodinamika dan metabolisme ibu,

yaitu 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan dibawah ini :

Setelah pemberian obat anti kejang terakhir.

Setelah kejang terakhir.

Setelah pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir.

Penderita mulai sadar ( responsif dan orientasi ).

3. Bila anak hidup dapat dipertimbangkan bedah Cesar.

Perawatan Pasca Persalinan

Bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan sebagaimana lazimnya.

Pemeriksaan laboratorium dikerjakan setelah 1 x 24 jam persalinan.

Biasanya perbaikan segera terjadi setelah 24 - 48 jam pasca persalinan.

Page 8: ringkasan PEB

PREEKLAMPSIA

PENDAHULUAN  

          Preeklampsia merupakan penyakit dalam kehamilan yang ditandai dengan gejala

hipertensi, edema dan proteinuria. Eklampsia merupakan kegawat-daruratan obstetri yang

morbiditas dan mortalitasnya tinggi bagi ibu dan bayinya. Insidens preeklampsia adalah 7-10

% dari kehamilan dan merupakan penyebab kematian ibu nomor dua di Indonesia.

Preeklampsia juga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin dan kematian janin

dalam kandungan.

A. Definisi Preeklampsia

Preeklampsia merupakan sindroma spesifik-kehamilan berupa penurunan perfusi pada

organ-organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan

tekanan darah dan proteinuria (William, 2005)

Preeklamsi merupakan kumpulan gejala yang ditandai dengan trias: hipertensi, edema

dan proteinuria yang terjadi setelah umur kehamilan 20 minggu sampai segera setelah

persalinan. (Rustam Mochtar, 1998; B. Taber, 1994; Cunningham et. at. 1989; Budiono W. et.

at. 1997)

B. Faktor Risiko Preeklampsia

1) Riwayat preeklampsia

Seseorang yang mempunyai riwayat preeklampsia atau riwayat keluarga dengan

preeklampsia maka akan meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia.

2) Primigravida

Pada primigravida pembentukan antibodi penghambat (blocking antibodies) belum

sempurna sehingga meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia. Perkembangan

preklamsia semakin meningkat pada umur kehamilan pertama dan kehamilan dengan umur

yang ekstrem, seperti terlalu muda atau terlalu tua.

3) Kegemukan

4) Kehamilan ganda.

Preeklampsia lebih sering terjadi pada wanita yang mempuyai bayi kembar atau lebih.

Page 9: ringkasan PEB

5) Wanita yang mempunyai riwayat penyakit tertentu sebelumnya, memiliki risiko terjadinya

preeklampsia. Penyakit tersebut meliputi hipertensi kronik, diabetes, atau penyakit ginjal.

C. Patofisiologi

Etiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori yang

dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori

tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori- teori yang saat ini banyak dianut adalah :

1) Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta

Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot

arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan ototnya tetap kaku dan keras

sehingga lumen arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi sehingga aliran darah

uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.

2) Teori Radikal Bebas

Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (radikal bebas).

Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang

sangat toksik, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil

akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tak jenuh menjadi

peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membran sel, juga akan merusak

nukleus dan protein sel endotel.

3) Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin

Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Maka,

menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Akibatnya, lapisan ototnya tetap kaku dan

keras sehingga lumen arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi sehingga aliran darah

uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.

4) Teori Genetik

Preeklampsia meningkat pada anak dari ibu yang memiliki riwayat menderita preeklampsia.

5) Teori Defisiensi Gizi

Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, dapat mengurangi risiko

preeklampsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tak jenuh yang dapat

Page 10: ringkasan PEB

menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit dan mencegah

vasokonstriksi pembuluh darah.

D. Perubahan Sistem dan Organ pada Preeklampsia

Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada

sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia.

Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap

berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan

vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat

mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal

dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan

proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan

peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume

intavaskular, meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer.

Peningkatan hemolisis mikroangiopati menyebabkan anemia dan trombositopeni. Infark

plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan

kematian janin dalam rahim.

E. Diagnosis Preeklampsia

Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan

laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi 2

golongan yaitu:

1)Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:

a) Tekanan darah ≥140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau

kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat

tekanan darah normal.

b) Proteinuria kuantitatif > 300 mg/24 jam atau kualitatif dipstik : 1+ atau 2+ pada urine

kateter atau midstearm.

c) Edem : lokal pada tungkai tidak digunakan dalam kriteria diagnostik kecuali anasarka.

2)Preeklampsia berat, bila disertai salah satu atau lebih tanda dan gejala sebagai berikut:

a) Tekanan darah ≥160/110 mmHg.

b) Proteinuria ≥ 5 gr/jumlah urin dalam 24 jam atau kualitatif dipstik: 3+ atau 4+

Page 11: ringkasan PEB

c) Oligouria, yaitu jumlah urine < 400 cc/ 24 jam.

d) Kenaikan kreatinin serum

e) Terdapat edema paru dan sianosis

f) Adanya gangguan serebral, nyeri kepala dan gangguan penglihatan

g) Rasa nyeri di epigastrium dan kuadran kanan atas abdomen

h) Hemolisis mikroangiopatik

i) Gangguan fungsi hepar

j) Trombositopenia

Pembagian preeklampsia berat:

a. preeklampsia berat tanpa impending eklampsia

b. preeklampsia berat dengan impending eklmpsia (nyeri kepala, mata kabur, mual

muntah, nyeri epigastrium).’

F. DIAGNOSIS BANDING

Hipertensi Proteinuri Onset

Preeklamsia Ringan + (≥140/90) + (> 300 mg/24

jam atau kualitatif

dipstik : 1+

>20 minggu

gestasi

Preeklamsia Berat + (≥160/110) Proteinuria ≥ 5

gr/jumlah urin

dalam 24 jam atau

kualitatif dipstik:

3+ atau 4+

>20 minggu

gestasi

Eklamsia

(Preeklamsia yang

disertai kejang dan

atau koma)

+ + >20 minggu

gestasi

Hipertensi Kronis + - <20 minggu

gestasi / sebelum

hamil dan

menetap sampai

12 minggu pasca

Page 12: ringkasan PEB

persalinan

Superimposed

Preeklamsia

+ + <20 minggu

gestasi/ sebelum

hamil dan

menetap sampai

12 minggu pasca

persalinan

Hipertensi

Gestasional

+ - < 20 minggu

G. Komplikasi

Komplikasi dibawah ini yang biasa terjadi pada preeklamsia berat dan eklampsia:

Solusio plasenta

Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi

pada preeklampsia.

Hipofibrinogenemia

Biasanya terjadi pada preeklamsia berat. Oleh karena itu dianjurkan untuk pemeriksaan

kadar fibrinogen secara berkala.

Hemolisis

Penderita dengan preeklamsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis

yang dikenal dengan ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan

kerusakkan sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering

ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut.

Perdarahan otak

Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.

Kelainan mata

Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat

terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina. Hal ini merupakan tanda gawat

akan terjadi apopleksia serebri.

Edema paru-paru

Nekrosis hati

Page 13: ringkasan PEB

Nekrosis periportal hati pada preeklampsia/eklampsia merupakan akibat vasospasme

arteriole umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi ternyata juga dapat

ditemukan pada penyakit lain.Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan

faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.

Sindroma HELLP yaitu haemolysis, elevated liver enzymes dan lowplatelet.

Merupakan sindrom gejala klinis berupa gangguan fungsi hati, hepatoseluler

(peningkatan enzim hati [SGPT, SGOT], gejala subjektif [cepat lelah, mual,

muntah, nyeri epigastrium]), hemolisis akibat kerusakan membran eritrosit oleh

radikal bebas asam lemak jenuh dan tak jenuh. Trombositopenia (<150.000/cc),

agregasi (adhesi trombosit di dinding vaskuler), kerusakan tromboksan

(vasokonstriktor kuat), lisosom.

Kelainan ginjal

Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel

endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur yang lainnya. Kelainan lain yang dapat

timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.

Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin

H. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Preeklampsia Ringan

Pengelolaan preeklampsia ringan dapat secara :

Rawat jalan (ambulatoir)

1. Mengurangi aktivitas sehari-hari

2. Tidak perlu diet khusus

3. Vitamin prenatal

4. Tidak perlu mengurangi konsumsi garam

5. Tidak perlu pemberian diuretik, antihipertensi dan sedativa

6. Kunjungan ke rumah sakit tiap minggu

Rawat inap (hospitalisasi)

1. hipertensi yang menetap selama > 2 minggu

2. proteinuria menetap selama > 2 minggu

3. hasil tes laboratorium yang abnormal

4. adanya gejala atau tanda 1 atau lebih preeklampsia berat

Sikap terhadap kehamilanya:

Page 14: ringkasan PEB

- Bila usia kehamilan <37 minggu, tekanan darah mencapai normotensif selama

perawatan, kehamilannya ditunggu sampai aterm.

- Bila usia kehamilan >37 minggu, persalinan dituggu sampai onset persalinan

atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan pada taksiran

tanggal persalinan. Persalinan dapat dilakukan secara spontan, bila perlu

memperingan kala II.

b. Penatalaksanaan Preeklampsia Berat

Dasar pengelolaan preeklampsia berat :

1. Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya, yaitu terapi

medikamentosa.

2. Kedua baru menentukan sikap terhadap kehamilannya :

a. Ekspektatif, konsevatif : bila umur kehamilan < 37 minggu, kehamilan

dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi

medikamentosa.

b. Aktif, agresif : bila umur kehamilan ≥ 37 minggu, akhiri kehamilan

setelah mendapatkan terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.

Pemberian terapi medikamentosa

a. Segera masuk RS.

b. Tirah baring miring ke kiri secara intermitten.

c. Infus RL atau D5%.

d. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang.

e. Antihipertensi.

Diberikan bila TD ≥ 180/110. Obat yang diberikan adalah nifedipine

10-20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit, dosis maksimal 120 mg

dalam 24 jam.

f. Diuretik tidak dibenarkan diberikan secara rutin, karena:

1. Memperberat penurunan perfusi plasenta

2. Memperberat hipovolemia

Diuretik baru diberikan jika terdapat edema paru, gagal jantung kongstif

atau edema anasarka. Diyretik yang diberikan adalah furosemid.

Sikap terhahap kehamilannya

Page 15: ringkasan PEB

Konservatif, ekspektatif :

a. Tujuan: mempertahankan kehamilan

b. Indikasi : kehamilan < 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda dan

gejala impending eklampsia.

Aktif,agresif :

a. Tujuan : terminasi kehamilan

b. Bila didapatkan 1 atau lebih keadaan di bawah ini:

Ibu :

1. Kegagalan terapi medikamentosa : setelah 6 jam sejak dimulai

pengobatan tidak terjadi perubahan dan setelah 24 jam sejak

dimulainya pengobatan terjadi kenaikan tekanan darah.

2. Adanya tanda dan gejala impending eklampsia.

3. Gangguan fungsi hepar maupun fungsi ginjal.

4. Dicurigai terjadi solusio plasenta.

5. Timbulnya onset partus.

6. Ketuban pecah dini.

7. Perdarahan.

Janin :

1. IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG

2. NST non reaktif

3. Timbulnya oligohidramnion

4. Adanya tanda fetal distress

Laboratorium

Adanya tandra sindrom HELLP, khususnya menurunyya trombosit dengan

cepat.

I. Perawatan Obstetrik Preeklamsia Ringan

Menurut Williams, kehamilan preterm ialah kehamilan antara 22 minggu-≤37

minggu. Pada kehamilan preterm (<37 minggu) bila tekanan darah mencapai

normotensif selama perawatan, persalinannya ditunggu sampai aterm (>37 minggu).

Sementara itu pada kehamilan aterm (>37 minggu) persalinan ditunggu sampai terjadi

onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan pada

Page 16: ringkasan PEB

taksiran tanggal persalinan. Persalinan dapat dilakukan secara spontan, bila perlu

memperpendek kala II.