case peb finale
DESCRIPTION
ObgynTRANSCRIPT
-
Presentasi Kasus
PRE-EKLAMPSIA BERAT
Oleh:
Hasbiallah Yusuf 04124905001
Tri Aprianti 04054811416062
Inta Anggela 04054811416061
Gebina Wahyu Ardina 04054811416063
Herdwin Limas 04111001089
Cahyo Purnaningtyas 04111001097
Ravenia Dirgantari 04111001104
Ni Made Restianing R. 04111401064
M. Aditya Kurniadi 04111401046
Ririn Tri Sabrina 04111401076
Achmad Dodi M. 04101401169
Arie Wahyudi Wijaya 04101401171
Pembimbing:
dr. Ingguan Novantri, SpOG
DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUD DR. H. M. RABAIN MUARA ENIM
2015
-
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Presentasi kasus berjudul:
PRE-EKLAMPSIA BERAT
Oleh:
Hasbiallah Yusuf 04124905001
Tri Aprianti 04054811416062
Inta Anggela 04054811416061
Gebina Wahyu Ardina 04054811416063
Herdwin Limas 04111001089
Cahyo Purnaning Tyas 04111001097
Ravenia Dirgantari 04111001104
Ni Made Restianing R. 04111401064
M. Aditya Kurniadi 04111401046
Ririn Tri Sabrina 04111401076
Achmad Dodi M. 04101401169
Arie Wahyudi Wijaya 04101401171
Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Univesitas Sriwijaya RSUD dr. H. M. Rabain Muara Enim periode 2 Maret
sampai dengan 11 Mei 2015.
Palembang, April 2015
Pembimbing,
dr. Ingguan Novantri, SpOG
-
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
BAB I REKAM MEDIS ............................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 12
BAB III PERMASALAHAN ...................................................................... 31
BAB IV ANALISIS KASUS ....................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 36
-
1
BAB I
REKAM MEDIS
1.1. Identifikasi
Nama : Ny. Santi
Umur : 38 tahun
Pendidikan Terakhir : S1
Pekerjaan : Guru Honor STM
Alamat : Tanjung Enim
Agama : Islam
Status : Menikah
MRS : 9 April 2014
Nama Suami : Tn. Arifin
Umur : 39 tahun
Pendidikan Terakhir : SD
Pekerjaan : Karyawan Tambang Bukit Batubara
Agama : Islam
Alamat : Tanjung Enim
1.2. Anamnesis (Autoanamnesis)
Anamnesis Umum
Riwayat Perkawinan : 1x sejak 5 tahun lalu
Riwayat Sosioekonomi : Penderita dan suami berpeng
hasilan 2,3 juta dalam sebulan,
menanggung 1 orang anak
berusia 4 tahun
Riwayat Gizi : Baik
Riwayat Reproduksi :
Menarche : 12 tahun
Siklus Haid : 28 hari, teratur, lamanya 3-5 hari
-
2
Banyaknya : 3 4 x ganti pembalut per hari
Nyeri Sebelum/Saat/Setelah Haid : (-)
Keputihan : (-)
Riwayat Obstetri : G2P1A0
No Tempat
Bersalin
Tahun Hasil
kehamilan
Jenis
persalinan
Penyulit Nifas Jenis
kelamin
BB
anak
Keadaan
umum
1. Klinik
Bidan
2010 Aterm Spontan Perdara-
han
Baik Perempuan 3200
gram
Baik
2. Hamil ini
Riwayat Kehamilan Sekarang :
Periksa Hamil : 2 kali, ke dokter
Lama Hamil : 25 minggu
HPHT : 17 Oktober 2014
Taksiran Tanggal Persalinan : 24 Juli 2015
Gerakana Janin : Dirasakan sejak 1 bulan lalu
Riwayat Persalinan :
Dikirim Oleh : Datang sendiri
Keluar Darah Lendir Sejak : (-)
Rasa Mengejan Sejak : (-)
Ketuban Pecah Sejak : (-)
Riwayat Penyakit Dahulu : - Perdarahan post partum setelah
melahirkan anak pertama,
penderita mendapat transfusi
3 kantung darah
- Darah tinggi sejak 3 bulan
setelah melahirkan anak
pertama
- Sakit maag sejak usia remaja
Riwayat operasi : Tidak ada
-
3
Riwayat penyakit dalam keluarga : Hipertensi pada ayah dan kakak
kandung wanita penderita
Riwayat memakai kontrasepsi : KB suntik, pil andalan
Anamnesis Khusus
Keluhan Utama : Hamil kurang bulan dengan darah tinggi.
Riwayat Perjalanan Penyakit :
1 hari SMRS, penderita mengeluh sakit kepala ketika mengajar.
Sakit kepala terasa seperti ditekan pada bagian belakang kepala. Keluhan
perut mulas yang menjalar ke pinggang (-), keluar darah dan lendir (-),
keluar air-air (-). Keluhan pandangan mata kabur (-), sesak napas (-), mual
dan muntah (-), nyeri ulu hati (+). Riwayat darah tinggi pada kehamilan
sebelumnya (-). Riwayat darah tinggi sebelum hamil (+), yaitu sejak 4
tahun lalu, setelah 3 bulan melahirkan anak pertama. Darah tinggi
penderita terkontrol dengan obat anti hipertensi (penderita lupa nama
obatnya). Karena keluhan sakit kepalanya, penderita memeriksakan
kehamilannya ke klinik kebidanan RS dr. R. M. Rabain. Tekanan darah
terukur 180/120 mmHg sehingga disarankan untuk dirawat inap. Penderita
mengaku hamil kurang bulan dan gerakan bayi masih dirasakan.
1.3. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 180/120 mmHg
Nadi : 92 x/mnt
Frekuensi pernapasan : 20 x/mnt
Suhu : 36,5 oC
TB : 153 cm
BB : 55 kg
-
4
Status Spesifik
Konjungtiva palpebra pucat : (-)
Sklera ikterik : (-)
Gizi : Baik
Thorax : Simetris statis dan dinamis, hiperpigmen-
tasi areola (+/+)
Jantung : HR 88 x/menit, regular, bunyi jantung I
dan II normal, gallop (-), murmur (-)
Paru-paru : Bunyi napas vesikuler normal, wheezing
(-/-), ronkhi (-/-)
Hati dan lien : Sulit dinilai
Edema pretibia : (-/-)
Varises : (-/-)
Refleks fisiologis : APR (normal), KPR (normal)
Status Obstetri
Pemeriksaan luar : FUT 2 jari di atas pusat (17 cm), oblik, punggung
kanan, belum masuk PAP, his (-), DJJ = 148
x/menit, TBJ = 620 gram
Pemeriksaan Dalam
Inspekulo : Tidak dilakukan
Vaginal Toucher : Portio lunak, posisi posterior, pendataran = 0%,
pembukaan 0 cm, terbawah belum dapat dinilai,
ketuban belum dapat dinilai, penurunan belum
dapat dinilai
Rectal Toucher : Tidak dilakukan
Pemeriksaan panggul : Promontorium tidak teraba, KD > 13 cm, KV > 11
cm, linea innomintata teraba 1/3-1/3, sakrum
konkaf, spina ischiadica tidak menonjol, arkus
pubis > 90o, dinding samping lurus, kesan panggul
luas, bentuk PAP ginekoid, DKP (-)
-
5
Indeks Gestosis
NILAI 0 1 2 3
Edema sesudah istirahat Tidak ada Pretibial Umum -
Proteinuria (Esbach) < 0,5 gr 0,5 2 gr 2 5 gr > 5 gr
Tekanan darah sistolik < 140 140 160 160 - 180 > 180
Tekanan darah diastolik < 90 90 100 100 110 > 110
TOTAL NILAI 5
1.4. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi
Belum diperiksa
Urinalisa
Proteinuria : (+) Positif Satu
2. USG
Biometri
BPD : 50,02 mm ~ 26 minggu
FL : 42, 02 mm ~ 23 minggu
Tampak janin tunggal hidup intrauterine
1.5. Diagnosa Kerja
G2P1A0 hamil 25 minggu dengan pre-eklampsia berat janin tunggal hidup
intrautrine
1.6. Penatalaksanaan
1. Informed consent, MRS
2. Observasi tanda vital, DJJ, his
3. Tidur posisi miring ke kiri
4. Diet cukup protein, rendah karbonhidrat, lemak dan garam
5. Pemberian O2 5 liter/menit via sungkup
6. IVFD D5% : RL 2 : 1 gtt XX/menit
-
6
7. Injeksi MgSO4 8 gr 40% IM perlahan lahan pada bokong kanan dan
bokong kiri, dilanjutkan dengan MgSO4 40% 4 gr IM setiap 6 jam,
dalam 24 jam pertama.
8. Nifedipine Tab 10 mg setiap 6 jam
9. Ranitidin Tab 150 mg setiap 12 jam
1.7. Prognosis
Ibu : Dubia ad bonam
Anak : Dubia ad bonam
1.8. Follow Up
Tanggal 10 April 2015
S : Keluhan (+) nyeri kepala, sulit tidur
O : Status Presens
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Sensorium : Compos mentis
Tekanan darah : 170/100 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,30 C
Status Obstetrik
TFU 2 jari atas pusar (17 cm), oblik, punggung kanan, belum masuk PAP, his
(-), DJJ 147 kali/menit, TBJ 620 gram
Indeks Gestosis
NILAI 0 1 2 3
Edema sesudah istirahat Tidak ada Pretibial Umum -
Proteinuria (Esbach) < 0,5 gr 0,5 2 gr 2 5 gr > 5 gr
Tekanan darah sistolik < 140 140 160 160 - 180 > 180
Tekanan darah diastolik < 90 90 100 100 110 > 110
TOTAL NILAI 3
-
7
A : G2P1A0 hamil 25 minggu dengan pre-eklampsia berat janin tunggal hidup
intrauterine
P :
1. Informed consent
2. Observasi tanda vital, DJJ, his
3. Tidur posisi miring ke kiri
4. Diet cukup protein, rendah karbonhidrat, lemak dan garam
5. Pemberian O2 5 liter/menit via sungkup
6. IVFD D5% : RL 2 : 1 gtt XX/menit
7. Injeksi MgSO4 8 gr 40% IM perlahahan pada bokong kanan dan bokong
kiri, dilanjutkan dengan MgSO4 40% 4 gr IM setiap 6 jam, dalam 24 jam
pertama Stop
8. Nifedipine Tab 10 mg setiap 6 jam
9. Ranitidin Tab 150 mg setiap 12 jam
Tanggal 11 April 2015
S : Keluhan (+) nyeri kepala
O : Status Presens
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Sensorium : Compos mentis
Tekanan darah : 150/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,20 C
Status Obstetrik
TFU 2 jari atas pusar (17 cm), oblik, punggung kanan, belum masuk PAP, his
(-), DJJ 140 kali/menit, TBJ 620 gram
Pemeriksaan Laboratorium
Proteinuria : (+) Positif Satu
-
8
Indeks Gestosis
NILAI 0 1 2 3
Edema sesudah istirahat Tidak ada Pretibial Umum -
Proteinuria (Esbach) < 0,5 gr 0,5 2 gr 2 5 gr > 5 gr
Tekanan darah sistolik < 140 140 160 160 - 180 > 180
Tekanan darah diastolik < 90 90 100 100 110 > 110
TOTAL NILAI 1
A : G2P1A0 hamil 25 minggu dengan pre-eklampsia berat janin tunggal hidup
intrauterine
P :
1. Informed consent
2. Observasi tanda vital, DJJ, his
3. Tidur posisi miring ke kiri
4. Diet cukup protein, rendah karbonhidrat, lemak dan garam
5. Pemberian O2 5 liter/menit via sungkup
6. IVFD D5% : RL 2 : 1 gtt XX/menit
7. Nifedipine Tab 10 mg setiap 6 jam
8. Ranitidin Tab 150 mg setiap 12 jam
Tanggal 12 April 2015
S : Keluhan nyeri kepala berkurang
O : Status Presens
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Sensorium : Compos mentis
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Nadi : 84 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 36,40 C
-
9
Status Obstetrik
TFU 2 jari atas pusar (17 cm), oblik, punggung kanan, belum masuk PAP, his
(-), DJJ 143 kali/menit, TBJ 620 gram
Indeks Gestosis
NILAI 0 1 2 3
Edema sesudah istirahat Tidak ada Pretibial Umum -
Proteinuria (Esbach) < 0,5 gr 0,5 2 gr 2 5 gr > 5 gr
Tekanan darah sistolik < 140 140 160 160 - 180 > 180
Tekanan darah diastolik < 90 90 100 100 110 > 110
TOTAL NILAI 2
A : G2P1A0 hamil 25 minggu dengan pre-eklampsia berat janin tunggal hidup
intrauterine
P :
1. Informed consent
2. Observasi tanda vital, DJJ, his
3. Tidur posisi miring ke kiri
4. Diet cukup protein, rendah karbonhidrat, lemak dan garam
5. Pemberian O2 5 liter/menit via sungkup
6. IVFD D5% : RL 2 : 1 gtt XX/menit
7. Nifedipine Tab 10 mg setiap 6 jam
8. Ranitidin Tab 150 mg setiap 12 jam
Tanggal 13 April 2015
S : Keluhan nyeri kepala berkurang
O : Status Presens
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Sensorium : Compos mentis
Tekanan darah : 140/100 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 22 x/menit
-
10
Suhu : 36,50 C
Status Obstetri
TFU 2 jari atas pusar (17 cm), oblik, punggung kanan, belum masuk PAP, his
(-), DJJ 145 kali/menit, TBJ 620 gram
Pemeriksaan Laboratorium
Hb: 12,7 gr/dl
Leukosit: 11.700/mm3
SGOT: 16 U/l
SGPT: 12 U/l
Proteinuria: (+) Positif Satu
Indeks Gestosis
NILAI 0 1 2 3
Edema sesudah istirahat Tidak ada Pretibial Umum -
Proteinuria (Esbach) < 0,5 gr 0,5 2 gr 2 5 gr > 5 gr
Tekanan darah sistolik < 140 140 160 160 - 180 > 180
Tekanan darah diastolik < 90 90 100 100 110 > 110
TOTAL NILAI 2
A : G2P1A0 hamil 25 minggu dengan pre-eklampsia berat janin tunggal hidup
intrauterine
P :
1. Informed consent
2. Observasi tanda vital, DJJ, his
3. Tidur posisi miring ke kiri
4. Diet cukup protein, rendah karbonhidrat, lemak dan garam
5. Pemberian O2 5 liter/menit via sungkup
6. IVFD D5% : RL 2 : 1 gtt XX/menit
7. Nifedipine Tab 10 mg setiap 6 jam
8. Ranitidin Tab 150 mg setiap 12 jam
-
11
Tanggal 14 April 2015
S : Keluhan (+) nyeri kepala, sulit tidur
O : Status Presens
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Sensorium : Compos mentis
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 88 x/m
RR : 20 x/m
Suhu : 36,20 C
Status Obstetri
TFU 2 jari atas pusar (17 cm), oblik, punggung kanan, belum masuk PAP, his
(-), DJJ 140 kali/menit, TBJ 620 gram
Indeks Gestosis
NILAI 0 1 2 3
Edema sesudah istirahat Tidak ada Pretibial Umum -
Proteinuria (Esbach) < 0,5 gr 0,5 2 gr 2 5 gr > 5 gr
Tekanan darah sistolik < 140 140 160 160 - 180 > 180
Tekanan darah diastolik < 90 90 100 100 110 > 110
TOTAL NILAI 1
A : G2P1A0 hamil 25 minggu dengan pre-eklampsia berat janin tunggal hidup
intrauterine
P :
1. Informed consent
2. Observasi tanda vital, DJJ, his
3. Tidur posisi miring ke kiri
4. Diet cukup protein, rendah karbonhidrat, lemak dan garam
5. Pemberian O2 5 liter/menit via sungkup
6. IVFD D5% : RL 2 : 1 gtt XX/menit
7. Nifedipine Tab 10 mg setiap 6 jam
8. Ranitidin Tab 150 mg setiap 12 jam
9. Rencana pulang
-
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. PREEKLAMPSIA
Dalam proses perkembangannya kehamilan dapat disertai hipertensi.
Hipertensi yang terjadi dalam kehamilan bisa tanpa gejala-gejala klinis lainnya
atau dengan gejala klinis yang dapat mengancam nyawa ibu hamil. Menurut
Report on The National High Blood Pressure Education Program Working
Group on High Blood Pressure in Pregnancy, hipertensi dalam kehamilan
diklasifikasi sebagai berikut:
1. Hipertensi Gestasional. Pada kehamilan dijumpai tekanan darah
140/90 mmHg, tanpa disertai proteinuria dan biasanya tekanan
darah akan kembali normal sebelum 12 minggu pasca-persalinan.
2. Preeklampsia. Apabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg
setelah kehamilan 20 minggu disertai dengan proteinuria 300
mg/24 jam atau pemeriksaan dengan dipstick 1 +.
3. Eklampsia. Ditemukan kejang-kejang pada penderita preeklampsia,
dapat disertai koma.
4. Hipertensi Kronik. Dari sebelum hamil, atau sebelum kehamilan 20
minggu, ditemukan tekanan darah 140/90 mmHg dan tidak
menghilang setelah 12 minggu pascapersalinan.
5. Hipertensi Kronis dengan Super Imposed Preeklampsia. Pada
wanita hamil dengan hipertensi kronis, muncul proteinuria 300
mg/24 jam setelah kehamilan 20 minggu, dapat disertai gejala dan
tanda preeklampsia lainnya.
Hipertensi pada pasien dengan pre-eklampsia biasanya timbul lebih
dulu daripada tanda-tanda lain. Untuk menegakkan diagnosis preeklampsia,
kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau lebih di atas tekanan yang
biasanya ditemukan, atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Sedangkan tekanan
diastolik naik 15 mmHg atau lebih, atau mencapai 90 mmHg atau lebih.
-
13
Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam
pada keadaan istirahat.
Edema adalah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam
jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta
pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Edema pretibial yang ringan
sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti untuk
penentuan diagnosis pre-eklampsi. Kenaikan berat badan kg setiap minggu
dalam kehamilan masih dapat dianggap normal, tetapi bila kenaikan mencapai
1 kg seminggu beberapa kali menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya
pre-eklampsia.
Protein urin 24 jam merupakan standar emas untuk pengukuran
proteinuria pada hipertensi kehamilan. Proteinuria berarti konsentrasi protein
dalam urine melebihi 0,3 g/liter/ 24 jam atau pemeriksaan kualitatif
menunjukkan 1 atau 2+ atau 1 g/liter atau lebih dalam urine yang dikeluarkan
dengan kateter atau midstream yang diambil minimal 2 kali dengan jarak
waktu 6 jam. Biasanya proteinuria timbul lebih lambat daripada hipertensi dan
kenaikan berat badan, karena itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup
serius.
3.1.1. Definisi
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria, edema,
atau kedua-duanya yang disebabkan oleh kehamilan setelah minggu ke-20 dan
terkadang timbul lebih dini jika terdapat perubahan-perubahan hydatidiform
yang ekstensif pada villi chorialis.
Preeklampsia merupakan suatu diagnosis klinis. Definisi klasik
preeklampsia meliputi 3 elemen, yaitu onset baru hipertensi (didefinisikan
sebagai suatu tekanan darah yang menetap 140/90 mmHg pada wanita yang
sebelumnya normotensif), onset baru proteinuria (didefinisikan sebagai > 300
mg/24 jam atau +2 pada urinalisis bersih tanpa infeksi traktus urinarius), dan
onset baru edema yang bermakna. Pada beberapa konsensus terakhir
dilaporkan bahwa edema tidak lagi dimasukkan sebagai kriteria diagnosis.
-
14
3.1.2. Klasifikasi
Preeklampsia digolongkan preeklampsia ringan dan preeklampsia berat
dengan gejala dan tanda sebagai berikut:
Preeklampsia ringan
1. Tekanan darah sistolik 140/90-- < 160/110 mmHg. Kenaikan
tekanan sistolik 30 mm Hg dan kenaikan tekanan diastolik 15
mmHg tidak dimasukkan dalam kriteria diagnosis preeklampsia
tetapi perlu observasi yang cermat.
2. Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam satu minggu.
3. Proteinuria 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitas +1 sampai +2
urin kateter atau urin aliran pertengahan.
Preeklampsia Berat
Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan salah satu atau
lebih gejala dan tanda di bawah ini:
1. Tekanan darah: pasien dalam keadaan istirahat tekanan sistolik 160
mmHg dan tekanan diastolik 110 mmHg.
2. Proteinuria: 5 gr/jumlah urine selama 24 jam atau dipstick: 4+.
3. Oliguria: produksi urine < 400-500 cc/24 jam.
4. Edema paru dan sianosis.
5. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen:
disebabkan teregangnya kapsula Glisone. Nyeri dapat sebagai gejala
awal rupture hepar.
6. Gangguan otak dan visus yang menetap : perubahan kesadaran, nyeri
kepala, skotomata, dan pandangan kabur.
7. Gangguan fungsi hepar: Peningkatan alanine atau aspartate amino
transferase.
8. Hemolisis mikroangiopati.
9. Trombositopenia: < 100.000 cell/mm3 / hemolisis intravaskular yang
jelas.
10. Sindroma HELLP.
11. Kemunduran pertumbuhan fetus.
-
15
3.1.3 Faktor Risiko
Faktor yang meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia, antara lain:
1. Risiko yang berhubungan dengan frekuensi kehamilan dan persalinan,
usia, dan pasangan
a. Primigravida. Preeklampsia telah diakui sebagai penyakit yang
banyak ditemui pada primigravida. Di kehamilan pertama, risiko
mengalami preeklampsia jauh lebih tinggi.
b. Primipaternitas
c. Umur yang ekstrim. Ibu hamil yang umurnya terlalu muda atau
terlalu tua mempunyai risiko yang lebih besar untuk mengalami
preeklampsia. Spellacy dkk melaporkan bahwa pada wanita usia di
atas 40 tahun, kejadian preeklampsi meningkat tiga kali lipat (9,6%
berbanding 2,7%) dibandingkan dengan wanita kontrol yang berusia
20 sampai 30 tahun. Disimpulkan angka kejadian meningkat pada
primigravida muda dan meningkat tajam pada primigravida tua.
d. Pasangan laki yang pernah menikahi wanita yang kemudian hamil
dan mengalami preeklampsia.
e. Pemaparan terbatas terhadap sperma.
f. Inseminasi donor dan donor oosit.
2. Risiko yang berhubungan dengan riwayat penyakit terdahulu dan
riwayat penyakit keluarga
a. Riwayat pernah preeklampsia. Ibu hamil dengan sejarah keluarga
menderita preeklampsia akan meningkatkan risiko ikut terkena
preeklampsia. Cinnotta pada penelitian prospektif terhadap 386
primigravida yang menderita preeklampsia menyimpulkan bahwa
ibu dengan riwayat keluarga menderita preeklampsia mempunyai
risiko preeklampsia 3 kali dan meningkat menjadi 4 kali pada
preeklampsia berat.
b. Hipertensi ronik
c. Penyakit ginjal
-
16
d. Obesitas. Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya preeklampsia,
Stone dkk mendapatkan faktor risiko preeklampsia berat pada semua
wanita yang obesitas. Obesitas sering dihubungkan dengan
hipertensi kronis, dan tingginya indeks masa tubuh merupakan faktor
independen untuk terjadinya preeklampsia.
e. Diabetes gestational, diabetes mellitus tipe I.
f. Antiphospholipid antibodies dan hiperhomosisteinemia.
3. Risiko yang berhubungan dengan kehamilan
a. Mola hidatidosa.
b. Kehamilan multiple. Mengandung bayi kembar juga meningkatkan
risiko preeklampsia.
c. Infeksi saluran kemih saat kehamilan.
d. Hidrops fetalis.
4. Risiko yang berhubungan dengan sosial ekonomi
Meskipun ada pendapat yang mengatakan kekurangan nutrisi dapat
menyebabkan preeklampsia, hipotesa ini kurang didukung oleh data
yang memadai. Bila kehamilan menyebabkan wanita kekurangan nutrisi,
mestinya preeklampsia lebih sering ditemukan pada multipara dari pada
nullipara, nyatanya adalah sebaliknya. Lebih lanjut penelitian dengan
nutrisi tambahan, tidak ditemukan penurunan frekuensi preeklampsia.
3.1.4 Patogenesis
Preeklampsia dulunya dikenal sebagai toksemia, karena diperkirakan
adanya racun dalam aliran darah ibu hamil. Meski teori ini sudah dibantah, tetapi
penyebab preeklampsia hingga kini belum diketahui. Ada beberapa teori
mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut di atas, sehingga
kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun teori-teori
tersebut antara lain:
1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsia-eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel
vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang
-
17
pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan
fibrinolisis, yang kemudian akan diganti dengan trombin dan plasmin.
Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit
fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2)
dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
2. Peran Faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak
timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa
pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap
antigen plasenta tidak sempurna sehingga hal ini akan menimbulkan
respon imunitas yang tidak menguntungkan terhadap plasenta. Pada
kehamilan berikutnya pembentukan blocking antibodies ini lebih banyak
dan semakin sempurna akibat respon pada kehamilan yang lalu.
Fierlie F.M. tahun 1992 mendapatkan beberapa data yang mendukung
adanya sistem imun pada penderita preeklampsia-eklampsia, antara lain:
1. Beberapa wanita dengan preeklampsia-eklampsia mempunyai
kompleks imun dalam serum.
2. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem
komplemen pada preeklampsia-eklampsia diikuti dengan proteinuri.
Stirat (1986) menyimpulkan, meskipun ada beberapa pendapat
menyebutkan bahwa sistem imun humoral dan aktivasi komplemen
terjadi pada preelampsia-eklampsia, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem
imunologi bisa menyebabkan preeklampsia-eklampsia.
3. Peran Faktor Genetik/Familial
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada
kejadian preeklampsia-eklampsia antara lain:
1. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
2. Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsia
sebesar 26% dan kejadian eklamsi sebesar 2% pada anak-anak dari
ibu yang menderita preeklampsia-eklampsia.
-
18
3. Kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklamsia-eklampsia
pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat preeklampsia-
eklampsia dan bukan pada ipar mereka.
4. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS).
Beberapa peneliti menghubungkannya dengan kelainan genetik yang
diturunkan oleh gen resesif tunggal. Gen angiotensinogen (yang terletak
pada kromosom Iq) varian T 235 atau adanya mutasi factor V Leiden.
4. Peran Faktor Gizi
Diet yang kurang mengandung asam lemak esensial terutama asam
arakidonat (prekursor sintesis prostaglandin) dapat menyebabkan Loss
Angiotensin Refractironess, yang kemudian menimbulkan preeklampsia,
walaupun hal ini bukan faktor utama penyebab terjadinya preeklampsia.
WHO Expert Commitie on Nutrition in Pregnancy and Lactation
menyatakan tidak ada dasar ilmiah yang dapat dipercaya bahwa
kekurangan zat makanan essensial menjadi faktor predisposisi
preeklampsia. Walaupun dinyatakan angka kejadian tidak menurun
melalui perubahan diet, tetapi risiko menjadi berat dapat dikurangi.
Berbagai fakta menunjukkan bahwa faktor protein, karbohidrat, ataupun
total energi di dalam diet tidak berpengaruh terhadap angka kejadian
preeklampsia.
5. Peran Trofoblas
Perubahan awal yang terjadi pada preeklampsia adalah kegagalan
invasi trofoblas pada arteri spiralis di tempat implantasi. Pada kehamilan
normal ditemukan infiltrasi minimal trofoblas pada arteri spiralis pada
umur kehamilan 8-22 minggu dan gelombang kedua pada umur
kehamilan 18-20 minggu. Proses ini menyebabkan arteri spiralis pasif
dan resistensi pembuluh darah rendah sehingga dapat secara maksimal
mengalirkan darah pada ruang intervillus plasenta. Pada preeklampsia
ditemukan gagalnya invasi trofoblas gelombang kedua, dengan
ditemukannya acute atherosis yang menyebabkan aliran darah
uteroplasenter terganggu.
-
19
6. Perbandingan Very Low Density Lipoprotein (VLDL) dan Toxicity
Preventing Activity (TxPA)
Sebagai kompensasi untuk peningkatan energi selama kehamilan,
asam lemak non-esterifikasi akan dimobilisasi. Pada wanita hamil
dengan kadar albumin yang rendah, pengangkatan kelebihan asam
lemak non-esterifikasi dari jaringan lemak ke dalam hepar akan
menurunkan aktivitas antitoksik albumin sampai pada titik di mana
VLDL terekspresikan. Jika kadar VLDL melebihi TxPA maka efek
toksik dari VLDL akan muncul.
Dalam perjalanannya keenam faktor di atas tidak berdiri sendiri,
tetapi kadang saling berkaitan dengan titik temunya pada invasi
trofoblast dan terjadinya iskemia plasenta.
Menurut Jaffe dkk tahun 1995 pada preeklampsia ada dua tahap
perubahan yang mendasari patogenesisnya. Tahap pertama adalah:
hipoksia plasenta yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dalam
arteri spiralis. Hal ini terjadi karena kegagalan invasi sel trofoblast pada
dinding arteri spiralis pada awal kehamilan dan awal trimester kedua
kehamilan sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar dengan sempurna
dengan akibat penurunan aliran darah dalam ruangan intervilus
diplasenta sehingga terjadilah hipoksia plasenta.
Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat
toksis seperti sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase
dalam sirkulasi darah ibu, dan akan menyebabkan terjadinya oxidative
stress yaitu suatu keadaan di mana radikal bebas jumlahnya lebih
dominan dibandingkan antioksidan. Oxidative stress pada tahap
berikutnya bersama dengan zat toksis yang beredar dapat merangsang
terjadinya kerusakan pada sel endotel pembuluh darah yang disebut
disfungsi endotel yang dapat terjadi pada seluruh permukaan endotel
pembuluh darah pada organ-organ penderita preeklampsia.
Pada disfungsi endotel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat
yang bertindak sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat oksida,
-
20
dibandingkan dengan vasokonstriktor seperti endotelium I, tromboksan,
dan angiotensin II sehingga akan terjadi vasokonstriksi yang luas dan
terjadilah hipertensi. Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan
mengaktifkan sistem koagulasi, sehingga terjadi agregasi trombosit dan
pembentukan trombus.
Gambar 1. Bagan Proses Plasentasi Normal dan
Abnormal pada Preeklampsia
-
21
Gambar 2. Patogenesis Preeklampsia dan Eklampsia
-
22
Secara keseluruhan setelah terjadi disfungsi endotel di dalam tubuh
penderita preeklampsia jika prosesnya berlanjut dapat terjadi disfungsi dan
kegagalan organ seperti:
1. Pada ginjal: hiperuricemia, proteinuria, dan gagal ginjal.
2. Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi.
3. Perubahan permeabilitas pembuluh darah ditandai dengan oedema paru
dan oedema menyeluruh.
4. Pada darah dapat terjadi trombositopenia dan koagulopati.
5. Pada hepar dapat terjadi pendarahan dan gangguan fungsi hati.
6. Pada susunan saraf pusat dan mata dapat menyebabkan kejang,
kebutaan, pelepasan retina, dan pendarahan.
7. Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin,
hipoksia janin, dan solusio plasenta.
3.1.5 Penegakan Diagnosis
3.1.5.1 Anamnesis
1. Adanya gejala-gejala: sakit kepala, masalah penglihatan
termasuk kebutaan sementara, pandangan buram dan lebih
sensitif pada cahaya/silau, nyeri perut bagian atas biasanya di
bawah rusuk sebelah kanan, muntah, pusing, berkurangnya
volume urin, berat badan yang naik secara cepat, biasanya di
atas 2 kg per minggu, pembengkakan (edema) pada wajah dan
tangan sering menyertai preeklampsia walau tidak selalu sebab
edema kerap terjadi pada kehamilan yang normal.
2. Penyakit terdahulu: adanya hipertensi dalam kehamilan,
penyulit pada pemakaian kontrasepsi hormonal, penyakit
ginjal, dan infeksi saluran kemih.
3. Riwayat penyakit keluarga: ditanyakan riwayat kehamilan dan
penyulitnya pada ibu dan saudara perempuannya.
4. Riwayat gaya hidup: keadaan lingkungan sosial, apakah
merokok atau minum alkohol.
-
23
3.5.1.2 Pemeriksaan Fisik
1. Kardiovaskuler: evaluasi tekanan darah, suara jantung, pulsasi
perifer.
2. Paru: auskultasi paru untuk mendiagnosis edema paru.
3. Abomen: palpasi untuk menentukan adanya nyeri pada hepar,
evaluasi keadaan rahim dan janinnya.
4. Refleks: adanya klonus.
5. Funduskopi: untuk menentukan adanya retinopati grade I-III.
3.1.6 Tatalaksana
Penanganan penderita preeklampsia dan eklampsia yang definitif adalah
segera melahirkan bayi dan seluruh hasil konsepsi, tetapi dalam
penatalaksanaannya kita harus mempertimbangkan keadaan ibu dan janinnya,
antara lain umur kehamilan, proses perjalanan penyakit, dan seberapa jauh
keterlibatan organ.
Tujuan penatalaksanaan preeklampsia dan eklampsia adalah:
1. Melahirkan bayi yang cukup bulan dan dapat hidup di luar, di samping
itu mencegah komplikasi yang dapat terjadi pada ibu.
2. Mencegah terjadinya kejang/eklampsia yang akan memperburuk
keadaan ibu hamil.
Dasar pengelolaan pre-eklampsia berat antara lain1-3,5
:
1. Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya, yaitu terapi
medikamentosa dengan pemberian obat-obatan untuk penyulitnya.
2. Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya, yang
tergantung pada umur kehamilan. Sikap terhadap kehamilannya dibagi
dua, yaitu:
a. Ekspektatif; konservatif: bila umur kehamilan
-
24
b. Aktif; agresif: bila umur kehamilan 37 minggu, artinya
kehamilan diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk
stabilisasi ibu.
Banyak peneliti lain yang juga meneliti efektifitas
penatalaksanaan ekspektatif ini terutama pada kehamilan
preterm. Di antaranya yaitu Odendaal dkk yang melaporkan hasil
perbandingan penatalaksanaan ekspektatif dan aktif pada 58
wanita dengan preeklampsia berat dengan usia kehamilan 28-34
minggu. Pasien ini diterapi dengan MgSO4, hidralazine, dan
kortikosteroid untuk pematangan paru. Semua pasien dipantau
ketat di ruang rawat inap.
Dua puluh dari 58 pasien mengalami terminasi karena
indikasi ibu dan janin setelah 48 jam dirawat inap. Pasien dengan
kelompok penanganan aktif diterminasi kehamilannya setelah 72
jam, sedangkan pasien pada kelompok ekspektatif melahirkan
pada usia kehamilan rata-rata 34 minggu. Odendaal dkk juga
menemukan penurunan komplikasi perinatal pada kelompok
dengan penanganan ekspektatif. Penelitian lain yang dilakukan
Witlin dkk melaporkan peningkatan angka pertumbuhan janin
terhambat yang sejalan dengan peningkatan usia kehamilan
selama penanganan secara ekspektatif.
c. Penderita belum inpartu
1. Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop 8. Dalam
melakukan induksi persalinan, bila perlu dapat dilakukan
pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan
harus sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Bila tidak,
induksi persalinan dianggap gagal dan harus disusul dengan
pembedahan seksio sesaria.
2. Pembedahan seksio sesaria dapat dilakukan jika tidak ada
indikasi untuk persalinan pervaginam atau bila induksi
-
25
persalinan gagal, terjadi maternal distress, fetal distress, atau
umur kehamilan < 33 minggu.
d. Bila penderita sudah inpartu
Beberapa prinsip yang harus diperhatikan, antara lain:
1. Perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman
2. Memperpendek kala II
3. Pembedahan seksio sesaria dilakukan bila terdapat maternal
distress dan fetal distress.
4. Primigravida direkomendasikan pembedahan seksio sesaria.
5. Anastesi: regional anastesia, epidural anastesia. Tidak
dianjurkan anastesia umum..
Penanganan sesuai kondisi adalah sebagai berikut:
1. Kala I
a. Fase aktif: 6 jam tidak masuk fase aktif dilakukan SC.
b. Fase laten: Amniotomi saja, 6 jam kemudian pembukaan
belum lengkap lakukan SC (bila perlu drip oksitosin).
2. Kala II. Pada persalinan pervaginam, dilakukan partus buatan
VE/FE.
Pada dasarnya pada pengelolaan preeklampsia berat, kita sedapat
mungkin harus berusaha mempertahankan kehamilan sampai aterm. Pada
kehamilan aterm persalinan pervaginam adalah yang terbaik bila
dibandingkan dengan seksio sesarea. Jika perjalanan penyakitnya
memburuk dan dijumpai tanda-tanda impending eklampsia, kehamilan
harus segera diakhiri tanpa memandang umur kehamilan. Di samping itu
pemeriksaan terhadap kesejahteraan janin harus dilakukan secara ketat.
Biometri janin harus dievaluasi 2 kali seminggu, bila keadaan janin
memburuk terminasi kehamilan harus segera dilakukan, tergantung dari
keadaan janinnya apakah persalinan dapat dilakukan pervaginam atau
perabdominal. Pada kehamilan preterm 34 minggu yang akan dilakukan
terminasi pemberian kortikosteroid seperti deksametason atau betametason
untuk pematangan paru harus dilakukan.1-3
-
26
Gambar 3. Tatalaksana Preeklampsia Berat dan Ringan
Pada penderita preeklampsia berat obat-obat yang dapat diberi
untuk memperbaiki keadaan ibu dan janinnya adalah:
1. Magnesium sulfat (MgSO4)
a. Tujuan utama pemberian magnesium sulfat adalah untuk mencegah
dan mengurangi terjadinya kejang. Di samping itu juga untuk
mengurangi komplikasi yang terjadi pada ibu dan janin.
b. Cara kerja magnesium sulfat sampai saat ini tidak seluruhnya
diketahui, diduga ia bekerja sebagai N-methyl D Aspartate
(NDMA) reseptor inhibitor, untuk menghambat masuknya kalsium
ke dalam neuron pada sambungan neuro muskuler (neuro muscular
junction) ataupun pada susunan saraf pusat. Dengan menurunnya
kalsium yang masuk maka penghantaran impuls akan menurun dan
kontraksi otot yang berupa kejang dapat dicegah.
c. Larutan MgSO4 40% sebanyak 10 ml (4 gram) disuntikkan
intramuskular masing-masing bokong kiri dan kanan sebagai dosis
permulaan, dan dapat diulang 4 gram tiap 6 jam menurut keadaan.
-
27
Ini diberikan sampai 24 jam pascapersalinan atau hentikan bila 6
jam pascapersalinan ada perbaikan nyata ataupun tampak tanda-
tanda intoksikasi.
d. Syarat pemberian MgSO4 adalah refleks patella kuat, frekuensi
pernapasan > 16 kali per menit, dan diuresis > 100 cc dalam 4 jam
sebelumnya (0,5 ml/kgBB/jam), dan tersedia antidotum MgSO4
yaitu kalsium glukonas 10% 10 ml yang dapat segera diberikan
secara intravena dalam 3 menit.
2. Antihipertensi
Penggunaan obat hipotensif pada pre-eklampsia berat diperlukan
karena dengan menurunkan tekanan darah kemungkinan kejang dan
apopleksia serebri menjadi lebih kecil. Diberikan bila tekanan darah
mencapai 180/110 mmHg. Jenis obat yang biasa diberikan adalah
nifedipine 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum
120 mg dalam 24 jam atau satu-satunya antihipertensi yang tersedia
dalam bentuk suntikan. 1 ampul mengandung 0,15 mg/ml, caranya: 1
ampul klonidin diencerkan dalam 10 ml larutan garam faal atau
aquadest. Disuntikkan mula-mula 5 ml i.v pelan-pelan selama 5 menit;
setelah 5 menit tekanan darah diukur, bila belum turun, diberikan lagi
sisanya. Klonidin dapat diberikan tiap 4 jam sampai tekanan darah
mencapai normal.
3. Kortikosteroid
Berikan deksametason 2 x 6 mg selama 2 hari atau betametason 2 x
12 mg untuk pematangan paru pada umur kehamilan 32-34 minggu.
4. Diuretikum
Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin, karena dapat
memperberat penurunan perfusi plasenta, memperberat hipovolemia,
dan meningkatkan hemokonsentrasi. Diuretikum hanya diberikan
hanya atas indikasi: edema paru, payah jantung kongestif, dan edema
anasarka.
5. Konsul ke bagian ilmu kesehatan mata dan ilmu penyakit dalam.
-
28
Pencegahan perlu dilakukan dalam bentuk upaya mencegah
terjadinya preeklampsia pada wanita hamil yang mempunyai risiko
terjadinya preeklampsia. Pencegahan dapat dilakukan dengan:
1. Non medikal
a. Restriksi garam: tidak terbukti dapat mencegah terjadinya
preeklampsia.
b. Suplementasi diet yang mengandung:
i. Minyak ikan yang kaya dengan asam lemak tidak jenuh,
misalnya omega-3 PUFA
ii. Antioksidan: vitamin C, vitamin E, -carotene, CoQ10, N-
Acetylcysteine, asam lipoik
c. Elemen logam berat: zinc, magnesium, kalsium.
d. Tirah baring tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia
dan mencegah persalinan preterm. Di Indonesia tirah baring
masih diperlukan pada mereka yang mempunyai risiko tinggi
terjadinya preeklampsia.
2. Medikal
a. Diuretik: tidak terbukti mencegah preeklampsia bahkan
memperberat hipovolemia.
b. Antihipertensi tidak terbukti mencegah terjadinya
preeklampsia
c. Kalsium 1500-2000 mg/hari dapat dipakai sebagai suplemen
pada risiko tinggi terjadinya preeklamsia meskipun belum
terbukti bermanfaat untuk mencegah preeklampsia.
d. Zinc 200 mg/hari
e. Magnesium 365 mg/hari
f. Obat anti trombotik:
i. Aspirin dosis rendah: rata-rata di bawah 100 mg/hari tidak
terbukti mencegah preeklampsia.
ii. Dipyridamole.
-
29
3.1.7 Prognosis
Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala
perbaikan akan tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Segera setelah
persalinan berakhir, perubahan patofisiologik akan segera mengalami perbaikan.
Diuresis terjadi dalam 12 jam kemudian setelah persalinan. Keadaan ini
merupakan prognosis yang baik karena hal ini merupakan gejala pertama
penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam beberapa jam kemudian.
3.1.8 Komplikasi
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Komplikasi yang
biasa terjadi pada pre-eklampsia berat antara lain:
Pada ibu:
1. Solutio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang
menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia.
2. Hemolisis. Penderita dengan pre-eklampsia berat kadang-kadang
menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal dengan ikterus.
3. Perdarahan otak, hipertensi ensefalopati, edema serebri
4. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang
berlangsung sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang
terjadi pada retina dan edema retina bahkan makular atau retina
detachment, hal ini merupakan tanda terjadinya apopleksia serebri.
5. Edema paru-paru, depresi pernapasan, iskemia miokardium. Hal ini
disebabkan karena payah jantung.
6. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis, peningkatan enzim-enzim hepar,
dan trombositopenia
7. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu
pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan
struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai
gagal ginjal.
8. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)
-
30
Pada janin:
1. Prematuritas
2. Pertumbuhan janin terhambat
3. Sindrom distres napas
4. Necrotizing Enterocolitis
5. Sepsis
6. Cerebral Palsy
7. Kematian janin intrauterin
-
31
BAB III
PERMASALAHAN
3.1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?
3.2. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat?
3.3. Bagaimana prognosis penderita pada kasus ini?
-
32
BAB IV
ANALISIS KASUS
4.1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?
Pada tanggal 10 April 2015, Ny. S berusia 31 tahun, berobat ke klinik
kebidanan ke RSUD dr. H. M. Rabain Muara Enim karena keluhan hamil kurang
bulan dengan darah tinggi. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala yang dirasakan
seperti ditekan di bagian belakang kepala.
Berdasarkan anamnesis, didapatkan sejak 1 hari SMRS, penderita
mengeluh sakit kepala ketika mengajar, yang terasa seperti ditekan pada bagian
belakang kepala. Keluhan perut mulas yang menjalar ke pinggang (-), keluar
darah dan lendir (-), keluar air-air (-). Keluhan pandangan mata kabur (-), sesak
napas (-), mual dan muntah (-), nyeri ulu hati (+). Riwayat darah tinggi pada
kehamilan sebelumnya (-). Riwayat darah tinggi sebelum hamil (+), yaitu sejak
4 tahun lalu, setelah 3 bulan melahirkan anak pertama. Darah tinggi penderita
terkontrol dengan obat anti hipertensi (penderita lupa nama obatnya). Penderita
mengaku HPHT adalah 17 Oktober 2014 dan gerakan bayi masih dirasakan.
Berdasarkan HPHT, taksiran tanggal persalinan adalah 24 Juli 2015, dengan usia
kehamilan 25 minggu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 180/120 mmHg.
Berdasarkan tekanan darah tersebut, kemungkinan diagnosis yang dapat
diperkirakan pada kasus ini adalah preeklampsia, hipertensi gestasional, atau
hipertensi kronik dalam kehamilan. Untuk membedakannya, dilakukan
pemeriksaan urinalisa, dan didapatkan hasil (+) Positif Satu, sehingga hipertensi
gestasional dan hipertensi kronik dalam kehamilan dapat disingkirkan, kemudian
diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan.
Pada pemeriksaan obstetrik, didapatkan tinggi fundus uteri 2 jari di atas
pusat (17 cm), oblik, punggung kanan, belum masuk pintu atas panggul, his (-),
DJJ 148 x/menit, TBJ 620 gram. Dari penunjang USG juga didapatkan tampak
janin tunggal hidup intrauterine, biometri menunjukkan BPD 50,02 mm (sesuai
-
33
dengan usia kehamilan 26 minggu) dan FL 42,02 mm (sesuai dengan usia
kehamilan 23 minggu). Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yang telah dilakukan dapat ditegakkan diagnosa pasien ini adalah
G2P1A0 hamil preterm dengan PEB janin tunggal hidup intrauterine.
Berdasarkan analisa di atas, dapat disimpulkan bahwa diagnosis pada
kasus ini telah tepat.
4.2. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat?
Sesuai dengan prinsip terapi dari preeklampsia berat, yaitu melahirkan
bayi yang cukup bulan dan dapat hidup di luar, di samping itu mencegah
komplikasi yang mungkin dapat terjadi pada ibu dan mencegah terjadinya
kejang/eklampsia yang akan memperburuk keadaan ibu. Pada penderita,
didapatkan keadaan kehamilan 25 minggu, keadaan janin yang baik, dan diduga
tidak ada impending eklampsia, maka dilakukan perawatan konservatif, yaitu
pemberian MgSO4 dan anti-hipertensi.
Untuk mencegah terjadinya kejang diberikan Injeksi MgSO4 8 gr 40% IM
perlahan-lahan pada bokong kanan dan bokong kiri, dilanjutkan dengan MgSO4
40% 4 gr IM setiap 6 jam dalam 24 jam pertama. Pemberian MgSO4 harus
memenuhi beberapa syarat, antara lain tersedianya kalsium glukonas, respiration
rate > 16 x per menit, refleks patella normal, dan urine output > 100 cc/jam. Cara
kerja MgSO4 adalah menghambat masuknya kalsium ke dalam neuron pada neuro
muscular junction, sehingga kejang dapat dicegah. Pemberian nifedipine 10 mg
per oral setiap 6 jam, suatu anti-hipertensi dari golongan Calcium Channel
Blocker, diberikan atas indikasi tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diastolik
> 110 mmHg hingga tekanan darah diastolik 90-100 mmHg. Pemberian
kortikosteroid untuk pematangan paru janin tidak diberikan dengan pertimbangan
usia kehamilan < 28 minggu. Perawatan konservatif dikatakan gagal jika setelah 6
jam pengobatan medisinal terjadi peningkatan terjadi peningkatan tekanan darah,
atau dalam 24 jam tidak terjadi perubahan. Terminasi kehamilan pada penderita
diindikasikan jika selain terapi konservatif yang gagal juga didapatkan impending
-
34
eklampsia, tanda gawat janin, pertumbuhan janin terhambat, dan adanya sindoma
HELLP.
Pada penderita perawatan konservatif dikatakan berhasil sebab dalam 24
jam tekanan darah pasien menurun dari 180/120 dengan indeks gestosis 5 menjadi
170/100 dengan indeks gestosis 3. Pemberian anti hipertensi (nifedipine) masih
dilanjutkan sebab pada hari perawatan terakhir, tekanan darah penderita masih
berada pada 140/90 mmHg. Penderita kemudian diperbolehkan pulang dengan
anjuran untuk kontrol ke klinik kebidanan seminggu kemudian. Berdasarkan
Dapat disimpulkan bahwa terapi yang diberikan pada kasus ini telah tepat.
4.3. Bagaimana prognosis penderita pada kasus ini?
Prognosis pada penderita dapat dinilai berdasarkan indeks gestosis dan
kriteria Eden. Indeks gestosis dapat dinilai dengan kriteria sebagai berikut:
NILAI 0 1 2 3
Edema sesudah istirahat Tidak ada Pretibial Umum -
Proteinuria (Esbach) < 0,5 gr 0,5 2 gr 2 5 gr > 5 gr
Tekanan darah sistolik < 140 140 160 160 180 > 180
Tekanan darah diastolik < 90 90 100 100 110 > 110
Sementara krikteria Eden untuk menilai prognosis adalah sebagai berikut:
1. Koma yang lama (6 jam atau lebih)
2. Nadi > 120 kali/menit
3. Suhu > 103oF atau > 39oC
4. Tekanan darah sistolik > 200 mmHg
5. Kejang > 10 kali
6. Proteinuria > 10 gram
7. Edema menghilang
dengan kiteria tambahan adalah sebagai berikut:
8. Kegagalan sistem kardiovaskular, seperti edema paru, sianosis, rendah
atau menurunnya tekanan darah dan tekanan nadi
-
35
9. Ketidakseimbangan elektrolit
10. Kegagalan pengobatan, yang ditandai dengan kejang yang tidak teratasi,
urine < 30 ml/jam atau 750 ml/24 jam, serta nilai hematokrit yang naik
menetap lebih dari 10%.
Jika didapatkan indeks gestosis 6 atau terdapat salah satu dari kriteria
Eden, maka dapat dikatakan progrosis ibu buruk. Pada kasus didapatkan indeks
gestosis yang menurun dari 5 menjadi 1, dan tidak ada satu pun kriteria Eden yang
ditemukan, sehingga prognosis ibu baik. Selama perawatan, didapatkan keadaan
janin yang baik dengan pemantauan DJJ yang normal selama penderita dirawat,
sehingga prognosis janin pun baik.
-
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC,
Wenstrom KD. (2007). Williams Obstetrics. 22nd Edition. McGraw-Hill
Companies.
2. Bottomley C & Rymer J. (2008). 100 Cases in Obstetrics and Gynaecology.
London: Hodder Arnold.
3. Hasibuan I. (2009). Hubungan antara Preeklampsia dengan Berat Bayi Lahir
Rendah di RSUP H. Adam Malik Medan pada Tahun 2009. Medan: Bagian
Obstetri dan Ginekologi RSUP H. Adam Malik FK USU. Skripsi tidak
diterbitkan.
4. Hanifa W, Abdul BS, & Trijatmo R. (2010). Ilmu Kandungan. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
5. Manuaba IGB. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.