case peb finale

39
Presentasi Kasus PRE-EKLAMPSIA BERAT Oleh: Hasbiallah Yusuf 04124905001 Tri Aprianti 04054811416062 Inta Anggela 04054811416061 Gebina Wahyu Ardina 04054811416063 Herdwin Limas 04111001089 Cahyo Purnaningtyas 04111001097 Ravenia Dirgantari 04111001104 Ni Made Restianing R. 04111401064 M. Aditya Kurniadi 04111401046 Ririn Tri Sabrina 04111401076 Achmad Dodi M. 04101401169 Arie Wahyudi Wijaya 04101401171 Pembimbing: dr. Ingguan Novantri, SpOG DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA RSUD DR. H. M. RABAIN MUARA ENIM 2015

Upload: hasbiallah-yusuf

Post on 11-Nov-2015

100 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

Obgyn

TRANSCRIPT

  • Presentasi Kasus

    PRE-EKLAMPSIA BERAT

    Oleh:

    Hasbiallah Yusuf 04124905001

    Tri Aprianti 04054811416062

    Inta Anggela 04054811416061

    Gebina Wahyu Ardina 04054811416063

    Herdwin Limas 04111001089

    Cahyo Purnaningtyas 04111001097

    Ravenia Dirgantari 04111001104

    Ni Made Restianing R. 04111401064

    M. Aditya Kurniadi 04111401046

    Ririn Tri Sabrina 04111401076

    Achmad Dodi M. 04101401169

    Arie Wahyudi Wijaya 04101401171

    Pembimbing:

    dr. Ingguan Novantri, SpOG

    DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

    RSUD DR. H. M. RABAIN MUARA ENIM

    2015

  • ii

    HALAMAN PENGESAHAN

    Presentasi kasus berjudul:

    PRE-EKLAMPSIA BERAT

    Oleh:

    Hasbiallah Yusuf 04124905001

    Tri Aprianti 04054811416062

    Inta Anggela 04054811416061

    Gebina Wahyu Ardina 04054811416063

    Herdwin Limas 04111001089

    Cahyo Purnaning Tyas 04111001097

    Ravenia Dirgantari 04111001104

    Ni Made Restianing R. 04111401064

    M. Aditya Kurniadi 04111401046

    Ririn Tri Sabrina 04111401076

    Achmad Dodi M. 04101401169

    Arie Wahyudi Wijaya 04101401171

    Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti

    Kepaniteraan Klinik di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran

    Univesitas Sriwijaya RSUD dr. H. M. Rabain Muara Enim periode 2 Maret

    sampai dengan 11 Mei 2015.

    Palembang, April 2015

    Pembimbing,

    dr. Ingguan Novantri, SpOG

  • iii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

    HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii

    DAFTAR ISI ................................................................................................ iii

    BAB I REKAM MEDIS ............................................................................. 1

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 12

    BAB III PERMASALAHAN ...................................................................... 31

    BAB IV ANALISIS KASUS ....................................................................... 32

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 36

  • 1

    BAB I

    REKAM MEDIS

    1.1. Identifikasi

    Nama : Ny. Santi

    Umur : 38 tahun

    Pendidikan Terakhir : S1

    Pekerjaan : Guru Honor STM

    Alamat : Tanjung Enim

    Agama : Islam

    Status : Menikah

    MRS : 9 April 2014

    Nama Suami : Tn. Arifin

    Umur : 39 tahun

    Pendidikan Terakhir : SD

    Pekerjaan : Karyawan Tambang Bukit Batubara

    Agama : Islam

    Alamat : Tanjung Enim

    1.2. Anamnesis (Autoanamnesis)

    Anamnesis Umum

    Riwayat Perkawinan : 1x sejak 5 tahun lalu

    Riwayat Sosioekonomi : Penderita dan suami berpeng

    hasilan 2,3 juta dalam sebulan,

    menanggung 1 orang anak

    berusia 4 tahun

    Riwayat Gizi : Baik

    Riwayat Reproduksi :

    Menarche : 12 tahun

    Siklus Haid : 28 hari, teratur, lamanya 3-5 hari

  • 2

    Banyaknya : 3 4 x ganti pembalut per hari

    Nyeri Sebelum/Saat/Setelah Haid : (-)

    Keputihan : (-)

    Riwayat Obstetri : G2P1A0

    No Tempat

    Bersalin

    Tahun Hasil

    kehamilan

    Jenis

    persalinan

    Penyulit Nifas Jenis

    kelamin

    BB

    anak

    Keadaan

    umum

    1. Klinik

    Bidan

    2010 Aterm Spontan Perdara-

    han

    Baik Perempuan 3200

    gram

    Baik

    2. Hamil ini

    Riwayat Kehamilan Sekarang :

    Periksa Hamil : 2 kali, ke dokter

    Lama Hamil : 25 minggu

    HPHT : 17 Oktober 2014

    Taksiran Tanggal Persalinan : 24 Juli 2015

    Gerakana Janin : Dirasakan sejak 1 bulan lalu

    Riwayat Persalinan :

    Dikirim Oleh : Datang sendiri

    Keluar Darah Lendir Sejak : (-)

    Rasa Mengejan Sejak : (-)

    Ketuban Pecah Sejak : (-)

    Riwayat Penyakit Dahulu : - Perdarahan post partum setelah

    melahirkan anak pertama,

    penderita mendapat transfusi

    3 kantung darah

    - Darah tinggi sejak 3 bulan

    setelah melahirkan anak

    pertama

    - Sakit maag sejak usia remaja

    Riwayat operasi : Tidak ada

  • 3

    Riwayat penyakit dalam keluarga : Hipertensi pada ayah dan kakak

    kandung wanita penderita

    Riwayat memakai kontrasepsi : KB suntik, pil andalan

    Anamnesis Khusus

    Keluhan Utama : Hamil kurang bulan dengan darah tinggi.

    Riwayat Perjalanan Penyakit :

    1 hari SMRS, penderita mengeluh sakit kepala ketika mengajar.

    Sakit kepala terasa seperti ditekan pada bagian belakang kepala. Keluhan

    perut mulas yang menjalar ke pinggang (-), keluar darah dan lendir (-),

    keluar air-air (-). Keluhan pandangan mata kabur (-), sesak napas (-), mual

    dan muntah (-), nyeri ulu hati (+). Riwayat darah tinggi pada kehamilan

    sebelumnya (-). Riwayat darah tinggi sebelum hamil (+), yaitu sejak 4

    tahun lalu, setelah 3 bulan melahirkan anak pertama. Darah tinggi

    penderita terkontrol dengan obat anti hipertensi (penderita lupa nama

    obatnya). Karena keluhan sakit kepalanya, penderita memeriksakan

    kehamilannya ke klinik kebidanan RS dr. R. M. Rabain. Tekanan darah

    terukur 180/120 mmHg sehingga disarankan untuk dirawat inap. Penderita

    mengaku hamil kurang bulan dan gerakan bayi masih dirasakan.

    1.3. Pemeriksaan Fisik

    Status Generalis

    Keadaan umum : Tampak sakit sedang

    Kesadaran : Compos mentis

    Tekanan darah : 180/120 mmHg

    Nadi : 92 x/mnt

    Frekuensi pernapasan : 20 x/mnt

    Suhu : 36,5 oC

    TB : 153 cm

    BB : 55 kg

  • 4

    Status Spesifik

    Konjungtiva palpebra pucat : (-)

    Sklera ikterik : (-)

    Gizi : Baik

    Thorax : Simetris statis dan dinamis, hiperpigmen-

    tasi areola (+/+)

    Jantung : HR 88 x/menit, regular, bunyi jantung I

    dan II normal, gallop (-), murmur (-)

    Paru-paru : Bunyi napas vesikuler normal, wheezing

    (-/-), ronkhi (-/-)

    Hati dan lien : Sulit dinilai

    Edema pretibia : (-/-)

    Varises : (-/-)

    Refleks fisiologis : APR (normal), KPR (normal)

    Status Obstetri

    Pemeriksaan luar : FUT 2 jari di atas pusat (17 cm), oblik, punggung

    kanan, belum masuk PAP, his (-), DJJ = 148

    x/menit, TBJ = 620 gram

    Pemeriksaan Dalam

    Inspekulo : Tidak dilakukan

    Vaginal Toucher : Portio lunak, posisi posterior, pendataran = 0%,

    pembukaan 0 cm, terbawah belum dapat dinilai,

    ketuban belum dapat dinilai, penurunan belum

    dapat dinilai

    Rectal Toucher : Tidak dilakukan

    Pemeriksaan panggul : Promontorium tidak teraba, KD > 13 cm, KV > 11

    cm, linea innomintata teraba 1/3-1/3, sakrum

    konkaf, spina ischiadica tidak menonjol, arkus

    pubis > 90o, dinding samping lurus, kesan panggul

    luas, bentuk PAP ginekoid, DKP (-)

  • 5

    Indeks Gestosis

    NILAI 0 1 2 3

    Edema sesudah istirahat Tidak ada Pretibial Umum -

    Proteinuria (Esbach) < 0,5 gr 0,5 2 gr 2 5 gr > 5 gr

    Tekanan darah sistolik < 140 140 160 160 - 180 > 180

    Tekanan darah diastolik < 90 90 100 100 110 > 110

    TOTAL NILAI 5

    1.4. Pemeriksaan Penunjang

    1. Pemeriksaan Laboratorium

    Hematologi

    Belum diperiksa

    Urinalisa

    Proteinuria : (+) Positif Satu

    2. USG

    Biometri

    BPD : 50,02 mm ~ 26 minggu

    FL : 42, 02 mm ~ 23 minggu

    Tampak janin tunggal hidup intrauterine

    1.5. Diagnosa Kerja

    G2P1A0 hamil 25 minggu dengan pre-eklampsia berat janin tunggal hidup

    intrautrine

    1.6. Penatalaksanaan

    1. Informed consent, MRS

    2. Observasi tanda vital, DJJ, his

    3. Tidur posisi miring ke kiri

    4. Diet cukup protein, rendah karbonhidrat, lemak dan garam

    5. Pemberian O2 5 liter/menit via sungkup

    6. IVFD D5% : RL 2 : 1 gtt XX/menit

  • 6

    7. Injeksi MgSO4 8 gr 40% IM perlahan lahan pada bokong kanan dan

    bokong kiri, dilanjutkan dengan MgSO4 40% 4 gr IM setiap 6 jam,

    dalam 24 jam pertama.

    8. Nifedipine Tab 10 mg setiap 6 jam

    9. Ranitidin Tab 150 mg setiap 12 jam

    1.7. Prognosis

    Ibu : Dubia ad bonam

    Anak : Dubia ad bonam

    1.8. Follow Up

    Tanggal 10 April 2015

    S : Keluhan (+) nyeri kepala, sulit tidur

    O : Status Presens

    Keadaan umum : Tampak sakit sedang

    Sensorium : Compos mentis

    Tekanan darah : 170/100 mmHg

    Nadi : 80 x/menit

    RR : 20 x/menit

    Suhu : 36,30 C

    Status Obstetrik

    TFU 2 jari atas pusar (17 cm), oblik, punggung kanan, belum masuk PAP, his

    (-), DJJ 147 kali/menit, TBJ 620 gram

    Indeks Gestosis

    NILAI 0 1 2 3

    Edema sesudah istirahat Tidak ada Pretibial Umum -

    Proteinuria (Esbach) < 0,5 gr 0,5 2 gr 2 5 gr > 5 gr

    Tekanan darah sistolik < 140 140 160 160 - 180 > 180

    Tekanan darah diastolik < 90 90 100 100 110 > 110

    TOTAL NILAI 3

  • 7

    A : G2P1A0 hamil 25 minggu dengan pre-eklampsia berat janin tunggal hidup

    intrauterine

    P :

    1. Informed consent

    2. Observasi tanda vital, DJJ, his

    3. Tidur posisi miring ke kiri

    4. Diet cukup protein, rendah karbonhidrat, lemak dan garam

    5. Pemberian O2 5 liter/menit via sungkup

    6. IVFD D5% : RL 2 : 1 gtt XX/menit

    7. Injeksi MgSO4 8 gr 40% IM perlahahan pada bokong kanan dan bokong

    kiri, dilanjutkan dengan MgSO4 40% 4 gr IM setiap 6 jam, dalam 24 jam

    pertama Stop

    8. Nifedipine Tab 10 mg setiap 6 jam

    9. Ranitidin Tab 150 mg setiap 12 jam

    Tanggal 11 April 2015

    S : Keluhan (+) nyeri kepala

    O : Status Presens

    Keadaan umum : Tampak sakit sedang

    Sensorium : Compos mentis

    Tekanan darah : 150/80 mmHg

    Nadi : 88 x/menit

    RR : 20 x/menit

    Suhu : 36,20 C

    Status Obstetrik

    TFU 2 jari atas pusar (17 cm), oblik, punggung kanan, belum masuk PAP, his

    (-), DJJ 140 kali/menit, TBJ 620 gram

    Pemeriksaan Laboratorium

    Proteinuria : (+) Positif Satu

  • 8

    Indeks Gestosis

    NILAI 0 1 2 3

    Edema sesudah istirahat Tidak ada Pretibial Umum -

    Proteinuria (Esbach) < 0,5 gr 0,5 2 gr 2 5 gr > 5 gr

    Tekanan darah sistolik < 140 140 160 160 - 180 > 180

    Tekanan darah diastolik < 90 90 100 100 110 > 110

    TOTAL NILAI 1

    A : G2P1A0 hamil 25 minggu dengan pre-eklampsia berat janin tunggal hidup

    intrauterine

    P :

    1. Informed consent

    2. Observasi tanda vital, DJJ, his

    3. Tidur posisi miring ke kiri

    4. Diet cukup protein, rendah karbonhidrat, lemak dan garam

    5. Pemberian O2 5 liter/menit via sungkup

    6. IVFD D5% : RL 2 : 1 gtt XX/menit

    7. Nifedipine Tab 10 mg setiap 6 jam

    8. Ranitidin Tab 150 mg setiap 12 jam

    Tanggal 12 April 2015

    S : Keluhan nyeri kepala berkurang

    O : Status Presens

    Keadaan umum : Tampak sakit sedang

    Sensorium : Compos mentis

    Tekanan darah : 150/90 mmHg

    Nadi : 84 x/menit

    RR : 24 x/menit

    Suhu : 36,40 C

  • 9

    Status Obstetrik

    TFU 2 jari atas pusar (17 cm), oblik, punggung kanan, belum masuk PAP, his

    (-), DJJ 143 kali/menit, TBJ 620 gram

    Indeks Gestosis

    NILAI 0 1 2 3

    Edema sesudah istirahat Tidak ada Pretibial Umum -

    Proteinuria (Esbach) < 0,5 gr 0,5 2 gr 2 5 gr > 5 gr

    Tekanan darah sistolik < 140 140 160 160 - 180 > 180

    Tekanan darah diastolik < 90 90 100 100 110 > 110

    TOTAL NILAI 2

    A : G2P1A0 hamil 25 minggu dengan pre-eklampsia berat janin tunggal hidup

    intrauterine

    P :

    1. Informed consent

    2. Observasi tanda vital, DJJ, his

    3. Tidur posisi miring ke kiri

    4. Diet cukup protein, rendah karbonhidrat, lemak dan garam

    5. Pemberian O2 5 liter/menit via sungkup

    6. IVFD D5% : RL 2 : 1 gtt XX/menit

    7. Nifedipine Tab 10 mg setiap 6 jam

    8. Ranitidin Tab 150 mg setiap 12 jam

    Tanggal 13 April 2015

    S : Keluhan nyeri kepala berkurang

    O : Status Presens

    Keadaan umum : Tampak sakit sedang

    Sensorium : Compos mentis

    Tekanan darah : 140/100 mmHg

    Nadi : 80 x/menit

    RR : 22 x/menit

  • 10

    Suhu : 36,50 C

    Status Obstetri

    TFU 2 jari atas pusar (17 cm), oblik, punggung kanan, belum masuk PAP, his

    (-), DJJ 145 kali/menit, TBJ 620 gram

    Pemeriksaan Laboratorium

    Hb: 12,7 gr/dl

    Leukosit: 11.700/mm3

    SGOT: 16 U/l

    SGPT: 12 U/l

    Proteinuria: (+) Positif Satu

    Indeks Gestosis

    NILAI 0 1 2 3

    Edema sesudah istirahat Tidak ada Pretibial Umum -

    Proteinuria (Esbach) < 0,5 gr 0,5 2 gr 2 5 gr > 5 gr

    Tekanan darah sistolik < 140 140 160 160 - 180 > 180

    Tekanan darah diastolik < 90 90 100 100 110 > 110

    TOTAL NILAI 2

    A : G2P1A0 hamil 25 minggu dengan pre-eklampsia berat janin tunggal hidup

    intrauterine

    P :

    1. Informed consent

    2. Observasi tanda vital, DJJ, his

    3. Tidur posisi miring ke kiri

    4. Diet cukup protein, rendah karbonhidrat, lemak dan garam

    5. Pemberian O2 5 liter/menit via sungkup

    6. IVFD D5% : RL 2 : 1 gtt XX/menit

    7. Nifedipine Tab 10 mg setiap 6 jam

    8. Ranitidin Tab 150 mg setiap 12 jam

  • 11

    Tanggal 14 April 2015

    S : Keluhan (+) nyeri kepala, sulit tidur

    O : Status Presens

    Keadaan umum : Tampak sakit sedang

    Sensorium : Compos mentis

    Tekanan darah : 140/90 mmHg

    Nadi : 88 x/m

    RR : 20 x/m

    Suhu : 36,20 C

    Status Obstetri

    TFU 2 jari atas pusar (17 cm), oblik, punggung kanan, belum masuk PAP, his

    (-), DJJ 140 kali/menit, TBJ 620 gram

    Indeks Gestosis

    NILAI 0 1 2 3

    Edema sesudah istirahat Tidak ada Pretibial Umum -

    Proteinuria (Esbach) < 0,5 gr 0,5 2 gr 2 5 gr > 5 gr

    Tekanan darah sistolik < 140 140 160 160 - 180 > 180

    Tekanan darah diastolik < 90 90 100 100 110 > 110

    TOTAL NILAI 1

    A : G2P1A0 hamil 25 minggu dengan pre-eklampsia berat janin tunggal hidup

    intrauterine

    P :

    1. Informed consent

    2. Observasi tanda vital, DJJ, his

    3. Tidur posisi miring ke kiri

    4. Diet cukup protein, rendah karbonhidrat, lemak dan garam

    5. Pemberian O2 5 liter/menit via sungkup

    6. IVFD D5% : RL 2 : 1 gtt XX/menit

    7. Nifedipine Tab 10 mg setiap 6 jam

    8. Ranitidin Tab 150 mg setiap 12 jam

    9. Rencana pulang

  • 12

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    3.1. PREEKLAMPSIA

    Dalam proses perkembangannya kehamilan dapat disertai hipertensi.

    Hipertensi yang terjadi dalam kehamilan bisa tanpa gejala-gejala klinis lainnya

    atau dengan gejala klinis yang dapat mengancam nyawa ibu hamil. Menurut

    Report on The National High Blood Pressure Education Program Working

    Group on High Blood Pressure in Pregnancy, hipertensi dalam kehamilan

    diklasifikasi sebagai berikut:

    1. Hipertensi Gestasional. Pada kehamilan dijumpai tekanan darah

    140/90 mmHg, tanpa disertai proteinuria dan biasanya tekanan

    darah akan kembali normal sebelum 12 minggu pasca-persalinan.

    2. Preeklampsia. Apabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg

    setelah kehamilan 20 minggu disertai dengan proteinuria 300

    mg/24 jam atau pemeriksaan dengan dipstick 1 +.

    3. Eklampsia. Ditemukan kejang-kejang pada penderita preeklampsia,

    dapat disertai koma.

    4. Hipertensi Kronik. Dari sebelum hamil, atau sebelum kehamilan 20

    minggu, ditemukan tekanan darah 140/90 mmHg dan tidak

    menghilang setelah 12 minggu pascapersalinan.

    5. Hipertensi Kronis dengan Super Imposed Preeklampsia. Pada

    wanita hamil dengan hipertensi kronis, muncul proteinuria 300

    mg/24 jam setelah kehamilan 20 minggu, dapat disertai gejala dan

    tanda preeklampsia lainnya.

    Hipertensi pada pasien dengan pre-eklampsia biasanya timbul lebih

    dulu daripada tanda-tanda lain. Untuk menegakkan diagnosis preeklampsia,

    kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau lebih di atas tekanan yang

    biasanya ditemukan, atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Sedangkan tekanan

    diastolik naik 15 mmHg atau lebih, atau mencapai 90 mmHg atau lebih.

  • 13

    Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam

    pada keadaan istirahat.

    Edema adalah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam

    jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta

    pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Edema pretibial yang ringan

    sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti untuk

    penentuan diagnosis pre-eklampsi. Kenaikan berat badan kg setiap minggu

    dalam kehamilan masih dapat dianggap normal, tetapi bila kenaikan mencapai

    1 kg seminggu beberapa kali menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya

    pre-eklampsia.

    Protein urin 24 jam merupakan standar emas untuk pengukuran

    proteinuria pada hipertensi kehamilan. Proteinuria berarti konsentrasi protein

    dalam urine melebihi 0,3 g/liter/ 24 jam atau pemeriksaan kualitatif

    menunjukkan 1 atau 2+ atau 1 g/liter atau lebih dalam urine yang dikeluarkan

    dengan kateter atau midstream yang diambil minimal 2 kali dengan jarak

    waktu 6 jam. Biasanya proteinuria timbul lebih lambat daripada hipertensi dan

    kenaikan berat badan, karena itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup

    serius.

    3.1.1. Definisi

    Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria, edema,

    atau kedua-duanya yang disebabkan oleh kehamilan setelah minggu ke-20 dan

    terkadang timbul lebih dini jika terdapat perubahan-perubahan hydatidiform

    yang ekstensif pada villi chorialis.

    Preeklampsia merupakan suatu diagnosis klinis. Definisi klasik

    preeklampsia meliputi 3 elemen, yaitu onset baru hipertensi (didefinisikan

    sebagai suatu tekanan darah yang menetap 140/90 mmHg pada wanita yang

    sebelumnya normotensif), onset baru proteinuria (didefinisikan sebagai > 300

    mg/24 jam atau +2 pada urinalisis bersih tanpa infeksi traktus urinarius), dan

    onset baru edema yang bermakna. Pada beberapa konsensus terakhir

    dilaporkan bahwa edema tidak lagi dimasukkan sebagai kriteria diagnosis.

  • 14

    3.1.2. Klasifikasi

    Preeklampsia digolongkan preeklampsia ringan dan preeklampsia berat

    dengan gejala dan tanda sebagai berikut:

    Preeklampsia ringan

    1. Tekanan darah sistolik 140/90-- < 160/110 mmHg. Kenaikan

    tekanan sistolik 30 mm Hg dan kenaikan tekanan diastolik 15

    mmHg tidak dimasukkan dalam kriteria diagnosis preeklampsia

    tetapi perlu observasi yang cermat.

    2. Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam satu minggu.

    3. Proteinuria 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitas +1 sampai +2

    urin kateter atau urin aliran pertengahan.

    Preeklampsia Berat

    Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan salah satu atau

    lebih gejala dan tanda di bawah ini:

    1. Tekanan darah: pasien dalam keadaan istirahat tekanan sistolik 160

    mmHg dan tekanan diastolik 110 mmHg.

    2. Proteinuria: 5 gr/jumlah urine selama 24 jam atau dipstick: 4+.

    3. Oliguria: produksi urine < 400-500 cc/24 jam.

    4. Edema paru dan sianosis.

    5. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen:

    disebabkan teregangnya kapsula Glisone. Nyeri dapat sebagai gejala

    awal rupture hepar.

    6. Gangguan otak dan visus yang menetap : perubahan kesadaran, nyeri

    kepala, skotomata, dan pandangan kabur.

    7. Gangguan fungsi hepar: Peningkatan alanine atau aspartate amino

    transferase.

    8. Hemolisis mikroangiopati.

    9. Trombositopenia: < 100.000 cell/mm3 / hemolisis intravaskular yang

    jelas.

    10. Sindroma HELLP.

    11. Kemunduran pertumbuhan fetus.

  • 15

    3.1.3 Faktor Risiko

    Faktor yang meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia, antara lain:

    1. Risiko yang berhubungan dengan frekuensi kehamilan dan persalinan,

    usia, dan pasangan

    a. Primigravida. Preeklampsia telah diakui sebagai penyakit yang

    banyak ditemui pada primigravida. Di kehamilan pertama, risiko

    mengalami preeklampsia jauh lebih tinggi.

    b. Primipaternitas

    c. Umur yang ekstrim. Ibu hamil yang umurnya terlalu muda atau

    terlalu tua mempunyai risiko yang lebih besar untuk mengalami

    preeklampsia. Spellacy dkk melaporkan bahwa pada wanita usia di

    atas 40 tahun, kejadian preeklampsi meningkat tiga kali lipat (9,6%

    berbanding 2,7%) dibandingkan dengan wanita kontrol yang berusia

    20 sampai 30 tahun. Disimpulkan angka kejadian meningkat pada

    primigravida muda dan meningkat tajam pada primigravida tua.

    d. Pasangan laki yang pernah menikahi wanita yang kemudian hamil

    dan mengalami preeklampsia.

    e. Pemaparan terbatas terhadap sperma.

    f. Inseminasi donor dan donor oosit.

    2. Risiko yang berhubungan dengan riwayat penyakit terdahulu dan

    riwayat penyakit keluarga

    a. Riwayat pernah preeklampsia. Ibu hamil dengan sejarah keluarga

    menderita preeklampsia akan meningkatkan risiko ikut terkena

    preeklampsia. Cinnotta pada penelitian prospektif terhadap 386

    primigravida yang menderita preeklampsia menyimpulkan bahwa

    ibu dengan riwayat keluarga menderita preeklampsia mempunyai

    risiko preeklampsia 3 kali dan meningkat menjadi 4 kali pada

    preeklampsia berat.

    b. Hipertensi ronik

    c. Penyakit ginjal

  • 16

    d. Obesitas. Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya preeklampsia,

    Stone dkk mendapatkan faktor risiko preeklampsia berat pada semua

    wanita yang obesitas. Obesitas sering dihubungkan dengan

    hipertensi kronis, dan tingginya indeks masa tubuh merupakan faktor

    independen untuk terjadinya preeklampsia.

    e. Diabetes gestational, diabetes mellitus tipe I.

    f. Antiphospholipid antibodies dan hiperhomosisteinemia.

    3. Risiko yang berhubungan dengan kehamilan

    a. Mola hidatidosa.

    b. Kehamilan multiple. Mengandung bayi kembar juga meningkatkan

    risiko preeklampsia.

    c. Infeksi saluran kemih saat kehamilan.

    d. Hidrops fetalis.

    4. Risiko yang berhubungan dengan sosial ekonomi

    Meskipun ada pendapat yang mengatakan kekurangan nutrisi dapat

    menyebabkan preeklampsia, hipotesa ini kurang didukung oleh data

    yang memadai. Bila kehamilan menyebabkan wanita kekurangan nutrisi,

    mestinya preeklampsia lebih sering ditemukan pada multipara dari pada

    nullipara, nyatanya adalah sebaliknya. Lebih lanjut penelitian dengan

    nutrisi tambahan, tidak ditemukan penurunan frekuensi preeklampsia.

    3.1.4 Patogenesis

    Preeklampsia dulunya dikenal sebagai toksemia, karena diperkirakan

    adanya racun dalam aliran darah ibu hamil. Meski teori ini sudah dibantah, tetapi

    penyebab preeklampsia hingga kini belum diketahui. Ada beberapa teori

    mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut di atas, sehingga

    kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun teori-teori

    tersebut antara lain:

    1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan

    Pada preeklampsia-eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel

    vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang

  • 17

    pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan

    fibrinolisis, yang kemudian akan diganti dengan trombin dan plasmin.

    Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit

    fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2)

    dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

    2. Peran Faktor Imunologis

    Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak

    timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa

    pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap

    antigen plasenta tidak sempurna sehingga hal ini akan menimbulkan

    respon imunitas yang tidak menguntungkan terhadap plasenta. Pada

    kehamilan berikutnya pembentukan blocking antibodies ini lebih banyak

    dan semakin sempurna akibat respon pada kehamilan yang lalu.

    Fierlie F.M. tahun 1992 mendapatkan beberapa data yang mendukung

    adanya sistem imun pada penderita preeklampsia-eklampsia, antara lain:

    1. Beberapa wanita dengan preeklampsia-eklampsia mempunyai

    kompleks imun dalam serum.

    2. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem

    komplemen pada preeklampsia-eklampsia diikuti dengan proteinuri.

    Stirat (1986) menyimpulkan, meskipun ada beberapa pendapat

    menyebutkan bahwa sistem imun humoral dan aktivasi komplemen

    terjadi pada preelampsia-eklampsia, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem

    imunologi bisa menyebabkan preeklampsia-eklampsia.

    3. Peran Faktor Genetik/Familial

    Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada

    kejadian preeklampsia-eklampsia antara lain:

    1. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.

    2. Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsia

    sebesar 26% dan kejadian eklamsi sebesar 2% pada anak-anak dari

    ibu yang menderita preeklampsia-eklampsia.

  • 18

    3. Kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklamsia-eklampsia

    pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat preeklampsia-

    eklampsia dan bukan pada ipar mereka.

    4. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS).

    Beberapa peneliti menghubungkannya dengan kelainan genetik yang

    diturunkan oleh gen resesif tunggal. Gen angiotensinogen (yang terletak

    pada kromosom Iq) varian T 235 atau adanya mutasi factor V Leiden.

    4. Peran Faktor Gizi

    Diet yang kurang mengandung asam lemak esensial terutama asam

    arakidonat (prekursor sintesis prostaglandin) dapat menyebabkan Loss

    Angiotensin Refractironess, yang kemudian menimbulkan preeklampsia,

    walaupun hal ini bukan faktor utama penyebab terjadinya preeklampsia.

    WHO Expert Commitie on Nutrition in Pregnancy and Lactation

    menyatakan tidak ada dasar ilmiah yang dapat dipercaya bahwa

    kekurangan zat makanan essensial menjadi faktor predisposisi

    preeklampsia. Walaupun dinyatakan angka kejadian tidak menurun

    melalui perubahan diet, tetapi risiko menjadi berat dapat dikurangi.

    Berbagai fakta menunjukkan bahwa faktor protein, karbohidrat, ataupun

    total energi di dalam diet tidak berpengaruh terhadap angka kejadian

    preeklampsia.

    5. Peran Trofoblas

    Perubahan awal yang terjadi pada preeklampsia adalah kegagalan

    invasi trofoblas pada arteri spiralis di tempat implantasi. Pada kehamilan

    normal ditemukan infiltrasi minimal trofoblas pada arteri spiralis pada

    umur kehamilan 8-22 minggu dan gelombang kedua pada umur

    kehamilan 18-20 minggu. Proses ini menyebabkan arteri spiralis pasif

    dan resistensi pembuluh darah rendah sehingga dapat secara maksimal

    mengalirkan darah pada ruang intervillus plasenta. Pada preeklampsia

    ditemukan gagalnya invasi trofoblas gelombang kedua, dengan

    ditemukannya acute atherosis yang menyebabkan aliran darah

    uteroplasenter terganggu.

  • 19

    6. Perbandingan Very Low Density Lipoprotein (VLDL) dan Toxicity

    Preventing Activity (TxPA)

    Sebagai kompensasi untuk peningkatan energi selama kehamilan,

    asam lemak non-esterifikasi akan dimobilisasi. Pada wanita hamil

    dengan kadar albumin yang rendah, pengangkatan kelebihan asam

    lemak non-esterifikasi dari jaringan lemak ke dalam hepar akan

    menurunkan aktivitas antitoksik albumin sampai pada titik di mana

    VLDL terekspresikan. Jika kadar VLDL melebihi TxPA maka efek

    toksik dari VLDL akan muncul.

    Dalam perjalanannya keenam faktor di atas tidak berdiri sendiri,

    tetapi kadang saling berkaitan dengan titik temunya pada invasi

    trofoblast dan terjadinya iskemia plasenta.

    Menurut Jaffe dkk tahun 1995 pada preeklampsia ada dua tahap

    perubahan yang mendasari patogenesisnya. Tahap pertama adalah:

    hipoksia plasenta yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dalam

    arteri spiralis. Hal ini terjadi karena kegagalan invasi sel trofoblast pada

    dinding arteri spiralis pada awal kehamilan dan awal trimester kedua

    kehamilan sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar dengan sempurna

    dengan akibat penurunan aliran darah dalam ruangan intervilus

    diplasenta sehingga terjadilah hipoksia plasenta.

    Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat

    toksis seperti sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase

    dalam sirkulasi darah ibu, dan akan menyebabkan terjadinya oxidative

    stress yaitu suatu keadaan di mana radikal bebas jumlahnya lebih

    dominan dibandingkan antioksidan. Oxidative stress pada tahap

    berikutnya bersama dengan zat toksis yang beredar dapat merangsang

    terjadinya kerusakan pada sel endotel pembuluh darah yang disebut

    disfungsi endotel yang dapat terjadi pada seluruh permukaan endotel

    pembuluh darah pada organ-organ penderita preeklampsia.

    Pada disfungsi endotel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat

    yang bertindak sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat oksida,

  • 20

    dibandingkan dengan vasokonstriktor seperti endotelium I, tromboksan,

    dan angiotensin II sehingga akan terjadi vasokonstriksi yang luas dan

    terjadilah hipertensi. Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan

    mengaktifkan sistem koagulasi, sehingga terjadi agregasi trombosit dan

    pembentukan trombus.

    Gambar 1. Bagan Proses Plasentasi Normal dan

    Abnormal pada Preeklampsia

  • 21

    Gambar 2. Patogenesis Preeklampsia dan Eklampsia

  • 22

    Secara keseluruhan setelah terjadi disfungsi endotel di dalam tubuh

    penderita preeklampsia jika prosesnya berlanjut dapat terjadi disfungsi dan

    kegagalan organ seperti:

    1. Pada ginjal: hiperuricemia, proteinuria, dan gagal ginjal.

    2. Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi.

    3. Perubahan permeabilitas pembuluh darah ditandai dengan oedema paru

    dan oedema menyeluruh.

    4. Pada darah dapat terjadi trombositopenia dan koagulopati.

    5. Pada hepar dapat terjadi pendarahan dan gangguan fungsi hati.

    6. Pada susunan saraf pusat dan mata dapat menyebabkan kejang,

    kebutaan, pelepasan retina, dan pendarahan.

    7. Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin,

    hipoksia janin, dan solusio plasenta.

    3.1.5 Penegakan Diagnosis

    3.1.5.1 Anamnesis

    1. Adanya gejala-gejala: sakit kepala, masalah penglihatan

    termasuk kebutaan sementara, pandangan buram dan lebih

    sensitif pada cahaya/silau, nyeri perut bagian atas biasanya di

    bawah rusuk sebelah kanan, muntah, pusing, berkurangnya

    volume urin, berat badan yang naik secara cepat, biasanya di

    atas 2 kg per minggu, pembengkakan (edema) pada wajah dan

    tangan sering menyertai preeklampsia walau tidak selalu sebab

    edema kerap terjadi pada kehamilan yang normal.

    2. Penyakit terdahulu: adanya hipertensi dalam kehamilan,

    penyulit pada pemakaian kontrasepsi hormonal, penyakit

    ginjal, dan infeksi saluran kemih.

    3. Riwayat penyakit keluarga: ditanyakan riwayat kehamilan dan

    penyulitnya pada ibu dan saudara perempuannya.

    4. Riwayat gaya hidup: keadaan lingkungan sosial, apakah

    merokok atau minum alkohol.

  • 23

    3.5.1.2 Pemeriksaan Fisik

    1. Kardiovaskuler: evaluasi tekanan darah, suara jantung, pulsasi

    perifer.

    2. Paru: auskultasi paru untuk mendiagnosis edema paru.

    3. Abomen: palpasi untuk menentukan adanya nyeri pada hepar,

    evaluasi keadaan rahim dan janinnya.

    4. Refleks: adanya klonus.

    5. Funduskopi: untuk menentukan adanya retinopati grade I-III.

    3.1.6 Tatalaksana

    Penanganan penderita preeklampsia dan eklampsia yang definitif adalah

    segera melahirkan bayi dan seluruh hasil konsepsi, tetapi dalam

    penatalaksanaannya kita harus mempertimbangkan keadaan ibu dan janinnya,

    antara lain umur kehamilan, proses perjalanan penyakit, dan seberapa jauh

    keterlibatan organ.

    Tujuan penatalaksanaan preeklampsia dan eklampsia adalah:

    1. Melahirkan bayi yang cukup bulan dan dapat hidup di luar, di samping

    itu mencegah komplikasi yang dapat terjadi pada ibu.

    2. Mencegah terjadinya kejang/eklampsia yang akan memperburuk

    keadaan ibu hamil.

    Dasar pengelolaan pre-eklampsia berat antara lain1-3,5

    :

    1. Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya, yaitu terapi

    medikamentosa dengan pemberian obat-obatan untuk penyulitnya.

    2. Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya, yang

    tergantung pada umur kehamilan. Sikap terhadap kehamilannya dibagi

    dua, yaitu:

    a. Ekspektatif; konservatif: bila umur kehamilan

  • 24

    b. Aktif; agresif: bila umur kehamilan 37 minggu, artinya

    kehamilan diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk

    stabilisasi ibu.

    Banyak peneliti lain yang juga meneliti efektifitas

    penatalaksanaan ekspektatif ini terutama pada kehamilan

    preterm. Di antaranya yaitu Odendaal dkk yang melaporkan hasil

    perbandingan penatalaksanaan ekspektatif dan aktif pada 58

    wanita dengan preeklampsia berat dengan usia kehamilan 28-34

    minggu. Pasien ini diterapi dengan MgSO4, hidralazine, dan

    kortikosteroid untuk pematangan paru. Semua pasien dipantau

    ketat di ruang rawat inap.

    Dua puluh dari 58 pasien mengalami terminasi karena

    indikasi ibu dan janin setelah 48 jam dirawat inap. Pasien dengan

    kelompok penanganan aktif diterminasi kehamilannya setelah 72

    jam, sedangkan pasien pada kelompok ekspektatif melahirkan

    pada usia kehamilan rata-rata 34 minggu. Odendaal dkk juga

    menemukan penurunan komplikasi perinatal pada kelompok

    dengan penanganan ekspektatif. Penelitian lain yang dilakukan

    Witlin dkk melaporkan peningkatan angka pertumbuhan janin

    terhambat yang sejalan dengan peningkatan usia kehamilan

    selama penanganan secara ekspektatif.

    c. Penderita belum inpartu

    1. Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop 8. Dalam

    melakukan induksi persalinan, bila perlu dapat dilakukan

    pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan

    harus sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Bila tidak,

    induksi persalinan dianggap gagal dan harus disusul dengan

    pembedahan seksio sesaria.

    2. Pembedahan seksio sesaria dapat dilakukan jika tidak ada

    indikasi untuk persalinan pervaginam atau bila induksi

  • 25

    persalinan gagal, terjadi maternal distress, fetal distress, atau

    umur kehamilan < 33 minggu.

    d. Bila penderita sudah inpartu

    Beberapa prinsip yang harus diperhatikan, antara lain:

    1. Perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman

    2. Memperpendek kala II

    3. Pembedahan seksio sesaria dilakukan bila terdapat maternal

    distress dan fetal distress.

    4. Primigravida direkomendasikan pembedahan seksio sesaria.

    5. Anastesi: regional anastesia, epidural anastesia. Tidak

    dianjurkan anastesia umum..

    Penanganan sesuai kondisi adalah sebagai berikut:

    1. Kala I

    a. Fase aktif: 6 jam tidak masuk fase aktif dilakukan SC.

    b. Fase laten: Amniotomi saja, 6 jam kemudian pembukaan

    belum lengkap lakukan SC (bila perlu drip oksitosin).

    2. Kala II. Pada persalinan pervaginam, dilakukan partus buatan

    VE/FE.

    Pada dasarnya pada pengelolaan preeklampsia berat, kita sedapat

    mungkin harus berusaha mempertahankan kehamilan sampai aterm. Pada

    kehamilan aterm persalinan pervaginam adalah yang terbaik bila

    dibandingkan dengan seksio sesarea. Jika perjalanan penyakitnya

    memburuk dan dijumpai tanda-tanda impending eklampsia, kehamilan

    harus segera diakhiri tanpa memandang umur kehamilan. Di samping itu

    pemeriksaan terhadap kesejahteraan janin harus dilakukan secara ketat.

    Biometri janin harus dievaluasi 2 kali seminggu, bila keadaan janin

    memburuk terminasi kehamilan harus segera dilakukan, tergantung dari

    keadaan janinnya apakah persalinan dapat dilakukan pervaginam atau

    perabdominal. Pada kehamilan preterm 34 minggu yang akan dilakukan

    terminasi pemberian kortikosteroid seperti deksametason atau betametason

    untuk pematangan paru harus dilakukan.1-3

  • 26

    Gambar 3. Tatalaksana Preeklampsia Berat dan Ringan

    Pada penderita preeklampsia berat obat-obat yang dapat diberi

    untuk memperbaiki keadaan ibu dan janinnya adalah:

    1. Magnesium sulfat (MgSO4)

    a. Tujuan utama pemberian magnesium sulfat adalah untuk mencegah

    dan mengurangi terjadinya kejang. Di samping itu juga untuk

    mengurangi komplikasi yang terjadi pada ibu dan janin.

    b. Cara kerja magnesium sulfat sampai saat ini tidak seluruhnya

    diketahui, diduga ia bekerja sebagai N-methyl D Aspartate

    (NDMA) reseptor inhibitor, untuk menghambat masuknya kalsium

    ke dalam neuron pada sambungan neuro muskuler (neuro muscular

    junction) ataupun pada susunan saraf pusat. Dengan menurunnya

    kalsium yang masuk maka penghantaran impuls akan menurun dan

    kontraksi otot yang berupa kejang dapat dicegah.

    c. Larutan MgSO4 40% sebanyak 10 ml (4 gram) disuntikkan

    intramuskular masing-masing bokong kiri dan kanan sebagai dosis

    permulaan, dan dapat diulang 4 gram tiap 6 jam menurut keadaan.

  • 27

    Ini diberikan sampai 24 jam pascapersalinan atau hentikan bila 6

    jam pascapersalinan ada perbaikan nyata ataupun tampak tanda-

    tanda intoksikasi.

    d. Syarat pemberian MgSO4 adalah refleks patella kuat, frekuensi

    pernapasan > 16 kali per menit, dan diuresis > 100 cc dalam 4 jam

    sebelumnya (0,5 ml/kgBB/jam), dan tersedia antidotum MgSO4

    yaitu kalsium glukonas 10% 10 ml yang dapat segera diberikan

    secara intravena dalam 3 menit.

    2. Antihipertensi

    Penggunaan obat hipotensif pada pre-eklampsia berat diperlukan

    karena dengan menurunkan tekanan darah kemungkinan kejang dan

    apopleksia serebri menjadi lebih kecil. Diberikan bila tekanan darah

    mencapai 180/110 mmHg. Jenis obat yang biasa diberikan adalah

    nifedipine 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum

    120 mg dalam 24 jam atau satu-satunya antihipertensi yang tersedia

    dalam bentuk suntikan. 1 ampul mengandung 0,15 mg/ml, caranya: 1

    ampul klonidin diencerkan dalam 10 ml larutan garam faal atau

    aquadest. Disuntikkan mula-mula 5 ml i.v pelan-pelan selama 5 menit;

    setelah 5 menit tekanan darah diukur, bila belum turun, diberikan lagi

    sisanya. Klonidin dapat diberikan tiap 4 jam sampai tekanan darah

    mencapai normal.

    3. Kortikosteroid

    Berikan deksametason 2 x 6 mg selama 2 hari atau betametason 2 x

    12 mg untuk pematangan paru pada umur kehamilan 32-34 minggu.

    4. Diuretikum

    Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin, karena dapat

    memperberat penurunan perfusi plasenta, memperberat hipovolemia,

    dan meningkatkan hemokonsentrasi. Diuretikum hanya diberikan

    hanya atas indikasi: edema paru, payah jantung kongestif, dan edema

    anasarka.

    5. Konsul ke bagian ilmu kesehatan mata dan ilmu penyakit dalam.

  • 28

    Pencegahan perlu dilakukan dalam bentuk upaya mencegah

    terjadinya preeklampsia pada wanita hamil yang mempunyai risiko

    terjadinya preeklampsia. Pencegahan dapat dilakukan dengan:

    1. Non medikal

    a. Restriksi garam: tidak terbukti dapat mencegah terjadinya

    preeklampsia.

    b. Suplementasi diet yang mengandung:

    i. Minyak ikan yang kaya dengan asam lemak tidak jenuh,

    misalnya omega-3 PUFA

    ii. Antioksidan: vitamin C, vitamin E, -carotene, CoQ10, N-

    Acetylcysteine, asam lipoik

    c. Elemen logam berat: zinc, magnesium, kalsium.

    d. Tirah baring tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia

    dan mencegah persalinan preterm. Di Indonesia tirah baring

    masih diperlukan pada mereka yang mempunyai risiko tinggi

    terjadinya preeklampsia.

    2. Medikal

    a. Diuretik: tidak terbukti mencegah preeklampsia bahkan

    memperberat hipovolemia.

    b. Antihipertensi tidak terbukti mencegah terjadinya

    preeklampsia

    c. Kalsium 1500-2000 mg/hari dapat dipakai sebagai suplemen

    pada risiko tinggi terjadinya preeklamsia meskipun belum

    terbukti bermanfaat untuk mencegah preeklampsia.

    d. Zinc 200 mg/hari

    e. Magnesium 365 mg/hari

    f. Obat anti trombotik:

    i. Aspirin dosis rendah: rata-rata di bawah 100 mg/hari tidak

    terbukti mencegah preeklampsia.

    ii. Dipyridamole.

  • 29

    3.1.7 Prognosis

    Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala

    perbaikan akan tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Segera setelah

    persalinan berakhir, perubahan patofisiologik akan segera mengalami perbaikan.

    Diuresis terjadi dalam 12 jam kemudian setelah persalinan. Keadaan ini

    merupakan prognosis yang baik karena hal ini merupakan gejala pertama

    penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam beberapa jam kemudian.

    3.1.8 Komplikasi

    Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Komplikasi yang

    biasa terjadi pada pre-eklampsia berat antara lain:

    Pada ibu:

    1. Solutio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang

    menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia.

    2. Hemolisis. Penderita dengan pre-eklampsia berat kadang-kadang

    menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal dengan ikterus.

    3. Perdarahan otak, hipertensi ensefalopati, edema serebri

    4. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang

    berlangsung sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang

    terjadi pada retina dan edema retina bahkan makular atau retina

    detachment, hal ini merupakan tanda terjadinya apopleksia serebri.

    5. Edema paru-paru, depresi pernapasan, iskemia miokardium. Hal ini

    disebabkan karena payah jantung.

    6. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis, peningkatan enzim-enzim hepar,

    dan trombositopenia

    7. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu

    pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan

    struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai

    gagal ginjal.

    8. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)

  • 30

    Pada janin:

    1. Prematuritas

    2. Pertumbuhan janin terhambat

    3. Sindrom distres napas

    4. Necrotizing Enterocolitis

    5. Sepsis

    6. Cerebral Palsy

    7. Kematian janin intrauterin

  • 31

    BAB III

    PERMASALAHAN

    3.1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?

    3.2. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat?

    3.3. Bagaimana prognosis penderita pada kasus ini?

  • 32

    BAB IV

    ANALISIS KASUS

    4.1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?

    Pada tanggal 10 April 2015, Ny. S berusia 31 tahun, berobat ke klinik

    kebidanan ke RSUD dr. H. M. Rabain Muara Enim karena keluhan hamil kurang

    bulan dengan darah tinggi. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala yang dirasakan

    seperti ditekan di bagian belakang kepala.

    Berdasarkan anamnesis, didapatkan sejak 1 hari SMRS, penderita

    mengeluh sakit kepala ketika mengajar, yang terasa seperti ditekan pada bagian

    belakang kepala. Keluhan perut mulas yang menjalar ke pinggang (-), keluar

    darah dan lendir (-), keluar air-air (-). Keluhan pandangan mata kabur (-), sesak

    napas (-), mual dan muntah (-), nyeri ulu hati (+). Riwayat darah tinggi pada

    kehamilan sebelumnya (-). Riwayat darah tinggi sebelum hamil (+), yaitu sejak

    4 tahun lalu, setelah 3 bulan melahirkan anak pertama. Darah tinggi penderita

    terkontrol dengan obat anti hipertensi (penderita lupa nama obatnya). Penderita

    mengaku HPHT adalah 17 Oktober 2014 dan gerakan bayi masih dirasakan.

    Berdasarkan HPHT, taksiran tanggal persalinan adalah 24 Juli 2015, dengan usia

    kehamilan 25 minggu.

    Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 180/120 mmHg.

    Berdasarkan tekanan darah tersebut, kemungkinan diagnosis yang dapat

    diperkirakan pada kasus ini adalah preeklampsia, hipertensi gestasional, atau

    hipertensi kronik dalam kehamilan. Untuk membedakannya, dilakukan

    pemeriksaan urinalisa, dan didapatkan hasil (+) Positif Satu, sehingga hipertensi

    gestasional dan hipertensi kronik dalam kehamilan dapat disingkirkan, kemudian

    diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan.

    Pada pemeriksaan obstetrik, didapatkan tinggi fundus uteri 2 jari di atas

    pusat (17 cm), oblik, punggung kanan, belum masuk pintu atas panggul, his (-),

    DJJ 148 x/menit, TBJ 620 gram. Dari penunjang USG juga didapatkan tampak

    janin tunggal hidup intrauterine, biometri menunjukkan BPD 50,02 mm (sesuai

  • 33

    dengan usia kehamilan 26 minggu) dan FL 42,02 mm (sesuai dengan usia

    kehamilan 23 minggu). Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

    penunjang yang telah dilakukan dapat ditegakkan diagnosa pasien ini adalah

    G2P1A0 hamil preterm dengan PEB janin tunggal hidup intrauterine.

    Berdasarkan analisa di atas, dapat disimpulkan bahwa diagnosis pada

    kasus ini telah tepat.

    4.2. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat?

    Sesuai dengan prinsip terapi dari preeklampsia berat, yaitu melahirkan

    bayi yang cukup bulan dan dapat hidup di luar, di samping itu mencegah

    komplikasi yang mungkin dapat terjadi pada ibu dan mencegah terjadinya

    kejang/eklampsia yang akan memperburuk keadaan ibu. Pada penderita,

    didapatkan keadaan kehamilan 25 minggu, keadaan janin yang baik, dan diduga

    tidak ada impending eklampsia, maka dilakukan perawatan konservatif, yaitu

    pemberian MgSO4 dan anti-hipertensi.

    Untuk mencegah terjadinya kejang diberikan Injeksi MgSO4 8 gr 40% IM

    perlahan-lahan pada bokong kanan dan bokong kiri, dilanjutkan dengan MgSO4

    40% 4 gr IM setiap 6 jam dalam 24 jam pertama. Pemberian MgSO4 harus

    memenuhi beberapa syarat, antara lain tersedianya kalsium glukonas, respiration

    rate > 16 x per menit, refleks patella normal, dan urine output > 100 cc/jam. Cara

    kerja MgSO4 adalah menghambat masuknya kalsium ke dalam neuron pada neuro

    muscular junction, sehingga kejang dapat dicegah. Pemberian nifedipine 10 mg

    per oral setiap 6 jam, suatu anti-hipertensi dari golongan Calcium Channel

    Blocker, diberikan atas indikasi tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diastolik

    > 110 mmHg hingga tekanan darah diastolik 90-100 mmHg. Pemberian

    kortikosteroid untuk pematangan paru janin tidak diberikan dengan pertimbangan

    usia kehamilan < 28 minggu. Perawatan konservatif dikatakan gagal jika setelah 6

    jam pengobatan medisinal terjadi peningkatan terjadi peningkatan tekanan darah,

    atau dalam 24 jam tidak terjadi perubahan. Terminasi kehamilan pada penderita

    diindikasikan jika selain terapi konservatif yang gagal juga didapatkan impending

  • 34

    eklampsia, tanda gawat janin, pertumbuhan janin terhambat, dan adanya sindoma

    HELLP.

    Pada penderita perawatan konservatif dikatakan berhasil sebab dalam 24

    jam tekanan darah pasien menurun dari 180/120 dengan indeks gestosis 5 menjadi

    170/100 dengan indeks gestosis 3. Pemberian anti hipertensi (nifedipine) masih

    dilanjutkan sebab pada hari perawatan terakhir, tekanan darah penderita masih

    berada pada 140/90 mmHg. Penderita kemudian diperbolehkan pulang dengan

    anjuran untuk kontrol ke klinik kebidanan seminggu kemudian. Berdasarkan

    Dapat disimpulkan bahwa terapi yang diberikan pada kasus ini telah tepat.

    4.3. Bagaimana prognosis penderita pada kasus ini?

    Prognosis pada penderita dapat dinilai berdasarkan indeks gestosis dan

    kriteria Eden. Indeks gestosis dapat dinilai dengan kriteria sebagai berikut:

    NILAI 0 1 2 3

    Edema sesudah istirahat Tidak ada Pretibial Umum -

    Proteinuria (Esbach) < 0,5 gr 0,5 2 gr 2 5 gr > 5 gr

    Tekanan darah sistolik < 140 140 160 160 180 > 180

    Tekanan darah diastolik < 90 90 100 100 110 > 110

    Sementara krikteria Eden untuk menilai prognosis adalah sebagai berikut:

    1. Koma yang lama (6 jam atau lebih)

    2. Nadi > 120 kali/menit

    3. Suhu > 103oF atau > 39oC

    4. Tekanan darah sistolik > 200 mmHg

    5. Kejang > 10 kali

    6. Proteinuria > 10 gram

    7. Edema menghilang

    dengan kiteria tambahan adalah sebagai berikut:

    8. Kegagalan sistem kardiovaskular, seperti edema paru, sianosis, rendah

    atau menurunnya tekanan darah dan tekanan nadi

  • 35

    9. Ketidakseimbangan elektrolit

    10. Kegagalan pengobatan, yang ditandai dengan kejang yang tidak teratasi,

    urine < 30 ml/jam atau 750 ml/24 jam, serta nilai hematokrit yang naik

    menetap lebih dari 10%.

    Jika didapatkan indeks gestosis 6 atau terdapat salah satu dari kriteria

    Eden, maka dapat dikatakan progrosis ibu buruk. Pada kasus didapatkan indeks

    gestosis yang menurun dari 5 menjadi 1, dan tidak ada satu pun kriteria Eden yang

    ditemukan, sehingga prognosis ibu baik. Selama perawatan, didapatkan keadaan

    janin yang baik dengan pemantauan DJJ yang normal selama penderita dirawat,

    sehingga prognosis janin pun baik.

  • 36

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC,

    Wenstrom KD. (2007). Williams Obstetrics. 22nd Edition. McGraw-Hill

    Companies.

    2. Bottomley C & Rymer J. (2008). 100 Cases in Obstetrics and Gynaecology.

    London: Hodder Arnold.

    3. Hasibuan I. (2009). Hubungan antara Preeklampsia dengan Berat Bayi Lahir

    Rendah di RSUP H. Adam Malik Medan pada Tahun 2009. Medan: Bagian

    Obstetri dan Ginekologi RSUP H. Adam Malik FK USU. Skripsi tidak

    diterbitkan.

    4. Hanifa W, Abdul BS, & Trijatmo R. (2010). Ilmu Kandungan. Jakarta:

    Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

    5. Manuaba IGB. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.