case peb agd

Upload: agung-darmawan

Post on 16-Jul-2015

191 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Laporan Kasus

PREEKLAMPSIA

Oleh dr. Agung Darmawan

Pembimbing dr. H. M. Iqbal Hamas, Sp.OG Pendamping dr. Melieke dr. Vivin dr. Hendra

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH M. RABBAIN MUARAENIM 2012 i

HALAMAN PENGESAHAN Laporan Kasus berjudul

PREEKLAMPSIAdisusun oleh: dr. Agung Darmawan telah dinilai sudah memenuhi persyaratan yang ditentukan

Muara Enim, 28 Februari 2012 Pendamping,

Dr. Melieke

dr. Vivin Joseph

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. H. M. Iqbal Hamas, Sp.OG selaku pembimbing serta teman sejawat lainnya yang telah membantu terselesaikannya laporan kasus ini tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan dan penyempurnaan laporan berikutnya. Semoga laporan kasus ini bermanfaat.

Muara Enim, Februari 2012

Penulis

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................... ..................................................................................................................................ii KATA PENGANTAR............................................................................................... ................................................................................................................................iii DAFTAR ISI.............................................................................................................. .................................................................................................................................iv BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 3 BAB III LAPORAN KASUS .................................................................................... 13 BAB IV ANALISIS KASUS..................................................................................... 20 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 21

iv

BAB I PENDAHULUAN Di dunia ini setiap menit seorang perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan kehamilan dan persalinan. Dengan kata lain, 1.400 perempuan meninggal setiap hari atau lebih dari 500.000 perempuan meninggal setiap tahun karena kehamilan dan persalinan. Di Indonesia, 2 orang ibu meninggal setiap jam karena kehamilan, persalinan dan nifas. Begitu juga dengan kematian anak, di Indonesia setiap 20 menit anak usia di bawah 5 tahun meninggal. Dengan kata lain 30.000 anak balita meninggal setiap hari dan 10,6 juta anak balita meninggal setiap tahun. Sekitar 99 % dari kematian ibu dan balita terjadi di Negara miskin, terutama di Afrika dan Asia Selatan. Di Indonesia angka kematian anak balita menurun 15 % dalam 15 tahun, dari 79 kematian per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1988 menjadi 46 per 1.000 kelahiran hidup pada kurun waktu 1998-2002 (Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2002/2003). Sebagai perbandingan, angka kematian bayi di negara maju seperti di Inggris saat ini sekitar 5 per 1.000 kelahiran hidup. Sebagian besar kematian perempuan disebabkan komplikasi karena kehamilan dan persalinan, termasuk perdarahan, infeksi, aborsi tidak aman, tekanan darah tinggi dan persalinan lama.1 Preeklampsia-eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang masih merupakan penyebab utama kematian ibu dan penyebab kematian perinatal tertinggi di Indonesia. Wahdi,dkk (2000) mendapatkan angka kematian ibu akibat preeklampsia/ eklampsia di RSUP Dr. Kariadi Semarang selama tahun 1996-1998 sebanyak 10 kasus (48%). Data ini sebanding dengan dokumen WHO (18 September 1989) yang menyatakan bahwa penyebab langsung kematian terbanyak adalah preeklampsia/eklampsia, perdarahan, infeksi dan penyebab tak langsung adalah anemia, penyakit jantung. Diagnosis dini preeklampsia yang merupakan pendahuluan eklampsia serta penatalaksanaannya harus diperhatikan dengan seksama. Disamping itu, pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin untuk mencari tanda preeklampsia yaitu hipertensi dan proteinuria sangat penting 1

dalam usaha pencegahan, disamping pengendalian faktor-faktor predisposisi lain (Sudinaya, 2003).1,2 Insiden preeklampsia sangat dipengaruhi oleh paritas, berkaitan dengan ras dan etnis. Disamping itu juga dipengaruhi oleh predisposisi genetik dan juga faktor lingkungan. Sebagai contoh, dilaporkan bahwa tempat yang tinggi di Colorado meningkatkan insiden preeklampsia. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa wanita dengan sosio ekonominya lebih maju jarang terkena preeklampsia (Cunningham, 2003). Preeklampsia lebih sering terjadi pada primigravida dibandingkan multigravida. Faktor risiko lain yang menjadi predisposisi terjadinya preeklampsia meliputi hipertensi kronik, kelainan faktor pembekuan, diabetes, penyakit ginjal, penyakit autoimun seperti Lupus, usia ibu yang terlalu muda atau yang terlalu tua dan riwayat preeklampsia dalam keluarga.2

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Telah diketahui bahwa tiga penyebab utama kematian ibu dalam bidang obstetri adalah: pendarahan 45%, infeksi 15%, dan hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia) 13%. Sisanya terbagi atas penyebab partus macet, abortus yang tidak aman, dan penyebab tidak langsung lainnya (SKRT, 1995). Pre-eklampsia merupakan kumpulan gejala yang sering terjadi pada periode kehamilan. Penyakit ini ditandai dengan adanya hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Dalam proses perkembangannya kehamilan dapat disertai hipertensi. Hipertensi yang terjadi dalam kehamilan bisa tanpa gejala-gejala klinis lainnya atau dengan gejala klinis yang dapat mengancam nyawa ibu hamil. Menurut Report on The National High Blood Pressure Education ProgramWorking Group on High Blood Pressure in Pregnancy (AJOG Vol 183, 5. July 2000), hipertensi dalam kehamilan diklasifikasi sebagai berikut:2 1. Hipertensi Gestasional Pada kehamilan dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg, tanpa disertai proteinuria dan biasanya tekanan darah akan kembali normal sebelum 12 minggu pasca-persalinan. 2. Preeklampsia Apabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu disertai dengan proteinuria 300 mg/24 jam atau pemeriksaan dengan dipstick 1 +. 3. Eklampsia Ditemukan kejang-kejang pada penderita preeklampsia, dapat disertai koma. 4. Hipertensi Kronik

3

Dari sebelum hamil, atau sebelum kehamilan 20 minggu, ditemukan tekanan darah 140/90 mmHg dan tidak menghilang setelah 12 minggu pascapersalinan. 5. Hipertensi Kronis dengan Super Imposed Preeklampsia Pada wanita hamil dengan hipertensi kronis, muncul proteinuria 300 mg/24 jam setelah kehamilan 20 minggu, dapat disertai gejala dan tanda preeklampsia lainnya. Hipertensi pada pasien dengan pre-eklampsia biasanya timbul lebih dulu daripada tanda-tanda lain. Untuk menegakkan diagnosis pre-eklampsia, kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau lebih di atas tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Sedangkan tekanan diastolik naik 15 mmHg atau lebih, atau mencapai 90 mmHg atau lebih. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat. Edema adalah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Edema pretibial yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti untuk penentuan diagnosis pre-eklampsi. Kenaikan berat badan kg setiap minggu dalam kehamilan masih dapat dianggap normal, tetapi bila kenaikan mencapai 1 kg seminggu beberapa kali menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya preeklampsia. Protein urin 24 jam merupakan standar emas untuk pengukuran proteinuria pada hipertensi kehamilan. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urine melebihi 0,3 g/liter/ 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1 atau 2+ atau 1 g/liter atau lebih dalam urine yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya proteinuria timbul lebih lambat daripada hipertensi dan kenaikan berat badan, karena itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius. Sampai sekarang penyebab preeklampsia dan eklampsia masih menjadi tanda tanya, penyakit ini masih disebut disease of theory (Chesley, 1978), beberapa faktor risiko pada penyakit ini antara lain adalah:

4

Nullipara, terutama usia 20 tahun, dan kehamilan yang langsung terjadi setelah perkawinan (Robillard P. Y., 1994). Riwayat pernah menderita preeklampsia dan eklampsia pada kehamilan terdahulu. Adanya riwayat penderita preeklampsia dan eklampsia dalam keluarga. Kehamilan ganda, diabetes mellitus, hydrops foetalis, mola hidatidosa, dan anti phospolipid antibodies, infeksi saluran kemih. Riwayat penderita hipertensi dan penyakit ginjal. Multipara dengan umur lebih dari 35 tahun.

PATOGENESIS PRE-EKLAMPSIA Pada saat ini ada 4 hipotesa yang mendasari patogenesa dari preeklampsia (Dekker G. A., Sibai B. M., 1998) sebagai berikut:2 1. Iskemia Plasenta Peningkatan deportasi sel tropoblast yang akan menyebabkan kegagalan invasi ke arteri sperialis dan akan menyebabkan iskemi pada plasenta. 2. Mal Adaptasi Imun Terjadinya mal adaptasi imun dapat menyebabkan dangkalnya invasi sel tropoblast pada arteri spiralis. Dan terjadinya disfungsi endothel dipicu oleh pembentukan sitokin, enzim proteolitik, dan radikal bebas. 3. Genetic Inprenting Terjadinya preeklampsia dan eklampsia mungkin didasarkan pada gen resesif tunggal atau gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Penetrasi mungkin tergantung pada genotip janin. 4. Perbandingan Very Low Density Lipoprotein (VLDL) dan Toxicity Sebagai kompensasi untuk peningkatan energi selama kehamilan, asam lemak non-esterifikasi akan dimobilisasi. Pada wanita hamil dengan kadar albumin yang rendah, pengangkatan kelebihan asam lemak non-esterifikasi dari jaringan lemak ke dalam hepar akan menurunkan aktivitas antitoksik albumin sampai pada titik di mana VLDL terekspresikan. Jika kadar VLDL melebihi TxPA maka efek toksik dari VLDL akan muncul. Preventing Activity (TxPA)

5

6

7

Dalam perjalanannya keempat faktor di atas tidak berdiri sendiri, tetapi kadang saling berkaitan dengan titik temunya pada invasi tropoblast dan terjadinya iskemia plasenta. Menurut Jaffe dkk. (1995) pada preeklampsia ada dua tahap perubahan yang mendasari patogenesanya. Tahap pertama adalah: hipoksia plasenta yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dalam arteri spiralis. Hal ini terjadi karena kegagalan invasi sel tropoblast pada dinding arteri spiralis pada awal kehamilan dan awal trimester kedua kehamilan sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar dengan sempurna dengan akibat penurunan aliran darah dalam ruangan intervilus diplasenta sehingga terjadilah hipoksia plasenta. Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat toksis seperti sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase dalam sirkulasi darah ibu, dan akan menyebabkan terjadinya oxidatif stress yaitu suatu keadaan di mana radikal bebas jumlahnya lebih dominan dibandingkan antioksidan (Robert J. M., 2004). Oxidatif stress pada tahap berikutnya bersama dengan zat toksis yang beredar dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sel endothel pembuluh darah yang disebut disfungsi endothel yang dapat terjadi pada seluruh permukaan endothel pembuluh darah pada organ-organ penderita preeklampsia. Pada disfungsi endothel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat yang bertindak sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat oksida, dibandingkan dengan vasokonstriktor seperti endothelium I, tromboxan, dan angiotensin II sehingga akan terjadi vasokonstriksi yang luas dan terjadilah hipertensi. Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan mengaktifkan sistem koagulasi, sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan thrombus. Secara keseluruhan setelah terjadi disfungsi endothel di dalam tubuh penderita preeklampsia jika prosesnya berlanjut dapat terjadi disfungsi dan kegagalan organ seperti: Pada ginjal: hiperuricemia, proteinuria, dan gagal ginjal. Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi. Perubahan permeabilitas pembuluh darah ditandai dengan oedema paru dan oedema menyeluruh.

8

Pada darah dapat terjadi trombositopenia dan coagulopathi. Pada hepar dapat terjadi pendarahan dan gangguan fungsi hati. Pada susunan syaraf pusat dan mata dapat menyebabkan kejang, kebutaan, pelepasan retina, dan pendarahan. Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, hipoksia janin, dan solusio plasenta.

PEMBAGIAN PRE-EKLAMPSIA Pre-eklampsia dibagi sebagai berikut:2,3 1. Disebut preeklampsia ringan jika ditemukan: - Tekanan darah 140/90 mmHg, tetapi kurang dari 160/110 mmHg - Proteinuria 300 mg/24 jam, atau pemeriksaan dipstick 1 + c 2. Ditegakkan diagnosa preeklampsia berat jika ditemukan tanda dan gejala sebagai berikut (Sibai B. M., 2003): - Tekanan darah pasien dalam keadaan istirahat: sistolik 160 mmHg dan diastolik 110 mmHg - Proteinuria 5 gr/24 jam atau dipstick 2 + - Oligourie < 500 ml/24 jam - Serum kreatinin meningkat - Oedema paru atau cyanosis 3. Dan disebut impending eklampsia apabila pada penderita ditemukan keluhan seperti (Lipstein, 2003): - Nyeri epigastrium - Nyeri kepala frontal, scotoma, dan pandangan kabur (gangguan susunan syaraf pusat) - Gangguan fungsi hepar dengan meningkatnya alanine atau aspartate amino transferase - Tanda-tanda hemolisis dan micro angiopatik - Trombositopenia < 100.000/mm3 - Munculnya komplikasi sindroma HELLP 4. Dan disebut eklampsia jika pada penderita preeklampsia berat dijumpai kejang klonik dan tonik dapat disertai adanya koma.

9

DIAGNOSIS Pada umumnya diagnosis pre-eklampsi didasarkan atas adanya 2 dari trias utama: hipertensi, oedema, dan proteinuria. Diagnosis diferensial pre-eklampsia dengan penyakit hipertensi menahun atau penyakit ginjal tidak jarang menimbulkan kesukaran. Tabel 1. Uji diagnostik pre-eklampsia3 1. Uji diagnostik dasar Pengukuran tekanan darah Analisis protein dalam urine Pemeriksaan oedema Pengukuran tinggi fundus uteri Pemeriksaan funduskopik 2. Uji laboratorium dasar Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi eritrosit pada sediaan apus darah) Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, protein serum, aspartat aminotransferase, dan sebagainya) Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) 3. Uji untuk meramalkan hipertensi Roll-over test Pemberian infus angiotensin II

PENGELOLAAN

10

Penanganan penderita preeklampsia dan eklampsia yang definitif adalah segera melahirkan bayi dan seluruh hasil konsepsi, tetapi dalam penatalaksanaannya kita harus mempertimbangkan keadaan ibu dan janinnya, antara lain umur kehamilan, proses perjalanan penyakit, dan seberapa jauh keterlibatan organ (Sibai B. M., 2005). Tujuan penatalaksanaan preeklampsia dan eklampsia adalah: - Melahirkan bayi yang cukup bulan dan dapat hidup di luar, di samping itu mencegah komplikasi yang dapat terjadi pada ibu. - Mencegah terjadinya kejang/eklampsia yang akan memperburuk keadaan ibu hamil. Pada dasarnya pada pengelolaan preeklampsia berat, kita sedapat mungkin harus berusaha mempertahankan kehamilan sampai aterm. Pada kehamilan aterm persalinan pervaginam adalah yang terbaik bila dibandingkan dengan seksio sesarea. Jika perjalanan penyakitnya memburuk dan dijumpai tanda-tanda impending eklampsia, kehamilan harus segera diakhiri tanpa memandang umur kehamilan. Di samping itu pemeriksaan terhadap kesejahteraan janin harus dilakukan secara ketat. Biometri janin, biophisical profile janin harus dievaluasi 2 x seminggu, bila keadaan janin memburuk terminasi kehamilan harus segera dilakukan, tergantung dari keadaan janinnya apakah persalinan dapat dilakukan pervaginam atau perabdominal. Pada kehamilan preterm 34 minggu yang akan dilakukan terminasi pemberian kortikosteroid seperti dexamethasone atau betamethasone untuk pematangan paru harus dilakukan. Pada penderita preeklampsia berat obat-obat yang dapat diberi untuk memperbaiki keadaan ibu dan janinnya adalah: 1. Magnesium sulfat 2. Anti hipertensi 3. Kortikosteroid: dexamethasone atau betamethasone untuk pematangan paru

EKLAMPSIA

11

Penderita preeklampsia berat yang tidak mendapat penanganan yang memadai atau terlambat mendapat pertolongan bisa mendapat serangan kejangkejang yang disebut eklampsia. Eklampsia sering terjadi pada kehamilan nullipara, kehamilan kembar, kehamilan mola, dan hipertensi dengan penyakit ginjal (Ramin K. D., 1999). Lebih kurang 75% penderita eklampsia terjadi antepartum dan 25% sisanya terjadi pasca-melahirkan. Eklampsia biasanya terjadi akibat oedema otak yang luas, yang terjadi akibat peningkatan tekanan darah yang mendadak dan tinggi yang akan menyebabkan kegagalan autoregulasi aliran darah. Sebelum serangan kejang pada eklampsia biasanya didahului oleh kumpulan gejala impending eklampsia yang dapat berupa: nyeri kepala, mata kabur, mual, muntah, dan nyeri epigastrium. Diperhitungkan eklampsia menyebabkan 50.000 kematian maternal di seluruh dunia (Ramin K. D., 1999) dalam satu tahun, di samping itu kematian janin dalam kandungan dan kematian neonatal mencapai angka 34/1000. Pada penanganan penderita eklampsia kita harus bertindak lebih aktif. Stabilisasi keadaan ibu, pembebasan jalan nafas, sirkulasi udara, dan stabilisasi sirkulasi darah harus segera dilakukan, terutama bila dijumpai hipoksemia dan acidemia. Kehamilan harus segera diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin setelah stabilisasi keadaan ibu tercapai. Gambaran klinik penderita eklampsia biasanya lebih berat dan dapat disertai berbagai komplikasi seperti: koma, oedema paru, gagal ginjal, solusio plasenta, gangguan pertumbuhan janin, dan kematian janin. Oleh karena itu penanganan penderita eklampsia harus komprehensif dan melibatkan berbagai disiplin ilmu.

SYNDROMA HELLP

12

Diperkenalkan oleh Luis Weinstein tahun 1982, merupakan satu kumpulan gejala multisistem pada penderita preeklampsia berat yang ditandai dengan adanya: hemolisis, peningkatan kadar enzim hati dan penurunan jumlah trombosit. Sindroma HELLP dapat terjadi antara 212% pada penderita preeklampsia berat. Bisa terjadi antepartum pada 69% kasus dan sisanya pada 31% kasus terjadi pasca-persalinan Kriteria diagnosis sindroma HELLP ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium. Disebut sindroma HELLP komplit bila dijumpai SGOT > 70 iu/l, LDH > 600 iu/l, bilirubin > 1,2 mg/dl, trombosit < 100.000/mm3, dan disebut sindroma HELLP parsial jika hanya ditemukan perubahan pada salah satu atau lebih, tetapi tidak semua dari parameter di atas (Audibert, dkk., 1996). Sedangkan Martin (1991), hanya mengelompokkan sindroma HELLP berdasarkan jumlah trombosit, yaitu: kelas I jika jumlah trombosit 50.000/mm3 kelas II jika jumlah trombosit > 50.000/mm3 - 100.000/mm3 kelas III jika jumlah trombosit > 100.000/mm3 - 150.000/mm3 Pada umumnya penanganan penderita sindroma HELLP lebih sulit bila dibandingkan dengan penanganan penderita preeklampsia berat, karena pada penderita sindroma HELLP umumnya telah terjadi multiorgan disfungsi. Prioritas utama penanganannya adalah stabilisasi kondisi ibu terutama terhadap tekanan darah, keseimbangan cairan, dan gangguan pembekuan darah. Kontrol terhadap tekanan darah yang tinggi perlu segera dilakukan terutama bila dijumpai tandatanda iritabilitas syaraf pusat dan kegagalan ginjal. Seperti penanganan preeklampsia, pemberian magnesium sulfat masih merupakan pilihan utama. Transfusi darah dan pemberian trombosit harus diperhitungkan untuk memberantas anemia, atau jika ditemui kadar trombosit 50.000/mm3. Pemberian kortikosteroid dapat dipertimbangkan terutama untuk pematangan paru, meningkatkan kadar trombosit dan memperbaiki fungsi hepar. Terminasi kehamilan harus segera dilakukan, tanpa memandang usia kehamilan terutama setelah stabilitas keadaan ibu tercapai. BAB III

13

LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI Nama Umur Alamat Agama Status Pekerjaan MRS : Ny. T : 36 tahun : Jl. Kopel Tangsi Muara Enim. : Islam : Menikah : Ibu rumah tangga : 21 februari 2012

II. ANAMNESIS (Autoanamnesis, 21 februari 2012) Riwayat Obstetri: G3P2A0No. Tempat bersalin Klinik bersalin Klinik bersalin Hamil ini Tahun kehmilan Jenis Persalinan spontan Spontan Keadaan Anak Lahir Kelamin Laki-laki Laki-laki Berat 3000 g 3000 g Keadaan Sehat Sehat

1. 2. 3

1998 1999

Aterm Aterm

Riwayat Kehamilan Lalu Preeklampsi-eklampsia/hiperemesis : Perdarahan post partum Penyakit-penyakit lain : (-) (-) sebelumnya (-)

:DM (-), jantung (-), riwayat operasi

Riwayat Kehamilan Sekarang

14

Haid Lamanya Banyaknya HPHT Nafsu makan Miksi Defekasi Periksa hamil Riwayat Persalinan (-) Keluhan Utama

: teratur, siklus 28 hari : 5 hari : 2 kali ganti pembalut dalam sehari : os lupa : baik : normal : normal : kontrol kehamilan ke Bidan

Tanggal Taksiran Persalinan : -

Gerakan anak mulai dirasakan : 5 bulan yang lalu

: Ingin melahirkan dengan darah tinggi

Riwayat Perjalanan Penyakit : + 1 hari yang lalu os berobat ke bidan, dan didapatkan tekanan darah 190/130 mmHg lalu os disarankan ke rumah sakit.. R/ perut mules yang menjalar ke pinggang (+), R/ keluar darah lendir (-), R/ keluar air-air (-), R/ darah tinggi pada saat hamil (-) . R/ darah tinggi sebelum hamil (-), R/ darah tinggi pada saat hamil ini (+), R/ pandangan mata kabur (-), R/ sakit kepala hebat (-), R/ mual muntah (-), R/ nyeri ulu hati (-), R/ kejang (-). Os mengaku hamil cukup bulan dan gerakan anak masih dirasakan.

15

III. PEMERIKSAAN FISIK A. Status Present Keadaan Umum Kesadaran Berat Badan Tinggi Badan Tipe badan Anemia/Ikterus Gizi Payudara Jantung Paru Tekanan Darah Nadi Pernafasan Suhu Hati/limfa Edema Varises Refleks Hb Urin : Sedang : Compos mentis : 69 kg : 160 cm : Atletikus : -/: Sedang : Hiperpigmentasi (+/+) : Murmur (-), gallop (-) : Vesikuler (+) Normal, wheezing (-), Ronkhi (-) : 230/140 mmHg : 92 x/menit : 24 x/menit : 36,1o C : Sulit dinilai :(+/+) : (-/-) : fisiologis (+), patologis (-) : 11,9 g% (21 februari 2012) : Protein (++) Positif dua B. Status Obstetri Pemeriksaan Luar : (21 februari 2012, pkl. 22.00 wib) Fundus uteri 3 jari bawah proc. Xypoideus (31 cm) Detak jantung janin Letak janin Terbawah Penurunan His tiap Taksiran BB : 142x/ menit, teratur) : memanjang,punggung kiri : kepala : 4/5 : -/menit : 3255 gram

16

Pemeriksaan Dalam : (21 februari 2012, pkl. 22.00 wib) Portio : Konsistensi Posisi Pendataran Pembukaan Terbawah Penurunan Penunjuk : lunak : posterior : 0% : 2 cm : kepala : hodge I-II : belum dapat dinilai

Ketuban +/- : (+)

Pemeriksaan panggul Promontorium KD KV Lin innom Sakrum Arkus pubika Kesan panggul Bishops score : tak teraba : > 13 cm : > 11,5 cm : teraba 1/3 - 1/3 : konkaf : > 90 : luas :5 :1 :1 :3 :3 Total = 8 proteinuria TD sistolik TD diastolik

Spina ischiadika : tumpul Dinding samping : lurus

Indeks gestosis : edema

IV. DIAGNOSA G3P2A0 hamil 38-39 minggu dengan PEB belum inpartu, JTH Preskep

17

V. PROGNOSIS Ibu : dubia Janin : dubia

VI.TINDAKAN Stabilisasi 1-3 jam Observasi DJJ , tanda vital ibu, bishops score, tanda inpartu IVFD RL gtt xx/menit Kateter menetap, catat input dan output Inj. Mg2SO4 40% 8 gram boka/boki dilanjutkan inj. Mg2SO4 40% 4 gram boka atau boki tiap 6 jam. Nifedipin 3x10 mg Dopamed 3x125 mg R/ Pematangan Serviks Drip syntosinon dlm RL gtt xx/menit Lab : DR, UR, KD, cross match Konsul PDL dan mata

FOLLOW UPTanggal /jam Kesadaran TD RR HR Temp Obat-obatan - Inj. Mg2SO4 40% 8 gr - RL + drip sinto 1 amp gtt xx/menit - nifedipine 1x1 tab - dopamed 1x1 tab DJJ

21-22012 / 22.00

CM

230/140

22 x/m

88 x/m

36,10C

137 x/m

23.00 24.00 01.00 02.00 03.00

CM CM CM CM CM

180/120 170/90 170/100 180/110 180/100

20 x/m 20 x/m 20 x/m 20 x/m 20 x/m

84 x/m 92 x/m 88 x/m 80 x/m 84 x/m

36,20C 36,20C 36,20C 36,20C 36,20C

- MgSO4

140 x/m 136 x/m 140 x/m 138 x/m 141 x/m

18

40% 4gr boka 04.00 05.00 06.00 CM CM CM 170/100 170/90 160/110 20 x/m 20 x/m 20 x/m 88 x/m 92 x/m 80 x/m 36,20C 36,20C 36,20C - nifedipine 10 mg - Dopamed 125 mg 143 x/m 148 x/m 150 x/m

22 Februari 2012, pukul 07.00 WIB Pukul 07.30 WIB Pukul 07.40 WIB Perdarahan kala I Perdarahan kala II Perdarahan kala III Perdarahan kala IV Therapy Pembukaan lengkap, Ketuban pecah spontan, setiap Bayi lahir spontan dengan BB : 2900 gr, PB : 47 Plasenta lahir spontan dan utuh. : 50 cc : 150 cc : 100 cc : 50 cc kali ada HIS os dipimpin untuk mengedan. cm, JK : laki-laki, Apgar Score : 8/9.

: IVFD RL drip Synto 2 amp , synto 1amp I.M

22 Februari, pukul 08.00 WIB Keluhan : ( - ) Status present : KU TD Nadi RR T : sedang : 160/90 mmHg : 82 x/menit : 20 x/menit : 36,8C Sense : CM

Status obstetrik : Pemeriksaan Luar : Tifut 3 jari bawah pusat, kontraksi uterus baik, lochia (+), perdarahan aktif (-). Diagnosa : P3A0 post partum spontan dengan PEB hari-1. Terapi :

19

IVFD RL gtt xx/menit Kateter menetap, catat input dan output Cek DR, KD dan Protein Urin inj. Mg2SO4 40% 4 gram boka atau boki tiap 6 jam sampai dengan 24 jam post partum Nifedipin 3 x 10 mg Dopamed 2 x 125 mg Amoxicillin 3 x 500 mg Asam mefenamat 3 x 500 mg Pehapral 1 x 1 tablet

BAB IV

20

ANALISIS KASUS Preeklampsia berat adalah timbulnya hipertensi 160/110 mmHg disertai proteinuria dan atau edema pada kehamilan setelah 20 minggu. Pada kasus ini ibu dikatakan mengalami preeklampsia berat karena mengalami hipertensi, yaitu tekanan darahnya sebesar 230/140 mmHg dan disertai proteinuria +2. Ibu mengalami edema pretibial. Dalam kasus ini ibu telah hamil cukup bulan. Hipertensi terjadi sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tahanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat tercukupi. Proteinuria terjadi karena pada preeklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat. Edema terjadi karena terjadi penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial. Pada preeklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi daripada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air dan natrium. Pada preeklampsia terjadi perubahan pada ginjal yang disebabkan oleh aliran darah kedalam ginjal menurun sehingga mengakibatkan filtrasi glomerulus berkurang atau mengalami penurunan. Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus arteriole ginjal menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun yang menyebabkan retensi garam dan juga retensi air. Terapi preeklampsia berat menggunakan Inj. Mg2SO4 40% 8 gram boka/boki dilanjutkan inj. Mg2SO4 40% 4 gram boka atau boki tiap 6 jam dalam kasus ini terbukti efektif dalam mencegah terjadinya kejang pada penderita. Pemberian Nifedipin 3x 10 mg peroral juga efektif pada pasien ini. Setelah bayi lahir keadaan tekanan darah pasien berangsur turun tapi blm masuk dalam keadaan normotensi (tekanan darah normal) sehingga pemberian MgSO4 tetap dilanjutkan sampai dengan 24 jam post partum. Dilakukakan pemeriksaan darah rutin, kimia darah dan protein urin bertujuan untuk memantau kemungkinan terjadinya komplikasi dari preeklampsia berat yaitu HELLP Syndrome. Selain itu juga pemeriksaan darah dapat digunakan sebagai indikator pemulangan pasien. Apabila tekanan darah, Hb dan protein urin sudah kembali normal pasien diperbolehkan pulang. DAFTAR PUSTAKA

21

1. Preeclampsia (Toxemia of Pregnancy) MD.htm www.emedicine.com/med

Article by Matthew Warden,

2. Roeshadi, Haryono. Upaya Menurunkan Angka Kesakitan dan Angka Kematian shadi.pdf 3. Rachimhadhi, Trijatmo. Pre-eklampsia dan Eklampsia. Dalam Ilmu Kebidanan Edisi 2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1999. . Ibu Pada Penderita Preeklampsia dan Eklampsia. http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2006/ppgb_2006_r_haryono_roe

22