case report peb

18
CASE REPORT Kehamilan dengan Pre-eklampsia Berat Disusun oleh : Hardiyanti Kumala Dwiputriani Hermiandina Hanifa Andani Pembimbing : Dr. Iman SF Wirayat, Sp.OG Kepaniteraan Klinik Ilmu Kandungan RSUD SOREANG Periode 1

Upload: clever-imania

Post on 10-Apr-2016

40 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

peb

TRANSCRIPT

Page 1: Case Report PEB

CASE REPORT

Kehamilan dengan Pre-eklampsia Berat

Disusun oleh :

Hardiyanti KumalaDwiputriani Hermiandina

Hanifa Andani

Pembimbing :Dr. Iman SF Wirayat, Sp.OG

Kepaniteraan Klinik Ilmu KandunganRSUD SOREANG

Periode

1

Page 2: Case Report PEB

Identitas Pasien :

Nama : Ny. AAlamat : Cicukang 08/ 16 Mekar RahayuUsia : 17 tahun Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Status pernikahan : Menikah

Keluhan utama : Tekanan darah tinggi

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien G1P0A0 merasa hamil 9 bulan, mengeluh mengalami tekanan darah tinggi sejak hamil ini, saat kontrol di bidan (TD : 200/120), tidak berobat. Riwayat tekanan darah tinggi sebelum dan selama kehamilan disangkal. Riwayat nyeri kepala hebat, pandangan kabur dan nyeri ulu hati disangkal. Mules-mules yang semakin sering dan bertambah kuat disangkal. Keluar cairan banyak dari jalan lahir belum dirasakan ibu. Gerak anak dirasakan ibu.

Riwayat Obstetri :Anak 1 : hamil saat ini HPHT : 4 Oktober 2014

Riwayat Penyakit Dahulu:Hipertensi (-)Hepatitis (-)Diabetes (-)Asma (-)Alergi obat (pasien tidak mengetahui)

Riwayat Menstruasi :Pasien tidak tahu mengenai riwayat menstruasi

Status Generalis :Keadaan Umum : Baik Kesadaran : Compos MentisTekanan darah : 150/110 mmHgNadi : 93x/menit

2

Page 3: Case Report PEB

Pernafasan : 20x/menit Suhu : 36,50 C

Kepala : normocephali Mata : ikterus -/- conjungtiva anemis -/-, edema conjungtiva +/+Leher : tidak terdapat pembesaran KGB

Trakea tidak deviasi

Thorax : Cor = S1 S2 reg Murmur (-) Gallop (-) Pulmo = Vesikular

Gerak nafas simetris Ronkhi -/- , wheezing -/-

Abdomen :Inspeksi - Tampak perut membesar- Tampak striae gravidarum - Tidak tampak luka bekas operasi (SC)Palpasi - Nyeri tekan - - Defans muskular - - Pekak pinggang samping -/- Perkusi : Tympani Auskultasi : bising usus dalam batas normal

Ekstremitas : - Akral hangat pada keempat ekstermitas - Terdapat oedema pada keempat ekstermitas +/+

Pemeriksaan PenunjangDarah Rutin 29 – 06 – 2015 pukul 13.30 WIB

- Hb : 11,2 g/dL- Ht : 34 %- Leuokosit : 8.800 - Trombosit : 245.000- Proteinuria : +2- SGOT : 48,1- SGPT : 16,8

3

Page 4: Case Report PEB

Darah Rutin 29 – 06 – 2015 pukul 17.47 WIB- Hb : 9,3 g/dL

Diagnosis awal :G1P0A0 gravida Aterm Kala 1 Fase Laten dengan PEB

Rencana Terapi :Observasi KU, TTV, HIS, BJA

Test pack : +Beta HcG test : Rencana Sectio Cesarea

Diagnosis post.op :P1A0 Partus Maturus Sectio Cesarea Atas Indikasi PEB

Laporan Operasi Sectio Cesaria Setelah dilakukan tindakan a dan antiseptik di daerah abdomen dan sekitarnya,

dilakukan insisi Pfanannsteil sepanjang kurang lebih 10cm. Setelah peritoneum dibuka, tampak dinding depan uterus. Plika vesikouterina diidentifikasi, disayat melintang. Kandung kemih disisihkan kebawah dan ditahan dengan retraktor abdomen. SBR disayat konkaf, bagian tengahnya ditembus oleh jari penolong dan diperlebar ke

kiri dan ke kanan. Jam 14. 00 WIB : Lahir bayi perempuan dengan meluksir kepala

BB: 2.700 gram PB : 45 cm APGAR Score 1’= 7 5’= 9Disuntikkan oksitosin 10 IU intramural, kontraksi baik.

Jam 14.10 WIB : lahir plasenta dengan tarikan ringan pada tali pusatB: 400 gram ukuran: 20 x 19 x 2 cm

SBR dijahit lapis demi lapis. Lapisan pertama dijahit secara jelujur interlocking. Lapisan kedua dijahit secara overhecting matress. Setelah yakin tidak ada perdarahan,

dilakukan reperitonealisasi dengan peritoneum kandung kemih. Perdarahan dirawat. Rongga abdomen dibersihkan dari darah dan bekuan darah. Fascia dijahit dengan safil no.1 kulit dijahit secara subkutikuler. Perdarahan seama operasi 500 cc Diuresis selama operasi 180 cc

4

Page 5: Case Report PEB

Hipertensi Dalam Kehamilan

Hipertensi dalam kehamilan (HDK) merupakan kelainan vaskuler yang terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada masa nifas. HDK cukup sering dijumpai dan masih merupakan salah satu penyebab kematian ibu. Penyebab utama kematian perempuan hamil adalah penyakit jantung (33%), disusul oleh HDK (25,5%), yang terdiri dari eklampsia (16,5%), pre-eklampsi berat (PEB) dan impending eclampsia (2,9%) serta infeksi (21,3%). HDK juga menjadi penyebab penting lahir matidan kematian perinatal yang terutama disebabkan karena partus prematurus.

Klasifikasi HDK menurut American Congress of Obstetrician and Gynecologists (2013) sebagai

berikut : 1. Hipertensi kronik

Tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg atau keduanya, yang muncul sebelum usia kehamilan 20 minggu atau sebelum kehamilan.

2. Hipertensi GestasionalTekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg atau keduanya, yang muncul pada/setelah usia kehamilan 20 minggu tanpa disertai proteinuria atau gejala lain dari pre-eklampsi.

3. Pre-eklampsiHipertensi gestasional yang disertai dengan nilai proteinuria yang signifikan, atau hipertensi kronis dengan proteinuria yang meningkat. Bila pre-eklampsi terdapat pada perempuan dengan hipertensi kronis maka disebut dengan pre-Superimposed.

4. EklampsiaOnset kejang grandmal pada wanita dengan pre-eklampsi. Beberapa pasien dengan eklampsi tidak memiliki riwayat pre-eklampsi, namun ada beberapa pasien yang mengalami eklampsi post partum.

EtiologiPenyebab preeklampsi belum diketahui pasti. Namun demikian, penyakit ini lebih

sering ditemukan pada wanita hamil yang :a. Terpajan villi chorealis pertama kali. Pada prmigravida atau primi paternitas.b. Terpajan villi chorealis berlebihan (hiperplasentosis). Biasanya pada kehamilan

kembar atau mola hidatidosa.c. Mempunyai riwayat penyakit ginjal atau kardiovaskuler.d. Mempunyai riwayat pre-eklampsi atau eklampsi dalam keluarga.

Pelbagai mekanisme sudah dikemukakan untuk menjelaskan kejadian penyakit ini, yang merupakan gabungan berbagai faktor, baik faktor ibu, plasenta, maupun janin, antara lain :

1. Invasi trofoblas abnormal2. Gangguan keseimbangan adaptasi imunologis antara ibu, ayah (plasenta) dan janin3. Gangguan keseimbangan adaptasi ibu terhdap perubahan kardiovaskular atau

inflamasi dalam kehamilan normal.4. Faktor genetik, termasuk predisposisi gen bawaan dan juga pengaruh epigenetik.

5

Page 6: Case Report PEB

Patogenesis

Invasi trofoblas abnormal

Pada kehamilan normal vili korialis dari trofoblas akan menginvasi arteriola spiralis dan menggantikan lapisan endotel dan muskularnya, sehingga terjadi proses remodelling berupa pelebaran diameter arteriola spiralis.

Pada preeklampsia, oleh sesuatu proses tertentu, tidak terjadiinvasi menyeluruh ( incomplete trophoblastic invasion), sehingga sebagian arteriola masih memiliki endotel dan lapisan muskularnya dan tidak mengalami pelebaran diameter. Oleh karena itu, timbul vasospame yang berujung pada iskemia di bagian distal arteriola tersebut.

Vasospasme bersama dengan faktor imunologi maupun radikal bebas akan menyebabkan jeas endotel, yang merupakan awal pelepasan zat – zat vasoaktif yang berujung pada timbulnya sindrom preeklamsia.

Faktor Imunologi

Hal ini didasarkan atas pengamatan bahwa preeklamsia lebih sering dtemukan pada primigravida, hiperplassentosis, kehamilan dengan inseminasi donor, penurunan konsentrasi komplemen C4 , aktivasi sistem komplemen netrofil dan makrofag.

Reaksi penolakan janin oleh ibu dapat disebabkan oleh perubahan histologi di perbatasan sel/jaringan ibu dan plasenta sehingga terjadi gangguan pembentukan blocking antibodies di daerah perbatasan tersebut, terutama pada primigravida atau multigravida dengan suami/ sperma yang baru.

Faktor nutrisi

Faktor nutrisi juga diduga berhubungan dengan sindrom preeklamsia. Kejadian preeklamsia meningkat pada beberapa keadaan, seperti kekurangan zat/vitamin antioksidan (C, E, atau beta karoten), kekurangan kalsium dan protein, kelebihan garam natrium atau kekurangan asam lemak tak jenuh.

Faktor Endotel

Teori jejas endotel akhir – akhir ini banyak dikemukan sehubungan dengan peranannya mengatur keseimbangan antara kadar zat vasokonstriktor (tromboksan, endotelin, angiotensin, dll) dan vasodilator (prostaksiklin, nitritoksida, dll). Serta pengaruhnya terhadap sistem pembekuan darah.

Reaksi imunologi, inflamasi atau gangguan keseimbangan radikal bebas dan antioksidan banyak diamati sebagai penyebab vasospasme dan jejas endotel.

Walau etiologinya belum jelas, hampir semua ahli sepakat bahwa vasospasme merupakan awal preeklamsia. Vasospasme dapat merupakan akibat kegagalan invasi trofoblas ke dalam lapisan otot polos pembuluh darah, reaksi imunologi, maupun radikal bebas.

6

Page 7: Case Report PEB

Ness dan Roberts (1996) serta Redman dkk (2008) memperkenalakan teori 2 tahap (two-stage disorder) untuk menjelaskan etiopatogenesis preeklamsia (lihat gambar 1) :

1. Tahap 1 – disebut juga tahap preklinik, tahap ini disebabkan oleh kegagalan invasi trofoblas sehingga terjadi gangguan remodelling arteri spiralis/arteri uterina yang menyebabkan vasospasme dan hipoksia.

2. Tahap 2 – disebut juga tahap klinik, tahap ini disebabkan oleh stres oksidatif dan pelepasan faktor plasenta ke dalam sirkulasi darah ibu yang mencetuskan respons inflamasi sistemik dan aktivasi endotel.

Disfungsi endotel akan ditandai oleh peningkatan zat vasokonstriktor; penurunan zat vasodilator, peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan sistem pembekuan darah yang merupakan stadium klinik sindrom preeklamsia.

Tahap 2 sangat dipengaruhi oleh faktor penyakit ibu, seperti penyakit jantung atau ginjal, DM, kegemukan atau penyakit keturunan.

7

Page 8: Case Report PEB

DiagnosisDiagnosis preeklampsia ditegakan bila ditemukan gejala hipertensi dan proteinuria, yang

disebut juga sebagai kriteria umum.1. Hipertensi – merupakan gejala yang paling awal dan tiba –tiba sesudah kehamilan 20

mingg. Batas tekanan darah adalah 140 mmHg (sistolik) dan 90 mmHg (diastolik).2. Proteinuria – ditegakan bila kadar protein > 300mg dalam urine 24 jam atau 30 mg/dl

(+1 dipstick) urine sewaktu,atau rasio protein/kreatinin >0,3.

Gejala – gejala subjektif yang umum ditemukan pada pre-eklampsia adalah :1. Sakit kepala hebat – akibat vasospasme atau edema otak.2. Sakit ulu hati – akibat regangan selaput hati oleh perdarahan atau edema, atau sakit

karena perubahan di lambung.3. Gangguan penglihatan – penglihatan menjadi kabur, bahkan terkadang penderit

menjadi buta. Gangguan disebabkan vasospasme, edema atau ablasi retina.

Preeklampsia disebut berat bila ditemukan :1. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan/atau diastolik > 110 mmHg2. Proteinuria ≥ 2 gram dalam 24 jam atau ≥ 2 + dipstick urin sewaktu3. Kreatinin serum > 1,2 mg/dl4. Trombosit < 100.000 / ul5. Hemolisis dan peninggian kadar LDH6. Peningkatan kadar serum transaminase (SGOT dan SGPT)7. Gangguan serebral (sakit kepala menetap) atau gangguan penglihatan8. Sakit ulu hati yang menetap

Deteksi Dini

Dengan melakukan pemeriksaan petanda biologis, biokimia dan biofisika sebelum timbulnya gejala klinis sindrom preeklampsia yaitu hipertensi dan proteinuria. Biasanya dilakukan dengan mengidentifikasi faktor risiko dan pemeriksaan petanda preeklampsia.

Faktor risiko preeklampsia dapat dibagi menjadi faktor yang meningkatkan risiko dan faktor yang dapat mengurangi risiko kejadian.

1. Faktor risiko yang meningkatkan risiko kejadian:(1) Risiko terkait pasangan laki-laki/suami – primigravida, primipaternitas, usia

yang ekstrem (terlalu muda/tua), pasangan/suami yang pernah menikahi wanita yang kemudian hamil dan menderita preeklampsia.

(2) Risiko terkait riwayat penyakit terdahulu dan riwayat penyakit dalam keluarga(3) Risiko terkait kehamilan sekarang – mola hidatidosa, kehamilan ganda, infeksi

saluran kencing, dan hidrops fetalis.2. Faktor risiko yang mengurangi risiko kejadian: seks oral dan merokok

Berbagai petanda preeklampsia yang pernah dikemukakan adalah sebagai berikut:1) Perfusi plasenta/resistensi vaskuler2) Unit feto plasentadan gangguan fungsi endokrin3) Gangguan fungsi ginjal4) Gangguan fungsi endotel dan stress oksidatif

8

Page 9: Case Report PEB

5) Lain-lain – Antitrombin-III, Atrial Natriuretic Peptide (ANP), B2-mikrogobulin, petanda genetik, free fetal DNA dan petanda proteonomik serum.

Saat ini tidak satupun pemeriksaan yang disebutkan diatas dianjurkan sebagai satu-satunya pemeriksaan untuk mendeteksi preeklampsia karena sensitivitas, spesifisitas, dan nilai prediktifnya masih rendah.

Pengelolaan

PREEKLAMPSIA RINGANKondisi penderita PER masih dapat membaik dengan istirahat, mengurangi

aktivitas fisik dan memperbaiki asupan gizi serta protein.a. Rawat jalan – istirahat cukup (berbaring/tidur miring); diet cukup protein, rendah

karbohidrat dan lemak, roboransia, dan penderita diminta datang kembali untuk kontrol setiap minggu;

b. Rawat inap – penderita PER harus dirawat di RS bila: Gejala klinis tidak membaik setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan; Timbul salah satu atau lebih gejala dan tanda preeklampsia berat

PREEKLAMPSIA BERATPengobatan pada PEB bertujuan untuk:

a. Mencegah eklampsia;b. Memperbesar kemungkinan hidup anak yang lahir;c. Meminimalisir trauma persalinan serta menghindari penyulit di

kehamilan/persalinan berikutnya;d. Mencegah hipertensi persisten.

Penderita PEB dapat ditangani secara konservatif maupun aktif. Pada perawatan konservatif kehamilannya dipertahankan bersamaan dengan pengobatan medisinal, sedangkan pada perawatan aktif kehamilannya segera diakhiri/diterminasi setelah pengobatan medisinal.

Indikasi Perawatan Aktif1) Ibu :

i) Kehamilan > 37 minggu;ii) Terdapat tanda dan gejala dari impending eclampsia, seperti nyeri kepala hebat,

penglihatan kabur, nyeri ulu hati, gelisah dan hiper-refleksia, gagal terapi konservatif.

2) Janin : gawat janin dan PJT (Pertumbuhan Janin Terhambat)3) Laboratorik : sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme, low platelet-count)

Pengobatan Medisinal1. Obat antikejang:

a. Terapi pilihan pada preeklampsia adalah magnesium sulfat (MgSO4). Sebaiknya MgSO4 diberikan terus menerus per i.v. atau berkala per i.m. Pemberian IV terus menerus menggunakan infusion pump: Dosis awal – 4 gram MgSO4 20% (20cc) dilarutkan ke dalam 100cc

cairan Ringer Laktat atau Ringer Dextrose selama 15-20 menit secara i.v.

9

Page 10: Case Report PEB

Dosis pemeliharaan – 10 gram MgSO4 20% dalam 500cc RL/RD dengan kecepatan 1-2gram per jam.

Pemberian IM berkala: Dosis awal – 4 gram MgSO4 20% (20cc) i.v. dengan kecepatan 1

gram/menit Dosis pemeliharaan – 4 gram MgSO4 40% (10cc) i.m. setiap 4 jam.

Tambahkan 1cc Lidokain 2% setiap pemberian i.m.untuk mengurangi nyeri dan panas.

Syarat-syarat pemberian MgSO4: Harus tersedia antidotum, yaitu Kalsium glukonas 10% (1 gram dalam 10cc) Frekuensi pernapasan ≥16 kali per menit Produksi urine ≥30cc per jam (≥0,5cc/kg BB/Jam) Refleks patella positif

MgSO4 dihentikan pemberiannya bila: Ada tanda-tanda intoksikasi; Setelah 24 jam pascasalin; Dalam 6 jam pascasalin terjadi perbaikan (normosentif)

b. Diazepam – dapat diberikan bila tidak tersedia MgSO4 sebagai obat pilihan. Diazepam i.v. diberikan dengan dosis 10 mg dan dapat diulangi setelah 6 jam.

2. Obat antihipertensi – hanya diberikan bila tekanan darah sistolik >180 mmHg dan/atau diastolik >110 mmHg. Obat yang dapat digunakan antara lain:

Hidralazine 2 mg i.v. dilanjutkan dengan 100 mg dalam 500cc NaCl secara titrasi sampai tekanan darah sistolik <170 mmHg atau diastolik <110 mmHg.

Labetalol 20 mg bolus i.v. Bila tidak berhasil menurunkan tekanan darah selama 10 menit, labetalol dapat diulangi dengan pemberian 40, lalu 80 mg setiap 10 menit (maksimal 220mg) sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan;

Nifedipin 10 mg per oral setiap 30 menit (maksimal 120 mg/hari) sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan. Nifedipin tidak boleh diberikan sublingual;

Metildopa, nikardipin, verapamil, nimodipin.

3. Lain-lain: Diuretikum – tidak diberikan kecuali bila ada edema paru, gagal jantung

kongestif atau edema anasarka; Kardiotonika – bila ada tanda-tanda payah jantung; Antipiretik – bila ada demam; Antibiotik – bila ada tanda-tanda infeksi; Anti nyeri – bila penderita gelisah karena kesakitan.

Pengelolaan KonservatifIndikasi: Kehamilan preterm ( < 34 minggu) tanpa disertai tanda-tanda

impending eclampsy dengan keadaan janin baik.Pengobatan medisinal : sama dengan pereawatan medikamentosa pada

perawatan secara aktif. Hanya dosis awal MgSO4 tidak diberikan i.v. cukup i.m. saja

10

Page 11: Case Report PEB

(MgSO4 40% 8 gram i.m.). atau bila mengunakan cara intravena secara kontinyu diberikan langsung dosis pemeliharaan. Pemberian MgSO4 dihentikan bila sudah mencapai tanda-tanda preeklampsi ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.

Pengobatan obstetrik : i. Selama perawatan konservatif, tindakan observasi dan evaluasi sama

seperti perawatan aktif, termasuk pemeriksaan tes tanpa kontraksi dan USG untuk memantau kesejahteraan janin

ii. Bila setelah 2 x 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan medikamentosa dan harus diterminasi. Cara terminasi sesuai dengan pengelolaan aktif.

iii. Penyulit: HELLP Syndrome, gagal ginjal, gagal jantung, edema paru, kelainan pembekuan darah.

iv. Konsultasi: disiplin ilmu yang terkait (Departemen Ilmu Penyakit Dalam, ICU, Departemen Syaraf, Departemen Mata)

v. Perawatan rumah sakit (protokol)vi. Terapi (protokol)

vii. Izin tindakan: Seksio sesaria, ekstraksi forsep, embryotomiviii. Lama perawatan (protokol)

Pengelolaan Obstetri Pengelolaan preeklampsia yang terbaik ialah mengakhiri kehamilan karena:

1. Penyebabnya adalah kehamilan itu sendiri;2. Preeklampsia akan membaik setelah persalinan;3. Mampu mencegah kematian janin dan ibu.

Bila kehamilan belum matur dan ibu serta janin masih baik, perawatan konservatif dapat dilakukan untuk mempertahankan kehamilan sampai berumur 37 minggu.

Bila persyaratan perawatan konservatif tidak terpenuhi, kehamilan sebaiknya diterminasi dengan induksi atau augmentasi. Persalinan pervaginam diselesaikan dengan partus buatan; bila ada indikasi, seksio sesarea dapat dilakukan.

Cara terminasi kehamilan Gravida : 1. Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop ≥ 6. Bila perlu dilakukan

pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam.Bila tidak, induksi persalinan dianggap gagal, dan harus segera dilakukan seksio sesaria.

2. Indikasi seksio sesaria:a. Syarat persalinan pervaginam tidak terpenuhib. Terdapat kontraindikasi persalinan pervaginamc. Induksi persalinan gagald. Terjadi gawat janine. Kelainan letakf. Bila umur kehamilan < 34 minggu

Parturient :1. Perjalanan persainan diikuti dengan grafik Friedman. 2. Memperpendek kala II3. Seksio sesaria dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu dan gawat janin4. Bila skor Bishop ≤ 6 direkomendasikan tindakan seksio sesaria

11

Page 12: Case Report PEB

5. Anasthesia : regional anasthesia, epidural anasthesia. Tidak dianjurkan anastesia umum.

Preeklamsi ringan

USGKTG AntioksidanLaboratorium AntiagregasiKonsultasi Kortikosteroid

≥37 minggu < 37 mingguPJTGawat Janin

Rawat inap Rawat jalan

Menetap Membaik

Perawatan Antenatal

PEB membaik

Kelola seperti PEB Terminasi Kehamilan

Aterm

Preeklamsi Berat

12

Page 13: Case Report PEB

Aktif Konservatif

Terminasi

≥48 jam tidak membaik Membaik Menjadi PER

Kelola Seperti PERPervaginam Seksio Sesaria

Pencegahan

Deteksi dini preeklampsi akan bermanfaat bila memang dapat ditemukan dan ada upaya untuk mencegahnya. Pelbagai upaya pencegahan yang pernah dilakukan umumnya dilaksanakan melalui intervensi nutrisi dan farmakologi.

Beberapa metode pencegahan preeklamsia yang pernah dilakukan antara lain :1. Perbaikan nutrisi – diet rendah garam dan tinggi protein ; suplementasi kalsium,

magnesium, seng, dan asam linoleat.2. Intervensi farmakologi – anti hipertensi, diuretik, teofilin, dipiridamol, asam asetil

salisilat (aspirin), heparin, antioksidan.

Berdasarkan hasil meta-analisis terhadap 19 kajian sistematik, 17 diantaranya dikaji oleh Cochrane, World Health Organization pada tahun 2011 merekomendasikan upaya pencegahan preeklamsia dan eklamsia sebagai berikut :

1. Pemberian kalsium 1,5 – 2,0 gram/hari di dalam diet selama kehamilan, terutama di daerah kurang asupan kalsium.

2. Pemberian Aspirin dosis-rendah sebesar 75 mg/hari, dimulai sejak sebelum usai kehamilan 20 minggu.

3. Pemberian magnesium sulfat (MgSO4) i.v maupun i.m. merupakan pilihan utama pencegahan dan pengobatan kejang eklampsia.

13

≥34 mingguGawat janin

Syndroma helltPJT

>34 mingguGawat janin (-)Syndroma helt (-)PJT (-)

MGSO 4R/ Antihipertensi

R/ Suportif

Page 14: Case Report PEB

4. Ibu penderita preeklampsia berat dan eklampsia harus dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi sesudah mendapat loading dose MgSO4.

14