peb case report

46
STATUS PASIEN IDENTITAS Nama : Ny. N Umur : 26 tahun Alamat : sukaresmi Pendidikan : SMA Pekerjaan : IRT Agama : Islam Status : Menikah Nama suami : Tn. F Umur suami : 28 tahun Pendidikan : SMA Pekerjaan suami : Wiraswasta Tanggal Masuk : 08 November 2012 KELUHAN UTAMA Edema Vulva dan Tekanan darah tinggi ANAMNESIS Pasien G2P1A0 merasa hamil 8 bulan, mengeluh terdapat edema di daerah vulva. mengeluh tekanan darah tinggi sejak

Upload: tifano-prasali-arian

Post on 13-Aug-2015

61 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEB Case Report

STATUS PASIEN

IDENTITAS

Nama : Ny. N

Umur : 26 tahun

Alamat : sukaresmi

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT

Agama : Islam

Status : Menikah

Nama suami : Tn. F

Umur suami : 28 tahun

Pendidikan : SMA

Pekerjaan suami : Wiraswasta

Tanggal Masuk : 08 November 2012

KELUHAN UTAMA

Edema Vulva dan Tekanan darah tinggi

ANAMNESIS

Pasien G2P1A0 merasa hamil 8 bulan, mengeluh terdapat edema di daerah vulva.

mengeluh tekanan darah tinggi sejak kehamilan 5 bulan (150/100). Riwayat tekanan

darah tinggi sebelum kehamilan disangkal. Sakit kepala hebat, pandangan mata kabur

serta nyeri ulu hati disangkal ibu. Mules mules yang semakin sering dan bertambah kuat

disertai lendir bercampur darah di sangkal oleh ibu. Keluar cairan banyak dari jalan lahir

belum dirasakan oleh ibu. Pergerakan janin dirasakan ibu.

Page 2: PEB Case Report

RIWAYAT OBSTETRI

Kehamila

n ke

tempat penolong Cara

kehamilan

Cara

persalina

n

Bb

lahir

Jenis

kelamin

Usia keadaan

I Rumah Paraji 9 bulan Spontan 3000gr P 6th H

II Saat ini

KETERANGAN TAMBAHAN

Menikah pertama kali :Istri, 19 thn

Suami, 21 thn

HPHT : 19 maret 2012

Menarche : 13 tahun

Siklus haid : 28 hari (teratur)

Lama haid : 7 hari

Jumlah darah : Sedang

Nyeri haid : Tidak nyeri

Kontrasepsi : Jenis suntik 3 bulan semenjak 2006 sampai dengan 2012

PNC di/berapa kali : SpOG/ 3kali, terakhir 1 minggu SMRS

PEMERIKSAAN FISIK STATUS PRAESENS

Keadaan umum : composmentis

Tanda vital

Tekanan darah : 140/100 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Page 3: PEB Case Report

Respirasi : 24 x/ menit

Suhu : 36,5oC

Kepala

Konjungtiva : anemis (-)(-)

Sklera : ikterik (-)(-)

Leher

KGB : tidak ada pembesaran

Tiroid : tidak ada pembesaran

Thorak

Paru-paru : sonor, VBS kiri=kanan, ronki (-), wheezing (-)

Jantung : BJ 1 dan BJ 2 murni reguler, murmur (-)

Abdomen

Inspeksi: membuncit

Palpasi: datar lembut, NT (-)

Liver, lien tidak dapat dinilai

Auskultasi: BU (+), normal

Ekstrimitas

Edema: (-)(-)

Varises: (-)(-)

STATUS OBSTETRIK

Pemeriksaan Luar

Tfu/lp : 33/113 cm

Page 4: PEB Case Report

Letak anak : kepala, punggung kanan, punggung kiri

His : -

Djj 1: 138, Djj 2: 142

Pemeriksaan Dalam : tidak dilakukan

DIAGNOSIS: G2P1A0 gravida 35-36 minggu dengan PEB dan edema vulva

PENATALAKSANAAN

Observasi keadaan umum dan tanda tanda vital

Cek lab darah dan urin

Rawat konservatif

HASIL PEMERIKSAAN

Darah rutin:

- Hb : 9,5 gr/dL (N=12-16)

- Leukosit : 13.600 sel/mm3 (N=3.800-10.600)

- Eritrosit : 3,33 juta sel/mm3 (N=3,6-5,8)

- Hematokrit : 29% (N=35-47)

- Trombosit : 255.000 sel/mm3 (N=150.000-440.000)

Urin: Protein positif (++)

OBSERVASI

Jam Tindakan

15.30 WIB Pemberian dopamet dan nifedipine

Page 5: PEB Case Report

LAPORAN OPERASI

Operator : dr. ketut

Ass. I       : Elis

Perawat instrument : Eka

Ahli Anestesi : dr. Haryati., SpAn

Jenis oprasi : SCTP+IuD

Jenis Anestesi : nu

D/ Pre Op   : G2 P1 A0 gravida 35-36 minggu dengan PEB dan edema vulva

D/ Post Op : P2 A0 partus prematurus dengan SC a.i. Edema Vulva, Gemelli letak anak

1 presentasi kepala, letak anak 2 presentasi kepala dan PEB

Desinfeksi kulit : povidone iodine 10%

Jalannya Operasi:

1. Dilakukan tindakan a dan antiseptic pada bagian abdomen dan sekitarnya

2. Dilakukan insisi mediana superior sepanjang 10cm

3. Setelah peritoneum dibuka tampak dinding depan uterus

4. Plika vestibuloukrina diidentifikasi, digunting melintang

5. Kandung kemih disisihkan dibawah dan ditahan dengan retractor abdomen

6. SBR disayat konkaf, bagian tengahmya ditembus oleh jari penolong dan diperlebar ke

kiri dan kanan

7. Jam 12.10 WIB lahir bayi I perempuan dengan meluksir kepala

BB: 2250 gram

PB: 42 cm

Page 6: PEB Case Report

APGAR: 1’: 3 5’: 5

Jam 12.15 WIB lahir bayi II perempuan dengan meluksir kepala

BB: 1750 gram

PB: 42 cm

APGAR: 1’: 2 5’: 4

Disuntikan oxytosin 10 IU intramural, kontraksi baik.

8. Jam 12.20 WIB lahir plasenta dengan tarikan ringan pada tali pusat.

Berat: 500 gram, ukuran: 20x20x2cm

9. SBR dijahit lapis demi lapis, lapisan petama dijahit secara jelujur interlocking.

10. Lapisan kedua dijahit secara overhecting matras, setelah yakin tidak ada perdarahan

dilakukan reperitonelaisasi dengan peritoneum kandung kencing.

11. Perdarahan dirawat

12. Rongga abdomen dibersihkan dari darah dan bekuan darah

13. Fascia dijahit dengan safil no. 1,

14. Luka oprasi dijahit lapis demi lapis, kulit dijahit secara subkutikular

15. Peradarahan selama oprasi ± 500cc

16. Dieresis selama oprasi ± 200cc

Instruksi Post Operasi

1. Puasa s/d bising usus (+)

2. Awasi tanda vital

3. Antibiotic : cefotaxim, metronidazole, kaltropen sup

4. Infus D5 20 tetes/menit

5. Analgetik: ranitidine 75 mg dalam 500 RL

6. O2 3lt selama 6 jam post op

FOLLOW UP

09/11/2012 POD I Infus RL 20gtt/menit

Page 7: PEB Case Report

KU: CM

TD: 130/90 mmHg

N : 101x/menit

R : 20x/menit

S : 36,20C

Mata : konjungtiva anemis (-/-),

sclera icteric: (-/-)

Abd: datar, lembut, NT: (-), BU: (+),

DM: (-), PP/PS: (-/-).

TFU : tidak teraba, Kontraksi: (+)

Loukia: (+)

BAK : terpasang selang kateter

diuresis 100 cc , BAB : (-), Flatus :

(+)

LO: tertutup

Cefotaxim 2x1 IV

Metronidazol 3x500 IV

Kaltropen supp 2x1 IV

Test feeding

MgSo4 20% dlm 500RL

Observasi KU dan TTV

10/11/2012

KU: CM

TD: 130/70 mmHg

N : 93x/menit

R : 20x/menit

S : 36,20C

POD II

Mata : konjungtiva anemis (-/-),

sclera icteric: (-/-)

Abd: datar, lembut, NT: (-), BU: (+),

DM: (-), PP/PS: (-/-).

TFU : tidak teraba, Kontraksi: (+)

Loukia: (+)

BAK : (+) , BAB : (-), Flatus : (+)

LO: kering

Cefadroxil 2x1

Metronidazole 3x1

As. Mefenamat 3x1

Metildopa 3x500

Mobilisasi

OBH syrup 3x1 cth

11/11/2012

KU: CM

TD: 140/110 mmHg

N : 84x/menit

R : 24x/menit

S : 36,20C

POD III

Mata : konjungtiva anemis (-/-),

sclera icteric: (-/-)

Abd: datar, lembut, NT: (-), BU: (+),

DM: (-), PP/PS: (-/-).

TFU : tidak teraba, Kontraksi: (+)

Loukia: (+)

Asi : (+)(+)

BAK : (+) , BAB : (-), Flatus : (+)

LO: kering

Cefadroxil 2x1

Metronidazole 3x1

As. Mefenamat 3x1

SF1x1

BLPL

PEMBAHASAN

Page 8: PEB Case Report

A. GEMELLI

1. Definisi

Kehamilan kembar atau kehamilan multipel ialah suatu kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan kembar/ gemelli (2 janin), triplet (3 janin), kuadruplet (4 janin), quintiplet( 5 janin ) dan seterusnya dengan frekuensi kejadian yang semakin jarangsesuai dengan hukum Hellin.

Hukum Hellin menyatakan bahwa perbandingan antara kehamilan kembar dan tunggal adalah 1: 89, untuk triplet 1 : 892, untuk kuadruplet 1 :893, dan seterusnya. Kehamilan tersebut selalu menarik perhatian wanita itusendiri, dokter dan masyarakat pada umumnya. Morbiditas dan mortalitasmengalami peningkatan yang nyata pada kehamilan dengan janin kembar,oleh karena itu mempertimbangkan kehamilan kembar sebagai kehamilandengan komplikasi bukanlah hal yang berlebihan.

 

2. Epidemiologi 

Secara keseluruhan, angka kejadian kehamilan kembar semakin meningkat. Saat ini 3% dari kehamilan adalah kehamilan kembar dan sebagian besarnya merupakan gemelli. Angka kejadian kembar monozigot di seluruh dunia relatif konstan yaitu 4 dari 1000 kehamilan. Kehamilan kembar dizigot berhubungan dengan ovulasi multipel dan angka kejadiannya bervariasi sesuai ras dan dipengaruhi oleh usia ibu dan paritasnya. Angka kembar dizigot tertinggi terdapat di negara-negara Afrika yaitu 10-40 per 1000 kehamilan, diikuti oleh Kaukasia sebesar 7-10 per 1000 kehamilan, dan terendah Asia sebanyak 3 per 1000 kehamilan.

3. Etiologia) Kembar Monozigotik Kembar monozigotik atau identik, muncul dari suatu ovum tunggal

yang dibuahi yang kemudian membagi menjadi dua struktur yang sama,masing-masing dengan potensi untuk berkembang menjadi suatuindividu yang terpisah. Hasil akhir dari proses pengembaran monozigotik tergantung pada kapan pembelahan terjadi, dengan uraian sebagai berikut: 1) Apabila pembelahan terjadi di dalam 72 jam pertama setelah pembuahan, maka dua embrio, dua amnion, serta dua chorion, akan terjadi kehamilan diamnionik dan dichorionik. Kemungkinan terdapat dua plasenta yang berbeda atau suatu plasenta tunggal yang menyatu. 2) Apabila pembelahan terjadi antara hari ke-4 dan ke-8, maka dua embrio akan terjadi, masing-masing dalam kantong yang terpisah, dengan chorion bersama, dengan demikian menimbulkan kehamilan kembar diamnionik, monochorionik. 3) Apabila terjadi sekitar 8 hari setelah pembuahan dimana amnion telah terbentuk, maka

Page 9: PEB Case Report

pembelahan akan menimbulkan dua embrio dengan kantong amnion bersama, atau kehamilan kembar monoamnionik, monochorionik. 4) Apabila pembuahan terjadi lebih belakang lagi, yaitu setelah lempeng embrionik terbentuk, maka pembelahannya tidak lengkap dan terbentuk kembar yang menyatu.

b) Kembar Dizigot Kembar dizigotik atau fraternal adalah kembar yang ditimbulkan dari dua ovum yang terpisah. Kembar dizigotik terjadi dua kali lebih sering daripada kembar monozigotik dan insidennya dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain yaitu ras, riwayat keluarga, usia maternal, paritas, nutrisi dan terapi infertilitas.

4. Faktor Risiko

Faktor-faktor yang menyebabkan matangnya 2 atau lebih folikel de Graaf atau terbentuknya 2 ovum atau lebih dalam satu folikel:

a) Ras Ras Afrika-Amerika memiliki kecenderungan untuk kehamilan kembar paling besar dibandingkan ras lain. Myrianthopoulus (1970) mendapatkan bahwa pada wanita kulit putih terdapat 1 kehamilan kembar dari 100 kehamilan, dan 1 banding 80 pada wanita kulit hitam.Kehamilan kembar di Asia lebih sedikit. Di Jepang angka kejadian hanya 1 dari 155 kehamilan.

b) Usia Kejadian kehamilan kembar mulai dari 0 pada pubertas di manaaktivitas ovarium minimal, dan mencapai puncaknya pada usia 37 tahun.Dari penelitian-penelitian di simpulkan bahwa wanita berusia lebih dari 30 tahun mempunyai kesempatan lebih besar mendapatkan hasil konsepsi kembar. Setelah usia 40 tahun frekuensi kehamilan kembar menurun kembali.

c) Paritas Wanita yang telah hamil satu kali atau lebih sebelumnya, terutama kehamilan kembar meningkatkan risiko hamil kembar.

d) Hereditas Riwayat kehamilan kembar pada keluarga meningkatkan kemungkinan untuk kehamilan kembar. Sebagai faktor penentukehamilan kembar, genotip ibu jauh lebih penting daripada ayah dan pada umumnya terbatas pada kehamilan dizigotik.

e) Faktor-faktor lainInduksi ovulasi dengan menggunakan preparat gonadotropin (FSH dan chorionic gonadotropin) atau klomifen, akan meningkatkan secaranyata kemungkinan ovulasi ovum yang jumlahnya lebih dari satu, yang jika dibuahi akan menghasilkan janin kembar. Obat klomid dan hormon gonadotropin yang dipergunakan untuk menimbulkan ovulasidilaporkan menyebabkan kehamilan dizigotik.

Teknologi reproduksi yang berkembang, seperti in vitro fertilization (IVF) dan teknik-teknik lain menghasilkan telur multipel yangkemudian dibuahi dan dikembalikan ke dalam uterus memiliki kemungkinan kehamilan kembar yang tinggi.

Page 10: PEB Case Report

5. Patofisiologi

Pada kehamilan kembar sering terjadi distensi uterus berlebihan, sehingga melewati batas toleransi dan seringkali terjadi partus prematurus. Lama kehamilan kembar dua rata-rata 260 hari, triplet 246 hari dan kuadruplet 235 hari.

Berat lahir rata-rata kehamilan kembar ± 2500 gram, triplet 1800 gram,kuadriplet 1400 gram. Penentuan zigositas janin dapat ditentukan denganmelihat plasenta dan selaput ketuban pada saat melahirkan.

Bila terdapat satu amnion yang tidak dipisahkan dengan korion, maka bayi tersebut adalah monozigotik. Bila selaput amnion dipisahkan olehkorion, maka janin tersebut bisa monozigotik tetapi lebih sering dizigotik. Pada kehamilan kembar dizigotik hampir selalu berjenis kelamin berbeda. Kembar dempet atau kembar siam terjadi bila hambatan pembelahan setelah diskus embrionik dan sakus amnion terbentuk.

Kira-kira sepertiga kehamilan monozigot mempunyai 2 amnion, 2 korion, dan 2 plasenta, kadang 2 plasenta tersebut menjadi satu. Keadaan ini tidak dapat dibedakan dengan kembar dizigot. Dua pertiga mempunyai 1 plasenta, 1 korion dan atau satu atau dua amnion. Pada kembar monoamniotik kematian bayi sangat tinggi karena lilitan tali pusat.

Kembar monozigot yang dihasilkan dari fertilisasi ovum tunggal dengan sperma tunggal, selalu berjenis kelamin sama. Kehamilan monozigot ini kemudian dapat menjadi monokoriotik monoamniotik, monokoriotik diamniotik atau dikoriotik diamniotik tergantung pada tahap pembelahan apa zigot membagi menjadi dua embrio. Normalnya, kembar monozigot mempunyai karakteristik fisik (kulit, rambut, warna mata, pertumbuhan tubuh) dan genetik (karakteristik darah: ABO, M, N) yang sama, danseringkali merupakan ”cermin” antara satu dan yang lainnya (satu bayi kembar menggunkan tangan kanan, yang satu lagi kidal). Kejadian kembar monozigot ini tidak terkait dengan genetik. Kehamilan ini terjadi secaraacak pada 1 : 250 kehamilan.

Secara umum, derajat dari perubahan fisiologis maternal lebih besar pada kehamilan kembar dibanding dengan kehamilan tunggal. Pada trimester I sering mengalami nausea dan muntah melebihi daripada kehamilan-kehamilan tunggal. Perluasan volume darah maternal normal adalah 500 ml lebih besar pada kehamilan kembar, dan rata-rata kehilangandarah dengan persalinan pervaginam adalah 935 ml, atau hampir 500 ml lebih banyak dibanding dengan persalinan dari janin tunggal.

Massa sel darah merah meningkat juga, namun secara proporsional lebih sedikit pada kehamilan-kehamilan kembar dua dibanding pada kehamilan tunggal, yang menimbulkan ”anemia fisiologis” yang lebih nyata. Kadar haemoglobin kehamilan kembar dua rata-rata sebesar 10 g/dl dari 20 minggu ke depan. Sebagaimana diperbandingkan dengan kehamilan tunggal, cardiac output meningkat sebagai akibat dari peningkatan denyut jantung serta peningkatan stroke volume.

Page 11: PEB Case Report

Ukuran uterus yang lebih besar dengan janin banyak meningkatkan perubahan anatomis yang terjadi selamakehamilan. Uterus dan isinya dapat mencapai volume 10 L atau lebih dan berat lebih dari 20 pon. Khusus dengan kembar dua monozygot, dapat terjadi akumulasi yangcepat dari jumlah cairan amnionik yang nyata sekali berlebihan, yaitu hidramnion akut. Dalam keadaan ini mudah terjadi kompresi yang cukup besar serta pemindahan banyak viscera abdominal selain juga paru dengan peninggian diafragma. Ukuran dan berat dari uterus yang sangat besar dapat menghalangikeberadaan wanita untuk lebih sekedar duduk. Pada kehamilan kembar yangdengan komplikasi hidramnion, fungsi ginjal maternal dapat mengalami komplikasi yang serius, besar kemungkinannya sebagai akibat dari uropati obstruktif. Kadar kreatinin plasma serta urine output maternal dengan segera kembali ke normal setelah persalinan. Berbagai macam stress kehamilan serta kemungkinan-kemungkinan dari komplikasi-komplikasi maternal yang serius hampir tanpa kecuali akan lebih besar pada kehamilan kembar.

6. Diagnosis

Gejala dan tanda

Gangguan yang biasanya muncul pada kehamilan akan meningkat pada kehmilan kembar. Efek dari kehamilan kembar pada pasien antar lain: tekanan pada pelvis yang lebih berat dan lebih awal, nausea, sakit punggung, varises, konstipasi, hemoroid, distensi abdominal dan kesulitan bernafas. Aktivitas fetus lebih banyak dan persisten pada kehamilan kembar. Diagnosis kehamilan kembar 75% didapatkan dari penemuan fisik, tanda-tanda yang harus diperhatikan pada kehamilan kembar adalah:

a) Uterus lebih besar (>4 cm) dibandingkan usia kehamilannya.b) Penambahan berat badan ibu yang mencolok yang tidak disebabkan oleh edema atau

obesitas.c) Polihidramnion.d) Ballotement lebih dari satu fetus.e) Banyak bagian kecil yang teraba.f) Uterus terdiri dari tiga bagian besar janin.g) Terdengarnya denyut jantung janin yang letaknya berjauhan dengan perbedaan kecepatan

paling tidak 8 dpm.h) Palpasi satu atau lebih fetus pada fundus setelah melahirkan satu bayi.

Laboratorium

Nilai hematokrit dan hemoglobin dan jumlah sel darah merah menurun, berhubungan dengan peningkatan volume darah. Anemia mikrositik hipokrom seringkali muncul pada kehamilan kembar. Kebutuhan fetus terhadap besi (Fe) melebihi kemampuan maternal untuk mensuplai Fe didapatkan pada trimester kedua.

Page 12: PEB Case Report

Pada tes toleransi glukosa didapatkan gestasional DM dan gestasional hipoglikemi sering ditemukan pada kehamilan kembar. Pada kehamilan kembar chorionic gonadotropin pada urin, estriol dan pregnanendiol meningkat. Kehamilan kembar juga dapat didiagnosis dengan pemeriksaan peningkatan serum alfa fetoprotein ibu walaupun pemeriksaan ini tidak dapat berdiri sendiri. Tidak ada tes biokimia yang dapat membedakan kehamilan tunggal atau kembar.

Ultrasonografi

Sonografi dapat dilakukan pada awal minggu 6-7 postmenstrual dengan vaginal probe. Dengan pemeriksaan USG yang teliti, kantung gestasional yang terpisah dapat diidentifikasi pada awal kehamilan kembar. Identifikasi masing-masing kepala fetus harus dapat dilakukan dalam dalam bidang tegak lurus sehingga tidak tertukar dengan potongan lintang badan janindengan kepala janin yang kedua. Scanning sonograf harus dapat mendeteksisemua bagian janin.

Diagnosis pasti

Diagnosis pasti terdapatnya gemelli adalah apabila ditemukan:

a) Terabanya 2 kepala, 2 bokong, dan satu/dua punggung b) terdengarnya dua denyut jantung yang letaknya berjauhan dengan perbedaan kecepatan

paling sedikit 10 denyut per menitc) sonogram pada trimester pertamad) roentgen foto abdomen.

7. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi, baik terhadap ibu maupun janin, pada keadaan janin kembar multipel diantaranya:

a) Ibu Anemia Preeklampsia-eklampsia Partus prematurus Atonia uteri Perdarahan pasca persalinan

b) Anak Abortus Malformasi kongenital Bayi Berat Lahir Rendah Twin-to-twin Transfusion Syndrome (TTTS) Vanishing Twin Syndrom

Page 13: PEB Case Report

Kembar siam

8. Penatalaksanaan kehamilan multifetus

Untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas perinatal secara bermaknadalam kehamilan yang dipersulit oleh janin kembar, tindakan yang perlu diambil adalah:

a) mencegah persalinan prematur b) kegagalan salah satu atau dua janin untuk bertahan hidup harusdiketahui dan janin

yang keadaannya parah harus segera dilahirkanc) trauma janin selama persalinan harus dikurangid) perawatan neonatal yang ahli harus terus diberikan sejak lahir

Penanganan dalam kehamilan

a) Perawatan prenatal yang baik untuk mengenal kehamilan kembar dan mencegah komplikasi yang timbul dan bila diagnosis telah ditegakkan pemeriksaan ulangan harus lebih sering (1 x seminggu pada kehamilan lebih dari 32 minggu).

b) Setelah kehamilan 30 minggu koitus harus dihindari dan perjanan jauh sebaiknya dihindari karena akan merangsang partus prematurus.

c) Pemakaian korset atau gurita yang tidak terlalu ketat diperbolehkansupaya terasa lebih ringan.

d) Periksa darah lengkap, Hb, dan golongan darah.

Penanganan dalam persalinan

Mengingat banyaknya komplikasi kehamilan dan persalinan kembar,maka diperlukan perhatian khusus.Rekomendasi untuk penatalaksanaan intrapartum meliputi hal-hal sebagai berikut:

a) tersedia tenaga profesional yang senantiasa mendampingi proses persalinan dan memonitor keadaan janin.

b) tersedia produk darah untuk transfusi.c) terpasang akses intravena.d) pemberian ampisilin 2 g setiap 6 jam bila terjadi persalinan prematur untuk mencegah

infeksi neonatus.e) tersedia obstetrisian yang mampu mengidentifikasi bagian janinintrauterin dan

melakukan manipulasi intrauterin.f) jika memungkinkan tersedia mesin ultrasonografi.g) ada dokter anestesi yang dapat segera dipanggil bila dibutuhkan.h) ada tenaga terlatih untuk melakukan resusitasi neonatus.i) tempat persalinan cukup luas agar memungkinkan anggota tim bekerja secara efektif.

Page 14: PEB Case Report

 

B. PREEKLAMSIA BERAT

Pendahuluan

Di Indonesia preeklampsia-eklampsia masih merupakan salah satu penyebab utama kematian maternal dan kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini pre-eklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera

Page 15: PEB Case Report

dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan anak. Perlu ditekankan bahwa sindrom preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema, dan proteinuri sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan; pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda preeclampsia sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia, disamping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain.

Definisi

Preeklampsia adalah gangguan menyeluruh mengenai malfungsi endotel vaskular dan vasospasme yang terjadi pada minggu ke 20 kehamilan dan dapat pula terjadi sampai minggu ke 4-6 postpartum. Secara klinis didefinisikan sebagai hipertensi dan proteinuria dengan maupun tidak disertai edema patologis. Preeklampsia merupakan bagian dari hipertensi yang merupakan penyulit dari kehamilan. Ini meliputi hipertensi kronis, preeklampsia superimposed dengan hipertensi kronik, hipertensi gestasional, preeklampsia dan eklampsia.

Kriteria diagnosis dari preklampsia terfokus pada pengukuran dari tekanan darah yang meninggi dan proteinuria yang terjadi setelah 20 minggu kehamilan. Hal ini harus dibedakan dengan hipertensi gestasional yang dimana lebih sering dan selalumuncul dengan gejala yang sama dengan preeklampsia , yang termasuk didalamnya nyeri epigastrik atau trombositopenia, tapi tidak ditandai dengan proteinuria. Sebagai tambahan pasien dengan gambaran awal hipertensi kronik memberi gambaran yang tumpang tindih dengan preeklampsia yang muncul sebagai proteinuria onset baru setelah minggu ke 20 kehamilan.

  Hasil konsensus mengenai kesepakatan sangat bervariasi pada setiap Negara dan organisasi internasional mengenai ukuran yang dapat mendeskripsikan gangguan ini, namun terdapat batas yang masih wajar mengenai normotensi pada minggu ke 20 adalah tekanan sistolik tidak melebihi 140mmHg dan tekanan diastolik yang tidak lebih 90 mmHg dalam 2 kali pengukuran selama 4-6 jam. Preeklampsia pada pasien yang menderita hipertensi esensial terdiagnosis jika tekanan darah sistolik meningkat 30 mmHg atau tekanan diastolik meningkat 15 mmHg.

Proteinuria yaitu bila terdapat protein dalam urin dengan kadar ≥ 300mg dalam 24 jam atau ≥ 1 gram/liter dalam dua kali pengambilan urine selang 6 jam secara acak atau dengan pemeriksaan kualitatif 2+ pada pengambilan urine secara acak.

Edema sekarang tidak lagi menjadi tanda yang sahih untuk menegakkan preeklampsia, oleh karena edema pada wajah dan tangan biasa dijumpai pada wanita hamil. Edema pada preeklampsia adalah patologis, timbul pada wajah dan tangan yang sering kali menetap. Preeklampsia dibagi lagi menjadi preeklampsia ringan dan berat. Diagnosis preeklampsia berat ditegakkan pada wanita hamil >20 minggu dengan hipertensi ditambah dengan salah satu gejala berikut :

Page 16: PEB Case Report

1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg2. Proteinuria ≥ 5gr/24 jam atau ≥ 3+3. Oligouria (< 500ml per 24 jam) yang disertai dengan kenaikan kreatinin plasma4. Gangguan visus dan serebral yang menetap5. Nyeri epigastrium6. Edema paru dan sianosis. Sindroma HELLP. Oligohidramnion, perlambatan

pertumbuhan janin, atau abrupsi plasenta

Klasifikasi 

Berdasarkan pedoman pengelolaan hipertensi dalam kehamilan di Indonesia (2005) :

1. Hipertensi Gestasional

Didapatkan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg. Untuk pertama kalinya setelah umur kehamilan 20 minggu, tidak disertai dengan proteinuria dan tekanan darah kembali normal < 12 minggu pasca persalinan.

2. Preeklampsia

RinganTekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu disertai dengan proteinuria ≥ 300mg/24 jam atau dipstick ≥ 1+

BeratTekanan darah ≥ 160/110 mmHg Setelah umur kehamilan 20 minggu, disertai dengan proteinuria > 2gr/24 jam atau dipstick ≥ 2+ sampai 4+

3. Eklampsia

Kejang-kejang pada preeklampsia disertai koma

4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia

Timbulnya proteinuria ≥ 300mg/24 jam pada wanita hamil yang sudah mengalami hipertensi sebelumnya. Proteinuria hanya timbul setelah kehamilan 20 minggu.

5. Hipertensi Kronik 

Page 17: PEB Case Report

Ditemukannya tekanan darah ≥ 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang 12 minggu pasca persalinan.

Faktor Predisposisi

Wanita hamil cenderung dan mudah mengalami preeklampsia bila mempunyai faktor-faktor predisposisi sebagai berikut

1. Nulipara

2. Kehamilan ganda

3. Usia <20 atau >35 tahun

4. Riwayat preeklampsia-eklampsia pada kehamilan sebelumnya

5. Riwayat dalam keluarga pernah menderita preeklampsia-eklampsia

6. Penyakit ginjal, hipertensi dan diabetes melitus yang sudah ada sebelum kehamilan

7. Obesitas

 

Epidemiologi

 ► Mortalitas dan Morbiditas

Preeklampsia merupakan penyebab ketiga terbanyak yang menyebabkan kematian selama kehamilan setelah perdarahan dan emboli. Preeklampsia merupakan penyebab pada 790 kematian ibu/100.000 kelahiran hidup.

Morbiditas dan mortalitas terkait dengan disfungsi dari endothelial sistemik,vasospasme, dan thrombosis pembuluh darah kecil yang akan mengakibatkan iskemi jaringan dan organ. Wanita ras Afrika-Amerika memiliki mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita ras kulit putih.Secara umur mortalitas dan morbiditassemakin meningkat pada wanita hamil dengan umur muda (<20 tahun) dan wanitahamil dengan umur > 35 tahun.

Etiologi

Sampai saat ini belum ada etiologi pasti dari preeklampsia dan eklampsia. Ada beberapa teori yang menjelaskan perkiraan dari etiologi dari kelainan tersebut diatas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai Disease of Theory. Secara umum dasar dari patofisiologi preeklampsia

Page 18: PEB Case Report

adalah vasokonstriksi dari pembuluh darah arteriole dan peningkatan sensitivitas vaskuler terhadap vasopressor. Teori-teori yang diajukan untuk mengetahui etiologi dari preeklampsia adalah sebagai berikut :

A. Peran Immunologi

Muncul dugaan bahwa terdapat hubungan antara leukosit desidua dan invasi sitotrofoblas penting untuk invasi dan berkembangnya tropoblas. Mal adaptasi imun diduga sebagai penyebab gagalnya invasi arteri spiralis sehingga menyebabkan dilepaskannya sitokin, enzim-enzim proteolitik dan radikal bebas.Akan tetapi ada pendapat yang menyatakan bahwa dugaan sistem imunitas humoral dan aktivasi komplemen termasuk dalam proses terjadinya preeklampsia, namun tidak didapatkan bukti bahwa faktor immunologi sebagai penyebab terjadinya preeclampsia.

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapa diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan Blocking Antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.

Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada penderita preeklampsia dan eklampsia yaitu :

1. Beberapa wanita dengan PE-E (preeklampsia dan eklampsia) mempunyai kompleks imun dalam serumnya.

2. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen padaPE-E diikuti dengan proteinuri.

Sitrat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa sistem imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada PE-E, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem immunologi bisa menyebabkan PE-E.

 

Page 19: PEB Case Report

Gambar 1. Bagan diatas menjelaskan proses plasentasi normal dan abnormal seperti pada preeklampsia. Komplikasi pada kehamilan yang lainnya seperti abortus spontasn, kematian janin dalam rahim dan pertumbuhan janin terhambat merupakan tanda klinis dari iskemi dan inflamasi dari plasenta

B. Peran Genetik/Familial

Faktor keturunan telah diakui dalam pathogenesis preeklampsia pada beberapa tahun lalu. Dari berbagai penelitian dilaporkan terdapat peningkatan angkakejadian preeklampsia pada wanita yang dilahirkan pada ibu yang menderita preeclampsia.

Bukti pendukung berperannya faktor genetic pada kejadian preeclampsia adalah peningkatan faktor  Human Leukocyte Antigen (HLA) pada wanita. Penelitian terakhir menghubungkan antara kejadian preeklampsia dengan trisomi 13. Walaupun faktor genetik berperan pada preeklampsia tetapi belum dapat diterangkan secara jelas manifestasinya pada penyakit ini.

Page 20: PEB Case Report

Beberapa bukti yang menunjukkan faktor genetik kejadian PE-E antara lain :

1. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia2. Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak-anak dari ibu yang

menderita PE-E3. Kecenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamildengan

riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka4. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS)

C. Iskemik Plasenta

Pada kehamilan normal, proliferasi trofoblas menginvasi desidua danmiometrium dalam 2 tahap. Pertama, sel-sel trofoblas endovaskuler menginvasi arterispiralis yaitu dengan mengganti endotel, merusak jaringan muskulo-elastik dindingarteri dan mengganti dinding arteri dengan material fibrinoid. Proses ini selesai padaakhir semester I dan pada masa ini perluasan proses tersebut sampai mengenai Deciduomymetrial junction. Pada usia kehamilan 14-16 minggu terjadi invasi tahap kedua yaitu sel-sel trofoblas masuk ke dalam lumen arteri spiralis sampai asal arteri tersebut dalam miometrium. Selanjutnya proses seperti tahap pertama kemudian terjadi lagi penggantian endotel, perusakan jaringan muskulo-elastik dan perubahan fibrinoid dinding arteri. Akhir dari proses ini adalah pembuluh darah yang berdinding tipis, lemas dan berbentuk seperti kantong yang memungkinkan terjadinya dilatasi secara pasif untuk menyesuaikan dengan kebutuhan darah yang meningkat.

Pada preeklampsia proses plasentasi tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya oleh karena disebabkan 2 hal yaitu pertama, tidak semua arteri spiralis mengalami invasi oleh sel-sel trofoblas. Kedua, pada arteri spiralis yang mengalami invasi, terjadi tahap pertama invasi sel trofoblas secara normal tetapi invasi tahap kedua tidak berlangsung sehingga bagian arteri spiralis yang berada dalam miometrium tetap mempunyai dinding muskulo-elastik yang reaktif yang berarti masih terdapat resistensi vaskuler. Disamping itu juga terjadi ateriosis akut pada arteri spiralis yang dapat menyebabkan lumen vaskuler arteri bertambah kecil atau bahkan mengalami obliterasi. Teori tentang bagaimana sel-sel trofoblas gagal mengadakan invasi arteri spiralis sampai saat ini belum diketahui dengan jelas.

D. Peran Prostasiklin dan Tromboksan

 Prostasiklin (PGI) disintesis oleh endotel pembuluh darah dan korteks renalis mempunyai sifat vasodilator dan penghambat agregasi trombosit. Tromboksan A2 (TXA2) diproduksi terutama oleh trombosit dan mempunyai sifat vasokonstriktor danagregator trombosit.Selama kehamilan normal terjadi kenaikan PGI2 oleh jaringan ibu, plasentadan janin. Pada preeklampsia terjadi penurunan produksi PGI2 dan kenaikkan TXA2 sehingga terjadi peningkatan rasio TXA2 : PGI2.

Page 21: PEB Case Report

Kerusakan endotel vaskuler pada preeklampsia menyebabkan penurunan produksi PGI2, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis yang kemudian akan digantithrombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadideposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan TXA2 dan serotonin sehingga akan terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

E. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron 

Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAAS) mempunyai peran penting dalam pengendalian tonus vaskuler dan tekanan darah. Pada sistem ini angiotensin diproduksi oleh hepar dan dibantu oleh rennin untuk memproduksi angiotensin I. Angiotensin I inaktif kemudian dikonversi menjadi angiotensin II yang aktif secara biologis oleh Angiotensin Converting Enzyme yang terikat pada endotel vaskuler. Angiotensin II yang beredar dalam darah akan berinteraksi dengan reseptor spesifik untuk merangsang kontraksi otot polos, menstimulir produksi aldosteron dan menyebabkan retensi natrium, mempercepat pelepasan norepinefrin dan menghambat pengambilan kembali norepinefrin oleh nervus terminalis simpatis, serta menambah reaktivitas otot polos vaskuler terhadap norepinefrin.

Pada kehamilan normal komponen SRAA menigkat sedangkan pada preeklampsia beberapa komponen SRAA lebih rendah dibanding pada kehamilan normal dan terjadi kenaikan sensitivitas yang nyata pada penekanan peptide dan katekolamin. Ada pendapat yang menyatakan bahwa respon penekanan terhadap angiotensin II meningkat secara bermakna pada usia kehamilan 18 minggu padawanita hamil yang akan berkembang menuju preeklampsia .

Pengaturan sensitivitas angiotensin II tampaknya berhubungan erat padasintesis prostanoid. Penghambat sintesis prostaglandin dinyatakan menambah respon penekanan terhadap angiotensin II dalam kehamilan normal. Dari penelitian menunjukkan bahwa infuse prostaglandin E2 (PGE2), prostaglandin E1 (PGE1) dan prostasiklin mengurangi respon penekanan angiotensin II pada trimester II sedangkan indometasin meningkatkan sensitivitas vaskuler.

F. Defisiensi Mineral dan Diet

Terdapat hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara asupankalsium dengan kejadian preeklampsia. Apabila wanita hamil kekurangan asupankalsium akan menyebabkan peningkatan hormon paratiroid (PTH). Peningkatanhormon paratiroid ini akan menyebabkan kalsium intraseluler meningkat melalui peningkatan permeabilitas membrane sel terhadap kalsium, aktivitas adenilsiklase dan peningkatan cAMP (Cyclic Asdenosine Monophospate), akibatnya kalsium dari mitokondria lepas ke dalam sitosol. Peningkatan kadar kalsium intraseluler otot polos pembuluh darah akan menyebabkan mudah terangsang untuk vasokonstriksi yang akhirnya tekanan darah meningkat.

Page 22: PEB Case Report

Mekanisme terjadinya preeklampsia dihubungkan dengan peranan ion kalsium sitosol. Hipokalsemia yang terjadi pada cairan ekstrasel menyebabkan depolarisasi dari membrane plasma preganglionik sel-sel saraf pembuluh darah. Pada saat terjadi aksi potensial, ion kalsium masuk ke dalam sitosol melewati mekanisme aksi potensial. Jumlah ion kalsium yang masuk ke dalam sitosol mencerminkan besarnya asetilkoln yang dilepaskannya. Masuknya kalsium ini menyebabkan vasokonstriksi. Bila hal ini terjadi maka terjadi hipertensi. Selain itu hipokalsemia juga menyebabkan masuknya kalsium ke dalam sitosol otot lurik. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kontraksi otot lurik dan bila terjadi terus menerus akan timbul kejang atau eklampsia.

Hipotesis tersebut diatas dibuktikan dengan beberapa penelitian mengenaihubungan tambahan antara asupan kalsium selama kehamilan dengan kejadian preeklampsia . Hasil meta analisis dari berbagai penelitian randomized control trial mengenai hubungan antara asupan kalsium dengan kejadian preeklampsia ,menunjukkan bahwa dengan suplemen kalsium 1500-2000mg selama kehamilan dapat mencegah terjadinya preeklampsia ( OR 0,38 (95% Cl , 0,22-0,65). Dari meta analisis disimpulkan bahwa secara statistik suplemen kalsium 1000-1500mg dapatmenurunkan tekanan darah sistolik sebesar 1,27mmHg (Cl 95%-2,25-0,29mmHg;p=0,01), sedangkan untuk diastolik 0,24mmHg (Cl 95%-0,92-0,44mmHg;p=0,49), akan tetapi penurunan tekanan darah tersebut secara klinis tidak  bermakna. Namun sampai saat ini belum jelas patofisiologi hubungan antar kadar kalsium dengan kejadian preeklampsia .

G. Metabolisme Kalsium 

Kalsium memegang peranan penting dalam berbagai proses fungsi fisiologis di dalam tubuh yaitu proses pembekuan darah, bersama dengan natrium dan kalium mempertahankan potensial membrane sel, transduksi sinyal antara reseptor hormon,ekstabilitas neuromuskuler, integritas membrane sel; reaksi-reaksi enzimatik, proses neurotransmisi, membentuk struktur tulang dan sebagai cadangan kalsium tubuh. Kadar kalsium dalam plasma ditentukan oleh absorbsi kalsium pada salurancerna, resorbsi kalsium pada tulang dan pengeluaran kalsium melalui tinja, urin, dankeringat. Pengaturan keseimbangan kalsium dipengaruhi terutama oleh hormon paratiroid, kalsitoninm dan vitamin D.

Patofisiologi

Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis PE-E. Vasokonstriksi menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanyavasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehinggaterjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriol disertai perdarahan mikro pada tempat endotel.

Page 23: PEB Case Report

Selain itu Hubel (1989) mengatakan bahwa adanya vasokonstriksi arterispiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksia/anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidasi itusendiri memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akanmengganggu metabolisme di dalam sel.

Implantasi dari invasi trofoblas yang tidak normal ke dalam pembuluh darahuterus merupakan penyebab terbesar kejadian hipertensi yang berkaitan dengan sindrom preeklampsia . Secara fisiologis invasi ke dalam uterus oleh trofoblas endovaskuler menyebabkan remodeling dari arteri spiralis uterus yang luas, yang menyebabkan pelebaran dari diameter pembuluh darah. Pada preeklampsia , terdapat invasi yang kurang dan arteriol profunda dari tidak melebar. Hasil studi menunjukkan derajat dari invasi trofoblas yang inkomplit ke dalam arteri spiralis secara langsung berkaitan dengan derajat keparahan dari hipertensi maternal. Kemudian, akan menyebabkan hipoperfusi plasenta yang akan menyebabkan pelepasan komponen vasoaktif sistemik yang akan menyebabkan respon inflamasi seperti vasokonstriksi, kerusakan endotel, pecahnya kapiler, hiperkoagulasi, dan disfungsi dari trombosit, yang semuanya akan berkontribusi terhadap disfungsi organ dan gambaran klinis dari penyakit.

Peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila keseimbangan antara peroksidase terganggu, dimana peroksidase danoksidan lebih dominan, maka akan timbul keadaan yang disebut stess oksidatif. PadaPE-E serum antioksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan sulfohidril yang berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai ke semua komponen sel yang dilewati termasuk sel-sel endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan mengakibatkan antara lain :

a). Adhesi dan agregasi trombosit. 

b). Gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma.

c).Terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat dari rusaknya trombosit.

d). Produksi prostasiklin terhenti.

e). Terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan.

f). Terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak.

Faktor immunologi merupakan faktor pemegang kunci penyebab preeklampsia yang telah lama dipercaya oleh peneliti. Salah satu komponen yang penting adalah kurangnya disregulasi dari toleransi maternal terhadap antigen paternal pada plasenta dan fetus.

Page 24: PEB Case Report

Maladaptasi dari fetal-maternal ini ditandai dengan hubungan defektif dari sel natural killer (NK) dan HLA-C dari fetus dan mengakibatkan perubahan histologis yang menyerupai dengan rejeksi graft akut. Gangguan sel endoteliel yang khas pada preeklampsia dapat terjadi sebagai akibatdari aktivasi leukosit yang ekstrim pada sirkulasi maternal.

Kriteria Diagnosis

Dikatakan preeklampsia berat apabila gejala didapatkan satu atau lebih gejala dibawah ini pada kehamilan > 20 minggu :

1. Tekanan darah >160/110 dengan syarat diukur dalam keadaan relaksasi(pengukuran minimal setelah istirahat 10 menit) dan tidak dalam keadaan his.

2. Proteinuria >5gr/24jam atau +4 pada pemeriksaan kuantitatif.3. Oligouria, produksi urine <500cc/24jam yang disertai dengan kenaikan kreatinin plasma.4. Gangguan visus dan serebral5. Nyeri epigastrium/hipokondrium kanan6. Edema paru dan sianosis7. Gangguan janin intrauteri8. Adanya Hellp Syndrome (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelets Count )

Pemeriksaan Laboratorium

CBC dan Apusan darah tepi : Anemia Hemolitik Mikroangiopatik -Trombositopenia <100.000 Hemokonsentrasi sering terdapat pada preeklampsia berat-Sistiosit pada Apusan darah

tepi Tes Fungsi liver : Kadar enzim Transaminase yang meningkat Kadar serum kreatinin : kadarnya meningkat yang disebabkan penurunanvolume

intravaskuler dan penurunan dari GFR  Faktor Koagulasi yang abnormal : Peningkatan PT dan aPTT Asam urat :

Hiperurisemia merupakan gambaran laboratorium awal pada preeklampsia berat. Tes ini memiliki sensitivitas yang rendah yaitu sekitar 0-55%,namum mempunyai spesifikasi yang tinggi yaitu sekitar 77-95%.

Gambaran Radiologi

CT-Scan Kepala

Studi menggunakan pemeriksaan ini untuk mendeteksi adanya perdarahan intracranial pada pasien yang memiliki gejala sakit kepala hebat yang tiba-tiba, defisitneurologis atau kejang dengan status post-ictal yang memanjang.

Page 25: PEB Case Report

Ultrasonografi

Pemeriksaan ini digunakan untuk memeriksa status dari fetus yang sama baiknya ketika memeriksa restriksi pertumbuhan.

Kardiotokografi

Ini merupakan tes standar untuk mengetahui stress fetal dalam rahim dan dapat memonitor fetus secara menetap. Walapun dapat memberikan informasi yang berkelanjutan, namun alat ini memiliki kemampuan prediktif yang kurang.

Penatalaksanaan

Perawatan Pre-Hospital

Kegiatan rujukan penderita preeklampsia berat-eklampsia, dapat dibagi dalam beberapa tahapan, yaitu :

1. Tahap pengobatan pendahuluan2. Tahap transportasi penderita3. Tahap pengobatan lanjutan4. Tahap merujuk balik

TAHAP PENGOBATAN PENDAHULUAN

Bagi semua tenaga kesehatan, kemampuan yang perlu dimiliki pada tahap pengobatan pendahuluan ialah secepatnya dapat mendiagnosis adanya hipertensi dalam kehamilan, menentukan klasifikasinya, serta menentukan adanya penyulit- penyulit yang timbul. Tujuan pengobatan pendahuluan ialah agar penderita tidak jatuh dalam stadium yang lebih berat dan dapat segera mengatasi penyulit-penyulitnya. Tahap ini lasim disebut tahap resusitasi. Dalam memberikan pengobatan pendahuluan ini perlu diingat hal-hal yang berhubungan dengan perubahan fisiologi kehamilan normal dan patofisiologi hipertensi dalam kehamilan.

Perubahan-perubahan penting pada kehamilan normal dan Hipertensi :

Kehamilan normal

1. Adanya kompresi aorta - caval oleh Rahim

2. Peningkatan kebutuhan O2 dan ventilasi

3. Resiko aspirasi bahan lambung

Page 26: PEB Case Report

Hipertensi dalam kehamilan

1. Hipovolemia

2. Vasokonstriksi

3. Penurunan aliran darah pada organ-organ penting

Obat-obat yang diberikan

Pengobatan pendahuluan mutlak dilakukan agar tercapai stabilitashemodinamik dan metabolik:

1. Pemasangan infus Pemasangan kanula intravena dengan diameter 16 G dimaksudkan agar dapatmemberikan cairan infus dengan lancar dan sebagai sarana pemberian obat-obatintravena. Cairan infus yang diberikan adalah dekstrose 5% setiap 1000 mldiselingi cairan ringer laktat 500 ml.

2. Obat-obat anti kejanga. MgS04

Diberikan secara intramuskuler pada preeklampsia berat, sedang padaeklampsia diberikan secara intravena.

-  Loading dose : 4 g MgSO4 40% dalam larutan 10 ml intravena selama 4 menit,disusul 8 g MgSO4 40% dalam larutan 25 ml intramuskuler pada bokong kiri dan kanan masing-masing 4 g.

- Maintenance dose : 4 g MgSO4 tiap 6 jam secara intramuskuler; bila timbul kejang lagi, dapat diberikan tambahan 2 g MgSO4 iv selama 2 menit sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Bila setelah pemberian dosis tambahan masih tetap kejang maka diberikan amobarbital 3-5 mg/kgBB/iv. Pada pemberian MgSO4 diperlukan pemantauan tanda-tanda keracunan MgSO4. Kejang ulang setelah pemberian MgSO4 hanya 1%. Magnesiumsulfat menurunkan eksitabilitas neuromuskuler; walaupun dapat menembus plasenta, tidak ditemukan bukti toksisitas pada neonates dari fetus.

b. DiazepamSuatu antikonvulsan yang efektif dengan jalan menekan reticular activating system dan basal ganglia tanpa menekan pusat meduler. Diazepam melewati barier plasenta dan dapat menyebabkan depresi pernapasan pada neonatus, hipotensi dan hipotermi hingga 36 jam setelah pemberiannya. Depresi neonatal ini hanya terjadi bila dosisnya lebih dari 30 mg pada 15 jam sebelum kelahiran. Dosis awal : 10-20 mg bolus intravena. Dosis tambahan : 5-10 mg intravena jika diperlukan atau tetesan 40 mg diazepam dalarn 500 mllarutan dekstrose 5%.

Page 27: PEB Case Report

3. Obat-obat anti hipertensi

Diberikan jika tekanan darah sistolik 160 mmHg atau tekanan darah diastolik 110 mmHg.

a. KlonidinSatu-satunya antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan. 1 ampulmengandung 0,15 mg/ml. Caranya : 1 ampul klonidin diencerkan dalam 10 ml larutan garam faal atau aquadest. Disuntikkan mula-mula 5 ml i.v pelan-pelan selama 5 menit; setelah 5 menit tekanan darah diukur, bila belum turun, diberikan lagi sisanya. Klonidin dapat diberikan tiap 4 jam sampai tekanan darah mencapai normal. 

b. NifedipinObat yang termasuk golongan antagonis kalsium ini dapat diberikan 10 mg sublingual atau 3-4 kali 10 mg peroral.

c. HidralasinVasodilator ini tergolong obat yang banyak dipakai untuk hipertensi dalam kehamilan. Ferris dan Burrow mengatakan bahwa penurunan vasospasme akan meningkatkan perfusi uteroplasenter. Obat ini di Indonesia hanya tersedia dalam bentuk tablet.

4. Diuretika

Diuretika tidak digunakan kecuali jika didapatkan:a. edema paru b. payah jantung kongestif c. edema anasarka

Yang dipakai adalah golongan furosemid. Baik tiazid maupun furosemid dapatmenurunkan fungsi uteroplasenter.

5. Kardiotonika

Indikasi pemberiannya ialah bila ditemukan tanda-tanda payah jantung.

6. Antipiretika

Digunakan bila suhu rektal di atas 38,5°C ; dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin.

7. Antibiotika

Diberikan atas indikasi

Page 28: PEB Case Report

8. Anti nyeri

Bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi rahim dapat diberi petidin 50-75 mg sekali saja selambat-lambatnya 2 jam sebelum bayi lahir. Mengingat dalam kasus rujukan preeklampsia berat-eklampsia, petugas terdepan yang sering menemukan kasus ini adalah perawat atau bidan maka para petugas tersebut wajib dan harus mampu memberikan obat-obat pendahuluan yang mutlak dilakukan sebelum transportasi. Kewenangan dokter puskesmas dalam memberikan obat-obat pendahuluan dapat didelegasikan kepada perawat maupun bidan. Bila perawat atau bidan mengetahui dengan benar syarat-syarat, indikasi dan cara pemberian obat tersebut maka kecil kemungkinan terjadinya pengaruh sangkal obat-obat tersebut. Bila penderita preeklampsi-eklampsia kejang-kejang kemudian jatuh ke dalam koma, maka selain diberikan pengobatan pendahuluan, perawatan pendahuluan juga penting dalam persiapan transportasi. Perlu diingat bahwa penderita koma tidak bereaksi atau mempertahankan diri terhadap:

- suhu yang ekstrim

- posisi tubuh yang menimbulkan nyeri

- aspirasi

Bahaya terbesar yang mengancam penderita koma adalah buntunya jalan napas atas. Setiap penderita eklampsia yang jatuh ke dalam koma harus dianggap bahwa jalan napas atasnya terbuntu, kecuali dibuktikan lain. Oleh karena itu tindakan pertama adalah menjaga dan mengusahakan agar jalan napas atas tetapterbuka. Cara yang sederhana dan cukup efektif adalah dengan cara head tilt-chinlift atau head tilt-neck lift yang kemudian dilanjutkan dengan pemasangan kanulorofaringeal. Hal penting ke dua yang perlu diperhatikan ialah bahwa penderitakoma akan kehilangan refleks muntah sehingga ancaman aspirasi bahan lambungsangat besar. Ibu hamil selalu dianggap memiliki lambung penuh, oleh sebab itusemua benda-benda yang berada dalam rongga mulut dan tenggorokan, baik berupa makanan atau lendir harus diisap secara intermitten. Penderita ditidurkan dalam posisi yang stabil untuk drainase lendir.

Pada penderita yang kejang tujuan pertolongan pertama ialah mencegah penderita mengalami trauma akibat kejang-kejang tersebut. Penderita diletakkan ditempat tidur yang lebar; hendaknya dijaga agar kepala dan ekstremitas penderita yang kejang tidak membentur benda di sekitarnya. Hindari fiksasi terlalu kuat yang justru dapat menimbulkan fraktur. Beri sudip lidah dan jangan mencoba melepas sudip lidah yang sedang tergigit karena dapat mematahkan gigi. Ruangan penderita harus cukup terang. Bila kejang-kejang reda, segera beri oksigen.

Page 29: PEB Case Report

PEMANTAUAN JANIN DALAM RAHIM

Denyut jantung janin dapat dipantau secara sederhana dengan alat monoskop, jika tersedia, digunakan doppler atau ultrasonografi.

TAHAP TRANSPORTASI PENDERITA

Yang dimaksud dengan tahap transportasi penderita ialah memindahkan penderita dari suatu tempat ke tempat lain yang lebih memadai secara efektif, efisiendan benar. Ada dua kegiatan yang harus dilakukan yaitu:

1. Evaluasi penderita setelah pengobatan pendahuluan (pretransfer assessment setelah pretransfer treatment )

2. Transfer penderita

Pada tahap pretransfer assessment perlu diperhatikan apakah setelah pemberian obat-obat pendahuluan, stabilitas hemodinamik dan metabolik sudahtercapai, biasanya memerlukan waktu 4-6 jam setelah pengobatan medikamantosa lengkap berakhir. Evaluasi klinik yang penting untuk menentukan stabilitas penderita adalah dari aspek.

a. Sistem kardiosirkulasi b. Sistem respirasic. Sistem susunan saraf pusat

  Semua data penderita dicatat dalam dokumen medik dengan model “Dokumen medik berorientasi masalah” dan harus disertakan bersama penderita pada saat dirujuk. Waktu yang dipakai untuk menunggu tercapainya stabilitas penderita hendaknya dimanfaatkan untuk menyiapkan transportasi. Sarana yang perlu diperhatikan sebelum melakukan transfer penderita ialah :

a. Menyiapkan penderita dalam tandu yang benar  

b. Pemasangan saluran intravena yang dijamin tidak akan macet selama perjalanan.

c. Menyiapkan semua obat, cairan infus dan bila perlu darah untuk bekal di perjalanan.

d. Pemasangan kateter kandung kemih dengan foley catheter No. 18F.

e. Pemasangan endotracheal tube atau oropharyngeal airway bila mungkin.

Page 30: PEB Case Report

B. Penanganan di Rumah Sakit

B.I. Perawatan Aktif 

A. Pengobatan Medisinal

1) Segera rawat di ruangan yang terang dan tenang, terpasang infus Dx/RL dari IGD.

2) Total bed rest dalam posisi lateral decubitus.

3) Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam.

4) Antasida.

5) Anti kejang: 

a. Sulfas Magnesikus (MgSO4)

Syarat: Tersedia antidotum Ca. Glukonas 10% (1 amp/iv dalam 3 menit). Reflek  patella (+) kuat Rr > 16 x/menit, tanda distress nafas (-) Produksi urine > 100 ccalam 4 jam sebelumnya.

Cara Pemberian:

Loading dose

secara intravena: 4 gr/MgSO4 20% dalam 4 menit, intramuskuler: 4gr/MgSO4 40% gluteus kanan, 4 gr/MgSO4 40% gluteus kiri. Jika ada tanda impending eklampsi LD diberikan iv+im, jika tidak ada LD cukup im saja.

Maintenance dose

diberikan 6 jam setelah loading dose, secara IM 4 gr/MgSO440%/6 jam, bergiliran pada gluteus kanan/kiri.

Penghentian SM :

Pengobatan dihentikan bila terdapat tanda-tanda intok-sikasi, setelah 6 jam pasca persalinan, atau dalam 6 jam tercapai normotensi.

b. Diazepam: digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam.Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada pemberian, alih rawat R. ICU.

c. .Diuretika Antepartum: manitolPostpartum: Spironolakton (non K release), Furosemide (K release). Indikasi:Edema paru-paru, gagal jantung kongestif, Edema anasarka.

Page 31: PEB Case Report

d. Anti hipertensiIndikasi: T > 180/110 Diturunkan secara bertahap. Alternatif antepartum Adrenolitik sentral:

- Dopamet 3X125-500 mg.- Catapres drips/titrasi 0,30 mg/500 ml D5 per 6 jam : oral 3X0,1 mg/hari

Post partum : ACE inhibitor: Captopril 2X 2,5-25 mg Ca Channel blocker: Nifedipin 3X5-10mg.

e. Kardiotonika Indikasi: gagal jantung

f. Lain-lain: Antipiretika, jika suhu>38,5°C Antibiotika jika ada indikasi  Analgetika Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1X80 mg/hari

Syarat: Trombositopenia (<60.000/cmm)

B. Pengobatan obstetrik 

1). Belum inpartu

a) Amniotomi & Oxytocin drip (OD) Syarat: Bishop score >8, setelah 3 menit tx. Medisinal. 

b) Sectio Caesaria Syarat: kontraindikasi oxytocin drip 12 jam OD belum masuk fase aktif.

2). Sudah inpartu

a) Kala I Fase aktif: 6 jam tidak masuk f. aktif dilakukan SC.Fase laten: Amniotomi saja, 6 jam kemudian pembukaan belum lengkap lakukan SC (bila perlu drip oxytocin).

b) Kala II Pada persalinan pervaginam, dilakukan partus buatan VE/FE. Untuk kehamilan< 37 minggu, bila memungkinkan terminasi ditunda 2X24 jam untuk maturasi paru janin.

Page 32: PEB Case Report

PERAWATAN KONSERVATIF

Perawatan konservatif kehamilan preterm <37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia, dengan keadaan janin baik. Perawatan tersebut terdiridari:

- SM Therapy: Loading dose: IM saja.Maintenance dose: sama seperti di atas.Sulfas Magnesikus dihentikan bila sudah mencapai tanda Preeklampsia ringan,selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.

-Terapi lain sama seperti di atas.

-Dianggap gagal jika > 24 jam tidak ada perbaikan, harus diterminasi.

-Jika sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan, diberikan SM 20% 2 gr/IV dulu.

-Penderita pulang bila: dalam 3 hari perawatan setelah penderita menunjukkan tanda-tanda PER keadaan penderita tetap baik dan stabil.

Page 33: PEB Case Report

DAFTAR PUSTAKA

1. Hariadi R. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Edisi Perdana Himpunan KedokteranFetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Surabaya;2004. hal: 364-82, 392-3, 426-43.

2. Chrisdiono M. A. 2004. Kehamilan Postterm. Dalam : Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. EGC. Jakarta. Pp: 32-33.

3. Mochtar, R.Sinopsis Obstetri. Delfi Lutan (ed). Edisi 2. Jakarta: Penerbit BukuKedokteran EGC; 1998. hal: 198-208; 255-85.

4. Wiknjosastro, H, Saifuddin A B, Rachimhadi T (eds). Ilmu Kebidanan. Edisi 3.Cetakan 8. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2006. hal: 386-97

5. Tukur Jamilu, 2009. The use of magnesium sulphate for treatmen severe preeclampsia and eclampsia. Available at www.annalsafrmed.org. 

6. Kee-Hak Lim.2009. Preeclampsia. Available on  www.emedicine.com   7. Matthiesen, Leif. 2005. Immunology of preeclampsia. S. Karger AG, Basel :New York8. Zina Semenovskaya. 2010. Pregnancy, preeclampsia. Available fromwww.emedicine.com 9. Virginia D. Winn. 2009. Severe Preeclampsia-Related Changes in Gene Expression at the

Maternal-Fetal Interface Include Sialic Acid-Binding  Immunoglobulin-Like Lectin-6 and Pappalysin-2. Available from www.theendocrinesociety.com

10. Cunningham, F. Gary. 2001. William Obsetrics 21st edition. McGraw-Hill : NewYork 11. James, Scott. 2003. Danforth’s Obsetrics and Gnyecology 9th edition. Lippincolt William and

Wilkins : England