blok 23 perbaikan

25
Mata Tenang Visus Tenang : Dakriosistitis OD dan Miopi OD Ernestin Salma Jelalu 102011024 Email : [email protected] Mahasiswa Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat, Jakarta 11510, Indonesia Pendahuluan Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa kelenjar lakrimal dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, dan meatus inferior. Sistem eksresi lakrimal cenderung mudah terjadi infeksi dan inflamasi karena berbagai sebab. Membran mukosa pada saluran ini terdiri dari dua permukaan yang saling bersinggungan, yaitu mukosa konjungtiva dan mukosa nasal, di mana pada keadaan normal pun sudah terdapat koloni bakteri. Tujuan fungsional dari sistem ekskresi lakrimal adalah mengalirkan air mata dari kelenjar air mata menuju ke cavum nasal. Kelainan yang dapat terjadi pada sistem lakrimal dapat berupa dakriosistitis dan

Upload: erenjelalu

Post on 02-Sep-2015

228 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

23

TRANSCRIPT

Mata Tenang Visus Tenang : Dakriosistitis OD dan Miopi OD

Ernestin Salma Jelalu

102011024

Email : [email protected]

Mahasiswa Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat, Jakarta 11510, Indonesia

Pendahuluan

Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa kelenjar lakrimal dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, dan meatus inferior. Sistem eksresi lakrimal cenderung mudah terjadi infeksi dan inflamasi karena berbagai sebab. Membran mukosa pada saluran ini terdiri dari dua permukaan yang saling bersinggungan, yaitu mukosa konjungtiva dan mukosa nasal, di mana pada keadaan normal pun sudah terdapat koloni bakteri. Tujuan fungsional dari sistem ekskresi lakrimal adalah mengalirkan air mata dari kelenjar air mata menuju ke cavum nasal. Kelainan yang dapat terjadi pada sistem lakrimal dapat berupa dakriosistitis dan dakrioadenitis. Tersumbatnya aliran air mata secara patologis menyebabkan terjadinya peradangan pada sakus lakrimal yang biasa disebut dengan dakriosistitis.1

Dakriosistitis dapat berlangsung secara akut maupun kronis. Dakriosistitis akut ditandai dengan nyeri yang muncul secara tiba-tiba dan kemerahan pada regio kantus medial, sedangkan pada inflamasi maupun infeksi kronis dari sakus lakrimal ditandai dengan adanya epifora, yaitu rasa nyeri yang hebat di bagian sakus lakrimal dan disertai dengan demam. Selain dakriosistitis akut dan kronis, ada juga dakriosistitis kongenital yang merupakan bentuk khusus dari dakriosistitis. Patofisiologinya berhubungan erat dengan proses embriogenesis dari sistem eksresi lakrimal.1

Dakriosistitis umumnya terjadi pada dua kategori usia, yaitu anak-anak dan orang dewasa di atas 40 tahun dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga 70 tahun. Dakriosistitis pada bayi yang baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1% dari jumlah kelahiran yang ada. Kebanyakan penelitian menyebutkan bahwa sekitar 70-83% kasus dakriosistitis dialami oleh wanita, sedangkan pada dakriosistitis kongenital jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan perempuan.2Anamnesis Untuk menegakkan diagnosis dakriosistitis dibutuhkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan dengan cara autoanamnesis dan alloanamnesis. Meliputi identitas diri, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, serta keadaan sosial ekonomi.

Pemeriksaan fisik

Pada awal pemeriksaan fisik, kita lakukan tes ketajaman penglihatan dengan snellen chart, pemeriksaan segmen anterior, segmen posterior serta tes tonometry. Beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi serta letak dan penyebab obstruksi. Pemeriksaan fisik yang digunakan untuk memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus nasolakrimalis adalah dye dissapearence test, fluorescein clearance test dan John's dye test. Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat warna fluorescein 2% sebagai indikator. Sedangkan untuk memeriksa letak obstruksinya dapat digunakan probing test dan anel test. 1Dye dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada kedua mata, masing-masing 1 tetes. Kemudian permukaan kedua mata dilihat dengan slit lamp.1Fluorescein clearance test dilakukan untuk melihat fungsi saluran ekskresi lakrimal. Uji ini dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada mata yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Setelah itu pasien diminta berkedip beberapa kali dan pada akhir menit ke-6 pasien diminta untuk beringus (bersin) dan menyekanya dengan tissue. Jika pada tissue didapati zat warna, berarti duktus nasolakrimalis tidak mengalami obstruksi.1Jones dye test juga dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran ekskresi lakrimal. Uji ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones Test II. Pada Jones Test I, mata pasien yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya ditetesi zat warna fluorescein 2% sebanyak 1-2 tetes. Kemudian kapas yang sudah ditetesi pantokain dimasukkan ke meatus nasal inferior dan ditunggu selama 3 menit. Jika kapas yang dikeluarkan berwarna hijau berarti tidak ada obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Pada Jones Test II, caranya hampir sama dengan Jones test I, akan tetapi jika pada menit ke-5 tidak didapatkan kapas dengan bercak berwarna hijau maka dilakukan irigasi pada sakus lakrimalisnya. Bila setelah 2 menit didapatkan zat warna hijau pada kapas, maka dapat dipastikan fungsi sistem lakrimalnya dalam keadaan baik. Bila lebih dari 2 menit atau bahkan tidak ada zat warna hijau pada kapas sama sekali setelah dilakukan irigasi, maka dapat dikatakan bahwa fungsi sistem lakrimalnya sedang terganggu.1Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air mata ke dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi menelan. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi sistem ekskresi lakrimal normal. Pemeriksaan lainnya adalah probing test. Probing test bertujuan untuk menentukan letak obstruksi pada saluran ekskresi air mata dengan cara memasukkan sonde ke dalam saluran air mata. Pada tes ini, punctum lakrimal dilebarkan dengan dilator, kemudian probe dimasukkan ke dalam sackus lakrimal. Jika probe yang bisa masuk panjangnya lebih dari 8 mm berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika yang masuk kurang 8 mm berarti ada obstruksi.3Pemeriksaan penunjang

Jika, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik masih belum bisa dipastikan penyakitnya, maka boleh dilakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang juga memiliki peranan penting dalan penegakkan diagnosis dakriosistitis. CT scan sangat berguna untuk mencari tahu penyebab obstruksi pada dakriosistitis terutama akibat adanya suatu massa atau keganasan. Dacryocystography (DCG) dan dacryoscintigraphy sangat berguna untuk mendeteksi adanya kelainan anatomi pada sistem drainase lakrimal.2Anatomi Sistem LakrimalisSistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa kelenjar lakrimalis dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimalis, kanalis lakrimalis, sakus lakrimalis, duktus nasolakrimalis, dan meatus inferior. Kelenjar lakrimalis terletak pada bagian lateral atas mata yang disebut dengan fossa lakrimalis. Bagian utama kelenjar ini bentuk dan ukuranya mirip dengan biji almond, yang terhubung dengan suatu penonjolan kecil yang meluas hingga ke bagian posterior dari palpebra superior. Dari kelenjar ini, air mata diproduksi dan kemudian dialirkan melalui 8-12 duktus kecil yang mengarah ke bagian lateral dari fornix konjungtiva superior dan di sini air mata akan disebar ke seluruh permukaan bola mata oleh kedipan kelopak mata.1Selanjutnya, air mata akan dialirkan ke dua kanalis lakrimalis, superior dan inferior, kemudian menuju ke punctum lakrimalis yang terlihat sebagai penonjolan kecil pada kantus medial. Setelah itu, air mata akan mengalir ke dalam sakus lakrimalis yang terlihat sebagai cekungan kecil pada permukaan orbita. Dari sini, air mata akan mengalir ke duktus nasolakrimalis dan bermuara pada meatus nasal bagian inferior. Dalam keadaan normal, duktus ini memiliki panjang sekitar 12 mm dan berada pada sebuah saluran pada dinding medial orbita.Working diagnosis Dakriosistitis OD dan Miopi ODDAKRIOSISTITISDefinisi

Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi pada anak-anak biasanya akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung.1Epidemiologi

Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa di atas 40 tahun, terutama perempuan dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga 70 tahun. Dakriosistitis pada bayi yang baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1% dari jumlah kelahiran yang ada dan jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan perempuan. Jarang ditemukan pada orang dewasa usia pertengahan kecuali bila didahului dengan infeksi jamur.1Klasifikasi

Berdasarkan perjalanan penyakitnya, dakriosistitis dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:3a. Akut

Pasien dapat menunjukkan morbiditasnya yang berat namun jarang menimbulkan kematian. Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses pada sakus lakrimalis dan penyebaran infeksinya.b. Kronis

Morbiditas utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang berlebihan dan terjadinya infeksi dan peradangan pada konjungtiva.c. Kongenital

Merupakan penyakit yang sangat serius sebab morbiditas dan mortalitasnya juga sangat tinggi. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan selulitis orbita, abses otak, meningitis, sepsis, hingga kematian. Dakriosistitis kongenital dapat berhubungan dengan amniotocele, di mana pada kasus yang berat dapat menyebabkan obstruksi jalan napas. Dakriosistitis kongenital yang indolen sangat sulit didiagnosis dan biasanya hanya ditandai dengan lakrimasi kronis, ambliopia, dan kegagalan perkembangan. Faktor Predisposisi

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi duktus nasolakrimalis :3 Terdapat benda yang menutupi lumen duktus, seperti pengendapan kalsium, atau koloni jamur yang mengelilingi suatu korpus alienum.

Terjadi striktur atau kongesti pada dinding duktus. Penekanan dari luar oleh karena terjadi fraktur atau adanya tumor pada sinus maksilaris.

Obstruksi akibat adanya deviasi septum atau polip.Etiologi

Dakriosistitis dapat disebabkan oleh bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Bakteri Gram positif Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama terjadinya infeksi pada dakriosistitis akut, sedangkan Coagulase Negative-Staphylococcus merupakan penyebab utama terjadinya infeksi pada dakriosistitis kronis. Selain itu, dari golongan bakteri Gram negatif, Pseudomonas sp. juga merupakan penyebab terbanyak terjadinya dakriosistitis akut dan kronis.

Literatur lain menyebutkan bahwa dakriosistitis akut pada anak-anak sering disebabkan oleh Haemophylus influenzae, sedangkan pada orang dewasa sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Streptococcus -haemolyticus. Pada literatur ini, juga disebutkan bahwa dakriosistitis kronis sering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae.Patofisiologi

Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi duktus nasolakrimalis pada anak-anak biasanya akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung.Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan penumpukan air mata, debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang merupakan media pertumbuhan yang baik untuk pertumbuhan bakteri.Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini dapat diketahui dengan melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis 12. Tahapan-tahapan tersebut antara lain:3 Tahap obstruksiPada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga yang keluar hanyalah air mata yang berlebihan.

Tahap Infeksi

Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus, mukopurulen, atau purulent tergantung pada organisme penyebabnya. Tahap Sikatrik

Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal ini dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga membentuk suatu kista.Gejala KlinisGejala umum pada penyakit ini adalah keluarnya air mata dan kotoran. Pada dakriosistitis akut, pasien akan mengeluh nyeri di daerah kantus medial (epifora) yang menyebar ke daerah dahi, orbita sebelah dalam dan gigi bagian depan. Sakus lakrimalis akan terlihat edema, lunak dan hiperemi yang menyebar sampai ke kelopak mata dan pasien juga mengalami demam. Jika sakus lakrimalis ditekan, maka yang keluar adalah sekret mukopurulen.4

Pada dakriosistitis kronis gejala klinis yang dominan adalah lakrimasi yang berlebihan terutama bila terkena angin. Dapat disertai tanda-tanda inflamasi yang ringan, namun jarang disertai nyeri. Bila kantung air mata ditekan akan keluar sekret yang mukoid dengan pus di daerah punctum lakrimal dan palpebra yang melekat satu dengan lainnya.4

Pada dakriosistitis kongenital biasanya ibu pasien akan mengeluh mata pasien merah pada satu sisi, bengkak pada daerah pangkal hidung dan keluar air mata diikuti dengan keluarnya nanah terus-menerus. Bila bagian yang bengkak tersebut ditekan pasien akan merasa kesakitan (epifora).4Miopi

Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke mata jatuh di depan retina pada mata yang istirahat (tanpa akomodasi). Gambaran kelainan pemfokusan cahaya di retina pada miopia, dimana cahaya sejajar difokuskan didepan retina.5Klasifikasi Miopia

Miopia dibagi berdasarkan beberapa karakteristik sebagai berikut :5a. Menurut jenis kelainannya, Vaughan membagi miopia menjadi :

Miopia aksial, dimana diameter antero-posterior dari bola mata lebih panjang dari normal.

Miopia kurvatura, yaitu adanya peningkatan curvatura kornea atau lensa.

Miopia indeks, terjadi peningkatan indeks bias pada cairan mata.

b. Menurut perjalanan penyakitnya, miopia di bagi atas (Ilyas, 2005) :

Miopia stasioner yaitu miopia yang menetap setelah dewasa.

Miopia progresif, yaitu miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata.

Miopia maligna, yaitu keadaan yang lebih berat dari miopia progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan.

Etiologi Miopia

Etiologi miopia belum diketahui secara pasti. Ada beberapa keadaan yang dapat menyebabkan timbulnya miopia seperti alergi, gangguan endokrin, kekurangan makanan, herediter, kerja dekat yang berlebihan dan kekurangan zat kimia (kekurangan kalsium, kekurangan vitamin).Pada mata miopia fokus sistem optik mata terletak di depan retina, sinar sejajar yang masuk ke dalam mata difokuskan di dalam badan kaca. Jika penderita miopia tanpa koreksi melihat ke objek yang jauh, sinar divergenlah yang akan mencapai retina sehingga bayangan menjadi kabur. Ada dua penyebab yaitu : daya refraksi terlalu kuat atau sumbu mata terlalu panjang.Miopia yang sering dijumpai adalah miopia aksial. Miopia aksial adalah bayangan jatuh di depan retina dapat terjadi jika bola mata terlalu panjang. Penyebab dari miopia aksial adalah perkembangan yang menyimpang dari normal yang di dapat secara kongenital pada waktu awal kelahiran, yang dinamakan tipe herediter. Bila karena peningkatan kurvatura kornea atau lensa, kelainan ini disebut miopia kurvatura.Peningkatan kurvatura kornea dapat ditemukan pada keratokonus yaitu kelainan pada bentuk kornea. Pada penderita katarak (kekeruhan lensa) terjadi miopia karena lensa bertambah cembung atau akibat bertambah padatnya inti lensa. Miopia dapat ditimbulkan oleh karena indeks bias yang tidak normal, misalnya akibat kadar gula yang tinggi dalam cairan mata (diabetes mellitus) atau kadar protein yang meninggi pada peradangan mata. Miopia bias juga terjadi akibat spasme berkepanjangan dari otot siliaris (spasme akomodatif), misalnya akibat terlalu lama melihat objek yang dekat. Keadaan ini menimbulkan kelainan yang disebut pseudo myopia.Gambaran Klinik Miopia

Sebagian kasus-kasus miopia dapat diketahui dengan adanya kelainan pada jarak pandang. Pada tingkat ringan, kelainan baru dapat diketahui bila penderita telah diperiksa.Gejala subjektif :5 Akibat sinar dari suatu objek jauh difokuskan di depan retina, maka penderita miopia hanya dapat melihat jelas pada waktu melihat dekat, sedangkan penglihatan kabur bila melihat objek jauh.

Keluhan astenopia, seperti sakit kepala yang dengan sedikit koreksi dari miopianya dapat disembuhkan.

Kecendrungan penderita untuk menyipitkan mata waktu melihat jauh untuk mendapatkan efek pinhole agar dapat melihat dengan lebih jelas.

Penderita miopia biasanya suka membaca, sebab mudah melakukannya tanpa usaha akomodasi.Gejala objektif :5a. Miopia simple :

Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif lebar. Kadang-kadang bola mata ditemukan agak menonjol.

Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat disertai kresen miopia yang ringan disekitar papil saraf optik.

b. Miopia Patologi :

Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simple.

Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kalainan-kelainan pada korpus vitreus, papil saraf optic, macula, retina terutama pada bagian temporal serta seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina.Penatalaksanaan Miopia

Penatalaksanaan miopia adalah dengan mengusahakan sinar yang masuk mata difokuskan tepat di retina. Penatalaksanaan miopia dapat dilakukan dengan caramengkoreksi miopia dengan kacamata, dapat dilakukan dengan menggunakan lensa konkaf (cekung/negatif) karena berkas cahaya yang melewati suatu lensa cekung akan menyebar. Bila permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu tinggi atau bila bola mata terlalu panjang seperti pada miopia, keadaan ini dapat dinetralisir dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata. Lensa cekung yang akan mendivergensikan berkas cahaya sebelum masuk ke mata, dengan demikian fokus bayangan dapat dimundurkan ke arah retina.5Diagnosis Bandinga. Stenosis dan obstruksi duktus nasolacrimalPenyumbatan duktus nasolacrimal dapat diakibatkan tertutupnya membrane di daerah meatus inferior pada neonatus. Pada bayi obstruksi ini terjadi akibat kelainan bawaan, sedang pada orang dewasa, disebabkan oleh dakriolit dan dapat terjadi akibat dakriosistitis. Pasien akan mengeluh epiforia sehingga mengakibatkan blefaritis akibat air mata yang bersifat basa merangsang kelopak bawah. Pengobatan dengan melakukan probing (pemasokan)atau bila terjadi residif dilakukan dakriosistorinostomi.4,5b. DakrioadenitisDakrioadenitis ialah suatu proses inflamasi pada kelenjar air mata pars sekretorik. Dibagi menjadi dua yaitu dakrioadenitis akut dan kronik, keduanya dapat disebabkan oleh suatu proses infeksi ataupun dari penyakit sistemik lainnya. Peradangan kelenjar lakrimal atau dakrioadenitis merupakan penyakit yang jarang di temukan dan dapat dalam bentuk unilateral ataupun bilateral.Dakrioadenitis dapat berjalan akut ataupun kronis. Pada dakrioadenitis akut sering ditemukan pembesaran kelenjar air mata di dalam palpebra superior , hal ini dapat ditemukan apabila kelopak mata atas dieversi , maka akan kelihatan tonjolan dari kelenjar air mata yang mengalami proses inflamasi . Pada perabaan karena ini merupakan suatu proses yang akut maka biasanya akan sangat nyeri dan dapat diikuti oleh gejala klinis lainnya yaitu kemosis (pembengkakkan konjungtiva), konjungtival injeksi , mukopurulen sekret, erythema dari kelopak mata, lymphadenopati (submandibular), pembengkakkan dari 1/3 lateral atas kelopak mata (S- shape ) , proptosis , pergerakan bola mata yang terbatas. Pada kronis darkrioadenitis gejala klinisnya lebih baik daripada yang akut. Umumnya tidak ditemukan nyeri , ada pembesaran kelenjar namun mobil, tanda-tanda ocular minimal, ptosis bisa ditemukan, dapat ditemukan sindroma mata kering. Dakrioadenitis akut dan kronis dapat terjadi akibat infeksi :5- Virus : parotitis, herpes zoster, virus ECHO, dan virus sitomegali. Pada anak dapat terlihat sebagai komplikasi infeksi kelenjar liur,campak, influenza.

- Bakteri : Staphylococcus aureous,streptokok gonokok. Dakrioadenitis dapat terjadi akibat infeksi retrograd konjungtivitis. Trauma tembus dapat menimbulkan reaksi radang pada kelenjar lakrimal.

- Jamur : histoplasmosis, aktinomises, blastomikosis, nokardiosis dan sporottrikosis.- Sarkoid dan idiopati.

Dakrioadenitis menahun sekunder dapat terjadi akibat penyakit Hodgkin, tuberkolosis, mononukleosis infeksiosa, leukimia limfatik dan limfosarkoma. Patofisiologinya masih belum jelas, namun beberapa ahli mengemukakan bahwa proses infeksinya dapat terjadi melalui penyebaran kuman yang berawal di konjungtiva yang menuju ke ductus lakrimalis dan menuju ke kelenjar lakrimalis. Pasien dakrioadenitis akut umumnya meneluh sakit di daerah glandula lakrimal Yaitu di bagian temporal atas rongga orbita disertai dengan kelopak mata yang bengkak, konjungtiva kkemotik dengan belek. Pada infeksi akan terlihat bila mata bergerak akan memberikan sakit dengan pembesaran kelenjar preaurikel. Terapi Dakriosistitis

Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan masase kantong air mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga diberikan antibiotik amoxicillin/clavulanate atau cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis dan dapat pula diberikan antibiotik topikal dalam bentuk tetes (moxifloxacin 0,5% atau azithromycin 1%) atau menggunakan sulfonamid 4-5 kali sehari.5

Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan kompres hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup sering. Amoxicillin dan chepalosporine (cephalexin 500mg p.o. tiap 6 jam) juga merupakan pilihan antibiotik sistemik yang baik untuk orang dewasa. Untuk mengatasi nyeri dan radang, dapat diberikan analgesik oral (acetaminofen atau ibuprofen), bila perlu dilakukan perawatan di rumah sakit dengan pemberian antibiotik secara intravena, seperti cefazoline tiap 8 jam. Bila terjadi abses dapat dilakukan insisi dan drainase. Dakriosistitis kronis pada orang dewasa dapat diterapi dengan cara melakukan irigasi dengan antibiotik. Sumbatan duktus nasolakrimal dapat diperbaiki dengan cara pembedahan jika sudah tidak radang lagi.5Penatalaksaan dakriosistitis dengan pembedahan bertujuan untuk mengurangi angka rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada dakriosistitis adalah dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR ini dibuat suatu hubungan langsung antara sistem drainase lakrimal dengan cavum nasal dengan cara melakukan bypass pada kantung air mata. Dulu, DCR merupakan prosedur bedah eksternal dengan pendekatan melalui kulit di dekat pangkal hidung. Saat ini, banyak dokter telah menggunakan teknik endonasal dengan menggunakan scalpel bergagang panjang atau laser.Dakriosistorinostomi internal memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan dakriosistorinostomi eksternal. Adapun keuntungannya yaitu, (1) trauma minimal dan tidak ada luka di daerah wajah karena operasi dilakukan tanpa insisi kulit dan eksisi tulang, (2) lebih sedikit gangguan pada fungsi pompa lakrimal, karena operasi merestorasi pasase air mata fisiologis tanpa membuat sistem drainase bypass, dan (3) lebih sederhana, mudah, dan cepat (rata-rata hanya 12,5 menit).

Kontraindikasi pelaksanaan DCR ada 2 macam, yaitu kontraindikasi absolut dan kontraindikasi relatif. Kontraindikasi relatif dilakukannya DCR adalah usia yang ekstrim (bayi atau orang tua di atas 70 tahun) dan adanya mucocele atau fistula lakrimalis. Beberapa keadaan yang menjadi kontraindikasi absolut antara lain:5 Kelainan pada kantong air mata : Keganasan pada kantong air mata. Dakriosistitis spesifik, seperti TB dan sifilis Kelainan pada hidung : Keganasan pada hidung Rhinitis spesifik, seperti rhinoskleroma Rhinitis atopik Kelainan pada tulang hidung, seperti periostitisKomplikasi

Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya kantong air mata sehingga membentuk fistel. Bisa juga terkadi abses kelopak mata, ulkus, bahkan selulitis orbita.

Komplikasi juga bisa muncul setelah dilakukannya DCR. Komplikasi tersebut di antaranya adalah perdarahan pascaoperasi, nyeri transien pada segmen superior os.maxilla, hematoma subkutaneus periorbita, infeksi dan sikatrik pascaoperasi yang tampak jelas.4Prognosis

Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi terjadi kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara tepat, sehingga prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan pembedahan baik itu dengan dakriosistorinostomi eksternal atau dakriosistorinostomi internal, kekambuhan sangat jarang terjadi sehingga prognosisnya dubia ad bonam. 4KesimpulanDakriosistitis adalah suatu infeksi pada kantong air mata (sakus lakrimalis). Dakriosistitis terbagi atas akut dan kronik. Bentuk spesial dari inflamasi pada saccus lacrimalis adalah dakriosistitis kongenital, dimana patofisiologinya terkait erat dengan embryogenesis sistem eksresi lakrimal. Pada orang dewasa, perempuan lebih sering terkena dakriosistitis. Umumnya dakriosistitis mengenai umur lebih dari 40 tahun, dan tertinggi pada usia 60-70 tahun. Pada dakriosistitis kongenital, kanalisasi yang tidak lengkap dari duktus nasolakrimalis memiliki peran yang penting dari pathogenesis yang terjadi. Obstruksi dari bagian bawah duktus nasolakrimalis seringkali ditemukan pada orang dewasa yang terkena dakriosistitis. Bakteri aerob dan anaerob bisa didapatkan pada kultur dari anak-anak dan orang dewasa dengan dakriosistitis.Infeksi menyebabkan nyeri di daerah sekitar kantong air mata yang tampak merah dan membengkak. Mata menjadi merah dan berair serta mengeluarkan nanah. Selain itu, penderita juga mengalami demam. Jika infeksi yang ringan atau berulang berlangsung lama maka sebagian besar gejala mungkin menghilang hanya pembengkakan ringan yang menetap.Dakriosistitis akut biasanya berespons terhadap antibiotika sistemik yang memadai, dan bentuk kronis sering dapat dipertahankan dengan tetesan antibiotika. Kompres dengan menggunakan desinfektan juga berpengaruh positif terhadap gangguan klinis. Meskipun begitu, menghilangkan obstruksi adalah penyembuhan satu-satunya.Pada keadaan menahun terdapat gambaran yang hampir sama dengan keadaan akut tetapi tidak disertai nyeri. Apabila pembengkakan cukup besar , bola mata terdorong ke bawah nasal tetapi jarang terjadi proptosis.

DAFTAR PUSTAKA1. AAO. 2007. Orbit, Eyelid, and Lacrimal System. Singapore:American Academy of Ophtalmology. 2. Anonim. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF. Ilmu Penyakit Mata Ed.III. Surabaya: Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo.3. Ilyas, Sidharta. 2012. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 4. Ilyas, Sidharta. 2011. Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.5. Eva. Roirdan Paul & Whitcher J.P. Oftalmologi Umum Vaughan & Asbury, Ed. 17.EGC.Jakarta.200715