pbl blok 23 ksat
TRANSCRIPT
Makalah Kelompok
C – 3
Konjungtivitis Vernal
Disusun oleh:
Annastasya V.Lewa ( 102007213)
Grace Wonnae Elitae (102009003)
Dicky Panduwinata (102009105)
Esti Oktafani (102009150)
Thirumurugan a/l Nyanasegram (102009334)
Firdaus Luke Nugraha(102010007)
Verawaty (102010051)
Wira Santoso Ongko (102010094)
Grevy Yanika (102010191)
Antony Yaputra (102010292)
Zulhelmi bin Ayop (102010384)
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510,
Telephone: (021) 5694-2061
1
Daftar Isi
Cover……………………………………………………………………………….. 1
Daftar Isi…………………………………………………………………………… 2
Bab I Pendahuluan
1.1 Skenario…..…………………………………………………………… 3
1.2 Latar Belakang………………………………………………………. 3
1.3 Anatomi & Fisiologi Konjungtiv…………………………………… 4
1.4 . Tujuan Pembuatan Makalah……………………………………… 5
Bab II Isi ………………………………………………………………………… 6
Bab III Penutup……………………………………………………………………. 21
Daftar Pustaka……………………………………………………………………... 22
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 SkenarioSeorang anak laki laki usia 11 tahun dibawa oleh kedua orang tuanya, ke poli umum
rumah sakit FMC sentul, dengan keluhan utama gatal pada kedua mata terutama
sehabis main bola atau kena panas matahari, adanya riwayat alergi terhadap udara
panas dan debu. Pasien sering menderita batuk pilek. Pada pemeriksaan didapatkan
tidak adanya penurunan ketajaman penglihatan dan kedua mata merah , tidak ada
kotoran mata.
1.2 Latar BelakangKonjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata
dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai
macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus,
bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya kontak lensa.
Konjungtivitis vernal adalah bentuk konjungtivitis alergi yang lebih serius dimana
penyebabnya tidak diketahui. Kondisi paling sering terjadi pada anak
laki-laki, khususnya yang berumur kurang dari 10 tahun yang memiliki eksema, asma, atau
alergi musiman. Konjungtivitis vernal biasanya kambuh setiap musim semi dan hilang pada
musim gugur dan musim dingin. Banyak anak tidak mengalaminya lagi pada umur dewasa
muda.1
Penyebaran konjungtivitis vernal merata di dunia, terdapat sekitar 0,1% hingga 0,5%
pasien dengan masalah tersebut. Penyakit ini lebih sering terjadi pada iklim panas (misalnya
di Italia, Yunani, Israel, dan sebagian Amerika Selatan) daripada iklim dingin (seperti
Amerika Serikat, Swedia, Rusia dan Jerman).1
Umumnya terdapat riwayat keluarga yang bersifat alergi atopik (turunan). Kami
menemukan bahwa 65% pasien kami yang menderita konjungtivitis vernal memiliki satu atau
lebih sanak keluarga setingkat yang memiliki penyakit turunan (misalnya asma, demam
rumput, iritasi kulit turunan atau alergi selaput lendir hidung permanen). Penyakit-penyakit
turunan ini umumnya ditemukan pada pasien itu sendiri. Dalam koleksi kami, 19 dari 39
pasien memiliki satu atau lebih dari empat penyakit turunan utama.6
3
Semua penelitian tentang penyakit ini melaporkan bahwa biasanya kondisi akan
memburuk pada musim semi dan musim panas di belahan bumi utara, itulah mengapa
dinamakan konjungtivitis ”vernal” (atau musim semi). Di belahan bumi selatan penyakit ini
lebih menyerang pada musim gugur dan musim dingin. Akan tetapi, banyak pasien
mengalami gejala sepanjang tahun, mungkin disebabkan berbagai sumber alergi yang silih
berganti sepanjang tahun.6
1.3 Anatomi & Fisiologi Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus
permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera
(konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak
(persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea limbus.2
Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin
bersifat membasahi bola mata terutama kornea.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus.
Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya.
Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan
konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di
bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.1
4
Gambar 1. Anatomi Konjungtiva11
Secara histologis, konjungtiva terdiri atas lapisan :
Lapisan epitel konjungtiva, terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder
bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas
karankula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel
epitel skuamosa.
Sel-sel epitel supercial, mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi
mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air
mata secara merata diseluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada
sel-sel superficial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.
Stroma konjungtiva, dibagi menjadi :
Lapisan adenoid (superficial)
Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat mengandung
struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang
sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis
inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi
folikuler.
Lapisan fibrosa (profundus)
Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal
ini menjelaskan gambaran reksi papiler pada radang konjungitiva. Lapisan fibrosa tersusun
longgar pada bola mata.
5
Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan fungsinya
mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar krause berada di
forniks atas, dan sedikit ada di forniks bawah. Kelenjar wolfring terletak ditepi atas tarsus
atas.2
1.4 Tujuan Makalah
1. Mahasiswa mengetahui gejala pasien konjungtivitis vernal beserta komplikasi
yang ditimbulkan.
2. Mahasiswa dapat mendiagnosis dengan baik serta mengetahui penyebabnya.
3. Mahasiswa dapat membedakan penyakit ini dengan penyakit lainnya yang
memiliki kemiripan.
4. Mahasiswa mengetahui bagaimana penatalaksanaan pasien ini.
BAB II
ISI
Anamnesis
Adalah suatu wawancara yang dilakukan dokter kepada pasien (auto-anamnesis) atau
terhadap keluarga pasien atau pengantarnya (alo-anamnesis). Anamnesis harus dilakukan
secara ramah, tenang dan sabar, dalam Susana yang yang rahasia dengan menggunakan
bahasa yang dimengerti oleh pasien. Sebelum melakukan anamnesis, perkenalkan diri
terlebih dahulu kepada pasien dan juga tanyakan nama pasien secara baik dan benar. Buatlah
catatan yang penting selama melakukan anamnesa sebelum dituliskan secara lebih baik
didalam status pasien. Status adalah catatan medik yang memuat semua catatan mengenai
penyakit dan perjalanan penyakit pasien.
Dimulai dengan pertanyaan tentang sifat dan beratnya keluhan yang disampaikan pasien
kepada dokter. ‘kapan dan bagaimana mulanya, bagaimana perjalanannya
(bertambah,berkurang, tetap, terjadi sebentar-sebentar, naik turun), dan bagaimana
frekuensinya’. Akhirnya, selalu tanyakan kemungkinan penyakit lain, pemakaian obat,
penyakit yang lalu, pembedahan,dan tentang keluarga.1
6
- Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi
nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
- Keluhan utama
Apakah betul ada mata merah,perih,gangguan penglihatan ?
Apakah mengenai satu mata atau kedua mata?
Lama serangan
Pola serangan (mendadak atau berangsur-angsur)
Keadaan sebelum, selama dan setelah kejadian
- Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah ada nyeri bola mata, nyeri kapala, sekret dan sebagainya.
- Riwayat Penyakit Dahulu
Pada anak :
sebelum mengalami serangan seperti mata merah ini ditanyakan apakah penderita
pernah mengalami mata merah sebelumnya, umur berapa saat mata merah terjadi terjadi
untuk pertama kali ?
Pada dewasa :
Apakah ada riwayat masalah penglihatn sebelumnya?
Adakah riwayat diabetes melitus?
Adakah riwayat hipertensi?
Adakah riwayat penyakit neurologis?
Pernahkah pasien mengalami terapi mata tertentu (misalnya laser)?
Adakah riwayat pemakaian obat yang mungkin menyebabkan gejala gangguan
penglihatan atau pemakaian obat untuk mengobati penyakit mata (misalnya tetes mata
untuk glaucoma)?
- Riwayat kesehatan keluarga
Adakah riwayat masalah penglihatan turunan dalam keluarga (misalnya glaucoma)?
Adakah riwayat gejala gangguan mata dalam keluarga (misalnya penularan
konjungtivitis infektif)?
Pemeriksaan
7
Pemeriksaan Umum Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi,
respirasi dan suhu.2
Pemeriksaan Fisik Inspeksi mata
Adakah kelainan yang terlihat jelas (misalnya mata merah, asimetri, nistagmus yang jelas
dan ptosis).
Palpebra, dilihat apakah ada edema, warna kemerahan, lesi, arah bulu mata, dan
kemampuan palpebra untuk menutup sempurna
Apparatus lakrimalis, dilihat apakah ada pembengkakan pada daerah kelenjar
lakrimalis dan sakus lakrimalis
Konjungtiva dan sclera, dilihat warnanya dan vaskularisasinya, cari setiap nodulus
atau pembengkakan. Pada konjungtiva tarsus superior dicari kelainan seperti folikel,
membran, papil, papil raksasa, pseudomembran, sikatriks, dan simblefaron. Pada
konjungtiva tarsus inferior dicari kelainan seperti folikel, papil, sikatriks, hordeolum,
kalazion. Pada konjungtiva bulbi dilihat ada tidaknya sekret. Bila ada amati warna
sekret, kejernihan, dan volume sekret. Kemudian cari ada tidaknya injeksi
konjungtival, siliar, atau episklera, perdarahan subkonjungtiva, flikten, simblefaron,
bercak degenerasi, pinguekula, pterigium, dan pseudopterigium.
Kornea, lensa, dan pupil, dengan cahaya yang dipancarkan dari temporal dilihat
apakah ada kekeruhan (opasitas) pada lensa melalui pupil, apakah ada bayangan
berbentuk bulan sabit pada sisi medial, kemudian dilihat ukuran, bentuk dan
kesimetrisan pupil.
Gerakan ekstraokular, dengan mengikuti gerakan jari pemeriksa yang membentuk
huruf H di udara, lihat apakah ada nistagmus, lid lag, dan tanyakan apakah ada rasa
nyeri saat pergerakan.2
Pada konjungtivitis, hasil pemeriksaan fisik biasanya ditemukan visus yang normal,
hiperemi konjungtiva bulbi, lakrimasi, eksudat, pseudoptosis akibat kelopak mata yang
bengkak, kemosis, hipertrofi papil, folikel, membran, psudomembran, granulasi, flikten dan
8
adenopati preaurikular.
Lakukan tes mata, satu per satu
Gambar 1 : Snellen chart1,2
Lakukan tes ketajaman penglihatan di kedua bola mata, misalnya dengan kartu snellen
untuk penglihatan jauh dan dengan kartu jaeger untuk penglihatan dekat.
Gambar 2: kartu isihara1,2
Lakukan tes penglihatan warna : misalnya dengan menggunakan kartu ishihara.
Lakukan tes lapang pandang dengan tes konfrontasi dan periksa adanya bintik buta.
Lakukan tes gerak bola mata : tanyakan mengenai diplopia dan istagmus.
Periksa mata dengan oftalmoskop
Gambar 3 : oftalmoskop1,2
Periksa mata dengan oftalmoskop pada mata adalah bagian vital dari pemeriksaan fisik
lengkap. Pemeriksaan ini bisa menggunakan efek keadaan sistemik seperti hipertensi dan
diabetes melitus, yang menyebakan disfungsi penglihatan seperti atrofi melitus, dan
mengungkapkan keadaan keadaan seperti peningkatan tekanan intrakranial dengan
ditemukannya edema papil.
Optimalkan kondisi untuk pemeriksaan funduskopi. Pasien maupun pemeriksa harus
merasa nyaman. Pemeriksa pasien dalam ruangan gelap dengan oftalmoskop yang bisa
amenghasilkan cahaya terang, dan jika perlu di gunakan zat untuk dilatasi pupil
9
(kontraiindikasi hanya pada kasus cedera kepala baru yang memerlukan rangkaian
pemeriksaan pupil atau bila ada resiko glaukoma sudut akut).
Minta pasien untuk memusatkan pandangan ke objek yang jauh. Periksa mata kanan
pasien dengan mata kanan anda dan mata kiri pasien dengan mata kiri anda. Mula-mula
periksa dari jarak jauh adakah refleks merah dan jika ada pertimbangkan opasitas lensa
seperti katarak. Kemudian periksa diskus optikus (untuk menilai bantuk, warna, tepi, cup
fisiologis), bagian perifer retina dengan mengikuti pembuluh darah utama ke arah luar
menjauhi diskus (untuk mencari pembuluh darah, perdarahan, eksudat, pigmentasi) dan
terakhir makula.
Adanya edema papil, perdarahan atau eksudat, atau keluhan utamanya hilang penglihatan,
memerlukan penjelasan dari pasien.
Pemeriksaan Penunjang
Untuk mengetahui penyebab sekret, yaitu dengan pewarnaan Gram untuk mengidentifikasi
organism bakteri atau pulasan Giemsa untuk menetapkan jenis dan morfologi sel. Dari
pulasan Giemsa ini didapatkan kemungkinan penyebab sekret seperti terdapatnya:
Limfosit dan monosit pada infeksi virus
Leukosit PMN pada infeksi bakteri
Eosinofil dan basofil pada alergi
Sel epitel dengan badan inklusi pada sitoplasma basofil pada klamidia
Sel raksasa multinuclear pada herpes
Sel Leber – makrofag raksasa oleh trakoma3
Selain itu dapat dilakukan teknik amplifikasi asam nukleat seperti PCR yang sensitive dan
spesifik untuk virus DNA. Kultur virus dan isolasi adalah referensi standar tapi mahal dan
hasilnya lama (beberapa hari-minggu), dan membutuhkan media transport yang spesifik.
Sensitivitas bervariasi tapi spesifisitas sekitar 100%. Dapat juga dilakukan tes
imunokromatografi memerlukan waktu 10 menit untuk mendeteksi antigen adenovirus di air
mata, sensitifitas dan spesifisitasnya baik sekali.
Diagnosis
Working diagnosis (konjutivitis vernal)
10
Konjungtivitis vernal adalah peradangan konjungtiva bilateral dan berulang (recurrence) yang
khas, dan merupakan suatu reaksi alergi. Penyakit ini jugadikenal sebagai “konjungtivitis
musiman” atau “konjungtivitis musim kemarau” Sering terdapat pada musim panas di
negeridengan empat musim, atau sepanjang tahun di negeri tropis (panas).
Konjungtivitis vernal adalah bentuk konjungtivitis alergi yang lebih serius dimana
penyebabnya tidak diketahui. Kondisi paling sering terjadi pada anak laki-laki, khususnya
yang berumur kurang dari 10 tahun yang memiliki eksema, asma, atau alergi musiman.
Konjungtivitis vernal biasanya kambuh setiap musim, biasanya mengenai kedua mata.
Tandanya, selain mata berwarna merah, mata juga akan terasa gatal. Gatal ini juga sering kali
dirasakan dihidung.Produksi air mata juga berlebihan sehingga mata sangat berair
Different Diagnosis
Klinik & sitologi Viral Bakteri Vernal
Gatal Minim Minim Hebat
Hiperemia Profuse Sedang Sedang
Eksudasi Minim Menguncur Minim
Adenopati preurikular Lazim Jarang Tidak ada
Pewarnaan kerokan &
eksudatMonosit Bakteri, PMN Eosinofil
Sakit tenggorokan Kadang Kadang Tak pernah
Lakrimasi ++ + +
Tabel 1. Different Diagnosis Konjutivitis Vernal dengan Konjuctivitis lainnya
11
Gambar 4 : konjungtivitis bakteri
Gambar 5 : konjungtivitis virus
A. Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi dapat dibagi menjadi akut dan kronis;
Akut (konjungtivitis demam Hay). Merupakan suatu bentuk reaksi akut yang diperantarai
IgE terhadap alergen yang tersebar di udara (biasanya serbuk sari). Gejala dan tanda
antara lain:
1. Rasa gatal
2. Injeksi dan pembengkakan konjungtiva (kemosis)
3. Lakrimasi.4
Konjungtivitis ini sering menyertai rhinitis alergika pada penderita dengan demam rumput,
terutama bila disebabkan oleh tepungsari. Pada anak yang terkena, kedua matanya terasa
gatal, konjungtiva merah dan edema, dan dapat keluar air mata yang banyak. Penggosokan
mata memperjelek keadaan. Tidak ada fotofobia atau tanda-tanda keterlibatan kornea lainnya.
Kadang-kadang, edema konjungtiva begitu berat sehingga konjungtiva prolaps di atas
kelopak mata bawah dalam suatu massa yang tampak gelatinosa (khemosis) yang
menyebabkan orangtua sangat cemas. Sekresinya sering seperti air, tetapi jika menetap, dapat
tampak purulen. Tetapi kotoran yang tampak purulenpun, terutama berisi eosinofil, hal ini
membuatnya berbeda dari konjungtivitis infeksiosa, di mana sebagian besar kotorannya berisi
leukosit polimorfonuklear dan bakteri.5
Konjungtivitis alergika pada penderita dengan demam rumput biasanya berespons baik pada
pemakaian simpatomimetik topikal (nafazolin atau fenilefrin) dalam bentuk tetes mata;
12
0,05% tetes mata levokabastin hidroklorida (oleh Food and Drug Administration [FDA]
Amerika Serikat, tidak dilabel untuk digunakan penderita berumur kurang dari 12 tahun);
tetes mata lodoksamid trometamin 0,1% (FDA tidak melabel untuk penggunaan pada
penderita berumur kurang dari 2 tahun); atau pada kasus yang lebih berat, dengan tetes mata
atau salep yang berisi kortikosteroid. Lodoksamid dilabel FDA hanya untuk pengobatan
konjungtivitis musim semi. Seperti ditemukan kemudian, steroid hanya digunakan pada mata
secara hati-hati. Imunoterapi untuk konjungtivitis alergika yang tanpa rhinitis alergika
memberikan hasil yang jelek.5
Konjungtivitis vernal (kataral musim semi) juga diperantarai oleh IgE. Sering mengenai
anak laki-laki dengan riwayat atopi. Dapat timbul sepanjang tahun. Gejala dan tanda
antara lain:
1. Rasa gatal
2. Fotofobia
3. Lakrimasi
4. Konjungtivitis papilar pada lempeng tarsal atas (papila dapat bersatu untuk
membentuk cobblestone raksasa)
5. Folikel dan bintik putih limbus
6. Lesi pungtata pada epitel kornea
7. Plak oval opak yang pada penyakit parah plak ini menggantikan zona bagian atas
epitel kornea.4
Konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas (tipe I) yang mengenai kedua mata dan bersifat
rekuren. Pada mata ditemukan papil besar dengan permukaan rata pada konjungtiva tarsal,
dengan rasa gatal berat, sekret gelatin yang berisi eosinofil atau granula eosinofil, pada
kornea terdapat keratitis, neovaskularisasi, dan tukak indolen. Pada tipe limbal terlihat
benjolan di daerah limbus, dengan bercak Horner Trantas yang berwarna keputihan yang
terdapat di dalam benjolan.6
Secara histologik penonjolan ini adalah suatu hiperplasi dan hialinisasi jaringan ikat disertai
proliferasi sel epitel dan sebukan sel limfosit, sel plasma dan sel eosinofil.6
Merupakan penyakit yang dapat rekuren dan bilateral terutama pada musim panas. Mengenai
pasien usia muda antara 3-25 tahun dan kedua jenis kelamin sama. Biasanya pada laki-laki
mulai pada usia dibawah 10tahun. Penderita konjungtivitis vernal sering menunujukkan
gejala-gejala alergi terhadap tepung sari rumput-rumputan.6
13
Kejadian musiman, penemuan eosinofil, dan seringnya terdapat bersamaan dengan penyakit
atopik lainnya seperti asma, demam rumput, dan eksema memberi kesan bahwa sensitivitas
diperantarai IgE menyebabkan keadaan ini; tetapi pemeriksaan yang seksama pada penderita
dengan keadaan tersebut biasanya gagal mengenali setiap penyebab, dan imunoterapi jika ada
manfaatnya, hanya sedikit. Gejala-gejala dan tanda-tanda konjungtivitis musim semi sama
dengan sindrom akibat pemakaian lensa kontak atau keras: konjungtivitis papilaris raksasa.5
Dua bentuk utama (yang dapat berjalan bersama):
1. Bentuk palpebra. Pada tipe palpebra terutama mengenai konjungtiva tarsal superior.
Terdapat [ertumbuhan papil yang besar (Coble stone) yang diliputi sekret yang
mukoid. Konjungtiva tarsal bawah hiperemi dan edema dengan kelainan kornea lebih
berat dibanding bentuk limbal. Secara klinik papil besar ini tampak sebagai tonjolan
bersegi banyak dengan permukaan yang rata dan dengan kapiler di tengahnya.
2. Bentuk limbal. Hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan
hiperplastik gelatin dengan Trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau
eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya pannus dengan sedikit
eosinofil.6
Antihistamin dan desentisasi mempunyai efek yang ringan. Vasokonstriktor, kromolin topikal
dapat mengurangi pemakaian steroid, siklosporin dapat bermanfaat. Obat anti inflamasi
nonsteroid lainnya tidak banyak bermanfaat. Pengobatan dengan steroid topikal tetes dan
salep akan dapat menyembuhkan. Hati-hati pemakaian steroid lama. Bila tidak ada hasil
dapat diberikan radiasi, atau dilakukan pengangkatan giant papil.6
Penyakit ini biasanya sembuh sendiri tanpa diobati. Dapat diberi obat kompres dingin,
natrium karbonat dan obat vasokonstriktor. Kelainan kornea dan konjungtiva dapat diobati
dengan natrium cromolyn topikal. Bila terdapat tukak mata maka diberi antibiotik untuk
mencegah infeksi sekunder disertai dengan siklopegik
B. Konjungtivitis virus
Konjungtivitis virus memberikan keluhan mata seperti berpasir, keluar air mata, kemerahan,
konjungtiva tampak seperti berdarah, disertai gejala sistemik (suhu badan meningkat, pegal-
pegal/ malaise). Tanda pada mata yang didapat selain hiperemis konjungtiva/ injeksi
14
konjungtiva, ada juga perdarahan pada konjungtiva, sekret serous, bisa ditemukan
pembesaran KGB preaurikular.7
Konjungtivitis ini merupakan penyakit yang sembuh sendiri namun sangat menular.
Organisme penyebab tersering adalah adenovirus dan yang lebbih jarang Coxsackie dan
pikornavirus. Adenovirus juga dapat menyebabkan konjungtivitis yang berhubungan dengan
pembentukan pesudomembran pada konjungtiva. Serotipe adenovirus tertentu juga
menyebabkan keratitis pungtata yang menyulitkan.4
Terapi yang dapat diberikan adalah suportif-paliatif, yaitu obat untuk panas badan, pegal-
pegal; roborantia (vitamin) untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan tetes mata antibiotika
untuk innfeksi sekunder.7
Pencegahan kepada keluarga/ masyarakat sekitar:
1. Orang sakit jangan tidur bersama orang sehat
2. Pisahkan alat-alat yang biasa digunakan sehari-hari
3. Seluruh anggota keluarga di rumah sering cuci tangan
4. Handuk mandi penderita jangan ditumpuk dengan handuk orang sehat
5. Istirahat yang cukup, sebisa mungkin jangan membuka komputer/ bermain handphone
6. Jangan kompres mata dan mata tidak perlu dicuci/ diguyur dengan cairan-cairan
pencuci mata.7
Tabel 2. Diagnosis banding konjungtivitis6
Gambaran klinis VirusBakteri Fungus dan
ParasitAlergi
Purulen Nonpurulen
Kotoran Sedikit Mengucur Sedikit Sedikit Sedikit
Air mata Mengucur Sedang Sedang Sedikit Sedang
Gatal Sedikit Sedikit - - Mencolok
Injeksi Umum Umum Lokal Lokal Umum
Nodul
preauricular
Lazim Jarang Lazim Lazim -
Pewarnaan Monosit Bakteri Bakteri - Eosinofil
Usapan Limfosit PMN PMN - Eosinofil
Sakit Sewaktu- Jarang - - -
15
tenggorokan dan
panas yang
menyertai
waktu
Etiologi
Konjungtivitis vernal terjadi akibat reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua mata,
sering terjadi pada orang dengan riwayat keluarga yang kuat alergi4.
Reaksi hipersentsitivitas memiliki 4 tipe reaksi seperti berikut:
1. Tipe I : Reaksi Anafilaksis disini antigen atau alergen bebas akan bereaksi dengan
antibodi, dalam hal ini IgE yang terikat pada sel mast atau sel basofil dengan akibat
terlepasnya histamin. Keadaan ini menimbulkan reaksi tipe cepat.
2. Tipe II : reaksi sitotoksik Di sini antigen terikat pada sel sasaran. Antibodi dalam hal
ini IgE dan IgM dengan adanya komplemen akan diberikan dengan antigen, sehingga
dapat mengakibatkan hancurnya sel tersebut. Reaksi ini merupakan reaksi yang cepat.
Reaksi allografi dan ulkus Mooren merupakan reaksi jenis ini.
3. Tipe III : reaksi imun kompleks Di sini antibodi berikatan dengan antigen dan
komplemen membentuk kompleks imun. Keadaan ini menimbulkan
neurotrophichemotactic factor yang dapat menyebabkan terjadinya peradangan atau
kerusakan lokal, Pada umumnya terjadi pada pembuluh darah kecil.
Pengejawantahannya di kornea dapat berupa keratitis herpes simpleks, keratitis karena
bakteri.(stafilokok, pseudomonas) dan jamur. Reaksi demikian juga terjadi pada
keratitis Herpes simpleks.
4. Tipe IV : Reaksi tipe lambat,pada reaksi hipersensitivitas tipe I, II dan III yang
berperan adalah antibodi(imunitas humoral), sedangkan pada tipe IV yang berperan
adalah limfosit T ataudikenal sebagai imunitas seluler. Limfosit T peka (sensitized T
lymphocyte)bereaksi dengan antigen, dan menyebabkan terlepasnya mediator
(limfokin) yang jumpai pada reaksi penolakan pasca keratoplasti, keraton- jungtivitis
flikten, keratitis Herpes simpleks dan keratitis diskiformis.
16
Epidemiologi
Penyebaran konjungtivitis vernal merata di dunia, terdapat sekitar 0,1% - 0,5% pasien dengan
masalah tersebut. Penyakit ini lebih sering terjadi pada iklim panas (misalnya di Italia,
Yunani, Israel, dan sebagian Amerika Selatan) daripada iklim dingin (seperti Amerika
Serikat, Swedia, Rusia dan Jerman).
Umumnya terdapat riwayat keluarga yang bersifat alergi atopik (turunan). Pada Penelitian
bahwa 65% pasien kami yang menderita konjungtivitis vernal memiliki satu atau lebih sanak
keluarga setingkat yang memiliki penyakit turunan (misalnya asma,hay fever, iritasi kulit
turunan atau alergi selaput lendir hidung permanen). Penyakit-penyakit turunan ini umumnya
ditemukan pada pasien itu sendiri.
Semua penelitian tentang penyakit ini melaporkan bahwa biasanya kondisi akan memburuk
pada musim semi dan musim panas di belahan bumi utara, itulah mengapa dinamakan
konjungtivitis ”vernal” (atau musim semi). Di belahan bumi selatan penyakit ini lebih
menyerang pada musim gugur dan musim dingin.Akan tetapi, banyak pasien mengalami
gejala sepanjang tahun, mungkin disebabkan berbagai sumber alergi yang silih berganti
sepanjang tahun5.
Manifestasi Klinik
Gejala yang mendasar adalah rasa gatal, manifestasi lain yang menyertai meliputi mata
berair, sensitif pada cahaya, rasa pedih terbakar, dan perasaan seolah ada benda asing yang
masuk. Penyakit ini cukup menyusahkan, muncul berulang, dan sangat membebani aktivitas
penderita sehingga menyebabkan pasien tidak dapat beraktivitas normal.
Terdapat dua bentuk klinik, yaitu :
• Bentuk palpebra terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. Terdapat pertumbuhan
papil yang besar (cobble stone) yang diliputi sekret yang mukoid.Konjungtiva tarsal bawah
hiperemi dan edema, dengan kelainan kornea lebih berat dibanding bentuk limbal. Secara
klinik papil besar ini tampak sebagai tonjolan bersegi banyak dengan permukaan yangrata
dan dengan kapiler ditengahnya.
17
Gambar 6 Bentuk Palpebra dan Limbal
Bentuk limbal hipertrofi papil pada limbus superior yang dapatmembentuk
jaringan hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang merupakan degenerasi
epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya pannus,
dengan sedikit eosinofil.
Patofisiologi
Konjungtiva merupakan lapisan mukosa yang melapisi permukaan palpebra bagian dalam
dan sclera. Lapisan konjungtiva dari luar ke dalam adalah:
Epitel konjungtiva, terdiri dari epitel superficial yang mengandung sel goblet yang
menghasilkan musin yang menyusun lapisan terdalam dari air mata, dan epitel basal.
Stroma konjungtiva, terdiri dari lapisan adenoid yang mengandung jaringan limfoid,
dan lapisan fibrosa yang terdiri dari jaringan ikat, yang di atas tarsus jaringan ini
padat dan di tempat lain jaringan ini longgar.
Kelenjar pada konjungtiva terdiri atas kelenjar Krause dan kelenjar Wolfring yang
menyerupai kelenjar air mata. Pembuluh darah pada konjungtiva berasal dari a.siliaris
posterior dan a.palpebralis. Pembuluh darah yang memperdarahi konjungtiva adalah
a.konjungtiva posterior dan a.siliar anterior. Syaraf pada palpebra berasal dari n.oftalmikus
(cabang n.trigeminus). Pembuluh limfe palpebra sangat banyak.9
Infeksi konjungtivitis terjadi karena turunnya daya tahan tubuh hospes dan adanya
kontaminasi eksternal
Setelah masa inkubasi yang kurang lebih antara 5-12 hari, penyakit akan memasuki fase akut.
Baik infeksi bakteri atau virus menginisiasi kaskade inflamasi leukosit atau limfositik yang
menarik sel darah merah dan sel darah putih ke area tersebut. Sel darah putih ini mencapai
18
permukaan konjungtiva dan berakumulasi di sana melalui kapiler yang telah berdilatasi dan
sangat permeabel. Tanda-tanda inflamasi pada konjungtivitis antara lain:
Hiperemia dan injeksi konjungtiva: karena pelebaran a.konjungtiva posterior, dari
bagian perifer konjungtiva bulbi menuju kornea dan ikut bergerak apabila konjungtiva
bulbi digerakkan. Warna merah cerah mengindikasikan konjungtivitis bakterialis dan
warna merah muda mengindikasikan konjungtivitis alergik. Hiperemia tanpa infiltrasi
selular mengindikasikan iritasi oleh penyebab fisik, seperti angin, sinar matahari,
asap, dll., tetapi kadang-kadang dapat terjadi dengan penyakit yang berkaitan dengan
instabilitas vascular seperti acne rosacea.
Lakrimasi: air mata yang keluar berlebihan sebagai hasil dari sensasi adanya benda
asing, rasa terbakar, dan gatal.3,5
Sekret: sekret mukopurulen, purulen, dan hiperpurulen pada infeksi bakteri, air dan
serous pada infeksi virus. Pada infeksi bakteri atau klamidia, palpebra biasanya sulit
dibuka karena sekret yang lengket.1
Pseudoptosis : terjadi akibat kelopak yang membengkak, biasa terdapat pada trakoma
dan keratokonjungtivitis epidemik.
Hipertrofi papil: merupakan reaksi konjungtiva non spesifik yang terjadi karena
konjungtiva terikat ke dasar tarsus atau limbus oleh fibril-fibril. Ketika seberkas
pembuluh darah yang membentuk substansi papilla (bersama-sama dengan unsur-
unsur selular dan eksudat) mencapai membran dasar epithelium, bercabang-cabang
dari papilla seperti jari-jari dalam kerangka paying. Eksudat dari proses inflamasi
berakumulasi diantara fibril-fibril, menumpuk di konjungtiva menjadi timbunan. Pada
penyakit nekrosis seperti trakoma, eksudat dapat diganti oleh jaringan granulasi atau
jaringan ikat. Papil yang merah mengindikasikan infeksi klamidia atau bakteri. Papil
raksasa yang disebut juga papil cobblestone biasa terdapat pada keratokonjungtivitis
kernel karena gambarannya yang padat, permukaannya rata, polygonal, dan warnanya
merah muda. Jika terdapat pada tarsus superior, keratokonjungtivitis vernal dan
konjungtivitis papil raksasa diasosiasikan dengan senstitivitas akibat pemakaian lensa
kontak, sedangkan pada tarsus inferior dicurigai keratokonjungtivitis atopic.
Kemosis: edema konjungtiva mata, sangat memperkuat konjungtivitis akut alergik
tapi dapat terjadi juga pada infeksi akut gonokokal atau mengingokokal dan
khususnya pada konjungtivitis adenovirus. Kemosis pada konjungtiva bulbi terlihat
pada pasien dengan trichinosis.
19
Folikel: folikel terdiri dari hyperplasia limfoid fokal di dalam lapisan limfoid
konjungtiva dan biasanya mengandung inti germinal. Secara klinis, folikel bentuknya
bulat, avaskular dengan struktur putih atau abu-abu. Folikel paling banyak terlihat
pada kasus konjungtivitis viral, pada semua kasus konjungtivitis klamidia kecuali
konjungtivitis inklusi neonatal, pada beberapa kasus konjungtivitis parasit, dan
beberapa kasus konjungtivitis toksik karena pengobatan topikal seperti idoxuridine,
dipivefrin, dan miotikum. Folikel pada fornix inferior dan pada tepi tarsus mempunyai
nilai diagnostic yang terbatas, tapi ketika folikel terdapat pada tarsus, khususnya
tarsus superior, konjungtivitis klamidia, viral, atau toksik harus dicurigai.
Pseudomembran dan membran: merupakan hasil dari proses eksudatif.
Pseudomembran merupakan bekuan di permukaan epithel, dan ketika diangkat, epitel
tetap intak. Membran merupakan bekuan di seluruh epitel, dan jika diangkat akan
terjadi perdarahan. Pseudomembran dan membran dapat bersama-sama dengan
keratokonjungtivitis epidemik, konjungtivitis herpes simpleks primer, diftheri,
cicatricial pemphigoid, dan eritema multiforme mayor. Dapat juga terjadi pada
chemical burns, khususnya alkali burns.
Granuloma: selalu mengenai stroma dan paling sering akibat kalazion. Penyebab
lainnya yaitu sarcoidosis, sifilis, cat-scratch disease dan jarangnya
koksidioidomikosis. Sindrom okuloglandular Parinaud termasuk granuloma
konjungtiva dan limfadenopati preaurikular yang mencolok, dan penyakit ini
membutuhkan biopsi untuk menegakkan diagnosis.3,5
Flikten: merupakan tonjolan berupa serbukan sel-sel radang kronik di bawah epitel
konjungtiva atau kornea, berupa suatu mikro-abses, dimana permukaan epitel
mengalami nekrosis. Warna flikten keputih-putihan, padat dengan permukaan yang
tidak rata. Di sekitarnya diikuti pembuluh-pembuluh darah. Flikten umumnya kecil,
tetapi sering pula lebih besar dari 1 mm. Di atas flikten tidak terdapat pembuluh
darah. Flikten paling sering didapatkan di limbus.5
Adenopati preaurikular: merupakan tanda penting konjungtivitis. Terlihatnya
pembesaran kelenjar limfe preaurikular terdapat pada sindrom okuloglandular
Parinaud, dan jarang pada keratokonjungtivitis epidemik. Nodus limfe preaurikular
yang besar atau kecil dan sedikit lunak tedapat pada konjungtivitis herpes simpleks
primer, keratokonjungtivitis epidemik, konjungtivitis inklusi, dan trakoma. Nodus
limfe preaurikuler yang kecil tapi tidak lunak terdapat pada demam
faringokonjungtivitis dan konjungtivitis hemoragik akut. Kadang-kadang,
20
limfadenopati preaurikular dapat dilihat pada anak-anak dengan infeksi kelenjar
meibom.
Penatalaksanaan
Medikamentosa
1. Natrium kromoglikat 2% topikal dapat diberikan 4 kali sehari untuk mencegah
degranulasi sel mast.
2. Anti histamin dan steroid sistemik dapat diberikan pada kasus yang berat.Cromolyn
topical adalah agen profilaktik yang baik untuk kasus sedang sampai berat. Bila tidak
ada hasil dapat diberikan radiasi, atau dilakukan pengangkatan giant papil.
3. Antibiotik dapat diberikan untuk mencegah infeksi sekunder disertai dengan
sikloplegik.
4. Anti-radang non-steroid yang lebih baru, seperti kerolac dan iodoxamine,
cukup bermanfaat mengurangi gejala6.
Non medikamentosa
- Penderita diusahakan untuk menghindari menggosok-gosok karenaakan menyebabkan
iritasi berlanjut.
- Kompres dingin dapat juga digunakan untuk menghilangkan edema.
- tidur di tempat ber AC dapat menyamankan pasien, lebih baik apabila penderita
pindah ke tempat beriklim lembab.
Komplikasi
Dapat menimbulkan keratitis epitel atau ulkus kornea superfisial sentral atau parasentral,
yang dapat diikuti dengan pembentukan jaringan sikatriks yang ringan.Penyakit ini juga dapat
21
menyebabkan penglihatan menurun.Kadang-kadang didapatkan panus, yang tidak menutupi
seluruh permukaan kornea.Perjalanan penyakitnya sangat menahun dan berulang, sering
menimbulkan kekambuhan terutama di musim panas7.
Pencegahan
Tindakan preventif yang penting adalah menjaga kebersihan untuk mencegah penularan
penyakit ini, antara lain:
Cuci tangan sesering mungkin. Jangan menyentuh atau menggosok mata.
Jangan menggunakan handuk/waslap/selimut bersana-sama dengan orang lain.
Hindari berenang di kolam renang jika sedang menderita konjungtivitis
Jangan pernah menggunakan obat mata yang diresepkan untuk orang lain.
Jangan menggunakan lensa kontak selama gejala masih ada
Prognosis
Kondisi ini dapat terus berlanjut dari waktu ke waktu, dan semakin memburuk selama
musim-musim tertentu apabila tidak ditangani secara tepat, Penyakit ini biasanya sembuh
sendiri tanpa diobati
22
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Konjungtivitis vernal adalah peradangan konjungtiva bilateral dan berulang (recurrence) yang
khas, dan merupakan suatu reaksi alergi. Penyakit ini juga dikenal sebagai “catarrh musim
semi” dan “konjungtivitis musiman” atau “konjungtivitis musim kemarau”.
Konjungtivitis vernal terjadi akibat reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai
kedua mata, sering terjadi pada orang dengan riwayat keluarga yang kuat alergi.
Terdapat dua bentuk penyakit ini, yaitu: palpebral dan limbal, yang perbedaan
utamanya terletak pada lokasi. Bentuk palpebra, terutama mengenai konjungtiva tarsal
superior. Terdapat pertumbuhan papil yang besar (cobble stone) yang diliputi sekret yang
mukoid. Bentuk limbal, hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan
hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau
eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya pannus, dengan sedikit eosinofil.
Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak eosinofil dan
granula eosinofilik bebas. Dapat menimbulkan keratitis epitel atau ulkus kornea superfisial
sentral atau parasentral, yang dapat diikuti dengan pembentukan jaringan sikatriks yang
ringan. Juga kadang-kadang didapatkan panus, yang tidak menutupi seluruh permukaan
kornea. Perjalanan penyakitnya sangat menahun, bertahun-tahun. Penyakit ini sering
menimbulkan kekambuhan terutama di musim panas.
Penyakit ini biasanya sembuh sendiri tanpa diobati. Dapat diberi obat kompres dingin,
natrium karbonat dan obat vasokonstriktor. Kelainan kornea dan konjungtiva dapat diobati
23
dengan natrium cromolyn topikal. Bila terdapat tukak maka diberi antibiotik untuk mencegah
infeksi sekunder disertai dengan sikloplegik. Lebih baik penderita pindah ke tempat beriklim
sejuk dan lembab.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, S., Yulianti, S.R. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Cetakan ke-1. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI; 2006.h.35-6, 109-48.
2. Bickley, Lynn S. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates. Edisi ke-
8. Jakarta; EGC; 2009.h.147-57.
3. Riordan-Eva, P., Whitches, J.P. [editor]. Vaughan & asbury’s oftalmologi umum
[terjemahan]. Edisi ke-17. Jakarta: EGC; 2009.h.97-124.
4. Kanski, J.J., Bowling, B. Clinical ophthalmology: a systematic approach [e-book].
Edisi ke-7. China: Elsevier Saunders; 2011.
5. Ilyas, S., Mailangkay, H.H.B.,Taim, H., Saman, R.R., Simarmata, K, Widodo, P.S.
[editor]. Ilmu penyakit mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran. Jakarta:
CV Sagung Seto; 2008.h.91-106.
6. Kapita Selekta Kedokteran, Mansjoer Arif. Jilid I. Ed.3. Jakarta: Media Aesculapius,
2006, h.54
7. Morosidi, S.A., Paliyama, M.F. Ilmu penyakit mata. Jakarta: FK Ukrida; 2011.h.14
8. Vaughan, Daniel G., Asbury Taylor, Riordan Eva-Paul. Ofthalmologi Umum. Edisi
14. Jakarta: Widya Medika,2000,hal 5-6, 115
9. Gleadle J. Mata merah. Dalam: at a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta:
Erlangga, 2007. h. 49.
10. Behrman, Kliegman, Arvin. Alergi okuler. Dalam: ilmu kesehatan anak nelson. Vol.
1. Ed. 15. Jakarta: EGC, 2000. h. 807-8
24
25