pbl blok 23 ksat

36
Makalah Kelompok C – 3 Konjungtivitis Vernal Disusun oleh: Annastasya V.Lewa ( 102007213) Grace Wonnae Elitae (102009003) Dicky Panduwinata (102009105) Esti Oktafani (102009150) Thirumurugan a/l Nyanasegram (102009334) Firdaus Luke Nugraha(102010007) Verawaty (102010051) Wira Santoso Ongko (102010094) Grevy Yanika (102010191) Antony Yaputra (102010292) Zulhelmi bin Ayop (102010384) 1

Upload: ksatria-putra-abadi

Post on 16-May-2017

254 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: PBL Blok 23 Ksat

Makalah Kelompok

C – 3

Konjungtivitis Vernal

Disusun oleh:

Annastasya V.Lewa ( 102007213)

Grace Wonnae Elitae (102009003)

Dicky Panduwinata (102009105)

Esti Oktafani (102009150)

Thirumurugan a/l Nyanasegram (102009334)

Firdaus Luke Nugraha(102010007)

Verawaty (102010051)

Wira Santoso Ongko (102010094)

Grevy Yanika (102010191)

Antony Yaputra (102010292)

Zulhelmi bin Ayop (102010384)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510,

Telephone: (021) 5694-2061

1

Page 2: PBL Blok 23 Ksat

Daftar Isi

Cover……………………………………………………………………………….. 1

Daftar Isi…………………………………………………………………………… 2

Bab I Pendahuluan

1.1 Skenario…..…………………………………………………………… 3

1.2 Latar Belakang………………………………………………………. 3

1.3 Anatomi & Fisiologi Konjungtiv…………………………………… 4

1.4 . Tujuan Pembuatan Makalah……………………………………… 5

Bab II Isi ………………………………………………………………………… 6

Bab III Penutup……………………………………………………………………. 21

Daftar Pustaka……………………………………………………………………... 22

2

Page 3: PBL Blok 23 Ksat

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 SkenarioSeorang anak laki laki usia 11 tahun dibawa oleh kedua orang tuanya, ke poli umum

rumah sakit FMC sentul, dengan keluhan utama gatal pada kedua mata terutama

sehabis main bola atau kena panas matahari, adanya riwayat alergi terhadap udara

panas dan debu. Pasien sering menderita batuk pilek. Pada pemeriksaan didapatkan

tidak adanya penurunan ketajaman penglihatan dan kedua mata merah , tidak ada

kotoran mata.

1.2 Latar BelakangKonjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata

dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai

macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus,

bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya kontak lensa.

Konjungtivitis vernal adalah bentuk konjungtivitis alergi yang lebih serius dimana

penyebabnya tidak diketahui. Kondisi paling sering terjadi pada anak

laki-laki, khususnya yang berumur kurang dari 10 tahun yang memiliki eksema, asma, atau

alergi musiman. Konjungtivitis vernal biasanya kambuh setiap musim semi dan hilang pada

musim gugur dan musim dingin. Banyak anak tidak mengalaminya lagi pada umur dewasa

muda.1

Penyebaran konjungtivitis vernal merata di dunia, terdapat sekitar 0,1% hingga 0,5%

pasien dengan masalah tersebut. Penyakit ini lebih sering terjadi pada iklim panas (misalnya

di Italia, Yunani, Israel, dan sebagian Amerika Selatan) daripada iklim dingin (seperti

Amerika Serikat, Swedia, Rusia dan Jerman).1

Umumnya terdapat riwayat keluarga yang bersifat alergi atopik (turunan). Kami

menemukan bahwa 65% pasien kami yang menderita konjungtivitis vernal memiliki satu atau

lebih sanak keluarga setingkat yang memiliki penyakit turunan (misalnya asma, demam

rumput, iritasi kulit turunan atau alergi selaput lendir hidung permanen). Penyakit-penyakit

turunan ini umumnya ditemukan pada pasien itu sendiri. Dalam koleksi kami, 19 dari 39

pasien memiliki satu atau lebih dari empat penyakit turunan utama.6

3

Page 4: PBL Blok 23 Ksat

Semua penelitian tentang penyakit ini melaporkan bahwa biasanya kondisi akan

memburuk pada musim semi dan musim panas di belahan bumi utara, itulah mengapa

dinamakan konjungtivitis ”vernal” (atau musim semi). Di belahan bumi selatan penyakit ini

lebih menyerang pada musim gugur dan musim dingin. Akan tetapi, banyak pasien

mengalami gejala sepanjang tahun, mungkin disebabkan berbagai sumber alergi yang silih

berganti sepanjang tahun.6

1.3 Anatomi & Fisiologi Konjungtiva

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus

permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera

(konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak

(persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea limbus.2

Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin

bersifat membasahi bola mata terutama kornea.

Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :

Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus.

Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya.

Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan

konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.

Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di

bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.1

4

Page 5: PBL Blok 23 Ksat

Gambar 1. Anatomi Konjungtiva11

Secara histologis, konjungtiva terdiri atas lapisan :

Lapisan epitel konjungtiva, terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder

bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas

karankula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel

epitel skuamosa.

Sel-sel epitel supercial, mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi

mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air

mata secara merata diseluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada

sel-sel superficial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.

Stroma konjungtiva, dibagi menjadi :

Lapisan adenoid (superficial)

Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat mengandung

struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang

sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis

inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi

folikuler.

Lapisan fibrosa (profundus)

Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal

ini menjelaskan gambaran reksi papiler pada radang konjungitiva. Lapisan fibrosa tersusun

longgar pada bola mata.

5

Page 6: PBL Blok 23 Ksat

Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan fungsinya

mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar krause berada di

forniks atas, dan sedikit ada di forniks bawah. Kelenjar wolfring terletak ditepi atas tarsus

atas.2

1.4 Tujuan Makalah

1. Mahasiswa mengetahui gejala pasien konjungtivitis vernal beserta komplikasi

yang ditimbulkan.

2. Mahasiswa dapat mendiagnosis dengan baik serta mengetahui penyebabnya.

3. Mahasiswa dapat membedakan penyakit ini dengan penyakit lainnya yang

memiliki kemiripan.

4. Mahasiswa mengetahui bagaimana penatalaksanaan pasien ini.

BAB II

ISI

Anamnesis

Adalah suatu wawancara yang dilakukan dokter kepada pasien (auto-anamnesis) atau

terhadap keluarga pasien atau pengantarnya (alo-anamnesis). Anamnesis harus dilakukan

secara ramah, tenang dan sabar, dalam Susana yang yang rahasia dengan menggunakan

bahasa yang dimengerti oleh pasien. Sebelum melakukan anamnesis, perkenalkan diri

terlebih dahulu kepada pasien dan juga tanyakan nama pasien secara baik dan benar. Buatlah

catatan yang penting selama melakukan anamnesa sebelum dituliskan secara lebih baik

didalam status pasien. Status adalah catatan medik yang memuat semua catatan mengenai

penyakit dan perjalanan penyakit pasien.

Dimulai dengan pertanyaan tentang sifat dan beratnya keluhan yang disampaikan pasien

kepada dokter. ‘kapan dan bagaimana mulanya, bagaimana perjalanannya

(bertambah,berkurang, tetap, terjadi sebentar-sebentar, naik turun), dan bagaimana

frekuensinya’. Akhirnya, selalu tanyakan kemungkinan penyakit lain, pemakaian obat,

penyakit yang lalu, pembedahan,dan tentang keluarga.1

6

Page 7: PBL Blok 23 Ksat

- Biodata/Identitas

Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.

Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi

nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.

- Keluhan utama

Apakah betul ada mata merah,perih,gangguan penglihatan ?

Apakah mengenai satu mata atau kedua mata?

Lama serangan

Pola serangan (mendadak atau berangsur-angsur)

Keadaan sebelum, selama dan setelah kejadian

- Riwayat penyakit sekarang yang menyertai

Apakah ada nyeri bola mata, nyeri kapala, sekret dan sebagainya.

- Riwayat Penyakit Dahulu

Pada anak :

sebelum mengalami serangan seperti mata merah ini ditanyakan apakah penderita

pernah mengalami mata merah sebelumnya, umur berapa saat mata merah terjadi terjadi

untuk pertama kali ?

Pada dewasa :

Apakah ada riwayat masalah penglihatn sebelumnya?

Adakah riwayat diabetes melitus?

Adakah riwayat hipertensi?

Adakah riwayat penyakit neurologis?

Pernahkah pasien mengalami terapi mata tertentu (misalnya laser)?

Adakah riwayat pemakaian obat yang mungkin menyebabkan gejala gangguan

penglihatan atau pemakaian obat untuk mengobati penyakit mata (misalnya tetes mata

untuk glaucoma)?

- Riwayat kesehatan keluarga

Adakah riwayat masalah penglihatan turunan dalam keluarga (misalnya glaucoma)?

Adakah riwayat gejala gangguan mata dalam keluarga (misalnya penularan

konjungtivitis infektif)?

Pemeriksaan

7

Page 8: PBL Blok 23 Ksat

Pemeriksaan Umum Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi,

respirasi dan suhu.2

Pemeriksaan Fisik Inspeksi mata

Adakah kelainan yang terlihat jelas (misalnya mata merah, asimetri, nistagmus yang jelas

dan ptosis).

Palpebra, dilihat apakah ada edema, warna kemerahan, lesi, arah bulu mata, dan

kemampuan palpebra untuk menutup sempurna

Apparatus lakrimalis, dilihat apakah ada pembengkakan pada daerah kelenjar

lakrimalis dan sakus lakrimalis

Konjungtiva dan sclera, dilihat warnanya dan vaskularisasinya, cari setiap nodulus

atau pembengkakan. Pada konjungtiva tarsus superior dicari kelainan seperti folikel,

membran, papil, papil raksasa, pseudomembran, sikatriks, dan simblefaron. Pada

konjungtiva tarsus inferior dicari kelainan seperti folikel, papil, sikatriks, hordeolum,

kalazion. Pada konjungtiva bulbi dilihat ada tidaknya sekret. Bila ada amati warna

sekret, kejernihan, dan volume sekret. Kemudian cari ada tidaknya injeksi

konjungtival, siliar, atau episklera, perdarahan subkonjungtiva, flikten, simblefaron,

bercak degenerasi, pinguekula, pterigium, dan pseudopterigium.

Kornea, lensa, dan pupil, dengan cahaya yang dipancarkan dari temporal dilihat

apakah ada kekeruhan (opasitas) pada lensa melalui pupil, apakah ada bayangan

berbentuk bulan sabit pada sisi medial, kemudian dilihat ukuran, bentuk dan

kesimetrisan pupil.

Gerakan ekstraokular, dengan mengikuti gerakan jari pemeriksa yang membentuk

huruf H di udara, lihat apakah ada nistagmus, lid lag, dan tanyakan apakah ada rasa

nyeri saat pergerakan.2

Pada konjungtivitis, hasil pemeriksaan fisik biasanya ditemukan visus yang normal,

hiperemi konjungtiva bulbi, lakrimasi, eksudat, pseudoptosis akibat kelopak mata yang

bengkak, kemosis, hipertrofi papil, folikel, membran, psudomembran, granulasi, flikten dan

8

Page 9: PBL Blok 23 Ksat

adenopati preaurikular.

Lakukan tes mata, satu per satu

Gambar 1 : Snellen chart1,2

Lakukan tes ketajaman penglihatan di kedua bola mata, misalnya dengan kartu snellen

untuk penglihatan jauh dan dengan kartu jaeger untuk penglihatan dekat.

Gambar 2: kartu isihara1,2

Lakukan tes penglihatan warna : misalnya dengan menggunakan kartu ishihara.

Lakukan tes lapang pandang dengan tes konfrontasi dan periksa adanya bintik buta.

Lakukan tes gerak bola mata : tanyakan mengenai diplopia dan istagmus.

Periksa mata dengan oftalmoskop

Gambar 3 : oftalmoskop1,2

Periksa mata dengan oftalmoskop pada mata adalah bagian vital dari pemeriksaan fisik

lengkap. Pemeriksaan ini bisa menggunakan efek keadaan sistemik seperti hipertensi dan

diabetes melitus, yang menyebakan disfungsi penglihatan seperti atrofi melitus, dan

mengungkapkan keadaan keadaan seperti peningkatan tekanan intrakranial dengan

ditemukannya edema papil.

Optimalkan kondisi untuk pemeriksaan funduskopi. Pasien maupun pemeriksa harus

merasa nyaman. Pemeriksa pasien dalam ruangan gelap dengan oftalmoskop yang bisa

amenghasilkan cahaya terang, dan jika perlu di gunakan zat untuk dilatasi pupil

9

Page 10: PBL Blok 23 Ksat

(kontraiindikasi hanya pada kasus cedera kepala baru yang memerlukan rangkaian

pemeriksaan pupil atau bila ada resiko glaukoma sudut akut).

Minta pasien untuk memusatkan pandangan ke objek yang jauh. Periksa mata kanan

pasien dengan mata kanan anda dan mata kiri pasien dengan mata kiri anda. Mula-mula

periksa dari jarak jauh adakah refleks merah dan jika ada pertimbangkan opasitas lensa

seperti katarak. Kemudian periksa diskus optikus (untuk menilai bantuk, warna, tepi, cup

fisiologis), bagian perifer retina dengan mengikuti pembuluh darah utama ke arah luar

menjauhi diskus (untuk mencari pembuluh darah, perdarahan, eksudat, pigmentasi) dan

terakhir makula.

Adanya edema papil, perdarahan atau eksudat, atau keluhan utamanya hilang penglihatan,

memerlukan penjelasan dari pasien.

Pemeriksaan Penunjang

Untuk mengetahui penyebab sekret, yaitu dengan pewarnaan Gram untuk mengidentifikasi

organism bakteri atau pulasan Giemsa untuk menetapkan jenis dan morfologi sel. Dari

pulasan Giemsa ini didapatkan kemungkinan penyebab sekret seperti terdapatnya:

Limfosit dan monosit pada infeksi virus

Leukosit PMN pada infeksi bakteri

Eosinofil dan basofil pada alergi

Sel epitel dengan badan inklusi pada sitoplasma basofil pada klamidia

Sel raksasa multinuclear pada herpes

Sel Leber – makrofag raksasa oleh trakoma3

Selain itu dapat dilakukan teknik amplifikasi asam nukleat seperti PCR yang sensitive dan

spesifik untuk virus DNA. Kultur virus dan isolasi adalah referensi standar tapi mahal dan

hasilnya lama (beberapa hari-minggu), dan membutuhkan media transport yang spesifik.

Sensitivitas bervariasi tapi spesifisitas sekitar 100%. Dapat juga dilakukan tes

imunokromatografi memerlukan waktu 10 menit untuk mendeteksi antigen adenovirus di air

mata, sensitifitas dan spesifisitasnya baik sekali.

Diagnosis

Working diagnosis (konjutivitis vernal)

10

Page 11: PBL Blok 23 Ksat

Konjungtivitis vernal adalah peradangan konjungtiva bilateral dan berulang (recurrence) yang

khas, dan merupakan suatu reaksi alergi. Penyakit ini jugadikenal sebagai “konjungtivitis

musiman” atau “konjungtivitis musim kemarau” Sering terdapat pada musim panas di

negeridengan empat musim, atau sepanjang tahun di negeri tropis (panas).

Konjungtivitis vernal adalah bentuk konjungtivitis alergi yang lebih serius dimana

penyebabnya tidak diketahui. Kondisi paling sering terjadi pada anak laki-laki, khususnya

yang berumur kurang dari 10 tahun yang memiliki eksema, asma, atau alergi musiman.

Konjungtivitis vernal biasanya kambuh setiap musim, biasanya mengenai kedua mata.

Tandanya, selain mata berwarna merah, mata juga akan terasa gatal. Gatal ini juga sering kali

dirasakan dihidung.Produksi air mata juga berlebihan sehingga mata sangat berair

Different Diagnosis

Klinik & sitologi Viral Bakteri Vernal

Gatal Minim Minim Hebat

Hiperemia Profuse Sedang Sedang

Eksudasi Minim Menguncur Minim

Adenopati preurikular Lazim Jarang Tidak ada

Pewarnaan kerokan &

eksudatMonosit Bakteri, PMN Eosinofil

Sakit tenggorokan Kadang Kadang Tak pernah

Lakrimasi ++ + +

Tabel 1. Different Diagnosis Konjutivitis Vernal dengan Konjuctivitis lainnya

11

Page 12: PBL Blok 23 Ksat

Gambar 4 : konjungtivitis bakteri

Gambar 5 : konjungtivitis virus

A. Konjungtivitis Alergi

Konjungtivitis alergi dapat dibagi menjadi akut dan kronis;

Akut (konjungtivitis demam Hay). Merupakan suatu bentuk reaksi akut yang diperantarai

IgE terhadap alergen yang tersebar di udara (biasanya serbuk sari). Gejala dan tanda

antara lain:

1. Rasa gatal

2. Injeksi dan pembengkakan konjungtiva (kemosis)

3. Lakrimasi.4

Konjungtivitis ini sering menyertai rhinitis alergika pada penderita dengan demam rumput,

terutama bila disebabkan oleh tepungsari. Pada anak yang terkena, kedua matanya terasa

gatal, konjungtiva merah dan edema, dan dapat keluar air mata yang banyak. Penggosokan

mata memperjelek keadaan. Tidak ada fotofobia atau tanda-tanda keterlibatan kornea lainnya.

Kadang-kadang, edema konjungtiva begitu berat sehingga konjungtiva prolaps di atas

kelopak mata bawah dalam suatu massa yang tampak gelatinosa (khemosis) yang

menyebabkan orangtua sangat cemas. Sekresinya sering seperti air, tetapi jika menetap, dapat

tampak purulen. Tetapi kotoran yang tampak purulenpun, terutama berisi eosinofil, hal ini

membuatnya berbeda dari konjungtivitis infeksiosa, di mana sebagian besar kotorannya berisi

leukosit polimorfonuklear dan bakteri.5

Konjungtivitis alergika pada penderita dengan demam rumput biasanya berespons baik pada

pemakaian simpatomimetik topikal (nafazolin atau fenilefrin) dalam bentuk tetes mata;

12

Page 13: PBL Blok 23 Ksat

0,05% tetes mata levokabastin hidroklorida (oleh Food and Drug Administration [FDA]

Amerika Serikat, tidak dilabel untuk digunakan penderita berumur kurang dari 12 tahun);

tetes mata lodoksamid trometamin 0,1% (FDA tidak melabel untuk penggunaan pada

penderita berumur kurang dari 2 tahun); atau pada kasus yang lebih berat, dengan tetes mata

atau salep yang berisi kortikosteroid. Lodoksamid dilabel FDA hanya untuk pengobatan

konjungtivitis musim semi. Seperti ditemukan kemudian, steroid hanya digunakan pada mata

secara hati-hati. Imunoterapi untuk konjungtivitis alergika yang tanpa rhinitis alergika

memberikan hasil yang jelek.5

Konjungtivitis vernal (kataral musim semi) juga diperantarai oleh IgE. Sering mengenai

anak laki-laki dengan riwayat atopi. Dapat timbul sepanjang tahun. Gejala dan tanda

antara lain:

1. Rasa gatal

2. Fotofobia

3. Lakrimasi

4. Konjungtivitis papilar pada lempeng tarsal atas (papila dapat bersatu untuk

membentuk cobblestone raksasa)

5. Folikel dan bintik putih limbus

6. Lesi pungtata pada epitel kornea

7. Plak oval opak yang pada penyakit parah plak ini menggantikan zona bagian atas

epitel kornea.4

Konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas (tipe I) yang mengenai kedua mata dan bersifat

rekuren. Pada mata ditemukan papil besar dengan permukaan rata pada konjungtiva tarsal,

dengan rasa gatal berat, sekret gelatin yang berisi eosinofil atau granula eosinofil, pada

kornea terdapat keratitis, neovaskularisasi, dan tukak indolen. Pada tipe limbal terlihat

benjolan di daerah limbus, dengan bercak Horner Trantas yang berwarna keputihan yang

terdapat di dalam benjolan.6

Secara histologik penonjolan ini adalah suatu hiperplasi dan hialinisasi jaringan ikat disertai

proliferasi sel epitel dan sebukan sel limfosit, sel plasma dan sel eosinofil.6

Merupakan penyakit yang dapat rekuren dan bilateral terutama pada musim panas. Mengenai

pasien usia muda antara 3-25 tahun dan kedua jenis kelamin sama. Biasanya pada laki-laki

mulai pada usia dibawah 10tahun. Penderita konjungtivitis vernal sering menunujukkan

gejala-gejala alergi terhadap tepung sari rumput-rumputan.6

13

Page 14: PBL Blok 23 Ksat

Kejadian musiman, penemuan eosinofil, dan seringnya terdapat bersamaan dengan penyakit

atopik lainnya seperti asma, demam rumput, dan eksema memberi kesan bahwa sensitivitas

diperantarai IgE menyebabkan keadaan ini; tetapi pemeriksaan yang seksama pada penderita

dengan keadaan tersebut biasanya gagal mengenali setiap penyebab, dan imunoterapi jika ada

manfaatnya, hanya sedikit. Gejala-gejala dan tanda-tanda konjungtivitis musim semi sama

dengan sindrom akibat pemakaian lensa kontak atau keras: konjungtivitis papilaris raksasa.5

Dua bentuk utama (yang dapat berjalan bersama):

1. Bentuk palpebra. Pada tipe palpebra terutama mengenai konjungtiva tarsal superior.

Terdapat [ertumbuhan papil yang besar (Coble stone) yang diliputi sekret yang

mukoid. Konjungtiva tarsal bawah hiperemi dan edema dengan kelainan kornea lebih

berat dibanding bentuk limbal. Secara klinik papil besar ini tampak sebagai tonjolan

bersegi banyak dengan permukaan yang rata dan dengan kapiler di tengahnya.

2. Bentuk limbal. Hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan

hiperplastik gelatin dengan Trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau

eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya pannus dengan sedikit

eosinofil.6

Antihistamin dan desentisasi mempunyai efek yang ringan. Vasokonstriktor, kromolin topikal

dapat mengurangi pemakaian steroid, siklosporin dapat bermanfaat. Obat anti inflamasi

nonsteroid lainnya tidak banyak bermanfaat. Pengobatan dengan steroid topikal tetes dan

salep akan dapat menyembuhkan. Hati-hati pemakaian steroid lama. Bila tidak ada hasil

dapat diberikan radiasi, atau dilakukan pengangkatan giant papil.6

Penyakit ini biasanya sembuh sendiri tanpa diobati. Dapat diberi obat kompres dingin,

natrium karbonat dan obat vasokonstriktor. Kelainan kornea dan konjungtiva dapat diobati

dengan natrium cromolyn topikal. Bila terdapat tukak mata maka diberi antibiotik untuk

mencegah infeksi sekunder disertai dengan siklopegik

B. Konjungtivitis virus

Konjungtivitis virus memberikan keluhan mata seperti berpasir, keluar air mata, kemerahan,

konjungtiva tampak seperti berdarah, disertai gejala sistemik (suhu badan meningkat, pegal-

pegal/ malaise). Tanda pada mata yang didapat selain hiperemis konjungtiva/ injeksi

14

Page 15: PBL Blok 23 Ksat

konjungtiva, ada juga perdarahan pada konjungtiva, sekret serous, bisa ditemukan

pembesaran KGB preaurikular.7

Konjungtivitis ini merupakan penyakit yang sembuh sendiri namun sangat menular.

Organisme penyebab tersering adalah adenovirus dan yang lebbih jarang Coxsackie dan

pikornavirus. Adenovirus juga dapat menyebabkan konjungtivitis yang berhubungan dengan

pembentukan pesudomembran pada konjungtiva. Serotipe adenovirus tertentu juga

menyebabkan keratitis pungtata yang menyulitkan.4

Terapi yang dapat diberikan adalah suportif-paliatif, yaitu obat untuk panas badan, pegal-

pegal; roborantia (vitamin) untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan tetes mata antibiotika

untuk innfeksi sekunder.7

Pencegahan kepada keluarga/ masyarakat sekitar:

1. Orang sakit jangan tidur bersama orang sehat

2. Pisahkan alat-alat yang biasa digunakan sehari-hari

3. Seluruh anggota keluarga di rumah sering cuci tangan

4. Handuk mandi penderita jangan ditumpuk dengan handuk orang sehat

5. Istirahat yang cukup, sebisa mungkin jangan membuka komputer/ bermain handphone

6. Jangan kompres mata dan mata tidak perlu dicuci/ diguyur dengan cairan-cairan

pencuci mata.7

Tabel 2. Diagnosis banding konjungtivitis6

Gambaran klinis VirusBakteri Fungus dan

ParasitAlergi

Purulen Nonpurulen

Kotoran Sedikit Mengucur Sedikit Sedikit Sedikit

Air mata Mengucur Sedang Sedang Sedikit Sedang

Gatal Sedikit Sedikit - - Mencolok

Injeksi Umum Umum Lokal Lokal Umum

Nodul

preauricular

Lazim Jarang Lazim Lazim -

Pewarnaan Monosit Bakteri Bakteri - Eosinofil

Usapan Limfosit PMN PMN - Eosinofil

Sakit Sewaktu- Jarang - - -

15

Page 16: PBL Blok 23 Ksat

tenggorokan dan

panas yang

menyertai

waktu

Etiologi

Konjungtivitis vernal terjadi akibat reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua mata,

sering terjadi pada orang dengan riwayat keluarga yang kuat alergi4.

Reaksi hipersentsitivitas memiliki 4 tipe reaksi seperti berikut:

1. Tipe I : Reaksi Anafilaksis disini antigen atau alergen bebas akan bereaksi dengan

antibodi, dalam hal ini IgE yang terikat pada sel mast  atau sel basofil dengan akibat

terlepasnya histamin. Keadaan ini menimbulkan reaksi tipe cepat.

2. Tipe II : reaksi sitotoksik Di sini antigen terikat pada sel sasaran. Antibodi dalam hal

ini IgE dan IgM dengan adanya komplemen akan diberikan dengan antigen, sehingga

dapat mengakibatkan hancurnya sel tersebut. Reaksi ini merupakan reaksi yang cepat.

Reaksi allografi dan ulkus Mooren merupakan reaksi jenis ini.

3. Tipe III : reaksi imun kompleks Di sini antibodi berikatan dengan antigen dan

komplemen membentuk kompleks imun. Keadaan ini menimbulkan

neurotrophichemotactic factor  yang dapat menyebabkan terjadinya peradangan atau

kerusakan lokal, Pada umumnya terjadi pada pembuluh darah kecil.

Pengejawantahannya di kornea dapat berupa keratitis herpes simpleks, keratitis karena

bakteri.(stafilokok, pseudomonas) dan jamur. Reaksi demikian juga terjadi pada

keratitis Herpes simpleks.

4. Tipe IV : Reaksi tipe lambat,pada reaksi hipersensitivitas tipe I, II dan III yang

berperan adalah antibodi(imunitas humoral), sedangkan pada tipe IV yang berperan

adalah limfosit T ataudikenal sebagai imunitas seluler. Limfosit T peka (sensitized T

lymphocyte)bereaksi dengan antigen, dan menyebabkan terlepasnya mediator

(limfokin) yang jumpai pada reaksi penolakan pasca keratoplasti, keraton- jungtivitis

flikten, keratitis Herpes simpleks dan keratitis diskiformis.

16

Page 17: PBL Blok 23 Ksat

Epidemiologi

Penyebaran konjungtivitis vernal merata di dunia, terdapat sekitar 0,1% - 0,5% pasien dengan

masalah tersebut. Penyakit ini lebih sering terjadi pada iklim panas (misalnya di Italia,

Yunani, Israel, dan sebagian Amerika Selatan) daripada iklim dingin (seperti Amerika

Serikat, Swedia, Rusia dan Jerman).

Umumnya terdapat riwayat keluarga yang bersifat alergi atopik (turunan). Pada Penelitian

bahwa 65% pasien kami yang menderita konjungtivitis vernal memiliki satu atau lebih sanak

keluarga setingkat yang memiliki penyakit turunan (misalnya asma,hay fever, iritasi kulit

turunan atau alergi selaput lendir hidung permanen). Penyakit-penyakit turunan ini umumnya

ditemukan pada pasien itu sendiri.

Semua penelitian tentang penyakit ini melaporkan bahwa biasanya kondisi akan memburuk

pada musim semi dan musim panas di belahan bumi utara, itulah mengapa dinamakan

konjungtivitis ”vernal” (atau musim semi). Di belahan bumi selatan penyakit ini lebih

menyerang pada musim gugur dan musim dingin.Akan tetapi, banyak pasien mengalami

gejala sepanjang tahun, mungkin disebabkan berbagai sumber alergi yang silih berganti

sepanjang tahun5.

Manifestasi Klinik

Gejala yang mendasar adalah rasa gatal, manifestasi lain yang menyertai meliputi mata

berair, sensitif pada cahaya, rasa pedih terbakar, dan perasaan seolah ada benda asing yang

masuk. Penyakit ini cukup menyusahkan, muncul berulang, dan sangat membebani aktivitas

penderita sehingga menyebabkan pasien tidak dapat beraktivitas normal.

Terdapat dua bentuk klinik, yaitu :

• Bentuk palpebra terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. Terdapat pertumbuhan

papil yang besar (cobble stone) yang diliputi sekret yang mukoid.Konjungtiva tarsal bawah

hiperemi dan edema, dengan kelainan kornea lebih berat dibanding bentuk limbal. Secara

klinik papil besar ini tampak sebagai tonjolan bersegi banyak dengan permukaan yangrata

dan dengan kapiler ditengahnya.

17

Page 18: PBL Blok 23 Ksat

Gambar 6 Bentuk Palpebra dan Limbal

Bentuk limbal hipertrofi papil pada limbus superior yang dapatmembentuk

jaringan hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot  yang merupakan degenerasi

epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya pannus,

dengan sedikit eosinofil.

Patofisiologi

Konjungtiva merupakan lapisan mukosa yang melapisi permukaan palpebra bagian dalam

dan sclera. Lapisan konjungtiva dari luar ke dalam adalah:

Epitel konjungtiva, terdiri dari epitel superficial yang mengandung sel goblet yang

menghasilkan musin yang menyusun lapisan terdalam dari air mata, dan epitel basal.

Stroma konjungtiva, terdiri dari lapisan adenoid yang mengandung jaringan limfoid,

dan lapisan fibrosa yang terdiri dari jaringan ikat, yang di atas tarsus jaringan ini

padat dan di tempat lain jaringan ini longgar.

Kelenjar pada konjungtiva terdiri atas kelenjar Krause dan kelenjar Wolfring yang

menyerupai kelenjar air mata. Pembuluh darah pada konjungtiva berasal dari a.siliaris

posterior dan a.palpebralis. Pembuluh darah yang memperdarahi konjungtiva adalah

a.konjungtiva posterior dan a.siliar anterior. Syaraf pada palpebra berasal dari n.oftalmikus

(cabang n.trigeminus). Pembuluh limfe palpebra sangat banyak.9

Infeksi konjungtivitis terjadi karena turunnya daya tahan tubuh hospes dan adanya

kontaminasi eksternal

Setelah masa inkubasi yang kurang lebih antara 5-12 hari, penyakit akan memasuki fase akut.

Baik infeksi bakteri atau virus menginisiasi kaskade inflamasi leukosit atau limfositik yang

menarik sel darah merah dan sel darah putih ke area tersebut. Sel darah putih ini mencapai

18

Page 19: PBL Blok 23 Ksat

permukaan konjungtiva dan berakumulasi di sana melalui kapiler yang telah berdilatasi dan

sangat permeabel. Tanda-tanda inflamasi pada konjungtivitis antara lain:

Hiperemia dan injeksi konjungtiva: karena pelebaran a.konjungtiva posterior, dari

bagian perifer konjungtiva bulbi menuju kornea dan ikut bergerak apabila konjungtiva

bulbi digerakkan. Warna merah cerah mengindikasikan konjungtivitis bakterialis dan

warna merah muda mengindikasikan konjungtivitis alergik. Hiperemia tanpa infiltrasi

selular mengindikasikan iritasi oleh penyebab fisik, seperti angin, sinar matahari,

asap, dll., tetapi kadang-kadang dapat terjadi dengan penyakit yang berkaitan dengan

instabilitas vascular seperti acne rosacea.

Lakrimasi: air mata yang keluar berlebihan sebagai hasil dari sensasi adanya benda

asing, rasa terbakar, dan gatal.3,5

Sekret: sekret mukopurulen, purulen, dan hiperpurulen pada infeksi bakteri, air dan

serous pada infeksi virus. Pada infeksi bakteri atau klamidia, palpebra biasanya sulit

dibuka karena sekret yang lengket.1

Pseudoptosis : terjadi akibat kelopak yang membengkak, biasa terdapat pada trakoma

dan keratokonjungtivitis epidemik.

Hipertrofi papil: merupakan reaksi konjungtiva non spesifik yang terjadi karena

konjungtiva terikat ke dasar tarsus atau limbus oleh fibril-fibril. Ketika seberkas

pembuluh darah yang membentuk substansi papilla (bersama-sama dengan unsur-

unsur selular dan eksudat) mencapai membran dasar epithelium, bercabang-cabang

dari papilla seperti jari-jari dalam kerangka paying. Eksudat dari proses inflamasi

berakumulasi diantara fibril-fibril, menumpuk di konjungtiva menjadi timbunan. Pada

penyakit nekrosis seperti trakoma, eksudat dapat diganti oleh jaringan granulasi atau

jaringan ikat. Papil yang merah mengindikasikan infeksi klamidia atau bakteri. Papil

raksasa yang disebut juga papil cobblestone biasa terdapat pada keratokonjungtivitis

kernel karena gambarannya yang padat, permukaannya rata, polygonal, dan warnanya

merah muda. Jika terdapat pada tarsus superior, keratokonjungtivitis vernal dan

konjungtivitis papil raksasa diasosiasikan dengan senstitivitas akibat pemakaian lensa

kontak, sedangkan pada tarsus inferior dicurigai keratokonjungtivitis atopic.

Kemosis: edema konjungtiva mata, sangat memperkuat konjungtivitis akut alergik

tapi dapat terjadi juga pada infeksi akut gonokokal atau mengingokokal dan

khususnya pada konjungtivitis adenovirus. Kemosis pada konjungtiva bulbi terlihat

pada pasien dengan trichinosis.

19

Page 20: PBL Blok 23 Ksat

Folikel: folikel terdiri dari hyperplasia limfoid fokal di dalam lapisan limfoid

konjungtiva dan biasanya mengandung inti germinal. Secara klinis, folikel bentuknya

bulat, avaskular dengan struktur putih atau abu-abu. Folikel paling banyak terlihat

pada kasus konjungtivitis viral, pada semua kasus konjungtivitis klamidia kecuali

konjungtivitis inklusi neonatal, pada beberapa kasus konjungtivitis parasit, dan

beberapa kasus konjungtivitis toksik karena pengobatan topikal seperti idoxuridine,

dipivefrin, dan miotikum. Folikel pada fornix inferior dan pada tepi tarsus mempunyai

nilai diagnostic yang terbatas, tapi ketika folikel terdapat pada tarsus, khususnya

tarsus superior, konjungtivitis klamidia, viral, atau toksik harus dicurigai.

Pseudomembran dan membran: merupakan hasil dari proses eksudatif.

Pseudomembran merupakan bekuan di permukaan epithel, dan ketika diangkat, epitel

tetap intak. Membran merupakan bekuan di seluruh epitel, dan jika diangkat akan

terjadi perdarahan. Pseudomembran dan membran dapat bersama-sama dengan

keratokonjungtivitis epidemik, konjungtivitis herpes simpleks primer, diftheri,

cicatricial pemphigoid, dan eritema multiforme mayor. Dapat juga terjadi pada

chemical burns, khususnya alkali burns.

Granuloma: selalu mengenai stroma dan paling sering akibat kalazion. Penyebab

lainnya yaitu sarcoidosis, sifilis, cat-scratch disease dan jarangnya

koksidioidomikosis. Sindrom okuloglandular Parinaud termasuk granuloma

konjungtiva dan limfadenopati preaurikular yang mencolok, dan penyakit ini

membutuhkan biopsi untuk menegakkan diagnosis.3,5

Flikten: merupakan tonjolan berupa serbukan sel-sel radang kronik di bawah epitel

konjungtiva atau kornea, berupa suatu mikro-abses, dimana permukaan epitel

mengalami nekrosis. Warna flikten keputih-putihan, padat dengan permukaan yang

tidak rata. Di sekitarnya diikuti pembuluh-pembuluh darah. Flikten umumnya kecil,

tetapi sering pula lebih besar dari 1 mm. Di atas flikten tidak terdapat pembuluh

darah. Flikten paling sering didapatkan di limbus.5

Adenopati preaurikular: merupakan tanda penting konjungtivitis. Terlihatnya

pembesaran kelenjar limfe preaurikular terdapat pada sindrom okuloglandular

Parinaud, dan jarang pada keratokonjungtivitis epidemik. Nodus limfe preaurikular

yang besar atau kecil dan sedikit lunak tedapat pada konjungtivitis herpes simpleks

primer, keratokonjungtivitis epidemik, konjungtivitis inklusi, dan trakoma. Nodus

limfe preaurikuler yang kecil tapi tidak lunak terdapat pada demam

faringokonjungtivitis dan konjungtivitis hemoragik akut. Kadang-kadang,

20

Page 21: PBL Blok 23 Ksat

limfadenopati preaurikular dapat dilihat pada anak-anak dengan infeksi kelenjar

meibom.

Penatalaksanaan

Medikamentosa

1. Natrium kromoglikat 2% topikal dapat diberikan 4 kali sehari untuk mencegah

degranulasi sel mast.

2. Anti histamin dan steroid sistemik dapat diberikan pada kasus yang berat.Cromolyn

topical adalah agen profilaktik yang baik untuk kasus sedang sampai berat. Bila tidak

ada hasil dapat diberikan radiasi, atau dilakukan pengangkatan giant  papil.

3. Antibiotik dapat diberikan untuk mencegah infeksi sekunder disertai dengan

sikloplegik.

4. Anti-radang non-steroid yang lebih baru, seperti kerolac dan iodoxamine,

cukup bermanfaat mengurangi gejala6.

Non medikamentosa

- Penderita diusahakan untuk menghindari menggosok-gosok karenaakan menyebabkan

iritasi berlanjut.

- Kompres dingin dapat juga digunakan untuk menghilangkan edema.

- tidur di tempat ber AC dapat menyamankan pasien, lebih baik apabila penderita

pindah ke tempat beriklim lembab.

Komplikasi

Dapat menimbulkan keratitis epitel atau ulkus kornea superfisial sentral atau parasentral,

yang dapat diikuti dengan pembentukan jaringan sikatriks yang ringan.Penyakit ini juga dapat

21

Page 22: PBL Blok 23 Ksat

menyebabkan penglihatan menurun.Kadang-kadang didapatkan panus, yang tidak menutupi

seluruh permukaan kornea.Perjalanan penyakitnya sangat menahun dan berulang, sering

menimbulkan kekambuhan terutama di musim panas7.

Pencegahan

Tindakan preventif yang penting adalah menjaga kebersihan untuk mencegah penularan

penyakit ini, antara lain:

Cuci tangan sesering mungkin. Jangan menyentuh atau menggosok mata.

Jangan menggunakan handuk/waslap/selimut bersana-sama dengan orang lain.

Hindari berenang di kolam renang jika sedang menderita konjungtivitis

Jangan pernah menggunakan obat mata yang diresepkan untuk orang lain.

Jangan menggunakan lensa kontak selama gejala masih ada

Prognosis

Kondisi ini dapat terus berlanjut dari waktu ke waktu, dan semakin memburuk selama

musim-musim tertentu apabila tidak ditangani secara tepat, Penyakit ini biasanya sembuh

sendiri tanpa diobati

22

Page 23: PBL Blok 23 Ksat

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Konjungtivitis vernal adalah peradangan konjungtiva bilateral dan berulang (recurrence) yang

khas, dan merupakan suatu reaksi alergi. Penyakit ini juga dikenal sebagai “catarrh musim

semi” dan “konjungtivitis musiman” atau “konjungtivitis musim kemarau”.

Konjungtivitis vernal terjadi akibat reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai

kedua mata, sering terjadi pada orang dengan riwayat keluarga yang kuat alergi.

Terdapat dua bentuk penyakit ini, yaitu: palpebral dan limbal, yang perbedaan

utamanya terletak pada lokasi. Bentuk palpebra, terutama mengenai konjungtiva tarsal

superior. Terdapat pertumbuhan papil yang besar (cobble stone) yang diliputi sekret yang

mukoid. Bentuk limbal, hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan

hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau

eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya pannus, dengan sedikit eosinofil.

Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak eosinofil dan

granula eosinofilik bebas. Dapat menimbulkan keratitis epitel atau ulkus kornea superfisial

sentral atau parasentral, yang dapat diikuti dengan pembentukan jaringan sikatriks yang

ringan. Juga kadang-kadang didapatkan panus, yang tidak menutupi seluruh permukaan

kornea. Perjalanan penyakitnya sangat menahun, bertahun-tahun. Penyakit ini sering

menimbulkan kekambuhan terutama di musim panas.

Penyakit ini biasanya sembuh sendiri tanpa diobati. Dapat diberi obat kompres dingin,

natrium karbonat dan obat vasokonstriktor. Kelainan kornea dan konjungtiva dapat diobati

23

Page 24: PBL Blok 23 Ksat

dengan natrium cromolyn topikal. Bila terdapat tukak maka diberi antibiotik untuk mencegah

infeksi sekunder disertai dengan sikloplegik. Lebih baik penderita pindah ke tempat beriklim

sejuk dan lembab.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, S., Yulianti, S.R. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Cetakan ke-1. Jakarta: Balai

Penerbit FK UI; 2006.h.35-6, 109-48.

2. Bickley, Lynn S. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates. Edisi ke-

8. Jakarta; EGC; 2009.h.147-57.

3. Riordan-Eva, P., Whitches, J.P. [editor]. Vaughan & asbury’s oftalmologi umum

[terjemahan]. Edisi ke-17. Jakarta: EGC; 2009.h.97-124.

4. Kanski, J.J., Bowling, B. Clinical ophthalmology: a systematic approach [e-book].

Edisi ke-7. China: Elsevier Saunders; 2011.

5. Ilyas, S., Mailangkay, H.H.B.,Taim, H., Saman, R.R., Simarmata, K, Widodo, P.S.

[editor]. Ilmu penyakit mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran. Jakarta:

CV Sagung Seto; 2008.h.91-106.

6. Kapita Selekta Kedokteran, Mansjoer Arif. Jilid I. Ed.3. Jakarta: Media Aesculapius,

2006, h.54

7. Morosidi, S.A., Paliyama, M.F. Ilmu penyakit mata. Jakarta: FK Ukrida; 2011.h.14

8. Vaughan, Daniel G., Asbury Taylor, Riordan Eva-Paul. Ofthalmologi Umum. Edisi

14. Jakarta: Widya Medika,2000,hal 5-6, 115

9. Gleadle J. Mata merah. Dalam: at a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta:

Erlangga, 2007. h. 49.

10. Behrman, Kliegman, Arvin. Alergi okuler. Dalam: ilmu kesehatan anak nelson. Vol.

1. Ed. 15. Jakarta: EGC, 2000. h. 807-8

24

Page 25: PBL Blok 23 Ksat

25