bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 hakikat ipa

23
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA Menurut H.W Fowler dalam Laksmi Prihantono, (1986:13) dalam Trianto (2010:136) IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama pengamatan dan deduksi. Menurut Kardi dan Nur (1994:1) dalam Trianto (2010: 136) IPA atau ilmu kealaman adalah ilmu tentang dunia zat, baik makhluk hidup maupun benda mati yang diamati. Sedangkan menurut Wahyana (1986) dalam Trianto (2010: 136) mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Sementara itu menurut Laksmi Prihantoro dkk, (1986) dalam Trianto (2010:137) mengatakan bahwa IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses dan aplikasi. Sebagai produk merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep, sebagai proses merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains, dan sebagai aplikasi teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberikan kemudahan bagi kehidupan. Berdasarkan definisi tersebut, maka disimpulkan bahwa IPA dalam penelitian ini adalah ilmu yang sistematis mempelajari mengenai benda-benda yang ada di permukaan bumi, di dalam bumi maupun di luar angkasa, baik benda itu bisa dilihat dengan mata telanjang ataupun dengan menggunakan alat bantu. a. Tujuan pembelajaran IPA Dalam standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah kurikulum KTSP (2006:162) telah di jabarkan tujuan pembelajaran IPA sebagai berikut: 1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya 7

Upload: others

Post on 27-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hakikat IPA

Menurut H.W Fowler dalam Laksmi Prihantono, (1986:13) dalam Trianto

(2010:136) “IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang

berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama

pengamatan dan deduksi”. Menurut Kardi dan Nur (1994:1) dalam Trianto (2010:

136) “IPA atau ilmu kealaman adalah ilmu tentang dunia zat, baik makhluk hidup

maupun benda mati yang diamati”. Sedangkan menurut Wahyana (1986) dalam

Trianto (2010: 136) mengatakan bahwa “IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan

tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada

gejala-gejala alam”. Sementara itu menurut Laksmi Prihantoro dkk, (1986) dalam

Trianto (2010:137) mengatakan bahwa “IPA hakikatnya merupakan suatu produk,

proses dan aplikasi”. Sebagai produk merupakan sekumpulan pengetahuan dan

sekumpulan konsep dan bagan konsep, sebagai proses merupakan proses yang

dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan

produk-produk sains, dan sebagai aplikasi teori-teori IPA akan melahirkan

teknologi yang dapat memberikan kemudahan bagi kehidupan.

Berdasarkan definisi tersebut, maka disimpulkan bahwa IPA dalam

penelitian ini adalah ilmu yang sistematis mempelajari mengenai benda-benda

yang ada di permukaan bumi, di dalam bumi maupun di luar angkasa, baik benda

itu bisa dilihat dengan mata telanjang ataupun dengan menggunakan alat bantu.

a. Tujuan pembelajaran IPA

Dalam standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah

kurikulum KTSP (2006:162) telah di jabarkan tujuan pembelajaran IPA

sebagai berikut:

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha

Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam

ciptaan-Nya

7

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA

8

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep

IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan

sehari-hari

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran

tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA,

lingkungan, teknologi dan masyarakat

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam

sekitar, memecahkan masalah dan membuat Keputusan

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,

menjaga dan melestarikan lingkungan alam

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA

sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

b. Ruang lingkup pembelajaran IPA

Dalam standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah

kurikulum KTSP (2006:163) telah di jabarkan ruang lingkup bahan

kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut.

1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,

tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan

2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat

dan gas.

3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet,

listrik, cahaya dan pesawat sederhana

4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan

benda-benda langit lainnya.

2.1.2 Cooperatif Learning

Scoot B. Watson dari School of Education, Faculty Oublications and

Presentations Liberty University (1992) dalam makalahnya yang berjudul “The

Essential Elements of Cooperative Learning”, dalam Warsono dan Hariyanto

(160-161:2012) menyatakan bahwa “Pembelajaran kooperatif adalah lingkungan

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA

9

belajar kelas yang memungkinkan siswa bekerja sama dalam kelompok kecil yang

heterogen dan mengerjakan tugas-tugas akademiknya”. Woolfolk (2001) dalam

Warsono dan Hariyanto (161:2012) mendefinisikan “Pembelajaran kooperatif

adalah suatu pengaturan yang memungkinkan para siswa bekerja sama dalam

suatu kelompok campuran dengan kecakapan berbeda-beda dan akan memperoleh

penghargaan jika kelompoknya mencapai suatu keberhasilan”.

Menurut Kokom Komalasari “Pembelajaran kooperatif (cooperatif

Learning) merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang

saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan

belajar”. (Depdiknas, 2003:5) dalam Kokom Komalasari (2010:62) Bern dan

Erickson mengemukakan bahwa “Cooperative Learning merupakan strategi

pembelajaran yang mengorganisir pembelajaran dengan menggunakan kelompok

belajar kecil di mana siswa bekerjasama untuk mencapai tujuan pembelajaran”.

Menurut Slavin (1984) dalam Kokom Komalasari (2010;62) pembelajaran

“Kooperatif adalah suat strategi pembelajaran di mana siswa bekerja dan belajar

dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 2

sampai 5 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen”.

Keberhasilan belajar dari kelompok tergantung dari kemampuan dan aktivitas

anggota kelompok, baik secara individu maupun secara kelompok. Johnson &

Johnson (1993) dalam Warsono dan Hariyanto(2012:161) mendefinisikan

“Pembelajaran kooperatif adalah penerapan pembelajaran terhadap kelompok

kecil sehingga para siswa dapat bekerjasama untuk memaksimalkan

pembelajarannya sendiri serta memaksimalkan pembelajaran anggota kelompok

yang lain”.

Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan dalam penelitian

ini bahwa pembelajaran kooperatif adalah sebuah model pembelajaran yang

dilakukan secara berkelompok setiap kelompok terdiri dua sampai lima siswa,

dalam sebuah kelompok terdiri dari anggota kelompok yang memiliki

kemampuan berbeda-beda, dan kerja sama antar anggota kelompok merupakan

salah satu kunci kesuksesan dalam pembelajaran.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA

10

Miftahul Huda (2013:111) “Bekerja dalam sebuah kelompok yang terdiri

dari tiga atau lebih anggota pada hakikatnya dapat memberikan daya dan manfaat

tersendiri. Hal ini pernah di kemukakan oleh Roger Jhonson dari Universitas

Minnesota (Johnson dan Johnson, 1974)”. Roger dan David Jonson dalam Agus

(2013:58) “Mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap

pembelajaran kooperatif. Lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus

diterapkan untuk mencapai hasil yang maksimal dalam Agus (2013:58-61) lima

unsur tersebut adalah”:

1. Positive interdependensi (Saling ketergantungan positif)

Unsur saling ketergantungan positif menunjukkan bahwa dalam

pembelajaran kooperatif ada dua pertanggung jawaban kelompok. Pertama

mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin

semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang

ditugaskan tersebut.

2. Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan)

Unsur tanggung jawab perseorangan, pertanggung jawaban ini muncul jika

dilakukan pengukuran terhadap keberhasilan kelompok. Tanggung jawab

perseorangan adalah kunci untuk menjamin semua anggota yang diperkuat

oleh kegiatan belajar bersama. Artinya setelah mengikuti kelompok belajar

bersama, anggota kelompok harus dapat menyelesaikan tugas yang sama.

3. Face to face promotive interaction (interaksi promotif)

Unsur interaksi promotif ini penting karena dapat menghasilkan saling

ketergantungan positif. Ciri-ciri interaksi promotif adalah:

a. Saling membantu secara efektif dan efisien

b. Saling memberi informasi dan sarana yang diperlukan

c. Memproses informasi bersama secara lebih efektif dan efisien

d. Saling mengingatkan

e. Saling membantu dalam merumuskan dan mengembangkan argumen

serta meningkatkan kemampuan wawasan terhadap masalah yang

dihadapi.

f. Saling percaya

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA

11

g. Saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama.

4. Interpersonal skill (komunikasi antar anggota)

Unsur komunikasi antar anggota adalah keterampilan sosial. Untuk

mengordinasikan kegiatan peserta didik dalam pencapaian tujuan peserta

didik harus :

a. Saling mengenal dan mempercayai.

b. Mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius

c. Saling menerima dan mendukung

d. Mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif.

5. Group prosscesing (pemrosesan kelompok)

Pemrosesan mengandung arti menilai. Melalui pemrosesan kelompok

dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan

kegiatan dari anggota kelompok, siapa anggota kelompok yang membantu

dan tidak membantu. Tujuan pemrosesan kelompok adalah meningkatkan

efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan

kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok.

Manfaat pembelajaran kooperatif dalam Warsono dan Hariyanto

(2012:165) sebagai berikut:

a. Meningkatkan kualitas hasil pembelajaran dan prestasi akademik.

b. Meningkatkan kemampuan mengingat siswa.

c. Meningkatkan kepuasan siswa terhadap pengalaman belajarnya.

d. Membantu siswa mengembangkan keterampilan komunikasi oral.

e. Mengembangkan keterampilan sosial siswa.

f. Mengikatkan rasa percaya diri siswa.

g. Membantu meningkatkan hubungan positif antar suku/ras.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA

12

Tabel 2.1 Nilai-Nilai Karakter yang Dapat Diungkap Guru dalam

Cooperative Learning dalam Warsono dan Hariyanto (2012:192)

Nilai Inti Nilai-nilai Karakter yang merupakan derivat karakter

Jujur Menghargai diri sendiri, pertanggung jawaban, dan sportivitas

Cerdas Analitis, kuriositas, kreativitas, kekritisan, inovatif, inisiatif, suka

memecahkan masalah, produktivitas, kepercayaan diri, kontrol

diri, ketelitian

Peduli Perhatian, komitmen, kegotongroyongan, rasa hormat,

demokratis, kebijakasanaan, disiplin, kesetaraan, persahabatan,

suka membantu, kerendahan hati, moderasi, keterbukaan, suka

menghargai, kebersamaan, toleransi.

Tangguh Ketegasan, kesediaan, keberanian, kehati-hatian, suka

berkompetisi (antar kelompok), keteladanan, ketetapan hati,

dinamis, daya upaya, keantusiasan, kesabaran, suka mengambil

risiko, beretos kerja.

Sumber : Samani dan Harianto, 2011 dalam Warsono dan Harianto

(2012:192)

Menurut Prince George’s Public Schools (2011) dalam Warsono dan

Hariyanto (2012:193) dengan 6 orang anggota kelompok pada pembelajaran

cooperatif learning dapat diberikan peran terhadap masing-masing anggota

kelompok sebagai berikut :

1. Siswa pertama ditugasi sebagai fasilitator, yang perannanya

menjamin agar setiap anggota kelompok memberikan

kontribusinya.

2. Siswa kedua bertugas sebagai penulis, berperan menuliskan

berbagai catatan penting yang mengekspresikan pemikiran

kelompok, serta menyusul ikhtisar final.

3. Siswa ketiga sebagai presenter atau pembicara kelompok, berperan

menyampaikan ikhtisar hasil karya kelompok kepada kelompok

yang lebih besar (pleno kelas), dalam melakukan presentasi harus

mewakili pemikiran kelompok dan bukan pandangan pribadinya.

4. Siswa yang keempat sebagai manajer, pengelola bahan-bahan yang

relevan, menyingkirkan bahan-bahan yang tidak relevan serta

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA

13

mengelola bahan-bahan yang diperlukan selama proses kerja

kelompok

5. Siswa yang kelima berperan sebagai penjaga waktu, mencatat

waktu yang telah digunakan dan mengingatkan anggota kelompok

berapa lama lagi waktu yang tertinggal untuk menyelesaikan tugas.

6. Siswa yang keenam bertugas sebagai pengontrol, yang peranannya

mengontrol akurasi dan kejelasan pemikiran selama diskusi, dapat

juga mengecek catatan yang ditulis atau dilaporkan oleh penulis,

pengontrol jalannya diskusi agar tetap pada jalur yang benar. Jika

anggotanya hanya lima orang, fasilitator diperankan oleh guru, jika

hanya empat orang, fasilitator dan pengontrol diperankan oleh

guru.

Tabel 2.2 Sintak Model Pembelajaran Kooperatif Terdiri dari Enam Fase:

dalam Agus (2013:65)

Fase Prilaku guru

Fase 1: Present goals and set

Menyampaikan tujuan dan

mempersiapkan peserta didik

Menjelaskan tujuan pembelajaran dan

mempersiapkan peserta didik

Fase 2: Present information

Menyampaikan informasi

Mempresentasikan informasi kepada

peserta didik secara verbal

Fase 3: Organize students info learning

teams

Mengorganisir peserta didik ke dalam

tim-tim belajar

Memberikan penjelasan kepada peserta

didik tentang tata cara pembentukan tim

belajar dan membantu kelompok

melakaukan transisi yang efisien

Fase 4 : Assist tema work and study

Membantu kerja tim dan belajar

Membantu tim-tim belajar selama

peserta didik mengerjakan tugasnya

Fase 5: Test on the materials

Mengevaluasi

Menguji pengetahuan peserta didik

mengenal berbagai materi pembelajaran

atau kelompok-kelompok

mempresentasikan kerjanya

Fase 6: Provide recognition

Memberikan pengakuan atau

Penghargaan

Mempersiapkan cara untuk mengakui

usaha dan prestasi individu maupun

kelompok

Penjelasan dari tabel tersebut dalam Agus (2013:65-66) adalah sebagai

berikut:

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA

14

Fase pertama, guru mengklarifikasi maksud pembelajaran

kooperatif. Hal ini penting untuk dilakukan karena peserta didik harus

memahami dengan jelas prosedur dan aturan dalam pembelajaran.

Fase kedua, guru menyampaikan informasi, sebab informasi ini

merupakan isi akademik.

Fase ketiga, kekacauan bisa terjadi dari fase ini, oleh sebab itu

taransisi pembelajaran dari dan ke kelompok-kelompok belajar harus

diorientasikan dengan cermat. Sejumlah elemen perlu dipertimbangkan

dalam menstrukturisasikan tugasnya. Guru harus menjelaskan bahwa

peserta didik harus saling bekerja sama di dalam kelompok. Penyelesaian

tugas kelompok harus merupakan tujuan kelompok. Tiap anggota

kelompok memiliki akuntabilitas individual untuk mendukung

tercapainya tujuan kelompok. Pada fase ini yang terpenting ada free-rider

atau anggota yang hanya menggantungkan tugas kelompok pada individu

lainnya.

Fase keempat, guru perlu mendampingi tim-tim belajar tentang

meningkatkan tentang tugas-tugas yang dikerjakan peserta didik dan

waktu yang dialokasikan. Pada fase ini bantuan yang diberikan dapat

berupa petunjuk, pengarahan, atau meminta beberapa peserta didik

mengulangi hal yang sudah ditunjukkan.

Fase kelima, guru melakukan evaluasi dengan menggunakan

strategi evaluasi yang konsisten dengan tujuan pembelajaran.

Fase keenam, guru mempersiapkan struktur reward yang akan

diberikan ke peserta didik. Variasi struktur reward bersifat individualis,

kompetitif, dan kooperatif. Struktur reward dapat dicapai tanpa

tergantung pada apa yang dilakukan orang lain. Struktur reward

kompetitif adalah jika peserta didik diakui usaha individunya

berdasarkan perbandingan dengan orang lain. Struktur reward kooperatif

diberikan kepada tim meskipun anggota tim-timnya saling bersaing.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA

15

2.1.3 Two Stay Two Stray

Cooperative learning tipe Two stay two stray atau dalam bahas Indonesia

dua tinggal dua tamu ini dalam Anita Lie (2002:60) dikembangkan oleh Spencer

Kagan (1992) dan bisa di gunakan bersamaan dengan teknik kepala bernomor.

Metode ini dapat di gunakan ke dalam semua pelajaran dan untuk semua tingkatan

semua anak didik.

Struktur two stay two stray memberi kesempatan kepada kelompok untuk

membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Pembelajaran dengan

metode ini menurut Agus (2013:93-94) diawali dengan pembagian kelompok.

Setelah kelompok terbentuk guru memberikan tugas berupa permasalahan-

permasalahan yang harus mereka diskusikan jawabannya. Setelah diskusi

intrakelompok usai, dua orang dari masing-masing kelompoknya untuk bertamu

kepada kelompok yang lain. Anggota kelompok yang tidak mendapat tugas

sebagai duta (tamu) mempunyai kewajiban menerima tamu dari suatu kelompok.

Tugas mereka adalah menyajikan hasil kerja kelompoknya kepada tamu tersebut.

Dua orang yang bertugas sebagai tamu diwajibkan bertamu kepada semua

kelompok. Jika mereka telah usai menuaikan tugasnya, mereka kembali ke

kelompoknya masing-masing.

Setelah kembali ke kelompok asal, baik peserta didik yang bertugas

bertamu maupun mereka yang bertugas menerima tamu mencocokkan dan

membahas hasil kerja yang telah mereka tunaikan.

Pembelajaran two stay two stray menurut Anita Lie (2002:61) langkah-

langkahnya sebagai berikut:

a. Siswa bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah empat orang.

b. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing menjadi tamu kedua

kelompok yang lain.

c. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil

kerja dan informasi ke tamu mereka.

d. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan

melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.

e. Kelompok mencocokan dan membahas hasil kerja mereka.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA

16

Sementara itu menurut Miftahul Huda (2013:207-208) Sintak dari two stay

two stray dapat dilihat pada rincian tahap-tahap berikut:

a. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setia[

kelompoknya terdiri dari empat siswa. Kelompok yang dibentuk

memerlukan kelompok heterogen misalnya satu kelompok terdiri dari 1

siswa berkemampuan tinggi, 2 siswa berkemampuan sedang, 1 siswa

berkemampuan rendah. Hal ini dilakukan karena pembelajaran kooperatif

tipe TSTS bertujuan untuk memberikan kesempatan siswa untuk saling

membelajarakan (Peter Tutoring) dan saling mendukung.

b. Guru memberikan subpokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk

dibahas bersama-sama dengan anggota kelompok masing-masing.

c. Siswa bekerja sama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang.

Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk

dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir.

d. Setelah selesai dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan

kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain.

e. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil

kerja dan informasi mereka kepada tamu dari kelompok lain.

f. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri untuk

melaporkan temuan mereka kepada tamu dari kelompok lain.

g. Kelompok mencocokan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.

h. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka.

Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti diharapkan pembelajaran

kooperatif, setiap model harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa

saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling

tergantung (independent) untuk menyelesaikan tugas. Keterampilan sosial yang

dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam

keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Keterampilan ini dapat diajarkan

pada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses

kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya

peran pencatat, (recorder), pembuat kesimpulan (summarized), pengatur materi

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA

17

(material manager, atau fasilitator, dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses

belajar.

Dari beberapa penjelasan tersebut maka dapat simpulkan sintak cooperative

learning tipe two stay two stray sebagai berikut:

Tabel 2.3 Sintak Cooperative Learning Tipe Two Stay Two Stray

Langkah-langkah Keterangan Kegiatan

Guru Siswa

Kegiatan awal Melakukan

kegiatan

motivasi dan

atau apersepsi

Guru melakukan

kegiatan motivasi

dan atau apersepsi

Siswa menyimak

kegiatan motivasi

dan atau apersepsi

yang ditampilkan

guru

Menyampaikan

tujuan

pembelajaran

dan kegiatan

yang akan

dilakukan

Guru

menyampaikan

tujuan

pembelajaran dan

menjelaskan

kegiatan

pembelajaran

yang akan

dilakukan

Siswa menyimak

penyampaian

tujuan

pembelajaran dan

kegiatan

pembelajaran

yang akan

dilakukan

Kegiatan inti

Menyiapkan

Konsep/materi

Penyampaian

materi

Guru

menyampaikan

materi

Siswa menyimak

penyampaian

materi

Membentuk

kelompok

Membentuk

siswa dalam

kelompok

heterogen

setiap

kelompok

terdiri dari 4-5

anggota

Guru membentuk

kelompok

heterogen masing-

masing 4 anggota

Siswa berkumpul

sesuai

kelompoknya

Membagikan

pin identitas

kelompok

Guru

membagikan pin

karakter kartun

sebagai identitas

kelompok pada

setiap anggota

kelompok

Setiap anggota

kelompok

mendapatkan pin

karakter kartun

sebagai identitas

kelompok dan

memasangkan

pada dada sebelah

kiri

Memberikan tugas Memberikan Guru memberikan Siswa bekerja

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA

18

kelompok lembar kerja

kelompok, dan

memfasilitasi

alat dan bahan

pembelajaran

lembar kerja

kelompok dan alat

dan bahan

pembelajaran

kepada setiap

kelompok untuk

di diskusikan

sama dan

memunculkan ide

baru sesuai

lembar kerja

menggunakan alat

dan bahan

pembelajaran

yang telah

dibagikan guru

Bertamu ke

kelompok lain

Setiap

kelompok

mengirimkan

dua

anggotanya

untuk bertamu

ke kelompok

lain. Dan yang

tinggal sebagai

penerima tamu

Guru

memfasilitasi

setiap kelompok

untuk bertamu ke

kelompok lain

Setiap dua siswa

dari masing-

masing kelompok

meninggalkan

kelompoknya

untuk bertamu ke

kelompok lain.

Dua siswa yang

tinggal dalam

kelompok

bertugas

menyampaikan

hasil kerja dan

informasi

kelompoknya

kepada tamu yang

datang

Mohon diri

Melaporkan hasil

Kembali ke

kelompok

masing-masing

dan

melaporkan

hasil bertamu

dari kelompok

lain

Guru

membimbing

untuk mohon diri

dan melaporkan

hasil bertamu ke

kelompoknya.

Dua siswa yang

bertugas sebagai

tamu kembali

kelompok

masing-masing

dan melaporkan

hasil bertamu ke

kelompoknya dan

Mencocokkan Pencocokan

dari hasil

bertamu

dengan hasil

kelompok

sendiri

Guru

memfasilitasi

setiap kelompok

untuk

mencocokkan

hasil temuan dari

kelompok lain

Setiap kelompok

mencocokkan

hasil temuan dari

kelompok lain.

Mempresentasikan Menyampaikan

hasil kerja

kelompok dan

hasil bertamu

dari kelompok

Guru

memfasilitasi

setiap kelompok

mempresentasikan

hasil kerja

Setiap kelompok

mempresentasikan

hasil kerjanya di

depan kelas.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA

19

lain kelompoknya di

depan kelas.

Kegiatan akhir

Refleksi

Merefleksikan

kegiatan

pembelajaran

yang telah

dilakukan

Guru bersama siswa merefleksikan

pembelajaran yang telah dilakukan

dalam kehidupan sehari-hari

kesimpulan Menyimpulkan

materi

pembelajaran

Guru bersama siswa menyimpulkan

materi pembelajaran

Evaluasi Guru

memberikan

soal evaluasi

kepada siswa

Siswa mengerjakan soal evaluasi yang

telah dibagikan guru

2.1.4 Sikap

2.1.4.1 Hakikat Sikap

Menurut Eko Putro (2012:238) “Sikap siswa dalam kegiatan pembelajaran

mempunyai peran yang cukup penting menentukan keberhasilan belajar siswa”.

Menurut Stiggins (1994:306) dalam Eko Putro (2012:238) menyatakan bahwa

“Siswa yang memiliki sikap positif dan motivasi memiliki peluang yang lebih

untuk mencapai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang memiliki

sikap negatif”.

Menurut Eloy Zalukhu (2008) dalam Wahyudi (2011) menyatakan

bahwa sikap adalah “Apa yang terjadi dalam diri seseorang, pikiran-

pikiran dan perasaan - perasaan; tentang diri sendiri, orang lain keadaan

dan kehidupan secara umum. Sikap merupakan kecenderungan untuk

bertindak suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat

dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan dan sesuatu yang

positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal”.

Menurut Johson & Johson (2002:169) dalam Eko Putro (2013:113)

mengartikan sikap sebagai “an attitude is a positive or negative reaction to a

person, object, or idea (sikap adalah reaksi positif reaksi positif atau negatif

terhadap objek orang, objek atau ide)”. Muhajir (1992:75) dalam Eko Putro

(2009:113), “Sikap merupakan kecenderungan afeksi suka atau tidak sikap pada

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA

20

obyek sosial”. Harvey dan Smith (1991:164) dalam Eko Putro (2013:113)

mendefinisikan “Sikap sebagai kesiapan merespon secara konsisten dalam bentuk

positif atau negatif terhadap obyek atau situasi”. Eagly & Chaiken (1993:1) dalam

Eko Putro (2013:113) sikap adalah “a psychological tendency that is expressed by

evaluating a particular entity with some degree of favor or disfavor

(Kecenderungan psikologis yang diekspresikan dengan menilai perwujudan

tertentu dengan suatu tingkat disukai atau tidak disukai)” menurut Eko Putro

(2013:113) “Sikap merupakan reaksi seseorang dalam menghadapi suatu objek”.

Respons seseorang dalam menghadapi suatu objek menurut Eagly &

Chaiken (1993:10) dalam Eko Putro (2013:114) dapat dibedakan menjadi tiga,

yaitu: Cognitive respones, affective responses, dan behavioral responses.

Cognitive respones berkaitan dengan apa yang diketahui orang tersebut tentang

obyek sikap, affective responses berkaitan dengan perasaan atau emosi seseorang

yang berkaitan dengan obyek sikap, behavioral responses berkitan dengan

tindakan yang muncul dari seseorang ketika menghadapi obyek sikap. Dalam kata

lain menurut Eko Putro (2013:114) “Respons kognitif merupakan representasi apa

yang diketahui, dipahami dan dipercayai oleh individu pemilik sikap”. Respons

afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Respons tingkah

laku (behavioral) merupakan kecenderungan berprilaku tertentu sesuai dengan

sikap yang dimiliki oleh seseorang.

Menurut Eko Putro (2013:114) “Sikap adalah tendensi mental yang

diwujudkan dalam bentuk pengetahuan atau pemahaman, perasaan dan tindakan

atau tingkah laku ke arah positif atau negatif terhadap suatu objek”. Definisi

tersebut memuat tiga komponen sikap, yaitu kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi

berkenaan dengan pengetahuan, pemahaman maupun keyakinan tentang objek,

afeksi berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek dan konasi berkenaan

dengan kecenderungan berbuat atau bertingkah laku sehubungan dengan objek.

Berdasarkan definisi tersebut, maka yang dimaksud dengan sikap dalam

penelitian ini adalah kecenderungan mental suka atau tidak suka terhadap sesuatu

tertentu, seperti dalam menghadapi obyek, konsep, maupun situasi, yang dapat

diwujudkan dalam tiga komponen sikap yakni kognisi, afeksi, dan konasi.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA

21

Mar’at (1994:13) dalam Eko Putro (2013:114), “Menggunakan istilah ketiga

komponen respons sikap dengan istilah kognisi, afeksi, dan konasi”.

2.1.4.2.Komponen-komponen sikap

Berikut ini komponen-komponen sikap dalam Eko Putro (2012:239-240)

a. Komponen Kognisi

Komponen ini merupakan bagian sikap siswa yang timbul

berdasarkan pemahaman maupun keyakinan siswa terhadap pelajaran

IPA. Siswa yang menganggap pelajaran IPA tidak terlalu penting karena

yang dipelajari dalam IPA hanya hafalan, memiliki perasaan dan

kecendrungan tingkah laku yang berbeda dalam menghadapi pelajaran

IPA dibandingkan dengan siswa yang menganggap pelajaran IPA sangat

penting karena bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Secara umum

dapat dikatakan bahwa komponen kognisi menjawab pertanyaan apa

yang diketahui, dipahami, dan diyakini siswa terhadap pelajaran IPA.

b. Komponen Afeksi

Komponen afeksi ini merupakan bagian sikap siswa yang timbul

berdasarkan apa yang dirasakan oleh siswa ketika pelajaran IPA

berlangsung.. Komponen ini digunakan untuk mengetahui apa yang

dirasakan siswa ketika menghadapi pelajaran IPA. Perasaan siswa

terhadap pelajaran IPA dapat muncul karena faktor kognisi maupun

faktor-faktor tertentu yang sangat sulit diketahui. Seorang siswa merasa

senang atau tidak senang, suka atau tidak suka terhadap pelajaran IPA,

baik terhadap materinya, gurunya maupun manfaatnya. Hal ini termasuk

komponen afeksi

c. Komponen Konasi

Dalam komponen konasi menampakkan adanya kecenderungan

untuk bertindak sebagai reaksi siswa terhadap kegiatan pembelajaran IPA

yang berlangsung. Siswa yang memperlihatkan tingkah laku seperti suka

bertanya, aktif mengikuti pelajaran IPA, kebiasaan mempersiapkan alat-

alat dan buku-buku IPA sebelum berangkat sekolah, sebagaimana

merupakan contoh-contoh yang tergolong konasi.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA

22

2.1.5 Hasil Belajar

2.1.5.1 Hakikat Belajar

Belajar adalah “Suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003:2)”

dalam Hamdani, (2011:20). Belajar menurut Crow & Crow (1985) dalam

Hamdani, (2011:21), “Belajar adalah upaya pemerolehan kebiasaan-kebiasaan,

pengetahuan, dan sikap baru.”

Menurut Jackson (1991) dalam Rusman “belajar merupakan proses

membangun pengetahuan melalui transformasi pengalaman”. Menurut Nana

Sudjana (2008:28) “Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya

perubahan pada diri seseorang”. Menurut Kokom Komalasari (2010:1)

“Perubahan Seseorang yang asalnya tidak tahu menjadi tahu”. Sedangkan menurut

Gagne dalam Agus (2013:2) “Belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan

yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan

diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah”. Menurut

Sunaryo (1989:1) dalam Kokom Komalasari “belajar merupakan suat kegiatan di

mana seseorang membuat atau menghasilkan suat perubahan tingkah laku yang

ada pada dirinya dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan”.

Berdasarkan definisi tersebut, maka yang dimaksud dengan belajar dalam

penelitian ini adalah merupakan suatu proses untuk memperoleh perubahan

tingkah laku ke arah yang positif dari yang dulu tidak bisa menjadi bisa.

2.1.5.2. Hasil Belajar

Menurut Gagne dalam Purwanto (2008:42)”Hasil belajar adalah

terbentuknya konsep, yaitu kategori yang kita berikan pada stimulus yang ada di

lingkungan, yang menyediakan skema yang terorganisir untuk mengasimilasi

stimulus-stimulus baru dan menentukan hubungan di dalam dan di antara

kategori-kategori (Dahar, 1998:95)”. Menurut (Winkel, 1996:51) dalam Purwanto

(2008:45), mengemukakan bahwa “hasil belajar adalah perubahan yang

mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya”. Sedangkan

menurut Arif Gunarso (dalam Lina, 2009), “hasil belajar adalah usaha maksimal

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA

23

yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar”. Menurut

Purwanto (2008:46) “Hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pendidikan pada

siswa yang mengikuti proses belajar mengajar”. Menurut Agus (2013:5) “Hasil

belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap

apresiasi dan keterampilan”.

Berdasarkan definisi tersebut, maka yang dimaksud dengan hasil belajar

dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa setelah mengalami proses belajar,

kemampuan siswa dalam hasil belajar meliputi tiga aspek yakni kognitif, afektif,

dan psikomotor, kemampuan hasil belajar dapat diketahui setelah guru melakukan

tes evaluasi.

Menurut Gagne dalam Agus (2013:5) hasil belajar berupa:

1. Informasi Verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam

bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis.

2. Kemampuan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan

lambang.

3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas

kognitifnya sendiri.

4. Kemampuan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak

jasmani.

5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan

penilaian terhadap obyek tersebut.

Menurut Bloom dalam Agus (2013:6) “hasil belajar mencakup kemampuan

kognitif, afektif, dan psikomotorik”. Domain kognitif adalah knowledge

(pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas

contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan

hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan

baru), dan evaluation (menilai). Domian afektif adalah receiving (sikap

menerima), responding (memberikan respons), valuing (nilai), organization

(organisasi), characterization (karakterisasi). Domian psikomotor meliputi

initiatorypre-routine dan routinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA

24

produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual. Sementara menurut

Lindgren dalam Agus (2013:7) hasil belajar meliputi kecakapan informasi,

pengertian, dan sikap.

Hasil belajar dari Benyamin Bloom dalam Nana Sudjana (2012:22-

23) secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah

kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Ranah kognitif

berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek,

yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis,

dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif rendah, dan keempat

aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif

berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan,

jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah

psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan

kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yakni (a)

gerakan refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan

perseptual, (d) keharmonisan atau ketepatan, (e) gerakan keterampilan

kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif.

Adapun faktor yang mempengaruhi dalam hasil belajar menurut Slameto,

(2010:54) :

1. Faktor intern ( dalam diri siswa ) faktor intrn ini merupakan faktor

yang timbul dari dalam diri siswa, yakni faktor jasmaniah seperti

kesehatan dan cacat tubuh. Faktor psikologis sepeti intelegensi, motif,

kematangan,dan kesiapan. Dan Faktor kelelahan

2. Faktor eksternal ( faktor luar dari siswa ), faktor eksternal dapat

dikelompokkan menjadi 3 faktor yaitu faktor keluarga, faktor sekolah,

dan faktor masyarakat. Faktor keluarga seperti cara orang tua

mendidik, relaksasi antara anggota keluarga, suasana rumah, keadaan

ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan.

Faktor sekolah seperti metode mengajar, kurikulum, relasi guru

dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat

pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA

25

gedung, metode belajar, tugas rumah. Faktor masyarakat seperti

kegiatan siswa dalam masyarakat, media masa, teman bergaul, bentuk

kehidupan masyarakat.

2.2 Hubungan Antar Sikap, Hasil belajar, cooperative learning tipe Two stay

two stray, dengan Pembelajaran IPA

Pembelajaran yang diterapkan guru merupakan faktor utama yang

memengaruhi sikap siswa dan akan berdampak pada hasil belajar hal tersebut

sesuai pendapat dari Stiggins (1994:306) dalam Eko Putro (2012:238)

“menyatakan bahwa siswa yang memiliki sikap positif dan motivasi memiliki

peluang yang lebih untuk mencapai prestasi belajar yang lebih baik daripada

siswa yang memiliki sikap negatif”. Hal tersebut terjadi karena guru dalam

menyajikan materi masih dengan mengabstraksikan materi IPA, siswa hanya di

beri pengetahuan tanpa diberi kesempatan untuk menganalisis sendiri, sementara

daya pikir siswa SD pada umumnya masih konkret. Pada siswa usia SD belum

berkembang maksimal untuk berpikir abstrak. Selain materi yang diajarkan

abstrak cara guru mengajar siswa juga kurang variatif cenderung membosankan

bagi siswa. Hal itu yang menimbulkan sikap siswa saat pelajaran IPA berlangsung

kurang positif banyak siswa yang tidak fokus pada pelajaran. Pembelajaran IPA

dengan menggunakan cooperative learning tipe two stay two stray, karena dengan

menggunakan cooperative learning tipe two stay two stray peran siswa dalam

pembelajaran lebih mendapatkan kesempatan untuk bereksplorasi sendiri tanpa

disuplai oleh guru secara penuh.

Pembelajaran dengan two stay two stray siswa dituntut untuk lebih aktif

dalam mengemukakan pendapat, percaya diri, bertanggung jawab, bekerja, dan

membangun komunikasi positif antar siswa. selain itu siswa harus bersikap positif

dalam menanggapi pembelajaran karena dengan cooperative learning tipe two

stray two stray siswa tidak memiliki kesempatan lagi untuk bercanda dengan

temanya ataupun berbuat gaduh di kelas. Siswa juga memiliki kesempatan untuk

berargumen dengan teman sekelasnya, dan dalam pembelajarannya tidak

menuntut selalu berada di dalam kelas, saat berdiskusi siswa bisa mencari tempat

lain di sekitar sekolah misalnya perpustakaan ataupun di halaman sekolah. Maka

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA

26

sikap siswa terhadap pelajaran IPA akan meningkat ke arah positif dan antusias

mengikuti pembelajaran IPA hingga selesai maka akan berdampak pada hasil

belajar yang meningkat.

2.3 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang cooperative learning tipe two stry two stay sudah pernah

dilakukan oleh peneliti lain penelitian tersebut berbentuk skripsi eksperimen yang

dilakukan oleh Heri (2008) yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Metode Two

Stay Two Stray (TSTS) dalam Pembelajaran Matematika Terhadap Hasil

Belajar Siswa Kelas V SD Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga Semester II

Tahun Ajaran 2011/2012” penelitian ini di simpulkan bahwa Berdasarkan latar

belakang masalah dalam penelitian ini maka perumusan masalahnya adalah

apakah ada pengaruh penggunaan metode two stay two stray (TSTS) dalam

pembelajaran matematika terhadap hasil belajar siswa kelas V SD kecamatan

Sidorejo Kota Salatiga semester II tahun ajaran 2011/2012 adalah ada pengaruh

yang signifikan antara hasil belajar siswa pada kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol. Hal ini di tunjukkan dengan uji t-test terlihat dari hasil F hitung

levene test sebesar 0,527 dengan probabilitas 0,472>0,05, maka dapat

disimpulkan bahwa kedua populasi memiliki variance sama atau dengan kata lain

kedua kelas tersebut homogen.

Kemudian penelitian tentang metode two stay two stray ini juga pernah

dilakukan oleh Rendra (2012) dalam bentuk eksperimen yang berjudul

“Efektivitas Pembelajaran Kooperatif Tipe Tsts Terhadap Hasil Belajar Siswa

Berdasarkan Gender Kelas V SD Pada Pelajaran IPA Pokok Bahasan Sifat-

Sifat Cahaya Gugus Among Siswa Temanggung Semester 2 Tahun 2011/2012”

pada penelitian ini di simpulkan bahwa:

1. Ada perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang

mendapatkan pembelajaran dengan metode Two stay two stray (TSTS)

dari pada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Dimana

kelas yang menggunakan metode TSTS lebih baik hasil belajarnya

daripada kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA

27

2. Tidak ada perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa laki-laki

dan kelompok siswa perempuan.

3. Pembelajaran kooperatif tipe Two stay two stray (TSTS) tidak efektif

terhadap hasil belajar berdasarkan gender siswa kelas V SD pada

pelajaran IPA pokok bahasan sifat-sifat cahaya gugus Among Siswa

Temanggung semester 2 tahun 2011/2012.

2.4 Kerangka Berpikir

Kegiatan Pembelajaran yang berlangsung di kelas IV SDN Delik 02 pada

pelajaran IPA merupakan pembelajaran yang berpusat pada guru. Guru

mendominasi seluruh kegiatan pembelajaran dalam eksplorasi sedikit melibatkan

siswa. Guru menyampaikan materi pembelajaran melalui ceramah, kegiatan yang

dilakukan siswa ketika pembelajaran IPA seperti, bercanda dengan teman

sebangku, menggambar tidak jelas di buku catatan, dan beberapa siswa terlihat

mengantuk. Terkadang guru menggunakan metode berkelompok akan tetapi tidak

berjalan efektif, karena banyak siswa yang bercanda dengan teman

sekelompoknya dan beberapa siswa mendominasi peran dalam kelompok. Hal

tersebut juga yang mengakibatkan respons sikap siswa terhadap pelajaran IPA

kurang positif dan hasil belajarnya rendah masih di bawah KKM yakni 62.

Kegiatan pembelajaran di sekolah pada dasarnya adalah usaha untuk

menciptakan kondisi dan situasi yang mendukung bagi siswa untuk proses belajar.

Untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal dan sikap siswa terhadap

pelajaran IPA positif. Guru sebagai fasilitator bagi siswa hendaknya mampu

menciptakan suasana kondusif dalam pelajaran IPA.

Salah satu perwujudan untuk menciptakan kondisi kelas yang kondusif

adalah dengan menggunakan metode yang tepat. cooperative learning tipe two

stay two merupakan metode yang cocok digunakan untuk meningkatkan hasil

belajar dan sikap siswa. Metode ini cocok untuk diterapkan dalam kelas yang

memiliki karakteristik heterogen. Dengan menggunakan cooperative learning tipe

two stay two ini siswa dituntut untuk bekerja sama secara aktif dalam kelompok,

siswa tidak lagi memiliki waktu untuk bercanda di dalam kelas karena masing-

masing siswa dalam kelompok memiliki tugas dan peran masing-masing yang

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA

28

harus diselesaikan, sehingga metode ini dapat melatih tanggung jawab siswa.

Penerapan cooperative learning tipe two stay two diharapkan dapat menciptakan

suasana belajar yang kondusif dan siswa aktif menjalani proses belajar, dan siswa

saling bekerja sama, saling mengutarakan pendapatnya, keadaan tersebut selain

dapat meningkatkan hasil belajar dan sikap terhadap pelajaran IPA, juga

meningkatkan interaksi sosial siswa. Selain itu cooperative learning tipe two stay

two dapat melatih siswa bertanggung jawab, menerima pendapat orang lain,

menjadi pemimpin yang baik bagi kelompoknya dan bertanggung jawab baik

untuk dirinya maupun kelompoknya.

Sehingga dapat diduga dari penjabaran tersebut dengan menggunakan

cooperative learning tipe two stay two dapat meningkatkan hasil belajar dan

sikap siswa terhadap pelajaran IPA

Pembelajaran IPA di kelas IV dengan menggunakan metode pembelajaran

cooperative learning tipe two stay two dilaksanakan dalam beberapa siklus sampai

mencapai keberhasilan yaitu peningkatan sikap dan hasil belajar siswa terhadap

pelajaran IPA. Untuk penilaian hasil belajar guru memberikan tes pada setiap

akhir siklus, sedangkan untuk penilaian sikap guru membagikan angket pada

setiap akhir siklus.

Dari paparan kerangka berpikir ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan

cooperative learning tipe two stay two dapat meningkatkan sikap positif dan hasil

belajar pelajaran IPA.

2.5 Hipotesis Tindakan

Menurut Mulyasa (2009:63) “Hipotesis tindakan merupakan jawaban

sementara terhadap masalah yang dihadapi, sebagai alternatif tindakan yang

dipandang paling tepat untuk memecahkan masalah yang telah dipilih untuk

diteliti melalui PTK”.

Hipotesis tindakan penelitian ini sebagai berikut:

a. Cooperative learning tipe two stay two stray dapat meningkatkan sikap

positif siswa terhadap pelajaran IPA pada siswa kelas IV SDN Delik 02

Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang semester II tahun ajaran

2013/2014.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA

29

b. Cooperative learning tipe two stay two stray dapat meningkatkan hasil

belajar pelajaran IPA pada siswa kelas IV SDN Delik 02 Kecamatan

Tuntang Kabupaten Semarang semester II tahun ajaran 2013/2014.

c. Penerapan beberapa tahapan cooperative learning tipe two stay two

stray dalam meningkatkan sikap positif siswa terhadap pelajaran IPA

pada siswa kelas IV SDN Delik 02 Kecamatan Tuntang Kabupaten

Semarang semester II tahun ajaran 2013/2014.

d. Penerapan beberapa tahapan cooperative learning tipe two stay two

stray dalam meningkatkan hasil belajar pelajaran IPA pada siswa kelas

IV SDN Delik 02 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang semester II

tahun ajaran 2013/2014.