bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 hakikat...

28
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Matematika Istilah mathematics (Inggris), mathematic (Jerman) atau mathematick/wiskunde (Belanda) berasal dari perkataan lain mathematica, yang mulanya diambil dari perkataan Yunani, mathematike, yang berarti relating to learning. Perkataan itu mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Perkataan mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathematein yang mengandung arti belajar (berpikir) (Erman Suherman, 2003:18). Depdiknas (2006) matematika merupakan “bahan kajian yang memiliki konsep abstrak dan dibangun melalui konsep penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sudah diterima sehingga keterkaitan antara konsep dalam matematika sangat luas dan jelas”. Ruseffendi dalam Heruman (2013:1) matematika adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. Sedangkan hakikat matematika menurut Soedjadi (2000) dalam Heruman (2007:1) yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. Menurut lampiran Permendiknas No.22 tahun 2006, matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia (Depdiknas:2006). 7

Upload: doanbao

Post on 22-Feb-2018

231 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hakikat Matematika

Istilah mathematics (Inggris), mathematic (Jerman) atau

mathematick/wiskunde (Belanda) berasal dari perkataan lain mathematica,

yang mulanya diambil dari perkataan Yunani, mathematike, yang berarti

relating to learning. Perkataan itu mempunyai akar kata mathema yang

berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Perkataan mathematike

berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu

mathematein yang mengandung arti belajar (berpikir) (Erman Suherman,

2003:18).

Depdiknas (2006) matematika merupakan “bahan kajian yang

memiliki konsep abstrak dan dibangun melalui konsep penalaran deduktif,

yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran

sebelumnya sudah diterima sehingga keterkaitan antara konsep dalam

matematika sangat luas dan jelas”.

Ruseffendi dalam Heruman (2013:1) matematika adalah bahasa

simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif,

ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari

unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau

postulat, dan akhirnya ke dalil.

Sedangkan hakikat matematika menurut Soedjadi (2000) dalam

Heruman (2007:1) yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada

kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif.

Menurut lampiran Permendiknas No.22 tahun 2006, matematika

merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi

modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan

daya pikir manusia (Depdiknas:2006).

7

8

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan

bahwa matematika adalah kumpulan ide-ide yang bersifat abstrak dengan

struktur-struktur deduktif, mempunyai peran yang penting dalam

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

2.1.1.1 Pembelajaran Matematika

Pembelajaran matematika bagi para siswa merupakan pembentukan

pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran

suatu hubungan diantara pengertian-pengertian itu. Dalam pembelajaran

matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui

pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari

sekumpulan objek (abstraksi). Siswa diberi pengalaman menggunakan

matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan informasi

misalnya melalui persamaan-persamaan, atau tabel-tabel dalam model-

model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita

atau soal-soal uraian matematika lainnya.

NCTM (National Coucil of Teachers of Mathematics)

merekomendasikan 4 (empat) prinsip pembelajaran matematika, yaitu :

a. Matematika sebagai pemecahan masalah.

b. Matematika sebagai penalaran.

c. Matematika sebagai komunikasi, dan

d. Matematika sebagai hubungan (Erman Suherman, 2003:298).

Matematika perlu diberikan kepada siswa untuk membekali mereka

dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif

serta kemampuan bekerjasama.

Melihat hakikat dan karakteristik pembelajaran matematika seperti

telah diuraikan di atas, maka para guru perlu mempertimbangkan rancangan

tentang keterampilan pemecahan masalah matematika, memberikan

pengalaman otentik pada siswa, menggunakan model pembelajaran yang

dapat meningkatkan keterampilan proses misalnya model Problem Based

Learning (PBL).

9

2.1.1.2 Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Secara umum, tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar

adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan matematika. Selain itu

juga, dengan pembelajaran matematika dapat memberikan tekanan

penataran nalar dalam penerapan matematika.

Secara khusus, Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

(Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Mata Pelajaran

Matematika untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah

dinyatakan bahwa tujuan mata pelajaran matematika di sekolah adalah:

a. Agar siswa dapat memahami konsep Matematika, menjelaskan

keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algortima

secara luwes, akuran efisien dan tepat dalam pemecahan masalah;

b. Siswa dapat menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan

manipulasi Matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti,

atau menjelaskan gagasan dan pernyataan Matematika;

c. Siswa dapat memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami

masalah, merancang model Matematika, menyelesaikan model dan

menafsirkan solusi yang diperoleh;

d. Siswa dapat mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram,

atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan

e. Siswa memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam

kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam

mempelajari Matematika sifat-sifat ulet dan percaya diri dalam

pemecahan masalah. (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 SD).

Tentunya tujuan tersebut dapat dicapai dengan baik bila setiap unsur

yang berkaitan dengan pengelolaan pembelajaran matematika di sekolah

memahami makna dari Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan

(SKL) mata pelajaran matematika. Guru matematika di sekolah merupakan

ujung tombak dalam keberhasilan siswa mempelajari matematika di

sekolah. oleh karena itu guru matematika harus memahami cara-cara

melakukan analisis terhadap Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan,

10

hal ini dimaksudkan agar arah pembelajaran matematika tidak menyimpang

dari tujuan yang hendak dicapai dan tujuan dapat tercapai secara optimal.

Selanjutnya GBPP (dalam Soedjadi, 2000: 43) mengemukakan

beberapa tujuan khusus pengajaran Matematika di Sekolah Dasar, yaitu:

a. Menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berhitung

(menggunakan bilangan) sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari.

b. Menumbuhkan kemampuan siswa yang dapat dialihgunakan melalui

kegiatanMatematika.

c. Mengembangkan pengetahuan dasar Matematika sebagai bekal belajar

lebih lanjut di SLTP.

d. Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin.

2.1.1.3 Ruang Lingkup Matematika

Secara garis besar ruang lingkup pokok pembahasan matematika di

SD meliputi lima poin seperti yang tercantum di dalam Permendiknas No 22

Tahun 2006, yaitu :

1. Unit Aritmatika (berhitung)

Unit aritmatika dasar atau berhitung mendapat porsi dan penekanan

utama. Sebagian besar dari kajian di SD adalah berhitung.

2. Unit pengantar aljabar

Unit pengantar aljabar adalah perluasan terbatas dari unit matematika

dasar. Dengan dasar pemahaman tentang pengantar aljabar, dilakukan

pengenalan perintisan aljabar.

3. Unit geometri

Unit geometri mengutamakan pengenalan bangun datar dan bangun

ruang.

4. Unit pengukuran

Pengukuran diperkenalkan sejak kelas 1 sampai kelas 6 dan diawali

dengan pengukuran tanpa menggunakan satuan baku. Konsep-konsep

pengukuran yang diperkenalkan mencakup pengukuran panjang, keliling,

luas, berat, volume, sudut, dan waktu dengan satuan ukurannya.

11

5. Unit kajian data

Yang dimaksud kajian data adalah pembahasan materi statistik secara

sederhana di SD. Dalam kajian ini terdapat kegiatan pengumpulan data,

menyusun data, menyajikan data secara sederhana serta membaca data

yang telah disajikan dalam bentuk diagram.

Standar kompetensi matematika yang harus dicapai siswa di jenjang

sekolah dasar khususnya kelas 5 di semester I yang akan jadi objek

penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Mata pelajaran matematika di SD Kelas V Semester 1

Standar Kompetensi Komptensi Dasar

Bilangan

1. Melakukan operasi

hitung bilangan

bulat dalam

pemecahan masalah

1.1 Melakukan operasi hitung bilangan bulat

termasuk penggunaan sifat-sifatnya, pembulatan,

dan penaksiran

1.2 Menggunakan faktor prima untuk menentukan

KPK dan FPB

1.3 Melakukan operasi hitung campuran bilangan

bulat

1.4 Menghitung perpangkatan dan akar sederhana

1.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan

operasi hitung, KPK dan FPB

Geometri dan

Pengukuran

2. Menggunakan

pengukuran waktu,

sudut, jarak, dan

kecepatan dalam

pemecahan masalah

2.1 Menuliskan tanda waktu dengan menggunakan

notasi 24 jam

2.2 Melakukan operasi hitung satuan waktu

2.3 Melakukan pengukuran sudut

2.4 Mengenal satuan jarak dan kecepatan

2.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan

waktu, jarak, dan kecepatan

12

Standar Kompetensi Komptensi Dasar

3. Menghitung luas

bangun datar

sederhana dan

menggunakannya

dalam pemecahan

masalah

3.1 Menghitung luas trapesium dan layanglayang

3.2 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan

luas bangun datar.

4. Menghitung volume

kubus dan balok

dan

menggunakannya

dalam pemecahan

masalah

4.1 Menghitung volume kubus dan balok

4.2 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan

volume kubus dan balok

Penelitian ini akan mengajarkan bangun ruang khususnya volume

kubus dan balok dengan menggunakan standar kompetensi menghitung

volume kubus dan balok dan menggunakannya dalam pemecahan masalah.

Dengan kompetensi dasar menghitung volume kubus dan balok dan

menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan volume kubus dan balok.

Konsep menghitung volume kubus dan balok harus diajarkan pada

siswa karena siswa sering menjumpai masalah-masalah yang berkaitan

dengan menghitung volume kubus dan balok dalam kehidupan sehari-hari,

misalnya : mengisi bak mandi yang kosong dengan air sampai penuh,

mengisi kardus makanan dengan kotak kue yang berukuran kecil mengamati

truk bermuatan pasir sampai kepada hal yang kompleks seperti menghitung

kekurangan kemasan paket barang yang perlu ditambahkan ke dalam mobil

kontainer supaya penuh. Pengetahuan dan konsep dasar siswa mengenai

volume akan membantu siswa memecahkan masalah dalam kehidupan nyata

siswa.

2.1.1.4 Langkah Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Siswa Sekolah Dasar (SD) umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun dan

12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase operasional

13

konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam

proses berfikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun

masih terikat dengan objek yang bersifat konkret.

Dari usia perkembangan kognitif, siswa SD masih terikat dengan

objek konkret yang dapat ditangkap oleh panca indra. Dalam pembelajaran

matematika yang abstrak, siswa memerlukan alat bantu berupa media dan

alat peraga yang dapat memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru.

Agar guru dapat mengembangkan kreativitas dan kompetensi siswa,

maka guru hendaknya dapat menyajikan pembelajaran efektif dan efisien

sesuai dengan kurikulum dan pola pikir siswa. Dalam mengajarkan

matematika, guru harus memahami bahwa kemampuan siswa berbeda-beda

serta tidak semua siswa menyenangi mata pelajaran matematika.

Heruman (2007:2) mengemukakan konsep-konsep pada kurikulum

matematika SD dapat dibagi menjadi 3 kelompok besar yaitu:

1. Penanaman konsep dasar

Pembelajaran penanaman konsep dasar merupakan jembatan yang harus

dapat menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang konkret dengan

konsep baru matematika yang abstrak. Dalam kegiatan pembelajaran

konsep dasar ini, media atau alat peraga diharapkan dapat digunakan

untuk membantu kemampuan pola pikir siswa.

2. Pemahaman konsep

Pembelajaran pemahaman konsep merupakan kelanjutan dari

pembelajaran penanaman konsep, akan tetapi dilakukan pada pertemuan

yang berbeda.

3. Pembinaan keterampilan.

Pembelajaran pembinaan keterampilan bertujuan agar siswa lebih

terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika.

14

2.1.2 Model Problem Based Learning

1.1.2.1. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah suatu proses dimana proses itu akan

menentukan keberhasilan dalam pembelajaran. Berikut ini adalah pengertian

model pembelajaran menurut para ahli yang berguna untuk membantu

penelitian.

Menurut Joyce & Weil dalam Sutikno ( 2014:57), model pembelajaran

adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam

melakukan suatu kegiatan.

Menurut Dahlan dalam Sutikno (2014:57) model pembelajaran

merupakan suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun

kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada

pengajar di kelas dalam setting pengajaran ataupun setting lainnya.

Toeti Soekamto dan Udin Sarifudin Winataputra dalam Sutikno

(2014:57) mengartikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual

yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan

pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi

sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam

merencanakan danmelaksanakan aktivitas belajar mengajar.

Jadi dari beberapa pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa

model pembelajaran adalah suatu kerangka konseptual yang

menggambarkan prosedur sistematik dalam pengorganisasian pengalaman

belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu.

1.1.2.2. Hakikat Model Problem Based Learning (PBL)

Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu model

pembelajaran yang fokus pembelajarannya pada masalah yang harus

diselesaikan siswa. Pengertian Problem Based Learning (PBL) sendiri

menurut ahli diantaranya:

Menurut Slameto (2011:7) Model Problem Based Learning (PBL)

merupakan model pembelajaran yang melatih dan mengembangkan

15

kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah

otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemampuan berpikir

tingkat tinggi.

Menurut Agus (2013:283), “Pembelajaran berdasarkan masalah atau

problem based learning adalah suatu model pembelajaran yang didasarkan

pada prinsip menggunakan masalah sebagai titik awal akuisi dan integrasi

pengetahuan baru”.

Ngalimun (2014:89), “pembelajaran berdasarkan masalah (problem

based learning) merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang

dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa”.

Adapula definisi pembelajaran Problem Based Learning menurut

Arends dalam Hosnan (2014:295) model pembelajaran Problem Based

Learning adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran

siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun

pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan ketrampilan yang lebih

tinggi dan inquri, memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan diri

sendiri.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa

model pembelajaran Problem Based Learning adalah suatu proses

pembelajaran dimana siswa diberikan masalah dalam situasi yang

berorientasi pada masalah dalam kehidupan sehari-hari sehingga mendorong

siswa dalam berfikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah dalam

rangka memperoleh pengetahuan baru.

Simpulan ini senada dengan ketentuan dalam Kemendikbud Tahun

2014, yang menyatakan bahwa Model Problem Based Learning (PBL)

merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah

kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Model

Problem Based Learning (PBL) dilakukan dengan pemberian rangsangan

berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh

peserta didik yang diharapkan dapat menambah keterampilan peserta didik

dalam pencapaian materi pembelajaran.

16

1.1.2.3. Karakteristik Model Pembelajaran Problem Based Learning

Menurut Fogarty dalam Ngalimun (2014:90) mengatakan Problem

Based Learning (PBL) memiliki karakteristik sebagai berikut : (1)belajar

dimulai dengan suatu masalah; (2)memastikan bahwa masalah yang

diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa; (3) mengorganisasikan

pelajaran diseputar masalah, bukan diseputar disiplin ilmu; (4) memberikan

tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam membentuk dan

menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri; (5)

menggunakan kelompok kecil, dan; (6) menuntut siswa untuk

mendemonstrasikan apa yang telahmereka pelajari dalam bentuk suatu

produk atau kinerja.

Ciri-ciri model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) menurut

Baron (2003:1) dalam Rusmono (2012:74) , adalah 1) menggunakan

permasalahan dalam dunia nyata, (2) pembelajaran dipusatkan pada

penyelesaian masalah, (3) tujuan pembelajaran ditentukan oleh siswa, dan

(4) guru berperan sebagai fasilitator. Kemudian “masalah “ yang digunakan

harus relevan dengan tujuan pembelajaran, mutakhir, dan menarik,

berdasarkan informasi yang luas, terbentuk secara konsisten dengan masalah

lain, dan termasuk dalam dimensi kemanusiaan.

Yazdani (dalam Rusmono, 2012: 82) mengatakan bahwa dalam proses

pembelajaran dengan model PBL, ditandai dengan karakteristik: (1) siswa

secara berkelompok aktif merumuskan masalah, (2) pertemuan-pertemuan

pelajaran berlangsung open-ended atau berakhir dengan masih membuka

peluang untuk berbagi ide tentang pemecahan masalah, sehingga

memungkinkan pembelajaran tidak berlangsung dalam satu kali pertemuan,

(3) tutor (dalam hal ini guru) adalah seorang fasilitator dan tidak seharusnya

bertindak sebagai pakar yang merupakan satu-satunya sumber informasi, (4)

tutorial (pembimbingan kelas) berlangsung sesuai dengan tutorial PBL yang

berpusat pada siswa.

17

1.1.2.4. Tujuan Model Problem Based Learning (PBL)

Setiap pembelajaran memiliki tujuan, tentunya yang positif.

Pembelajaran berdasarkan masalah menurut Resnick, dkk dalam Trianto

(2013:94-96) bertujuan untuk :

1. Membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan

ketrampilan pemecahan masalah. PBL memberikan dorongan kepada

peserta didik untuk tidak hanya sekedar berfikir sesuai yang bersifat

konkrit, tetapi lebih dari itu berfikir terhadap ide-ide yang abstrak dan

kompleks.

2. Belajar peranan orang dewasa yang autentik.

Jadi dapat disimpulkan tujuan dari Model Problem Based Learning

(PBL) untuk membantu siswa memperoleh pengalaman dan mengubah

pengetahuan, keterampilan, dan nilai atau norma sebagai pengendali sikap

dan perilaku siswa.

1.1.2.5. Peran Guru dalam Model Problem Based Learning(PBL)

Guru harus menggunakan proses pembelajaran yang akan

menggerakkan siswa menuju kemandirian, kehidupan yang lebih luas, dan

belajar sepanjang hayat. Lingkungan belajar yang dibangun guru harus

mendorong cara berfikir reflektif, evaluasi kritis, dan cara berfikir yang

berdaya guna.

Menurut Ibrahim dalam Trianto (2009:97), di dalam kelas PBL, peran

guru berbeda dengan kelas tradisional. Peran guru di dalam kelas PBL

antara lain sebagai berikut.

1. Mengajukan maslah atau mengorientasikan siswa kepada masalah

autentik, yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari.

2. Memfasilitasi/membimbing penyelidikan misalnya melakukan

pengamatan atau melakukan eksperimen/percobaan.

3. Memfasilitasi dialog siswa.

4. Mendukung belajar siswa.

18

1.1.2.6. Manfaat Model Problem Based Learning (PBL)

Pembelajaran berbasis masalah tidak ditujukan untuk guru sebagai

pemberi informasi kepada siswa namun lebih memfasilitasi siswa untuk

memperoleh pengalaman sendiri.

Manfaat Problem Based Learning yang akan diperoleh siswa menurut

Smith dalam Amir (2009:27-29) adalah:

1. Menjadi lebih ingat dan meningkat pemahamannya atas materi ajar.

Jika pengetahuan diperoleh dekat dengan konteks prakteknya, maka

akan mudah diingat. Dengan konteks yang dekat, maka pembelajar

akan lebih mudah memahami materi.

2. Meningkatkan folkus pada pengetahuan yang relevan. Selama ini apa

yang disajikan di dalam kelas jauh dari apa yang terjadi di dunia

praktik. Dengan Problem Based Learning penyajian pembelajaran di

dalam kelas disesuaikan dengan dunia praktek sehingga pembelajar

akan merasakan kegiatan praktenya lebih bermakna.

3. Mendorong untuk berfikir. Pembelajar dianjurkan agar tidak terburu-

buru menyimpulkan, mencoba menemukan landasan atas argumennya,

dan fakta-fakta yang mendukung. Logika pembelajar dilatih dan

kemampuan berfikir ditingkatkan. Tidak sekedar tahu tapi juga

mengerti.

4. Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan ketrampilan sosial.

5. Karena dikerjakan dalam kelompok-kelompok kecil, maka Problem

Based Learning dapat mendorong terjadinya pengembangan

kecakapan kepemimpinan juga dapat dirasakan. Mereka

mempertimbangkan strategi, memutuskan dan persuasive dengan

orang lain.

6. Membangun kecakapan belajar (life-long learning skills). Dengan

struktur masalah yang disajikan, siswa merumuskan serta dengan

tuntutanmencari sendiri pengetahuan yang relevan akan melatih

mereka untuk cakap dalam belajar.

19

7. Memotivasi pembelajar. Dengan Problem Based Learning akan

membangkitkan minat dari dalam diri pembelajar. Karena maslah

diciptakan dengan konteks yang dekat dengan siswa. Dengan masalah

yang menantang mereka merasa lebih semangant untuk

menyelesaikannya.

1.1.2.7. Keunggalan dan Kelemahan Model Problem Based Learning

(PBL)

Setiap model-model pembelajaran memiliki tujuan yang sama yaitu

untuk membuat proses pembelajaran pada siswa menjadi lebih menarik dan

mudah untuk memahami materi pembelajaran. Tetapi setiap model yang

akan digunakan pasti memiliki keunggulan dan kekurangan yang mungkin

dihapi saat kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran berdasarkan

masalah memiliki kelebihan dan kekurangan Trianto (2009:96-97).

Kelebihan Problem Based Learning adalah :”(1)Realistik dengan

kehifupan siswa (2) Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa (3) Memupuk

sifat inkuiri siswa. (4) Retensi konsep menjadi kuat (5) Memupuk

kemampuan problem solving”.

Sedangkan kelemahan Problem Based Learning adalah sebagai

berikut :”(1) Persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks

(2) Sulitnya mencari problem yang relevan (3) Sering terjadi miss-konsepsi

(4) Konsumsi waktu yang cukup dalam proses penyelidikan.

Menurut Ibrahim & Nur dalam Agus N. Cahyo (2013:285-287),

pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa keunggulan,diantaranya:

1. Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan, sebab mereka sendiri

yang menemukan konsep tersebut.

2. Melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut

ketrampilan berpikir siswa yang lebih tinggi.

3. Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki siswa

sehingga pembelajaran lebih bermakna.

4. Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran, sebab masalah-masalah

yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini

20

dapat meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan

yang dipelajari.

5. Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberikan

aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap sosial

yang positif diantara siswa.

6. Pengondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi

terhadap pembelajaran dan temannya, sehingga pencapaian ketuntasan

belajar siswa dapat diharapkan.

1.1.2.8. Langkah-langkah Pelaksanaan Problem Based Learning (PBL)

Rusmono (2012:81) mengemukakan bahwa langkah-langkah

Pembelajaran Problem Based Learning adalah sebagai berikut.

Tabel 3

Sintak model Problem Based Learning (PBL)

Tahap Pembelajaran Perilaku Guru

Tahap 1

Mengorganisasikan

siswa kepada masalah

Guru menginformasikan tujuan-tujuan

pembelajaran, mendeskripsikan kebutuhan-

kebutuhan logistik penting, dan memotivasi siswa

agar terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah

yang mereka pilih sendiri.

Tahap 2

Mengorganisasikan

siswa untuk belajar.

Guru membantu siswa menentukan dan mengatur

tugas belajar yang berhubungan dengan masalah.

Tahap 3

Membantu

penyelidikan mandiri

dan kelompok.

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan

informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen

mencari penjelasan, dan solusi.

Tahap 4

Mengembangkan dan

mempresentasikan

hasil karya.

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan

menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan,

rekaman video dan model, serta membantu mereka

berbagi karya mereka.

Tahap 5

Menganalisis dan

mengevaluasi proses

pemecahan masalah.

Guru membantu siswa melakukan refleksi atas

penyelidikan dan proses-proses yang mereka

gunakan.

21

Berdasarkan sintak model pembelajaran Problem Based Learning

menurut Rusmono tersebut, maka selanjutnya penulis akan menyusun sintak

dan implementasi model Problem Based Learning berdasarkan

Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses. Berikut tabel

sintak pembelajaran model Problem Based Learning berdasarkan standar

proses.

Tabel 4

Pemetaan Sintak Model Problem Based Learning (PBL)

dalam Standar Proses dalam Permendiknas No 41 Tahun 2007

N

o Fase PBL Penda

huluan

Kegiatan Inti Pembelajaran Penutup

Eksplorasi Elaborasi Konfirmasi

1 Orientasi siswa

kepada masalah. √ Menyimpul

kan dan

merangkum

secara lisan

dari materi

yang sudah

dipelajarime

nutup

pelajaran

dengan

salam dan

berdoa

2 Mengorganisir

siswa untuk

belajar.

3

Membimbing

penyelidikan

individual atau

kelompok.

4 Mengembangkan

dan menyajikan

hasil karya.

5

Menganalisis dan

mengevaluasi

proses pemecahan

masalah.

Pada pengajaran dengan model Problem Based Learning, terdiri dari 5

tahap / langkah utama dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan

situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian analisis hasil kerja siswa.

Kelima langkah tersebut kemudian diimplementasikan dalam kegiatan

pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan

penutup.

22

1.1.2.9. Implementasi Model Pembelajaran Problem Based Learning

(PBL) dalam Pembelajaran Matematika Berdasarkan Standar

Proses

Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang dikemas

berdasarkan prosedur yang sesuai. Sebelum kegiatan pembelajaran

dilaksanakan langkah awal membuat RPP (Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran). RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan

belajar peesrta didik dalam upaya mencapai KD (Kompetensi Dasar). Setiap

guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap

dan sistematis. Agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif,

menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk

berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. RPP disusun untuk setiap

KD yang dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru

merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan

penjadwalan di satuan pendidikan (Permendiknas No 41 Tahun 2007:8).

Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP.

Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan

kegiatan penutup. Maka dalam model pembelajaran Problem Based

Learning (PBL), wajib membuat RPP. Adapun pelaksanaan pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) dalam Standar Proses sesuai dengan

Permendiknas No 41 tahun 2007 dijabarkan dalam tabel sebagai berikut.

23

Tabel 5

Implementasi Model Problem Based Learning

dalam Standar Proses Sesuai Permendiknas No 41 Tahun 2007

Sintak PBL Langkah dalam

Standar Proses Kegiatan Guru

Orientasi siswa

kepada masalah

Kegiatan Awal

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,

menjelaskan segala hal yang akan

dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat

dalam aktivitas pemecahan masalah

yang dipilihnya.

Mengorganisir

siswa untuk

belajar

Membimbing

penyelidikan

individual atau

kelompok.

Kegiatan Inti

Eksplorasi

Guru membantu siswa mendefinisikan

dan mengorganisasikan tugas belajar

yang berhubungan dengan masalah

Guru mendorong siswa untuk

mengumpulkan informasi yang sesuai,

melaksanakan eksperimen atau

pengamatan untuk mendapatkan

penjelasan dan pemecahan masalah.

Mengembangkan

dan menyajikan

hasil karya.

Elaborasi Guru membantu siswa dalam

merencakan dan menyiapkan karya

yang sesuai, melaksanakan eksperimen

atau pengamatan untuk mendapatkan

penjelasan dan pemecahan masalah.

Menganalisis dan

mengevaluasi

proses pemecahan

masalah.

Konfirmasi Guru membantu siswa untuk

melakukan refleksi atau evaluasi

terhadap penyelidikan mereka dan

proses-proses yang mereka gunakan.

Penutup Guru membimbing peserta didik untuk

menyimpulkan dan merangkum secara

lisan dari materi yang sudah dipelajari,

menyampaikan materi yang akan

dipelajari selanjutnya, menutup

pelajaran dengan salam dan berdoa.

24

Berdasarkan tabel di atas, maka dalam pelaksanaan model

pembelajaran Problem Based Learning (PBL), wajib membuat RPP.

Adapun pelaksanaan pembelajarannya adalah sebagai berikut.

1) Rencana Pembelajaran (Persiapan), meliputi:

a. Merumuskan indikator yang akan dicapai

b. Merancang pembelajaran berorientasi pada pembelajaran dengan

menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Matematika melalui penyusunan RPP.

c. Menyiapkan sumber dan bahan yang diperlukan.

d. Membuat lembar observasi guru untuk melihat kondisi

pembelajaran saat tindakan berlangsung.

e. Membuat lembar kerja evaluasi untuk melihat hasil belajar siswa

dalam pembelajaran.

2) Pelaksanaan meliputi:

1. Kegiatan Awal

Tahap 1: Orientasi siswa pada masalah

a. Guru mengajak siswa untuk berdoa sesuai dengan kepercayaan

masing-masing.

b. Guru memeriksa kehadiran siswa.

c. Menyiapkan peserta didik secara fisik dan psikis untuk

mengikuti proses pembelajaran dengan bertanya “sudah siap

untuk belajar hari ini?’ dan memeriksa sikap duduk siswa dalam

menerima pelajaran, memeriksa buku pelajaran dan alat tulis

yang diperlukan.

d. Guru melakukan apersepsi guna menggali konsep dan

pengetahuan yang telah dimiliki siswa tentang materi

matematika yang akan dipelajari.

e. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang

akan dicapai.

25

f. Guru memberikan motivasi penguatan untuk tetap mengikuti

dengan penuh semangat setiap pengalaman yang akan didapat

pada pembelajaran.

g. Orientasi: guru memberikan permasalahan kepada siswa dengan

menunjukkan benda realita yaitu yaitu sebuah kardus besar terisi

beberapa kotak kue, berapa kotak kue lagi yang dibutuhkan

untuk mengisi kardus besar tersebut supaya penuh?.

2. Kegiatan Inti

1) Eksplorasi

Dalam kegiatan eksporasi:

a. Guru memberikan informasi kepada siswa tentang materi

matematika yang akan dipelajari.

b. Guru dan siswa bertanya jawab tentang pengertian volume

kubus dan balok

2) Elaborasi

Tahap 2: Mengorganisasi siswa untuk belajar.

Dalam kegiatan elaborasi:

a. Guru membagi kelas menjadi 4 kelompok, setiap kelompok

beranggotakan 4 orang.

b. Guru membagi alat dan bahan kepada setiap kelompok.

(kubus dan balok satuan).

c. Guru memberikan masing-masing kelompok permasalahan

untuk didiskusikan bersama masing-masing kelompoknya.

d. Siswa belajar dalam kelompok menyelesaikan permasalahan

setara yang akan dibahas dalam kelas.

Tahap 3 : Membimbing penyelidikan individual / kelompok

a. Guru mendorong masing-masing siswa untuk mengumpulkan

informasi yang sesuai permasalahan.

b. Guru mendorong siswa melaksanakan diskusi kelompok

untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

26

c. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berfikir

dan bertindak menurut kemampuan masing-masing siswa dan

guru berperan sebagai fasilitator.

d. Guru berkeliling untuk mengamati, memotivasi dan

memfasilitasi serta membantu siswa dalam proses pemecahan

maslah melalui diskusi.

Tahap 4 : Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

a. Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompoknya dan

kelompok lainnya menanggapi atau mengkomunikasikan

hasil kerja kelompok yang mendapat tugas.

b. Guru memberi penguatan terhadap jawaban siswa, yaitu

dengan mengacu pada jawaban siswa dan melalui tanya

jawab membahas penyelesaian masalah yang seharusnya.

Tahap 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses

pemecahan masalah.

a. Siswa dengan bimbingan guru menganalisis dan

mengevaluasi proses pemecahan masalah dengan tanya jawab

dan berargumentasi.

b. Guru dan siswa membuat penegasan atau kesimpulan.

3) Konfirmasi

Dalam kegiatan konfirmasi, guru:

a. Guru memberikan kesempatan kepada peerta didik untuk

bertanya mengenai materi yang belum jelas.

b. Guru memberikan umpan balik dan penguatan.

3. Kegiatan Akhir

Dalam kegiatan akhir:

a. Guru bersama siswa menyimpulkan materi pembelajaran.

b. Guru melakukan refleksi berupa pertanyaan “apakah pelajaran

hari ini menyenangkan? Mengapa? Apa yang kalian peroleh dari

pelajaran hari ini?”.

27

c. Guru menyampaikan rencana pembelajaran yang akan

dilaksanakan selanjutnya.

d. Guru mengakhiri pembelajaran dengan mengucapkan salam.

2.1.3 Hasil Belajar

Menurut Darmansyah (2006:13) hasil belajar adalah hasil penilaian

terhadap kemampuan siswa yang ditentukan dalam bentuk angka.

Selanjutnya Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki

siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2010:22). .

Dimyati dan Mudjiono (2006:5) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah

hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu dari sisi siswa dan sisi guru.

Dari sisi siswa hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang

lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Dari segi guru

adalah bagaimana guru dapat menyampaikan pembelajaran dengan baik dan

siswa dapat menerimanya. Menurut Wardani Naniek Sulistya, hasil belajar

adalah besarnya skor yang diperoleh melalui pengukuran pada saat proses

belajar (non tes) dan pengukuran pada hasil belajar (tes). Teknik

pengukuran pada saat proses belajar dengan menggunakan teknik non tes

dan teknik pengukuran pada hasil belajar menggunakan teknik tes.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian hasil belajar maka

dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan atau tingkat

keberhasilan siswa setelah melakukan kegiatan belajar dan menerima

pengalaman dalam belajarnya yang ditunjukkan dengan nilai tes atau skor

yang diberikan oleh guru.

Besarnya hasil belajar dapat diketahui melalui pengukuran.

Pengukuran terhadap hasil belajar dilakukan dengan menggunakan alat ukur

atau instrumen. Menurut Wardani Naniek Sulistya, dkk (2012:49) teknik

pengukuran dibedakan menjadi 2 yaitu teknik tes dan non tes.

1. Teknik tes

Menurut Suryanto Adi, dkk (2009) secara sederhana tes adalah

seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk

28

memperoleh informasi tentang sifat (trait) atau atribut pendidikan

yang setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau

ketentuan yang dianggap benar.

2. Non Tes

Teknik non tes sangat penting dalam mengases siswa pada ranah

afektif dan psikomotor, berbeda dengan tekik tes yang lebih

menekankan pada aspek kognitif.

Hasil dari pengukuran tersebut di atas, dipergunakan sebagai dasar

penilaian atau evaluasi. Wardani Naniek Sulistya, dkk, (2010:2.8)

menjelaskan bahwa evaluasi itu merupakan proses untuk memberi makna

atau menetapkan kualitas hasil pengukuran, dengan cara membandingkan

angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai

pembanding dari proses dan hasil pembelajaran tersebut dapat ditentukan

sebelum proses pengukuran atau ditetapkan setelah pelaksanaan

pengukuran. Kriteria dapat berupa kemampuan minimal yang

dipersyaratkan seperti KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal).

2.1.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Slameto (2003:54-72), faktor-faktor yang mempengaruhi

belajar adalah:

a. Faktor-faktor internal meliputi keadaan jasmaniah (kesehatan, cacat

tubuh), psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,

kematangan, kesiapan), dan kelelahan.

b. Faktor-faktor eksternal meliputi faktor keluarga, sekolah, dan

masyarakat.

Clark (dalam Sudjana dkk. 2001:39) mengungkapkan bahwa hasil

belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30%

dipengaruhi oleh lingkungan.

Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dari faktor internal siswa dan

faktor eksternal.

29

Hasil belajar siswa dapat diklasifikasi ke dalam tiga ranah (domain),

yaitu; (a) ranah kognitif adalah pengetahuan atau yang mencakup

kecerdasan bahasa dan kecerdasan logika, (b) ranah afektif adalah sikap dan

nilai atau yang mencakup kecerdasan antar pribadi dan kecerdasan intra

pribadi, dengan kata lain kecerdasan emosional, dan (c) ranah psikomotor

adalah keterampilan atau yang mencakup kecerdasan kinestetik, kecerdasan

visual-spasial, dan kecerdasan musikal.

2.1.3.2 Hubungan antara Model Problem Based Learning (PBL) dan

Hasil Belajar Matematika

Hubungan antara Model Problem Based Learning (PBL) dan Hasil

Belajar Matematika sangat berkaitan. Sebab Problem Based Learning

(PBL) adalah suatu proses pembelajaran dimana siswa itu diberikan masalah

dalam situasi yang berorientasi pada masalah dalam kehidupan sehari-hari,

sehingga mendorong siswa dalam berpikir kritis dan keterampilan

pemecahan masalah dalam rangka memperoleh pengetahuan baru.

Sedangkan hasil belajar dalam penelitian ini adalah gambaran suatu

interaksi tindakan belajar dan tindakan mengajar yang dipengaruhi oleh

faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa berupa

kemampuan akademis siswa dalam mencapai standar tujuan pembelajaran

yang telah ditetapkan sebelumnya dan harusdimiliki siswa setelah mengikuti

proses pembelajaran matematika.

Dalam proses pembelajaran tidak hanya mentransfer pengetahuan

saja, tetapi juga melatih siswa bagaimana memecahkan masalah dalam

kehidupan sehari-hari dengan cara berfikir kritis dan

ketrampilanmemecahkan masalah untuk mencari dan memperoleh

pengetahuan baru. Dalam pelaksanaan pembelajarannya, siswa dapat

membuat hubungan antara pengetahuan yang dipelajari dengan

menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dilakukan agar siswa

lebih mudah dalam memahami materi pembelajaran yang telah diberikan.

Dengan menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

30

dengan materi pelajaran matematika yang melibatkan peserta didik dalam

proses pembelajaran dimana guru menghubungkan antara materi yang

diajarkannya dengan situasai dunia nyata maka hasil belajr matematika

siswa menjadi meningkat.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian tentang pengaruh penggunaan model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa

diantaranya:

Penelitian yang dilakukan oleh Sukarman (2012) dengan judul

“Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) untuk Meningkatkan

Hasil Belajar Matematika Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Batiombo 02

Kecamatan Bandar Kabupaten Batang Semester 2/2011-2012. Hasil penelitian

menunjukkan Hasil belajar siswa mengalami peningkatan, sebelum penelitian

ketuntasan hanya 42.85% dengan rata-rata kelas 55 setelah dilakukan tindakan,

pada siklus1 ketuntasan belajar siswa 71.42% dengan nilai rata-rata 61,45. Pada

siklus 2 ketuntasan belajar siswa 85.71% dengan nilai rata-rata kelas 70,47.

Rifki Khamdani. 2012. Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis

Masalah (PBL) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V

SD Negeri Kemligi Kecamatan Wonotunggal Kabupaten Batang Tahun Pelajaran

2013/2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model

pembelajaran Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) Pada Pembelajaran

Matematika Siswa Kelas V SD Negeri Kemligi Kecamatan Wonotunggal

Kabupaten Batang. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perolehan skor aktivitas

siswa selama pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran

pembelajaran berbasis masalah. Persentase ketuntasan belajar matematika pada

pra siklus dan siklus 1 yang telah diberi tindakan, mengalami peningkatan dari

22,2% pada pra siklus menjadi 72,2% siklus 1 dan 88,9% pada siklus II. Skor

rata-rata hasil belajar 27 meningkat dari 62,22 pada pra siklus menjadi 75,00 pada

siklus I dan 79,44 pada siklus II.

31

Penelitian Siti Novi Andriastutik (2009) dalam penelitiannya yang

berjudul Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Pada

Pembelajaran Matematika Dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika

Siswa Kelas 5 Semester II Sekolah Dasar Negeri 6 Sindurejo Tahun Ajaran

2012/2013. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model

pembelajaran pembelajaran berbasis masalah, sangat cocok dilakukan karena

peningkatan ketuntasan hasil belajar matematika dengan pokok bahasan jaring-

jaring bangun ruang menggunakan model PBL. Pada prasiklus siswa yang tuntas

hanya 8 siswa atau sebesar 44% sedangkan yang tidak tuntas 10 siswa atau 56%.

Pada siklus I ada 13 siswa atau 72 % yang tuntas sedangkan yang tidak tuntas

sebanyak 5 siswa atau 28%. Pada siklus II ketuntasan hasil belajar meningkat

menjadi 94% atau sebanyak 17 siswa, sedangkan yang tidak tuntas hanya 1 siswa

atau 6%.

Jurnal penelitian Rizka Vitasari (2012) yang berjudul Peningkatan

Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Problem Based Learning

Siswa Kelas V SD Negeri 5 Kutasari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

penerapan model PBL mengalami peningkatan ketuntasan hasil belajar

matematika pada setiap siklus. Pada siklus I dengan nilai rata-rata 62,8 atau 54,2

% dan siklus II dengan nilai rata-rata sebesar 88,1 atau 85,4%. Jadi dari siklus I ke

siklus II mengalami peningkatan sebesar 25,3 atau 31,2 %.

Berdasarkan analisis dari penelitian yang dilakukan oleh Sukarman, Rifki

Khamdani, Novi Andriastutik,dan Rizka Vitasari telah menunjukkan keberhasilan

dalam meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan model

pembelajaran Problem Based Learning. Penulis memilih empat penelitian tersebut

karena sangat releven untuk penelitian berikutnya di lingkungan yang berbeda.

Oleh karena itu, penulis juga optimis dan yakin bahwa pada penelitian ini juga

akan berhasil meningkatkan hasil belajar matematika melalui model pembelajara

Problem Based Learning (PBL) pada siswa kelas 5 SD Negeri Kauman Kidul

Salatiga semester I tahun pelajaran 2015/2016.

32

2.3 Kerangka Berfikir

Kerangka pikir adalah alur penalaran atau gambaran secara singkat

bagaimana langkah-langkah model yang dipakai dapat dipahami nalarnya.

Kerangka pikir di awali dengan kenyataan sebelum dilakukan tindakan di

lapangan yang menjadi permasalahan sehingga perlu diadakannya perbaikan

dengan suatu tindakan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran agar

dapat mengaktifkan siswa dan menjadikan hasil belajar matematika lebih

meningkat.

Temuan awal tentang kondisi pembelajaran Matematika kelas V di SD N

Kauman Kidul Salatiga masih menggunakan pembelajaran konvensional yang

berpusat pada guru., dan aktivitas pembelajaran tidak menggunakan model

pembelajaran yang menarik sehingga menjadikan siswa pasaif dan bosan. Di sisi

lain para siswa kurang memiliki keterampilan proses pemecahan masalah

Matematika dan berdampak pada hasil belajar yang belum maksimal.

Berdasarkan kondisi awal, maka perlu diadakan tindakan dalam

pembelajaran matematika agar hasil belajar siswa dapat meningkat. Tindakan

yang diberikan melalui penereapan model pembelajaran Problem Based Learning

(PBL). Dengan menerapkan model PBL dalam pembelajaran matematika, maka

siswa mampu berfikir lebih kritis, menyelesaikan masalah secara sistematis dan

logis, dan memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk berfikir dan

mengemukakan ide dalam memecahkan suatu permasalahan, serta siswa dapat

memperoleh pengalaman secara langsung, sehingga pembelajaran itu menjadi

lebih bermakna. Kerangka pikir untuk mengatasi permasalahan kondisi awal

pembelajaran Matematika kelas V SD Negerai Kauman Kidul divisualkan dalam

bagan 4.

33

Pembelajaran dengan

menggunakan PBL

siswa menjadi lebih aktif

dalam pembelajaran,

berfikir kritis dan lebih

dapat menyerap materi

pembelajaran yang

diajarkan, serta senang

dalam mengikuti

pembelajaran. Sehingga

hasil belajar meningkat.

Pemahaman siswa

kurang, siswa

bingung,

pembelajaran tidak

menyenangkan dan

hasil belajar rendah.

Sehingga hasil belajar

menurun.

Guru:

a. Memberikan

orientasi masalah

melalui soal cerita.

b. Membentuk

kelompok yang

terdiri dari 4-5

siswa.

c. Memberi

permasalahan

kepada setiap

kelompok.

d. Membimbing

penyelidikan

individual dalam

kelompok

e. Mempresentasikan

hasil kerja

kelompok.

Gambar 1

Kerangka pikir hasil belajar matematika menggunakan model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL)

Kondisi

Awal

Tindakan

Kondisi

Akhir

Guru dalam proses

pembelajaran

masih

menggunakan

pembelajaran

konvensional

Dalam proses

pembelajaran

guru

menggunakan

model

pembelajaran

Problem Based

Learning

34

Langkah-langkah pembelajaran pada kegiatan awal, kegiatan inti dan

kegiatan akhir pembelajaran dirancang sesuai dengan langkah-langkah

model pembelajaran PBL. Pada kegiatan ini, para siswa diajak untuk

melakukan kegiatan: 1) mengorientasi peserta didik terhadap masalah yaitu

memprediksi dan mengajukan hipotesis berdasarkan perkiraan atas

kecenderungan atau pola hubungan antar data atau informasi tentang

Kompetensi Dasar menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan volume

kubus dan balok. 2) Kemudian para siswa diajak mengorganisasikan

masalah dengan mencari alternatif strategi untuk menyelesaikan masalah

mengenai volume kubus dan balok. 3) Selanjutnya siswa melakukan

percobaan secara kelompok untuk mengumpulkan data atau informasi.

Kegiatan berikutnya 4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, yaitu

mengkomunikasikan secara tertulis laporan dari proses merumuskan

hipotesis sampai dengan menyimpulkan hasilnya. 5) kemudian kegiatan

terakhir, siswa diminta menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan

maslah yaitu guru dan siswa mengevaluasi dan mengevaluasi proses

pemecahan maslah yang dipresentasikan setiap kelompok.

Dengan langkah-langkah pembelajaran seperti diuraikan dalam

kerangka pikir di atas,tujuan dari model pembelajran PBL akan tercapai.

Tujuan tersebut adalah meningkatnya kompetensi keterampilan proses

pemecahan maslah matematika dan peningkatan penguasaan konsep-konsep

hasil belajar Matematika.

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir seperti diuraikan diatas

dapat diajukan hipotesis dalam penelitian ini adalah penggunaan model

pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil

belajar siswa pada pembelajaran Matematika kelas V SD Negeri Kauman

Kidul Salatiga.