bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 hakikat ilmu pengetahuan...
TRANSCRIPT
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pengetahuan
atau sains yang semula berasal dari bahasa inggris „Science‟, Trianto (2010:136).
Kata „science‟ sendiri berasal dari kata dlam Bahasa Latin „Scientia‟ yang berarti
tahu. Menurut Jujun Suriasumantri dalam Trianto (2010) dalam perkembangannya
science sering diterjemahkan sebagai sains yang bearti Ilmu Pengetahuan Alam
saja. Walaupun pengertian ini kurang pas dan bertentangan dengan etimologi.
Menurut Wahyana dalam Trianto (2010) IPA adalah suatu kumpulan
pengetahuan tersusun secara sistematik dan dalam pengguanaannya secara umum
terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh
adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.
Menurut Fowler dalam Trianto (2010) IPA merupakan pengetahuan
sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala alam.
Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh
adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut penulis menyimpulkan IPA
merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan
penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.
2.1.2. Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Tujuan mata pelajaran IPA dalam Trianto (2010:143) adalah sebagai
berikut:
1. Kesadaran akan keindahan dan dan keteraturan alam untuk
meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep,
fakta yang ada di alam, hubungan saling ketergantungan dan hubungan
antara sains dan teknologi.
7
3. Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan,
memecahkan masalah, dan melakukan observasi.
4. Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, sensitive, obyektif, jujur,
terbuka,benar dan dapat bekerja sama.
5. Kebiasaan mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan
deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk
menjelaskan berbagai peristiwa alam.
6. Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan
alam dan segala keteraturanya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 ruang
lingkup mata pelajaran IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut:
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,
tumbuhan, dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2. Benda/ materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, dan
gas
3. Energi dan perubahannya, yang meliputi : gaya, bunyi, panas, magnet,
listrik, cahaya, dan pesawat sederhana.
4. Bumi dan alam semesta, yang meliputi : tanah, bumi, tata surya, dan
benda-benda langit lainnya.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
mengajarkan IPA mempunyai tujuan untuk menanamkan sikap ilmiah
pada siswa dan nilai positif melalui proses ipa dalam memecahkan
masalah.
2.1.3. Hasil Belajar
Menurut Illeris dan Ormorod dalam Suyono (2011:11) hasil belajar
merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu siswa dan guru. Dari sisi
siswa merupakan tingkat perkembangan mental tersebut pada jenis-jenis ranah
kognitif, efektif dan psikomotor. Sedangkan dari guru hasil belajar merupakan
tercapainya tujuan pelajaran. Menurut Wordworth dalam Dimyanti (2009) hasil
8
belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar.
Hasil belajar tersebut terjadi terutama saat evaluasi dan kemampuan aktual yang
diukur langsung.
Menurut Sudjana, N (2011:22) hasil belajar adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Horwoks Kingsley dalam Sudjana, N (2011) membagi hasil belajar siswa kedalam
3 macam yaitu: keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan penelitian, sikap
dan cita-cita. Menurut Gagne dalam Sudjana, N (2011) membagi 5 kategori hasil
belajar yaitu: Informasi Verbal, Keterampilan intelektual, Strategi Kognitif, Sikap,
Keterampilan Motoris. Sedangkan menurut Benyamin Bloom yang secara garis
besar membagi hasil belajar kedalam tiga ranah yaitu: Kognitif, Afektif, dan
Psikomotoris.
Dari beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah kemampuan- kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima
pengalaman belajar yang diiringi oleh perubahan tingkah laku dan memiliki ranah
kognitif, afektif dan psikomotor. Hasil belajar tersebut digunakan guru untuk
mengukur kemampuan siswa dalam proses belajar.
Menurut peneliti hasil belajar yang dimaksud adalah hasil yang diperoleh
siswa dalam mengikuti proses belajar dalam suatu materi yang berupa data angka/
hasil tes. Hasil belajar akan diperoleh pada kegiatan akhir yang diisi dengan
pemberian evaluasi siswa dan dilakukan dalam kelas. Pengambilan hasil belajar
digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan belajar dan menunjukkan kompetensi
siswa melalui pengadaan tes bagi siswa.
2.1.4. Pengukuran Hasil Belajar IPA
Menurut Allen dan Yen dalam Wardani, N.S, dkk (2012:49) pengukuran
adalah penetapan angka dengan cara yang sistematik untuk menyatakan keadaan
individu. Untuk menetapkan angka dalam pengukuran perlu instrumen. Instrumen
dalam dunia pendidikan meliputi tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala
sikap dan angket.
9
Tes adalah salah satu instrumen atau alat pengukuran yang paling banyak
dipergunakan untuk mengetahui kemampuan intelektual seseorang. Menurut
Suryanto Adi dalam Wardani, N.S, dkk (2012) tes adalah seperangkat pertanyaan
atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait atau sifat
atau atribut pendidikan yang setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban
atau ketentuan yang dianggap benar.
Menurut Sudjana, N (2011) penilaian hasil belajar merupakan proses
pemberian nilai terhadap hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu.
Teknik penilaian atau penetapan angka terhadap siswa dapat dilakukan dengan
beberapa teknik baik berupa proses belajar maupun hasil belajar.
Menurut Wardani, N.S, dkk (2012:79) teknik penilaian dapat dikelompokan
menjadi 2, yaitu teknik tes dan non tes:
1. Tes
Teknik tes terdiri dari tes lisan, tes tulisan dan tes tindakan. Tes
lisan menuntut jawaban secara lisan, tes tulisan menuntut jawaban
secara tulisan, sedangkan tes tindakan menuntut jawaban secara
tindakan atau perbuatan.
2. Non tes
Teknik non tes berbentuk unjuk kerja, penugasan, tugas individu,
tugas kelompok, laporan, responsi/ ujian praktik dan portofolio.
Menurut Wardani, N.S, dkk (2012:72,73) dilihat dari tujuannya dalam
bidang pendidikan, tes dapat dibagi menjadi 7 yaitu:
1) Tes Kecepatan (Speed Test)
Tes ini bertujuan untuk mengakses peserta tes dalam hal kecepatan
berpikir atau keterampilan, baik yang bersifat spontanitas (logik)
maupun hapalan dan pemahaman dalam mata pelajaran yang
dihayati.
2) Tes Kemampuan (Power Test)
Tes ini bertujuan untuk mengakses peserta tes dalam
mengungkapkan kemampuan nya (dalam bidang tertentu) dengan
tidak dibatasi secara ketat oleh waktu yang disediakan.
10
3) Tes hasil belajar (Achivement Test)
Tes ini dimaksudkan untuk mengakses hal yang telah diperoleh
dalam suatu kegiatan seperti Tes Hasil belajar (THB), Tes Harian
(formatif), dan Tes Akhir Semester (sumatif).
4) Tes kemajuan belajar (Gains/ Achievement)
Disebut juga dengan tes perolehan. Tes ini untuk mengetahui
kondisi awal testi sebelum pembelajaran dan kondisi akhir testi
setelah pembelajaran.
5) Tes Diagnotis (Diagnotic Test)
Tes yang dilakukan untuk mendiaknosis atau mengidentifikasi
kesukaran-kesukaran dalam belajar, mendeteksi faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya kesukaran belajar, dan menetapkan cara
mengatasi kesukaran atau kesulitan dalam belajar.
6) Tes Formatif
Tes hasil belajar yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana
kemajuan belajar yang telah dicapai oleh peserta didik dalam suatu
program pembelajaran.
7) Tes Sumatif
Tes yang ditujukan untuk mengetahui penguasaan peserta didik
terhadap sekumpulan materi pelajaran (pokok bahasan) yang telah
dipelajari.
Menurut Wardani, N. S, dkk (2012:145,146) berbagai bentuk instrumen
penilaian:
Tabel 2.1 Teknik Penilaian dan Bentuk Instrumen
Teknik Penilaian Bentuk Instrumen
1. Tes Tertulis 1. Tes Pilihan : Pilihan Ganda, Benar
Salah, dan Menjodohkan.
2. Tes Isian : Isian Singkat dan Uraian
2. Tes Lisan Daftar Pertanyaan
3. Tes Prakti (Kinerja) 1. Tes Identifikasi
11
2. Tes Simulasi
3. Tes Uji Petik Kinerja
4. Penugasan Individual atau Kelompok 1. Pekerjaan Rumah
2. Projek
5. Penilaian Portofolio Lembar penilaian portofolio
6. Jurnal Buku catatan jurnal
7. Penilaian Diri Kusioner/ lembar penilaian diri
8. Penilaian Antar Teman Lembar penilaian antar teman
2.1.5. Pembelajaran Kooperatif
Menurut Isjoni (2011:22) Pembelajaran kooperatif berasal dari kata “
kooperatif” yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling
membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Pembelajaran
kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar secara kelompok-kelompok kecil,
siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman belajar yang
berkelompok pengalaman individu maupun pengalaman kelompok ( Davidson
dan Warsham dalam Isjoni 2011:27).
Menurut Suprijono, Agus (2009: 54) Pembelajaran kooperatif adalah
konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk
yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Menurut Effendi Zakaria
(dalam Isjoni 2011:21) pembelajaran kooperatif dirancang bagi tujuan melibatkan
pelajar secara aktif dalam proses pembelajaran menerusi perbincangan rekan-
rekan dalam kelompok kecil.
Menurut Trianto (2014:108) Pembelajaran kooperatif merupakan model
pembelajaran bersama dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa
yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras/ suku,
yang berbeda (heterogen) yang saling membantu.
Dari beberapa pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa
pembeajaran kooperatif tidak hanya belajar dalam kelompok tetapi pembelajaran
kooperatif ini menekankan pada strategi belajar dengan beberapa jumlah siswa
12
sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda dalam
menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota kelompok harus saling
bekerjasama dan saling membantu guna mencapai tujuan dalam pembelajaran.
Dalam pembelajaran kooperatif ini dikatakan belum selesai jika jika salah satu
teman dalam kelompok belum menguasai bahan belajar.
2.1.6. Tujuan pembelajaran Kooperatif
Menurut Isjoni (2011:40) Tujuan penting pembelajaran Kooperatif adalah
mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerjasama dan kolaborasi.
Keterampilan ini penting untuk dimiliki oleh para siswa sebagai warga
masyarakat, bangsa dan negara, karena mengingat kenyataan yang dihadapi
bangsa ini dalam mengatasi masalah-masalah sosial yang semakin kompleks serta
tantangan bagi peserta didik supaya mampu dalam menghadapi persaingan global.
Dalam pembelajaran kooperatif siswa tidak hanya mepelajari materi saja, namun
siswa harus mempelajari keterampilan-keterampilan kooperatif. Keterampilan
kooperatif ini berfungsi untuk memperlancarkan hubungan kerja dan tugas.
Hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar
anggota kelompok, sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas
antar anggota kelompok selama proses belajar.
2.1.7. Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif
Menurut Jhonson & Jhonson dan Sutton (Trianto 2009:60-61) terdapat
lima unsur penting dalam belajar kooperatif, yaitu:
1. Saling ketergantungan positif antara siswa.
Menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas
sedemikian rupa sehingga setiap anggota harus menyelesaikan tugasnya
sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan.
2. Tanggung jawab individual.
Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur pertama. Jika tugas dan
pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative
13
Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan
yang terbaik.
3. Tatap muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan
berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk
membentuk kelompok yang menguntungkan semua anggota. Hasil
pemikiran anggota satu dengan anggota yang lebih banyak akan
menguntungkan kelompok.
4. Interaksi antara siswa yang semakin meningkat/ komunikasi antar anggota
Unsur ini menghendaki para siswa dibekali dengan berbagai keterampilan
berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar
perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Karena tidak semua siswa
mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara.
5. Evaluasi proses kelompok
Pengajaran perlu membuat jadwal khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil belajar.
Unsur pembelajaran kooperatif diatas tidak dapat tercapai jika hanya
menggunakan model pembelajaran konvensional tampa melibatkan siswa aktif.
Pembelajaran kooperatif menekankan siswa aktif berdiskusi dengan kelompok,
untuk mencapai unsr-unsur tersebut guru harus dapat menciptakan kondisi dan
situasi belajar yang aktif, kreatif dan menyenangkan sehingga siswa aktif
menemukan dan mengembangkan pengetahuannya.
2.1.8 Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT)
2.1.8.1 Pengertian Numbered Heads Together (NHT)
Menurut Djamarah,S.B (2010) Numbered Heads Together (NHT) pertama
kali dikembangkan oleh Spencer Kagan, pembelajaran ini memberikan
kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan
mempertimbangkan jawaban yang paling tepat dan mendorong siswa untuk
meningkatkan kerjasama siswa antar kelompok. Dalam Huda, Mifhaful
14
(2013:203) Numbered Heads Together (NHT) merupakan varian dari diskusi
kelompok.
Menurut Trianto (2009:82) Numbered Heads Together (NHT) atau
Penomoran berpikir bersama adalah jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang
untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur
kelas tradisional. Menurut Slavin dalam Huda, Miftahahul (2013:203) Numbered
Heads Together (NHT) yang dikembangkan oleh Russ Frank ini cocok untuk
memastikan akuntabilitas individu dalam diskusi kelompok. Pembelajaran ini
selain untuk meningkatkan kerja sama antar siswa dalam kelompok untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi kedalam kelompok-kelompok
kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang ditentukan. Tujuan
dibentuk kelompok untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar terlibat
secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan-kegiatan belajar. Dalam
pembelajarn ini berpusat pada siswa, dan berdiskusi untuk memecahkan masalah.
Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)
merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada
struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan
memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Berdasarkan uraian
diatas yang dimaksud dengan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang dibagi dalam kelompok-
kelompok kecil, dimana setiap kelompok masing-masing mempunyai nomor,
kemudian siswa yang mempunyai nomor tersebut akan dipanggil secara acak
oleh guru untuk menjawab pertanyaan.
2.1.8.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
Untuk melakukan pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) Huda,
Miftahul (2013:203) menjelaskan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Siswa dibagi dalam kelompok. Masing-masing siswa dalam kelompok
diberi nomor.
2. Guru memberi tugas/ pertanyaan pada masing-masing kelompok untuk
mengerjakannya.
15
3. Setiap kelompok mulai berdiskusi untuk menemukan jawaban yang
dianggap paling tepat dan memastikan semua anggota mengetahui
jawaban tersebut.
4. Guru memanggil salah astu nomor secara acak. Siswa dengan nomor yang
dipanggil mempresentasikan jawaban dari hasil diskusi kelompok mereka.
Adapun sintaks pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) menurut
Spenser kagan (dalam Trianto 2009:82).
Ada empat (4) Sintaks Pembelajaran Numbered Heads Together :
a. Fase I : Penomoran
Dalam Fase ini, Guru membagi siswa kedalam kelompok 3-5 orang dan
kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5.
b. Fase 2 : Mengajukan Pertanyaan
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat
bervariasi.pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat
tanya. Misalnya : “Berapakah jumlah gigi orang dewasa? atau berbentuk
arahan, misalnya : “pastikan setiap orang mengetahui 5 buah ibu kota
provinsi yang terletak di pulau sumatera.”
c. Fase 3 : Berpikir Bersama
Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan
meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim.
d. Fase 4 : Menjawab
Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya
sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab
pertanyaan untuk seluruh kelas.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut terdapat persamaan pada
langkah-langkah pembelajaran metode Numbered Heads Together (NHT) yang
dikemukakan Huda, Miftahul (2013:203) dan Spenser Kagan dalam Trianto
(2009:82) yaitu siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, setiap siswa diberi
nomor dan beberapa kelompok harus berdiskusi dan mencari jawaban yang benar.
Guru memanggil nomor siswa dan nomor yang dipanggil harus mempresentasikan
hasil kerja kelompok.
16
Dari sintaks pembelajaran diatas, dalam penelitian ini peneliti akan
memakai sintaks pembelajaran yang disampaikan oleh Spenser Kagan (dalam
Trianto 2008), untuk meningkatkan hasil belajar IPA.
2.1.8.3. Kelebihan dan Kekurangan Numbered Heads Together (NHT)
Number Heads Together (NHT) mempunyai kelebihan dan kekurangan
sebagaimana dikemukakan oleh Suwarno (2010) bahwa Numbered Heads
Together (NHT) memiliki kelebihan dan kelemahan sebagai berikut:
Kelebihan Numbered Head Together (NHT):
1. Terjadinya interaksi antara siswa melalui diskusi/ siswa secara bersama-
sama menyelesaikan masah yang dihadapi.
2. Siswa pandai maupun siswa lemah sama-sama memperoleh aktivitas
belajar kooperatif.
3. Dengan bekerja secara kooperatif dengan bekerja secara kooperatif,
memungkinkan pengetahuan siswa akan menjadi lebih besar untuk siswa
dapat sampai pada tujuan.
4. Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan
keterampilan bertanya, berdiskusi dan mengembangkan bakat
kepemimpinan.
Kekurangan Numbered Heads Together (NHT)
1. Siswa yang pandai cenderung mendominasi sehingga dapat menimbulkan
sikap minder dan pasif dari siswa yang lemah.
2. Proses diskusi bisa berjalan lancar jika ada siswa yang sekedar menyalin
pekerjaan siswa yang pandai tampa memiliki pemahaman yang memadai.
3. Pengelompokan siswa memerlukan pengaturan tempat duduk yang
berbeda serta membutuhkan waktu khusus.
17
2.1.8.4 Penerapan pembelajaran tipe Number Heads Together (NHT) IPA di
SD
Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT) menurut Huda, Miftahul (2013) dan Spenser kagan
(dalam Trianto, 2009) adapun tahapan-tahapan dalam pelaksanaan pembelajaran
IPA dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Tipe Numbered Heads
Together (NHT) dapat dirumuskan sebagai berikut:
Tabel 2.2
Kegiatan Deskripsi
1 1. Menyiapkan kelas
2. Siswa dibentuk menjadi kelompok yang heterogen
berdasarkan akademis, gender maupun suku
3. Setiap kelompok masing-masing mendapat nomor
2 1. Menjelaskan materi secara singkat
2. Memberi pertanyaan pada setiap kelompok
3. Siswa bersama kelompok berdiskusi mencari jawaban yang
tepat
4. Guru berkeliling untuk mebantu siswa yang memerlukan
bantuan
3 1. Kegiatan interaksi antar siswa dan guru dengan memberikan
penjelasan dan menyimpulkan materi bersama-sama
2. Kegiatan evaluasi, pada kegiatan ini siswa diberikan soal
evaluasi untuk dikerjakan secara individu sebagai tolak ukur
pemahaman siswa terhadap materi
3. Setelah kegiatan evaluasi selesai pembelajaran ditutup
18
2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan telah dilakukan oleh Isyuarnisih, A pada
tahun 2011/2012 dengan judul “Upaya meningkatkan hasil belajar kognitif dan
afektif pada mata pelajaran IPA melalui penerapan model pembelajaran
Numbered Heads Together (NHT) pada siswa kelas V sekolah dasar negeri 03
ngumbul kecamatan todanan kabupaten blora tahun pelajajaran 2011/2012.
Adapun hasil belajar pada kondisi awal siswa yang tuntas ada 8 orang dengan
persentase 33,33% dan siswa yang tidak tuntas ada 16 orang dengan persentase
66,67%, pada siklus I ada peningkatan hasil belajar yaitu ada 22 orang dengan
persentase 91,67% tuntas dan 2 orang dengan pesentase 8,33% tidak tuntas
sedangkan pada siklus II semua siswa yang terdiri dari 22 siswa tuntas 100%.
Sejalan dengan penelitian ini, Winarti, Y pada tahun 2011/2012 dengan
judul “Penggunaan Metode Numbered Heads Together (NHT) Untuk
Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri
Banyumundul 02 Kabupaten Wonosobo Semester II Tahun Pelajaran
2011/2012”. Adapun hasil belajar pada siklus I hasil belajar siswa dibawah
KKM 65 ada 15 orang dengan persentase 46,87% tidak tuntas dan hasil belajar
siswa diatas KKM 65 ada 17 siswa dengan persentase 53,33% tuntas pada siklus
II semua siswa dengan jumlah 36 orang tuntas 100%.
Dari hasil penelitian diatas, peneliti mendapat gambaran untuk melakukan
penelitian dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT) untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD
Negeri Salatiga 09.
2.3. Kerangka Berpikir
Penelitian ini dilakukan dalam rangka untuk memperbaiki hasil
pembelajaran IPA pada siswa kelas IV SD Negeri Salatiga 09. Fakta yang
ditemui mengenai suasana pembelajaran pada siswa disekolah ini adalah bahwa
guru masih mendominasi pembelajaran. Akibatnya siswa kurang termotivasi
dalam pelajaran IPA dan Hasil Belajarnya pun menjadi rendah. Penelitian ini
memilih pendekatan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan dua siklus,
19
dengan pemikiran bahwa evaluasi pada siklus I akan menjadi catatan untuk
dijadikan masukan pada siklus II. Namun demikian pada uji coba pembelajaran
dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together tetap
dilanjutkan hingga tercapai kriteria KKM yaitu ≥70.
Pemilihan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together
dipilih berdasarkan situasi subjek penelitian yaitu siswa kelas IV. Pada usia ini
rasa ingin tahu siswa lebih tinggi, bisa bekerjasama dan berdiskusi kelompok,
dengan model kooperatif tipe Numbered Heads Together diharapkan bahwa
pembelajaran akhirnya mendorong terjadinya kerjasama diantara siswa.
20
Kerangka Pikir
3.7 Mendeskripsikan hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan,
teknologi dan masyarakat
4.6 menyajikan laporan hasil pengamatan tentang teknologi yang digunakan
dikehidupan sehari-hari serta kemudahan yang diperoleh oleh masyarakat
dengan memanfaatkan teknologi tersebut
Kondisi Akhir
Kondisi
Awal
Guru belum
menggunakan tipe
Numbered Heads
Together (NHT)
Siklus I
ada peningkatan
hasil belum tuntas
Siklus II
menggunakan
tipe NHT hasil
belajar sudah
Tuntas ≥ 70
Hasil belajar
siswa rendah
< KKM 70
Guru menggunakan tipe Numbered
Heads Together (NHT) dalam
pembelajaran IPA melalui 2 siklus.
Langkah-langkah NHT:
1. Siswa dibagi kelompok. Masing-
masing siswa dalam kelompok diberi
nomor.
2. Guru memberikan tugas/ pertanyaan
dan masing-masing kelompok
mengerjakannya.
3. Kelompok berdiskusi untuk
menemukan jawaban yang dianggap
paling benar
4. Guru memanggil salah satu nomor.
Siswa dengan nomor yang dipanggil
mempresentasikan jawaban hasil
diskusi kelompok
Melalui pembelajaran kooperatif tipe
NHT dapat mencapai ketuntasan hasil
belajar 80% dari ≥ 70
Tindakan
21
2.4. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, maka hipotesis dapat
dirumuskan bahwa dengan penggunaan pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV
Sekolah Dasar Negeri Salatiga 09 Semester II Tahun 2015/2016.