bab ii kajian pustaka 2.1. kajian empirik

30
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik Untuk melakukan penelitian tentang pengaruh motivasi, disiplin kerja dan lingkungan kerja terhadap kinerja pegawai negeri Polri di RS. Bhayangkara Palangka Raya maka peneliti mengacu pada beberapa penelitian sejenis sebagai bahan referensi, meliputi: 1. DUSI A. (2012), meneliti tentang PENGARUH KOMITMEN PERAWAT, MOTIVASI DAN DISIPLIN TERHADAP KINERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RSUD SOEMARNO KUALA KAPUAS. Tujuan penelitian ini untuk menganalisa pengaruh komitmen, pengaruh motivasi dan pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja perawat di ruang rawat inap RSUD SOEMARNO KUALA KAPUAS. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 68 responden dengan menggunakan metode cluster sampling. Metode statistik yang digunakan adalah regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komitmen perawat, motivasi dan disiplin kerja berpengaruh positif secara simultan terhadap kinerja perawat di ruang rawat inap RSUD Soemaro Kuala Kapuas. 2. Juhana dan Haryati (2013), meneliti tentang PENGARUH MOTIVASI, DISIPLIN DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI DINAS KESEHATAN KOTA CIMAHI. Tujuan penelitian ini adalah 1). untuk mengetahui keadaan motivasi, disiplin, lingkungan kerja dan kinerja pegawai Dinas Kesehatan Kota Cimahi, 2). untuk mencari besarnya pengaruh motivasi, disiplin dan lingkungan kerja secara parsial terhadap kinerja pegawai, 3.) untuk mencari besarnya pengaruh motivasi, disiplin dan lingkungan kerja secara simultan terhadap kinerja pegawai. Penelitian ini

Upload: others

Post on 17-Nov-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Empirik

Untuk melakukan penelitian tentang pengaruh motivasi, disiplin kerja dan

lingkungan kerja terhadap kinerja pegawai negeri Polri di RS. Bhayangkara

Palangka Raya maka peneliti mengacu pada beberapa penelitian sejenis

sebagai bahan referensi, meliputi:

1. DUSI A. (2012), meneliti tentang PENGARUH KOMITMEN PERAWAT,

MOTIVASI DAN DISIPLIN TERHADAP KINERJA PERAWAT DI RUANG

RAWAT INAP RSUD SOEMARNO KUALA KAPUAS. Tujuan penelitian ini

untuk menganalisa pengaruh komitmen, pengaruh motivasi dan pengaruh

disiplin kerja terhadap kinerja perawat di ruang rawat inap RSUD

SOEMARNO KUALA KAPUAS. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 68

responden dengan menggunakan metode cluster sampling. Metode statistik

yang digunakan adalah regresi linear berganda. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa komitmen perawat, motivasi dan disiplin kerja

berpengaruh positif secara simultan terhadap kinerja perawat di ruang rawat

inap RSUD Soemaro Kuala Kapuas.

2. Juhana dan Haryati (2013), meneliti tentang PENGARUH MOTIVASI,

DISIPLIN DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI

DINAS KESEHATAN KOTA CIMAHI. Tujuan penelitian ini adalah 1). untuk

mengetahui keadaan motivasi, disiplin, lingkungan kerja dan kinerja pegawai

Dinas Kesehatan Kota Cimahi, 2). untuk mencari besarnya pengaruh

motivasi, disiplin dan lingkungan kerja secara parsial terhadap kinerja

pegawai, 3.) untuk mencari besarnya pengaruh motivasi, disiplin dan

lingkungan kerja secara simultan terhadap kinerja pegawai. Penelitian ini

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik

9

menggunakan metode sensus yang bersifat deskritif analitis dengan

menerapkan analisis jalur (path analisis), dan pengoperasian perhitungan

menggunakan program SPSS 17. Populasi sampel 90 orang. Dari penelitian

tersebut terbukti ada pengaruh yang signifikan antara motivasi, disiplin dan

lingkungan kerja terhadap kinerja pegawai di Dinas Kesehatan Kota Cimahi.

3. Ratri N. dkk (2014), meneliti tentang PENGARUH MOTIVASI DAN

LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN RUMAH SAKIT

ISLAM BANJARNEGARA. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa adanya

pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan, menganalisa pengaruh

lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan, menganalisa pengaruh motivasi

dan lingkungan kerja secara bersama-sama terhadap kinerja karyawan.

Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan Rumah Sakit Islam

Banjarnegara yang berjumlah 229 orang dengan sampel sejumlah 70 orang

menggunakan rumus Slovin. Metode analisis yaitu uji validitas dan reabilitas,

analisis deskriptif persentase, uji asumsi klasik dan analisis regresi berganda

menggunakan SPSS for Window versi 19. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa motivasi dan lingkungan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja

Karyawan Rumah Sakit Islam Banjarnegara.

4. Erma E. (2015), meneliti tentang PENGARUH MOTIVASI DAN DISIPLIN

KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

BALANGAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

motivasi terhadap kinerja pegawai di RSUD Balangan, mengetahui pengaruh

disiplin kerja terhadap kinerja pegawai di RSUD Balangandan mengetahui

variabel manakah yang mempunyai pengaruh paling kuat dengan kinerja

pegawai RSUD Balangan. Populasi dalam penelitian ini adalah PNS RSUD

Balangan yang berjumlah 79 orang, teknik pengambilan sampel

menggunakan metode Stratafield Random Sampling, data diperoleh melalui

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik

10

kuesioner,wawancara dan observasi. Teknik analisis data menggunakan

analisis regresi linier berganda.Berdasarkan hasil penelitian terdapat

hubungan yang signifikan antara variabel motivasi terhadap kinerja pegawai

RSUD Balangan danterdapat hubungan yang signifikan antara variabel

disiplin kerja yang mana paling dominan mempengaruhi kinerja pegawai

RSUD Balangan.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah waktu

penelitian, tempat penelitian yaitu di RS. Bhayangkara Palangka Raya,

responden penelitian yaitu pegawai negeri Polri yang terdiri dari anggota Polri

dan aparatur sipil negara Polri dan alat uji statistik penelitian ini menggunakan

SmartPLS.

2.2. Kajian Teoritik

2.2.1. Kinerja

Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan

kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya

sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara A.P.,

2011:67). James C. dan Nelson, (2009:195)dalam Noor J., (2013:270)

mengatakan Performance management is process of defining, measuring,

appraising providing feedback on, and improving performance. Dari pengertian ini

dapat diuraikan bahwa mengelola kinerja sebaiknya dilakukan secara kolaboratif

dan kooperatif antara pegawai, pemimpin dan organisasi, melalui pemahaman

dan penjelasan kinerja dalam suatu kerangka kerja atas tujuan-tujuan terencana,

standar dan kompetensi yang disetujui bersama.

Untuk menilai kinerja individu dalam organisasi Ravianto (1986) dalam

Torang S., (2014:74) menetapkan beberapa kriteria yaitu:

a. kompetensi individu tentang pekerjaan.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik

11

b. kemampuan individu dalam membuat perencanaan dan jadwal pekerjaan.

c. produktivitas individu (kualitas dan kuantitas kinerja).

Kinerja merupakan suatu yang lazim digunakan untuk memantau

produktivitas kerja sumber daya manusia, baik yang berorientasi pada produksi

barang, jasa, maupun pelayanan. Sejalan dengan hal tersebut, Vroom (1964)

mengatakan bahwa tingkat keberhasilan seseorang dalam melakukan tugas

pekerjaannya dinamakan tingkat kinerja (level of performance). Seseorang yang

level of performance-nya tinggi disebut orang yang produktif, sebaliknya yang

levelnya tidak mencapai standar dikatakan sebagai orang yang tidak produktif

atau kinerjanya rendah (Umam K., 2012:187).

Kinerja terbaik menurut Griffin (2002) dalam Sule E.T dan Saefullah K.

(2013:235) ditentukan oleh tiga faktor yaitu:

a. Motivasi (motivation), yang terkait dengan keinginan untuk melakukan

pekerjaan.

b. Kemampuan (ability) yaitu kapabilitas dari tenaga kerja atau sumber daya

manusia untuk melakukan pekerjaan.

c. Lingkungan pekerjaan (the work environment) yaitu sumber daya dan situasi

yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan tersebut.

Kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (ouput)

individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh

kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta

keinginan untuk berprestasi. Faktor- faktor yang mempengaruhi kinerja menurut

Mangkunegara A.P. (2000) dalam Umam K. (2012:189) meliputi:

a. Faktor Kemampuan

Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan

potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan) dengan pendidikan yang

memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik

12

sehari-hari maka ia akan lebih mudahmencapai kinerja yang diharapkan.

Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai

dengan keahliannya (the right man in the right place, the right man on the

right job).

b. Faktor Motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi

situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri

pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja).

c. Sikap Mental

Merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha

mencapai potensi kerja secara maksimal.

Selanjutnya McClelland mengemukakan 6 karakteristik dari pegawai yang

memiliki motif berprestasi tinggi yaitu (Umam K., 2012:190):

a. Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi;

b. Berani mengambil resiko;

c. Memiliki tujuan yang realistis;

d. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi

tujuannya;

e. Memanfaatkan umpan balik yang kongkret dalam seluruh kegiatan kerja

yang dilakukan;

f. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah

diprogramkan.

Dalam rangka melakukan perbaikan yang berkesinambungan maka suatu

organisasi perlu melakukan penilaian kinerja, dimana penilaian kinerja tersebut

memiliki manfaat yaitu (Fahmi I, 2013:66):

a. Mengelola operasional organisasi secara efektif dan efisien melalui

pemotivasian karyawan secara maksimum.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik

13

b. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan

seperti promosi, transfer dan pemberhentian.

c. Mengidentifikasikan kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan

untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan

karyawan.

d. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan

mereka menilai kinerja mereka.

e. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.

Pada dasarnya penilaian kinerja merupakan faktor kunci dalam

mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien karena adanya

kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya yang ada dalam

organisasi. Kinerja dipengaruhi 3 faktor (Simamora, 1995 dalam Sedarmayanti,

2011:390):

a) Faktor individual

1) Kemampuan dan keahlian;

2) Latar belakang;

3) Demografi.

b) Faktor psikologi

1) Persepsi;

2) Attitude;

3) Personality;

4) Pembelajaran;

5) Motivasi.

c) Faktor organisasi

1) Sumber daya;

2) Kepemimpinan;

3) Penghargaan;

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik

14

4) Struktur;

5) Job design.

Manfaat yang diperoleh dari penilaian kinerja ini terutama menjadi

pedoman dalam melakukan tindakan evaluasi bagi pembentukan organisasi

sesuai dengan pengharapan dari berbagai pihak, yaitu baik pihak manajemen

maupun pelaksana. Adapun tahap penilaian terdiri dari tiga tahap yaitu (Fahmi

I,2013:67):

a. Perbandingan kinerja sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan

sebelumnya.

b. Penentuan penyebab timbulnya penyimpangan kinerja sesungguhnya yang

ditetapkan dalam standar.

c. Penegakan perilaku yang diinginkan dan tindakan yang digunakan untuk

mencegah perilaku yang tidak diinginkan.

Kinerja karyawan seharusnya dievaluasi secara berkala karena berbagai

alasan, salah satu alasan adalah bahwa penilaian kinerja diperlukan untuk

memvalidasi alat pemilihan atau mengukur dampak dari program pelatihan.

Alasan kedua bersifat administratif untuk membantu dalam membuat keputusan

mengenai kenaikan gaji, promosi dan pelatihan. Alasan yang lain adalah untuk

menyediakan timbal balik bagi karyawan untuk membantu mereka meningkatkan

kinerja mereka saat ini dan merencanakan karier dimasa mendatang (Fahmi

I,2013:67).

Agar suatu sistem evaluasi kinerja dapat berjalan efektif menurut Allan P.

(1994) dalam Fahmi I. (2013:73) mengemukakan tiga belas persyaratan agar

sistem kinerja dapat efektif:

a. Sistem evaluasi kinerja harus sesuaikan dengan kebutuhan spesifik dari

organisasi.

b. Faktor-faktor penilaian harus subjektif dan sekonkret mungkin.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik

15

c. Evaluasi kinerja harus bebas bias.

d. Prosedur dan administrasi evaluasi kinerja harus seragam.

e. Sistem evaluasi kinerja harus dipakai untuk mengambil keputusan.

f. Hasil sistem evaluasi kinerja harus dipakai untuk mengambil keputusan.

g. Sistem evaluasi kinerja harus menyediakan suatu telaah atau proses naik

banding.

h. Sistem evaluasi kinerja harus dapat diterima oleh para pemakai.

i. Sistem evaluasi kinerja harus dapat dioperasikan secara ekonomis.

j. Penilaian kinerja harus didokumentasikan.

k. Penilaiharus terlatih dan mempunyai kualifikasi untuk melaksanakan

evaluasi kinerja.

l. Sistem evaluasi kinerja harus menyediakan cara memonitor dan

mengevaluasi pelaksanaannya.

m. Manajemen puncak harus mendukung sistem evaluasi kinerja dengan jelas.

Pengukuran kinerja merupakan proses membandingkan kondisi riil dari

suatu objek dengan alat ukur/instrumen. Instrumen pengukuran bisa berupa

standar/rencana yang ditetapkan, kinerja sebagai sesuatu yang telah dicapai

oleh input, proces, output, outcome, benefit, impact.

Pengukuran kinerja sebagai alat manajemen yang digunakan

meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas, dimanfaatkan

untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran (Sedarmayanti, 2011:328).

Manfaat pengukuran kinerja (Sedarmayanti, 2011:330):

a. Membantu pemimpin menentukan pencapaian yang perlu dicapai.

b. Memberi umpan balik bagi pengelola dan pembuat keputusan dalam

evaluasi dan perumusan tindak lanjut, dalam peningkatan kinerja masa yang

akan datang.

c. Alat komunikasi pimpinan, pegawai dan stakeholder eksternal.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik

16

d. Menggerakkan instansi ke arah yang positif.

e. Mengidentifikasi kualitas pelayanan.

Dalam proses penilaian kinerja dilakukan oleh atasan langsung, Dessler

(1998) dalam Noor J. (2013:281) menyebutkan ada empat pendekatan penilaian

kinerja yaitu:

a. Penilaian oleh supervisor atau atasan langsung

Penilaian supervisor merupakan jantung dari seluruh sistem penilaian

umumnya. Hal ini disebabkan karena mudah untuk memperoleh hasil

penilaian supervisor dan dapat diterima oleh akal sehat. Para supervisor

merupakan orang yang tepat untuk mengamati dan menilai prestasi

bawahannya, oleh sebab itu seluruh sistem penilaian umumnya sangat

tergantung pada evaluasi yang dilakukan oleh supervisor.

b. Penilaian teman kerja

Penilaian seorang pegawai oleh teman kerjanya telah terbukti efektif dalam

memperkirakan keberhasilan manajemen dimasa depan. Dari sebuah studi

yang diselenggarakan di kalangan pejabat militer, diketahui bahwa penilaian

teman sekerja cukup akurat untuk memperkirakan pejabat mana yang dapat

dipromosikan dan mana yang tidak.

c. Panitia/Komite Penilaian

Banyak perusahaan menggunakan panitia/komite untuk menilai para

pegawai. Panitia ini beranggotakan para supervisor langsung dan tiga atau

empat anggota supervisor lain, setiap anggota panitia seharusnya mampu

menilai prestasi pegawai dengan baik.

d. Penilaian Diri

Beberapa perusahaan atau organisasi menerapkan pengharkatan prestasi

yang dilakukan oleh pegawai sendiri. Masalahnya adalah hampir semua

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik

17

studi menunjukkan bahwa para pegawai umumnya menilai diri mereka lebih

tinggi dari penilaian supervisor atau rekan sekerja mereka.

Ada lima metode penilaian kinerja pegawai (Noor J. 2013:281-282):

a. Written Essay, merupakan metode yang sederhana yang hanya

menggambarkan tentang kekuatan, kelemahan, past performance evaluasi,

potensi yang dimiliki pegawai serta saran untuk perbaikan kinerja. Hanya

didasarkan pada pendapat penilai yang membandingkan hasil pekerjaan

pegawai dengan kriteria yang dianggap penting bagi pelaksanaan kerja.

b. Critical incident, penilaian yang berdasarkan catatan-catatan penilaian yang

menggambarkan perilaku karyawan sangat baik atau jelek dalam kaitannya

dengan pelaksanaan kerja. Metode ini sangat berguna dalam memberikan

umpan balik kepada pegawai dan mengurangi kesalahan kesan terakhir.

c. Graphic Rating Scales, dalam metode ini faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja baik kualitas maupun kuantitas kerja,pengetahuan, kerja sama,

kehadiran dan inisiatif. Penilaitinggal memilih kalimat-kalimat atau kata-kata

yang menggambarkan kinerja pegawai, pemberian bobot menggunakan

skor. Metode ini bisa memberikan suatu gambaran prestasi kerja secara

akurat bila daftar penilaian berisi item yang memadai.

d. Behaviorally Anchored Ranting Scales (BARS), metode ini merupakan

kombinasi dari metode Critical Incident dan Graphic Rating Scale bila jumlah

pekerjaan terbatas, penilaian prestasi kerja bisa didasarkan pada tes

pengetahuan dan keterampilan

e. Forced Comparison Method, penilaianmembandingkan pegawai satu dengan

pegawai lain siapa yang paling baik dan menempatkan pegawai dalam

urutan terbaik sampai terjelek. Kelemahan metode ini adalah kesulitan untuk

menentukan fakto-faktor pembanding, subjek kesalahan,kesan terakhir dan

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik

18

adanya halo effect, kebaikannya menyangkut kemudahan administrasi dan

penjelasannya.

2.2.2. Motivasi

2.2.2.1. Pengertian motif dan motivasi

Setiap orang dalam melakukan suatu tindakan tertentu pasti didorong oleh

adanya motif tertentu. Motivasi biasanya timbul karena adanya kebutuhan yang

belum terpenuhi, tujuan yang ingin dicapai atau karena adanya kebutuhan

harapan yang diinginkan. Motivasi kerja merupakan kombinasi kekuatan

psikologis yang kompleks dalam diri masing-masing orang, setiap individu

mempunyai motivasi sendiri yang mungkin berbeda-beda. Sementara itu, dari sisi

pemberi kerja, mereka tertarik pada elemen motivasi karena ingin mengetahui

(Wibowo, 2014:109):

1. Arah dan fokus dari perilaku pekerja yang dapat bersifat positif atau

fungsional maupun bersifat negatif atau disfungsional. Sebagai faktor positif

adalah: kepercayaan, kreativitas, suka menolong, berketepatan waktu.

Sedangkan sebagai faktor disfungsional adalah kelambanan, kemangkiran,

suka menyendiri dan kinerja rendah.

2. Tingkat usaha yang diberikan, apakah pekerja memberikan komitmen penuh

untuk mencapai keunggulan atau hanya melakukan pekerjaan sekedar saja.

3. Ketekunan dalam berperilaku, apakah pekerja selalu mengulang dan

menjaga tingkat usahanya atau cepat menyerah dan hanya melakukan

secara periodik.

Motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu “movere” (Kreitner dan Kinicki,

2008) yang berarti bergerak atau menggerakkan. Dengan demikian, motivasi

berarti suatu kondisi yang menggerakkan atau menjadi sebab seseorang

melakukan, suatu perbuatan atau kegiatan yang berlangsung secara sadar juga

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik

19

sebagai suatu kekuatan sumber daya yang menggerakkan dan mengendalikan

perilaku manusia. Abraham Sperling mengemukakan bahwa motif didefinisikan

sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas dimulai dari dorongan dalam diri

(drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Berdasarkan pendapat ini, dapat

disimpulkan bahwa motif merupakan suatu dorongan (Noor J., 2013:226).

Menurut Stanfor F.H., dalam Mangkunegara A.P. (2011:93), motivasi

diartikan sebagai suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke suatu tujuan

tertentu. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa motif

merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri pegawai yang perlu dipenuhi

agar pegawai tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya,

sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan pegawai agar mampu

mencapai tujuan dari motifnya (Mangkunegara A.P. 2011:93).

Motivasi kerja adalah hasil dari kumpulan kekuatan internaldan eksternal

yang menyebabkan pekerja memilih jalan bertindak yang sesuai dan

menggunakan perilaku tertentu. Idealnya perilaku ini akan diarahkan pada

pencapaian tujuan organisasi (Newstrom, 2011:109 dalam Wibowo, 2014:110)

sementara itu Newstrom mengemukakan bahwa sebagai indikator motivasi

adalah:

1. Engagement merupakan janji pekerja untuk menunjukkan tingkat

antusiasme, inisiatif dan usaha untuk meneruskan.

2. Commitment adalah suatu tingkatan dimana pekerja mengikat dengan

organisasi dan menunjukkan tindakan organizational citizenship.

3. Satisfaction/kepuasan merupakan refleksi pemenuhan kontrak psikologis

dan memenuhi harapan di tempat kerja.

4. Turnover merupakan kehilangan pekerja yang dihargai.

Setiap orang dapat termotivasi oleh beberapa kekuatan yang berbeda,

dipekerjaan pimpinan perlu mempengaruhi bawahan untuk menyelaraskan

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik

20

motivasinya dengan kebutuhan organisasi. Dari pendapat-pendapat tersebut di

atas dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan dorongan untuk bertindak

terhadap serangkaian proses perilaku manusia dengan mempertimbangkan

arah, intensitas, dan ketekunan pada pencapaian tujuan. Sedangkan elemen

yang terkandung dalam motivasi meliputi unsur membangkitkan, mengarahkan,

menjaga, menunjukkan intensitas, bersifat terus menerus dan adanya tujuan.

Motif adalah suatu perangsang keinginan (want) dan daya penggerak

kemauan bekerja seseorang, Perbedaan pengertian keinginan (want) dan

kebutuhan (needs)adalah keinginan(want) dari setiap orang berbeda karena

dipengaruhi oleh selera, latar belakang, dan lingkungannya, sedangkan

kebutuhan (needs) semua orang adalah sama. Problem motivasi semakin rumit

dan berkembang, karena kemajuan peradaban dan ilmu pengetahuan. Elton

Mayo (1880-1949) melakukan penelitian yang disebut “Hawthorne Studies” yaitu

meneliti masalah manusia dan perilakunya tentang kemauan bekerjanya.

Penelitian ini menciptakan suatu teori yang disebut Human Science Theory, yang

isinya adalah (Hasibuan M., 2014:145) :

1. Masalah manusia hanya dapat diselesaikan secara manusia apabila

menggunakan informasi dan alat-alat kemanusiaan pula.

2. Moral kerja atau semangat kerja besar peranan dan pengaruhnya terhadap

produktivitas para pekerja. Moral adalah suatu keadaan yang berhubungan

erat sekali dengan kondisi mental seseorang.

3. Perlakuan yang baik/wajar terhadap para karyawan lebih besar pengaruhnya

terhadap produktivitas dari pada tingkat upah yang besar, walaupun upah

juga merupakan hal penting.

Motivasi terkait dengan sesuatu yang bersifat tidak dapat diukur

(intangibles) dan tidak dapat dilihat secara kasat mata (invisible). Berikut ini akan

menjelaskan proses bagaimana motivasi berperan dalam menentuan perilaku

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik

21

yang akan ditunjukkan oleh tenaga kerja atau SDM yang dimiliki perusahaan

atau organisasi.

Gambar 2.1. Proses Motivasi sebagai Pendorong Perilaku Individu

Terdapat beberapa pendekatan dalam memahami motivasi sebagaimana

dikemukakan oleh Stoner, Freeman dan Gilbert (1995) dalam Tisnawati E. dkk,

(2013:237) paling tidak ada tiga pendekatan yang telah dikenal dalam dunia

manajemen yaitu:

a. Pendekatan Tradisional.

Pendekatan ini memandang bahwa pada dasarnya manajer memiliki kinerja

yang lebih baik dari pekerja dan para pekerja hanya akan menunjukkan

kinerja yang baik sekiranya diiming-imingi dengan kompensasi berupa uang.

Pendekatan tradisional ini diantaranya adalah mengenai sistem pemberian

insentif. Semakin banyak produk yang dihasilkan oleh pekerja, maka pekerja

tersebut dinyatakan produktif, maka pekerja tersebut berhak untuk

memperoleh upah yang lebih dibanding pekerja lainnya.

b. Pendekatan Relasi Manusia.

Pendekatan ini sering kali dikaitkan dengan Elton Mayo dan para

pengikutnya. Mayo justru menemukan bahwa pekerjaan sama yang terus

menerus dilakukan akan menyebabkan kebosanan dan justru akan

berimplikasi pada penurunan motivasi. Mayo menganggap bahwa kontak

sosial atau relasi antar manusia justru akan membantu dan memelihara

Kebutuhan atau kesenjangan kebutuhan

Pencarian jalan keluar bagi memenuhi dan

memuaskan kebutuhan

Pilihan perilaku untuk memenuhi dan

memuaskan kebutuhan

Penentuan kebutuhan di masa yang akan datang dan pencarian bagi cara

pemenuhannya

Evaluasi atas pemuasan kebutuhan

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik

22

motivasi para pekerja. Manajer semestinya berkewajiban untuk membantu

para pekerja untuk melakukan interaksi sosial di lingkungan pekerjaannya

dan membuat mereka merasa diperlukan dan penting bagi perusahaan atau

organisasi.

c. Pendekatan Sumber Daya Manusia.

Pendekatan ini mengkritisi simplifikasi atau penyederhanaan pandangan

terhadap pekerja yang hanya didasarkan pada uang dan interaksi sosial.

Menurut pendekatan ini yang seringkali dikaitkan kepada Douglas McGregor

para manajer perlu menyadari bahwa pada dasarnya manusia dapat

dikategorikan kepada dua jenis karakter, yaitu tipe X dan tipe Y. Sumber

daya manusia yang bertipe X memiliki kecenderungan sebagai orang malas

untuk bekerja dan hanya akan bekerja jika dipaksa untuk bekerja sekalipun

para pekerja memandang bahwa pekerjaan itu penting namun umumnya

pekerja dengan tipe ini cendrung menghindari pekerjaan dan tanggung

jawab. Bagi pekerja tipe X pekerjaan adalah sesuatu yang tidak terlalu

penting dan oleh karenanya para pekerja akan cenderung bersikap pasif

dalam setiap pekerjaan. Para manajer harus memaksa dan menyuruh para

pekerja dengan tipe X ini agar mau bekerja. Adapun karakteristik sumber

daya manusia yang kedua adalah bertipe Y. Para pekerja bertipe Y memiliki

kecenderungan yang bertolak belakang dengan mereka yang bertipe X. Para

pekerja bertipe Y ini memandang bahwa pada dasarnya bekerja tidak

berbeda jauh dengan bermain atau beristirahat, sangat tergantung kepada

pekerja dalam hal bagaimana menyikapi dan menjalaninya. Para pekerja

bertipe Y cenderung menyukai pekerjaan dan bersifat aktif dalam setiap

pekerjaan. Para pekerja bertipe Y ini akan sangat berinisiatif, kreatif dan

sangat menyukai berbagia tantangan dalam pekerjaan.

2.2.2.2. Teori Motivasi

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik

23

Dalam lingkup psikologi organisasi, ada beberapa teori mengenai motivasi,

motivasi kerja dan motivasi organisasi. Masing-masing teori berusaha

menerangkan hal-hal apa yang dapat memotivasi karyawan dalam suatu

organisasi untuk bekerja lebih optimal. Di bawah ini akan dibahas Teori Abraham

Maslow (Need Theory). (Noor J., 2013:239).

Model Maslow ini sering disebut dengan model hierarki kebutuhan. Karena

menyangkut kebutuhan manusia, maka teori ini digunakan untuk menunjukkan

kebutuhan seseorang yang harus dipenuhi agar individu tersebut termotivasi

untuk bekerja. Teori ini mencoba mencari tahu tentang kebutuhan apa yang

dapat memuaskan dan yang mendorong semangat kerja seseorang, semakin

tinggi kebutuhan dan kepuasan seseorang semakin tinggi standar kebutuhan dan

kebutuhan dan kepuasan yang diinginkan, maka semakin giat seseorang untuk

bekerja.

Adapun kebutuhan manusia terdiri dari beberapa tingkat dengan urutan

sebagai berikut:

a. Kebutuhan fisiologis (physiological needs), misalnya makanan, minuman,

istirahat/tidur, seks. Kebutuhan inilah yang merupakan kebutuhan pertama

dan utama yang wajib dipenuhi oleh tiap individu. Kebutuhan utama inilah

yang mendorong setiap individu untuk melakukan pekerjaan apa saja,

karena ia akan memperoleh imbalan, baik berupa uang ataupun barang

yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan utama ini.

b. Kebutuhan rasa aman (safety)

Kebutuhan atas perlindungan dari gangguan pihak lain baik yang berasal

dari manusia lain maupun dari mahluk lain seperti binatang buas dan

sebagainya. Pemenuhan kebutuhan ini dapat berupa pemilikan alat-alat

perlindungan, alat pertahanan diri, persenjataan, alat tanda bahaya dan

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik

24

sebagainya. Kebutuhan rasa aman akan muncul setelah kebutuhan fisik

terpenuhi.

c. Kebutuhan sosial

Kebutuhan untuk bergaul dengan manusia lain atau anggota masyarakat

yang lain. Kebutuhan ini dapat berupa memberi dan menerima rasa cinta

kasih, rasa diterima dalam kelompok, rasa membutuhkan dan dibutuhkan,

rasa berteman atau kerja sama. Apabila kebutuhan urutan ketiga ini telah

terpenuhi, maka akan muncul kebutuhan berikutnya yaitu kebutuhan akan

penghargaan diri (harga diri).

d. Kebutuhan penghargaan

Kebutuhan penghargaan ini meliputi keinginan untuk dihormati, dihargai atas

prestasi seseorang karena pengakuan atas suatu prestasi memberikan

kepuasan batin yang lebih tinggi daripada penghargaan dalam bentuk materi

uang ataupun hadiah.

e. Kebutuhan aktualisasi diri.

Pada puncak hierarki terdapat kebutuhan untuk realisasi diri atau aktualisasi

diri. Kebutuhan-kebutuhan tersebut berupa kebutuhan-kebutuhan individu

untuk merealisasi potensi yang ada pada dirinya, untuk mencapai

pengembangan diri secara berkelanjutan untuk menjadi kreatif.

2.2.2.3.Metode-metode Motivasi

Metode motivasi menurut Hasibuan M., 2003:100adalah:

1. Metode Langsung (Direct Motivation) adalah motivasi (materiil dan non

materiil) yang diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawan

untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasannya. Jadi sifatnya khusus seperti

memberikan pujian, penghargaan, bonus, piagam dan lain sebagainya.

2. Motivasi tidak langsung (indirect motivation) adalah motivasi yang diberikan

hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik

25

kerja atau kelancaran tugas sehingga para karyawan betah dan

bersemangat melakukan pekerjaannya. Misalnya kursi yang empuk, mesin-

mesin yang baik, ruangan kerja terang dan nyaman, suasana dan

lingkungan pekerjaan yang baik, penempatan karyawan yang tepat dan lain-

lainnya.

Motivasi tidak langsung ini besar pengaruhnya untuk merangsang

semangat bekerja karyawan, sehingga produktivitas kerja meningkat. Proses

motivasi (Hasibuan M., 2003:101-102):

1. Tujuan dalam proses memotivasi perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan

organisasi, baru kemudian para bawahan dimotivasi ke arah tujuan tersebut.

2. Mengetahui kepentingan

Dalam proses motivasi penting mengetahui kebutuhan atau keinginan

karyawan dan tidak hanya melihatnya dari sudut pandang kepentingan

pimpinan dan perusahaannya saja.

3. Komunikasi efektif

Dalam proses motivasi harus dilakukan komunikasi yang baik dan efektif

dengan bawahan. Bawahan harus mengetahui apa yang diperolehnya dan

syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhinya supaya insentif itu

diperolehnya.

4. Integrasi tujuan

Dalam proses motivasi perlu untuk menyatukan tujuan perusahaan dan

tujuan kepentingan karyawan. Tujuan perusahaan adalah needs complex

yaitu untuk memperoleh laba, perluasan perusahaan, sedangkan tujuan

individu karyawan adalah pemenuhan kebutuhan dan kepuasan. Jadi tujuan

organisasi atau perusahaan dan tujuan karyawan harus disatukan dan untuk

ini penting adanya persesuaian motivasi.

5. Fasilitas

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik

26

Manajer dalam memotivasi harus memberikan fasilitas kepada perusahaan

atau organisasi dan individu karyawan yang akan mendukung kelancaran

pelaksanaan pekerjaan, misalnya memberikan bantuan kendaraan kepada

karyawan.

6. Team Work

Manajer harus menciptakan team work yang terkoordinasi baik yang bisa

mencapai tujuan perusahaan atau organisasi. Team work ini penting karena

dalam suatu perusahaan biasanya terdapat banyak bagian.

2.2.2.4.Kendala-kendala motivasi (Hasibuan M., 2003:102):

1. Untuk menentukan alat motivasi yang paling tepat sulit karena keinginan

setiap individu karyawan tidak sama.

2. Kemampuan perusahaan atau organisasi terbatas dalam menyediakan

fasilitas dan insentif.

3. Manajer atau pemimpin sulit mengetahui motivasi kerja setiap individu

karyawan.

4. Manajer atau pimpinan sulit memberi insentif yang adil dan layak.

2.2.3. Disiplin kerja

Kedisiplinan merupakan fungsi operatif Manajemen Sumber Daya Manusia

yang terpenting karena semakin disiplin karyawan, semakin tinggi prestasi kerja

yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin karyawan yang baik, sulit bagi organisasi

mencapai hasil yang optimal. Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa

tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal

ini mendorong gairah kerja, semangat kerja dan terwujudnya tujuan organisasi,

karyawan dan masyarakat. Oleh karena itu, setiap manajer selalu berusaha agar

para bawahannya mempunyai disiplin yang baik. Apakah yang dimaksud

kedisiplinan yang baik? Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik

27

mentaati semua peraturan organisasi dan norma-norma sosial yang berlaku.

Kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela mentaati semua

peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Jadi, dia akan

mematuhi/mengerjakan semua tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan

(Hasibuan M., 2014:193).

Davis K. (1985) dalam Mangkunegara A.P. (2011:129) disiplin kerja dapat

diartikan sebagai pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-

pedoman organisasi.

Macam-macam disiplin kerja (Siagian S.P., 2014:305)

a. Disiplin Preventif

Disiplin preventif adalah suatu upaya untuk menggerakkan pegawai

mengikuti dan mematuhi pedoman kerja, aturan-aturan yang telah digariskan

oleh perusahaan atau organisasi. Tujuan dasarnya adalah untuk

menggerakkan pegawai berdisiplin diri. Disiplin preventif merupakan suatu

sistem yang berhubungan dengan kebutuhan kerja untuk semua bagian

sistem yang ada dalam organisasi. Jika sistem organisasi baik, maka

diharapkan akan lebih mudah menegakkan disiplin kerja.

b. Disiplin Korektif

Disiplin korektif adalah suatu upaya menggerakkan pegawai dalam

menyatukan suatu peraturan dan mengarahkan untuk tetap mematuhi

peraturan sesuai dengan pedoman yang berlaku pada perusahaan atau

organisasi. Pada disiplin korektif pegawai yang melanggar disiplin perlu

diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tujuan pemberian

sanksi adalah untuk memperbaiki pegawai pelanggar, memelihara peraturan

yang berlaku dan memberikan pelajar kepada pelanggar.

Ada tiga pendekatan disiplin yaitu pendekatan disiplin modern, disiplin

dengan tradisi dan disiplin bertujuan (Mangkunegara A.P., 2011:130-131)

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik

28

a. Pendekatan disiplin modern.

Pendekatan disiplin modern yaitu mempertemukan sejumlah keperluan atau

kebutuhan baru diluar hukuman. Pendekatan ini berasumsi:

1) Disiplin modern merupakan suatu cara menghindarkan bentuk hukuman

secara fisik.

2) Melindungi tuduhan yang benar untuk diteruskan pada proses hukum

yang berlaku.

3) Keputusan-keputusan yang semaunya terhadap kesahan atau prasangka

harus diperbaiki dengan mengadakan proses penyuluhan untuk

mendapatkan fakta-faktanya.

4) Melakukan proses terhadap keputusan yang berat sebelah pihak

terhadap kasus disiplin.

b. Pendekatan disiplin dengan tradisi.

Pendekatan disiplin dengan tradisi, yaitu pendekatan disiplin dengan cara

memberikan hukuman. Pendekatan ini berasumsi:

1) Disiplin dilakukan oleh atasan kepada bawahan, dan tidak pernah ada

peninjauan kembali bila telah diputuskan.

2) Disiplin adalah hukuman untuk pelanggaran, pelaksanaannya harus

disesuaikan dengan tingkat pelanggarannya.

3) Pengaruh hukuman untuk memberikan pelajaran kepada pelanggar

maupun kepada pegawai lainnya.

4) Peningkatan perbuatan pelanggaran diperlukan hukum yang lebih keras.

5) Pemberian hukuman terhadap pegawai yang melanggar kedua kalinya

harus diberikan hukuman yang lebih berat.

c. Pendekatan disiplin bertujuan.

Pendekatan disiplin bertujuan berasumsi bahwa :

1) Disiplin kerja harus dapat diterima dan dipahami oleh semua pegawai.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik

29

2) Disiplin bukanlah suatu hukuman, tetapi merupakan pembentukan

perilaku.

3) Disiplin ditujukan untuk perubahan perilaku yang lebih baik.

4) Disiplin pegawai bertujuan agar pegawai bertanggung jawab terhadap

perbuatannya.

Pelaksanaan sanksi terhadap pelanggar disiplin dengan memberikan

peringatan harus segera, konsisten, dan impersonal (Hasibuan M., 2014:306-

307).

a. Pemberian peringatan

Pegawai yang melanggar disiplin kerja perlu diberikan surat peringatan

pertama, kedua dan ketiga. Tujuan pemberian peringatan adalah agar

pegawai yang bersangkutan menyadari pelanggaran yang telah

dilakukannya. Disamping itu surat peringatan tersebut dapat dijadikan bahan

pertimbangan dalam memberikan penilaian kondite pegawai.

b. Pemberian sanksi harus segera

Pegawai yang melanggar disiplin harus segera diberikan sanksi yang sesuai

dengan peraturan organisasi yang berlaku. Tujuannya agar pegawai yang

bersangkutan memahami sanksi pelanggaran yang berlaku di perusahaan

atau organisasi. Kelalaian pemberian sanksi akan memperlemah disiplin

yang ada. Di samping itu memberi peluang pelanggar untuk mengabaikan

disiplin perusahaan atau organisasi.

c. Pemberian sanksi harus konsisten

Pemberian sanksi kepada pegawai yang tidak disiplin harus konsisten. Hal

ini bertujuan agar pegawai sadar dan menghargai peraturan-peraturan yang

berlaku pada perusahaan. Pemberian sanksi yang tidak konsisten dapat

mengakibatkan pegawai merasakan adanya diskriminasi pegawai, ringannya

sanksi dan pengabaian disiplin.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik

30

d. Pemberian sanksi harus impersonal

Pemberian sanksi pelanggaran disiplin harus tidak membeda-bedakan

pegawai, tua-muda, pria-wanita, tetap diberlakukan sama sesuai dengan

peraturan yang berlaku. Tujuannya agar pegawai menyadari bahwa disiplin

kerja berlaku untuk semua pegawai dengan sanksi pelanggaran yang sesuai

dengan peraturan yang berlaku diperusahaan atau organisasi.

Menurut Hasibuan M.(2014:194-198) indikator yang mempengaruhi

tindakan pendisiplinan karyawan suatu organisasi, diantaranya adalah sebagai

berikut:

1. Tujuan dan kemampuan

Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan,

tujuan yang dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup

menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan

(pekerja) yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan

kemampuan karyawan yang bersangkutan agar dia bekerja sungguh-

sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya.

2. Teladan Pimpinan

Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan

karyawan, karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para

bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik,

jujur, adil serta sesuai kata dengan perbuatan. Dengan teladan pimpinan

yang baik, maka kedisiplinan bawahan pun akan ikut baik. Tetapi jika teladan

pimpinan kurang baik (kurang berdisiplin), maka para bawahan pun juga

akan kurang berdisiplin. Pimpinan jangan mengharapkan kedisiplinan

bawahannya baik, jika diri sendiri kurang berdisiplin. Pimpinan harus

menyadari bahwa perilakunya akan dicontoh dan diteladani oleh para

bawahannya. Hal inilah yang mengharuskan agar pimpinan mempunyai

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik

31

kedisiplinan yang baik, supaya para bawahan pun berdisiplin dengan baik

pula.

3. Balas Jasa

Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan

karyawan, karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan

karyawan terhadap perusahaan/karyawannya. Jika kecintaan karyawan

semakin baik terhadap pekerjaan, maka kedisiplinan mereka akan baik pula.

Untuk mewujudkan kedisiplinan karyawan yang baik, perusahaan harus

memberikan balas jasa yang relatif besar. Kedisiplinan karyawan tidak

mungkin baik, apabila balas jasa yang mereka terima kurang memuaskan

untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya beserta keluarganya. Jadi balas

jasa berperanan penting untuk menciptakan kedisiplinan karyawan, artinya

semakin besar balas jasa maka semakin baik kedisiplinan karyawan.

sebaliknya bila balas jasa kecil, maka kedisiplinan karyawan rendah,

karyawan sulit untuk berdisiplin baik selama kebutuhan-kebutuhan primernya

tidak terpenuhi dengan baik.

4. Keadilan

Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego

dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta

diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Keadilan yang dijadikan dasar

kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa (pengakuan) atau hukuman akan

merangsang terciptanya kedisiplinan karyawan yang baik, dan keadilan yang

baik akan menciptakan kedisiplinan yang baik pula.

5. Pengawasan melekat (Waskat)

Waskat adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan

kedisiplinan karyawan, karena dengan waskat ini, berarti atasan harus aktif

dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja dan prestasi

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik

32

kerja bawahannya. Hal ini berarti atasan harus selalu ada atau hadir di

tempat pekerjaannya, supaya dia dapat mengawasi dan memberikan

petunjuk jika ada bawahannya yang mengalami kesulitan dalam

mengerjakan pekerjaannya.

6. Sanksi hukuman

Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan

karena dengan sanksi hukuman yang semakin berat karyawan akan

semakin takut untuk melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap dan

perilaku yang indisipliner karyawan akan berkurang.

7. Ketegasan pimpinan

Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi

kedisiplinan karyawan perusahaan. Pimpinan harus berani dan tegas

bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indisipliner sesuai

dengan sanksi hukum yang telah ditetapkan. Pimpinan yang berani bertindak

tegas menerapkan hukuman bagi karyawan yang indisipliner akan disegani

dan diakui kepemimpinannya oleh bawahan.

8. Hubungan kemanusiaan

Hubungan kemanusiaan yang harmonis diantara sesama karyawan ikut

menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu organisasi. Hubungan-

hubungan baik bersifat vertikal maupun horizontal yang terdiri dari direct

single relationship, direct group relationship, dan cross relationship

hendaknya harmonis. Manajer harus berusaha menciptakan suasana

hubungan kemanusiaan yang serasi serta mengikat, vertikal maupun

horizontal diantara semua karyawan, terciptanya human relationship yang

serasi akan mewujudkan lingkungan dan suasana kerja yang nyaman.

Peranan disiplin kerja bagi karyawan merupakan salah satu aspek yang

mempengaruhi berbagai hal dalam hubungannya dengan tingkat produktivitas

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik

33

kerja. Oleh karena itu keberhasilan karyawan-karyawan dalam mengembangkan

kewajiban-kewajiban itu sangat tergantung kepada kesediaan untuk berkorban

dan bekerja keras dengan menjauhkan diri dari kepentingan pribadi atau

golongan. Dengan demikian untuk mengarahkan karyawan ke arah itu perlu

adanya disiplin. Karena disiplin merupakan kegiatan manajemen untuk

menjalankan standar-standar organisasional.

2.2.4. Lingkungan kerja

Diantara banyaknya faktor yang menentukan keberhasilan pegawai dalam

menjalankan pekerjaannya, maka faktor lingkungan kerja merupakan sarana

penunjang kelancaran proses kerja, dimana kenyamanan dan keselamatan

dalam bekerja juga sangat diperhitungkan dalam menciptakan suasana kerja

yang kondusif dan menyenangkan bagi pegawai sehingga dapat mendukung

kinerja pegawai dalam melaksanakan aktivitas pekerjaannya.

Menurut Sutrisno E., (2010:118) lingkungan kerja adalah keseluruhan

sarana dan prasarana kerja yang ada di sekitar karyawan yang sedang

melakukan pekerjaan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan

sedangkan menurut Simanjuntak P.,(2011:48)lingkungan kerja adalah segala

sesuatu yang ada disekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya

dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan.

Lingkungan kerja merupakan salah satu faktor penting dalam menciptakan

kinerja pegawai, karena lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung

terhadap pegawai di dalam menyelesaikan pekerjaan yang pada akhirnya akan

meningkatkan kinerja organisasi. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik

apabila pegawai dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan

nyaman (Simanjuntak P.,2011:48).

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik

34

Sedarmayanti (2009:121-122), mengemukakan secara garis besar jenis

lingkungan kerja terbagi menjadi 2 bagian, yaitu :

1. Lingkungan kerja fisik

Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan yang berbentuk fisik yang

terdapat disekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi pegawai baik

secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan kerja fisik terdiri dari :

a. Penerangan atau cahaya di tempat kerja.

Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi pegawai guna

mendapat kelancaran kerja. Oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya

penerangan yang cukup terang tidak menyilaukan, cahaya yang kurang

jelas menyebabkan pekerjaan menjadi lambat dan banyak mengalami

kesalahan dan pada akhirnya kurang efisien dalam melaksanakan

pekerjaan sehingga tujuan organisasi sulit dicapai.

b. Sirkulasi udara di tempat kerja

Dengan cukupnya oksigen di sekitar tempat kerja, ditambah dengan

pengaruh psikologis akibat adanya tanaman di sekitar tempat kerja. Rasa

sejuk dan segar selama bekerja akan membantu mempercepat pemulihan

tubuh akibat lelah setelah bekerja.

c. Kebisingan di tempat kerja

Kebisingan dalam bentuk bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat

mengganggu ketenangan bekerja, karena pekerjaan membutuhkan

konsentrasi maka suara bising hendaknya dihindarkan agar pelaksanaan

pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien.

d. Getaran mekanis di tempat kerja

Getaran yang disebabkan oleh alat-alat mekanis seperti mesin,

kendaraan dan peralatan lainnya. Getaran mekanisdapat menimbulkan

ketidaknyamanan dalam bekerja.

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik

35

e. Bau-bauan di tempat kerja

Adanya bau-bauan disekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai

pencemaran, karena dapat menganggu konsentarsi bekerja. Pemakaian

air conditioner yang tepat merupakan salah satu cara yang dapat

digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang mengganggu disekitar

tempat kerja.

f. Tata warna ditempat kerja

Menata warna ditempat kerja perlu dipelajari dan direncanakan dengan

sebaik-baiknya. Pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan

dengan penataan dekorasi.

g. Dekorasi di tempat kerja

Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik, karena itu

dekorasi tidak hanya berkaitan dengan ruang kerja saja tetapi berkaitan

juga dengan cara mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan untuk

bekerja.

h. Keamanan di tempat kerja.

Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan

aman maka perlu diperhatikan keberadaan dari keamanaan itu sendiri.

2. Lingkungan kerja non fisik

Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang

berkaitan dengan hubungan kerja dengan atasan maupun sesama rekan

kerja. Untuk mengelola hubungan kerja yang baik dengan orang lain maka

diperlukan: pengaturan waktu, tahu posisi diri, memahami dampak kata-kata

atau tindakan anda pada diri orang lain. Penerapan hubungan kerja yang

baik antar pegawai akan terlihat pada suasana kerja sebagai berikut :

a. Tidak terdapat konflik antar pegawai.

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik

36

b. Setiap pegawai bersemangat dan bergairah dalam menyelesaikan

pekerjaan yang menjadi tugasnya.

c. Setiap masalah dapat diselesaikan dengan penuh kekeluargaan.

d. Pelaksanaan pekerjaan diliputi oleh suasana santai dan keakraban,

bukan suasana yang mencekam penuh ancaman.

e. Adanya saling menghargai dan percaya antar pegawai.

2.3. Hubungan antar Variabel yang Diteliti

1. Hubungan Kinerja dengan Motivasi

Memotivasi merupakan salah satu faktor kunci untuk bekerja dan

mencapai kinerja yang tinggi. Kegiatan memotivasi berkaitan dengan sejauh

mana komitmen seseorang terhadap pekerjaannya dalam rangka mencapai

tujuan organisasi. Kinerja yang tinggi dihubungkan dengan motivasi yang

tinggi, motivasi yang rendah dihubungkan dengan kinerja yang rendah.

Kinerja terbaik menurut Griffin (2002) dalam Tisnawati E. dkk (2013:235)

ditentukkan oleh tiga faktor yaitu :

a. Motivasi (motivation), yang terkait dengan keinginan untuk melakukan

pekerjaan.

b. Kemampuan (ability) yaitu kapabilitas dari tenaga kerja atau SDM untuk

melakukan pekerjaan.

c. Lingkungan pekerjaan (the work environment) yaitu sumber daya dan

situasi yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan tersebut.

2. Hubungan Kinerja dengan Disiplin Kerja

Kinerja mampu mendorong terciptanya tingkat kedisiplinan disuatu

organisasi karena penurunan disiplin mampu memberi pengaruh pada

penurunan kualitas kinerja, dengan begitu menjaga dan mempertahankan

kedisiplinan menjadi bagian penting bagi pimpinan di organisasi. Menurut

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Empirik

37

Bachal R. dalam Fahmi I. (2010:29) disiplin adalah sebuah proses yang

digunakan untuk menghadapi permasalahan kinerja. Proses ini melibatkan

pimpinan dalam mengidentifikasikan dan mengkomunikasikan masalah-

masalah kinerja kepada para karyawan.

3. Hubungan Kinerja dengan Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja merupakan salah satu faktor penting dalam menciptakan

kinerja pegawai karena lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung

terhadap pegawai didalam menyelesaikan pekerjaan yang pada akhirnya

akan meningkatkan kinerja organisasi. Simanjuntak P. (2011:48) suatu

kondisi lingkungan kerja dikatakan baik apabila pegawai dapat

melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan nyaman.