bab ii tinjauan pustaka 2.1 kajian empirik tabel 2.1 ...eprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/913/3/bab...
TRANSCRIPT
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Empirik
Tabel 2.1
RINGKASAN PENELITIAN TERDAHULU
No Nama Peneliti Hasil Penelitian
1 Ibnu Darmawan ( 2008 )
Tidak seimbangnya besaran penerimaan insentif tenaga perawat yang kurang berazas keadilan sehingga perlu dilakukan perbaikan pada distribusi insentif pelayanan tenaga perawat di RSUD Dr. H.Soewondo Kendal
2 Arsita Wirawanni (2010 )
Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara persepsi transparansi, persepsi keadilan dan persepsi ketepatan waktu pembagian dengan kepuasan jasa pelayanan yang diterima oleh responden Di Rumah Sakit Roemani Semarang.
3 Donna D. Adelia ( 200 )
Menunjukkan bahwa persepsi sistem kompensasi kerja langsung dan tidak langsung yang diterima tenaga keperawatan berpengaruh terhadap kinerja tenaga keperawatan di instalasi rawat inap RS Delta Surya Sidoarjo
4 Mahang Sugiarto (2009) Menunjukkan bahwa kompensasi berpengaruh secara langsung dan tidak langsung terhadap kepuasan dan kinerja perawat.
5 Yanti Nurhayati ( 2009 )
Menunjukkan bahwa indikator penilaian kinerja perawat yang dikembangkan sebagai dasar pembagian insentif jasa keperawatan di unit penghasil terdiri dari indikator kinerja input yang terdiri dari pendidikan, golongan, jabatan dan masa kerja. Indikator kinerja proses terdiri dari kebersihan dan kerapian dalam bekerja, profesional, disiplin dalam tugas, kerja sama dan komunikasi.
6 Taufiqurrahman Hamdie (2007)
Dimensi iklim organisasi yang memiliki korelasi dan memberikan kontribusi dalam memprediksikan kepuasan kerja karyawan dan tenaga keperawatan Rumah Sakit Umum Daerah Hadji Boejasin Pelaihari secara berurutan adalah 1. Imbalan/ jasa pelayanan, 2. tanggung jawab (dimensi ini memberikan sumbangan negatif terhadap kepuasan), 3. standar pelaksanaan pekerjaan dan 4. Kepemimpinan.
7 Sjafri (2009)
keterkaitan kompensasi dengan kinerja karyawan sangatlah siginifikan. Semakin tinggi kompensasi semakin tinggi tingkat kepuasan kerja karyawan
12
Penelitian mengenai penetapan insentif jasa pelayanan untuk
tenaga perawat di RSUD dr. Soewondo Kendal dilakukan oleh Ibnu
Darmawan (2008). Hasil penelitian menunjukkan tidak seimbangnya
besaran penerimaan insentif tenaga perawat yang kurang berazas keadilan
sehingga perlu dilakukan perbaikan pada distribusi insentif pelayanan
tenaga perawat di RSUD Dr. H.Soewondo Kendal.
Penelitian mengenai Pengaruh Persepsi Sistem Pembagian Jasa
Pelayanan Terhadap Tingkat Kepuasaan Jasa Pelayanan Yang Diterima
Perawat Di Rumah Sakit Roemani Semarang dilakukan oleh Arsita
Wirawanni (2010 ). Hasil analisis responden, yang mempersepsikan sistem
pembagian jasa pelayanan transparan (47,5%), adil (49,5%) dan tepat
waktu (50,9%). Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan
yang signifikan antara persepsi transparansi, persepsi keadilan dan
persepsi ketepatan waktu pembagian dengan kepuasan jasa pelayanan yang
diterima oleh responden. Hasil analisis multivariate menunjukkan adanya
pengaruh bersama-sama antara persepsi transparansi (Exp B= 4,679)
dengan persepsi ketepatan waktu (Exp B= 3,789) terhadap kepuasan jasa
pelayanan yang diterima perawat di RS Roemani Semarang. Saran yang
dapat direkomendasikan dalam penelitian ini adalah melakukan peninjauan
ulang dalam proses pembagian jasa pelayanan.
Menurut Sjafri (2009), keterkaitan kompensasi dengan kinerja
karyawan sangatlah siginifikan. Semakin tinggi kompensasi semakin
13
tinggi tingkat kepuasan kerja karyawan; ceteris paribus. Derajat kepuasan
yang semakin tinggi akan semakin meningkatkan motivasi karyawan
dalam meraih kinerja yang tinggi. Jika dikelola dengan baik, kompensasi
membantu perusahaan untuk mencapai tujuan dalam memperoleh,
memelihara, dan menjaga karyawan dengan optimum.
Taufiqurrahman Hamdie (2007) penelitian pada Rumah Sakit
Umum Daerah Hadji Boejasin Pelaihari dengan mengunakan rancangan
kuantitatif cross sectional survey,dari hasil penelitian, terdapat hubungan
positif dan signifikan antara iklim organisasi dengan kepuasan kerja,
hubungan tersebut dengan tingkat korelasi sedang. Dimensi iklim
organisasi yang memiliki korelasi dan memberikan kontribusi dalam
memprediksikan kepuasan kerja karyawan dan tenaga keperawatan Rumah
Sakit Umum Daerah Hadji Boejasin Pelaihari secara berurutan adalah 1.
Imbalan/ jasa pelayanan, 2. tanggung jawab (dimensi ini memberikan
sumbangan negatif terhadap kepuasan), 3. standar pelaksanaan pekerjaan
dan 4. Kepemimpinan. Dimensi iklim organisasi yang memiliki korelasi
dan memberikan kontribusi dalam memprediksikan kepuasan kerja
karyawan tenaga umum atau administrasi Rumah Sakit Umum Daerah
Hadji Boejasin Pelaihari hanya dimensi imbalan/ jasa pelayanan.
Penghasilan adalah pembayaran yang dikaitkan dengan kinerja
yang dicapai dan diberikan kepada pegawai dalam upaya memberikan
tangungjawab dan dorongan kepada pegawai untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitas kinerjanya. Rivai (2004) mengemukakan karir
adalah seluruh pekerjaan yang dimiliki atau dilakukan individu selama
14
masa hidupnya. Karir merupakan pola dari pekerjaan dan sangat
berhubungan dengan pengalaman (posisi, wewenang, keputusan, dan
interpretasi subjektif atas pekerjaan) dan aktivitas selama masa kerja
individu. Kinerja menurut Mangkunegara (2000) adalah hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai seseorang dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya.
Mahsun (2006) memberikan definisi kinerja sebagai gambaran mengenai
tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam mewujudkan
sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic
planning suatu organisasi.
2.2 Kajian Teoritis
2.2.1 Remunerasi
2.2.1.1 Pengertian Remunerasi
Remunerasi memiliki arti penggajian, bisa berupa uang atau
lainnya atas imbalnya telah bekerja rutin. Sedangkan menurut Kamus
Bahasa Indonesia dan Tresaurus Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh
Pusat Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional tahun 2008,
remunerasi mempunyai arti pemberian hadiah (penghargaan atau jasa),
bayaran, imbalan, kompensasi, atau upah. Kadang-kadang ada juga
artikel di internet yang salah menuliskan “Remunerasi” jadi “Renumerasi”.
Remunerasi-remunerasi yang lagi heboh belakangan ini
menyangkut pada PNS atau biasa disebut dengan Remunerasi PNS,
Disini yang dimaksud dengan Remunerasi PNS ini adalah payment atau
penggajian. Remunerasi PNS tersebut dimaksudkan untuk mendorong
15
agar menjadi SDM yang berkualitas, dan tidak pindah ke swasta, juga
akan mengurangi KKN.
Remunerasi di rumah sakit merupakan salah-satu unsur yang
cukup penting untuk diketahui oleh para manajer rumah sakit karena
menyangkut biaya kehidupan dan penghidupan seluruh karyawan.
Seringkali ketidak seimbangan upah, gaji atau insentif antara kelompok
dokter, perawat dan yang setara dengan perawat, tenaga adminstratif
serta tingkatan manajer rumah sakit menyebabkan terjadinya konflik yang
berkepanjangan dan menyebabkan menurunnya komitmen karyawan
terhadap organisasi. Karenanya perlu pemahaman bagaimana sistem
remunerasi dapat dikembangkan dan disesuaikan berdasarkan
kesepakatan melalui beberapa pendekatan yang lebih fleksibel. Sistem
remunerasi adalah suatu sistem pengupahan yang mengatur gaji, insentif
merit dan bonus pegawai pada suatu perusahaan. Sistem ini berbeda
beda antara satu perusahaan dengan perusahaan lain, sangat
bergantung kepada kemampuan perusahaan yang bersangkutan dalam
memberikan upah terhadap para karyawannya.
Berbagai perusahaan termasuk pada lingkungan pemerintah telah
menggunakan sistem ini dengan cara pendekatan yang berbeda-beda.
Pada umumnya pendekatannya berdasarkan keahlian atau kompetensi
karyawan yang dihubungkan dengan waktu yang dibutuhkan dalam
bekerja sesuai dengan profesinya masing masing.
Dengan demikian, akan sangat berbeda gaji dasar karyawan
dengan kompetensi yang tinggi yang ditentukan dengan indikator
indikator tertentu misalnya pendidikan karyawan yang lebih tinggi akan
16
berbeda dengan karyawan yang berpendidikan rendah. Artinya harga tiap
satuan waktu antara yang berpendidikan tinggi dengan yang
berpendidikan rendah akan sangat berbeda. Pada beberapa perusahaan
menggunakan satuan waktu dan jenis pekerjaan apa yang dikerjakan
oleh karyawan yang bersangkutan.
Yang paling sulit ditentukan adalah besaran rupiah dari satuan
waktu tersebut, apalagi di rumah sakit yang merupakan institusi padat
karya, padat teknologi dan padat modal memperlihatkan variabilitas yang
sangat tinggi. Terdapat sekitar 62 jenis ketenagaan di suatu institusi
rumah sakit, dari mulai dokter spesialis konsulen, spesialis, dokter umum,
dokter gigi spesialis dan umum, sarjana farmasi, sarjana keperawatan,
akuntan, sarjana komunikasi, perawat, analis dan tenaga administrasi
lainnya. Keragaman ini menimbulkan kesulitan tersendiri, dalam
menentukan besaran yang layak bagi para karyawan dengan perbedaan
keahlian dan banyak jenisnya.
Jika menggunakan pendekatan waktu maka harus dipikirkan
harga per satuan waktu dari masing masing jenis profesi atau keahlian
karyawan. Pendekatan ini agak sulit untuk diterapkan di rumah sakit.
Karena harga persatuan waktu akan menjadi lahan perebutan antar
profesi di rumah sakit.
Rumah sakit pada intinya adalah suatu institusi yang memberikan
pelayanan kesehatan individu. Karenanya didalam rumah sakit akan
tampak dua jenis kelompok karyawan yaitu pertama adalah karyawan
yang bekerja pada pelayanan langsung terhadap pelanggan atau pasien
yang mengakibatkan munculnya transaksi keuangan antara pasien
17
dengan rumah sakit misalnya tenaga dokter, perawat, analis, asisten
apoteker dan sejenisnya. Kelompok ini selanjutnya berada pada suatu
tempat yang disebut sebagai Revenue center atau pusat pendapatan.
Kelompok kedua adalah karyawan yang menunjang pekerjaan para
pemberi pelayanan langsung yang berada pada suatu tempat yang
dikenal dengan cost center atau pusat biaya, misalnya kepala bidang
keuangan, kepala bidang administrasi, customer service, IPSRS, laundry
dan sejenisnya.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka kelompok pada revenue
center adalah penghasil uang. Dan para penghasil uang inilah yang
memiliki nilai jasa pelayanan. Misalnya jasa pelayanan visite, jasa
tindakan bedah, jasa ekspertisi tontgent, jasa keperawatan jasa farmasi
dan sejenisnya. Sedangkan para karyawan penunjang tidak mungkin
memunculkan jasa pelayanan misalnya jasa pelayanan bagian keuangan,
jasa pelayanan IPSRS dan sejenisnya.
Jika demikian maka komponen jasa pada tarif rumah sakit akan
muncul khusus untuk para pemberi pelayanan terhadap pelalanggan atau
pasien, misalnya dokter, perawat, analis, asisten dan sejenisnya. Yang
perlu dipikirkan adalah bahwa pelayanan rumah sakit adalah pelayanan
dalam bentuk tim dan tim tersebut secara utuh terdiri dari para karyawan
pada revenue center dan para karyawan pada cost center. tidak mungkin
salah satunya ditiadakan. Namun pada satu sisi para karyawan pada
revenue center muncul jasa pelayanan sedangkan karyawan pada cost
center tidak muncul jasa pelayanan. Apakah ini berarti bahwa para
tenaga administrasi, tenaga pendukung lainnya tidak mendapatkan jasa
18
seperti halnya tenaga pada revenue center yang jelas muncul dalam
komponen tarif rumah sakit. Tentu saja tidak demikian, karena pelayanan
rumah sakit adalah pelayanan tim, maka sudah selayaknya karyawan
pada kelompok cost center juga mendapat tambahan insentif. Pengaturan
insentif, gaji dan merit ataupun bonus inilah yang perlu diatur oleh sistem
remunerasi yang berkekuatan hukum.
Pada rumah sakit yang menerapkan pola keuangan Badan
Layanan Umum (BLU) baik pusat maupun Daerah, sudah diamanatkan
bahwa sistem remunerasi merupakan salah satu perangkat dengan PPK
BLU seperti tertuang didalam PP No 23 Tahun 2005 Tentang Pola
Penerapan keuangan Badan Layanan Umum.
2.2.1.2 Hubungan Manajemen Kinerja dengan Remunerasi
Dari hasil penelitian, 43% responden menyatakan ada hubungan
yang erat antara manajemen kinerja atau sistem akuntabilitas dengan
pengajian atau sistem remunerasi, ternyata upah masih merupakan
elemen yang cukup penting dalam manajemen kinerja. Hal yang perlu
dipahami disini adalah bahwa dengan pemberian upah yang memadai
dengan apa yang telah dikerjakan oleh seseorang maka akan
meningkatkan motivasi orang yang bersangkutan untuk berkinerja lebih
baik. Sisi lain dari pengertian ini adalah bahwa jika seseorang tidak
mengerjakan pekerjaannya sesuai dengan target dan standar yang telah
ditentukan maka karyawan yang bersangkutan tidak semestinya
mendapatkan upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebab upah
sudah ditentukan berdasarkan kinerja waktu dan target/standar yang
19
telah disepakati sebelumnya. Prinsip disini adalah No performance no
pay.
Hal ini disebabkan karena upah mendorong kinerja dan
kemampuan karyawan atas dasar tiga alasan yaitu :
Bisa mamotivasi SDM untuk menjadi lebih baik kinerjanya,
mengembangkan keterampilan dan kemampuan mereka.
Sebagai ilustrasi. tidak sedikit karyawan yang hanya
mengandalkan senioritas semata, dia tidak berkinerja sesuai dengan
yang diharapkan pimpinan organisasi, dia hanya memerintah dan dia
merasa bahwa dialah yang berkuasa didalam organisasi karena
lamanya dia bekerja ditempat tersebut. Aturan main ditabrak dan
cenderung arogan. Keadaan ini akan menyulitkan prinsip kesetaraan
dan kepatutan didalam penyusunan sistem remunerasi didalam
organisasi yang bersangkutan
Menyampaikan pesan bahwa kinerja dan kemampuan adalah
penting.
Disini jelas bahwa kinerja harus didukung kemampuan atau
kompetensi secara utuh yang terdiri dari skill, knowledge dan attitude.
Jadi pesan kinerja akan tampak jelas jika karyawan memiliki indikator
kinerja yang dapat diukur, target dan standar kinerja. Setelah
karyawan melaksanakan pekerjaannya kemudian dianalisa
kinerjanya melalui pencapaian target dan standarnya maka indikator
akan terukur dengan sendirinya.
20
Merupakan keterbukaan dan keseimbangan penghargaan kepada
SDM berdasarkan pada kinerja, kemampuan atau sumbangsih
mereka terhadap organisasi.
Upah dalam bentuk gaji sebenarnya adalah penghargaan atau
pekerjaan dinilai dengan harga tertentu. Semestinya setiap jenis
kinerja yang telah sesuai dengan standar/target maka harus dihargai
sesuai dengan ketentuan yang sudah ditentukan sebelumnya
didalam sistem remunerasi. Sifatnya harus terbuka atau transparan.
Artinya berapa score dalam siustem indexing seseorang dalam
perusahaan harus dibuka secara transparan terhadap seluruh
karyawan yang bekerja didalam perusahaan tersebut.
Hakekat yang perlu diperhatikan dan disimak lebih dalam oleh
para manajer dan seluruh karyawan adalah, bahwa keterbukaan
bukanlah telanjang bulat. Para manajer harus tetap memiliki hak
prerogatif dalam hal hal tertentu yang bersifat sensitif. Sebab jika
telanjang bulat maka akan terjadi tarik menarik dan saling adu
kekuatan diantara kelompok profesi yang ada didalam perusahaan.
2.2.1.3 Peningkatan gaji dan kinerja
Secara logika saja setiap kinerja akan dihargai dengan nilai
tertentu. Maka jika kinerjanya meningkat sudah selayaknya nilaipun
menjadi meningkat, artinya akan terjadi peningkatan gaji jika kinerja
karyawan yang bersangkutan meningkat. Pada pegawai negeri sipil
kenaikan gaji berkala justru ditentukan berdasarkan waktu, setiap tahun
adal kanaikan gaji berkala dan perubahan status pensisikan, bukan
21
ditentukan oleh kinerja PNS yang bersangkutan. Maka banyak kinerja
PNS terkesan merosot dan buruk karena yang mereka kejar adalah
pendidikan. Ada trend yang cukup mengkhawatirkan pada jajaran RSD,
dimana dengan banyaknya lembaga pendidikan S1 maupun S2 yang
tersebar di daerah daerah, banyak karyawan mengambil pendidikan
tersebut tanpa disesuaikan dengan kebutuhan pekerjaan mereka.
Akibatnya banyak sarjana dan pascasarjana yang sulit ditempatkan pada
tempat yang seharusnya. Mereka hanya mengejar status pendidikan
sarjana atau pascasarjana dengan harapan penyesuaian gaji mereka
akan meningkat secara bermakna. Poada sisi lain penyusunan sistem
remunerasi khususnya sistem insentif akan menghadapi kepelikan yang
cukup rumit, sebab para sarjana yang secara harfiah tidak dibutuhkan
oleh rumah sakit akan tetapi kenyataannya ada di rumah sakit dan
mereka menuntut upah kesarjanaannya.
Untuk hal tersebut diatas maka konsep sistem remunerasi
khususnya dalam sistem insentif akan diberikan index pendidikan yang
sesuai dengan jenis pekerjaan yang sesuai pula. Misal sarjana
pendidikan tetapi bekerja sebagai kepala administrasi kepegawaian
tentunya sarjana pendidikan tersebut tidak berlaku.
Perbedaan antara kinerja dan kemampuan yang ada kaitannya dengan
upah Adakah kemungkinan perbedaan kinerja dengan jenis
pekerjaannya. Kalau ada maka perlu penilaian tersendiri agar sistem
insentif bisa diterapkan secara adil dan transparan.
Upah dikaitkan dengan kemampuan yang dinilai tersendiri
berdasarkan pendidikan dan pelatihan khusus yang bersertifikat. Makin
22
tinggi pendidikan maka nilai index akan semakin tinggi. Jadi khusus untuk
rumah sakit maka perawat mahir akan lebih tinggi nilai indexnya
dibanding perawat biasa, demikian pula karyawan yang memiliki sertifikat
pelatihan akan lebih tinggi nilai indexnya dibanding karyawan yang tidak
memiliki sertifikat pelatihan yang bersertifikat. Kondisi penting pengenalan
gaji yang dihubungkan dengan kemampuan Kondisi yang perlu diciptakan
adalah bahwa sistem remunerasi harus jelas mencantumkan kompetensi
yang bersangkutan yang akan dinilai berdasarkan indexing. Dan ukuran
untuk dilakukan indexing adalah berdasarkan :
1. Basic index
2. Competency index
3. Risk Index
4. Emergency index
5. Position index
6. Performance index
Didalam organisasi rumah sakit akan ada dua kelompok besar
yaitu revenue center (pusat pendapatan) dan cost center ( pusat
pembiayaan ).
2.2.2 Kinerja
2.2.2.1 Pengertian Kinerja
Jika dilihat dari asal katanya, kata kinerja adalah terjemahan dari
kata performance, yang menurut The Scribner-Bantam English Distionary,
terbitan Amerika Serikat dan Canada (1979), berasal dari akar kata “to
perform” dengan beberapa “entries” yaitu :
23
1. Melakukan, menjalankan, melaksanakan (to do or carry out, execute);
2. Memenuhi atau melaksanakan kewajiban suatu niat atau nazar ( to
discharge of fulfill; as vow);
3. Melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab (to execute or
complete an understaking); dan
4. Melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin (to do
what is expected of a person machine).
Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau
sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan
organisasi bersangkutan sacara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai
dengan moral dan etika (Prawirosentono, 1999).
Kinerja karyawan lebih mengarah pada tingkatan prestasi kerja
karyawan. Kinerja karyawan merefleksikan bagaimana karyawan
memenuhi keperluan pekerjaan denganbaik (Senen, 2008).
Mathis dan Jackson (2002), mendefinisikan bahwa kinerja pada
dasarnya adalah apa yang dilakukan dan tidak dilakukan karyawan.
Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka
memberikan kontribusi kepada organisasi, yang antara lain termasuk :
1. Kuantitas keluaran
2. Kualitas keluaran
3. Inisiatif
4. Kehadiran di tempat kerja
5. Sikap kooperatif
24
2.2.2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Sumber daya manusia merupakan faktor yang berperan aktif
dalam menggerakkan perusahaan/organisasi dalam mencapai tujuannya.
Tercapainya tujuan perusahaan hanya dimungkinkan karena upaya para
pelaku yang terdapat dalam perusahaan, untuk berkinerja dengan baik.
Kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja lembaga
(institutional performance) atau kinerja perusahaan (corporate
performance) terdapat hubungan yang erat. Dengan perkataan lain bila
kinerja karyawan (individual performance) baik maka kemungkinan besar
kinerja perusahaan (corporate performance) juga baik. Kinerja seorang
karyawan akan baik bila ia mempunyai keahlian (skill) yang tinggi,
bersedia bekerja karena gaji atau diberi upah sesuai dengan perjanjian
dan mempunyai harapan (expectation) masa depan lebih baik
(Prawirosentono, 1999).
Menurut Gibson (1996), ada 3 (tiga) variabel yang mempengaruhi
perilaku dan kinerja individu, yaitu:
1. Variabel individu, terdiri dari kemampuan dan ketrampilan (mental dan
fisik), latar-belakang (keluarga, tingkat sosial, dan pengalaman),
demografis (umur, asal-usul, dan jenis kelamin).
2. Variabel organisasional, terdiri dari sumberdaya, kepemimpinan,
imbalan, struktur, dan desain pekerjaan.
25
3. Variabel psikologis, terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan
motivasi.
Sumber daya manusia merupakan faktor yang berperan aktif
dalam menggerakkan perusahaan/organisasi dalam mencapai tujuannya.
Tercapainya tujuan perusahaan hanya dimungkinkan karena upaya para
pelaku yang terdapat dalam perusahaan, untuk berkinerja dengan baik.
Kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja lembaga
(institutional performance) atau kinerja perusahaan (corporate
performance) terdapat hubungan yang erat. Dengan perkataan lain bila
kinerja karyawan (individual performance) baik maka kemungkinan besar
kinerja perusahaan (corporate performance) juga baik. Kinerja seorang
karyawan akan baik bila ia mempunyai keahlian (skill) yang tinggi,
bersedia bekerja karena gaji atau diberi upah sesuai dengan perjanjian
dan mempunyai harapan (expectation) masa depan lebih baik
(Prawirosentono, 1999).
Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, tapi
berhubungan dengan kepuasan kerja dan tingkat imbalan, dipengaruhi
oleh keterampilan, kemampuan dan sifat-sifat individu. Oleh karena itu,
menurut model partner-lawyer (Donnelly, Gibson and Invancevich: 1994),
kinerja individu pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor-faktor; (a) harapan
mengenai imbalan; (b) dorongan; (c) kemampuan; kebutuhan dan sifat;
(d) persepsi terhadap tugas; (e) imbalan internal dan eksternal; (f)
persepsi terhadap tingkat imbalan dan kepuasan kerja. Dengan demikian,
kinerja pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal, yaitu: (1) kemampuan, (2)
keinginan dan (3) lingkungan.
26
Oleh karena itu, agar mempunyai kinerja yang baik, seseorang
harus mempunyai keinginan yang tinggi untuk mengerjakan serta
mengetahui pekerjaannya. Tanpa mengetahui ketiga faktor ini kinerja
yang baik tidak akan tercapai. Dengan kata lain, kinerja individu dapat
ditingkatkan apabila ada kesesuaian antara pekerjaan dan
kemampuan. Kinerja individu dipengaruhi oleh kepuasan kerja. Kepuasan
kerja itu sendiri adalah perasaan individu terhadap pekerjaannya.
Perasaan ini berupa suatu hasil penilaian mengenai seberapa jauh
pekerjaannya secara keseluruhan mampu memuaskan kebutuhannya.
Kinerja mengandung dua komponen penting yaitu :
a. Kompetensi berarti individu atau organisasi memiliki kemampuan
untuk mengidentifikasikan tingkat kinerjanya.
b. Produktifitas: kompetensi tersebut diatas dapat diterjemahkan
kedalam tindakan atau kegiatan-kegiatan yang tepat untuk mencapai
hasil kinerja (outcome).
Kinerja (performance) menjadi isu dunia saat ini. Hal tersebut
terjadi sebagai konsekuensi tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan
akan pelayanan prima atau pelayanan yang bermutu tinggi. Mutu tidak
terpisahkan dari standar, karena kinerja diukur berdasarkan standar.
Melalui kinerja klinis perawat dan bidan, diharapkan dapat menunjukkan
kontribusi profesionalnya secara nyata dalam meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan dan kebidanan, yang berdampak terhadap
pelayanan kesehatan secara umum pada organisasi tempatnya bekerja,
dan dampak akhir bermuara pada kualitas hidup dan kesejahteraan
masyarakat.
27
2.2.2.3 Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja bukanlah tujuan akhir melainkan merupakan
alat agar dihasilkan manajemen yang lebih efisien dan terjadi peningkatan
kinerja. Hasil dari pengukuran kinerja memberitahu kita atas apa yang
telah terjadi atau apa yang harus dilakukan. Pengukuran kinerja
merupakan suatu metode untuk menilai kemajuan yang telah dicapai
dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan yang dilakukan secara
periodik.
Tujuan pengukuran kinerja adalah untuk memotivasi personil
dalam mencapai sasaran institusi atau organisasi dan dalam mematuhi
standar kerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Sistem pengukuran
kinerja biasanya terdiri atas metode yang sistematis dalam penetapan
sasaran dan tujuan, serta pelaporan periodik yang mengindikasikan
realisasi atas pencapaian sasaran dan tujuan.
Untuk mengukur kinerja perawat dan bidan pada tatanan klinis,
digunakan "indikator kinerja klinis" sebagai langkah untuk mewujudkan
komitmennya guna dapat menilai tingkat kemampuan individu dalam tim
kerja. Dengan demikian, diharapkan kesadaran akan tumbuh, mau, dan
mampu mengidentifikasi kualitas kinerja masing-masing, untuk dimonitor,
diperbaiki serta ditingkatkan secara terus menerus. Model
pengembangan dan manajemen kinerja klinis (SPMKK) bagi perawat dan
bidan, dimulai dari elemen terkecil dalam organisasi yaitu pada tingkat
"First Line Manager", karena produktifitas (jasa) berada langsung
ditangan individu-individu dalam kerja tim.
28
Namun demikian komitmen dan dukungan pimpinan puncak dan
stakeholder lainnya tetap menjadi kunci utama. Bertemunya persepsi
yang sama antara dua komponen tersebut dalam menentukan sasaran
dan tujuan, merupakan modal utama untuk meningkatkan kinerja dalam
suatu organisasi. Menentukan tingkat prestasi melalui indikator kinerja
klinis akan menyentuh langsung faktor -faktor yang menunjukkan indikasi-
indikasi obyektif terhadap pelaksanaan fungsi/tugas seorang perawat
atau bidan, sejauh mana fungsi dan tugas yang dilakukan memenuhi
standar yang ditentukan.
Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual
Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai
oleh seseorang). Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja seorang
pegawai selama periode tertentu yang dinilai dengan serangkaian tolak
ukur yang berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta kriteria yang
ditetapkan.Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas
maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan
penampilan individu maupun kelompok kerja personel. Deskripsi dari
kinerja menyangkut tiga komponen penting yakni tujuan, ukuran dan
penilaian.
Perawat dalam melaksanakan tugasnya dapat dinilai dari
kinerjanya. Yang dimaksud dengan kinerja perawat dalam penelitian ini
adalah penampilan hasil karya dari para perawat dalam memberikan
pelayanan keperawatan berupa asuhan keperawatan. Asuhan
keperawatan dalam hal ini merupakan suatu proses rangkaian kegiatan
pada praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada klien, untuk
29
memenuhi kebutuhan dasar pasien yang berpedoman pada standar dan
etika keperawatan, dalam lingkup dan wewenang serta tanggungjawab
keperawatan, yang meliputi tindakan, perhatian perawat seperti
menyambut klien secara profesional, tersenyum dan memperkenalkan
diri, memanggil klien dengan nama yang disukai klien dan jika perawat
tidak mampu memenuhi permintaan klien, maka perawat berusaha
memanggil seseorang yang lebih memahami permintaan sehingga klien
mendapatkan informasi yang jelas dan lengkap.
Komunikasi perawat seperti memberikan informasi kepada klien
sesuai dengan tingkat keahlian, pengetahuan dan kompetensinya.
Emosional support perawat seperti melakukan sentuhan, memberikan
senyuman perhatian, melakukan kontak mata dan hadir dihadapan klien
dengan tenang, memberi kesempatan kepada klien untuk bertanya serta
selalu melibatkan klien dalam pembicaraan. Kepercayaan yang dimiliki
perawat dalam hal ini adalah upaya mempertahankan hubungan yang
baik antara perawat dan klien seperti memberikan rahasia kepada klien,
berdiskusi tentang rencana keperawatan yang diberikan kepada klien dan
selalu memperhatikan hak-hak klien. Menurut Mangkunegara (2000)
kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab
yang diberikan kepadanya. Mahsun (2006) memberikan defenisi kinerja
sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan, program, kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi
dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu
organisasi.
30
Rifai (2004) mengemukakan kinerja merupakan suatu fungsi dari
motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan
sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu.
Kesediaan dan ketrampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk
mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang
akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya.
Ilyas (2001) mengemukakan penilaian kinerja adalah suatu proses
menilai hasil karya personal dalam suatu organisasi melalui instrument
kinerja dan pada hakikatnya merupakan suatu evaluasi terhadap
penampilan kerja personal dengan membandingkannya dengan standar
baku penampilan. Azwar (1996) menyatakan bahwa penilaian adalah
suatu proses yang teratur dan sistematis dalam membandingkan hasil
yang dicapai dengan tolak ukur atau kinerja yang telah ditetapkan,
dilanjutkan dengan pengambilan keputusan serta penyusunan saran-
saran yang dapat dilakukan pada setiap tahap dari pelaksanaan program.
2.2.2.4 Indikator Kinerja
Dalam rangka mengukur kinerja instansi/organisasi dan mengukur
kinerja perorangan sebagai pelaksana, menurut Prawirosentono (1999)
diperlukan membangun dan menciptakan standar ukuran kinerja
organisasi terlebih dahulu dimana standar tersebut harus sesuai dengan
tujuan organisasi dan selanjutnya ukuran kinerja diproyeksikan ke dalam
standar kerja pada pelaku dan unit-unit organisasi tersebut. Indikator
kinerja merupakan ukuran yang menggambarkan tingkat pencapaian
suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, indikator
31
kinerja haruslah merupakan sesuatu yang dapat dihitung dan diukur serta
digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja yang
baik dalam tahap perencanaan,tahap pelaksanaan, maupun tahapan
setelah kegiatan selesai.
Menurut Sudiman (2001), indikator kinerja yang sering digunakan
adalah sebagai berikut :
1. Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar
pelaksanaan kegiatan dan program dapat berjalan atau dalam rangka
menghasilkan output Indikator ini dapat berupa dana, personil yang
terlibat dalam pelaksanaan kegiatan, data, peraturan perundangan
dan sebagainya.
2. Indikator proses adalah berbagai aktivitas yang menunjukkan upaya
yang dilakukan dalam rangka mengolah masukan menjadi keluaran.
Indikator ini menggambarkan perkembangan pelaksanaan
pengolahan masukan menjadi keluaran.
3. Keluaran adalah segala sesuatu yang diharapkan langsung dapat
dicapai dari suatu kegiatan, baik kegiatan berupa fisik dan non fisik.
4. Hasil adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya
keluaran kegiatan pada jangka menengah. Outcome merupakan
ukuran seberapa jauh setiap jasa mmemenuhi kebutuhan dan
harapan masyarakat.
5. Manfaat adalah kegunaan suatu keluaran yang dirasakan langsung
oleh masyarakat. Dapat berupa tersedianya fasilitas yang dapat
diakses oleh publik.
6. Dampak adalah ukuran tingkat pengaruh sosial, ekonomi, lingkungan
32
atau kepentingan umum lainnya yang dimulai oleh capaian kinerja
setiap indicator dalam suatu kegiatan
Agar evaluasi kinerja bersifat sensitif, artinya dapat membedakan
kinerja karyawan yang sangat baik dan baik dengan kinerja yang sedang,
buruk dan sangat buruk. Maka setiap indikator kinerja dilengkapi dengan
Deskriptor Level Kinerja ( DLK ) atau Performance Level Descriptor
(PLD). DLK adalah skala bobot yang melukiskan tingkatan kinerja untuk
setiap indikator kinerja.
Menurut Wirawan ( 2009 ) Instrumen evaluasi kinerja yang cocok
digunakan dalam penilaian kinerja adalaha :
1. Hasil Kerja terdiri dari ; Kuantitas hasil kerja, kualitas hasil kerja dan
efisiensi dalam melaksanakan tugas.
2. Perilaku Kerja terdiri dari ; Disiplin kerja, inisiatif dan ketelitian.
3. Sifat individu dalam bekerja ; Kepemimpinan, kerjasama, komunikasi,
senyum, salam dan sapa.
2.2.3 Keperawatan
2.2.3.1 Pengertian Keperawatan
Keperawatan adalah suatu profesi yang mengabdi kepada
manusia dan kemanusiaan artinya profesi keperawatan lebih
mendahulukan kepentingan kesehatan masyarakat di atas
kepentingannya sendiri. Pelayanan keperawatan yang diberikan
berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang memadukan sikap
kemampuan intelektual, serta ketrampilan tehnikal dari perawat menjadi
keinginan dan kemampuan menolong sesama baik sakit maupun sehat
33
agar mampu memenuhi kebutuhan kesehatannya (Aditama, 1999).
Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan
melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang
diperoleh pendidikan keperawatan (Depkes, 2007).
Adapun uraian tugas perawat pelaksana sesuai dengan buku
petunjuk kerja dalam Model Praktik eperawatan Profesional adalah :
1. Melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standard.
2. Mengadakan serah terima dengan tim/grup lain (grup petugas
pengganti) mengenai:
a) Kondisi pasien
b) Logistik keperawatan
c) Administrasi rumah sakit
d) Pelayanan penunjang
e) Kolaborasi program pengobatan.
3. Melanjutkan tugas-tugas yang belum dapat diselesaikan oleh grup
sebelumnya.
4. Merundingkan pembagian tugas dengan anggota grupnya.
5. Menyaipkan perlengkapan untuk pelayanan dan visit dokter.
6. Mendampingi dokter visit, mencatat dan melaksanakan program
pengobatan dokter.
7. Membantu melaksanakan rujukan.
8. Melaksanakan orientasi terhadap pasien/keluarga baru, mengenai:
a) Tata tertib ruangan
b) b. Perawat yang bertugas
9. Menyiapkan pasien pulang dan memberi penyuluhan kesehatan.
34
10. Memelihara kebersihan ruang rawat dengan :
a) Mengatur tugas cleaning service.
b) Mengatur tata tertib ruangan yang ditujukan kepada semua
petugas, peserta didik dan pengunjung ruangan.
11. Membantu kepala ruangan membimbing mahasiswa praktek.
12. Membantu kepala ruangan untuk menilai mutu pelayanan asuhan
keperawatan serta tenaga keperawatan.
13. Menulis laporan tim mengenai kondisi pasien dan lingkungan.
14. Memberikan penyuluhan kesehatan kepada pasien/keluarga.
15. Menjelaskan tata tertib rumah sakit, hak dan kewajiban pasien.
Praktek keperawatan pada dasarnya adalah memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien. Spektrumnya luas mulai dari melaksanakan
pengkajian keperawatan, merumuskan diagnosis keperawatan,
menyusun perencanaan tindakan keperawatan, melaksanakan tindakan
keperawatan (termasuk tindakan medik yang dapat dilakukan oleh
perawat sampai evaluasi terhadap hasil tindakan keperawatan dan
akhirnya mendokumentasikan. Hal itu dikenal sebagai standar praktek
professional keperawatan (Soeroso, 2002).
2.2.3.2 Evaluasi Kinerja Perawat
Pembinaan dan pengembangan terhadap perawat adalah salah
satu kegiatan yang harus dilakukan untuk menunjang kinerja perawat,
dan pada akhirnya diharapkan akan meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan. Melalui evaluasi ini akan diperoleh informasi mengenai
hasil yang telah dicapai, faktor-faktor yang mendukung, dan hambatan
35
yang dihadapi dalam memberikan layanan keperawatan. Keberhasilan
dari pelayanan keperawatan sangat ditentukan oleh kinerja perawat
(Arwani, 2005 ).
Evaluasi terhadap kinerja perawat dapat dilakukan dengan menilai
berbagai hal yang berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan perawat,
yaitu kuantitas hasil kerja, kualitas hasil pekerjaan,efisiensi dalam
melaksanakan tugas, disiplin kerja, inisiatif, ketelitian dalam bekerja,
kerjasama dengan kawan sejawat, kepemimpinan dan kreativitas dalam
bekerja ( Heru S, 2005 )
Pengumpulan data atau informasi yang selanjutnya digunakan
sebagai bahan penilaian kinerja terhadap perawat dapat diperoleh melalui
kuisioner, wawancara, observasi atau model checklist atau graphic rating
scale dengan indikator sepeti diatas,
Pengujian indikator dilakukan dengan mengorelasikan skor setiap
butir indikator dengan total skor. Nilai korelasi positif yang tinggi
menunjukkan bahwa indikator tersebut mempunyai validitas yang tinggi,
jika sebaliknya, maka validitasnya rendah. Reliabilitas instrument dapat
dilakukan dengan test-retest. Dalam metode ini, instrument evaluasi
diujikan beberapa kali pada responden yang sama, tetapi pada waktu
yang berbeda. Jika korelasinya positif dan signifikan, maka instrument
tersebut dinyatakan reliable atau instrumen tersebut stabil.