bab ii tinjauan pustaka 2.1. kajian empirikeprints.stiei-kayutangi-bjm.ac.id/851/3/bab ii.pdf ·...
TRANSCRIPT
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Empirik
Melakukan penelitian tentang evaluasi pelaksanaan program BOK di
Puskesmas Kabupaten Barito Kuala, penulis mengacu pada beberapa
penelitian sejenis agar dapat dijadikan sebagai bahan referensi sebagai berikut:
Abdul Kadir Karding , 2008, Evaluasi Pelaksanaan Program Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) SMP. Negeri di Kota Semarang. Program BOS
dilatarbelakangi oleh kenaikan harga BBM yang mengakibatkan turunnya
dayabeli masyarakat yang berdampak negatif terhadap akses masyarakat
miskin terhadap Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Sesuai UU No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa “Setiap
warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang
bermutu dan Pemerintah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta
menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga
negara tanpa diskriminasi.” Dalam evaluasi Program BOS ini dimaksudkan
untuk mengetahui seberapa besar cakupan dana BOS dalam rangka
meningkatkan akses pendidikan bagi siswa/siswi keluaraga miskin dan tidak
mampu dan bagaimanakah dampak pelaksanaan program BOS terhadap
sekolah maupun masyarakat. Metode evaluasi diskriptif kualitatif yang didukung
dengan data kuantitatif . Hasil evaluasi telah mengungkapkan bahwa
10
pelaksanaan BOS tahun 2007 untuk SMP.Negeri telah dilaksanakan dengan
baik meskipun masih terdapat beberapa catatan yakni ; Hasil penelitian
mengungkapkan BOS tahun 2007 untuk 41 SMP Negeri Sebesar
Rp.22.134.027.000 dari jumlah tersebut (30%) untuk pembayaran tenaga
honorer /GTT/ PTT, Tenaga Harlep, (25%) untuk belanja barang jasa dan
(20%) untuk kegiatan belajar mengajar, (15%). kegiatan kesiswaan dan (10%)
dan pemeliharaan gedung. Berdasarkan Laporan Pertanggungjawaban BOS
dan Realisasi RAPBS tahun 2007, ternyata kontribusi BOS sangat signifikan
yakni 31 %, orang tua/wali murid 42 % dan APBD Kota Semarang sebesar
27 %. Cakupan BOS terhadap layanan siswa miskin berkisar 20 % - 33%. Dari
totalitas siswa miskin baru dapat terlayani 20% - 25% hal ini disebabkan BOS
belum dapat menjangkau seluruh siswa miskin. Cakupan BOS terhadap
layanan siswa tidak mampu dari total siswa 32.102 siswa masih sekitar 8%
atau 2.386 siswa tidak mampu. atau 1365 siswa yang memperoleh layanan atau
sekitar 57% sisanya 1021 anak atau sekitar 43% belum mendapatkan layanan
pendidikan pihak sekolah. Potensi BOS terrnyata belum menjangkau semua
siswa miskin /tidak mampu untuk memperoleh layanan pendidikan secara
memadai. Dampak BOS ternyata dapat memperkuat kemampuan sekolah
dalam memberikan materi pembelajaran dan kegiatan tambahan kepada
siswa. Oleh karena itu beberapa komponen yang semula dibebankan orang
tua siswa melalui SPP menjadi berkurang, adanya peningkatan kuantitas dan
kualitas sarana pendidikan, beban biaya sekolah menjadi lebih berkurang,
dapat dirasakan masyarakat akan dapat mengurangi anak putus sekolah.
11
Hambatan pelaksanaan BOS antara lain Pencairan BOS sering terlambat, hal
ini menjadi mengganggu kegiatan belajar mengajar. Rekomendasi antara
laian, Searah tujuan BOS hendaknya pemanfaatan dana BOS benar-benar
diarahkan untuk operasional sekolah yang menunjang kelancaran proses
belajar, sumber dana sekolah berasal dari APBD, BOS dan Sumbangan
orang tua siswa, ketiga komponen ternyata sumbangan orang tua murid
paling dominan. Keberadaan BOS tetap dipertahankan. Jumlah anggaran
perlu ditingkatkan dan serta realisasi pencaiaran dana BOS yang dilakukan tiap
triwulan dan pencairannya diawal bulan harus dapat terwujud, Hal ini
dimaksudkan agar efektif. Agar sasaran BOS tercapai secara efektif yaitu
memberikan akses bagi siswa keluarga miskin maupun siswa keluarga tidak
mampu mendapatkan layanan pendidikan dasar yang bermutu, sudah
seharusnya untuk melakukan seleksi secara transparan bagi siswa miskin/tidak
mampu dengan membentuk tim kecil yang melakukan tugas melakukan
pengecekan kondisi siswa yang sebenarnya di lapangan disamping
berdasarkan surat keterangan dari Kepala Kelurahan.
Arfianti Mawardi , 2014, Analisis Perencanaan Program di Bidang
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan
Kabupaten Ogan Komering Ilir.
Analisis situasi merupakan suatu langkah yang sangat penting dalam
perencanaan program kesehatan. Dengan menganalisis situasi kita dapat
mengetahui masalah kesehatan utama yang penting untuk diprioritaskan dalam
12
suatu usulan rencana kesehatan tahun berikutnya. Tanpa menganalisis situasi
pemecahan masalah kesehatan serta pengambilan kebijakan belum bisa
dianggap baik. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis proses perencanaan
program bidang Pengendalial Penyakit dan Penyahatan Lingkungan Dinas
Kesehatan Kabupaten Ogan Komering Ilir. Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan di DInas
Kesehatan Kabupaten Ogan Komering Ilir, Puskesmas Kutaraya, Puskesmas
SP.Padang, Puskesmas Pedamaran dengan sample 16 orang. Metode yang
digunakan yaitu wawancara mendalam dan telaah dokumen. Kemampuan dan
pengetahuan SDM dalam penyusunan program kesehatan masih minim. Hal ini
juga disertai dengan belum ada pedoman khusus dalam penyusunan
perencanaan program. Anggaran pemerintah dalam pembangunan kesehatan
Kabupaten Ogan Komering Ilir dirasa belum maksimal. Perencanaan program
di tingkat Puskesmas dan Dinas Kesehatan belum sepenuhnya bisa
menggambarkan keadaan daerah tersebut. Proses perencanaan program
Bidang P2PL Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Komering Ilir mulai dari tingkat
puskesmas hingga Dinas Kesehatan belum baik. Hal ini disebabkan masih
belum spesifiknya penggambaran keadaan daerah itu sendiri. Untuk itu perlu
adanya peningkatan serta upaya dari Dinas Kesehatan dalam meningkatkan
kualitas perencanaan program kesehatan.
13
Tabel 1. Deskripsi Penelitian Serupa dengan Penelitian Ini
Penelitian Judul Rancangan Penelitian
Subjek Penelitian
Analisis Data
Abdul (2008)
Evaluasi Pelaksanaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SMP Negeri di Kota Semarang
Diskriptif Kualitatif dengan data Kuantitatif,
Pegawai Sekolah
Analisis yang mendalam secara diskriptif
Arfianti (2014)
Analisis Perencanaan Program di Bidang Pengendalian Penyaki dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Komering Ilir.
Diskriptif dengan pendekatan Kualitatif
Pegawai Puskesmas dan dinas
Analisis yang mendalam secara diskriptif
Dasmar (2013)
Studi Evaluasi Program Dana Bantuan Operasional Kesehatan di Kabupaten Luwu
Diskriptif dengan pendekatan Kualitatif
Pegawai Puskesmas dan dinas
Analisis yang mendalam secara diskriptif
2.2. Kajian Teori
2.2.1. Evaluasi Program Kesehatan
Setiap administrator yang diserahkan tanggungjawab mengelola program
kesehatan selalu dihadapkan pada suatu keadaan yang tidak pasti
(Uncertainty) sehingga untuk menjawab ketidakpastian tersebut dapat
disimpulkan ke dalam tiga macam pertanyaan yaitu; pertanyaan tentang
ketepatan program, pertanyaan tentang pelaksanaan program dan pertanyaan
tentang hasil yang dicapai dari pelaksanaan program. Untuk menjawab ketiga
pertanyaan tersebut dalam bidang administrasi disebut penilaian (Evaluation).
14
Evaluasi sering diartikan secara sempit dan hanya memandang evaluasi
berdasarkan aktifitasnya. Setiap kegiatan evaluasi biasanya dimaksudkan
untuk mengembangkan kerangka berfikir rangka pengambilan keputusan.
Evaluasi sangat diperlukan dalam rangka keberlanjutan (Sustainability)
program yang sedang berjalan dan program yang telah selesai dilaksanakan.
Azwar, (2010) mengutip pendapat Riecken mendefenisikan penilaian adalah
pengukuran terhadap akibat yang ditimbulkan dari pelaksanaan suatu program
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sedangkan menurut The world
Health Organization penilaian adalah suatu cara belajar yang sistematis dari
pengalaman yang dimiliki untuk meningkatkan pencapain, pelaksanaan dan
perencanaan suatu program melalui pemilihan secara seksama berbagai
kemungkinan yang tersedia guna penerapan selanjutnya.
Menurut Arikunto (2003) program adalah kegiatan yang direncanakan
dengan seksama untuk dilaksanakan. Azwar (2010) mengutip pendapat
Deniston menyebutkan beberapa hal yang dapat dinilai dari suatu program
kesehatan adalah :
a. Kelayakan program yaitu, program dinilai layak (appropriatenees)
jika program tersebut telah dapat dilaksanakan dengan hasil yang sesuai
dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.
b. Kecukupan program, yaitu suatu program dinilai cukup (adequancy)
jika program tersebut telah dapat dilaksanakan dengan hasil yang sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan.
c. Efektifitas program, yaitu suatu program dinilai efektif (efectivness)
15
jika program tersebut telah dapat dilaksanakan dengan hasil yang dapat
menyelesaikan masalah dihadapi.
d. Efesiensi, yaitu suatu program dinilai efisien (efficiency) jika program
tersebut dapat dilaksanakan dengan hasil yang dapat menyelesaikan masalah
dan juga waktu pelaksanaanya tidak memerlukan penggunaan sumber daya
yang besar.
Munurut Azwar,(2010) yang mengutip pendapat Milton R.Roemer
ruang lingkup penilaian program kesehatan terdiri dari enam macam yaitu :
a. Status kesehatan yang dihasilkan, yaitu penilaian dilakukan terhadap
tingkat kesehatan (health status outcomes) yang dihasilkan dari
dilaksanakannya suatu program kesehatan.
b. Kualitas pelayanan yang diselenggarakan, yaitu penilaian yang
dilakukan terhadap kualitas pelayanan (estimated quality of services)
oleh suatu program. Penilaian dilakukan dengan membandingkannya
terhadap suatu tolok ukur dan ataupun kriteria yang telah ditetapkan
(minimum medical standar). Program dianggap baik jika kualitas
pelayanan telah sesuai dengan standar minimal yang telah ditetapkan.
c. Kuantitas pelayan yang dihasilkan, yaitu dasar penilaian ialah
adanya perbedaan pelayanan yang diselenggarakan (quantity of
services provided). Jika suatu program kesehatan lebih banyak
menekankan pelayanan pencegahan, maka program tersebut
dianggap lebih baik dari program yang terlalu mengutamakan
pelayanan pengobatan.
16
d. Sikap masyarakat terhadap program kesehatan, yaitu dinilai
dari sikap masyarakat (attitude of recipients) yang memanfaatkan
program kesehatan. Penilaian seperti ini bersifat subjektif dan karena itu
sulit dipercaya.
e. Sumber daya yang tersedia, yaitu penilaian yang dilakukan terhadap
sumber daya (resources made available) baik terhadap sumber
dana, tenaga dan ataupun sumber sarana. Jika program tersebut
tersedia secara memadai, maka program tersebut dinilai cukup baik.
f. Biaya yang digunakan, yaitu penilaian terhadap biaya (cost of the
program) yang digunakan oleh program. Dasar penilaian adalah
melakukan perbandingan antara input dengan output. Jika
perbedaannya terlalu besar maka program tersebut dinilai tidak baik.
Dapat disimpulkan evaluasi program bertujuan untuk melihat apakah
program dirancang, dilaksanakan dan bermanfaat bagi pihak pihak yang
terlibat dalam program. Pada pelaksanaannya evaluasi program bermaksud
mencari informasi sebanyak mungkin untuk mendapatkan gambaran
rancangan dan pelaksanaan program. Hasil evaluasi akan digunakan bagi
pihak yang berkepentingan untuk mengambil keputusan. Dari beberapa
pengertian dapat disimpulkan bahwa evaluasi program adalah suatu rangkaian
kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan
program (Arikunto, 2003).
17
2.2.2 Tahapan Evaluasi Program
Arikunto, (2007) yang mengutip pendapat Stake, Stuffeben, Alkin
mengemukakan bahwa evaluasi berfokus pada empat aspek yaitu :
a. Konteks
b. Input
c. Proses implementasi
d. Produk
Serta mengacu evaluasi program secara umum mengacu pada empat
dimensi
yaitu:
a.Indikator input,
b.Indikator process,
c. Indikator outputs,
d. Indikator outcomes
Evaluasi merupakan sebuah cara atau metoda untuk membuktikan
keberhasilan atau kegagalan dari suatu pelaksanaan program dan evaluasi
sering digunakan pada tahap :
a. Perencanaan, yaitu digunakan untuk memilih dan menentukan prioritas
dari berbagai alternatif dan kemungkinan cara mencapai tujuan.
b. Pelaksanaan, yaitu digunakan untuk menentukan tingkat
kemajuan pelaksanaan program dibandingkan dengan rencana yang telah
ditentukan sebelumnya
c. Paska pelaksanaan, yaitu untuk melihat apakah pencapaian program
18
mampu mengatasi masalah yang di hadapi. Dilakukan setelah program
berakhir untuk menilai relevans, efektifitas, kemanfaatan dan keberlanjutan
dari sebuah program.
Secara umum terdapat dua jenis penelitian evaluasi yakni evaluasi
formatif dan evaluasi summatif. Evaluasi formatif biasanya melihat dan meneliti
pelaksanaan suatu program, mencari umpan balik untuk memperbaiki
pelaksanaan program tersebut. Evaluasi summatif biasanya dilaksanakan
pada akhir program untuk mengukur apakah tujuan program tersebut
tercapai. Dengan evaluasi para pengambil keputusan akan dapat menentukan
apakah program akan dilanjutkan, diperluas, dimodifikasi atau diberhentikan
(Singarimbun, 1995)
Evaluasi program dibidang kesehatan ,pada umumnya dilakukan
dengan teknik pendekatan evaluasi formal, karena lebih diprioritaskan pada
evaluasi dampak program (outcome) berdasarkan indikator-indikator yang telah
ditetapkan sebelumnya.Termasuk didalamnya dengan menganalisa faktor-
faktor pengganggu yang berhubungan atau berpengaruh kepada keberhasilan
program tersebut. Teknik evaluasi yang dipilih dilanjutkan dengan menentukan
rancangan studi evaluasi.
2.2.3. Manajemen Puskesmas 2.2.3.1 Fungsi-Fungsi Manajemen
Manajemen puskesmas didefenisikan sebagai rangkaian kegiatan yang
bekerja secara sistematis untuk menghasilkan keluaran puskesmas yang efektif
19
dan efisien. Rangkaian kegiatan sistematis yang dilaksanakan puskesmas
membentuk fungsi- fungsi manajemen. Ada tiga fungsi manajemen puskesmas
yang dikenal yakni perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian serta
pengawasan dan pertanggung jawaban. Semua fungsi manajemen tersebut
harus dilaksanakan secara terkait dan berkesinambungan .Fungsi manajemen
yang digunakan oleh puskesmas diadaptasi dari fungsi manajemen yang
dikemukakan oleh Terry (Endang S, 2011) yang terdiri dari ;
Planning (perencanaan) adalah sebuah proses yang harus dimulai dengan
merumuskan tujuan puskesmas sampai dengan menetapkan alternatif kegiatan
untuk mencapainya.
Organizing (pengorganisasian) adalah serangkaian kegiatan manajemen
untuk menghimpun semua sumber daya yang dimiliki puskesmas dan
memanfaatkan secara efesien untuk mencapai tujuan puskesmas.
Actuating (penggerakan pelaksanaan) adalah proses pembimbingan
kepada staf agar mampu dan mau bekerja secara optimal menjalankan tugas-
tugasnya sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki serta
dukungan sumber daya yang tersedia.
Controling (pengawasan/pembimbingan) adalah proses untuk mengamati
secara terus menerus pelaksanaan kegiatan sesuai rencana yang sudah
disusun dan mengadakan perbaikan jika terjadi penyimpangan.
Evaluating (penilaian) adalah proses untuk menentukan nilai atau tingkat
keberhasilan dari pelaksanaan suatu program dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan atau suatu proses yang teratur dan sistematis dalam
20
membandingkan hasil yang dicapai dengan tolak ukur atau kriteria yang telah
ditetapkan, dilanjutkan dengan pengambilan kesimpulan serta memberikan
saran-saran yang dapat dilakukan pada setiap tahap dari pelaksanaan program
( Azwar,2010)
2.2.3.2 Model Manajemen Puskesmas
Untuk dapat mewujutkan visi,misi dan tujuan Puskesmas diperlukan
model manajemen yang cocok dan efektif untuk Puskesmas. Menurut
Endang S (2010)
Beberapa model manajemen Puskesmas antara lain Model Manajemen
ARRIF, Model Manajemen ERIIME, Model Manajemen POAC/E dan Model
Manajemen P1- P2-P3.
Sesuai dengan Petunjuk Teknis BOK Model yang digunanakan
dalam manajemen Puskesmas adalah Model Manajemen P1-P2-P3
(Kementerian Kesehatan, 2012). Manajemen Puskemas terdiri dari P1
(Perencanaan), P2 (Penggerakan dan Pelaksanaan), dan P3
(Pengawasan,Pengendalian dan Penilaian).
a. P1 (Perencanaan) Puskesmas : Microplanning Puskesmas.
Microplanning puskesmas adalah penyusunan rencana lima tahunan
dengan tahapan tiap-tiap tahun ditingkat puskesmas.
Tujuan umum microplanning puskesmas adalah meningkatkan cakupan
pelayanan program prioritas yang mempunyai daya ungkit terbesar
terhadap penurunan angka kematian bayi, anak balita dan fertilitas dalam
21
wilayah kerjanya yang pada gilirannya dapat meningkatkan fungsi
puskesmas. Sedangkan tujuan khususnya adalah (1) Mengembangkan
dan membina pos-pos pelayanan terpadu KB Kesehatan di desa-desa
wilayah kerja Puskemas, sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dan
masalah yang dihadapi sehingga dapat dilaksanakan secara efektif dan
efesien. (2) Meningkatkan peran serta mayarakat dalam pelayanan
kesehatan dan (3) meningkatkan kemampuan staf puskesmas dalam
berfikir secara analitik dan mendorong untuk berinisiatif untuk
mengembangkan ,kreasi dan motivasi (Depkes, 1989)
b. P2 (Penggerakan dan Pelaksanaan)
Tujuan penggerakan dan pelaksanaan puskesmas adalah meningkatkan
fungsi puskesmas melalui peningkatan kemampuan tenaga puskesmas
untuk bekerja sama dalam tim dan membina kerja sama lintas program dan
lintas sektor. Komponen P2 Puskesmas dilakukan melalui lokakarya mini
puskesmas yang terdiri dari empat komponen yang meliputi :
(1) Penggalangan kerja sama tim yaitu lokakarya yang dilaksanakan
setahun sekali di dalam rangka meningkatkan kerja sama antara
petugas puskesmas untuk meningkatkan fungsi puskesmas, melalui
suatu proses dinamika kelompok yang diikuti dengan analisis beban
kerja masing-masing tenaga yang dikaitkan dengan berbagai
kelemahan penampilan kerja puskesmas menurut hasil Stratifikasi
Puskesmas.
22
(2) Penggalangan kerja sama lintas sektor yaitu dalam rangka
meningkatkan peran serta masyarakat dan dukungan sektor-sektor
terkait melalui suatu pertemuan lintas sektor setahun sekali.
(3) Rapat kerja tribulanan lintas sektor, sebagai tindak lanjut pertemuan
penggalangan kerja sama lintas sector untuk mengkaji hasil kegiatan
kerja sama dan memecahkan masalah yang dihadapi.
(4) Lokakarya mini bulanan puskesmas yaitu pertemuan antar tenaga
puskesmas pada setiap akhir bulan untuk mengevaluasi pelaksanaan
kerja bulan yang lalu dan membuat rencana kegiatan di bulan yang
akan datang.
Adapun tujuan Lokakarya mini puskesmas adalah
a. Disampaikannnya hasil rapat dari tingkat kabupaten, kecamatan dan
lain sebagainya.
b. Diketahuinya hasil dan evaluasi kegiatan puskesmas bulan yang lalu
c. Diketahuinya hambatan dan masalah dalam pelaksanaan kegiatan bulan lalu
d. Dirumuskannya cara pemecahan masalah
e. Disusunnya rencana kerja harian petugas selama satu bulan
yang akan datang
f. Diberikannya tambahan pengetahun baru bagi pesrta rapat
g. Disusunnya Plan of Action (POA) baik POA tahunan maupun bulanan
23
h. Diketahuinya masalah di Puskesmas berdasarkan hasil stratifikasi
puskesmas. (Endang S, 2011)
c. P3 (Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian) : Stratifikasi Puskesmas
Stratifikasi puskesmas adalah upaya untuk melakukan penilaian prestasi
kerja Puskesmas dengan mengelompokkan puskesmas dalam tiga strata
puskesmas yaitu puskesmas dengan prestasi kerja baik (strata I), puskesmas
dengan prestasi kerja cukup (Strata II), puskesmas dengan prestasi kerja
kurang (strata III)
2.2.3.3 Perencanaan Tingkat Puskesmas
Sesuai dengan pedoman perencanaan tingkat puskesmas (Depkes, 2006)
penyusunan Perencanaan Tingkat Puskesmas dilakukan melalui 4 (empat)
tahap sebagai berikut :
2.2.3.2.1 Tahap Persiapan
Pada tahap ini staf puskesmas yang terlibat dalam proses penyusunan
Perencanaan Tingkat Puskesmas agar memperoleh kesamaan pandangan dan
pengetahuan untuk melaksanakan tahap-tahap perencanaan. Tahap ini
dilakukan dengan cara :
1. Kepala Puskesmas membentuk Tim Penyusun Perencanaan
Tingkat Puskesmas yang anggotanya terdiri dari staf puskesmas.
2. Kepala Puskesmas menjelaskan tentang pedoman Perencanaan
Tingkat Puskesmas kepada tim agar dapat memahami pedoman tersebut
demi keberhasilan penyusunan Perencanaan Tingkat Puskesmas.
24
3. Puskesmas mempelajari kebijakan dan pengarahan yang telah ditetapkan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten.
2.2.3.2.2 Tahap Analisis Situasi
Tahap ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai keadaan
dan permasalahan yang dihadapi puskesmas melalui proses analisis terhadap
data yang dikumpulkan. Tim yang telah disusun oleh Kepala Puskesmas
melakukan pengumpulan data. yaitu data umum dan data khusus.
1. Data Umum
a. Peta wilayah kerja serta fasilitas pelayanan. Data wilayah ini
mencakup luas wilayah, jumlah desa.
b. Data sumber daya (Puskesmas,termasuk Puskesmas Pembantu dan
Bidan di Desa) yang mencakup : Ketenagaan, Obat dan bahan
habis pakai, peralatan, sumber pembiayaan (pusat, daerah,
masyarakat dan sumber lainnya) dan sarana dan prasarana.
c. Data Peran Serta Masyarakat. Data ini mencakup jumlah Posyandu,
kader, dukun bayi dan tokoh masyarakat.
d. Data Penduduk dan Sasaran Program
e. Data Sekolah
f. Data Kesehatan Lingkungan
2. Data Khusus (Hasil Penilaian Kinerja Puskesmas)
Status Kesehatan terdiri dari : a. Kejadian Luar Biasa (KLB), b. Cakupan
program pelayanan kesehatan 1 (satu) tahun terkhir dari setiap desa
25
(dapat dilihat dari laporan kinerja puskesmas), c. Hasil Survey (bila ada),
dapat dilakukan sendiri oleh puskesmas atau pihak lain.
2.2.3.2.3 Tahap Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK)
Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK) dilaksanakan
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Menyusun RUK bertujuan untuk mempertahankan kegiatan yang
sudah dicapai pada periode sebelumnya dan memperbaiki program yang
bermasalah.
b. Menyusun rencana kegiatan yang baru yang disesuaikan kondisi
kesehatan diwilayah kerja dan kemampuan puskesmas.
Penyusunan RUK terdiri dari 2 langkah yaitu Analisa Masalah dan Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan.
1. Analisa Masalah
Analisa masalah dapat dilakukan melalui kesepakatan kelompok tim
penyusun perencanaan tingkat puskesmas dan konsil kesehatan
kecamatan/ badan penyantun puskesmas melalui tahapan :
a. Identifikasi Masalah
Masalah adalah kesenjangan antara harapan dan kenyataan .Identifikasi
masalah dilaksanakan dengan membuat daftar masalah yang
dikelompokkan menurut jenis program,cakupan,mutu, ketersediaan sumber
daya.
26
b. Menetapkan Urutan Prioritas Masalah
Mengingat adanya keterbatasan kemampuan mengatasi masalah sekaligus
ketidak tersediaan teknologi atau adanya keterkaitan satu masalah dengan
masalah lainnya, maka perlu dipilih masalah prioritas dengan jalan
kesepakatan tim. Bila tidak terjadi kesepakatan dapat ditempuh dengan
menggunakan keriteria lain. Dalam penentuan prioritas dapat
mempergunakan berbagai macam metode seperti USG, MCUA, Hanlon,
CARL dan sebagainya. Penetapan metode diserahkan dan disesuaikan
dengan kemampuan pemahaman petugas, situasi dan kondisi puskesmas.
c. Merumuskan Masalah
Hal ini mencakup apa masalahnya, siapa yang terkena masalahnya, berapa
besar masalahnya, dimana masalah itu terjadi dan bila mana masalah
itu terjadi (What, Who, When, Where and How)
d. Mencari Akar Penyebab Masalah
Mencari akar penyebab masalah dapat dilakukan antara lain dengan
menggunakan metode
1. Diagram sebab akibat dari ishikawa (fishbone)
2. Pohon masalah (problem trees)
e. Menetapkan Pemecahan Masalah
Menetapkan cara pemecahan masalah dapat dilakukan dengan
kesepakatan di antara tim. Bila tidak terjadi kesepakatan dapat digunakan
kriteria matriks. Untuk itu harus dicari alternatif pemecahan masalah. Brain
27
storming (curah pendapat) adalah suatu metoda untuk dapat
membangkitkan ide/gagasan
/pendapat tentang suatu topik atau masalah tertentu dari setiap anggota tim
dalam periode waktu yang singkat dan bebas dari kritik.
2. Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK)
Penyusunan rencana usulan kegiatan (RUK) meliputi upaya kesehatan
wajib, upaya kesehatan pengembangan dan upaya kesehatan
pengembangan dan upaya kesehatan penunjang yang meliputi :
Kegiatan tahun yang akan datang (meliputi kegiatan rutin,
sarana/prasarana, operasional dan program hasil analisis masalah).
Kebutuhan sumber daya berdasarkan ketersediaan sumber daya
yang ada pada tahun sekarang.
Rekapitulasi rencana usulan kegiatan dan sumber daya yang
dibutuhkan ke dalam format RUK puskesmas.
Rencana usulan kegiatan disusun dalam bentuk matriks dengan
memperhatikan berbagai kebijakan yang berlaku, baik kesepakatan
global, nasional, maupun daerah sesuai dengan masalah yang
ada sebagai hasil kajian data dan informasi yang tersedia di
puskesmas.
1. RUK Upaya Kesehatan Wajib
a. Menyusun RUK Upaya kesehatan wajib ke dalam matriks
28
b. Mengajukan RUK Upaya kesehatan wajib ke Dinas
Kesehatan Kabupaten untuk mendapat pembahasan
pembiayaannya. Apabila sumber pembiayaan berasal dari non
pemerintah maka diusulkan kepada yang bersangkutan.
c. Waktu penyusunan RUK dilaksanakan dengan memperhatikan
siklus perencanaan Kabupaten. RUK harus sudah selesai atau
sudah diterima Dinas Kesehatan sebelum dilakukan
pembahasan anggaran dengan Tim Anggaran Kabupaten.
2. RUK Upaya Kesehatan Pengembangan a. Identifikasi Upaya kesehatan Pengembangan
Upaya kesehatan pengembangan dapat dipilih dari daftar upaya
kesehatanPuskesmas yang telah ada atau dapat berupa
inovasi yang dikembangkan sesuai dengan permasalahan
kesehatan yang terjadi diwilayah kerja puskesmas.
Apabila puskesmas mempunyai kemampuan, identifikasi
masalah dapat dilakukan bersama masyarakat melalui
pengumpulan data secara langsung dilapangan dengan metoda
Survey Mawas Diri (SMD). Tetapi jika kemampuan tidak dimiliki
oleh puskesmas maka identifikasi dilakukan melalui kesepakatan
kelompok (Delbecq Technique) oleh petugas puskesmas.
29
Dari hasil identifikasi ini kemungkinan akan muncul usulan
puskesmas yang sangat beragam. Dengan pertimbangan
kondisi sumber daya yang ada, baik tenaga, sarana maupun
biaya maka perlu dibuat penyusunan prioritas.
b. Menyusun RUK Upaya Kesehatan Pengembangan dalam
bentuk matriks
c. Mengajukan RUK Upaya Kesehatan Pengembangan
RUK upaya pengembangan diajukan ke Dinas Kesehatan
kabupaten bersama dengan RUK upaya kesehatan wajib untuk
dibahas pembiayaannya di Kabupaten. Puskesmas dapat
melibatkan potensi yang ada di wilayahnya untuk ikut serta
dalam pembiayaan kesehatan. Penggalangan dana dapat
dilakukan kepada masyarakat, perusahaan, swasta atau
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) melalui advokasi dan
sosialisasi rencana kegiatan yang telah disusun dengan
didukung oleh data yang telah diolah, sehingga dapat
dipahami oleh masyarakat dan mitra kerja puskesmas.
2.2.3.2.4 Tahap Penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK)
Tahap penyusunan RPK baik upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan
pengembangan, upaya kesehatan penunjang maupun upaya inovasi
dilaksanakan secara bersama-sama, terpadu dan terintegrasi. Hal ini sesuai
dengan azas penyelenggaraan Puskesmas yaitu keterpaduan. Langkah
langkah penyusunan RPK adalah :
30
o Mempelajari alokasi kegiatan dan biaya yang telah disetujui
o Membandingkan alokasi kegiatan yang disetujui dengan RUK
yang diusulkan dan situasi pada saat penyusunan RPK
o Menyusun rancangan awal, rincian dan volume kegiatan yang
dilaksanakan serta sumber daya pendukung menurut bulan dan
lokasi pelaksanaan.
o Mengadakan Lokakarya Mini Tahunan untuk membahas
kesepakatan RPK.
Penyusunan RPK tahunan dilaksanakan pada awal bulan pertama
tahun berjalan Membuat RPK yang telah disusun dalam bentuk
matriks.
2.2.4 Sumber Pembiayaan Puskesmas
Anggaran yang dialokasikan ke puskesmas terdiri dari Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD), subsidi Pusat kepada Pemerintah
Daerah, dan Bantuan Luar Negri (BLN). Masing-masing sumber tersebut
mempunyai rincian kegiatan yang harus dipertanggungjawabkan. Alokasi
anggaran tersebut dalam implementasinya menjadi terkotak-kotak
(fragmented), karena anggaran yang sudah ditetapkan untuk suatu
program tidak dapat dialihkan untuk program lain meskipun kebutuhan
program tersebut sangat mendesak. Kondisi ini menyebabkan penggunaan
anggaran menjadi tidak fleksibel dan tidak efisien.
31
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah, memperlihatkan bahwa sebagian
besar urusan Pemerintahan telah diserahkan kepada Daerah termasuk
Bidang Kesehatan. Konsekuensi logis dari penyerahan ini adalah segala
sesuatu yang menyangkut perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan
sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.
(Bappenas,2012)
2.2.5. Pengertian Standar Pelayanan Minamal (SPM) Bidang
Kesehatan
SPM sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
65 Tahun 2005 Tentang Pedoman penyusunan dan Penerapan
Standar Pelayanan Minimal pasal 8 ayat (1) menyatakan bahwa untuk
mendukung penerapan SPM, Menteri yang bersangkutan menyusun
petunjuk teknis yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Dalam hal
penerapan SPM pasal 9 ayat (1) menyatakan bahwa Pemerintah Daerah
menerapkan SPM sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan
Menteri. Ayat (2) SPM yang telah ditetapkan Pemerintah Daerah untuk
penyusunan perencanaan dan penganggaran penyelenggaraan Pemerintah
Daerah. Ayat (3) Pemerintah Daerah menyusun rencana pencapaian
SPM yang memuat target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu
pada batas waktu pencapaian SPM sesuai dengan Peraturan
Menteri.(Bappenas,2012)
32
SPM bidang kesehatan disusun dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. Diterapkan pada urusan wajib.
b. Diberlakukan untuk seluruh daerah kabupaten /kota
c. Menjamin akses masyarakat mendapat pelayanan dasar tanpa
mengorbankan mutu dan mempunyai dampak luas pada masyarakat
(Positive Health Externality)
d. Merupakan indikator kinerja bukan sekedar standar teknis, dikelola
dengan manajerial professional sehingga tercapai efesiensi dan
efektifitas penggunaan sumber daya
e. Bersifat dinamis
f. Ditetapkan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan
dasar
Beberapa pendapat ahli seperti (Schroeder,1994, Moss & Barrch 2002;
Reason,2002) yang dikutip oleh Aditama (2010) menyatakan bahwa
manfaat standar dalam pelayanan adalah mengurangi variasi proses, dasar
untuk mengukur mutu dan kinerja, keamanan/kesalamatan klien (client
safety) dan petugas penyedia pelayanan.
SPM yang digunakan oleh Departemen Kesehatan (2008) diatur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741/MENKES/PER/VII/2008 pada
Bab II pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa Kabupaten /Kota
menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai SPM kesehatan. Ayat (2)
SPM kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkaitan dengan
pelayanan kesehatan yang meliputi jenis pelayanan beserta indikator
33
kinerja dan target Tahun 2010-Tahun 2015;
a. Pelayanan Kesehatan Dasar;
1. Cakupan kunjungan Ibu hamil K4 95% pada tahun 2015
2. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani 80% pada tahun 2015
3. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang
memiliki kompetensi kebidanan 90% pada tahun 2015
4. Cakupan nifas 90% pada tahun 2015
5. Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani 80% pada tahun
2010
6. Cakupan kunjungan bayi 90% pada tahun 2010
7. Cakupan Desa/kelurahan Universal Child Immunization (UCI) 100%
pada tahun 2010
8. Cakupan pelayanan anak balita 90% pada tahun 2010
9. Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6-
24 bulan keluarga miskin 100% pada tahun 2010
10. Cakupan balita gizi buruk mendapat Perawatan 100% pada tahun 2010
11. Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat 100%
pada tahun 2010
12. Cakupan peserta KB aktif 70% pada tahun 2010
13. Cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit 100%
pada tahun 2010
14. Cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin 100%
pada tahun 2015
34
b. Pelayanan Kesehatan Rujukan
1. Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin
100% pada tahun 2015
2. Cakupan pelayanan gawat darurat level 1 yang harus diberikan
sarana kesehatan (RS) di Kabupaten/kota 100% pada tahun 2015
c. Penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan Kejadian Luar
Biasa/KLB.
Cakupan Desa/Kelurahan mengalami KLB yang dilakukan
penyelidikan epidemiologi <24 jam 100% pada tahun 2015.
d. Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. Cakupan Desa Siaga Aktif 80% pada tahun 2015
2.2. 6 Bantuan Operasional Kesehatan (BOK)
2.2.6.1 Defenisi Bantuan Operasional Kesehatan (BOK)
Sesuai dengan Petunjuk Teknis Nomor : 2556/Menkes/Per/XII/2011 BOK
(Kemenkes, 2012) adalah bantuan dana dari Pemerintah melalui
Kementerian Kesehatan dalam membantu pemerintahan kabupaten dan
pemerintahan kota melaksanakan pelayanan kesehatan sesuai SPM
kesehatan menuju Millenium Development Goals (MDGs) dengan
meningkatkan kinerja puskesmas dan jaringannya serta Upaya
Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM) dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan promotif dan preventif.
35
2.2.6.2 Tujuan
Tujuan umum adalah meningkatnya akses dan pemerataan pelayanan
kesehatan masyarakat utamanya kegiatan promotif dan preventif
untuk mewujudkan pelayanan kesehatan sesuai SPM bidang
kesehatan dengan fokus pencapaian target millennium Development
goals (MDGs) pada tahun 2015.
Tujuan khusus adalah ;
a. Meningkatnya cakupan puskesmas dalam pelayanan yang bersifat
promotif dan preventif
b. Tersedianya dukungan biaya untuk upaya pelayanan kesehatan yang
bersifat promotif dan preventif bagi masyarakat
c. Terselenggaranya proses lokakarya mini di puskesmas dalam
perencanaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat
2.6.4 Kebijakan Operasional BOK
Kebijakan Operasional Pelaksanaan kegiatan BOK adalah sebagai berikut :
a. Bantuan Pemerintah untuk pelayanan kesehatan, diutamakan upaya
promotif dan preventif.
b. Merupakan APBN Kementerian Kesehatan, penyalurannya melalui
mekanisme Tugas Pembantuan ke Kabupaten/Kota.
c. Pemerintah Daerah tidak mengurangi alokasi APBD untuk Puskesmas.
d. Alokasi dana BOK kabupaten/Kota ditetapkan SK Menteri Kesehatan.
36
e. Dana BOK terdiri dari manajemen kabupaten/kota dan Operasional
Puskesmas.
f. Alokasi Dana BOK per puskesmas ditetapkan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
g. Dana BOK dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan
puskesmas dan jaringannya (Poskesdes dan Posyandu)
h. Pemanfaatan dana BOK didasarkan pada hasil rencana aksi yang
disepakati dalam lokakarya mini puskesmas yang
diselenggarakan secara periodik (bulanan dan tribulanan)
i. Besaran satuan biaya mengacu pada standar biaya tahun berjalan
j. Pelaksanaan kegiatan di Puskesmas berpedoman pada prinsip
keterpaduan, kewilayahan, efisien dan efektif
2.6.5 Ruang Lingkup Kegiatan BOK
Sesuai dengan Petunjuk Teknis BOK Tahun 2012 (Kementerian
Kesehatan, 2012) ruang lingkup kegiatan BOK adalah sebagai berikut :
a. Upaya Kesehatan yang meliputi :
a. Kesehatan Ibu dan Anak Serta Keluarga Berencana
b. Imunisasi
c. Perbaikan Gizi Masyarakat
d. Promosi Kesehatan
e. Kesehatan Lingkungan
f. Pengendalian Penyakit
37
b. Penunjang pelayanan kesehatan yang meliputi :
a. Pembelian Bahan Kontak
b. Refreshing/penyegaran/orientasi kader kesehatan
c. Rapat Koordinasi dengan lintas sektor/tokoh masyarakat/tokoh
agama/ kader kesehatan
d. Operasional Posyandu dan Poskesdes
c. Penyelenggaraan manajemen kesehatan, meliputi :
a. Perencanaan Tingkat Puskesmas berupa penyusunan
kegiatan rencana kegiatan secara terpadu dengan
mengintegrasikan berbagai sumber dana yang ada
b. Lokakarya mini puskesmas berupa kegiatan penyusunan
rencana aksi bulanan
c. (POA bulanan) termasuk kegiatan kegiatan yang dibiayai dari
BOK
d. Evaluasi berupa kegiatan penilaian pencapaian program
dan kegiatan puskesmas dalam kurun waktu satu tahun dari
yang direncanakan
d. Pemeliharaan ringan yaitu dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan di puskesmas, maksimal 5 % dari total dana BOK puskemas
dapat dimanfaatkan untuk pemeliharaan ringan di puskesmas dan
jaringannya.
38
2.6.6 Kegiatan yang dapat Dibiayai BOK
Kegiatan yang dapat dibiayai yaitu :
a. Pendataan sasaran (ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi,
balita, kasus resiko tinggi, rumah tangga, siswa, sekolah,
pasangan usia subur, wanita usia subur, tempat-tempat umum,
dll)
b. Surveilens
c. Kunjungan rumah/lapangan
d. Pelayanan di Posyandu
e. Kegiatan sweeping, penjaringan dan penemuan kasus
f. Pengambilan spesimen
g. Pengendalian dan pemberantasan vektor
h. Kegiatan Promosi kesehatan
i. Kegiatan pemantauan
j. Pengambilan vaksin
k. Rujukan dari Poskesdes ke Puskesmas dan atau dari
Puskesmas ke Rumah Sakit terdekat untuk kasus KIA resiko
tinggi dan komplikasi kebidanan bagi peserta jampersal
l. PMT penyuluhan dan PMT untuk balita 6-59 bulan dengan gizi
kurang
39
2..2.6.7 Mekanisme Pendanaan
Dana BOK bersumber dari dana APBN adalah merupakan dana Tugas
Pembantuan (TP). Dalam penggunaan uang ada beberapa koridor bahwa
dana BOK tidak boleh digunakan untuk membiayai beberapa hal seperti:
Upaya kuratif dan rehabilitatif, gaji,uang lembur, insentif, pemerliharaan
gedung (sedang dan berat), pemeliharaan kenderaan, biaya listrik, telepon
dan air. Pengadaan obat, vaksin dan alat kesehatan. Penggunaan dana
sesuai dengan Standar Biaya Umum (SBU) yang berlaku. Bila tidak ada
dalam standar biaya umum maka dapat digunakan besaran satuan biaya
sesuai dengan kebutuhan real cost, atau mengacu pada Plan Of Action
(POA) yang ditandatangani oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan
membuat Surat Pernyataan Tanggung jawab Mutlak (SPTJM).
Anggaran Pembangunan Daerah (APBD) membiayai kegiatan yang tidak
masuk dalam lingkup kegiatan BOK .Dana BOK, APBD dan sumber lainnya
harus harus saling mengisi/sinergi untuk mendukung kegiatan puskesmas.