bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori€¦ · pengertian pendidikan kewarganegaraan, ruang lingkup...
TRANSCRIPT
-
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Kajian Teori yang penulis gunakan dalam PTK ini meliputi:
Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan, Ruang Lingkup dan Tujuan
Pendidikan Kewarganegaraan, Kurikulum PKn, Pengertian Hasil Belajar,
Pengertian dan Langkah-langkah Model Pembelajaran NHT, Kelebihan
dan Kelemahan Model Pembelajaran NHT, Komponen-komponen Model
NHT, dan Implementasi Model NHT.
2.1.1 Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan
2.1.1.1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut Sri Sukaptiyah (2015:116-117) Pendidikan
Kewarganegaraan adalah wahana untuk mengembangkan kemampuan,
watak dan karakter warganegara yang demokratis dan bertanggung
jawab. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelajaran PKn
dalam rangka “nation and character building”. Hal ini merupakan fungsi
PKn sebagai pembangun karakter bangsa (national character building)
yang sejak proklamasi kemerdekaan RI telah mendapat prioritas, yang
perlu direvitalisasi agar sesuai dengan arah dan pesan konstitusi Negara
RI. Untuk itu pembentukan karakter anak yang kuat perlu penguasaan
Pembelajaran Kewarganegaraan sejak dini.
Mata pelajaran PKn perlu diberikan kepada semua peserta didik
mulai dari Sekolah Dasar karena PKn memiliki tugas pokok sebagai
berikut: 1) mengembangkan Kecerdasan Warga Negara (civic
intelligence), 2) membina tanggung jawab warga Negara (civic
intelligence), dan 3) mendorong partisipasi warga Negara (civic
intelligence). Keberhasilan tugas pokok PKn dalam proses pembelajaran
diukur melalui hasil belajar siswanya. Hasil belajar itu sendiri adalah
perubahan perilaku yang relative menetap dalam diri seseorang sebagai
-
9
akibat dari interaksi seseorang dengan lingkungannya ( Hamzah,
2007:213).
Mata pelajaran Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang
memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama,
sosial kultur, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga Negara
Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh
Pancasila dan UUD 1945. Dan berfungsi sebagai wahana untuk
membentuk warga negara yang cerdas, terampil, berkarakter yang setia
kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam
kebiasaan berfikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan
UUD 1945.
Pendidikan Kewarganegaraan adalah wahana untuk
mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar
pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam
bentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari siswa baik sebagai individu,
masyarakat, warganegara dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Perilaku-perilaku tersebut adalah seperti yang tercantum di dalam
penjelasan Undang-Undang tentang Pendidikan Nasional pasal 39 ayat
(2) yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan
agama, perlaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab,
perilaku yang mendukung persatuan bangsa dalam masyarakat yang
beraneka ragam kebudayaan dan beraneka ragam kepentingan., perilaku
yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan
perorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran, pendapat atau
kepentingan diatas melalui musyawarah dan mufakat, serta perilaku yang
mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Di samping itu Pendidikan Kewarganegaraan juga dimaksudkan
sebagai usaha untuk membekali siswa dengan budi pekerti, pengetahuan
dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara sesama warga
-
10
negara maupun antar warga negara dengan negara. Serta pendidikan bela
negara agar menjadi warga nagara yang dapat diandalkan oleh bangsa
dan negara.
PKn merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan
berdasarkan terpaan moral yang mencari jawaban atas pertanyaan apa,
mengapa, dan bagaimana gejala-gejala sosial, khususnya yang berkaitan
dengan moral serta perilaku manusia. Pendidikan Kewarganegaraan
termasuk pelajaran bidang ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari
teori-teori serta perihal sosial yang ada di sekitar lingkungan masyarakat
kita.
Oleh karena itu dalam pembelajaran PKn perlu diberikan
pengarahan, mereka harus terbiasa untuk mendengar ataupun
menerapkan serta mencatat hal-hal yang berkaitan dengan ilmu PKn,
salah satu keberhasilan pembelajaran adalah jika siswa yang diajar
merasa senang dan memerlukan materi ajar. Selain itu juga dengan
diterapkannya pemberian tugas dengan bentuk portofolio akan dapat
memberikan diskripsi baru mengenai pembelajaran PKn, dan hal tersebut
juga sebagai penunjang agar siswa tidak merasa kebosanan dalam
mengikuti pembelajaran portofolio.
2.1.2 Ruang Lingkup PKn
Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan meliputi aspek-aspek antara lain adalah sebagai
berikut.
a. Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan,
Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah
Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi
dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan
Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan.
b. Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan
-
11
c. keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat,
Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara, Sistim hukum dan peradilan nasional, Hukum dan
peradilan internasional.
d. Hak asasi manusia meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan
kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional
HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.
e. Kebutuhan warga negara meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri
sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan
mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri,
Persamaan kedudukan warga negara.
f. Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang
pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia,
Hubungan dasar negara dengan konstitusi.
g. Kekuasan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan,
Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan
sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat
madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi.
h. Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan
ideology negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara,
Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila
sebagai ideologi terbuka.
i. Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri
Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional
dan organisasi internasional, dan Mengevaluasi globalisasi (TriHardini,
2015:123-124)
2.1.3 Tujuan Mata Pelajaran PKn
Berdasar Permendiknas No. 22 Tahun 2006, tujuan pembelajaran
PKn di Sekolah Dasar adalah sebagai berikut:
a. Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan.
-
12
b. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, serta bertindak secara
cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta
anti-korupsi.
c. Berkembang secara positif, dinamis, dan demokratis untuk membentuk
diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia, agar hidup
bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara
langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi
dan komunikasi.
Menurut Margaret Stimman Branson (1998) terdapat tiga
komponen utama yang perlu dipelajari dalam Pendidikan
Kewarganegaraan. Dikatakan sebagai berikut, “What are essential
components of a good civic education? There are three essential
components: civic knowledge, civic skills, and civic disposition.The first
essential component of civic education is civic knowledge that concerned
with the content or what citizens ought to know; the subject matter, if you
will. The second essential component of civic eduction in a democratic
society is civic skills; intellectual and participatory skills. The third
essential component of civic education, civic dispositions, refers to the
traits of private and public character essential to the maintenance and
improvement of constitutional democracy.” Ketiga komponen utama
Pendidikan Kewarganegaraan itu adalah pengetahuan kewarganegaraan
(civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), dan sikap
kewarganegaraan (civic disposition). Civic knowledge berkaitan dengan
isi atau apa yang harus warga negara ketahui. Civic skills merupakan
keterampilan apa yang seharusnya dimiliki oleh warga negara yang
mencakup; keterampilan intelektual dan keterampilan partisipasi.
Sedangkan civic disposition berkaitan dengan karakter privat dan publik
dari warga negara yang perlu dipelihara dan ditingkatkan dalam
demokrasi konstitusional. Mata pelajaran PKn terdiri dari dimensi
pengetahuan Kewarganegaraan (civics knowledge) yang mencakup
-
13
bidang politik, hukum, dan moral. Dimensi ketrampilan
Kewarganegaraan (civics skill) meliputi ketrampilan, partisipasi dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Dimensi nilai-nilai
Kewarganegaraan (civics values) mencakup antara lain percaya diri,
komitmen, penguasaan atas nilai religius, norma dan moral luhur, nilai
keadilan, demokratis, toleransi, kebebasan individual, kebebasan
berkomunikasi, kebebasan pers, kebebasan berserikat dan berkumpul dan
perlindungan terhadap minoritas. Mata pelajaran Kewarganegaraan
merupakan bidang kajian Interdisipliner artinya materi keilmuan
Kewarganegaraan dijabarkan dari beberapa disiplin ilmu antara lain ilmu
politik, ilmu negara, ilmu tata negara, hukum sejarah, ekonomi, moral,
dan filsafat (Depdiknas, 2003: 2).
2.1.4 Kurikulum PKn
Tabel 2.1: SK KD PKn SD Kelas 5 Semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1. Memahami pentingnya keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI)
1.1. Mendeskripsikan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
1.2. Menjelaskan pentingnya keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia
1.3. Menunjukkan contoh-contoh perilaku dalam menjaga
keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia
2. Memahami peraturan perundang-undangan
tingkat pusat dan daerah
2.1. Menjelaskan pengertian dan pentingnya peraturan
perundang-undangan tingkat
pusat dan daerah
2.2. Memberikan contoh peraturan perundang-undangan tingkat
pusat dan daerah, seperti
pajak, anti korupsi, lalu lintas,
larangan merokok
Sumber: Standar isi KTSP 2006 Mata Pelajaran PKn
-
14
2.1.5 Hasil Belajar
2.1.5.1. Pengertian Hasil Belajar
Menurut Suprijono (2012: 7) hasil belajar adalah pola-pola
perbuatan nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan
keterampilan. Hasil belajar juga merupakan prestasi yang dicapai oleh
seseorang dalam bidang tertentu untuk memperolehnya menggunakan
standar sebagai pengukuran keberhasilan seseorang.
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku secara menyeluruh
bukan hanya pada satu aspek saja tetapi terpadu secara utuh (Anitah,
2008: 219). Guru harus memperhatikan secara seksama agar perilaku
tersebut dapat dicapai sepenuhnya oleh siswa. Perwujudan hasil belajar
akan selalu berkaitan dengan kegiatan evaluasi pembelajaran sehingga
diperlukan adanya teknik dan prosedur evaluasi belajar yang dapat
menilai secara efektif proses dan hasil belajar.
Menurut Susanto (2013: 5) hasil belajar yaitu perubahan yang
terjadi pada diri siswa baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar. Menurut Nawawi (dalam
Susanto, 2013: 5) hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat
keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang
dinyatakan skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi
pelajaran tertentu. (Galuh Adi Prakoso, 2015:106)
Mudjiono (2006: 3-4) juga menyebutkan hasil belajar merupakan
hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi
guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari
sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak
proses belajar.
Benjamin S. Bloom (Mudjiono, 2006: 26-27) menyebutkan enam
jenis perilaku ranah kognitif, sebagai berikut:
a. Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah
dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan
dengan fakta, peristiwa, pengertian kaidah, teori, prinsip, atau metode.
-
15
b. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang
hal yang dipelajari.
c. Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk
menghadapi masalah yang nyata dan baru. Misalnya, menggunakan
prinsip. d. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke
dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami
dengan baik. Misalnya mengurangi masalah menjadi bagian yang telah
kecil.
d. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnya
kemampuan menyusun suatu program.
e. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa
hal berdasarkan kriteria tertentu. Misalnya, kemampuan menilai hasil
ulangan.
Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, disimpulkan bahwa
hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan tersebut
mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dapat
dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data
pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam
mencapai tujuan pembelajaran.
2.1.5.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan
pembelajaran di kelas tidak terlepas dari faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar itu sendiri. Faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar dan hasil belajar menurut Djamarah (2008)
adalah: faktor lingkungan, instrumental, fisiologis, psikologis. Sedangkan
menurut menurut Slameto (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar dapat dibagi menjadi dua macam yaitu faktor yang berasal dari
diri siswa (intern) yang terdiri dari: faktor jasmani, psikologi, dan faktor
-
16
yang berasal dari luar diri siswa (ekstern) yaitu: faktor keluarga, faktor
sekolah, faktor masyarakat.
Selain faktor-faktor yang telah diuraikan di atas, ada faktor lain
yang tidak kalah penting berpengaruhnya terhadap hasil belajar. Faktor
tersebut yaitu penggunaan model pembelajaran yang tepat pada saat
proses pembelajaran (JonetPrasetyo,Sutriyono, 2015:13).
2.1.6 Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT)
2.1.6.1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif NHT
Pembelajaran kooperatif tipe NHT menurut Isjoni (2010) adalah
suatu model pembelajaran dimana siswa dalam kelompok kecil terdiri 4-
6 orang, siswa belajar dan bekerja secara kolaboratif dengan struktur
kelompok yang heterogen. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah untuk
meningkatkan partisipasi siswa dan mempersiapkan siswa agar memiliki
sifat kepemimpinan. Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together (NHT) merupakan salah satu teknik pembelajaran kooperatif,
dimana melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang
tercakup dalam suatu pelajaran, dan mengecek pemahaman mereka
terhadap isi pelajaran tersebut. Menurut Trianto (2007) sintaks NHT
terbagi menjadi empat fase berikut:
Fase Ke-1: Penomoran.
Fase ke-2: Mengajukan pertanyaan.
Fase ke-3: Berpikir bersama.
Fase ke-4: Menjawab.
Menurut Hosnan (2014: 252) pembelajaran kooperatif tipe
NumberedHeads Together (NHT) merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan
untuk meningkatkan penguasaaan akademik.
Menurut Huda (2013: 213) sintak pembelajaran model
pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) sebagai berikut: (1)
-
17
siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok; (2) masing-masing siswa
dalam kelompok diberi nomer; (3) guru memberi tugas/pertanyaan pada
masing-masing kelompok untuk mengerjakannya; (4) setiap kelompok
mulai berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap paling tepat
dan memastikan semua anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut;
(5) guru memanggil salah satu nomer secara acak; (6) siswa dengan
nomer yang dipanggil mempresentasikan jawaban dari hasil diskusi
kelompok mereka.
Menurut Ahmad Zuhdi (2010: 65) kelebihan model NHT adalah (1)
setiap siswa menjadi siap semua, (2) dapat melakukan diskusi dengan
sungguh-sungguh, (3)siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang
kurang pandai. (GaluhAdiPrakoso.2015:105-106)
Number Heads Together adalah suatu Model pembelajaran yang
lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah,
dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya
dipresentasikan di depan kelas (Rahayu, 2006). NHT pertama kali
dikenalkan oleh Spencer Kagan dkk (1993). Model NHT adalah bagian
dari model pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan pada
struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi siswa. Struktur Kagan menghendaki agar para siswa bekerja
saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif.
Struktur tersebut dikembangkan sebagai bahan alternatif dari sruktur
kelas tradisional seperti mangacungkan tangan terlebih dahulu untuk
kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang telah
dilontarkan. Suasana seperti ini menimbulkan kegaduhan dalam kelas,
karena para siswa saling berebut dalam mendapatkan kesempatan untuk
menjawab pertanyaan peneliti (Tryana, 2008).
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang
mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam kelompok-
kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang
-
18
telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk
memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif
dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini
sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni
mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan
masalah.
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan
untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh
Kagen dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam
menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek
pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam
pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu:
1. Hasil belajar akademik stuktural: Bertujuan untuk meningkatkan kinerja
siswa dalam tugas-tugas akademik.
2. Pengakuan adanya keragaman: Bertujuan agar siswa dapat menerima
teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang.
3. Pengembangan keterampilan social: Bertujuan untuk mengembangkan
keterampilan sosial siswa.
Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif
bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau
pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.Penerapan
pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen dalam
Ibrahim (2000: 29), dengan tiga langkah yaitu:
a) Pembentukan kelompok;
b) Diskusi masalah;
c) Tukar jawaban antar kelompok
-
19
2.1.6.2. Langkah-Langkah Model Pembelajaran NHT
Menurut Taniredja, Faridli, dan Harmianto (2012: 101) penerapan
model NHT mempunyai 6 langkah diantaranya:
a. Langkah pertama yaitu penomoran; guru membagi siswa ke dalam
kelompok-kelompok kemudian memberikan nomor kepada seluruh
anggota kelompok, sehingga setiap kelompok mempunyai nomor 1-5.
b. Langkah kedua yaitu pengajuan pertanyaan; guru mengajukan pertanyaan
kepada siswa.
c. Langkah ketiga yaitu berpikir bersama; siswa bertukar ide dengan
anggota kelompok dan memutuskan jawaban.
d. Langkah keempat yaitu pemberian jawaban; guru memanggil nomor
secara acak dari masing-masing kelompok dan memberikan kesempatan
siswa memaparkan jawaban.
e. Langkah kelima yaitu pemberian tanggapan; anggota kelompok lain
boleh memberikan tanggapan setelah jawaban dipaparkan. Hal itu
dilakukan hingga semua nomor terpanggil oleh guru, sehingga semua
siswa dapat secara merata memaparkan jawaban hasil diskusi.
f. Langkah keenam; Kesimpulan.
Menurut Trianto (2007:62-63) secara terstruktur, langkah-langkah
atau fase pembelajaran kooperatif tipe NHT sebagai berikut:
1. Fase 1: penomoran, yaitu guru membagi siswa kedalam kelompok 3-5
orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor 1-5.
2. Fase 2: mengajukan pertanyaan, yaitu guru mengajukan sebuah
pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat
amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya.
3. Fase 3: berpikir bersama, yaitu siswa menyatukan pendapatnya terhadap
jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya
mengetahui jawaban tim.
4. Fase 4: menjawab, yaitu guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian
siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba
-
20
menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas
(PinkyDeaViantika,JandutGregorius, 2015:1524-1525).
2.1.6.3. Kelebihan Dan Kelemahan Model Pembelajaran NHT
Model pembelajaran NHT memiliki beberapa kelebihan dan
kelemahan. Aris Shoimin (2014:108-109) mengemukakan kelebihan dan
kelemahan NHT sebagai berikut:
A. Kelebihan Numbered Heads Together (NHT)
1) Setiap siswa menjadi siap,
2) Siswa dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh,
3) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang berkemampuan
intelegensi kurang,
4) Terjadi interaksi secara intens antarsiswa dalam menjawab soal,
5) Tidak ada siswa yang mendominasi dalam kelompok karena ada nomor
yang membatasi.
B. Kelemahan Numbered Heads Together (NHT)
1) Tidak terlalu cocok diterapkan dalam jumlah siswa yang banyak karena
membutuhkan waktu yang lama, dan
2) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru karena kemungkinan
waktu yang terbatas.(PinkyDeaViantika,JandutGregorius.2015:1523)
2.1.7. Komponen-komponen Model Pembelajaran NHT
Sebagaimana dipaparkan Joyce, Weil dan Calhoun (2009: 104-106)
setiap model pembelajaran mengandung beberapa unsur yaitu,
sintakmatik (tahap-tahap kegiatan), sistem sosial (situasi atau suasana),
prinsip reaksi (perilaku guru terhadap siswa), sistem pendukung (sarana
dan alat), dan dampak instruksional dan pengiring. Unsur-unsur yang
terkandung dalam model NHTadalah sebagai berikut:
a. Sintagmatik (Sintak)
Menurut Trianto, (2009: 82) penerapan model NHT harus melalui
empat fase:
-
21
1. Fase 1: Penomoran
Pada fase ini, siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok yang terdiri dari
3-5 siswa. Setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5.
2. Fase 2: Pengajuan pertanyaan
Guru mengajukan pertanyaan/tugas kepada siswa dalam kelompok.
3. Fase 3: Berpikir bersama
Siswa berdiskusi bersama kelompoknya mencari jawaban atas pertanyaan
yang diajukan oleh guru. Setiap anggota kelompok harus benar-benar
mengetahui dan memahami jawaban yang diputuskan.
4. Fase 4: Menjawab
Guru memanggil nomor tertentu secara acak, kemudian siswa yang
memiliki nomor tersebut memaparkan menjawab atas pertanyaan untuk
seluruh kelas. Begitu seterusnya hingga semua nomor terpanggil.
b. Prinsip Reaksi
Pada prinsip reaksi ini menggambarkan pola tingkah laku guru
dalam memperlakukan siswa ketika belajar. Peran guru dalam
pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah sebagai fasilitator yang terlibat
langsung dalam pembelajaran. Guru juga berperan sebagai pembimbing
setiap kelompok dengan menciptakan suasana yang hangat dan
menyenangkan. Guru menjelaskan tentang tata cara/aturan pembelajaran
yang akan berlangsung dengan jelas sehingga semua siswa dapat
memahami dengan baik. Guru memfasilitasi dan mengarahkan siswa
dalam membentuk kelompok dengan transisi yang efisien. Setelah
terbentuk kelompok-kelompok, guru memberikan arahan tentang cara
diskusi kelompok, dimana guru mengajukan pertanyaan kepada siswa
yang mempunyai kepala bernomor sama secara acak kemudian guru
mengamati siswa dalam diskusi. Pengajuan pertanyaan harus
diungkapkan dengan jelas sehingga siswa dapat menjawab peranyaan
tanpa kebingungan. Guru juga membimbing siswa dalam mencari
jawaban jika diperlukan. Guru menjadi fasilitator/pemanggil kepala
-
22
bernomor sama. Setelah siswa memaparkan jawabannya, guru melakukan
pemantapan materi dan klarifikasi apabila siswa mengalami miskonsepsi.
c. Sistem Sosial
Sistem sosial/norma yang terdapat dalam model ini berlandaskan
pada proses demokrasi dan keputusan kelompok. Guru dan siswa
memiliki status yang sama, namun menduduki peran yang berbeda
(Joyce, Weil dan Calhoun, 2009: 323). Guru tidak sepenuhnya menjadi
pusat perhatian, namun ada kalanya perhatian tersebut tertuju pada siswa.
Sistem sosial dalam pembelajaran ini berupa sikap saling membantu
antarteman dalam kelompok. Siswa saling bahu-membahu dalam mecari
jawaban yang paling tepat atas pertanyaan yang diterima. Ketika
belangsungnya diskusi untuk mencari jawaban yang tepat, setiap anggota
kelompok pasti mempunyai jawaban atau gagasan yang berbeda-beda.
Dalam hal ini tentu saja harus ada pendapat yang diterima dan ditolak.
Disinilah siswa akan belajar saling menghargai pendapat yang
dikemukakan oleh teman. Selain itu, ketika jawaban dari semua
kelompok dibacakan dan dikoreksi, akan terlihat kelompok mana yang
mempunyai prestasi tertinggi dan terendah. Kelompok yang mempunyai
prestasi rendah, akan belajar menerima kekalahan kelompok sendiri dan
menghargai kemenangan kelompok lain.
d. Daya Dukung
Sistem pendukung yang diperlukan dalam pembelajaran kooperatif
NHT salah satunya adalah kondisi lingkungan fisik sesuai kebutuhan
siswa dalam pembelajaran seperti kebersihan dan kenyamanan ruang
kelas, ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai untuk menunjang
proses pembelajaran yang berupa meja, kursi, papan tilis, dll. Selain itu,
guru harus mempersiapkan bahan ajar yang digunakan yaitu berupa
materi NKRI untuk siswa lengkap dengan Lembar Kerja Siswa (LKS)
atau berupa pertanyaan yang siap diajukan kepada siswa dan sumber
belajar (buku dan lingkungan sekitar siswa) yang berkaitan dengan
-
23
materi NKRI. Tidak lupa guru harus menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran.
e. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring
Dampak instruksional merupakan hasil belajar yang harus dikuasai
siswa berupa kemampuan-kemampuan siswa setelah menerima atau
menyelesaikan pengalaman belajarnya. Secara umum, dampak
instruksional setelah siswa mengikuti pembelajaran PKn dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT yaitu proses
pembentukan dan pengelolaan kelompok dapat dilakukan secara efisien
sesuai minat siswa namun masih dalam kontrol guru; sehingga proses
pembelajaran secara berkelompok dapat berjalan dengan baik dan
mencapai tujuan yang diharapkan. Melalui model pembelajaran
kooperatif tipe NHT ini, diharapkan dapat membiasakan siswa untuk
membangun pengetahuannya melalui diskusi kelompok, sehingga siswa
akan lebih termotivasi untuk belajar. Melalui proses kerjasama dalam
kelompok, siswa berlatih untuk disiplin dan tanggung jawab dari masing-
masing anggota kelompok. Sehingga semua anggota kelompok dapat
berpartisipasi aktif dalam diskusi.
-
24
Gambar 2.1
Dampak Pengiring dan Dampak Insruksional Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe NHT
Secara khusus, dampak instruksional yang terdapat dalam
pembelajaran PKn dengan materi NKRI melalui model NHT adalah
kemampuan untuk menjelaskan pengertian dan berdirinya Negara
Kesatuan Republik Indonesia, mengelompokkan jumlah pulau di
Indonesia, menyebutkan nama-nama ibukota provinsi di Indonesia, dan
menyebutkan letak wilayah di Indonesia.
Dampak pengiring adalah hasil belajar lain yang muncul dari
suasana pembelajaran yang dialami siswa diluar arahan dari guru. Secara
umum, dampak pengiring yang timbul dari pembelajaran PKn dengan
menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT adalah siswa
Menjelaskan
pentingnya keutuhan
Negara Kesatuan
Republik Indonesia
Keterangan:
Dampak Instruksional
Dampak Pengiring
Numbered
Head
Together
(NHT)
Mendeskripsikan
Negara Kesatuan
Republik Indonesia
Tekun
Keberanian
Toleransi
Demokratis
Kerja sama
Percaya Diri
Konsentrasi
Tanggung Jawab
-
25
mampu berdiskusi bersama kelompoknya yang heterogen, sehingga
timbul rasa saling menerima kemampuan yang berbeda-beda dan tidak
ada rasa saling meremehkan. Adanya rasa tanggungjawab atas tugas yang
diberikan kepada kelompoknya. Secara khusus, dampak pengiring yang
akan didapatkan siswa dalam pembelajaran PKn materi NKRI dengan
menggunakan model pembelajaran NHT adalah menumbuhkan rasa
saling menghargai pendapat teman/demokratis, tanggung jawab, berpikir
kritis, menumbuhkan jiwa kerja sama, tekun dalam mencari jawaban,
melatih siswa untuk sportif, dan konsentrasi ketika guru memanggil
nomor. Menumbuhkan rasa percaya diri untuk mengemukakan pendapat
dan memaparkan jawaban keseluruh kelas. Dampak instruksional dan
dampak pengiring dalam model Numbered Head Together (NHT)
digambarkan dalam bagan 2.1.
2.1.8. Strategi Implementasi Model Pembelajaran NHT
Tabel 2.2
Strategi Implementasi Model Pembelajaran NHT
No Aktifitas Guru
Langkah-
langkah
Pokok
Aktifitas Siswa
1. guru membagi siswa ke dalam
kelompok-kelompok kemudian
memberikan nomor kepada
seluruh anggota kelompok,
sehingga setiap kelompok
mempunyai nomor 1-5.
Penomoran Siswa mendengarkan
penjelasan dari guru
tentang pembagian
kelompok dan
penomoran.
2. Guru mengajukan pertanyaan
kepada siswa.
Pengajuan
pertanyaan
Siswa mendengarkan
pertanyaan dari guru.
3. Guru membimbing siswa
bertukar ide dengan anggota
kelompok dan memutuskan
jawaban.
Berpikir
bersama
Siswa bertukar ide
dengan anggota
kelompok dan
memutuskan jawaban.
-
26
4. Guru memanggil nomor secara
acak dari masing-masing
kelompok dan memberikan
kesempatan siswa memaparkan
jawaban.
Pemberian
jawaban
Siswa mendapat
panggilan nomor dari
guru dan diberikan
kesempatan memaparkan
jawaban.
5. Anggota kelompok lain boleh
memberikan tanggapan setelah
jawaban dipaparkan. Hal itu
dilakukan hingga semua nomor
terpanggil oleh guru, sehingga
semua siswa dapat secara merata
memaparkan jawaban hasil
diskusi.
Pemberian
tanggapan
Siswa yang tidak
mendapat panggilan
boleh memberikan
tanggapan setelah
jawaban dipaparkan.
6 Guru bersama siswa
menyimpulkan jawaban akhir
dari semua pertanyaan yang
berhubungan dengan materi
yang disajikan.
Kesimpulan Siswa bersama guru
menyimpulkan jawaban
akhir dari semua
pertanyaan yang
berhubungan dengan
materi yang disajikan.
2.2. Kajian Penelitian yang Relevan
a. PenelitianAinun Nur Firdaniah dan Mungit Sudianto
Penelitian Ainun Nur Firdaniah dan Mungit Sudianto yang berjudul
“Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads
Together (NHT). Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Tema Ekosistem
Pada Siswa Kelas V Sdn Lidah Wetan IV/566 Surabaya”. Hasil
penelitiannya adalah berdasarkan hasil penelitian dari 34 siswa pada
siklus I menunjukkan nilai rata-rata kelas sebesar 70,94 dengan
prosentase ketuntasan klasikal mencapai 64,7%, dan pada siklus II rata-
rata kelas meningkat menjadi 86,7 dengan prosentase ketuntasan klasikan
mencapai 85,29%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam
pembelajaran tematik dengan tema ekosistem dapat meningkatkan hasil
belajar siswa kelas V SDN Lidah Wetan IV Surabaya. Selain itu, dengan
menggunakan model,pembelajaran NHT, pembelajaran menjadi lebih
menarik dan menyenangkan.
-
27
b. Penelitian Anisah Rahmawati,Hadi Mulyono, Sularmi
Penelitian Anisah Rahmawati Hadi Mulyono, Sularmi yang berjudul
"Peningkatan Hasil Belajar Ipa Tentang Jenis-Jenis Tanah Melalui Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT)
Berbasis Eksperimen”. Hasil penelitiannya adalah berdasarkan hasil
penelitian dari 16 siswa. Pada siklus I siswa yang mendapatkan nilai di
atas KKM sebanyak 11 siswa atau 68,75%. Nilai rata-rata siswa adalah
72,5. Pada siklus II siswa yang mendapat nilai di atas KKM sebanyak 14
siswa atau 87,5%. Nilai rata-rata siswa adalah 78,75. Dengan demikian
model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)
berbasis eksperimen cocok digunakan untuk meningkatkan hasil belajar
IPA tentang jenis-jenis tanah pada siswa kelas V semester 2 SDN
Sugihan 02 tahun ajaran 2012/2013.
c. Penelitian Siti Maria Ulfa dan Siradjuddin
Penelitian Siti Maria Ulfa dan Siradjuddin yang berjudul “
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Untuk
Meningkatkan
Hasil Belajar Ips Kelas V Sekolah Dasar”. Simpulan penelitian ini adalah
Model Pembelajaran Number Head Together dapat meningkatkan
pemahaman Ips Kelas V Sekolah Dasar.
d. Penelitian Tsabbit Aqdamy dan Supriyono
Penelitian Tsabbit Aqdamy dan Supriyono yang berjudul “Penerapan
Model Pembelajaran Numbered Head Together Pada Tema Tempat
Tinggalku Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Di Sekolah Dasar”.
Hasil penelitiannya adalahberdasar hasil penelitian dari 38 siswa,
aktivitas siswa mengalami peningkatan dari siklus I sebesar 67,5% dan
pada siklus II sebesar Dapat disimpulkan bahwa penerapan 85%. Hasil
belajar siswa mencakup tiga ranah, yaitu ranah afektif pada siklus I
sebesar 100% dan pada siklus II juga 100%. Ranah kognitif pada siklus I
sebesar 39% dan pada siklus II sebesar 92,1%. Ranah psikomotor pada
-
28
siklus I sebesar 78% dan pada siklus II sebesar 97,3%. Dapat
disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Head Together pada tema tempat tinggalku dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Saroja Surabaya.
e. PenelitianLis Elisa dan Husni Abdullah
Penelitian Lis Elisa dan Husni Abdullah yang berjudul “Penerapan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together Untuk
Meningkat Hasil Belajar Siswa Di Sekolah Dasar”. Hasil penelitian
adalah berdasar penelitian dari 39 siswa V SDN Gadel II kecamatan
Tandes, Kota Surabaya tahun ajaran 2014/2015, penelitian pada siklus I
menunjukkan aktivitas guru dalam pembelajaran pada siklus III
memperoleh skor 35 dan apabila dipersentasekan menjadi 87,5% dengan
kategori amat baik ,hasil ini menunjukkan bahwa aktivitas guru mengajar
pada siklus ini sudah melampaui persentase indikator keberhasilan pada
aktivitas guru yaitu 80 %. Aktivitas siswa dalam pembelajaran pada
siklus III memperoleh skor 24 dan apabila dipersentasekan menjadi
85,71% dengan kategori amat baik, hasil ini menunjukkan bahwa
aktivitas siswa pada siklus ini sudah mencapai persentase indikator
keberhasilan pada aktivitas siswa yaitu 80 %. Dan Hasil belajar diperoleh
presentase siswa yang tuntas belajar sebesar 87,18%, sehingga siswa
yang tidak tuntas belajar sebesar 12,82%. Hasil ini menunjukkan bahwa
ketuntasan belajar siswa secara klasikal pada siklus III sudah mencapai
presentase yang diharapkan pada indikator keberhasilan yaitu > 80%.
Dapat disimpulkan bahwa penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Numbered Heads Together Untuk Meningkat Hasil Belajar Siswa Di
Sekolah Dasar.
f. Penelitian Pinky Dea Viantika dan Jandut Gregorius
Penelitian Pinky Dea Viantika dan Jandut Gregorius yang berjudul
“Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Nht Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Pada Mata Pelajaran Ips Di Sekolah Dasar”.
Hasil belajar siswa mengalami peningkatan, pada siklus I 60%, pada
-
29
siklus II 77%, dan pada siklus tiga 87%. Dapat disimpulkan bahwa
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together
(NHT) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS di
kelas V SDN Wonoayu I Sidoarjo.
g. Penelitian Roseta Perdana Putra dan Supriyono
Penelitian Roseta Perdana Putra dan Supriyono yang berjudul
“Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head
Together (NHT) Tema Lingkungan Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa Kelas Ii Sdn Sajen 02 Pacet – Mojokerto”. Adapun hasil
penelitiannya adalah berdasar penelitian dari 21 siswa Pada hasil belajar
siswa pada mata pelajaran PKn juga mengalami peningkatan dengan
persentase pada siklus I yaitu 47,62% dengan rata-rata 71,29 dan
persentase siklus ke-II 90,48% dengan rata-rata 88,67. Pada hasil belajar
siswa pada mata pelajaran IPS juga mengalami peningkatan dengan
persentase pada siklus I 47,62% dengan rata-rata 68,90 dan persentase
pada siklus II 95,24% dengan rata-rata 83,81. Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada tema lingkungan di
kelas II SDN Sajen 02 Pacet-Mojokerto.
h. Penelitian Puji Nurhayati dan Budiyono
Penelitian Puji Nurhayati dan Budiyono yang berjudul “Pengaruh Model
Pembelajaran NHT Terhadap Hasil Belajar Matematika Kelas Ii Sdn
Cangkir, Driyorejo-Gresik”. Sampel dalam penelitian ini, yaitu kelas II
Mawar sebagai kelas kontrol dan II Anggrek sebagai kelas eksperimen.
Model NHT (Number Head Together) juga berpengaruh terhadap hasil
belajar siswa, terbukti dengan hasil uji beda diperoleh hasil terhitung
(2,802) > tabel (1,672) dan hasil Sig (2-tailed) 0,007 < 0,05. Serta dapat
meningkatkan hasil belajar siswa, terbukti dari hasil rata-rata nilai
posttest kelas eksperimen yang diterapkan model pembelajaran
Kooperatif NHT (Number Head Together) memiliki rata-rata skor
sebesar 69,67, sedangkan kelas kontrol hanya memiliki rata-rata sebesar
-
30
59,42. Hal itu membuktikan adanya pengaruh yang signifikan antara
Model NHT (Number Head Together) terhadap hasil belajar siswa kelas
II SDN Cangkir, Driyorejo-Gresik.
2.3. Kerangka Berfikir
Pada kondisi awal guru kelas belum menerapkan pembagian
kelompok dan tidak melakukan metode NHT hasil belajar siswa pada
mata pelajaran PKn masih rendah. Peneliti berusaha meningkatkan hasil
belajar siswa terhadap materi pada pelajaran PKn dengan menggunakan
metode NHT pada penelitian diduga akan meningkatkan kemampuan
hasil belajar terhadap materi mata pelajaran.
-
31
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir
2.4 Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah
diuraikan diatas maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:
a. Ada peningkatan hasil belajar yang signifikan pada mata pelajaran PKn
melalui Model Pembelajaran NHT pada siswa kelas 5 B SDN Margorejo
02 Kecamatan Margorejo Kabupaten Pati Tahun Pelajaran 2016/2017.
Hasil
belajar
siswa
rendah
Guru ceramah Kondisi
awal
Tindakan Menggunakan
metode NHT
1. Penomoran 2. Pengajuan pertanyaan 3. Berpikir bersama 4. Pemberian jawaban 5. Pemberian tanggapan
6. Kesimpulan
PEMBELAJARAN PKn
Hasil belajar
meningkat