bab ii kajian pustaka - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3795/3/t1... ·...
TRANSCRIPT
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Belajar
Belajar merupakan dasar dari setiap siswa untuk memahami suatu mata
pelajaran di sekolah. Belajar sendiri mempunyai berbagai definisi diantaranya
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:729) menyebutkan ”belajar adalah
berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu tertentu dengan tergantung pada
kekuatan harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil tertentu
dan pada daya tarik hasil itu bagi orang bersangkutan”. Menurut Sumantri (2010)
belajar adalah perubahan perilaku sebagai fungsi pendidikan. Didalamnya
tercakup perubahan-perubahan afektif, motorik, dan kognitif yang tidak dihasilkan
oleh sebab-sebab lain.
Menurut Slameto (2003:2) menyatakan bahwa “belajar adalah suatu proses
usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri
dalam interaksinya dengan lingkungan”. Hal ini berarti bahwa belajar merupakan
proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah
laku. Hasil pengalaman seseorang dari hasi interaksinya dengan lingkungan akan
membawa perubahan tingkah laku yang baru dan menyeluruh. Skinner dalam
Dimyati (2006:9) menyatakan bahwa belajar adalah suatu perilaku pada saat
orang belajar maka responnya menjadi lebih baik. Sehingga dengan belajar maka
orang akan mengalami perubahan tingkah laku. Pada saat orang belajar, maka
responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya
menurun.
Sedangkan menurut James O. Whittaker dalam Djamarah (2011:2)
menyatakan bahwa “belajar adalah proses dimana tingkah laku di timbulkan atau
diubah melalui latihan atau pengalaman”. Belajar sebagai suatu aktivitas yang
ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Berarti
8
belajar diubah melalui praktek dan latihan. Sedangkan menurut Sumantri (2010)
belajar adalah perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk pencapai
perubahan tingkah laku yang ditandai dengan adanya peningkatan yang progresif
pada bidang pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap sebagai hasil
pengalaman dan interaksi dengan lingkungan. Perubahan yang diharapkan adalah
perubahan yang sifatnya baik. Perubahan tersebut misalnya dari yang tidak bisa
menjadi bisa, dari yang tidak tahu menjadi tahu.
2.1.2 Hakikat Pembelajaran
Pembelajaran menurut Sudjana dalam Sugihartono (2007:80) merupakan
upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik yang dapat menyebabkan
peserta didik melakukan kegiatan belajar. Sedangkan menurut Gulo
mendefinisikan pembelajaran sebagai usaha untuk menciptakan sistem lingkungan
yang mengoptimalkan kegiatan pembelajaran. Nasution mendefinisikan bahwa
“pembelajaran sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan
sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak didik sehingga terjadi proses
belajar. Lingkungan dalam pengertian ini tidak hanya ruang belajar, tetapi juga
meliputi guru, alat peraga, perpustakaan, laboratorium yang relevan dengan
kegiatan belajar siswa.
Menurut Taufiq (2011:5.7) pembelajaran adalah proses yang aktif, dinamis
dan terus menerus yang memungkinkan anak belajar. Pembelajaran dalam hal ini
dipandang sabagai suatu proses membantu anak mengembangkan dan mengubah
perilaku (kognitif, afektif dan psikomotor). Menurut Suprijono (2009:13)
pembelajaran berdasarkan makna leksikal berarti proses, cara, perbuatan
mempelajari. Pembelajaran merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil dan pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya. Upaya yang dirancang untuk membantu proses
pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas belajar pada diri
peserta didik.
9
Dari beberapa pengertian para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran adalah suatu usaha yang dilakukan dengan sengaja untuk
menyampaikan ilmu pengetahuan mengorganisasikan dan menciptakan sistem
lingkungan agar siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien
sehingga siswa dapat mengembangkan dan mengubah perilaku (kognitif, afektif
dan psikomotor). Dengan demikian pembelajaran hendaknya dilakukan dengan
baik antara peserta didik dan guru. Hal ini bertujuan agar tujuan pembelajaran
tercapai dengan baik. Jika tujuan pembelajaran tercapai dengan baik maka hasil
belajarpun akan meningkat.
Pembelajaran perlu dilaksanaan karena pembelajaran membantu proses
belajar mengajar dengan menggunakan pengetahuan profesional yang dimiliki
guru yang kemudian disampaikan kepada siswa supaya mencapai tujuan yang
diharapkan. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan guru pada siswa
agar dapat memperoleh ilmu pengetahuan dan membentuk sikap siswa. Untuk itu
siswa perlu melakukan proses pembelajaran. Pembelajaran dilakukan melalui cara
mentransfer ilmu pengetahuan lewat seorang guru atau orang yang ahli
dibidangnya yang diberikan kepada siswa atau orang lain yang membutuhkan
kemudian dikelola oleh siswa atau orang tersebut sehingga diperoleh pengetahuan
baru dengan hasil yang maksimal.
2.1.3 Hakikat Pembelajaran IPA
Hakikat IPA meliputi empat unsur utama yaitu sikap, proses, produk, dan
aplikasi. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja
melainkan suatu proses penemuan. Dalam hal ini IPA merupakan ilmu yang
menekankan pada suatu proses penemuan. Beberapa ahli mendefinisikan IPA
sebagai berikut.
Menurut Iskandar (2001:2) IPA adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-
peristiwa yang terjadi di alam. IPA berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis. IPA bukan hanya penguasaan kumpulan sistematis
dan IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-
10
fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan.
Menurut Darmojo dalam Samatowa (2010:2) mengemukakan IPA adalah
pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala
isinya. Selain itu Nash dalam Samatowa (2010:2) menyatakan bahwa IPA itu
adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Nash juga menjelaskan
bahwa cara IPA mengamati dunia ini bersifat analisis, lengkap, cermat, serta
menghubungkannya antara suatu fenomena dengan fenomena lain, sehingga
keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang objek yang
diamatinya.
Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa IPA adalah
ilmu yang mempelajari tentang gejala atau peristiwa yang terjadi di alam untuk
menemukan fakta atau konsep melalui sebuah proses dengan cara melakukan
pengamatan, observasi, eksperimentasi, penyimpulan, dan penyusunan teori.
Dalam mempelajari IPA tidak semata-mata menghafal sebuah konsep akan tetapi
mencari tahu sebuah konsep melalui sebuah proses. Proses yang dimaksud adalah
percobaan. Dengan percobaan siswa dapat mencari tahu sendiri sebuah konsep
pembelajaran dan tidak cepat lupa karena siswa menemukan sendiri sebuah
konsep pembelajaran.
2.1.3.1 Karakteristik Pembelajaran IPA
1. Melibatkan seluruh alat indera untuk melakukan suatu proses berpikir, dan
melakukan gerakan otot.
2. Membutuhkan berbagai teknik, seperti observasi, eksplorasi dan eksperimen.
3. Menggunakan alat bantu untuk memperoleh data yang objektif, sesuai dengan
sifat IPA yang mengutamakan objektivitas.
4. Kegiatan menemukan sesuatu yang baru (penemuan ilmiah), mengunjungi
objek, studi pustaka, dan penyusunan hipotesis untuk memperoleh pengakuan
kebenaran yang benar-benar objektif.
5. Proses belajar yang aktif, artinya belajar IPA merupakan suatu yang
dilaksanakan siswa, bukan sesuatu yang dilakukan untuk siswa dengan kata
lain siswa itu sendiri yang melakukan dan menemukan sesuatu (ilmu/konsep).
11
2.1.3.2 Pembelajaran IPA di SD
Mata pelajaran IPA di Sekolah Dasar bertujuan agar siswa memahami
konsep-konsep IPA, memiliki keterampilan proses, mempunyai minat
mempelajari alam sekitar, bersikap ilmiah, mampu menerapkan konsep-konsep
IPA untuk menjelaskan gejala-gejala alam dan memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari-hari, mencintai alam sekitar, serta menyadari kebesaran dan
keagungan Tuhan. Berdasarkan tujuan di atas, maka pembelajaran pendidikan
IPA di SD menuntut proses belajar mengajar yang menekankan pada ketrampilan
proses untuk menemukan suatu konsep pembelajaran. Selain itu kondisi
ketergantungan hidup manusia akan ilmu dan teknologi yang tinggi, diperlukan
pembelajaran IPA di SD yang dijadikan sebagai mata pelajaran dasar untuk
menghasilkan warga Negara yang peduli terhadap alam sekitar.
2.1.3.3 Ruang lingkup IPA di SD
Ruang lingkup bahan kajian IPA di SD secara umum meliputi dua aspek
yaitu kerja ilmiah dan pemahaman konsep. Lingkup kerja ilmiah meliput i
kegiatan penyelidikan, berkomunikasi ilmiah, pengembangan kreativitas,
pemecahan masalah, sikap, dan nilai ilmiah. Lingkup pemahaman konsep meliputi
pemahaman materi seperti yang tercantum dalam Kurikulum KTSP. Secara
terperinci lingkup materi yang terdapat dalam Kurikulum KTSP adalah:
1. Makhluk hidup dan proses kehidupannya, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan
interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2. Benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.
3. Energi dan perubahaannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya, dan pesawat sederhana.
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya.
Dengan demikian, dalam pelaksanaan pembelajaran IPA kedua aspek
tersebut saling berhubungan. Aspek kerja ilmiah diperlukan untuk memperoleh
pemahaman atau penemuan konsep IPA.
12
2.1.4 Metode Pembelajaran Group Investigation
Menurut Hamdani (2011:90) metode Group Investigation adalah metode
pembelajaran yang melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan
topik maupun cara untuk mempelajari topik tersebut melalui investigasi. Metode
Group Investigation menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik
dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group proces
skills). Metode Group Investigation merupakan metode pembelajaran yang
mengaktifkan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Menurut Tsoi dkk, dalam Aunurrahman (2011:151) menyatakan bahwa
Group Investigation adalah suatu situasi yang di dalamnya terdapat interaksi dan
komunikasi antar siswa untuk melakukan pekerjaan secara kolaboratif dalam
menginvestigasi suatu masalah, merencanakan, mempresentasikan serta
mengevaluasi kegiatan yang mereka lakukan. Metode ini cocok untuk merespon
kebutuhan siswa dalam mengembangkan collaborative learning melalui kerja
kelompok. Pembelajaran yang dilakukan dengan metode Group Investigation
memuat empat hal pokok yaitu kemampuan melakukan investigasi kelompok,
kemampuan mewujudkan interaksi, kemampuan menginterpretasi serta mampu
menumbuhkan motivasi instrinsik.
Menurut Huda (2011:123) “Group Investigation adalah suatu metode
pembelajaran yang menekankan pada pilihan dan kontrol siswa daripada
penekanan tekhnik-tekhnik pengajaran di ruang kelas”. Suprijono (2011)
mengemukakan bahwa dalam penggunaan metode Group Investigation setiap
kelompok akan bekerja untuk melakukan investigasi sesuai dengan masalah yang
mereka pilih. Sedangkan menurut Narudin (2009) Group Investigation
merupakan salah satu bentuk metode pembelajaran kooperatif yang menekankan
pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi)
pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari
buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet.
Menurut Isjoni (2012:87) Group Investigation adalah “metode
pembelajaran kooperatif yang memadukan antara prinsip belajar kooperatif
dengan pembelajaran berbasis konstuktivisme dan prinsip demokrasi”. Metode ini
13
dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berpikir mandiri.
Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai
tahap akhir pembelajaran akan memberi peluang kepada siswa untuk lebih
mempertajam gagasan dan guru akan mengetahui kemungkinan gagasan siswa
yang salah sehingga guru dapat memperbaiki kesalahannya.
Dari beberapa pengertian Group Investigation di atas maka dapat
disimpulkan bahwa metode pembelajaran Group Investigation adalah metode
pembelajaran yang menekankan siswa berpartisipasi aktif dalam kelompok untuk
melakukan investigasi terhadap suatu topik pembelajalan yang sesuai dengan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Dengan metode ini melatih siswa untuk
menumbuhkan kemampuan berfikir secara mandiri. Dalam menginvestigasi
sebuah topik pembelajaran, siswa berdiskusi dengan temannya dan saling bertukar
pikiran. Setelah itu mereka menyimpulkan hasil investigasi mereka dan
mempresentasikannya. Dalam presentasi para siswa berpartisipasi aktif untuk
menyampaiakan pendapat mereka.
Metode pembelajaran Group Investigation penting atau perlu digunakan
karena metode pembelajaran Group Investigation merupakan salah satu bentuk
metode pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas
siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran melalui bahan-bahan
yang tersedia maupun melalui sebuah penemuan. Metode pembelajaran Group
Investigation menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam
berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses untuk menemukan suatu topik
pembelajaan. Metode Group Investigation juga dapat melatih siswa untuk
menumbuhkan kemampuan berfikir secara mandiri.
Dalam pembelajaran guru berperan sebagai konselor, konsultan, dan
sumber kritik yang konstruktif. Peran tersebut ditampilkan dalam proses
pemecahan masalah, pengelolaan kelas, dan pemaknaan perseorangan. Peranan
guru terkait dengan proses pemecahan masalah berkenaan dengan kemampuan
meneliti apa hakikat dan fokus masalah. Pengelolaan ditampilkan berkenaan
dengan kiat menentukan informasi yang diperlukan dan pengorganisasian
kelompok untuk memperoleh informasi tersebut.
14
2.1.4.1 Langkah-langkah Metode Pembelajaran Group Investigation
Slavin (2005:218) mengemukakan tahapan-tahapan dalam menerapkan
metode pembelajaran Group Investigation adalah sebagai berikut:
Tahap 1: Mengidentifikasikan Topik dan Mengatur Murid ke dalam
Kelompok
a. Para siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik, dan
mengkategorikan saran-saran.
b. Para siswa bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yang
telah mereka pilih
c. Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus bersifat
heterogen.
d. Guru membantu dalam pengumpulan informasi dan memfasilitasi pengaturan.
Tahap 2: Merencanakan Tugas yang akan Dipelajari
Para siswa merencanakan bersama mengenai:
a. Apa yang kita pelajari?
b. Bagaimana kita mempelajarinya?
c. Siapa melakukan apa (pembagian tugas)
d. Untuk tujuan atau kepentingan apa kita menginvestigasi topik ini?
Tahap 3: Melaksanakan Investigasi
a. Para siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data dan membuat
kesimpulan.
b. Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan
kelompoknya.
c. Para siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi dan mensintesis semua
gagasan.
Tahap 4: Menyiapkan Laporan Akhir
a. Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari proyek mereka.
b. Anggota kelompok merencanakan apa yang mereka laporkan, dan bagaimana
mereka akan membuat presentasi mereka.
c. Wakil-wakil kelompok membentuk sebuah panitia acara untuk
mengkoordinasikan rencana-rencana.
15
Tahap 5: Mempresentasikan Laporan Akhir
a. Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk.
b. Bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengarnya secara aktif.
c. Para pendengar tersebut mengevaluasi kejelasan dan penampilan presentasi
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh seluruh anggota
kelas.
Tahap 6: Evaluasi
a. Para siswa saling memberikan umpan balik mengenai topik tersebut,
mengenai tugas yang telah mereka kerjakan, mengenai keaktifan pengalaman-
pengalaman mereka.
b. Guru dan murid berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa.
c. Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran paling tinggi.
Sedang deskripsi langkah-langkah pembelajaran metode Group
Investigation menurut Hamdani (2011:91) adalah sebagai berikut:
Tahap Seleksi Topik
a. Siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang
telah digambarkan terlebih dahulu oleh guru.
b. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang
berorientasi pada tugas (task oriented group).
c. Anggota kelompok terdiri atas dua sampai enam orang.
d. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik, maupun
kemampuan akademik.
Tahap Merencanakan Kerja sama
Siswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas,
dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah
dipilih.
Tahap Implementasi
a. Siswa merencanakan rencana yang telah dirumuskan.
16
b. Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan
variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai
sumber, baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah.
c. Guru secara terus menerus mengikuti kemajuan setiap kelompok dan
memberikan bantuan jika diperlukan.
Tahap Analisis dan Sintesis
a. Siswa menganalisis dan menyintesis berbagai informasi yang diperoleh.
b. Merencanakan untuk meringkas dalam penyajian yang menarik di depan
kelas.
Tahap Penyajian Hasil Akhir
a. Semua kelompok menyajiakan presentasi yang menarik dari berbagai topik
yang telah dipelajari.
b. Semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu persepektif yang
luas mengenai topik yang dibahas.
c. Presentasi kelompok dikoordinasi oleh guru
Tahap Evaluasi
a. Guru dan siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi setiap kelompok
terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan.
b. Evaluasi dapat mencakup setiap siswa secara individu atau kelompok atau
keduanya.
Dari teori langkah-langkah Group Investigation menurut kedua ahli di atas
maka dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah metode Group Investigation
adalah sebagai berikut.
Tahap 1: Mengidentifikasi Topik dan Mengatur Murid ke dalam Kelompok
a. Siswa memilih berbagai subtopik yang telah digambarkan oleh guru.
b. Siswa bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yang telah
mereka pilih.
c. Pembagian kelompok secara heterogen baik dalam jenis kelamin, maupun
kemampuan akademik.
17
Tahap 2: Merencanakan Tugas yang akan Dipelajari
Siswa merencanakan berbagai cara belajar mengenai topik dan subtopik
yang telah dipilih mencankup:
a. Apa yang kita pelajari?
b. Bagaimana kita mempelajarinya?
c. Siapa melakukan apa (pembagian tugas)
d. Untuk tujuan atau kepentingan apa kita mempelajari topik ini?
Tahap 3: Melaksanakan Investigasi
a. Siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data hasil investigasi (hasil
temuan) yang mereka lakukan.
b. Setiap angota kelompok terlibat dalam berbagai aktivitas kelompok.
c. Guru mengikuti kemajuan setiap kelompok dan memberikan bantuan jika
diperlukan.
Tahap 4: Analisis Hasil Investigasi
a. Siswa saling bertukar pikiran, berdiskusi untuk menganalisis dan
mengabungkan berbagai informasi yang mereka peroleh.
b. Siswa merencanakan presentasi hasil investigasi yang telah dianalisis.
c. Anggota kelompok membagi tugas dalam presentasi.
Tahap 5: Mempresentasikan hasil investigasi
a. Semua kelompok mempresentasikan topik yang telah diinvestigasi.
b. Siswa lain menanggapi presentasi yang dilakukan temannya.
c. Para pendengar mengevaluasi kejelasan presentasi.
d. Guru mengatur jalannya presentasi semua kelompok.
Tahap 6: Evaluasi
a. Siswa saling memberikan umpan balik mengenai topik yang mereka pelajari.
b. Guru dan siswa berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran yang telah
dilakukan siswa.
c. Evaluasi mencakup setiap siswa baik secara individu, kelompok atau
keduanya.
18
2.1.4.2 Kelebihan Metode Pembelajaran Group Investigation.
Adapun kelebihan dari metode pembelajaran Group Investigation
menurut Istarani (2010:87) adalah:
a. Dapat memadukan antara siswa yang berbeda kemampuan melalui kelompok
heterogen.
b. Malatih siswa untuk meningkatkan kerjasama dalam kelompok.
c. Melatih siswa untuk mempertanggungjawabkan sebab ia diberi tugas untuk
diselesaikan dalam kelompok.
d. Siswa dilatih untuk menemukan hal-hal baru dari hasil investigasi kelompok
yang dilakukan.
e. Melatih siswa untuk mengeluarkan ide dan gagasan baru melalui penemuan
yang ditemukannya.
2.1.5 Motivasi Belajar
Peran guru sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar. Guru berperan
sebagai motivator dan inovator dalam pembangunan pendidikan. Sebagai
motivator guru harus mampu untuk meningkatkan motivasi siswa dalam kegiatan
pembelajaran agar hasil belajar juga mengalami peningkatan. Motivasi belajar
merupakan dua kata yang mempunyai makna yang berbeda, namun kedua kata
tersebut saling berhubungan dan dapat membentuk satu arti kata. Maka untuk
lebih jelasnya disini akan dijelaskan mengenai pengertian dua kata tersebut.
Berikut akan dijabarkan pengertian motivasi.
Menurut Sugihartono (2007:20) motivasi adalah suatu kondisi yang
menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu dan yang memberi arah dan
ketahanan pada tingkah laku tersebut. Sedangkan menurut Sudarwan Danim
(2004:2) motivasi diartikan sebagai kekuatan, dorongan, kebutuhan, semangat,
tekanan, atau mekanisme psikologis yang mendorong seseorang atau sekelompok
orang untuk mencapai prestasi tertentu sesuai dengan apa yang dikehendakinya.
Dari beberapa pengertian motivasi menurut para ahli di atas maka dapat
disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu dorongan untuk melakukan suatu
tindakan untuk mencapai tujuan tertentu sesuai dengan apa yang diinginkan.
19
Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi.
Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara
potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan yang dilandasi tujuan
untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi belajar dapat timbul karena faktor
intrinsik, berupa hasrat, keinginan berhasil, dorongan kebutuhan belajar, dan
harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya
penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang
menarik. Tetapi harus diingat, kedua faktor tersebut disebabkan oleh ransangan
tertentu, sehingga seseorang berkeinginan untuk melakukan aktivitas belajar lebih
giat dan semangat.
Menurut WS. Winkel dalam bukunya Psikologi Pendidikan dan Evaluasi
Belajar mengemukakan bahwa “Motivasi belajar adalah keseluruhan daya
penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang
kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar
itu, maka tujuan yang dikehendaki oleh siswa tercapai. Menurut Sardiman
(2006:75) motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat nonintelektual.
Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan
semangat untuk belajar. Menurut H. Mulyadi menyatakan bahwa motivasi belajar
adalah membangkitkan dan memberikan arah dorongan yang menyebabkan
individu melakukan perbuatan belajar. Menurut Tadjab, motivasi belajar adalah
keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan
belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar itu demi mencapai suatu tujuan.
Dari beberapa pengertian motivasi belajar di atas maka dapat disimpulkan
bahwa motivasi belajar adalah adanya keinginan dari diri individu yang
menimbulkan dorongan untuk melakukan kegiatan belajar dengan suka cita
sehingga memperoleh hasil belajar yang maksimal atau sesuai dengan tujuan. Jika
seseorang mempunyai motivasi belajar yang tinggi maka ia akan melakukan
kegiatan belajar dengan sungguh-sungguh sehingga hasil belajarpun maksimal.
Menurut Sardiman (2011:85) fungsi motivasi adalah sebagai pendorong
usaha dan pencapaian prestasi. Motivasi juga mempunyai peranan yang sangat
20
penting dalam pencapaian hasil belajar seperti yang diungkapkan Wlodkowsky
dalam Sugihartono dkk. (2007:78)
Motivasi merupakan kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku
tertentu dan yang memberikan arah dan ketahanan pada tingkah laku tersebut, motivasi belajar yang tinggi tercermin dari ketentuan yang tidak mudah patah
untuk mencapai sukses meskipun dihadang oleh berbagai kesulitan.
Peran motivasi dalam proses belajar mengajar bagi guru maupun siswa.
Bagi guru mengetahui motivasi belajar dari siswa sangat diperlukan guna
memelihara dan meningkatkan semangat belajar siswa. Bagi siswa motivasi
belajar dapat menumbuhkan semangat belajar sehingga siswa terdorong untuk
melakukan perbuatan belajar. Siswa melakukan aktivitas belajar dengan senang
karena didorong motivasi. Bila siswa memiliki motivasi selama proses belajar,
segala kegiatan akan berjalan lancar, komunikasi berlangsung tanpa hambatan dan
kecemasan atau ketekutan akan menurun. Sebagai suatu hasil, motivasi
merupakan hasil diri suatu pembelajaran yang efektif. Pembelajaran yang
menarik, bermanfaat dan cocok bagi siswa akan meningkatkan kompetensi/
keterampilan, keterlibatan dan usaha siswa dalam melaksanakan tugas belajar.
Sehingga tujuan pembelajaran akan tercapai secara maksimal atau sesuai dengan
harapan.
Untuk dapat terlaksananya suatu kegiatan, pertama-tama harus ada
dorongan untuk melaksanakan kegiatan itu. Dengan kata lain untuk dapat
melakukan sesuatu harus ada motivasi. Begitu juga keadaannya dalam proses
belajar atau pendidikan. Peserta didik harus mempunyai motivasi untuk mengikuti
kegiatan belajar atau pendidikan yang sedang berlangsung. Apabila mempunyai
motivasi yang kuat, peserta didik akan menunjukkan minatnya, aktivitasnya dan
partisipasinya dalam mengikuti kegiatan belajar atau pendidikan yang sedang
dilaksanakan.
Adapun cara mengukur motivasi belajar yaitu dengan teknik penilaian non
tes. Disini peneliti mengukur motivasi belajar dengan cara memberikan angket
kepada siswa kemudian siswa mengisi angket tersebut. Angket yang digunakan
pada penelitian ini merupakan angket tertutup, artinya angket yang pengisianya
21
hanya memberikan centang atau menyilang pada kolom yang telah tersedia dari
beberapa item yang telah ditentukan oleh peneliti. Angket motivasi belajar dibuat
dengan memperhatikan beberapa indikator agar proses pembelajaran yang
dilakukan menarik, bermakna, dan memberikan tantangan pada siswa. Seperti
pendapat Keller dalam Sugihartono dkk. (2007:78) bahwa:
Menyusun seperangkat prinsip-prinsip motivasi yang dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar yang disebut sebagai model Attention, Relevance,
Confidence, dan Satisfaction (ARCS). Dalam model ARCS ada 4 kategori
kondisi motivasional yang harus diperhatikan guru agar proses pembelajaran
yang dilakukan menarik, bermakna, dan memberi tantangan pada siswa. Kondisi tersebut adalah:
a. Attention (perhatian)
Perhatian siswa muncul didorong rasa ingin tahu. Oleh karena itu rasa ingin tahu ini perlu mendapat rangsangan sehingga siswa selalu memberikan
perhatian terhadap meteri pembelajran yang diberikan. Agar siswa berminat
dan memperhatikan materi pelajaran yang disampaikan guru dapat menyampaikan materi dan metode secara bervariasi, senantiasa mendorong
keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar, dan banyak menggunakan
contoh-contoh dalam kehidupan sehari-hari.
b. Relevance (relevan) Relevansi mununjukkan adanya hubungan antara materi pelajaran dengan
kebutuhan dan kondisi siswa. Motivasi siswa terpelihara apabila siswa
menganggap apa yang dipelajari memenuhi kebutuhan pribadi atau bermanfaat dan sesuai dengan nilai yang dipegang.
c. Confidence (kepercayaan diri)
Merasa diri kompeten atau mampu merupakan potensi untuk dapat berinteraksi secara positif dengan lingkungan. Bandura (1977) mengembangkan konsep
tersebut dengan mengajukan konsep self efficacy. Konsep tersebut
berhubungan dengan keyakinan pribadi bahwa dirinya memiliki kemampuan
untuk melakukan sesuatu tugas yang menjadi syarat keberhasilan. Self efficacy tinggi akan semakin mendorong dan memotivasi siswa untuk belajar tekun
dalam mencapai presestasi belajar yang maksimal. Agar kepercayaan diri siswa
meningkat guru perlu memperbanyak pengalaman berhasil siswa misalnya menyusun kegiatan pembelajaran ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil,
meningkatkan harapan untuk berhasil dengan menyatakan persyaratan untuk
berhail dan memberikan umpan balik yang konstruktif selama proses
pembelajaran. d. Satisfaction (kepuasan)
Keberhasilan dalam mencapai tujuan akan menghasilkan kepuasan, dan siswa
akan semakin termotivasi untuk mencapai tujuan yang serupa. Kepuasan dalam mencapai tujuan dipengaruhi oleh konsekuensi yang diterima, baik yang
berasal dari dalam maupun dari luar diri siswa. Untuk meningkatkan dan
memelihara motivasi siswa guru dapat memberikan penguatan (reinforcement) berupa pujian, pemberian kesempatan dsb.
22
2.1.6 Hasil Belajar
Belajar dilakukan untuk mengubah perilaku pada individu yang belajar.
Perubahan perilaku pada individu itu merupakan perolehan yang menjadi hasil
belajar. Adapun pengertian hasil belajar menurut para ahli adalah sebagai berikut.
Menurut Bloom dalam Hermawan dkk. (2010:10.22) belajar digolongkan
menjadi tiga domain, yaitu domain kognitif, afektif dan psikomotorik. Domain
kognitif berhubungan dengan pengembangan kemampuan otak dan penalaran
siswa. Domaian afektif menyangkut sikap dan nilai yang dapat dilihat pada
tingkah laku siswa, seperti perhatian terhadap pelajaran, disiplin, kebiasaan
belajar, dan motivasi belajar. Sedangkan hasil belajar psikomotorik dapat dilihat
dari ketrampilan dan kemampuan bertindak siswa.
Winkel dalam Purwanto, (2009:42) hasil belajar adalah perubahan yang
mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Perubahan
tingkah laku disebabkan karena dia mencapai penguasaan atas sejumlah bahan
yang diberikan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pengajaran.
Sedangkan menurut Nana Sudjana (2000:28) berpendapat hasil belajar pada
dasarnya merupakan akibat dari suatu proses belajar. Sedangkan menurut Dimyati
dan Mudjiono (2002:36) hasil belajar adalah hasil yang ditunjukkan dari suatu
interaksi tindak belajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan
guru.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses pembelajaran
yang ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru setiap selesai
memberikan materi pelajaran pada satu pokok bahasan. Hasil belajar merupakan
tolak ukur untuk mengetahui keberhasilan suatu proses pembelajaran. Jika hasil
belajarnya baik maka proses pembelajaran dikatakan berhasil. Tetapi jika hasil
belajarnya rendah maka proses pembelajaran dianggap belum berhasil.
Hasil belajar menjadi penting karena hasil belajar merupakan tolak ukur
dari suatu kegiatan pembelajaran. Dengan mengetahui hasil belajar yang dimiliki
siswa guru dapat menentukan tindakan apa yang harus guru tempuh setelah materi
23
yang diberikan selesai apakah melanjutkan materi atau pengayaan bahkan remidi.
Adanya kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar
siswa sehingga siswa akan berjuang lebih keras untuk memperbaikinya atau
mempertahankan apa yang telah dicapai bahkan prestasi belajarnya meningkat.
Siswa merasa mempunyai kemampuan yang ada dalam dirinya hal ini
mengakibatkan siswa tidak minder dan percaya bahwa ia mempunyai potensi
yang perlu dikembangkan sehingga ia berusaha sebagaimana mestinya untuk
meningkatkan hasil belajar. Kemampuan yang demikian perlu dikembangkan
untuk meningkatkan hasil belajar.
Cara mengukur hasil belajar pada peneliti ini adalah dengan teknik
penilaian tes. Tes yang peneliti gunakan adalah tes objektif dalam bentuk tes
pilihan ganda. Tes pilihan ganda adalah salah satu bentuk tes objektif yang terdiri
dari pertanyaan atau pernyataan yang sifatnya belum selesai. Untuk
menyelesaikan pertanyaan tersebut harus memilih salah satu dari beberapa
kemungkinan jawaban yang telah disediakan pada tiap-tiap butir soal.
2.2 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan
Umi Rosyidah (2009) dalam Skipsinya yang berjudul “Penerapan
Pembelajaran Kooperatif Model Group Investigation (GI) untuk
Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas VIII
C SMPN 1 Watulimo Trenggalek.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru Fisika Ibu Ratna Indriani dan
observasi awal pada kelas VIII-C SMPN 1 Watulimo diketahui dalam
pembelajaran metode yang sering diterapkan ceramah. Berdasarkan hasil
penyebaran angket sebelum pelaksanaan tindakan diperoleh motivasi belajar
Fisika siswa rata-rata sebesar 65% dengan kategori penilaian cukup baik. Hasil
belajar Fisika yang diperoleh 47% siswa mendapatkan nilai di bawah SKM.
Kesulitan yang dihadapi oleh para guru adalah bagaimana mengaktifkan siswa
selama proses pembelajaran, meningkatkan antusiasme siswa terhadap materi
yang diajarkan, mengajak siswa untuk mengkonstruk sendiri pengetahuan yang
diperoleh, dan meningkatkan hasil belajar siswa. Untuk mengatasi permasalahan
24
tersebut maka diterapkan metode pembelajaran kooperatif Group Investigation.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterlaksanaan rencana pelaksanaan
pembelajaran aktivitas guru sebesar 100% dan aktivitas siswa meningkat sebesar
6%. Persentase motivasi belajar siswa pada siklus I dan II 82%, meningkat dari
pra siklus sebesar 17%. Persentase hasil belajar Fisika siswa pada awal sebelum
perlakuan sebesar 53%, siklus I adalah 69% dan meningkat sebesar 22% pada
siklus II menjadi 75%. Berdasarkan data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
penerapan pembelajaran kooperatif model Group Investigation (GI) dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa kelas VIII-C SMPN 1 Watulimo sebesar
17% dan meningkatkan hasil belajar siswa sebesar 22%. Disarankan penelitian ini
dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi guru bidang studi ataupun peneliti yang
lain untuk menerapkan model pembelajaran tersebut dengan mengukur
peningkatan aktivitas berpendapat siswa.
Iswandi (2009) dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan model
pembelajaran Group Investigation untuk meningkatkan hasil belajar IPA tentang
tumbuhan hijau kelas V SDN Temenggungan 02 kecamatan Udanawu kabupaten
Blitar” menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran Group Investigation
dapat meningkatkan aktifitas siswa dalam belajar juga dapat meningkatkan hasil
belajar siswa. Dalam penelitiaanya terdapat segi positif dalam penelitiaanya yaitu
pembelajaran dengan menggunakan metode Group Investigation sangat
menyenangkan sehingga pembelajaran tidak monoton serta membuat siswa aktif
bekerja diantaranya aktif berpendapat dalam berdiskusi, disamping itu juga terjadi
peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II yaitu sebanyak 78 % dan
nilai siswa telah mencapai standar kelulusasan sebesar 75.
Winoto (2011) dalam skripsi PTK yang berjudul “Penerapan model
Group Investigation untuk meningkatkan pembelajaran IPA kelas V SDN Kidul
Dalem 2 Malang” menarik kesimpulan bahwa penerapan pembelajaran dengan
menggunakan model Group Investigation dapat meningkatkan pembelajaran IPA
materi "Bumi dan Alam Semesta" pada siswa kelas V SDN Kidul Dalem 2
Malang. Kondisi awal siswa yang sebelum menggunakan metode Group
25
Investigaton terlihat ramai, tapi keramaian itu tidak disebakan siswa membahas
tentang pembelajaran tetapi karena hal lain selain itu pembelajaran masih berpusat
pada guru/guru mendominasi. Dengan digunakannya pembelajaran dengan
Group Investigation maka didapati hasil belajar yang meningkat, yaitu pada
siklus I hasil belajar 55 % dan disiklus II mengalami peningkatan yaitu 75,93 %.
Sedangkan pada aspek keaktifan siswa meningkat dari sebesar 42,34% pada
siklus I dan pada siklus II meningkat menjadi 64,03%.
Berdasarkan analisis kajian yang pernah digunakan oleh ketiga peneliti di
atas maka dengan menerapkan metode Group Investigation ketiga-tiganya
berhasil meningkatkan hasil belajar dan motivasi serta aktifitas belajar. Hal ini
membuktikan bahwa metode Group Investigation dapat mengatasi permasalahan
dalam pembelajaran yang terjadi di kelas dan dapat meningkatkan motivasi serta
hasil belajar dengan baik. Dengan analisis tersebut, maka peneliti melakukan
penelitian dengan menerapkan metode pembelajaran Group Investigation pada
pembelajaran IPA untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
Penelitian dilakukan karena di sekolah yang diteliti yaitu SD Negeri 2
Wonoroto terdapat masalah dalam proses belajar mengajar yang menyebabkan
motivasi dan hasil belajar rendah. Masalah tersebut antara lain adalah penggunaan
metode pembelajaran yang monoton dan hanya berpusat pada guru, yang
menyebabkan motivasi belajar siswa rendah sehingga berdampak pada hasil
belajar siswa yang rendah pula. Untuk itu peneliti menerapkan metode
pembelajaran Group Investigation untuk mengatasi masalah yang terjadi di
sekolah yang diteliti yaitu SD Negeri 2 Wonoroto agar siswa termotivasi untuk
belajar sehingga siswa mendapat hasil belajar yang baik yaitu di atas kriteria
ketuntasan minimal (KKM).
2.3 Kerangka Berpikir
Untuk mengatasi pembelajaran yang hanya menekankan pada aktivitas
guru, maka peneliti mencoba malakukan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan
metode Group Investigation dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran
menggunakan metode Group Investigation terjadi interaksi sosial yang menjadi
salah satu faktor pentingnya perkembangan mental peserta didik dalam
26
melakukan pembelajaran terutama dalam menyampaikan pendapat di depan kelas.
Dalam pembelajaran dengan metode Group Investigation memainkan peranannya
dalam memberi kebebasan kepada siswa untuk berfikir secara kritis, dan kreatif.
Pola pengajaran ini akan menciptakan pembelajaran yang diinginkan, karena
siswa sebagai objek pembelajaran ikut terlibat dalam penentuan pembelajaran.
Pada metode ini siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang
beranggotakan 4-5 orang. Kelompok dibentuk berdasarkan keterkaitan akan
sebuah materi yang mereka pilih. Guru membatasi jumlah kelompok dengan
memperhatikan keheterogenan. Selanjutnya siswa dan guru merancang langkah-
langkah pembelajaran dan melakukan investigasi kemudian mendiskusikan hasil
investigasinya. Setelah itu siswa mempresentasikan hasil diskusi mereka. Dalam
mempresentasikan hasil diskusi siswa harus bertanggung jawab dengan apa yang
mereka presentasikan. Langkah selanjutnya adalah evaluasi pembelajaran yang
dilakukan siswa dan guru. Dengan demikian pembelajaran menjadi
menyenangkan.
Metode ini digunakan karena metode pembelajaran ini mengikutsertakan
siswa pada setiap kegiatan pembelajaran, mulai dari perencanaan sampai dengan
pelaksanaannya, sehingga pembelajaran tidak hanya didominasi oleh guru, tetapi
siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini menyebabkan siswa
termotivasi untuk mengikuti proses belajar mengajar karena menyenangkan.
Metode pembelajaran Group Investigation berhubungan erat dengan
pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran yang menyenangkan akan
menimbulkan motivasi belajar siswa terus bertambah. Dengan demikian
efektivitas belajar akan berjalan dengan baik. Siswa yang memiliki motivasi
belajar yang tinggi akan lebih tekun, bersemangat, lebih tahan dan memiliki
ambisi yang lebih tinggi dalam mencapai hasil belajar yang lebih baik,
dibandingkan dengan siswa yang kurang atau tidak memiliki motivasi belajar.
Mereka yang tidak memiliki motivasi belajar akan kelihatan kurang atau tidak
bergairah dalam belajar maupun mengikuti pembelajaran di kelas, tidak menaruh
perhatian terhadap pelajaran yang dipelajari dan tidak berpartisipasi aktif dalam
belajar.
27
Setelah dilakukan pembelajaran dengan metode pembelajaran Group
Investigation maka dapat dilihat perbedaannya yaitu meningkatnya motivasi
belajar sehingga siswa tidak merasa bosan, tidak jenuh dan tertarik untuk
mengikuti pelajaran IPA, sehingga hasil belajar siswa meningkat. Selain itu
dengan metode Group Investigation siswa dapat kerjasama dan memadukan
kemampuan yang berbeda dalam menginvestigasi suatu topik pembelajaran.
Dengan menginvestigasi topik pembelajaran siswa dapat berpikir kritis dan
kreatif dalam memecahkan masalah yang dihadapi dan siswa dapat menemukan
hal-hal baru dan mempertanggungjawabkan hasil investigasinya (penelitiannya)
saat mereka mempresentasikan hasil investigasinya. Berikut kerangka berpikir
yang peneliti rangkai untuk memudahkan dalam melakukan penelitian:
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Metode Group
Investigation
Berpikir
kritis dan
kreatif
Memecahkan masalah yang
dihadapi
Meningkatkan
kerjasama
Menemukan
hal-hal yang
baru
Memadukan
kemampuan
yang berbeda
Mempertanggungjawabkan
hasil investigasinya
Motivasi
belajar
meningkat
Hasil
belajar meningkat
28
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan rumusan masalah di atas dan mengacu pada kerangka berpikir
dalam penelitian ini, maka hipotesis penelitiannya adalah sebagai berikut:
a. Motivasi belajar siswa pada pembelajaran IPA kelas 5 SD Negeri 2 Wonoroto,
Kabupaten Wonosobo Semester II tahun pelajaran 2012/2013 dapat
ditingkatkan melalui metode pembelajaran Group Investigation.
b. Hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA kelas 5 SD Negeri 2 Wonoroto,
Kabupaten Wonosobo Semester II tahun pelajaran 2012/2013 dapat
ditingkatkan melalui metode pembelajaran Group Investigation.