bab ii 1199158 -...

39
19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan Etika 2.1.1 Moral Agar tidak terjadi kerancuan antara pengertian etika dan moral, akhlak maka harus dibedakan terlebih dulu antara pengertian Etika, Moral dan Akhlak. Karena ketiga kata itu sesungguhnya memiliki perbedaan makna yang sangat mendasar. Secara etimologi, menurut pendapat ahli, moral bermakna sebagai berikut : - Menurut K Bertens, secara etimologi, moral berasal dari bahasa Latin mos (jamak : mores) yang berarti : kebiasaan, adat. Dalam bahasa Inggris dan banyak bahasa lain, termasuk bahasa Indonesia (pertama dimuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1998) kata mores masih dipakai dalam arti yang sama dengan etika. Jadi, etimologi kata “etika” sama dengan etimologi kata “moral”, karena keduanya berasal dari kata yang berarti adat kebiasaan. Hanya bahasa asalnya berbeda : etika berasal dari bahasa Yunani dan moral berasal dari bahasa Latin. 1 - Namun menurut Zahrudin AR dan Hasanuddin Sinaga, dalam bahasa Indonesia moral sering diartikan sebagai ‘susila’. Secara terminologi, 1 K Bertens, 1993, Etika, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, hlm.5

Upload: truongque

Post on 01-Mar-2018

231 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

19

BAB II

ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH

2.I Pengertian Moral, Akhlak dan Etika

2.1.1 Moral

Agar tidak terjadi kerancuan antara pengertian etika dan moral,

akhlak maka harus dibedakan terlebih dulu antara pengertian Etika,

Moral dan Akhlak. Karena ketiga kata itu sesungguhnya memiliki

perbedaan makna yang sangat mendasar.

Secara etimologi, menurut pendapat ahli, moral bermakna sebagai

berikut :

- Menurut K Bertens, secara etimologi, moral berasal dari bahasa Latin

mos (jamak : mores) yang berarti : kebiasaan, adat. Dalam bahasa

Inggris dan banyak bahasa lain, termasuk bahasa Indonesia (pertama

dimuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1998) kata mores

masih dipakai dalam arti yang sama dengan etika. Jadi, etimologi kata

“etika” sama dengan etimologi kata “moral”, karena keduanya berasal

dari kata yang berarti adat kebiasaan. Hanya bahasa asalnya berbeda :

etika berasal dari bahasa Yunani dan moral berasal dari bahasa Latin.1

- Namun menurut Zahrudin AR dan Hasanuddin Sinaga, dalam bahasa

Indonesia moral sering diartikan sebagai ‘susila’. Secara terminologi,

1 K Bertens, 1993, Etika, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, hlm.5

Page 2: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

20

moral ialah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang

tindakan manusia, mana yang baik dan wajar.2

Secara terminologi adalah sebagai berikut :

- Haidar Bagir mengungkapkan secara singkat moral lebih condong

kepada pengertian “nilai baik dan buruk dari setiap perbuatan

manusia”.3

- Burhanuddin Salam menyatakan bahwa Moralitas merupakan sistem

nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia.

Sistem nilai ini terkandung dalam ajaran berbentuk petuah-petuah,

nasehat, wejangan, peraturan, perintah dan semacamnya yang

diwariskan secara turun temurun melalui agama atau kebudayaan

tertentu. Moralitas merupakan tradisi kepercayaan dalam agama atau

kebudayaan, tentang perilaku baik dan buruk. Sehingga moralitas

memberi manusia aturan atau petunjuk kongkrit tentang bagaimana ia

harus hidup dan bertindak secara baik dan dapat menghindari

perilaku-perilaku yang tidak baik..4

Jadi, moral adalah sistem nilai tentang baik atau buruknya

perbuatan manusia.

2 Zahruddin AR dan Hasannudin Sinaga, 2004, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta, PT Raja

Grafindo, hlm. 46. 3 Haidar Bagir, 2002, Etika Barat, Etika Islam, kata pengantar dalam M Amin Abdullah,

Filsafat Etika Islam, Antara Al-Ghazali dan Kant, Bandung, Mizan, hlm.15. 4 Burhanuddin Salam, 1997, Etika Sosial, Asas Moral Dalam Kehidupan Manusia,

Jakarta : Rineka Cipta, hlm. 3.

Page 3: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

21

2.1.2 Akhlak

Mengenai pengertian akhlak, akan dipaparkan pendapat beberapa

ahli sebagai berikut;

- Menurut HA Musthofa seperti dikutip Zahruddin AR dan

Hasanuddin Sinaga bahwa secara etimologi, kata akhlak adalah

jamak dari kata Khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah

laku atau tabiat. Bentukan definisi akhlak muncul sebagai mediator

yang menjembatani komunikasi antara Khaliq (Pencipta) dan

makhluk (yang diciptakan) secara timbal balik yang kemudian

disebut hablum minallah dan pola hubungan antara sesama manusia

dan mahluk lainnya yang disebut hablum minannas.5

- Suwito mengungkapkan akhlak disebut juga ilmu tingkah

laku/perangai ('ilm al-suluk), atau tahzib al-akhlak (filsafat akhlak),

atau al-hikmat al-'amaliyat, atau al-hikmat al-khuluqiyat. Yang

dimaksudkan ilmu tersebut adalah pengetahuan tentang keutamaan-

keutamaan dan cara memperolehnya, agar jiwa menjadi bersih dan

pengetahuan tentang kehinaan-kehinaan jiwa utuk mensucikannya.6

- Menurut para ahli masa lalu (al-qudama) mengartikan akhlak

sebagai kemampuan jiwa untuk melahirkan suatu perbuatan secara

spontan, tanpa pemikiran atau pemaksaan. Sering pula yang

5 Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, Op,Cit, hlm.1 6 Suwito, 2004, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawih, Yogyakarta, Belukar, hlm.32

Page 4: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

22

dimaksud akhlak adalah semua perbuatan yang lahir atas dorongan

jiwa berupa perbuatan baik atau buruk.7

- Ahmad Amin mengungkapkan bahwa sebagian orang mengartikan

akhlak ialah “kebiasaan kehendak”. Berarti bahwa kehendak itu

membiasakan sesuatu, maka kebiasaanya itu disebut akhlak. Dekat

dari pengertian diatas, akhlak ialah menangnya keinginan dari

beberapa keinginan manusia dengan langsung dan berturut-turut.

Sebagai contoh, seorang dermawan ialah orang yang menguasai

keinginan memberi, dan keadaan ini selalu ada padanya bila terdapat

keadaan yang menariknya kecuali didalam keadaan yang luar biasa,

dan orang kikir adalah orang yang dikuasai oleh suka harta, dan

mengutamakannya lebih dari membelanjakannya.8

- Menurut Al-Ghazali dalam Ihya-Ulumiddin seperti dikutip Rachmat

Djatnika, yakni ;

����������� ������������ ������ ����������������� !��"#�#�$%��& ��'(�)*��+�$�"#,�

Artinya : khuluq ; perangai ialah suatu sifat yang tetap pada jiwa,

yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dan tidak membutuhkan pikiran.9

- Menurut Ibnu Miskawih, akhlak merupakan keadaan jiwa seseorang

yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa

melalui pertimbangan pikiran lebih dulu.10

7 Ibid, hlm. 31 8 Ahmad Amin, Ethika : Ilmu Akhlak, Jakarta, Bulan Bintang, 1973, hlm. 74 9 Rachmat Djatnika, Sistem Etika Islam, Jakarta, Pustaka Panjimas, Februari 1996, hlm.27

Page 5: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

23

- Ja’ad Maulana mendefinisikan akhlak dalam 2 pengertian, yakni;

(1) Ilmu yang menyelidiki perjalanan hidup manusia di muka bumi

ini dan mempergunakan sebagai norma atau ukuran untuk

mempertimbangkan perbuatan, perkataan dan hal ihwal manusia

dalam hidup mereka dan menjelaskan bagi mereka, bagaimana

kewajiban mereka dalam hidup, bukan bagaimana meraka hidup.

(2) Ilmu yang menyelidiki gerak jiwa manusia, apa yang dibiasakan

mereka dari perbuatandan perkataan yang menyingkap hakikat

baik dan buruk.11

- Dalam Ensiklopedi Islam, akhlak dimaknai sebagai suatu keadaan

yang melekat pada jiwa manusia, yang daripadanya lahir perbuatan-

perbuatan dengan mudah, tanpa melalui proses pemikiran,

pertimbangan atau penelitian. Jika keadaan (hal) tersebut melahirkan

perbuatan yang baik dan terpuji menurut pandangan akal dan syarak

(hukum Islam), disebut akhlak yang baik. Sedangkan jika perbuatan-

perbuatan yang timbul itu tidak baik, dinamakan akhlak yang buruk.

Karena akhlak merupakan suatu keadaan yang melekat didalam

jiwa, maka suatu perbuatan baru disebut akhlak, jika memenuhi

beberapa syarat; (1) perbuatan itu dilakukan berulang-ulang. Kalau

perbuatan dilakukan sekali saja, maka tidak dapat disebut akhlak.

Misalnya, pada suatu saat, orang-orang yang jarang berderma tiba-

tiba memberikan uang kepada orang lain karena alasan tertentu.

10 Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, Op Cit, hlm.4 11 Ibid, hlm.6

Page 6: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

24

Dengan tindakan ini, ia tidak dapat disebut murah hati atau

berakhlak dermawan karena hal itu tidak melekat dalam jiwanya. (2)

perbuatan itu harus timbul dengan mudah tanpa dipikirkan atau

diteliti lebih dahulu, sehingga ia benar-benar merupakan suatu

kebiasaan. Jika perbuatan itu timbul karena terpaksa atau setelah

dipikirkan dan dipertimbangkan secara matang, maka tidak dapat

disebut akhlak.12

- Ali Saifuddin mengungkapkan bahwa dalam Islam, akhlak

dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting, karena akhlak

merupakan sesuatu yang membedakan antara manusia dengan

makhkluk lainnya. Menurut Ali Saifudin, akhlak merupakan mustika

hidup yang membedakan antara manusia dengan mahluk lainnya,

karena manusia adalah manusia yang paling mulia dan sebaik-sebaik

ciptaan Allah SWT..13 Sebagaimana dalam firman-Nya dalam surat

At-Tin ayat 4 :

-�.����( ���/�01 ��. 2��.��

Artinya : Sesungguhnya kami (Allah) telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (Qs : At-Tin ayat 4)

- Pentingnya akhlak ini dipertegas oleh Jasadi, menurutnya dalam

agama Islam, akhlak dipandang sebagai asas kehidupan yang sangat

penting. Sebagaimana sabda Rosulullah SAW dalam sebuah hadits :

12 Penyusun Ensiklopedi Islam, 1993, Ensiklopedi Islam Jilid I, Jakarta, PT Ichtiar Baru Van Hoeve, hlm. 102.

13 Ali Saifudin, Etika Islam Sebagai Modal Kebahagiaan, dalam Jurnal Theologia, Juni 1999, Semarang, Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo, no 28, hlm. 19

Page 7: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

25

“Sesungguhnya saya hanyalah diutus untuk memperbaiki akhlak

manusia” (HR Bukhari, Al Hakim dan Al Baihaqi).14

- Definisi secara lebih operasional diungkapkan oleh Sidi Gazalba.

Yakni akhlak merupakan sikap kepribadian yang melahirkan laku

perbuatan manusia terhadap Tuhan, manusia, diri sendiri dan

mahluk lain sesuai dengan perintah dan larangan serta petunjuk Al-

Qur’an dan Al-Hadits. 15

Dengan mencermati pendapat para ahli, yang dimaksud akhlak

adalah perbuatan baik atau buruk kepada Tuhan, alam dan manusia lain

yang dilakukan secara berulang-ulang, yang perbuatan itu timbul dari

dalam jiwa dan telah menjadi kebiasaan, sehingga tidak memerlukan

pemikiran yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadits.

2.1.3 Etika

Secara etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata

Yunani “ethos” dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti : tempat

tinggal yang biasa : padang rumput, kandang : kebiasaan, adat : akhlak,

watak : perasaan, sikap, cara berfikir. Dalam bentuk jamak (la etha)

artinya : adat kebiasaan.16

Makna etika secara terminologi adalah sebagai berikut :

- Dalam kamus filsafat, diungkapkan ethics (berasal dari bahasa

Yunani, ethikos dari ethos, berarti penggunaan, karakter, kebiasaan,

14 H Jasadi, Beberapa Ajaran Akhlak Rasulullah SAW Didalam Kitab Maulid Al Barzanji,

dalam Jurnal Theologia, Semarang, Fakultas Usuluddin IAIN Walisongo, Ibid, hlm. 78 15 Ibid, hlm. 79 16 K Bertens, Opcit, hlm 3.

Page 8: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

26

kecenderungan, sikap). Ada 3 makna, yakni, pertama, analisis

konsep-konsep seperti harus, mesti, tugas, aturan-aturan moral,

benar, salah, wajib, dll. Kedua, pencarian ke dalam watak moralitas

atau tindakan-tindakan moral. Ketiga, pencarian kehidupan yang

baik secara moral.17

- Menurut K Bertens latar belakang terbentuknya istilah etika yang

oleh filsuf besar Yunani Aristoteles (384-322 SM) sudah dipakai

untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, jika membatasi pada asal-

usul kata ini, maka etika berarti : ilmu tentang apa yang biasa

dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.18 Meski demikian,

menelusuri makna etika hanya dari segi etimologis, tentu saja tidak

cukup. Menurut K Bertens, merujuk pada Kamus Besar Bahasa

Indonesia, ada 3 arti etika yang kemudian perumusannya dipertajam

lagi. Pertama, kata “etika bisa dipakai dalam arti : nilai-nilai dan

norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau

suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Misalnya, jika

berbicara tentang etika suku-suku Indian, etika agama Budha dsb.

Etika disini tidak dimaksudkan sebagai ilmu, melainkan secara

singkat dapat diartikan sebagai “sistem nilai”. Sistem nilai itu bisa

berfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf

sosial. Kedua, etika berarti juga : kumpulan asas atau nilai moral,

yang dimaksud disini adalah kode etik. Misalnya pada beberapa

17 Tim Penulis Rosda (penyusun), Kamus Filsafat, Bandung, PT Remaja Rosdakarya,

1995, hlm. 100 18 K Bertens, Op.Cit, hlm. 4

Page 9: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

27

tahun lalu, Departemen Kesehatan RI menerbitkan kode etik untuk

rumah sakit yang diberi judul : “Etika Rumah Sakit Indonesia”

(1986) disngkat ERSI. Disini jelas dimaksudkan kode etik. Ketiga,

etika juga mempunyai arti : ilmu tentang yang baik dan buruk. Etika

baru menjadi ilmu, bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas

dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu

saja diterima dalam suatu masyarakat-seringkali tanpa disadari-

menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis.

Etika disini sama artinya dengan filsafat moral.19

- Menurut Robert C Soimon seperti dikutip M Amin Syukur, etika

merupakan disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai hidup manusia

yang sesungguhnya dan hukum tingkah laku. Dengan demikian,

menurut Amin Syukur, etika adalah ilmu yang berisi kaidah baik dan

buruk suatu perbuatan dan aktivitas.20 Seperti diungkapkan oleh

Poedjowijatna, sebagai sebuah ilmu, obyek materia etika adalah

manusia, sedang obyek formanya adalah tindakan manusia yang

dilakukan secara sengaja.21

- Menurut Haidar Bagir, Etika berarti “ilmu yang mempelajari tentang

baik dan buruk”. Jadi, bisa dikatakan, etika berfungsi sebagai teori

dari perbuatan baik dan buruk (ethics atau ilm al-akhlaq) dan moral

19 ibid, hlm. 6 20 M Amin Syukur, Etika Keilmuan, dalam Jurnal Theologia, Semarang, Fakultas

Ushuludin IAIN Walisongo, Edisi No 28, Juni Tahun 1999, hlm. 2 21 Poedjawijatna, 1990, Filsafat Tingkah Laku, Jakarta, PT Rineka Cipta, Maret, Cet VII,

hlm. 15.

Page 10: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

28

(akhlaq) adalah praktiknya. Dalam disiplin filsafat, terkadang etika

disamakan dengan filasfat moral.22

- Menurut Ahmad Amin, etika merupakan suatu ilmu yang

menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya

dilakukan oleh setengah manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan

yang harus dituju oleh manusia didalam perbuatan mereka dan

menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.23

- M Amin Abdullah mengungkapkan bahwa etika harus dipahami

tidak semata-mata dari pengertian tradisional yang mencoba

mempertahankan aspek normatifnya dan mengabaikan aspek-aspek

lain yang terlibat dalam pembentukan suatu sikap dan tindakan.

Wacana etika sesungguhnya merupakan suatu bentuk diskursus

praktis secara umum. Pendeknya, mengungkapkan sikap, keputusan

tentang prinsip atau pernyataan tentang apa yang menjadi perhatian

adalah juga pokok-masalah penting dari etika.24 Dari perspektif yang

lebih luas, M Amin Abdullah mengklaim bahwa etika terkait erat

dengan “cara berpikir” (way of thought) manusia pada umumnya.

Jika cara berpikir seseorang berbeda, keseluruhan pengalaman

hidupnya akan berbeda. Ia tidak saja akan berperilaku berbeda, tetapi

juga memiliki pikiran, perasaan, sikap dan keinginan yang berbeda.

Oleh karena pertimbangan utama inilah, “tindakan etis” manusia

tidak dapat dipisahkan dari “cara berpikirnya”-nya. Terdapat

22 Haidar Bagir, Op.Cit. hlm. 15 23 Ahmad Amin, 1973, Ethika : Ilmu Akhlak, Jakarta : Bulan Bintang, hlm. 15 24 M Amin Abdullah, Op.Cit hlm. 37

Page 11: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

29

semacam hubungan timbal balik antara keduanya. “Cara berpikir”

dapat dijelaskan dan digambarkan dari pemikiran etika manusia, dan

“tindakan etis” merepresentasikan atau merefleksikan cara berfikir

manusia.25

Dalam rangka menjernihkan istilah, juga perlu disimak perbedaan

antara etika dan etiket. Kerapkali keduanya dicampur adukkan, padahal

perbedaan antara keduanya sangat hakiki. Jika ‘etika’ disini berarti

‘moral’ sementara ‘etiket’ berarti ‘sopan santun’. Jika dilihat dari asal

usulnya, sebenarnya tidak ada hubungan antara kedua istilah ini. Hal itu

menjadi jelas, jika dibandingkan bentuk kata dalam bahasa Inggris,

yakni ethics dan etiquette.26 Jika etiket menyangkut cara suatu

perbuatan manusia harus dilakukan manusia. Artinya cara yang

diharapkan serta ditentukan dalam kalangan tertentu. Misalnya jika

menyerahkan sesuatu kepada atasan maka harus menggunakan tangan

kanan. Dianggap melanggar etiket jika menggunakan tangan kiri.

Sedangkan etika tidak terbatas pada cara melakukan suatu perbuatan;

etika memberi norma pada perbuatan itu sendiri. Etika menyangkut

masalah apakah suatu perbuatan boleh dilakukan atau tidak. Apakah

mencuri menggunakan tangan kanan atau kiri, disini sama sekali tidak

relevan. Norma etis tidak terbatas pada cara perbuatan, melainkan

menyangkut perbuatan itu sendiri.27

25 ibid, hlm. 38 26 K Bertens, Op.Cit, hlm. 8 27 ibid, hlm. 9

Page 12: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

30

Menurut Hans Kung, perbedaan antara etik dan etika yakni, etik

berarti sikap moral manusia yang mendasar, sedang etika menunjuk

pada teori sikap, nilai dan norma moral secara filosofis atau teologis.

Sayangnya, memang tidak selalu mudah untuk membedakan variasi kata

tersebut. Karena kata Yunani ‘ethos’ tidaklah selalu digunakan dalam

banyak bahasa. Dalam bahasa Indonesia, dipilih kata etik. Dengan

menterjemahkan ‘etik’ untuk bahasa Inggris ‘ethic’; etika untuk istilah

bahasa Inggris ‘ethics’ dan etis kata Inggris ‘ethical’.28

Melihat uraian diatas, nampaknya bisa dipahami jika sering

ditemukan penyamaan arti antara kata; moral, akhlak, etiket dan etika.

Meski demikian, sebenarnya ada perbedaan arti yang sangat mendasar

antara empat kata tersebut. Pendapat beberapa ahli mengenai perbedaan

4 kata tersebut, yakni;

- Menurut Suwito, pengertian yang berbeda akan ditemukan bila

menyangkut perilaku lahir dan batin manusia. Hanya kata akhlaq

dan etika yang mempunyai maksud sama ketika menyangkut baik

dan buruknya perbuatan lahir dan batin manusia. Kata moral dan

etiket cenderung dimaksudkan sebagai perilaku lahiriah semata.29

- Namun menurut Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, bahwa

antara akhlak dan etika memiliki sisi kesamaan dan juga perbedaan

yang mendasar, yakni; sisi kesamaannya adalah pada objek antara

akhlak dan etika, yaitu sama-sama membahas tentang baik dan

28 Hans Kung, Sejarah, Signifikansi, dan Metode Deklarasi Menuju Etik Global, dalam

Hans Kung dan Karl Josef Kuschel, Op.Cit., hlm. 77 29 Suwito, Op.Cit, hlm 35

Page 13: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

31

buruknya perbuatan manusia. Sementara sisi perbedaanya terletak

pada sumber norma, etika bersumber dari rasio, sedang akhlak

bersumber dari alqur’an dan hadits.30

Dalam skripsi ini, sesuai pendapat Hans Kung, penulis

menggunakan kata etik (ethic) yang berarti sikap moral manusia yang

mendasar. Sikap moral yang mendasar ini salah satunya tertuang dalam

etik global yang kemudian akan penulis bahas lebih lanjut dalam bab

berikutnya.

2.2. Ruang Lingkup Akhlak

Dalam bahasan sebelumnya telah dipaparkan mengenai pengertian

akhlak dan perbedaanya dengan etika dan moral. Mengenai pembahasan

akhlak, menurut Haidar Bagir didalam sejarah Islam, upaya perumusan etika

dilakukan oleh berbagai pemikir dari berbagai cabang pemikiran-termasuk

didalamnya ulama hukum (syariat atau eksoteris), para teolog, mistikus dan

para filsof. Paling tidak Haidar Bagir mengungkapkan bahwa peta pemikiran

etika dalam Islam dapat dijelaskan dalam 5 hal :

(1) Islam berpihak pada teori tentang etika yang bersifat fitri. Artinya semua manusia pada hakikatnya-baik itu muslim ataupun bukan-mengetahui pengetahuan fitri tentang baik dan buruk. Disinilah letak bertemunya filsafat Islam dengan pandangan filsafat Yunani era Socrates dan Plato, serta Kant dari masa modern. Tampaknya, para pemikir Islam dari berbagai pendekatan sama sepakat mengenai hal ini. Namun sebagian diantaranya-yakni kaum Mu’tazilah (kaum teolog rasional) dan para filosof pada umumnya percaya bahwa manusia-manusia mampu memperoleh pengetahuan tentang etika yang benar dari pemikiran rasional mereka. Sementara itu, kaum Asy’ariyyah (teolog tradisional), para ulama hukum dan kaum mistikus (ortodoks) lebih menekankan pada peran

30 Zahrussin AR dan Hasanuddin Sinaga, Op.Cit, hlm. 45

Page 14: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

32

wahyu sebagai sarana untuk mencapai pengetahuan etik manusia-meskipun barangkali “hanya” sebagai sarana untuk mengudar potensi etis yang sebenarnya sudah merupakan bawaan dalam diri manusia.

(2) Moralitas dalam Islam didasarkan kepada keadilan, yakni menempatkan segala sesuatu pada porsinya. Disini tampak kesejalanannya dengan teori Aristoteles tentang moderasi (hadd al-wasatth). Tanpa merelatifkan etika itu sendiri, nilai suatu perbuatan diyakini bersifat relatif terhadap konteks dan tujuan itu sendiri. Mencuri misalnya bisa bernilai terlarang, tetapi bisa juga bernilai sunnah, bahkan wajib. Disini kaum tradisonalis memiliki pandangan yang berbeda. Bagi mereka, tindakan etis adalah yang sejalan dengan wahyu, sebagaimana direkam dalam tradisi.

(3) Tindakan etis itu sekaligus dipercayai pada puncaknya akan menghasilkan kebahagiaan.

(4) Tindakan etis bersifat rasional. Kaum rasionalis muslim tidak bisa sependapat dengan anggapan-sebagaimana dilontarkan oleh Immanual Kant, meskipun dalam banyak masalah kefitrian dorongan etis pendapatnya justru sejalan dengan Islam-bahwa menggunakan nalar dalam merumuskan etika akan mengakibatkan perselisihan pendapat yang tak pernah bisa dipersatukan. Justru, menurut mereka, Islam sangat percaya kepada rasionalitas sebagai alat dalam mendapatkan kebenaran. Disinilah Kant bersesuaian dengan Al-Ghazali, keduanya lebih menekankan pada faktor kewajiban (deon)-yang berdasarkan nalar praktis, sedangkan yang lain berdasarkan wahyu-sebagai sumber tindakan etis, keduanya pun sepakat bahwa etika lebih primer daripada metafisika. Bukan hanya itu, bahwa sesungguhnya metafiska yang dibangun atas landasan nalar murni sesungguhnya amat rapuh dan karena itu, tidak dapat dijadikan landasan sebagai dasar perumusan etika. Hanya saja, Kant mendekati etika secara lebih rasional dan analitis (ilmiah) sementara Al-Ghazali lebih dogmatis.31

Menurut Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, melacak pemikiran

etika (akhlak) dalam Islam adalah melalui 4 fase perkembangan, yakni; etika

fase Yunani, Akhlak fase Arab Pra Islam, Akhlak Fase Islam hingga Akhlak

Fase Abad Pertengahan dan Modern.32

Pada Akhlak fase Islam, bisa dikatakan sedikit sekali pemikir yang

mempelajari tentang akhlak, karena kalangan bangsa Arab merasa cukup

mengambil ajaran akhlak dari agama. Oleh karena itu, agama menjadi motif

31 Haidar Bagir, Op.Cit, hlm. 18-20 32 Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, Op.Cit, hlm. 19-36

Page 15: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

33

bagi para pemikir Islam untuk mengulas tentang akhlak. Diantaranya dapat

dilihat dalam Al-Ihya karya Al-Ghazali dan Adabuddunya Waddin oleh

Mawardy. Kemudian pembahasan akhlak secara ilmiah diantaranya dilakukan

oleh; Abu Nashr Al Faraby dan Abu Alin Bin Sina, serta pembahas akhlak

yang terbesar dari kalangan Arab adalah Ibnu Miskawih dalam bukunya yang

termasyhur; Tadzibul Akhlak wa- Tathhirul ‘Araq.33

2.2.1. Sumber Akhlak

Menurut Yunahar Ilyas, bahwa yang menjadi ukuran baik dan buruk

atau mulia dan tercela adalah Al-Qur’an dan Sunnah.34 Jadi apakah suatu

perbuatan misalnya jujur, pemurah, penyabar dinilai baik, itu karena syara’

menilainya baik. Begitu juga sebaliknya, misalnya perbuatan dendam, kikir

dan dusta dinilai buruk karena syara’ menilainya demikian

2.2.2. Prinsip-Prinsip Akhlak

Secara teoritis, Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga memetakan

tentang prinsip-prinsip akhlak, yakni,

(1) Moral Force dengan iman sebagai internal power atau motor penggerak

dan memotivasi terbentuknya kehendak untuk direfleksikan dalam tata

rasa, tata karsa, tata karya dan tata cipta yang konkret.

(2) Landasan Pijakan adalah Iman, Islam dan Ihsan.

(3) Disiplin Moral; siapa yang berbuat maka harus bertanggung jawab

menjadi Prinsip Akhlak Islam. Seperti termaktub dalam Al-Qur’an Surat

Al-Zalzalah ayat 7-8.

33 Ibid, hlm. 28-30 34 Yunahar Ilyas, 2004, Kuliah Akhlaq, Yogyakarta, LPPI bekerjasama Pustaka pelajar,

Cet.VII, hlm.4-5 atau lih. Sholihan, Op.Cit, hlm. 71-72

Page 16: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

34

(4) Akhlak Terhadap Alam; ini berdasarkan kajian ihsan yang tidak hanya

terbatas akhlak kepada sesama manusia, namun juga kepada mahluk

lain.

(5) Akhlak Terhadap Sesama; yakni, terhadap suami/istri, orang tua dan

masyarakat.

(6) Agama; dengan akalnya manusia mampu berbudaya, mencari jalan

kebahagiaan baik materiil maupun spirituil. Namun karena keterbatasan

kemampuan manusia, maka dibutuhkan peran agama. Dalam teologi

Islam, unsur-unsur agama adalah Iman (Akidah, Tauhid), Islam (Ibadah,

amal saleh) dan Ihsan (akhlak).35

Secara lebih sistematis, Musa Asy’ari memetakan pemikiran etika Islam

sebagai berikut;

(1) Etika Sosial, yang meliputi; prinsip persamaan dan kebersamaan,

keadilan sosial, serta keterbukaan dan musyawarah.

(2) Etika Ekonomi, yakni etika kaitannya dengan kegiatan atau usaha

memenuhi kebutuhan dasar hidup manusia.

(3) Etika Politik, yakni etika kaitannya dengan kegiatan yang bertujuan

untuk memperoleh dan merebut kekuasaan.

(4) Etika Kebudayaan, etika kaitannya dengan kebudayaan sebagai proses.

35 Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, Op.Cit, hlm. 63-83

Page 17: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

35

(5) Etika Agama, yang meliputi; etika hubungan manusia dengan Tuhannya,

etika hubungan manusia dengan sesamanya, etika hubungan manusia

dengan alam dan etika hubungan manusia dengan ciptaannya.36

Yunahar Ilyas membagi ruang lingkup prinsip akhlak menjadi 6; yakni;

(1) Akhlak terhadap Allah SWT yang diimplementasikan melalui; takwa,

cinta dan ridla, ikhlas, khauf (takut) dan raja’ (harap) yang seimbang,

tawakal, syukur, muraqabah (pengawasan) dan taubat.

(2) Akhlak terhadap Rasulullah SAW melalui; mencintai dan memuliakan

Rasul, mengikuti dan menaati Rasul, serta mengucapkan shalawat dan

salam.

(3) Akhlak pribadi, yakni; shiddiq (jujur), amanah (dapat dipercaya),

istiqomah (teguh pendirian dan konsekuen), iffah (menjaga kehormatan

diri), mujahadah (mencurahkan segala kemampuan), syajaah (berani),

tawadhu’ (rendah hati), malu, sabar dan pemaaf.

(4) Akhlak dalam keluarga, yakni; berbakti kepada orang tua (birrul

walidain), hak, kewajiban dan kasih sayang suami istri, kasih sayang dan

tanggung jawab terhadap anak, silaturrahim dengan karib kerbat.

(5) Akhlak bermasyarakat, yakni; akhlak bertamu dan menerima tamu,

hubungan baik dengan tetangga, hubungan baik dengan masyarakat,

pergaulan muda-mudi dan ukhuwah Islamiyah.

36 Musa Asy’arie, 2002, Filsafat Islam Sunnah Nabi Dalam Berfikir, Yogyakarta, Lesfi,

Cet 3, hlm. 94-125.

Page 18: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

36

(6) Akhlak bernegara, yakni; musyawarah, menegakkan keadilan, amar

ma’ruf nahi munkar dan akhlak hubungan antara pemimpin dan yang

dipimpin.37

Secara lebih praktis, TM Hasbi as-Shiddieqy mengungkapkan

beberapa prinsip akhlakul karimah melalui landasan mahabbah (cinta),

dengan runtutan sebagai berikut;38

(1) Cinta kepada Allah SWT; yakni dengan mentaati-Nya, mendahulukan

perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya. Seorang Muslim baru benar-benar

dikatakan mencintai Allah, jika benar-benar taat kepada Allah dan Rasul-

Nya.

(2) Cnta dan benci karena Allah SWT, yakni mencintai seseorang lantaran

orang itu melaksanakan segala kewajiban agama dan membenci

seseorang lantaran orang itu tidak memenuhi kewajibannya terhadap

Allah dan rasul-Nya. Cinta dan benci karena Allah merupakan sendi

akhlak Islam dan sendi hidup bahagia.

(3) Cinta, Ta’dhim (membesarkan) dan mentaati Rasul, yakni mengikuti

segala petunjuk, ajaran dan perintah Rasul dan berpegang teguh kepada

agama yang dibawa oleh Rasul SAW.

(4) Ikhlas, yakni melaksanakan suatu amal semata-mata karena Allah SWT.

Maka ibadah yang dipandang sah oleh allah adalah ialah ibadah yang

dikerjakan karena dan untuk Allah semata dan tidak dicemari oleh suatu

tujuan lainnya. Kebalikan dari akhlak ini adalah riya’ (memperlihatkan

37 Yunahasr Ilyas, Op.Cit, hlm.6 38 TM Hasbi As-Shiddieqy, 1998, Al-Islam I, Semarang, Pustaka Rizki Putra, hlm.415-

581

Page 19: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

37

amalan kebajikan kepada orang lain supaya mendapat pujian), kemudian

Nifaq (mengerjakan sesuatu amal kebajikan di muka khalayak supaya

khalayak mengatakan bahwa si pembuat amalan itu masuk kedalam

orang-orang yang membenarkan kebajikan), dan Sum’ah (menceritakan

dan memperdengarkan amal perbuatan kepada orang lain untuk mendapat

simpati dan mendapatkan keistimewaan).

(5) Taubat, yakni menyesal atas kesalahan dan dosa yang telah dilakukan,

keluar dari kemungkaran, membersihkan kemungkaran pada diri lalu

melaksanakan amal saleh. Atau dalam arti lain, taubat adalah berpindah

dari keadaan yang dibenci dan dikutuk Allah kepada keadaan yang

diridlai dan dicintai Allah. Hubungan taubat dengan budi pekerti adalah

taubat membukakan pintu keluar bagi orang-orang yang durhakadan

memindahkan mereka dari keadaan hina dan tidak disukai, ke keadaan

mulia dan dicintai. Mengenai dosa besar, banyak ulama’ mengungkapkan

beragam pendapat. Namun dosa-dosa besar itu antara lain; menyekutukan

Allah dan riya dalam amal dan perbuatan, menghilangkan nyawa

seseorang yang diharamkan Allah, mengamalkan sihir, meninggalkan

shalat, enggan mengeluarkan zakat, sengaja berbuka di hari bulan

Ramadlan, tidak menunaikan haji padahal memiliki kesanggupan,

durhaka kepada orang tua, memutuskan hubungan silaturrahim, berzina,

homoseksualitas, makan riba, makan harta anak yatim, berdusta terhadap

Allah dan Rasul-Nya, pemimpin yang menipu dan menganiaya rakyatnya,

takabur/sombong/’ujub/bermegah-megah, menjadi saksi palsu, mabuk-

Page 20: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

38

mabukan, berjudi, menuduh perempuan baik-baik berzina, korupsi,

mencuri, merampok, sumpah palsu, berbohong, menipu, berkhianat,

menganiaya suatu golongan dll.

(6) Takut kepada Allah SWT, yakni perasaan takut ditimpa azab dan siksa

Allah karena suatu kesalahan atau dosa yang telah diperbuat.

(7) Harap kepada Allah, yakni, mempunyai pengharapan bahwa Allah akan

mengampuni segala dosa dan kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan

dengan tidak berputus asa.

(8) Syukur (penghargaan atas nikmat), yakni mempergunakan seluruh bagian

anggota badan menurut kesanggupan dan tempatnya masing-masing yang

ditentukan oleh SWT. Artinya, mensyukuri nikmat Allah dengan

menjauhkan anggota badan dari perbuatan maksiat. Sementara nikmat

yang sebenarnya dalam Islam adalah kebahagiaan yang diperoleh di

akhirat.

(9) Menepati janji, yakni; menyempurnakan segala yang telah dijanjikan,

baik berupa kontrak tertulis maupun lisan atau dalam bentuk lainnya.

(10) Tawadhu’ ialah sikap menundukkan kepala karena kesadaran bahwa

semua manusia mempunyai asal yang sama, tidak ada lebihnya seseorang

dari yang lain, kecuali ketakwaan kepada Allah SWT. Apabila sifat ini

telah melekat pada jiwa, maka hilanglah sifat ujub dan takabur. Malu,

yakni; perasaan surut apabila ada sesuatu yang mengakibatkan tercacat.

Seseorang yang memiliki rasa malu, akan taat kepada segala perintah dan

menghindar dari larangan Allah SWT. Muru’ah ialah memelihara

Page 21: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

39

keutamaan kemanusiaan, terjauh dari yang dipandang buruk dan dari

yang mendatangkan cacat.

(11) Sabar, yakni; tahan menderita atas yang tidak disenangi dengan rela dan

menyerahkan diri kepada Allah SWT. Jenis-jenis sabar yakni, pertama,

menahan diri dari berbuat jahat dan menuruti hawa nafsu yang angkara

murka, dan dari melakukan segala perbuatan yang dapat menghinakan

diri atau mencemarkan nama baik. Kedua, menahan kesusahan, kepedihan

dan kesengsaraan dalam menjalankan suatu kewajiban. Ketiga, menahan

diri dari surut kebelakang ditempat-tempat yang tidak patut dan tidak

layak kita mengundurkan diri, seperti dikala menegakkan kebenaran,

meyebarkan kemaslahatan dll. Sabar yang ketiga inilah yang disebut

Syaja’ah (berani). Kebalikan dari sifat ini adalah penakut/pengecut.

(12) Rahmat dan Syafakat ialah perasaan halus dan belas kasihan didalam hati

yang membawa kepada berbuat amalan utama, memberi maaf dan berlaku

ihsan. Sifat ini merupakan suatu keutamaan dan ketinggian budi yang

menjadikan hati mencurahkan belas kasihan kepada semua hamba Allah.

Ihsan ialah melaksanakan sesuatu dengan sebagus-bagusnya dan sebaik-

baiknya. Rifq ialah melaksanakan sesuatu dengan lemah lembut dengan

cara yang sangat menyenangkan orang yang menerimanya.

(13) Tawakal, ialah menyerahkan diri kepada Allah dan berpegang teguh

kepada-Nya. Syara’ membagi tawakal menjadi 2, yakni; meyerahkan diri

kepada Allah pada pekerjaan-pekerjaan yang mempunyai sebab dan ‘illat,

dan menyerahkan diri kepada Allah pada pekerjaan-pekerjaan yang tidak

Page 22: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

40

mempunyai sebab dan ‘illat. Artinya mengusahakan sebab-sebab itu dan

mewujudkan ‘illat-illatnya, setelah itu menyerahkan diri kepada Allah

pada sebab yang tidak nyata atau pada kemungkinan datangnya halangan-

halangan. Implementasinya, dalam mencari rezeki yang halal, umat Islam

diwajibkan berusaha dan bekerja guna memperoleh harta kekayaan

dengan jalur yang diridlai Allah SWT. Sebaliknya, Islam membenci sifat

berpangku tangan dan tawakkal buta.

(14) Ridla akan qada Allah, ialah menerima segala kejadian yang menimpa

diri dengan tabah dan dada yang lapang. Ini merupakan penawar dari rasa

kecewa apabila sesuatu yang diinginkan tidak diperoleh. Ridla qada ini,

misalnya terhadap bencana-bencana yang menimpa dan terhadap

ketetapan-ketetapan agama, baik berupa perintah maupun larangan.

(15) ‘Ujub, ialah merasa bahwa segala nikmat, kejayaan dan kemuliaan yang

diperoleh adalah semata-mata dari hasil usahanya atau kesungguhannya

sendiri. Akhirnya, ‘ujub ialah merasa diri cakap, pandai, tangkas, cerdas

berkemampuan dsb. Merasa bahwa apa yang diperolehnya adalah hasil

dari kecerdasannya semata-mata. Salah satu akibat dari ‘ujub ialah

Takabur, yakni; seseorang yang menganggap derajat orang lain lebih

rendah dari derajatnya, dan merasa kedudukannya diatas dan lebih tinggi

dari kedudukan orang lain.

(16) Hasad (dengki), ialah berusaha menghilangkan nikmat yang telah

diperoleh seseorang, agar nimat itu jatuh kepadanya, atau supaya nikmat

terlepas hilang dari orang yang didengkikan itu. Hasut dan fitnah,

Page 23: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

41

merupakan salah satu akibat dari sifat dengki. Dan orang-orang yang

memiliki sifat-sifat ini ialah jauh dari keridlaan Allah SWT.

(17) Hiqid (dendam), ialah mengandung rasa permusuhan didalam hati dan

menanti waktu yang terbaik untuk membalas sakit hati dengan

mencelakakan orang yang dimusuhi itu. Apabila dendam itu timbul

lantaran seseorang mencegah kita dari bebuat kesalahan, maka dendam

yang seperti ini adalah dosa besar dan haram hukumnya. Sedangkan

dendam yang timbul karena suatu penganiayaan, walaupun tidak

diharamkan, namun sangat dianjurkan untuk menyerahkan urusan itu

kepada Allah SWT.

(18) Ghadab (marah), ialah jiwa bergolak apabila tertimpa suatu bencana

yang tidak disukai, ini adalah nafsu yang sukar ditundukkan oleh

manusia. Sepenting-penting kewajiban yang harus dipegang adalah

mensucikan dari nafsu marah dan dari tanda-tanda panas hati. Orang yang

memlihara nafsu amarah sama keadaanya dengan membiarkan ular

bekeliaran di dalam rumah, pasti bencana segera muncul. Hilm, ialah

dapat mengekang rasa marah atau menderita gangguan dari orang lain

dengan tenang dan tidak terlihat rasa marah. Hilm, menghasilkan

kebajikan kepada diri sendiri dan masyarakat.

(19) Kicuh dan tipu, ialah tidak jujur atau membaguskan sesuatu yang tidak

bagus baik melalui perbuatan maupun perkataan guna menipu orang lain.

Islam melarang perbuatan menipu karena merupakan perbuatan aniaya

Page 24: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

42

dan curang. Karena menipu adalah merusakkan kewajiban tanggung

jawab dan kepercayaan serta membiasakan diri memakai yang haram.

Demikian luasnya prinsip-prinsip akhlak Islam yang dipaparkan oleh

para ahli, namun secara lebih sederhana Muhammad Daud Ali memetakan

prinsip akhlak dengan landasan Ihsan adalah sebagai berikut;

(1) Akhlak terhadap Khalik melalui Tasawuf dalam bentuk tarekat-tarekat.

(2) Akhlak terhadap makhluk,

- Akhlak terhadap makhluk hidup, yakni kepada manusia, baik kepada

diri sendiri, keluarga, tetangga dan masyarakat. Akhlak kepada

mahluk hidup bukan manusia, yakni; nabati, hewani, bumi, air dsb.

- Akhlak terhadap mahluk mati.39

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, maka dalam skripsi ini

penulis akan mencoba membahas tentang prinsip-prinsip akhlak manusia

terhadap mahluk lainnya, baik sesama manusia maupun akhlak kepada alam

dan lingkungan hidup guna menganalisa prinsip-prinsip etik global yang

digagas oleh Hans Kung yang akan dikaji dalam bahasan selanjutnya.

2.3.�DAKWAH

2.3.1 Pengertian Dakwah

Dari segi etimologi (bahasa), dakwah berasal dari bahasa Arab

���� yang berarti panggilan, ajakan dan seruan. Dalam Ilmu Tata

Bahasa Arab, kata dakwah berbentuk sebagai isim masdar. Kata ini

berasal dari fi'il (kata kerja) � ��������� artinya, memanggil, mengajak,

39 Muhammad Daud Ali, 2002, Pendidikan Agama Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo, Cet

4, hlm. 345- 361

Page 25: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

43

atau menyeru.40 Tetapi mengingat bahwa proses memanggil atau

menyeru tersebut juga merupakan suatu proses penyampaian (tabligh)

atas pesan-pesan tertentu, maka dikenal pula istilah mubaligh yaitu

orang yang berfungsi sebagai komunikator untuk menyampaikan pesan

(message) kepada pihak komunikan.41

Dengan demikian secara etimologi pengertian dakwah dan tabligh

itu merupakan suatu proses penyampaian pesan-pesan tertentu yang

berupa ajakan atau seruan.

Sedangkan dakwah menurut istilah terdapat perbedaan diantara

para ahli. Hal tersebut tergantung pada sudut pandang mereka,

diantaranya yaitu :

a) Menurut Dr. H. Hamzah Ya'qub, dakwah dalam Islam adalah

mengajak umat manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk

mengikuti petunjuk Allah dan rasul-Nya.42 Dengan kata lain dakwah

merupakan usaha dan perjuangan merubah situasi yang tidak diridlai

oleh Allah kepada situasi yang diridlai oleh-Nya. Tegasnya merubah

keadaan yang buruk kepada yang baik, mencegah yang munkar dan

menegakkan yang ma’ruf.

b) Menurut Asmuni Syukir, dakwah itu dapat diartikan dalam dua segi

atau dua sudut pandang, yakni pengertian dakwah yang bersifat

pembinaan dan pengertian dakwah yang bersifat pengembangan.

40 Asmuni Syukir, Op.Cit., hlm.17. 41 Toto Tasmara, 1987, Komunikasi Dakwah, Jakarta, CV Gaya Media Pratama, hlm.31. 42 Hamzah Ya’qub, 1992, Publistik Islam : Teknik Da’wah dan Leadership, Bandung, CV

Diponegoro, hlm. 13.

Page 26: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

44

Pembinaan artinya suatu kegiatan untuk mempertahankan dan

menyempurnakan sesuatu hal yang telah ada sebelumnya.

Sedangkan pengembangan berarti suatu kegiatan yang mengarah

kepada pembaharuan atau mengadakan sesuatu hal yang belum

ada.43

c) Menurut Muhammad Al-Bahy seperti dikutip Muhammad Sulthon,

dakwah Islam adalah dakwah kepada standar nilai-nilai kemanusiaan

dalam tingkah laku pribadi-pribadi didalam hubungan antar manusia

dan sikap perilaku antar manusia.44

Dakwah kepada standar nilai-nilai kemanusiaan dalam tingkah

laku pribadi-pribadi didalam hubungan antar manusia dan sikap perilaku

antar manusia, maupun antara manusia dengan alam, adalah menjadi

pembahasan dalam skripsi ini.

2.3.2 Dasar dan Tujuan Dakwah

a)� Dasar Dakwah

Pada dasarnya setiap aktivitas yang dilakukan oleh manusia

secara sadar, tentu mempunyai landasan dasar dari apa yang

dilakukannya. Demikian juga dengan dakwah. Dakwah sebagai

suatu proses penyebaran agama Islam tentu mempunyai dasar atau

landasan yang kuat agar tercapainya proses yang diinginkan.

Dalam surat An-Nahl ayat 125, Allah berfirman :

43 Asmuni Syukir, Op.Cit., hlm. 20. 44 Muhammad Sulthon, Op.Cit, hlm. 8

Page 27: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

45

345��4567�5��89:�;�5<3'3#�5�3�3�3=;� �5�>?5�8�3@;� 3#�5�3@;%5=;�5��3A B�3��5C�5�3��D>�5E�:F8< ��3�"5�368�:@;�5��:9> 8�>G�3�:�3#�5H5 �5�3��8�3��7C3I �8�3@5��:9> 8�>G�3�:��3A J�3��7/5E�:�3�8(>G

K�C=�� ���L�Artinya : �Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah

dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik pula. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang slebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk� (QS. An-Nahl : 125)45

b) Tujuan Dakwah

Bagi proses dakwah, tujuan adalah merupakan salah satu faktor yang

paling penting dan sentral. Pada tujuan itulah dilandaskan segenap

tindakan dalam rangka usaha kerjasama dakwah tersebut. Tujuan tersebut

oleh Asmuni Syukir (1987:51-57) dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :46

1) Tujuan umum dakwah (major objective).

Tujuan umum dakwah adalah mengajak umat manusia (meliputi

orang mukmin maupun orang kafir atau musyrik) kepada jalan yang

benar yang diridlai Allah SWT, agar dapat hidup bahagia dan

sejahtera di dunia maupun di akherat. Tujuan ini masih bersifat umum,

karena tujuan dakwah yang utama adalah menunjukkan pengertian

kepada seluruh umat, baik yang sudah memeluk agama maupun yang

masih dalam keadaan kafir atau musyrik.

2) Tujuan khusus dakwah (minor objective).

Adapun tujuan khusus dakwah merupakan perumusan dari

perincian tujuan umum, sehingga seluruh pelaksanaan kegiatan

45 Yayasan Penyelenggaran Penterjemah Al-Qur’an Departemen Agama RI, 1989, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang, CV Thoha putra, hlm. 421.

46 Asmuni Syukir, Op.Cit., hlm.51-57.

Page 28: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

46

dakwah dapat diketahui dengan jelas arahnya. Tujuan ini terbagi

dalam beberapa tujuan yang khusus lagi yaitu :

(a) Mengajak umat manusia yang sudah memeluk agama Islam untuk

lebih meningkatkan taqwanya kepada Allah SWT, artinya mereka

diharapkan agar senantiasa mengerjakan segala perintah Allah dan

selalu mencegah atau meninggalkan perkara yang dilarang-Nya.

Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 2 yang

berbunyi :

� �M.J� 3#�5/ 3#8�:;� 3#�59;N5O;� �D> 3�� �:03#33��>�3#�P3�;.J6� 3#�B$5�;� �D> 3�� �:03#33�3#�5Q >.5;� �:�"5�3R�3H7 � �7/5E�3H7 � K����ST �L�

Artinya : �Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan)

kebaikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelangggaran. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya berat siksaannya (bagi orang yang tolong menolong dalam kejahatan)�. (QS. Al-Maidah :2)47

(b) Membina mental agama (Islam) bagi kaum yang masih muallaf.

Muallaf artinya bagi mereka yang masih menghawatirkan tentang

keIslaman dan keimanannya (baru beriman).

(c) Mengajak umat manusia yang belum beriman agar beriman

kepada Allah (memeluk agama Islam). Tujuan ini berdasarkan

firman Allah yang berbunyi :

47 Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an Departemen Agama RI, Op.Cit.,

hlm.156-157.

Page 29: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

47

���89M%7 3>��89M%5 8�>U�8�5+�3�"5V7� 3#�89M%>.> 32�W5V7� �:9M%J�3�� #:�:�8� �:X J�� �3�Y">G3"�>/�M.J63�K�Z$.�� ���L�

Artinya : �Hai sekalian manusia, beribadahlah kepada Tuhanmu, yang telah menjadikan kamu dan orang-orang sebelum kamu supaya kamu bertaqwa kepada Allah. (QS. Al-Baqarah : 21)48

Dengan demikian, dakwah juga bertujuan untuk memproses

masyarakat agar bertindak sesuai syari'at Islam seperti yang dikehendaki

Allah dan Rasul-Nya. Sehingga mereka mempunyai keyakinan yang

tinggi, karena nilai-nilai agama yang dipeluknya sudah sesuai dengan hati

nurani kemanusiaan. Jadi, sudah menjadi tujuan dan proses kegiatan

dakwah untuk menjadikan manusia supaya mampu menyebarluaskan

Islam, dari yang mula-mula apatis terhadap Islam ditingkatkan untuk mau

menerimanya sebagai kawan dan menjadi petunjuk dalam hidupnya.

2.3.3 Unsur-unsur Dakwah

a) Subyek Dakwah

Subyek dakwah adalah orang yang melakukan dakwah, yaitu

orang yang berusaha mengubah situasi kepada situasi yang sesuai

dengan ketentuan-ketentuan Allah SWT, baik secara individu

maupun berbentuk kelompok (organisasi), sekaligus sebagai

pemberi informasi dan missi. Pada prinsipnya setiap muslim atau

muslimat berkewajiban berdakwah, melakukan amar ma'ruf nahi

48 Ibid., hlm.11.

Page 30: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

48

mungkar. Jadi, mustinya setiap muslim itu hendaknya pula menjadi

da'i karena sudah menjadi kewajiban baginya.

Sungguhpun demikian, sudah barang tentu tidaklah semua

muslim dapat berdakwah dengan baik dan sempurna, karena

pengetahuan dan kesanggupan mereka berbeda-beda pula. Namun

bagaimanapun, mereka wajib berdakwah menurut ukuran

kesanggupan dan pengetahuan yang dimilikinya.

Oleh karena itu, menurut Toto Tasmara, yang berperan

sebagai mubaligh dalam berdakwah dibagi menjadi dua yaitu :49

1) Secara umum : adalah setiap muslim / muslimat yang mukallaf

(dewasa), dimana bagi mereka kewajiban dakwah merupakan

suatu yang melekat tidak terpisahkan dari missionnya sebagai

penganut Islam

2) Secara khusus : adalah mereka yang mengambil keahlian khusus

(mutakhassis) dalam bidang agama Islam yang dikenal dengan

panggilan ulama.

Drs. H. M. Hafi Anshari memberi syarat-syarat bagi mubaligh

sebagai berikut :50

1) Persyaratan jasmani atau fisik Seorang da'i atau mubaligh adalah orang yang selalu berada di tengah-tengah masyarakat dan selalu berhubungan secara dekat dengan anggota masyarakat. Oleh sebab itu kesehatan jasmani menjadi faktor yang berperan dalam memperlancar tugas dakwah, disamping itu pula kondisi jasmani dan penampilan

49 Toto Tasmara, Op.Cit., hlm.41-42. 50 Hafi Anshari, 1993, Pemahaman dan Pengamalan Dakwah, Surabaya, Al-Ikhlas,

hlm.105-107.

Page 31: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

49

fisik seorang da'i akan menjadi kebanggaan para jamaah atau mad'u. Persyaratan jasmaniyah yang dimaksud adalah berupa kesehatan jasmani secara umum, keadaan tubuh bagian dalam dan keadaan tubuh mengenai cacat atau tidak. Namun persyaratan jasmani ini tidaklah mutlak karena ternyata pengabdian demi tegaknya agama Allah melalui dakwah tidak memandang siapapun juga. Dimaksudkan dengan persyaratan jasmani itu sekedar untuk mengurangi akibat-akibat yang kurang baik terhadap orang lain dan dirinya sendiri, lebih-lebih kalau da'i mengidap suatu penyakit berbahaya atau menular.

2) Persyaratan ilmu pengetahuan. Persyaratan ilmu pengetahuan ini berkaitan dengan pemahaman da'i terhadap keseluruhan unsur-unsur dakwah yang ada, sebagai berikut : (a) Tentang obyek dakwah, yakni pemahaman bahwa orang

yang dihadapi beraneka ragam dalam segala seginya, baik dalam segi jumlah, sosial ekonomi, tingkat umur, tingkat pendidikan dan lain sebagainya.

(b) Tentang dasar dakwah, yakni pemahaman terhadap latar belakang secara yuridis dalam melakukan dakwah. Baik landasan yang bersifat agamis maupun landasan yang berbentuk undang-undang, peraturan-peraturan atau norma-norma lainnya.

(c) Tentang tujuan dakwah, yakni pemahaman terhadap apa yang akan dicapai dalam usaha dakwah, apakah tujuannya bersifat sementara, tujuan insidental, tujuan khusus dan sebagainya, yang semua itu dalam rangka mencapai tujuan akhir dakwah.

(d) Tentang materi dakwah, yakni pemahaman terhadap pesan atau informasi tentang ajaran agama yang akan disampaikan kepada orang lain secara benar dan baik.

(e) Tentang metode dakwah, yakni pemahaman terhadap cara-cara yang akan dipakai dalam aktifitas dakwah, manakah yang lebih sesuai dengan kemampuan dirinya dengan materi yang diberikan sesuai dengan kondisi dan yang lebih relevan dengan obyek dakwah yang dihadapi.

(f) Tentang alat dakwah, yakni pemahaman terhadap alat-alat yang perlu digunakan untuk melancarkan usaha dakwah terutama dalam mencapai tujuan yang diinginkan.

3) Persyaratan kepribadian. Persyaratan ini menyangkut masalah keseluruhan untuk batin atau rohaniah manusia yang tercermin dalam sikap, sifat dan tingkah laku yang kesemuanya itu dihiasi oleh akhlakul karimah atau budi pekerti yang luhur. Persyaratan ini penting, karena ada kaitannya dengan subyek itu sendiri disamping sebagai

Page 32: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

50

penyampai missi keagamaan dia juga sebagai panutan ummat dan juga dia sebagai manusia teladan.

Sebagai pemimpin yang akan menjadi panutan sudah barang

tentu haruslah mempunyai kewibawaan, sedangkan kewibawaan itu

terwujud antara lain ditentukan oleh faktor kemapanan subyek untuk

memulai dari dirinya lebih dahulu sebagai contoh dan keteladanan.

Suksesnya usaha dakwah tergantung juga kepada kepribadian yang

menarik, jika dia tidak memiliki kepribadian yang baik, maka tidak

akan mempunyai daya tarik dan usahanya akan mengalami

kegagalan.

b) Obyek Dakwah

Manusia sebagai obyek dakwah atau sasaran dakwah adalah

salah satu unsur yang penting dalam berdakwah, yang tidak kalah

pentingnya dibandingkan dengan unsure-unsur dakwah yang lain.

Oleh sebab itu, masalah obyek dakwah harusnya dipelajari secara

sebaik-baiknya sebelm melangkah ke aktivitas dakwah yang

sesungguhnya. Maka dari itu, sebagai bekal bagi seorang da’i,

hendaknya melengkapi dirinya dengan beberapa pengetahuan dan

pengalaman yang erat hubungannya dengan masalah obyek dakwah

ini. Misalnya, Sosiologi, Ekologi, Psikologi, Ilmu Sejarah, Ilmu

Politik, Ilmu Hukum, Antropologi, Ilmu Ekonomi, Georafi dan

ilmu-ilmu pengetahuan lainnya yangbertalian erat dengan

masyarakat.51

51 Asmuni Syukir, Op.Cit., hlm.65-66.

Page 33: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

51

Prof. H. M. Arifin M.Ed. membagi obyek dakwah ke dalam

delapan golongan yakni :52

1) Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi sosiologis berupa masyarakat terasing, pedesaan. kota besar, kota kecil serta masyarakat di daerah marginal dari kota besar.

2) Sasaran dakwah yang menyangkut golongan masyarakat pemerintah dan keluarga.

3) Sasaran yang berupa kelompok-kelompok masyarakat dilihat dari segi sosial kultural berupa golongan priyayi, abangan dan santri.

4) Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat usia, berupa golongan anak-anak, remaja dan orang tua.

5) Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dari segi okuposional (profesi atau pekerjaan) berupa golongan petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai negeri atau administrator.

6) Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat hidup sosial ekonomis, berupa golongan orang kaya, menengah dan miskin.

7) Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi jenis kelamin (seks) berupa golongan wanita dan pria.

8) Sasaran yang berhubungan dengan golongan dilihat dari segi khusus berupa golongan masyarakat tuna susila, tuna wisma, nara pidana dan sebagainya.

Bila dilihat dari psikologi masing-masing golongan,

masyarakat tersebut diatas memiliki ciri-ciri khusus yang menuntut

kepada sistem dan metode pendekatan dakwah atau penerangan

yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.

c) Metode Dakwah

Metode dakwah adalah cara-cara yang dipergunakan oleh

seorang da'i untuk menyampaikan materi dakwah yaitu Al-Islam

atau serentetan kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu.53

52 Arifin, Op.Cit., hlm.3-4. 53 Wardi Bachtiar, 1997, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, Logos, Jakarta, hlm. 34.

Page 34: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

52

Berhasil atau tidaknya usaha dakwah tidak hanya tergantung

dari macam-macam metode dan efisiensinya, akan tetepi tergantung

pula pada orang yang melaksanakan metode tersebut (the man

behind the gun / orang yang ada dibelakang senjata). Selain

ditentukan orang yang melaksanakan metode itu, ditentukan pula

oleh peranan cara memilih metode itu sendiri. Dalam setiap usaha

dakwah da’i harus memilih dan menentukan macam metode yang

akan dipakai. Seorang da’i harus sadar bahwa metode dimanapun

selalu berubah mengikuti perubahan dan perkembangan zaman. Dan

harus diinsafi bahwa metode dakwah yang tidak tepat

penggunaannya, tidak hanya membuang tenaga yang percuma saja,

tetapi juga menambah jauhnya obyek dakwah terhadap da’i

tersebut.54

Penggunaan metode ini sudah tersirat dalam AlQur'an surat

An-Nahl ayat 125, yang oleh Asmuni Syukir diterangkan sebagai

berikut :55

1) Metode ceramah ; yaitu suatu teknik atau metode dakwah yang banyak diwarnai oleh karakteristik bicara oleh da'i (mubaligh) pada suatu aktifitas dakwah. Metode ini digunakan ketika sasaran atau obyek dakwah berjumlah banyak.

2) Metode tanya jawab ; yaitu penyampaian materi dakwah dengan cara mendorong sasarannya (obyek dakwah) untuk menyatakan suatu masalah yang dirasa belum dimengerti dan da'i (mubaligh) nya sebagai penjawabnya.

3) Metode debat (mujadalah) ; yaitu mempertahankan pendapat dan ideologinya agar pendapat dan ideologinya itu diakui kebenaran dan kehebatannya oleh musuh. Metode ini akan efektif apabila digunakan pada mereka yang membantah akan kebenaran Islam.

54 Dzikron Abdullah, 1992, Metodologi Dakwah, Fakultas Dakwah IAIN Waliongo

Semarang, Semarang, hlm.51. 55 Asmuni Syukir, Op.Cit., hlm.104-157.

Page 35: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

53

4) Metode percakapan antar pribadi (percakapan bebas) ; yaitu percakapan bebas antara seorang da’i dengan individu-individu sebagai sasaran dakwahnya. Percakapan pribadi bertujuan untuk menggunakan kesempatan yang baik di dalam percakapan atau mengobrol untuk aktivitas dakwah.

5) Metode demonstrasi ; yaitu metode dakwah dengan cara memperlihatkan suatu contoh baik berupa benda, perbuatan dan sebagainya. Metode ini bertujuan agar sasaran dapat mengerjakan dan mengamalkan suatu pekerjaan dengan benar dan bermanfaat.

6) Metode pendidikan dan pengajaran agama ; metode ini pada dasarnya adalah membina dan (melestarikan) fitrah anak yang dibawa sejak lahir, yakni fitrah beragama (perasaan ber-Tuhan).

7) Metode mengunjungi rumah (silaturrahmi / home visit) ; metode ini efektif dilaksanakan dalam rangka mengembangkan maupun membina umat Islam.

Dengan adanya beberapa metode dakwah di atas, para da'i

(mubaligh) dituntut untuk bijaksana dalam menggunakan dan

menerapkannya sesuai dengan keadaan dan lingkungan daerah

dimana Islam disebarkan.

d) Media Dakwah

Yang dimaksud dengan media dakwah adalah alat obyektif

yang menjadi saluran, yang menghubungkan ide dengan umat, suatu

elemen yang vital dan merupakan urat nadi dalam totaliteit dakwah.

Dalam arti sempit media dakwah dapat diartikan sebagai alat bantu

dakwah, atau yang popular di dalam proses belajar mengajar disebut

dengan istilah alat peraga. Alat bantu berarti media dakwah

memiliki peranan atau kedudukan sebagai penunjang tercapainya

tujuan. Artinya proses dakwah tanpa adanya media masih dapat

mencapai tujuan yang semaksimal mungkin.56

56 Asmuni Syukir, Op.Cit., hlm.164.

Page 36: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

54

Hamzah Ya’qub mengklasifikasikan media dakwah dalam

beberapa bentuk, yaitu :57

1) Lisan; termasuk dalam bentuk ini ialah khutbah, pidato, ceramah, kuliah, diskusi, seminar, musyawarah, nasihat, pidato-pidato radio, ramah tamah dan anjang sana, obrolan secara bebas setiap ada kesempatan, yang kesemuanya dilakukan dengan lidah atau bersuara.

2) Tulisan; yaitu dakwah yang dilakukan dengan perantaraan tulisan umpamanya, buku-buku, majalah-majalah, surat-surat kabar, buletin, risalah, kuliah-kuliah tertulis, pamplet, pengumuman-pengumuman tertulis, spanduk-spanduk dan sebagainya. Da'i yang spesial dibidang ini harus menguasai jurnalistik yakni ketrampilan mengarang dan menulis.

3) Lukisan; yakni gambar-gambar hasil seni lukis, foto, film cerita dan lain sebagainya. Bentuk terlukis ini banyak menarik perhatian orang dan banyak dipakai untuk menggambarkan suatu maksud ajaran yang ingin disampaikan kepada orang lain, termasuk umpamanya komik-komik bergambar yang dewasa ini sangat disenangi anak-anak.

4) Audio visual; yaitu suatu cara penyampaian yang sekaligus merangsang penglihatan dan pendengaran. Bentuk itu dilaksanakan dalam televisi, sandiwara, ketoprak wayang dan lain sebagainya.

5) Akhlak ; yaitu suatu cara penyampaian langsung ditunjukkan dalam bentuk perbuatan yang nyata, umpamanya, menziarahi orang sakit, kunjungan ke rumah bersilaturrahmi, pembangunan masjid dan sekolah, poliklinik, kebersihan, pertanian, peternakan dan lain sebagainya.

Asmuni Syukir (1983:168-180) menambahkan, disamping

media-media tersebut di atas, terdapat pula beberapa media,

diantaranya yaitu :58

1) Lembaga-lembaga Pendidikan Formal ; artinya lembaga pendidikan yang memiliki kurikulum, siswa sejajar kemampuannya, pertemuan rutin dan sebagainya. Seperti Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan sebagainya.

2) Lingkungan Keluarga ; keluarga adalah kesatuan social yang terdiri dari ayah, ibu dan anak atau kesatuan social yang terdiri

57 Hamzah Ya’qub, Op. Cit., hlm.47. 58 Asmuni Syukir, Op.Cit., hlm.168 –180.

Page 37: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

55

dari beberapa keluarga (famili) yang masih ada hubungan darah. Keuarga memiliki kepala keluarga yang berkuasa atas segalanya di dalam keluarga. Ada juga keluarga (yang besar) memiliki salah satu anggota keluarga yang paling disegani (berwibawa)

3) Organisasi-organisasi Islam ; Organisasi Islam sudah barang tentu segala gerak organisasinya berazaskan Islam. Apalagi tujuan organisasinya, sedikit banyak menyinggung Ukhuwah Islamiyah, Dakwah Islamiyah dan sebagainya.

4) Hari-hari Besar Islam ; Tradisi umat Islam Indonesia setiap peringatan hari besarnya secara seksama mengadakan upacara-upacara. Upacara perigatan hari besar Islam dilaksanakan di berbagai tempat, di istana negara, kantor-kantor sampai di daerah-daerah pelosok / pedesaan.

5) Media Massa ; Media massa di negara kita pada umumnya beruparadio, elevisi, surat kabar / majalah. Media massa ini tepat sekali dipergunakan sebagai media dakwah, baik melalui rubrik /acara khusus agama ataupun yang lain. Seperti sandiwara, membaca puisi, lagu-lagu dan sebagainya

6) Seni Budaya ; Beberapa group kesenian maupun kebudayaan akhir-akhir ini nampak sekali peranannya dalam usaha penyebaran Islam (amar ma’ruf nahi munkar). Seperti group qosidah, dangdut, band, sandiwara, wayang kulit dan sebagainya.

Dengan demikian untuk megoptimalkan keberhasilan

dakwah, seharusnya secara teoritis semua metode maupun media

dakwah harus dipergunakan dan diterapkan secara terpadu sesuai

dengan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai, dan sesuai pula

dengan kondisi mad'u.

e) Materi Dakwah

Materi dakwah dan kadang-kadang pula disebut ideologi

dakwah adalah ajaran Islam itu sendiri. Ajaran Islam berpangkal

pada dua pokok ajaran yaitu Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah

SAW. Oleh karena itu, seorang da'i tidak boleh menyimpang dari

kedua pokok yang menjadi materi dakwah ini. Rasulullah SAW

Page 38: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

56

dalam berdakwah menjadikan Al Qur'an (wahyu Allah) itu srbagai

materi inti. Setiap Rasulullah berdakwah selalu membawakan firman

Allah dan menyampaikan pula penjelasannya. Segala kata-kata dan

perbuatan Rasulullah SAW yang merupakan penjelasan dari Al

Qur'an dipandang sebagai sunnah (hadits).59]

Menurut Asmuni Syukir, materi dakwah dapat

diklasifikasikan dalam tiga hal pokok, yaitu : 60

1) Masalah keimanan (aqidah)

2) Masalah keIslaman (syariah)

3) Masalah budi pekerti (akhlaqul karimah)

Sedangkan penjelasan dari ketiga materi tersebut diterangkan

oleh H.M. Hafi Anshari, yaitu :61

1) Aqidah, yaitu yang menyangkut sistem keimanan/kepercayaan terhadap Allah SWT. Dan ini menjadi landasan yang fundamental bagi seluruh aktivitas seorang muslim.

2) Syariah, yaitu serangkaian ajaran yang menyangkut aktivitas manusia muslim di dalam semua aspek hidup dan kehidupannya, mana yang boleh dilakukan, dan mana yang tidak boleh, mana yang halal dan mana yang haram, mana yang mubah dan sebagainya. Dan ini menyangkut hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan sesamanya.

3) Akhlak, yaitu menyangkut tata cara berhubungan baik secara vertikal dengan Allah SWT, maupun secara horisontal dengan sesama manusia dan makhluk-makhluk Allah

Berdasarkan paparan diatas, bahwa materi dakwah yang akan

dibahas dalam skripsi ini adalah dalam bidang akhlakul karimah

kepada sesama manusia dan makhluk lainnya, yakni alam dan

59 Hamzah Ya'qub, Op.Cit., hlm.29. 60 Asmuni Syukir, Op. cit., hlm. 60. 61 Hafi Anshari, Op.Cit., hlm.146.

Page 39: BAB II 1199158 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/6/jtptiain-gdl-s1-2004... · 19 BAB II ETIKA, AKHLAK DAN DAKWAH 2.I Pengertian Moral, Akhlak dan

57

lingkungan hidup. Mengenai pembahasan akhlak telah penulis

paparkan dalam bahasan sebelumnya.