skripsi -...
TRANSCRIPT
KEBIASAAN SUAMI SUKA BERGANTI WIL SEBAGAI
LATAR BELAKANG PERCERAIAN
(ANALISIS PUTUSAN PA No.1356/Pdt.G/2011/PA.Sm )
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S. 1)
dalam Ilmu Syariah
Oleh:
UMIYATI
72111007
AL-AHWAL AL-SYAKHSIYAH
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
ii
Dr.H.Ali Imron M.Ag
Mangkang Semarang.
Nur Hidayati Stiyani, S.H, MH
Jln.Merdeka Utara 1/B.9 Ngaliyan Semarang.
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eks.
Hal : Naskah Skripsi
An.Sdri. Umiyati
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syari’ah
IAIN Walisongo
Di Semarang
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini
saya kirim naskah skripsi saudara:
Nama : Umiyati
NIM : 072111007
Jurusan : Ahwal Al-Syakhsiyah
Judul : “Kebiasaan Suami Suka berganti WIL sebagai Sebab Alasan
Perceraian( Analisis Putusan PA No.1356/Pdt.G/2011/PA.Sm)
Dengan ini saya mohon kiranya skripsi saudari tersebut dapat segera
dimunaqasahkan. Demikian harap menjadikan maklum.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Semarang, 25 Mei 2012
Pembimbing I Pembimbing II
Dr.H. Ali Imron, M.Ag Nur Hidayati Setyani, SH, MH
NIP.1973 0730 200312 1003 NIP. 19670320 199303 2 001
iii
KEMENTRIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
FAKULTAS SYARI’AH SEMARANG Alamat : Jl. Prof. Dr. Hamka Km.2 (Kampus III) Telp/Fax : 024-7614454 Semarang 50185
PENGESAHAN
Nama : Umiyati
NIM : 072111007
Jurusan : Akhwal As Syakhiyah
Judul Skripsi : Kebiasaan Suami Suka Berganti Wil sebagai Latar Belakang
Perceraian( Analisis Putusan PA No.1356/Pdt.G/2011/PA Sm)
Telah dimunaqosahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Syari’ah Institut Agama
Islam Negeri Walisongo Semarang, dan dinyatakan lulus dengan predikat
cumlaude / baik / cukup, pada tanggal :
28 Juni 2012.
Dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana Strata 1 tahun
akademik 2012 / 2013.
Semarang, 28 Juni 2012
Ketua Sidang, Sekretaris Sidang,
Anthin Latiah, M.Ag Dr. H. Ali Imron, M.Ag
NIP. 19751107 200112 2 002 NIP. 19730730 200312 1 003
Penguji I, Penguji II,
Drs.H.Eman Sulaeman,MH Dra. Hj. Ma’rifatul FadhilahM.Ed
NIP. 19650605 199203 1 003 NIP. 19620803 198903 2 003
Pembimbing I Pembimbing II
Dr.H.Ali Imron,M.Ag Nur Hidayati Setyani, SH, MH
NIP. 19730730 200312 1 003 NIP. 19670320 199303 2 001
iv
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab,
penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak
berisi materi yang pernah ditulis oleh orang
lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini
tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain
kecuali informasi yang terdapat dalam
referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 25 Mei 2012
Deklarator
UMIYATI
NIM. 72111007
v
ABSTRAK
Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah tujuan
sebuah pernikahan setiap manusia di muka bumi ini. Pernikahan adalah sebuah
manajemen perbedaan. Barang siapa yang mampu menerima dan memahami
perbedaan pasangannya, maka kebahagiaan dan keharmonisan adalah hasilnya.
Akan tetapi apabila tidak mampu menerima dan memahami perbedaan tersebut,
maka rumah tangga akan menjadi penderitaan yang berujung kepada perceraian.
Banyaknya sebab tertentu yang dapat mengakibatkan sebuah pernikahan tidak
dapat diteruskan, seperti halnya yang terjadi di daerah Kota Semarang yang
menurut laporan Pengadilan Agama Semarang tahun 2011 mencatat sebanyak
2.088 kasus perceraian yang 178 diantaranya disebabkan keterlibatan pihak ketiga
(termasuk adanya WIL)
Berdasarkan data tersebut, penelitian skripsi ini meneliti masalah tentang
bagaimana putusan PA No. 1356 / pdt.G/2011/PA.Sm tentang kebiasaan suami
suka berganti WIL sebagai latar belakang perceraian dan bagaimana dasar
pertimbangan hakim dalam memutus perkara tentang kebiasaan suami suka
berganti WIL sebagai latar belakang perceraian.
Penelitian ini termasuk studi kasus yang bertujuan untuk mengetahui dasar
pertimbangan hakim tentang keterlibatan WIL terhadap terjadinya perceraian dan
penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yang fokus kajiannya
tertuju pada fenomena adanya WIL dalam memicu perceraian yang terjadi di
Pengadilan Agama Semarang. Sedangkan data yang diambil menggunakan
metode wawancara dengan hakim dan dokumentasi di Pengadilan Agama
Semarang. Selanjutnya data diolah dan dianalisis dengan menggunakan metode
deskriptif analitis.
Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa pada asasnya gugatan
diajukan ke Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri. Sedangkan
faktor yang melatarbelakangi adanya WIL tersebut adalah : rendahnya akhlak,
ekonomi (menengah ke atas), pergaulan, dan kemajuan teknologi. Adanya WIL
adalah faktor atau latar belakang, yang menyebabkan perselisihan yang terus
menerus sehingga menyebabkan terjadinya suatu perceraian. Oleh karena itu
hendaknya pasangan suami istri harus saling menjaga diri dalam menciptakan
keluarga yang harmonis untuk menjalani hidup bersama, sehingga membentuk
keluarga sakinah, mawaddah, warahmah.
vi
MOTTO
Dari Ibnu Umar ra. Ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Perbuatan halal yang sangat dibenci Allah ialah talak.
(HR. Abu Dawud dan Hakim dan disahihkan olehnya)
vii
PERSEMBAHAN
Dalam perjuangan mengarungi samudra Illahi tanpa batas, dengan keringat dan air
mata ku persembahkan karya tulis skripsi ini untuk orang-orang yang selalu hadir
dan berharap keridhoan-Nya. Disamping itu selesainya penulisan skripsi ini tidak
lepas dari sumbangan dari berbagai pihak, baik sumbangan yang bersifat moril
maupun materiil. Oleh karena itu Penulis di sini mengucapkan banyak terima
kasih kepada:
1. Kepada bapak dan Ibu tercinta ( Bapak Mustofa dan Ibu Sa’diyah ) yang
membimbing dan mengarahkan hidupku, serta memberikan dorongan baik
moril maupun materiil dalam proses studi ini.
2. Kakek dan Nenekku (Kakek Kamsari-Nenek Khamsatun, Kakek
Sulaiman(Alm) – Nenek Suratmi) yang selalu member nasehat untuk
selalu tabah dalam menghadapi cobaan hidup ini.
3. Kakak,Kakak Ipar dan Adikku tercinta (Kak Murtadho-Kak Danisih dan
M. Zakaria) yang ku sayangi serta seluruh keluargaku tercinta semoga
kalian temukan kebahagiaan di dunia serta akhirat semoga semuanya
selalu berada dalam pelukan kasih sayang Allah SWT.
4. Kawan-kawan AS-A angkatan 2007 yang telah berjasa pada penulis
selama penulis belajar di IAIN Walisongo Semarang, khususnya dalam
proses pembuatan skripsi ini.
5. Teman-teman kosan Ibu Penny (Vina, Yanti, ulin, Dwik, Annisa, Milla,
Ittoh, Susan) yang selalu memberikan support dan do’a kepadaku sehingga
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT, bahwa
atas ridho dan inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Skripsi yang berjudul: ‘’KEBIASAAN SUAMI SUKA BERGANTI WIL
SEBAGAI LATAR BELAKANG PERCERAIAN (ANALISIS PUTUSAN PA
NO.1356/Pdt.G/2011/PA. Sm) ” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Fakultas Syari’ah Institut Agama
Islam Negri (IAIN) Walisongo Semarang.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan
saran-saran dari berbagai pihak sehingga penyusunan skripsi ini dapat
terselesaikan. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H Muhibin, M.Ag selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang.
2. Bapak Dr. H. Imam Yahya, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syari’ah.
3. Bapak Dr. H. Ali Imron, M.Ag selaku Dosen Pembimbing I, dan Ibu Nur
Hidayati Setyani, SH,MH, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah bersedia
meluangkan waktu, tenaga dan fikiran untuk memberikan bimbingan dan
pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Para Dosen Pengajar beserta staff di lingkungan Fakultas Syari’ah IAIN
Walisongo yang telah membekali berbagai pengetahuan dan staff administrasi
serta staff Perpustakaan, baik Perpustakaan Fakultas maupun Institut yang
banyak membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu yang senantiasa berdo’a serta memberikan restunya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya hanya kepada Allah Penulis berserah diri, dan semoga apa yang
tertulis dalam skripsi ini bias bermanfaat khususnya bagi penulis dan para
pembaca pada umumnya. Amin
Semarang, 25 Mei 2012
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.... ........................................................................... i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING… .................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN… ............................................................. iii
HALAMAN DEKLARASI…. ................................................................ iv
HALAMAN ABSTRAK… ..................................................................... v
HALAMAN MOTTO ............................................................................. vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................. vii
HALAMAN KATA PENGANTAR ....................................................... viii
HALAMAN DAFTAR ISI ..................................................................... x
BAB I : PENDAHULUAN ................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................ 8
C. Tujuan penelitian .............................................................. 9
D. Manfaat Penelitian ............................................................ 9
E. Telaah Pustaka .................................................................. 10
F. Metode Penelitian ............................................................. 13
G. Sistematika Pembahasan .................................................. 16
BAB II: KETENTUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN DI
PERADILAN AGAMA…………............................................ 18
A. Pengertian Perceraian ....................................................... 18
B. Dasar Hukum Perceraian .................................................. 21
C. Macam-Macam Perceraian ............................................... 26
x
1. Perceraian Dalam Hukum Islam ................................. 26
2. Perceraian dalam Hukum Positif ................................ 31
D. Hal-Hal Yang Menyebabkan Perceraian Dalam Islam..... 37
E. Rukun dan Syarat Perceraian ............................................ 41
F. Prosedur Perceraian di Peradilan Agama ......................... 42
BAB III: PUTUSAN PENGADILAN AGAMA NO.
1356/Pdt. G/2011/PA. Sm TENTANG
KEBIASAAN SUAMI SUKA BERGANTI WIL
SEBAGAI LATAR BELAKANG PERCERAIAN ........... 52
A. Profil Pengadilan Agama Semarang ................................ 52
1. Sejarah pengadilan agama Semarang ......................... 52
2. Wewenang Agama Semarang ..................................... 56
B. Putusan Pengadilan Agama No. 1356/Pdt.
G/2011/PA. Sm Tentang Kebiasaan Suami Suka
Berganti WIL Sebagai Latar Belakang Perceraian ........... 62
C. Dasar Putusan Putusan Pengadilan Agama No.
1356/Pdt. G/2011/PA. Sm Tentang Kebiasaan
Suami Suka Berganti WIL Sebagai Latar
Belakang Perceraian ......................................................... 69
BAB IV: ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA
NO. 1356/Pdt. G/2011/PA. Sm TENTANG
KEBIASAAN SUAMI SUKA BERGANTI WIL
SEBAGAI LATAR BELAKANG PERCERAIAN ........... 71
xi
A. Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Agama
No. 1356/Pdt. G/2011/PA. Sm Tentang
Kebiasaan Suami Suka Berganti WIL Sebagai
Latar Belakang Perceraian ................................................ 71
B. Analisis Dasar Pertimbangan Hakim Terhadap
Putusan Pengadilan Agama No. 1356/Pdt.
G/2011/PA. Sm Tentang Kebiasaan Suami Suka
Berganti WIL Sebagai Latar Belakang
Perceraian ......................................................................... 77
BAB V: PENUTUP ............................................................................. 83
A. Kesimpulan ....................................................................... 83
B. Saran-saran ........................................................................ 84
C. Penutup ............................................................................. 84
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
0
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada prinsipnya, kehidupan rumah tangga harus didasari oleh
mawaddah, rahmah dan cinta kasih. Seperti yang termaktub dalam Undang-
Undang No. 1 tahun 1974 tujuan perkawinan adalah untuk membentuk
keluarga bahagia dan kekal.
Pasal I menegaskan: “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang berbahagia dan kekal berdasarkan
ketuhanan yang maha Esa”.1 Suami istri harus memerankan peran masing-
masing, yang satu dengan yang lainnya harus bisa saling melengkapi. Di
samping itu juga harus diwujudkan keseragaman, keeratan, kelembutan dan
saling pengertian satu dengan yang lain sehingga rumah tangga menjadi hal
yang sangat menyenangkan, penuh kebahagiaan, kenikmatan dan melahirkan
generasi yang baik yang merasakan kebahagiaan yang dirasakan oleh orang
tua mereka.2
Pada dasarnya perkawinan itu dilakukan untuk waktu selamanya
sampai matinya salah seorang suami istri. Inilah sebenarnya yang
dikehendaki oleh agama Islam. Namun dalam keadaan tertentu terdapat hal-
hal yang menghendaki putusnya perkawinan itu dalam arti apabila hubungan
perkawinan tetap dilanjutkan, maka kemudaratan akan terjadi. Dalam hal ini
1 Undang-Undang Pokok Perkawinan. Jakarta: Sinar Grafika,2007, hlm. 1.
2 Syaikh Hasan, Fikih Keluarga, Jakarta: Pustaka Al-Kaustar, 2001, hlm. 245.
1
1
Islam membenarkan putusnya perkawinan sebagai langkah terakhir dari usaha
untuk melanjutkan rumah tangga. Putusnya perkawinan, dengan begitu adalah
suatu jalan keluar yang baik.
Putusnya perkawinan adalah istilah hukum yang digunakan dalam
undang-undang perkawinan untuk menjelaskan “perceraian” atau berakhirnya
hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dengan perempuan yang
selama ini hidup sebagai suami istri.3
Pada prinsipnya di dalam Islam perceraian itu dilarang. Hal ini dapat
dilihat dalam hadist Rasulullah SAW bahwa talak atau perceraian adalah
perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah.
ابغض احلال ل اىل اهللا : عن ابن عمر ان رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم قال
)رواه ابو داودواحلاكم وصححه(. الطالق
Artinya: Dari Ibnu Umar ra ia berkata Rasulullah SAW bersabda:
perbuatan halal yang sangat dibenci Allah ialah talak. (HR. Abu
Dawud dan Hakim dan disahihkan olehnya).4
Oleh karena itu, isyarat tersebut menunjukkan bahwa talak atau
perceraian merupakan alternatif terakhir sebagai “pintu darurat” yang boleh
ditempuh apabila bahtera kehidupan rumah tangga tidak dapat dipertahankan
lagi.
Tentang hukum cerai, ulama fiqih berbeda pendapat. Pendapat yang
paling benar diantara semua itu yaitu mengatakan “terlarang’ kecuali karena
3 Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2009, hlm.
188. 4 Ibnu Hajar Al-Asqalani, Terjemahan Lengkap Bulughul Maram, Jakarta: Akbar Media
Eka Sarana, hlm.487.
2
alasan yang benar. Mereka yang berpendapat begini adalah golongan Hanafi
dan Hambali. Alasannya adalah sabda Rasulullah.
. لعن اهللا كل ذوق مطالق: قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلمArtinya: “Allah melaknat setiap lelaki yang suka mencicipi perempuan
kemudian menceraikannya (maksudnya: suka kawin cerai).”
Ini disebabkan bercerai itu kufur terhadap nikmat Allah. Sedangkan
kawin adalah suatu nikmat dan kufur terhadap nikmat adalah haram. Jadi,
tidak halal bercerai kecuali karena darurat.5
Ada empat kemungkinan yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga,
yang dapat memicu timbulnya keinginan untuk memutuskan atau terputusnya
perkawinan.
1. Terjadinya nusyuz dari pihak istri.
2. Terjadinya nusyuz dari pihak suami.
3. Terjadinya perselisihan atau percekcokan antara suami dan istri.
4. Terjadinya salah satu pihak melakukan perbuatan zina atau fakhisyah yang
menimbulkan saling tuduh menuduh antara keduanya (li’an).6
Mengenai alasan-alasan terjadinya perceraian dijelaskan dalam pasal
19 PP No. 9 tahun 1975 Jo. Pasal 116 KHI yang berbunyi:
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan
lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
5 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007, Jilid 3, hlm. 136.
6 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2003, hlm. 269.
3
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-
turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan-alasan yang sah atau karena hal
lain diluar kemampuannya.
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman
yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain.
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.
f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran
dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
g. Suami melanggar taklik talak
h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya
ketidakrukunan dalam rumah tangga7.
Alasan-alasan lain yang sering kita jumpai dalam kasus perceraian
adalah tentang kebiasaan buruk suami yang suka berganti wanita idaman lain
(selingkuh). Perselingkuhan adalah sesuatu yang tidak baik karena memiliki
dampak buruk yang mungkin tidak terpikir oleh seseorang. Selingkuh yang
dilakukan dengan pasangan yang tidak resmi di luar nikah baik dengan laki-
laki atau wanita nakal maupun yang baik tetap saja tidak baik.8 Keberadaan
pria idaman lain (PIL) dan wanita idaman lain (WIL) sekarang mulai
dibicarakan dalam forum terbuka. PIL dan WIL kadang-kadang terdengar
7 Kompilasi Hukum Islam , Yogyakarta: Pustaka Widyatama,2000, hlm.56.
8http//organisasi,org/factor-alasan-penyebab-seseorang-selingkuh-dengan-wanita-pria-
idaman-lain.16 nov 11.34 WIB.
4
juga dari gosip dan mulai lebih riuh sejak wanita mendapat kebebasan belajar
dan bekerja serta berkarya bersama para pria.9
Faktanya kasus perceraian di Kota Semarang meningkat pada tahun
2011. Penyebab utamanya sebagian besar adalah perselingkuhan. Peningkatan
tersebut terlihat mulai awal 2010. Pada tahun 2010 tersebut Pengadilan
Agama Semarang mencatat ada 2.556 perkara yang masuk. Dari jumlah
tersebut, kasus cerai gugat atau pengajuan cerai dari pihak istri adalah yang
paling mendominasi. Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Semarang,
Bapak Zaenal menyebutkan, dari Januari sampai akhir bulan Maret 2010,
perkara perceraian yang sudah masuk mencapai 719 perkara gugatan dan 43
permohonan sehingga jumlahnya menjadi 762 perkara yang sudah masuk.
Menurut beliau, yang lebih banyak adalah cerai gugatnya. Humas Pengadilan
Agama Semarang Bapak Wahyudi juga mengakui, bahwa dari jumlah perkara
yang sudah masuk hingga triwulan pertama ini, menunjukkan ada
peningkatan jumlah perkata perceraian di Kota Semarang.
Dari jumlah perkara yang sudah masuk dan diputus pada tahun 2010
hingga Maret 2011, 80% adalah perkara yang diakibatkan perselingkuhan.
Beliau mengatakan, dari rata-rata perceraian yang diakibatkan oleh
perselingkuhan tersebut lebih banyak umur rumah tangga yang baru mencapai
lima hingga 10 tahun. Namun demikian, banyak juga kasus perceraian yang
usia pernikahannya sudah 17-19 tahun. Sejumlah kasus tersebut menyebutkan
bahwa meskipun pada awal permohonan perkara penyebabnya adalah
9 http//sabda.org/c.3i/pria-idaman-lain-dan-wanita-idaman-lain 16 Nov 11.37.WIB.
5
ekonomi maupun ketidakcocokan. Namun pada akhirnya, banyak juga yang
setelah dilakukan mediasi ternyata permasalahannya disebabkan oleh
perselingkuhan. Dengan meningkatnya tingkat perceraian akibat
perselingkuhan ini Bapak Wahyudi berharap para pasangan yang telah
menikah untuk lebih menghargai arti suatu pernikahan dengan lebih
mendalami ilmu agama.
Ada saja alasan yang terucap pada saat pria melakukan
perselingkuhan. Beberapa pria mengaku terpaksa mengkhianati istrinya
karena khilaf, ada juga yang merasa dendam. Kebanyakan perselingkuhan
dilakukan dengan percaya diri, karena yakin bahwa perselingkuhan tersebut
tidak akan ketahuan. Misalnya: Al, warga Semarang salah seorang yang
digugat cerai oleh istrinya Dh, perceraiannya sebenarnya tidak diinginkan.
Akan tetapi karena sang istri dan mertuanya terus saja mendesak akhirnya
perbuatan yang dibenci oleh Tuhan tersebut diterimanya juga.
“Mertua yang memaksa untuk bercerai, padahal sebenarnya kami
masih ingin mempertahankan rumah tangga,” kata Al yang mengaku harus
merelakan berpisah dengan anak semata wayangnya yang baru berusia satu
tahun. Meskipun pada awalnya Al mengaku perceraiannya disebabkan
ketidakharmonisan hubungannya dengan mertua, namun ternyata dia
diketahui memiliki wanita idaman lain (WIL) yaitu seorang mahasiswi di
perguruan tinggi swasta di Semarang. Terbukti tidak lama setelah putusan
6
cerai diputuskan oleh hakim, AL sudah menggandeng wanita idaman lain
yang secara fisik lebih cantik dan lebih muda dari mantan istrinya. 10
Dari sejumlah kasus perceraian, perselingkuhan tidak hanya dilakukan
oleh kaum Adam. Namun perselingkuhan juga banyak dilakukan oleh
kalangan perempuan.
Menurut Ahwan Fanani, salah satu mediator dari Walisongo
Mediation Center (WMC) Semarang, dia berkata: banyak kasus
perselingkuhan hingga berakhir pada perceraian membutuhkan peran tokoh
agama di tengah-tengah masyarakat untuk memberikan bimbingan dan arahan
mengenai pernikahan, karena salah satu faktor mendasar yang menyebabkan
orang melakukan perselingkuhan adalah masih kurangnya keimanan. Selain
faktor di atas, menurut kepala bagian humas Pengadilan Agama Kota
Semarang, Bapak Wahyudi, beliau berkata: perkembangan internet dan
tayangan televisi yang banyak mengumbar perselingkuhan dan eksploitasi
tubuh perempuan, ikut menjadi faktor penyebab meningkatnya kasus
perceraian.11
Perselingkuhan selain banyak dilakukan oleh masyarakat umum
khususnya Kota Semarang, dikalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) pun di
Jawa Tengah banyak juga yang melakukan perselingkuhan tersebut. Sebagian
para PNS melakukan tindakan asusila tersebut pada waktu jam kerja. Bahkan
tidak sedikit diantara mereka yang secara terang-terangan berselingkuh di
hotel dengan masih mengenakan seragam PNS.
10 http://www/seputar-indonesia.cak/content/viwe/392172/ tanggal 3 Januari 2012 10.14
WIB 11 http://pasemarang.net/index.php?option=com3jan2012 10.16 WIB
7
Adanya penemuan fakta ini didapat dari laporan saat DPRD Jateng
melakukan reset. Laporan tersebut didapatkan oleh Fraksi Partai Amanat
Nasional (FPAN) DPRD Jateng. Juru bicara FPAN, Sri Maryuningsih
mengatakan sikap PNS-PNS nakal tersebut terjadi hampir di seluruh daerah
Jateng. Berdasarkan laporan terbanyak terjadi di Surakarta, Semarang dan
Kedu serta kota-kota besar lainnya di Jateng.
“Mereka sering menginap di hotel dengan orang yang bukan pasangan
resminya dan masih memakai seragam PNS”, kata Sri Maryuningsih setelah
sidang paripurna penyampaian hasil reses di Gedung Berlian, DPRD Jateng.12
Berangkat dari pokok pikiran di atas, maka penulis tertarik untuk
mengkaji skripsi ini dengan masalah : KEBIASAAN SUAMI SUKA
BERGANTI WIL SEBAGAI LATAR BELAKANG
PERCERAIAN (ANALISIS PUTUSAN PA No.1356/ Pdt. G/
2011/PA.Sm)
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara tersurat
pertanyaan-pertanyaan apa saja yang ingin dicari jawabannya atau pernyataan
yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti
berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah.13 Berdasarkan pada
keterangan di atas, maka yang menjadi pokok permasalahannya adalah:
12http:id.berita.yahoo.com.dewan-perselingkuhan-pns-JawaTengah-makin-berani-
103327029 .html 13 http://www.scribd.com/doc/33388389/contoh.proposal.penelitian.kualitatif. 19 Oktober
2011. 11.00 WIB.
8
1 Bagaimana putusan Pengadilan Agama Semarang No.1356/Pdt.
G/2011/PA.Sm tentang kebiasaan suami suka berganti WIL sebagai latar
belakang perceraian.
2 Bagaimana dasar pertimbangan hakim terhadap putusan Pengadilan
Agama Semarang No.1356/Pdt.G/2011/PA.Sm tentang kebiasaan suami
suka berganti WIL sebagai latar belakang perceraian.
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui putusan Pengadilan Agama No.1356/Pdt.G/
2011/PA.Sm tentang kebiasaan suami suka berganti WIL sebagai latar
belakang perceraian.
2. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim terhadap putusan Pengadilan
Agama No.1356/Pdt.G/2011/PA.Sm tentang kebiasaan suami suka
berganti WIL sebagai latar belakang perceraian.
D. Manfaat Penelitian
Dengan adanya tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka
diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan antara lain:
1. Secara teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan khazanah pemikiran Islam tentang fenomena adanya WIL dan
keterlibatannya terhadap terjadinya perceraian di Pengadilan Agama, serta
dapat dijadikan referensi bagi penelitian yang sejenis sehingga lebih
9
mampu mengaktualisasikan fenomena tersebut dalam karya yang lebih
baik dimasa yang akan datang.
2. Secara praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat
bagi para praktisi hukum di lembaga Pengadilan Agama, masyarakat
umum dan penulis lain. Sekaligus sebagai informasi dalam
mengembangkan rangkaian penelitian lebih lanjut dalam karya keilmuan
yang lebih berbobot.
E. Telaah Pustaka
Untuk mengetahui validitas penelitian yang penulis lakukan, maka
dalam telaah pustaka ini, akan penulis uraikan beberapa skripsi karya para
sarjana syariah IAIN Walisongo Semarang yang mempunyai tema sama tetapi
perspektif bahasanya berbeda. Hal ini penting untuk bukti bahwa penelitian
merupakan penelitian murni, yang jauh dari upaya plagiat. Adapun skripsi
tersebut adalah:
Pertama, skripsi yang disusun oleh Ridwan lulusan tahun 2004
dengan judul “Analisis Putusan Pengadilan Agama Kota Semarang No.
750/pdt.G/2002/PA Semarang tentang Pelanggaran Taklik Talak”. Dalam
skripsi ini dijelaskan bahwa taklik talak merupakan hasil dari budaya
masyarakat pra Islam yang menjadi perlindungan pihak istri atas kesewenang-
wenangan suami. Menurut penulis, taklik talak dalam Undang-Undang
Perkawinan No. 1 tahun 1974 dan KHI kurang memberikan keterangan dan
penjelasan padahal kemaslahatan cerai gugat yang berkaitan dengan taklik
10
talak sangat dominan disetiap acara persidangan. Dalam kasus tersebut
tergugat melanggar taklik talak karena pada saat akad nikah tergugat
mengucapkan janji taklik talak. Namun dalam gugatan penggugat hakim
pengadilan agama Semarang menetapkan talak satu dari tergugat dengan
iwadh Rp. 10.000.14
Kedua, skripsi yang disusun oleh Mudrik lulusan tahun 2001 dengan
judul “Studi Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Agama Purbalingga No.
283/pdt.G/PA Purbalingga tentang Cerai Gugat karena Suami Berjudi.”
Dalam skripsi ini dijelaskan bahwa judi menjadi bagian yang dianggap bisa
dijadikan alasan putusnya suatu perkawinan. Artinya seorang istri boleh
melakukan gugatan perceraian karena suami berjudi, karena:
a. Dilarang oleh Allah
b. Berimbas pada anak dan keluarganya.
Putusan tersebut memutuskan talak bain antara tergugat dan penggugat
karena terjadinya syiqoq yang disebabkan karena judi.15
Ketiga, skripsi yang disusun oleh Jikronah lulusan tahun 2000 dengan
judul “Studi Analisis terhadap Putusan Pengadilan Agama Demak No.
861/pdt.G/PA Demak tentang Cerai Gugat Istri karena Tidak Terpenuhinya
Nafkah Batin.” Dalam skripsi tersebut dijelaskan bahwa suami istri wajib
memberikan bantuan lahir satu dengan yang lainnya demi menegakkan rumah
tangga, sehingga apabila salah satu pihak tidak melaksanakannya, maka salah
14 Ridwan, Analisis Putusan Pengadilan Agama Kota Semarang No. 750/pdt.G/2002/PA
Semarang tentang Pelanggaran Taklik Talak, Semarang: Perpustakaan Fakultas Syariah, 2004. 15 Mudrik, Studi Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Agama Purbalingga No.
283/pdt.G/PA Purbalingga tentang Cerai Gugat karena Suami Berjudi, Semarang: Perpustakaan
Fakultas Syariah, 2001.
11
satu pihak dapat minta cerai melalui hakim pengadilan agama. Dalam
putusannya, majelis hakim memberikannya putusan cerai atau gugatan istri
dengan alasan tidak terpenuhinya nafkah batinnya karena dapat dikategorikan
sebagai pelanggaran taklil talak.16
Keempat, skripsi yang disusun oleh Siti Sangadah lulusan tahun 2006
dengan judul “Studi Analisis terhadap Putusan Pengadilan Agama Rembang
No. 318/pdt.G/2003 tentang Cerai Gugat karena Suami Menderita Stroke.”
Dalam skripsi ini dijelaskan bahwa seorang istri telah menggugat
cerai suaminya, karena suaminya mengalami cacat fisik dan mental serta
tidak dapat berbicara (stroke). Akhirnya Pengadilan Agama Rembang
memutuskan mengabulkan gugatan penggugat dengan jalan Fasakh, artinya
antara penggugat dan tergugat telah putus ikatan satu sama lainnya. Dalam
analisis ia menjelaskan bahwa penyakit stroke bisa dijadikan alasan
perceraian sesuai dengan pasal 19 huruf e PP No. 9 tahun 1975 yakni karena
mendapat cacat badan.17
Dari beberapa penelitian tersebut menunjukkan bahwa penelitian
terdahulu hanya mengungkapkan perceraian dapat terjadi karena berbagai
alasan. Alasan-alasan tersebut terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam
terutama pasal 116 .
Dari penjelasan tersebut di atas tampak jelas penelitian terdahulu
belum mengungkapkan faktor yang melatarbelakangi perceraian yang sudah
disebutkan.
16 Jikronah, Studi Analisis terhadap Putusan Pengadilan Agama Demak No.
861/pdt.G/PA Demak tentang Cerai Gugat Istri karena Tidak Terpenuhinya Nafkah Batin,
Semarang: Perpustakaan Fakultas Syariah, 2000. 17 Siti Sangadah, Studi Analisis terhadap Putusan Pengadilan Agama Rembang No.
318/pdt.G/2003 tentang Cerai Gugat karena Suami Menderita Stroke, Semarang: Perpustakaan
Fakultas Syariah, 2006.
12
Sedangkan skripsi yang disusun sekarang ini hendak berupaya
menjelaskan salah satu latar belakang perceraian tersebut. Maka di sini
penulis akan mengungkapkan lebih dalam tentang kebiasaan buruk suami
suka berganti WIL sebagai latar belakang perceraian.
F. Metode Penelitian
Keberhasilan suatu penelitian banyak ditentukan oleh metode yang
digunakan. Oleh karena itu metode penelitian perlu ditetapkan berdasarkan
sifat masalah, kegunaan dan hasil yang hendak dicapai berdasarkan masalah
yang diteliti. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif,
yaitu sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati.18
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian literer / dokumen, yaitu
penelitian sesuatu yang memberikan bukti-bukti dipergunakan sebagai
alat bukti atau bahan untuk mendukung suatu informasi, penjelasan atau
argumen.19 Dalam hal ini penulis meneliti salinan putusan Pengadilan
Agama Semarang No.1356/Pdt.G/2011/PA.Sm tentang kebiasaan buruk
suami yang suka berganti WIL sebagai latar belakang perceraian.
2. Sumber Data
Sumber data yang dimaksud penulis adalah subyek dari mana data
yang diperoleh untuk memudahkan mengidentifikasi sumber data, maka
penulis mengaplikasikan sumber data tersebut menjadi dua yaitu:
a. Data Primer
Yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama.20
Data primer dalam skripsi ini adalah salinan putusan Pengadilan
18 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2009, hlm. 13. 19 Komaruddin, Kamus Istilah Karya Ilmiah, Jakarta: Bumi Aksara, 2007, hlm. 62.
20 Sumardi Surya Brata, Metodologi Penelitian, Jakarta :PT Raja Grafindo persada, cet.9,
1995, hlm.85.
13
Agama Semarang No 1356/Pdt. G/2011/PA.Sm tentang kebiasaan
suami suka berganti WIL sebagai latar belakang perceraian (foto copy
sudah terlampir).21
b. Data Sekunder
Yaitu tulisan ilmiah, penelitian atau buku – buku yang
mendukung tema penelitian. Dalam hal ini adalah :
1. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan, PP. No.
9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan undang-undang No. 1 Tahun
1974, Inpres RI No. 1 tahun 1971 tentang Kompilasi Hukum
Islam dan peraturan- peraturan yang Relevan.
2. Buku – buku yang relevan diantaranya Fiqih Munakahat, Hukum
Perdata Islam di Indonesia serta buku – buku lain yang memiliki
keterkaitan dengan kajian penelitian ini.
3. Metode Pengumpulan Data
a. Dokumentasi
Yaitu kertas asli tertulis tangan atau tercetak yang bersifat
resmi yang melengkapi informasi atau digunakan sebagai bukti
tentang sesuatu22 Dokumentasi ini penulis dapatkan dengan cara pra
riset (Penelitian pendahuluan) sebagai upaya untuk mengumpulkan
data-data awal di Pengadilan Agama Semarang. Dalam hal ini berupa
salinan putusan perkara No.1356/Pdt.G/2011/PA Sm tentang
kebiasaan suami suka berganti WIL sebagai latar belakang perceraian.
21 Ibid
22 Komaruddin, Op cit, hlm.62.
14
b. Wawancara
Yaitu proses percakapan dengan maksud untuk mengonstruksi
orang, kejadian, organisasi, motivasi, perasaan sebagainya yang
dilakukan oleh dua belah pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dengan orang yang diwawancarai
(interviewee).23 Wawancara ini penulis lakukan dengan hakim yang
menangani perkara tersebut, guna mendapatkan pendapat mengenai
putusan No.1356/Pdt.G/2011/PA Sm. yang akurat. Dukungan lain
agar mendapatkan informasi ilmiah penulis juga mewawancarai para
ahli hukum Islam. Seperti Bpk. Ahmad Ghozali dan Bpk. Ky. Abdul
Majid.
4. Metode Analisis Data
Setelah data terkumpul, kemudian penulis melakukan analisis
dengan menggunakan metode analisis deskriptif yaitu bahwa dalam
menganalisis penulis berkeinginan menggambarkan secara tepat sifat
suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk
menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya
hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.
Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan di Pengadilan Agama
Semarang.24
23 Ibid, hlm. 155
24 Amiriddin, Pengantar metode Penelitian hokum, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2006, hlm. 25
15
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang setiap bab
mempunyai kaitan antara yang satu dengan yang lain. Adapun gambaran
sistematikanya adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, telaah pustaka, metode penelitian,
dan sistematika penulisan, yang semuanya merupakan bab
pembuka sebagai gambaran pembahasan secara global.
BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN DI
PERADILAN AGAMA
Dalam bab ini menerangkan pengertian perceraian, dasar hukum
perceraian, dan macam-macam perceraian, prosedur perceraian di
Peradilan Agama.
BAB III PUTUSAN PENGADILAN AGAMA
NO.1356/Pdt.G/2011/PA.Sm TENTANG KEBIASAAN SUAMI
SUKA BERGANTI WIL SEBAGAI LATAR BELAKANG
PERCERAIAN.
Bab ini meliputi sekilas pandangan pengadilan agama Semarang,
sejarah pengadilan agama Semarang, tugas dan wewenang
Pengadilan Agama Semarang, kasus gugatan perceraian
No.1356/Pdt.G/2011/PA.Sm, terdiri atas gugatan perceraian,
proses penyelesaiannya dan hasil putusan serta dasar hukum
16
pertimbangan hakim Pengadilan Agama No.1356/Pdt.G/
2011/PA.Sm tentang kebiasaan suami suka berganti WIL sebagai
latar belakang perceraian
BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA
NO.1356/Pdt.G/2011/PA.Sm TENTANG KEBIASAAN SUAMI
SUKA BERGANTI WIL SEBAGAI LATAR BELAKANG
PERCERAIAN
Dalam bab ini menerangkan analisis terhadap putusan Pengadilan
Agama No.1356/Pdt.G/2011/PA.Sm tentang kebiasaan suami
suka berganti WIL sebagai latar belakang perceraian, analisis
pertimbangan hakim terhadap putusan Pengadilan Agama
No.1356/Pdt.G/2011/PA.Sm tentang kebiasaan suami suka
berganti WIL sebagai latar belakang perceraian.
BAB V PENUTUP
Merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dari hasil
pembahasan putusan Pengadilan Agama No.
1356/Pdt.G/2011/PA.Sm tentang kebiasaan suami suka berganti
WIL sebagai latar belakang perceraian.
BAB II
KETENTUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN
DI PERADILAN AGAMA
A. Pengertian Perceraian
Perceraian adalah terlepasnya ikatan pernikahan atau bubarnya
hubungan pernikahan.1 Dalam istilah fiqih disebut dengan talak yang berasal
dari akar kata al-ithlaq yang artinya melepaskan atau meninggalkan.2 Dalam
mengemukakan arti thalak secara terminologi kelihatannya ulama
mengemukakan dalam rumusan yang berbeda namun esensinya sama. Al-
Mahalli dalam kitabnya Syarh Minhaj al-Thalibin merumuskan:
حل عقد النكاح بلفظا الطالق وحنوه
Artinya: Melepaskan hubungan pernikahan dengan menggunakan lafaz
thalaq dan sejenisnya.3
Sayyid Sabiq mendefinisikan talak dengan sebuah upaya untuk
melepaskan ikatan perkawinan dan selanjutnya mengakhiri hubungan
perkawinan itu sendiri.4 Definisi yang agak panjang dapat dilihat di dalam
kitab Kifayat al-Akhyar yang menjelaskan talak sebagai sebuah nama untuk
melepaskan ikatan nikah dan talak adalah lafaz jahiliyah yang setelah Islam
datang menetapkan lafaz itu sebagai kata untuk melepaskan nikah.
1 Abdul Rahman Ghozali,Fiqh Munakahat,Jakarta:Kencana,2008,hlm.192.
2 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 4, Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009, hlm. 2.
3 Abdul Rahman Ghozali,Op.cit,hlm.192.
4 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Juz II, (Beirut: Dar al-Fikr, 1983) hlm. 206.
18
Dari definisi talak di atas, tampak jelas bahwa talak merupakan
sebuah institusi yang digunakan untuk melepaskan sebuah ikatan perkawinan.
Dengan demikian ikatan perkawinan sebenarnya dapat putus dan tata caranya
telah diatur baik di dalam fiqih maupun UUP.5
Di dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 tentang
perceraian diatur dalam pasal 38 disebutkan bahwa perkawinan dapat putus
karena:
a. Kematian
b. Perceraian
c. Atas keputusan pengadilan
Pasal 39 UU Perkawinan
1. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah
pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak.
2. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami
istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.
3. Tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam peraturan
perundang-undangan tersendiri.
Sedangkan pasal 40 menjelaskan:
1. Gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan
5 Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi Kritis Perkembangan Hukum
Islam dari Fikih, UU No. 1/74 sampai KHI, Jakarta: Kencana, 2006, hlm. 207.
2. Tata cara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur dalam
peraturan perundangan tersendiri.6
Terjadinya perceraian lebih banyak disebabkan ketidakmampuan
pasangan suami istri tersebut merealisasikan tujuan perkawinan itu sendiri.
Berbeda dengan putusnya perkawinan dengan sebab kematian yang
merupakan ketentuan Allah yang tidak ditolak oleh manusia.
Sedangkan ditinjau dari Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengenai
definisi perceraian dijelaskan pada bab XVI pasal 117 yang berbunyi: Talak
adalah ikrar suami dihadapan sidang pengadilan agama yang menjadi salah
satu sebab putusnya perkawinan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam
pasal 129, 130 dan 131.
Pasal 129 berbunyi:
“Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan
permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang
memwilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar
diadakan sidang untuk keperluan itu”.
Pasal 130 berbunyi:
“Pengadilan Agama dapat mengabulkan atau menolak permohonan tersebut,
dan terhadap keputusan tersebut dapat diminta upaya hukum banding dan
kasasi”.
Pasal 131 berbunyi:
“Pengadilan Agama yang bersangkutan mempelajari permohonan dimaksud
pasal 129 dan dalam waktu selambat-lambatnya tiga puluh hari memanggil
pemohon dan istrinya untuk meminta penjelasan tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan maksud menjatuhkan talak”.7
6 Undang-Undang Pokok Perkawinan, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, hlm. 12-13.
7 Departemen Agama RI, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Departemen
Agama, 2000, hlm. 60.
KHI mensyaratkan bahwa ikrar suami untuk bercerai (talak) harus
disampaikan di hadapan sidang pengadilan agama. Di dalam UU No. 7/1989
jo.UU NO.3 2006 tentang Peradilan Agama juga menjelaskan hal yang sama
seperti yang terdapat pada pasal 66 ayat (1) yang berbunyi:
“Seseorang yang beragama Islam yang akan menceraikan istrinya
mengajukan permohonan kepada pengadilan agama untuk
mengadakan sidang guan penyaksian ikrar talak.” Dengan demikian
talak merupakan ikrar suami yang harus dilakukan di lembaga
pengadilan agama, dengan kata lain talak yang dilakukan di luar
sidang pengadilan agama dianggap tidak sah”.8
KHI juga menjelaskan tentang putusnya perkawinan yang diatur
secara rinci dalam Bab XVI pasal 113 yang berbunyi:
Perkawinan dapat putus karena
1. Kematian
2. Perceraian
3. Atas putusan pengadilan9
Dalam perkawinan dapat putus disebabkan perceraian yang dijelaskan dalam
pasal 114 yang berbunyi: “Putusnya perkawinan yang disebabkan karena
perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian.10
B. Dasar Hukum Perceraian
Stabilitas rumah tangga dan kontinuitas kehidupan suami istri adalah
tujuan utama adanya perkawinan dan hal ini sangat diperhatikan oleh syariat
Islam. Akad perkawinan dimaksudkan untuk selama hidup, agar dengan
8 Amandemen UU Peradilan Agama, Jakarta: Sinar Grafika, 206, hlm. 57.
9 Kompilasi Hukum Islam, op. cit, hlm. 56
10 Ibid.
demikian suami istri menjadikan rumah tangga sebagai tempat berteduh yang
nyaman dan permanen agar dalam perlindungan rumah tangga kedua suami
istri bisa menikmati kehidupannya serta agar keduanya dapat menciptakan
iklim rumah tangga yang memungkinkan terwujudnya dan terpeliharanya
anak keturunan dengan sebaik-baiknya. Meskipun suami oleh hukum Islam
diberi wewenang untuk menjatuhkan talak, namun tidak dibenarkan suami
menggunakan haknya dengan sesuka hati apalagi hanya menurutkan hawa
nafsunya saja.11
Menjatuhkan talak tanpa alasan dan sebab yang dibenarkan adalah
termasuk perbuatan tercela, terkutuk dan dibenci oleh Allah Rasulullah SAW
bersabda:
ابغض احلالل اىل اهللا الطالقArtinya: Perkara halal yang paling dibenci Allah ialah menjatuhkan talak.
12
Hadits ini menjadi dalil bahwa diantara jalan halal itu ada yang
dimurkai Allah jika tidak dipergunakan sebagaimana mestinya dan yang
paling dimurkai pelakunya tanpa alasan yang dibenarkan ialah perbuatan
menjatuhkan talak. Mak menjatuhkan talak itu sama sekali tidak ada
pahalanya dan tidak dapat dipandang sebagai perbuatan ibadah. Hadits ini
juga menjadi dalil bahwa suami wajib selalu menjauhkan diri dari
menjatuhkan talak selagi masih ada jalan untuk menghindarkannya. Suami
11
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana, 2006, hlm. 201. 12
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Terjemahan Lengkap Bulughul Maram, Jakarta: Akbar Media
Eka Sarana, hlm. 487.
dibenarkan menjatuhkan talak jika hanya terpaksa, tidak ada jalan lain untuk
menghindarinya, dan talak itulah salah satu jalan terciptanya kemaslahatan.13
Istri yang meminta talak kepada suaminya tanpa sebab dan alasan
yang dibenarkan adalah perbuatan tercela, sebagaimana sabda Rasulullah
SAW:
.نةأس فحرام عليها رائحة اجلامرأة سألت زوجهاطالقامن غري ب امياArtinya: “Manakala istri menuntut cerai dari suaminya tanpa alasan, maka
haram baginya bau surga”.14
Syara’ menjadikan talak sebagai jalan yang sah untuk bercerainya
suami istri, namun syara’ membenci terjadinya perbuatan ini dan tidak
merestui dijatuhkannya talak tanpa sebab atau alasan.
Talak diperbolehkan (mubah) jika untuk menghindari bahaya yang
mengancam salah satu pihak, baik itu suami maupun istri.15
Para ulama sepakat membolehkan talak karena bisa saja sebuah rumah
tangga mengalami keretakan hubungan yang mengakibatkan runyamnya
keadaan sehingga pernikahan mereka berada dalam keadaan kritis, terancam
perpecahan serta pertengkaran yang tidak membawa keuntungan sama sekali.
Dan pada saat itu, dituntut adanya jalan untuk menghindari dan
menghilangkan berbagai hal negatif dengan cara talak.16
Dilihat dari kemaslahatan atau kemudaratannya, maka hukum talak
ada lima yaitu:
13
Abd. Rahman Ghazaly, op. cit., hlm. 212. 14
Ibid, hlm. 213 15
Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita, Jakarta: Al-Kautsar, 2010, hlm. 455. 16
Syaikh Hasan Ayyub,Loc.cit, hlm. 260.
1. Wajib
Yaitu apabila terjadi perselisihan antara suami istri lalu tidak ada
jalan yang dapat ditempuh kecuali dengan mendatangkan dua hakim yang
mengurus perkara keduanya. Jika kedua orang hakim tersebut
memandang bahwa perceraian lebih baik bagi mereka, maka pada saat
itulah talak menjadi wajib. Jadi jika sebuah rumah tangga tidak
mendatangkan apa-apa selain keburukan, perselisihan, pertengkaran dan
bahkan menjerumuskan keduanya dalam kemaksiatan, maka pada saat itu
talak adalah wajib baginya.
2. Makruh
Yaitu talak yang dilakukan tanpa adanya tuntutan dan kebutuhan.
Ada dua pendapat mengenai talak yang makruh ini.
Pertama, bahwa talak tersebut haram dilakukan, karena dapat
menimbulkan mudharat bagi dirinya dan istrinya, serta tidak
mendatangkan manfaat apapun. Talak ini haram sama seperti tindakan
merusak atau menghamburkan harta kekayaan tanpa guna. Hal itu
didasarkan pada sabda Rasulullah SAW sebagai berikut:
)رواه ابن ماجه(الضر روالضرار
Artinya: “Tidak boleh memberikan mudharat kepada orang lain dan tidak
boleh membalas kemudharatan dengan kemudharatan lagi.”
)رواه ابو داود(ما احل اهللا شيئا ابغض اليه من الطالق Artinya: “Allah tidak membolehkan sesuatu yang lebih Dia benci selain
talak” (HR. Abu Daud).
Kedua, bahwa talak itu dibenci karena dilakukan tanpa adanya tuntutan
dan sebab yang membolehkan. Dan karena talak semacam itu dapat
membatalkan pernikahan yang menghasilkan kebaikan yang memang
disunnahkan, sehingga talak itu menjadi makruh hukumnya.
3. Mubah
Yaitu talak yang dilakukan karena ada kebutuhan. Misalnya karena
buruknya akhlak istri dan kurang baiknya pergaulannya yang hanya
mendatangkan mudharat dan menjauhkan mereka dari tujuan pernikahan.
4. Sunnah
Yaitu talak yang dilakukan pada saat istri mengabaikan hak-hak
Allah yang telah diwajibkan kepadanya, misalnya shalat, puasa dan
kewajiban lainnya, sedangkan suami juga sudah tidak sanggup lagi
memaksanya. Atau istrinya sudah tidak lagi menjaga kehormatan dan
kesucian dirinya. Hal itu mungkin saja terjadi karena memang wanita itu
mempunyai kekurangan dalam hal agama, sehingga mungkin saja ia
berbuat selingkuh dan melahirkan anak hasil perselingkuhan dengan laki-
laki lain.
5. Mahzhur (terlarang)
Yaitu talak yang dilakukan ketika istri sedang haid. Para ulama di
Mesir telah sepakat untuk mengharamkannya. Talak ini disebut juga
dengan talak bid’ah.17
Disebut bid’ah karena suami yang menceraikan itu
menyalahi sunnah Rasul dan mengabaikan perintah Allah dan Rasulnya:.
17
Amir Syaifuddin, Loc.cit, hlm. 201.
Firman Allah yang berbunyi
$pκ š‰r' ‾≈ tƒ ÷ É<̈Ζ9$# # sŒ Î) ÞΟ çFø) ‾= sÛ u !$|¡ÏiΨ9 $# £èδθà) Ïk= sÜsù �∅Íκ ÌE£‰ ÏèÏ9 (#θÝÁômr&uρ nο £‰Ïèø9 $#
Artinya: “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka
hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat
(menghadapi) iddahnya dengan wajar”. (Ath-Thalaq: 1)18
Walaupun talak itu dibenci yang terjadi dalam suatu rumah tangga
namun sebagai jalan terakhir bagi kehidupan rumah tangga dalam
keadaan tertentu boleh dilakukan. Hikmah dibolehkannya talak tersebut
adalah karena dinamika kehidupan rumah tangga kadang-kadang tertuju
pada sesuatu yang bertentangan dengan tujuan pembentukan rumah
tangga tersebut. Dalam keadaan seperti ini, apabila dilanjutkan juga
rumah tangga akan menimbulkan mudharat kepada dua belah pihak dan
orang disekitarnya. Dalam rangka menolak terjadinya mudharat yang
lebih jauh, lebih baik ditempuh perceraian dalam bentuk talak tersebut.
Dengan demikian, talak dalam Islam hanyalah untuk suatu tujuan
maslahat.19
C. Macam-Macam Perceraian
1. Perceraian dalam Hukum Islam
Ditinjau dari segi waktu dijatuhkannya talak, maka talak dibagi
menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut:
18
DEPAG RI, Alqur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Lajnah Pentashih Mushaf
Alqur”an,2005,hlm.558. 19
Amir Syaifuddin,Op.cit, hlm. 201.
a. Talak Sunni
Yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntunan sunnah.
Talak ini dikatakan talak sunni apabila memenuhi sempat syarat,
yaitu:
1) Istri yang ditalak sudah pernah dikumpuli, dan apabila talak
tersebut dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah dikumpuli,
maka tidak termasuk talak sunni.
2) Istri dapat segera melakukan iddah suci setelah ditalak yaitu dalam
keadaan suci dari haid. Talak terhadap istri yang telah lepas haid
(menopause) atau belum pernah haid, atau sedang hamil, atau talak
karena suami meminta tebusan, yakni dalam hal khulu’, atau ketika
istri dalam haid, maka semuanya ini tidak termasuk talak sunni.
3) Tala tersebut dijatuhkan ketika istri dalam keadaan suci, baik di
permukaan suci di pertengahan maupun di akhir suci meskipun
beberapa waktu yang lalu datang haid.
4) Suami tidak pernah mengumpuli istri selama masa suci ketika talak
tersebut dijatuhkan.
b. Talak Bid’i
Yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan
dengan tuntunan sunnah, tidak memenuhi syarat-syarat talak sunni.
Yang termasuk talak bid’i ialah:
1) Talak yang dijatuhkan terhadap istri pada waktu haid, baik di
permulaan haid maupun di pertengahan haid, juga termasuk istri
yang sedang nifas.
2) Talak yang dijatuhkan terhadap istri dalam keadaan suci tetapi
pernah dikumpuli oleh suaminya dalam suci tersebut.
c. Talak la Sunni Wala Bid’i
Yaitu talak yang tidak termasuk kategori talak sunni dan talak
bid’i yaitu:
1) Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah dikumpuli.
2) Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah haid atau
istri yang telah lepas haid.
3) Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang hamil.20
Ditinjau dari segi boleh atau tidaknya rujuk kembali, talak dibagi
menjadi dua macam, yaitu:
1) Talak Raj’i
2) Talak Bain
1) Talak Raj’i yaitu talak dimana suami masih mempunyai hak untuk
merujuk kembali istrinya setelah talak itu dijatuhkan dengan lafal-
lafal tertentu dan istri benar-benar sudah digauli.21
Firman Allah
SWT:
20
Murni Djamal, Ilmu Fiqih, Jakarta: Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN, 1985, hlm.
227. 21
Slamet Abidin, Aminuddin, Fiqih Munakahat II, Bandung: Pustaka Setia, 1999. hlm. 17
$pκ š‰r' ‾≈ tƒ ÷ É<̈Ζ9$# #sŒ Î) ÞΟ çFø)‾= sÛ u!$|¡ÏiΨ9 $# £èδθà) Ïk= sÜ sù �∅Íκ ÌE£‰ÏèÏ9 (#θÝÁômr&uρ nο £‰Ïèø9 $# ( (#θà)̈? $# uρ ©! $#
öΝ à6 −/u‘ ( Ÿω �∅èδθã_Ì� øƒ éB .ÏΒ £ÎγÏ?θã‹ ç/ Ÿωuρ š∅ô_ã� øƒs† HωÎ) βr& tÏ?ù' tƒ 7πt±Ås≈ x� Î/ 7πuΖ Éi� t7•Β
4 y7 ù= Ï?uρ ߊρ߉ ãn «! $# 4 tΒ uρ £‰ yètG tƒ yŠρ߉ ãn «! $# ô‰ s)sù zΝ n= sß …çµ|¡ø� tΡ 4 Ÿω “ Í‘ ô‰s? ¨≅yès9 ©! $#
ß^ ω øt ä† y‰÷èt/ y7 Ï9≡sŒ #\� øΒ r& ∩⊇∪
Artinya: “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka
hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat
(menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu
iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu.
Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan
janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka
mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-
hukum Allah, Maka Sesungguhnya dia telah berbuat zalim
terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali
Allah Mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru”. (QS.
Ath-Thalaq: 1)22
Yang dimaksud dengan “menghadapi iddahnya yang wajar”
dalam ayat tersebut adalah istri-istri itu hendaknya ditalak ketika suci
sebelum dicampuri. Sedangkan yang dimaksud dengan “perbuatan
keji” adalah apabila istri melakukan perbuatan-perbuatan pidana,
berkelakuan tidak sopan terhadap mertua, ipar dan sebagainya.
Adapun yang dimaksud dengan “sesuatu hal yang baru” adalah
keinginan dari suami untuk rujuk kembali apabila talaknya baru
dijatuhkan sekali atau dua kali.
Dengan demikian jelas bahwa suami boleh merujuk istrinya
kembali yang telah ditolak sekali atau dua kali selama mantan istrinya
itu masih dalam masa iddahnya.23
22
DEPAG RI,loc.cit,hlm.558. 23
Ibid, hlm. 18.
2) Talak Bain yaitu tidak putus secara penuh dalam arti tidak
memungkinkan suami kembali kepada istrinya kecuali dengan nikah
baru.
Talak Bain ini terbagi atas dua macam:
a) Bain Sughra
Ialah talak yang suami tidak boleh rujuk kepada mantan
istrinya, tetapi ia dapat kawin lagi dengan nikah baru tanpa
melalui muhallil.
b) Bain Kubra
Ialah talak yang tidak memungkinkan suami ruju’ kepada
mantan istrinya. Dia hanya boleh kembali kepada istrinya setelah
istrinya itu kawin dengan laki-laki lain dan bercerai pula dengan
laki-laki itu dan habis masa iddahnya.24
Ditinjau dari segi ucapan talak terbagi menjadi dua yaitu:
1) Talak Tanjiz
Yaitu talak yang dijatuhkan suami dengan menggunakan
ucapan langsung tanpa dikaitkan kepada waktu, baik menggunakan
ucapan sharih atau kinayah.
2) Talak Ta’liq
Yaitu talak yang dijatuhkan suami dengan menggunakan
ucapan yang pelaksanaannya digantungkan kepada sesuatu yang
terjadi kemudian. Baik menggunakan lafaz sharih atau kinayah.
24
Amir Syarifuddin, Loc. cit., hlm. 221.
Seperti ucapan suami: “Bila ayahmu pulang dari luar negeri engkau
saya talak”. Talak dalam bentuk ini baru terlaksana secara efektif
setelah syarat yang digantungkan terjadi. Dalam contoh di atas talak
terjatuh segera setelah ayahnya pulang dari luar negeri, tidak pada saat
ucapan itu diucapkan.25
Ditinjau dari segi siapa yang secara langsung mengucapkan talak,
dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1) Talak Mubasyir
Yaitu talak yang langsung diucapkan sendiri oleh suami yang
menjatuhkan talak tanpa melalui perantara atau wakil.
2) Talak Tawkil
Yaitu talak yang pengucapannya tidak dilakukan sendiri oleh
suami, tetapi dilakukan oleh orang lain atas nama suami. Bila talak itu
diwakilkan pengucapannya oleh suami kepada istrinya seperti ucapan
suami: “Saya serahkan kepadamu untuk mentalak dirimu”, secara
khusus disebut juga talak tafwidh (talak yang mengandung arti
melimpahkan).26
2. Perceraian dalam Hukum Positif
Di dalam fiqh hanya mengatur hal-hal yang berkenaan dengan
perceraian dalam bentuk hukum materiil dan semua kitab fiqh tidak
melibatkan diri mengatur hukum acaranya. Adanya aturan yang mengatur
25
Ibid, hlm. 225. 26
Ibid, hlm. 226.
acara di luar fiqh tidak menyalahi apa yang ditetapkan fiqh, tetapi
melengkapi aturan fiqh.27
Aturan-aturan fiqh di luar ketentuan acara diakomodir secara
lengkap dalam KHI dengan rumusan sebagai berikut:
Pasal 118
“Talak raj’i adalah talak kesatu atau kedua, dimana suami berhak rujuk
selama istri dalam masa iddah.”
Pasal 119
1. Talak bain sughra adalah talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh
akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah.
2. Talak bain sughra sebagaimana tersebut pada ayat (1) adalah:
a. Talak yang terjadi qobla al-dukhul.
b. Talak dengan tebusan atau khuluk dan
c. Talak yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama.
Pasal 120
“Talak Bain Kubra adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak
jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali, kecuali
apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas istri menikah dengan orang
lain dan kemudian terjadi perceraian ba’da al dukhul dan habis masa
iddahnya.”
Pasal 121
“Talak Sunni adalah talak yang diperbolehkan yaitu talak yang dijatuhkan
terhadap istri yang sedang suci dan tidak dicampuri dalam waktu suci
tersebut.”
Pasal 122
Talak bid’i adalah talak yang dilarang yaitu talak yang dijatuhkan pada
waktu istri dalam keadaan haid, atau istri dalam keadaan suci tetapi sudah
dicampuri pada waktu suci tersebut.
Pasal 124
Perceraian itu terjadi terhitung saat perceraian itu dinyatakan di depan
sidang pengadilan.
27
Ibid, hlm. 229.
Ketentuan pasal ini memang tidak dimuat dalam kitab fiqh, karena
dalam pandangan fiqh perceraian itu terjadi terhitung mulai diucapkan
oleh suami, sedangkan suami yang mengucapkan talak tidak berada di
pengadilan.28
Menurut KHI, talak atau perceraian terhitung pada saat perceraian
itu dinyatakan di depan sidang pengadilan. Di samping mengatur tentang
talak, KHI juga memberi aturan yang berkenaan dengan khulu’29
dan
lian30
seperti yang terdapat dalam pasal 124, khulu’ harus berdasar atas
alasan perceraian sesuai ketentuan pasal 116, 125 yang berbunyi: “Lian
menyebabkan putusnya perkawinan antara suami istri untuk selama-
lamanya,” dan pasal 126 yang berbunyi: “Lian terjadi karena suami
menuduh istri berbuat zina atau mengingkari anak dalam kandungan atau
yang sudah lahir dari istrinya, sedangkan istrinya menolak tuduhan dan
atau pengingkaran tersebut”, serta pasal 128 yang berbunyi “Lian hanya
sah apabila dilakukan dihadapan sidang Pengadilan Agama.
Sebab-sebab lain yang menjadikan putusnya perkawinan adalah:
a. Putusnya perkawinan karena syiqaq
Syiqaq adalah krisis memuncak yang terjadi antara suami istri
sedemikian rupa, sehingga antara suami istri terjadi pertentangan
pendapat dan pertengkaran menjadi dua pihak yang tidak mungkin
28
Ibid, 230. 29
Khulu’ adalah perceraian yang terjadi atas permintaan istri dengan memberikan tebusan
(iwad) kepada dan atas persetujuan suaminya. Lihat Bab I KHI tentang ketentuan umum. 30
Lian adalah seorang suami menuduh istri berbuat zina dan atau mengingkari anak yang
dalam kandungan atau yang sudah lahir dari istrinya, sedangkan istri menolak tuduhan dan atau
pengingkaran tersebut. Lihat pasal 126 KHI.
dipertemukan dan kedua belah pihak tidak bisa mengatasinya.31
Firman Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 35 menyatakan:
÷βÎ)uρ óΟ çFø�Åz s−$s)Ï© $uΚ ÍκÈ]÷�t/ (#θ èWyè ö/$$ sù $ Vϑs3ym ôÏiΒ Ï& Î#÷δ r& $ Vϑs3ym uρ ô ÏiΒ !$ yγ Î=÷δ r&
βÎ) !#y‰ƒ Ì� ム$ [s≈ n=ô¹Î) È, Ïjùuθ ムª!$# !$ yϑåκs]øŠt/ 3 ¨βÎ) ©!$# tβ% x. $ ¸ϑŠÎ=tã # Z��Î7 yz ∩⊂∈∪
Artinya: “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara
keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-
laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika
kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan,
niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal.32
Menurut firman Allah tersebut, jika terjadi kasus syiqaq antara
suami istri maka diutus seorang hakam dari pihak suami dan seorang
hakam dari pihak istri untuk mengadakan penelitian dan penyelidikan
tentang sebab terjadinya syiqaq serta berusaha mendamaikannya, atau
mengambil kesimpulan putusnya perkawinan kalau sekiranya jalan
inilah yang sebaik-baiknya.
b. Putusnya perkawinan karena pembatalan
Apabila suatu akad perkawinan telah dilaksanakan dan dalam
pelaksanaannya ternyata terdapat larangan perkawinan antara suami
istri, misalnya karena pertalian darah, pertalian susuan, pertalian
sementara, atau terdapat hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan
hukum seperti tidak terpenuhinya hukum atau Syaratnya, maka
perkawinan menjadi batal demi hukum melalui proses pengadilan
31
Abdul Rahman Ghazali, Loc. cit., hlm. 241
32
Depag RI,Loc.Cit,hlm.84.
hakim membatalkan perkawinan tersebut.33
Seperti yang dimuat dalam
pasal 8 UU No. 1 Tahun 1974 yang berbunyi:
Perkawinan dilarang antara dua orang yang:
1) Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah maupun
ke atas.
2) Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping, yaitu
antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan
antara seorang dengan saudara neneknya.
3) Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan
ibu/bapak tiri.
4) Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara
susuan dan bibi/paman susuan.
5) Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau
kemenakan dari istri dalam hal seorang suami beristri lebih dari
seorang.
6) Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain
yang berlaku dilarang kawin.34
c. Putusnya perkawinan karena fasakh
Hukum Islam mewajibkan suami untuk menunaikan hak-hak
istri dan memelihara istri dengan sebaik-baiknya, tidak boleh
menganiaya istrinya dan menimbulkan kemadharatan terhadapnya.
33
Ibid, hlm. 243. 34
Amandemen UU Peradilan Agama, Loc. cit., hlm. 4.
Suami dilarang menyengsarakan kehidupan istri dan menyia-nyiakan
haknya.35
Firman Allah surat Al-Baqarah ayat 231 berbunyi:
�∅èδθä3Å¡øΒ r' sù >∃ρá� ÷èoÿÏ3 ÷ρr& £èδθãmÎh� |� 7∃ρã� ÷èoÿÏ3 4 Ÿωuρ £èδθä3Å¡÷Ι äC #Y‘# u�ÅÑ (#ρ߉tF÷ètG Ïj9
Artinya: “Maka peliharalah (rujukilah) mereka dengan cara yang
ma'ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf
(pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi
kemudharatan, karena dengan demikian kamu Menganiaya
mereka.”36
Hukum Islam tidak menghendaki adanya kemadharatan dan
melarang saling menimbulkan kemadharatan. Dalam suatu hadits
dinyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
.الضرا روال ضرار
Artinya: Tidak boleh ada kemdharatan dan tidak boleh saling
menimbulkan kemadharatan.
Menurut kaidah hukum Islam bahwa setiap kemadharatan itu
wajib dihilangkan, sebagaimana kaidah fiqhiyah di bawah ini:
الضرر يزال
Artinya: Kemadharatan itu wajib dihilangkan.
Dengan demikian, berdasarkan firman Allah, hadits dan kaidah
tersebut para fuqaha’ menetapkan bahwa jika dalam kehidupan suami
isteri terjadi keadaan, sifat atau sikap yang menimbulkan
kemadharatan pada salah satu pihak yang menderita mudharat dapat
35
Abdul Rahman Ghazali, op. cit., hlm. 244. 36
Depag RI,Loc.cit,hlm.37.
mengambil kesimpulan untuk putusnya perkawinan, kemudian hakim
menfasakhkan perkawinan atas dasar pengaduan pihak yang menderita
tersebut.37
d. Putusnya karena meninggal dunia
Jika salah seorang dari suami atau istri meninggal dunia atau
kedua suami istri itu bersama-sama meninggal dunia, maka menjadi
putuslah perkawinan mereka. Dimaksudkan dengan mati yang menjadi
sebab putusnya perkawinan dalam hal ini meliputi baik mati secara
fisik, yakni memang dengan kematian itu diketahui jenazahnya,
sehingga kematian itu benar-benar secara biologis, maupun kematian
secara yuridis, yaitu dalam kasus suami yang mafqud (hilang tidak
diketahui apakah ia masih hidup atau sudah meninggal dunia), lalu
melalui proses pengadilan hakim dapat menetapkan kematian suami.38
Mengenai putusnya perkawinan, Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Bab VIII
pasal 38 yang berbunyi: ada tiga macam cara putusnya perkawinan yaitu:
kematian, perceraian dan keputusan pengadilan.39
D. Hal-hal yang Menyebabkan Perceraian dalam Islam
1. Terjadinya Nusyuz dari Pihak Istri
Nusyuz adalah kata yang berasal dari bahasa arab yang secara
etimologi berarti ارتفاع yang berarti meninggi atau terangkat.
37
Abdul Rahman Ghazali,Op. cit., hlm. 245. 38
Ibid, hlm. 247. 39
Amandemen UU Peradilan Agama,Loc.. cit, hlm. 12
Istri dikatakan nusyuz terhadap suaminya berarti isteri merasa dirinya sudah
lebih tinggi kedudukannya dari suaminya, sehingga ia tidak lagi merasa
berkewajiban mematuhinya. Secara definitif nusyuz diartikan dengan
kedurhakaan istri terhadap suami dalam hal menjalankan apa saja, yang
diwajibkan Allah atasnya.40
Nusyuz haram hukumnya karena menyalahi sesuatu yang telah
ditetapkan oleh agama melalui Al-Qur'an dan hadits Nabi.
Langkah-langkah untuk mengetahui istri melakukan nusyuz terdapat
dalam surat An-Nisa’: 34 yang berbunyi:
… ÉL≈ ©9$# uρ tβθèù$sƒrB �∅èδ y—θà±èΣ �∅èδθÝà Ïèsù £èδρã� àf÷δ $# uρ ’Îû ÆìÅ_$ŸÒyϑ ø9 $# £èδθç/ Î�ôÑ $# uρ ( ÷βÎ* sù
öΝ à6 uΖ÷èsÛr& Ÿξsù (#θäóö7 s? £Íκ ö� n= tã ¸ξ‹ Î6y™ 3 ¨βÎ) ©!$# šχ% x. $wŠ Î= tã # Z��Î6Ÿ2 ∩⊂⊆∪
Artinya: Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah
mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan
pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka
janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.41
Langkah-langkah tersebut dapat diperinci sebagai berikut:
a. Istri diberi nasihat tentang berbagai kemungkinan negatif dan positifnya
dari tindakannya tersebut, terlebih apabila sampai terjadi perceraian dan
yang terutama agar kembali lagi berbaikan dengan suaminya.
b. Apabila usaha pertama berupa pemberian nasihat tidak berhasil, maka
langkah kedua adalah memisahkan tempat tidur istri dari tempat tidur
suami, meskipun masih dalam satu rumah. Cara ini agar dalam kesendirian
40
Amir Syarifuddin, Loc. Cit., hlm. 190. 41
DEPAG RI,Loc.cit,hlm.84.
tidurnya itu ia memikirkan untung dan ruginya dengan segala akibat dari
tindakannya tersebut.
c. Apabila langkah kedua tersebut tidak juga dapat mengubah pendirian istri
untuk nusyuz, maka langkah ketiga adalah memberi pelajaran atau dalam
bahasa Al-Qur'an memukulnya.42
Pukulan dalam hal ini adalah bentuk
ta’dib atau edukatif, bukan atas dasar kebencian. Suami dilarang memukul
dengan pukulan yang menyakiti sebagaimana hadits Nabi dari Abdullah
bin Zar’ah menurut riwayat al-Bukhari yang berbunyi:
.قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم ال جيلد اجدكم امراته جلد العبد مثّ جيا معهاArtinya: Rasulullah SAW bersabda: Seseorang tidak boleh memukul
istrinya sebagaimana memukul budak kemudian ditidurinya.43
Apabila dengan pukulan ringan tersebut istri telah kembali kepada
keadaan semula masalah telah dapat diselesaikan. Namun apabila dengan
langkah ketiga ini masalah belum dapat diselesaikan, baru suami
diperbolehkan menempuh jalan lain yang lebih lanjut, termasuk perceraian.
2. Terjadinya Nusyuz dari Pihak Suami
Nusyuz suami mengandung arti pendurhakaan suami kepada Allah
karena meninggalkan kewajiban terhadap istrinya.
Nusyuz suami terjadi apabila ia tidak melaksanakan kewajibannya terhadap
istrinya, baik meninggalkan kewajiban yang bersifat materi atau nafkah atau
meninggalkan kewajiban yang bersifat non materi diantaranya menggauli
42
Ahmad Rofiq,Loc.cit, hlm. 270. 43
Amir Syarifuddin, Op. Cit, hlm. 193.
dengan baik.44
Adapun tindakan istri apabila ia menemukan sifat nusyuz pada
suaminya, dijelaskan Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 128 yang berbunyi:
ÈβÎ) uρ îοr&z÷ ö∆$# ôM sù%s{ .ÏΒ $yγÎ= ÷èt/ #�—θà±çΡ ÷ρr& $ZÊ# {� ôã Î) Ÿξsù yy$oΨ ã_ !$yϑ Íκ ö�n= tæ βr& $ysÎ= óÁム$yϑ æη uΖ ÷� t/ $[sù= ß¹ 4 ßx ù= ÷Á9 $#uρ ×� ö� yz 3 ÏN u� ÅØômé&uρ Ú[ à�ΡF{ $# £x ’±9$# 4 βÎ) uρ (#θãΖ Å¡ósè? (#θà) −G s? uρ �χ Î* sù ©! $# šχ% x. $yϑ Î/
šχθè= yϑ ÷ès? # Z��Î6yz ∩⊇⊄∇∪
Artinya: Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh
dari suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya Mengadakan
perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik
(bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. dan
jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara
dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah
adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.45
3. Terjadinya Perselisihan atau Percekcokan antara Suami dan Istri (Syiqaq)
Syiqaq mengandung arti pertengkaran. Kata ini biasanya
dihubungkan kepada suami istri sehingga pertengkaran yang terjadi antara
suami istri yang tidak dapat diselesaikan sendiri oleh keduanya.46
Apabila terjadi konflik keluarga seperti ini Allah SWT memberi
petunjuk untuk menyelesaikannya. Hal ini terdapat dalam firman-Nya dalam
surat An-Nisa’ ayat 35 yang berbunyi:
÷βÎ) uρ óΟ çFø� Åz s−$s) Ï© $uΚ Íκ È] ÷�t/ (#θèWyèö/ $$sù $Vϑ s3ym ôÏiΒ Ï&Î# ÷δ r& $Vϑ s3ymuρ ôÏiΒ !$yγÎ= ÷δ r& βÎ) !# y‰ƒÌ�ム$[s≈ n= ô¹ Î)
È,Ïjùuθムª! $# !$yϑ åκ s] øŠt/ 3 ¨βÎ) ©! $# tβ% x. $̧ϑŠ Î= tã #Z��Î7 yz ∩⊂∈∪
Artinya: Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya,
Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang
hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu
bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik
44Ibid, hlm. 193.
45DEPAG RI,Loc.cit,hlm.99.
46Amir Syarifuddin,Op. Cit, hlm. 194.
kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi
Maha Mengenal.47
E. Rukun dan Syarat Talak
Rukun talak adalah unsur pokok yang harus adu dalam talak dan
terwujudnya talak bergantung ada dan lengkapnya unsur-unsur tersebut.
Rukun talak ada empat yaitu:
a. Suami, ialah yang memiliki hak talak dan yang berhak menjatuhkan talak.
Oleh karena itu talak bersifat menghilangkan ikatan perkawinan, maka
talak tidak mungkin terwujud kecuali setelah adanya akad perkawinan
yang sah.
b. Istri, yaitu orang yang berada di bawah perlindungan suami dan ia adalah
obyek yang akan mendapatkan talak.
c. Sighat talak, yaitu kata-kata yang diucapkan oleh suami terhadap istrinya
yang menunjukkan talak, baik itu sharih (jelas) maupun kinayah
(sindiran), baik berupa ucapan (lisan), tulisan, isyarat bagi suami tuna
wicara ataupun dengan suruhan orang lain.
d. Qashdu (sengaja) artinya bahwa dengan ucapan talak itu memang
dimaksudkan oleh yang mengucapkannya untuk talak bukan untuk maksud
lain. Oleh karena itu apabila salah ucap maka tidak dimaksud untuk talak
dan tidak jatuh talak.48
47 DEPAG RI,Opcit,hlm.84.
48Abdul Rahman Ghazali,Loc. cit., hlm. 465.
Sedangkan syarat sahnya talak ada 3 yaitu:
a. Berakal
b. Baligh
c. Atas kemauan sendiri49
F. Prosedur Perceraian di Peradilan Agama
Sejalan dengan prinsip atau asas undang-undang perkawinan untuk
mempersulit terjadinya perceraian, maka perceraian hanya dapat dilakukan di
depan sidang pengadilan, setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan
tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak (UUPA Pasal 65, jo. Pasal
115 KHI).50
Adapun tata cara dan prosedurnya dapat dibedakan ke dalam dua
macam:
1. Cerai Talak (Permohonan)
Cerai talak adalah apabila suami yang mengajukan permohonan
ke pengadilan untuk menceraikan istrinya, dan istri tersebut
menyetujuinya.51
Di dalam pasal 66 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama (UUPA) menyatakan:
1. Seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan istrinya
mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan
sidang guna menyaksikan ikrar talak.
49
Ibid, hlm. 202. 50
Ahmad Rofiq, Loc.cit, hlm. 296. 51
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, hlm. 80.
2. Permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diajukan
kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman
termohon kecuali apabila termohon dengan sengaja meninggalkan
tempat kediaman yang ditentukan bersama tanpa izin pemohon.
3. Dalam hal termohon bertempat kediaman di luar negeri permohonan
diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
kediaman pemohon.
4. Dalam hal pemohon dan termohon bertempat kediaman di luar
negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan yang daerah
hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau
kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
5. Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan
harta bersama suami istri dapat diajukan bersama-sama dengan
permohonan cerai talak ataupun sesudah ikrar talak diucapkan.52
Mengenai muatan dari permohonan tersebut, pasal 67 UUPA
menyatakan: pemohon sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 di atas
memuat:
a. Nama, umur dan tempat kediaman pemohon, yaitu suami dan
termohon yaitu istri.
b. Alasan-alasan yang menjadi dasar cerai talak (pasal 19 PP No. 9/1975
Jo pasal 116 KHI)
52
Amandemen Undang-Undang Peradilan Agama, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm. 57.
Pasal 68 UUPA tentang pemeriksaan oleh pengadilan yang
menyebutkan:
1. Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan oleh majelis hakim
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah berkas atau surat
permohonan cerai talak didaftarkan di Kepaniteraan.
2. Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan dalam sidang
tertutup.53
Selain itu diatur juga dalam pasal 80 ayat (2) yang bunyinya
sama dengan ketentuan pasal 33 PP No. 9 Tahun 1975 dan pasal 145
KHI. Disitu ditegaskan apabila tidak tercapai perdamaian, pemeriksaan
gugatan perceraian dilakukan perdamaian, pemeriksaan gugatan
perceraian dilakukan dalam sidang tertutup. Kemudian berpedoman
kepada penjelasan pasal 33 PP No. 9 Tahun 1975, pemeriksaan tertutup
dalam perkara perceraian meliputi segala pemeriksaan, termasuk
pemeriksaan saksi-saksi.54
Dalam rumusan pasal 15 PP No. 9 Tahun
1975 menyatakan: “Pengadilan yang bersangkutan mempelajari isi surat
yang dimaksud pasal 14 dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari memanggil pengirim surat dan juga istrinya untuk meminta
penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud
perceraian (bisa dilihat juga pasal 131 KHI ayat (1))”.55
53
Ibid, hlm. 58. 54
M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Jakarta: Sinar
Grafika, 2005, hlm. 222. 55
Ahmad Rofiq, Loc.cit., hlm. 298
Usaha untuk mendamaikan kedua belah pihak tidak hanya bisa
ditempuh sebelum persidangan dimulai, tetapi juga dilakukan pada setiap
kali persidangan, tidak tertutup kemungkinannya untuk mendamaikan
mereka.56
Langkah-langkah berikutnya diatur dalam pasal 70 UUPA yang
berbunyi:
1. Pengadilan setelah berkesimpulan bahwa kedua belah pihak tidak
mungkin lagi didamaikan dan telah cukup alasan perceraian maka
pengadilan menetapkan bahwa permohonan tersebut dikabulkan.
2. Terhadap penetapan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap,
pengadilan menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak dengan
memanggil suami dan istri atau wakilnya untuk menghadiri sidang
tersebut.
3. Setelah penetapan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap,
pengadilan menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak dengan
memanggil suami dan istri atau wakilnya untuk menghadiri sidang
tersebut.
4. Dalam sidang itu suami atau wakilnya yang diberi kuasa khusus
dalam suatu akta otentik untuk mengucapkan ikrar talak,
mengucapkan ikrar talak yang dihadiri oleh istri atau kuasanya.
5. Jika istri telah mendapat panggilan secara sah atau patut, tetapi tidak
datang menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya maka suami
56
Ibid, hlm. 299
atau wakilnya dapat mengucapkan ikrar talak tanpa hadirnya istri atau
wakilnya.
6. Jika suami dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan
hari sidang penyaksian ikrar talak, tidak datang menghadap sendiri
atau tidak mengirim wakilnya meskipun telah mendapat panggilan
secara sah atau patut maka gugurlah kekuatan penetapan tersebut, dan
perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan yang sama.57
Langkah berikutnya terdapat dalam pasal 131 ayat (5) KHI yang
berbunyi: “Setelah sidang penyaksian ikrar talak, Pengadilan Agama
membuat penetapan tentang terjadinya talak rangkap empat yang
merupakan bukti perceraian bagi bekas suami dan istri.58
Helai pertama beserta surat ikrar talak, dikirimkan kepada
pegawai pencatat nikah yang memwilayahi tempat tinggal suami untuk
diadakan pencatatan, helai kedua dan ketiga masing-masing diberikan
kepada suami istri dan helai keempat disimpan oleh Pengadilan Agama.59
Langkah selanjutnya terdapat dalam pasal 71 UUPA yang berbunyi:
1) Panitera mencatat segala hal ihwal yang terjadi dalam sidang ikrar
talak.
2) Hakim membuat penetapan yang isinya menyatakan bahwa
perkawinan putus sejak ikrar talak diucapkan dan penetapan tersebut
tidak dapat dimintakan banding atau kasasi.60
57
Amandemen Undang-Undang Peradilan Agama, op. cit, hlm. 58. 58
Ahmad Rofiq, op. cit, hlm. 300. 59
Ibid. 60
Amandemen Undang-Undang Peradilan Agama, op. cit., hlm. 59.
2. Cerai Gugat
Cerai gugat adalah ikatan perkawinan yang putus sebagai akibat
gugatan diajukan oleh istri ke Pengadilan Agama, yang kemudian
tergugat (suami) menyetujuinya, sehingga Pengadilan Agama
mengabulkan gugatan yang dimaksud. Oleh karena itu, khulu’ seperti
yang telah diuraikan pada sebab-sebab putusnya ikatan perkawinan
termasuk cerai gugat. Khulu’ adalah perceraian yang terjadi atas
permintaan istri dengan memberikan tebusan atau uang iwad kepada b
atas persetujuan suaminya.61
Cerai gugat diatur dalam pasal 73 UUPA sebagai berikut:
a. Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada
pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat diaman
penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan
tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat.
b. Dalam hal penggugat bertempat kediaman di luar negeri, gugatan
perceraian diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya
meliputi tempat kediaman tergugat.
c. Dalam hal penggugat dan tergugat bertempat kediaman di luar negeri,
maka gugatan diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya
meliputi perkawinan mereka dilangsungkan atau ke Pengadilan
Agama Jakarta Pusat.62
61
Zainuddin Ali, Loc. cit., hlm. 81. 62
Ibid, hlm. 82.
Mengenai dasar perceraian dan alat buktinya untuk mengajukan
gugatan diatur dalam pasal 74, 75 dan 76 UUPA dan pasal 133, 134 dan
135 KHI.
Pasal 74 UUPA berbunyi:
Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan salah satu pihak
mendapat pidana penjara, maka untuk memperoleh putusan
perceraian sebagai bukti penggugat cukup menyampaikan salinan
putusan pengadilan yang berwenang yang memutuskan perkara
disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pasal 75 UUPA berbunyi:
Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan bahwa tergugat
mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat
menjalankan kewajiban sebagai suami, maka hakim dapat
memerintahkan tergugat untuk memeriksakan diri kepada dokter.
Pasal 76 ayat (2) UUPA berbunyi:
Pengadilan setelah mendengar keterangan saksi tentang sifat
persengketaan antara suami istri dapat menyangkut seorang atau
lebih dari keluarga masing-masing pihak ataupun orang lain untuk
menjadi hakim.63
Di dalam pasal 76 ayat (2) UUPA tersebut, merupakan
penjabaran garis hukum dari firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 35
yang kemudian dalam konteks Indonesia diwujudkan dengan adanya
BP4. Selanjutnya fungsi lembaga tersebut diatur dalam pasal 30 ayat (2)
Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975 yang berbunyi: bahwa
Pengadilan Agama dalam setiap kesempatan berusaha mendamaikan
kedua belah pihak dan dapat diminta bantuan kepada Badan Penasihat
Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian (BP4) setempat. Adapun
63
Amandemen Undang-Undang Pengadilan Agama, Loc.. cit., hal. 60
tindakan hukum selama proses perkara di pengadilan berlangsung, untuk
menghindari berbagai kemungkinan hal-hal yang bersifat negatif di
antara suami istri. Hal ini diatur dalam pasal 77 UUPA yang berbunyi:
“Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas pemohonan penggugat
atau tergugat atau berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin
ditimbulkan, pengadilan dapat mengizinkan suami istri tersebut untuk
tidak tinggal dalam satu rumah”.64
Pasal 78 menambahkan:
Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan
penggugat, pengadilan dapat:
a. Menentukan nafkah yang ditanggung suami
b. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan
pendidikan anak
c. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya
barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang
menjadi hak istri.65
Gugatan tersebut atau gugur apabila suami atau istri meninggal
sebelum adanya putusan pengadilan mengenai gugatan perceraian itu.
Namun, apabila terjadi perdamaian, tidak dapat diajukan gugatan
perceraian baru berdasarkan alasan yang ada dan telah diketahui oleh
penggugat ia tidak dibatasi pada sebelum pemeriksaan perkara, namun
dapat diupayakan setiap kali sidang. Lain halnya apabila tidak tercapai
64
Zainuddin Ali, Loc. cit., hlm. 82. 65
Amandemen Undang-Undang Pengadilan Agama, op. cit., hal. 61.
perdamaian, maka pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam
sidang tertutup.66
Mengenai pelaksanaan sidang pemeriksaan gugatan penggugat di
mulai selambat-lambatnya 30 hari setelah berkas atau surat gugatan
perceraian didaftarkan di paniteraan. Hal ini diatur dalam pasal 80 ayat
(1) UUPA yang berbunyi:
1. Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Majelis Hakim
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah berkas atau surat
gugatan perceraian didaftarkan di kepaniteraan.
Ayat (2) dan (3) menjelaskan soal teknis untuk menghindarkan
ketidakhadiran pihak-pihak yang berperkara baik penggugat maupun
tergugat. Pasal ini lebih merupakan penegasan pasal 29 PP Nomor 9
Tahun 1975 ayat (2) dan (3) sebagai berikut:
2. Dalam menetapkan waktu sidang gugatan perceraian perlu
diperhatikan tenggang waktu pemanggilan tersebut oleh penggugat
maupun tergugat atau kuasa mereka.
3. Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti dalam pasal 116 huruf
b, sedang pemeriksaan gugatan perceraian ditetapkan sekurang-
kurangnya 6 (enam) bulan terhitung sejak dimasukkannya gugatan
perceraian pada kepaniteraan Pengadilan Agama.67
Apabila sidang pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan secara
tertutup, putusan pengadilan mengenai gugatan diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum. Perceraian dianggap terjadi, beserta segala akibat
66
Zainuddin Ali, Loc. cit., hlm. 83. 67
Ibid. hlm. 84
hukumnya terhitung sejak putusan pengadilan memperoleh kekuatan
hukum tetap. Oleh karena itu, kehadiran pihak yang berperkara atau
wakil/kuasanya menjadi faktor penting demi kelancaran pemeriksaan di
persidangan.68
68
Ibid.
BAB III
PUTUSAN PENGADILAN AGAMA NO. 1356/Pdt.G/2011/PA. Sm.
TENTANG KEBIASAAN SUAMI SUKA BERGANTI WIL SEBAGAI
LATAR BELAKANG PERCERAIAN
A. Profil Pengadilan Agama Semarang
1. Sejarah Pengadilan Agama Semarang
Kata “peradilan” berasal dari kata “adil”, dengan awalan “per” dan
imbuhan “an”. Kata “peradilan” sebagai terjemahan dari “qadha”., yang
berarti “memutuskan”, melaksanakan, menyelesaikan.1 Ada pula yang
menyatakan bahwa pada umum kamus tidak membedakan antara peradilan
dengan pengadilan.
Dalam fikih Islam, peradilan disebut qadha artinya menyelesaikan
seperti firman Allah:
$£ϑ n= sù 4|Ós% Ó‰÷ƒy— $pκ ÷] ÏiΒ # \�sÛuρ …
Artinya: “Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan dari Zainab.”
(QS. Al-Ahzab: 37)2
Di samping arti menyelesaikan arti qadha yang dimaksud ada pula
yang berarti memutuskan hukum atau menetapkan sesuatu ketetapan.
Dimana makna hukum disini pada asalnya berarti menghalangi atau
mencegah, oleh karena itu qadhi dinamakan hakim, karena seorang hakim
1 KH. Adib Bisri, dan KH. Munawwin AF, Kamus Indonesia-Arab, Arab-Indonesia AL-
Bisri, Surabaya. Pustaka Progesif, Let Ke-1, 1999, hlm. 277
2 DEPAG RI,Loc.cit,hlm.423.
52
berfungsi untuk menghalangi orang yang zalim dari penganiayaan. Oleh
karena itu apabila seseorang mengatakan hakim telah menghukum begini
artinya hakim telah meletakkan sesuatu hak atau mengembalikan sesuatu
kepada pemiliknya yang berhak.3
Sedangkan peradilan menurut Cik Hasan Bisri adalah badan atau
organisasi yang diadakan negara untuk mengurusi dan mengadili
perselisihan-perselisihan hukum.4
Peradilan Agama adalah sebutan resmi bagi salah satu lingkungan
peradilan yang menjalankan kekuasaan kehakiman di Indonesia,
sebagaimana diatur dalam pasal 10 ayat (I) Undang-undang nomor 14
Tahun 1970 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman
yang berbunyi:
Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam
lingkungan:
a. Peradilan Umum
b. Peradilan Agama
c. Peradilan Militer
d. Peradilan Tata Usaha Negara
Kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Agama
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini dilaksanakan oleh
Pengadilan Agama sebagai pengadilan tingkat pertama dan Pengadilan
3 A. Basiq Djalill, Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta: Kencana Media Group, Cet.
Ke-1, 2006, hlm: 2 4 Abdullah Tri Wahyudi, Peradilan Agama di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Offset,
Cet. Ke-1, hlm.1
tingkat tinggi Agama sebagai pengadilan tingkat banding yang berpuncak
pada Mahkamah Agung sebagai pengadilan kasasi atau terakhir sesuai
dengan prinsip-prinsip yang telah ditentukan oleh Undang-Undang Nomor
14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman.5
Pengadilan Agama dalam perkembangannya mengalami perubahan
yang menuju pada kemandirian dalam menjalankan kekuasaan kehakiman
sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya dengan diundangkannya
UU RI No. 35 Tahun 1999 tentang Kekuasaan Kehakiman yang sekarang
diubah menjadi UU RI No. 48 Tahun 2009.
Dengan demikian secara tegas administrasi umum yang selama ini
berada dibawah kekuasaan masing-masing departemen, maka seluruh
administrasi baik umum maupun yustisial berada dibawah kekuasaan
Mahkamah Agung RI. Kemudian lahirnya UU RI No.4 tahun 2004 yang
merupakan perubahan dari UU RI No. 35 Tahun 1999 dan sekarang diubah
dengan UU No.48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman antara lain
ditegaskan untuk pelaksanaan satu atap bagi Lingkungan Peradilan
Agama, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 21 ayat (I) UU No. 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, bahwa “Organisasi” administrasi dan
finansial Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya
berada dibawah Kekuasaan Mahkamah Agung.6
5 Ibid, hlm. 21
6 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman (UU RI No.48 Tahun 2009), Jakarta: Sinar
Grafika, Cet. Ke-1, 2010, hlm. 11
UU No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama juga telah direvisi
menjadi UU No.3 Tahun 2006 dan sekarang diubah dengan UU No.50
Tahun 2009, dalam Pasal 5 ayat (I) yaitu Pembinaan teknis peradilan,
organisasi, administrasi dan finansial pengadilan dilakukan oleh
Mahkamah Agung, 7 namun hal ini tidak mengurangi kebebasan hakim
dalam memeriksa dan memutuskan perkara sebagaimana disebutkan dalam
ayat (2) pasal yang sama.
Sejarah Pengadilan Agama Semarang tidak lepas dari sejarah
berdirinya Kota Semarang. Sejarah Kota Semarang diawali dengan
kedatangan Pangeran Made Pandan beserta Putranya yang bernama Raden
Pandan arang dari Kesultanan Demak pulau Tirang. Mereka membuka
lahan dan mendirikan pesantren didaerah tersebut sebagai sarana
menyiarkan Agama Islam. Daerah tersebut tampaklah pohon asam yang
jarang. Dalam bahasa Jawa disebut Asam Arang.
Sehingga pada perkembangan selanjutnya disebut Semarang-Sultan
Pandan Arang II (wafat 1553) putra dari desa yang bergelar Kyai Ageng
Pandan Arang I adalah Bupati Semarang I yang meletakkan dasar-dasar
pemerintahan Kota, yang kemudian dinobatkan menjadi Bupati Semarang
pada tanggal 12 Robiul awal 954 H bertepatan pada tanggal 2 Mei 1547
M. tanggal penobatan tersebut dijadikan sebagai hari jadi Kota Semarang.
Dalam bentuknya yang sederhana, Pengadilan Agama Semarang dikenal
juga dengan Pengadilan Surambi, karena pada awal berdirinya pengadilan
7 Amandemen Undang-Undang Peradilan Agama (UU RI No.50 Tahun 2009), Jakarta:
Sinar Grafika, Cet. ke-1, 2010, hlm 44
tersebut berkantor di serambi Masjid Agung Semarang yang dikenal
dengan Masjid besar Kauman yang terletak di jalan Alun-alun Barat dekat
pasar Johar.
Setelah beberapa tahun berkantor di serambi Masjid, kemudian
menempati sebuah bangunan yang terletak di samping sebelah selatan
Masjid. Bangunan tersebut sekarang dijadikan perpustakaan Masjid Besar
Kauman. Selanjutnya pada masa wali kota Semarang dijabat oleh Bapak
Hadijanto, berdasarkan surat wali kota pada tanggal 28 Juli 1977
Pengadilan Agama Semarang untuk dibangun gedung Pengadilan Agama
Semarang diberikan sebidang tanah seluas ± 4000 m² yang terletak di jalan
Ronggolawe Semarang untuk dibangun gedung Pengadilan Agama
Semarang.
Gedung Pengadilan Agama tersebut terletak di jalan Ronggolawe
No. 6 Semarang dengan bangunan seluas 499 m² dan diresmikan pada
tanggal 19 September 1978. Sejak tanggal tersebut Pengadilan Agama
Semarang memiliki gedung sendiri dan sampai sekarang masih ditempati.8
2. Wewenang Pengadilan Agama Semarang
Kompetensi (wewenang) Peradilan Agama terdiri dari kompetensi
relatif dan kompetensi absolut.
a. Kompetensi Relatif
8 http://pasemarang.net/index.php?options=com, 17 Januari 2012, 13.53 WIB.
Kompetensi relatif adalah kekuasaan mengadili berdasarkan
wilayah atau daerah.9
Sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) UU No. 50
Tahun 2009 atas perubahan UU No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan
Agama yang menyatakan bahwa “Peradilan Agama berkedudukan di
Ibu Kota kabupaten / kota dan daerah hukumnya meliputi wilayah
Kabupaten / Kota”, namun tidak menutup kemungkinan adanya
pengecualian sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan UU tersebut.
Demikian juga wilayah hukum Peradilan Agama Semarang meliputi
Kota Semarang.
b. Kompetensi Absolut
Kompetensi absolut adalah kekuasaan pengadilan yang
berhubungan dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau tingkatan
pengadilan, dalam perbedaannya dengan jenis perkara atau jenis
pengadilan atau tingkat pengadilan lainnya.10
Dalam melaksanakan kekuasaan absolut, berdasarkan Pasal 2
UU RI No. 50 Tahun 2009 tentang perubahan UU No. 3 Tahun 2006,
bahwa Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam
mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang ini. Kekuasaan dan kewenangan mengadili Peradilan Agama
9 Mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah, Jakarta:
Sinar Grafika, Cet. Ke-1, 2009, hlm. 53. 10 Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2006, hlm. 27.
adalah memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat
pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang
perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf dan shadaqah
berdasarkan Hukum Islam.11
c. Struktur Organisasi
Susunan organisasi Pengadilan agama terdiri dari pimpinan,
hukum anggota, panitera, sekretaris dan juru sita.12
Semua pejabat
tersebut adalah:
Ketua : Drs. Jasiruddin, SH, M.Si.
Wakil Ketua : Drs. H. Mohammad Noor Hudrin, SH, MH.
Hakim : - Drs. H. Ali Imron, SH.
- Drs. H. M. Hamdani, MH.
- Drs. H. Hamid Anshori, SH.
- Dra. Hj. Ismiyati, SH.
- Drs. Nur Mansyah, SH.
- Drs. Wahyudi, SH, M.Si.
- Drs. Zaenal Arifin, SH.
- Drs. H. Zainal Khudhori Rouf.
Panitera / Sekretaris : Waris, SH, S.Ag, M.Si.
Wakil Panitera : Drs. A. Heryanta Budi Utama
Panitera Muda Hukum : Zainal Abidin, S.Ag.
Panitera Muda Permohonan : Drs. Setya Adi Winarko, SH.
11 Abdullah Tri Wahyudi, Peradilan Agama di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset Cet. Ke-1, 2004, hlm. 55. 12 Mustofa Sy, Kepaniteraan Peradilan Agama, Jakarta: Kencana, 2005, hlm. 21.
Panitera Muda Gugatan : Faizah, SH.
Panitera Pengganti : Hj. Agustini Khtiyarsih, BA.
Jurusita/Jurusita Pengganti : Bakri
Wakil Sekretaris : Dra. Mustiningsih, SH.
Kepala Urusan Kepegawaian : Tidak ada
Kepala Urusan Keuangan : Tidak ada
Kasubag Umum : Moh. Asfaroni, SHI.13
Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan bagi yang beragama Islam,
mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam undang-undang.
Peradilan Agama terdiri dari:
a. Pengadilan Agama sebagai pengadilan tingkat pertama yang
berkedudukan di kotamadya atau ibu kota kabupaten dengan
wilayah hukum meliputi wilayah kotamadya dan kabupaten.
b. Pengadilan Tinggi Agama sebagai pengadilan tingkat banding
yang berkedudukan di ibu kota propinsi, dan daerah hukum \nya
meliputi wilayah propinsi.14
Dengan adanya UU RI No. 50 tahun 2009 yang dikenal dengan
undang-undang tentang Peradilan Agama ini mempertegas kedudukan
lingkungan Pengadilan Agama sebagai salah satu bagian dari
Pelaksanaan Kekuasaan Kehakiman atau Justical Power dalam
13 Struktur organisasi di Pengadilan Agama Kota Semarang, dikutip pada tanggal 26
Januari 2012. 14 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset.
Negara RI, sebagaimana tercantum dalam pasal 2 UU RI No. 4 tahun
2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu:
“Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam
lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama,
lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha
Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.”15
Undang-undang tersebut sekarang telah diubah dengan UU No. 48
tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dalam Pasal 1 ayat (2)
yaitu: “Mahkamah Agung adalah pelaku kekuasaan kehakiman
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945”.
d. Keadaan Gedung dan Prasarana
Di lingkungan Pengadilan Agama Semarang, keadaan gedung
dan prasarananya sangat menunjang dan keadaan baik, dengan tata
ruang yang teratur sehingga dapat menunjang kinerja personil. Namun
ada keadaan yang kurang baik yaitu keadaan ruang sidang yang
sebenarnya ada satu tetapi disekat menjadi dua ruang sidang. Akan
tetapi hal ini tidak mengganggu proses persidangan yang dilakukan
oleh pihak Pengadilan Agama Semarang. Sarana pendukung lainnya
adalah mushala, lapangan untuk upacara / olahraga, dan kantin.
e. Jumlah Perkara Cerai Gugat Tahun 2011
15 Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman (UU RI No. 4 tahun 2004), Jakarta: Sinar
Grafika, Cet. Ke-3, 2009, hlm. 2.
Jumlah perkara cerai gugat yang diterima di Pengadilan Agama
Semarang tahun 2011 adalah sebagai berikut:16
No Bulan Jumlah Perkara Cerai Gugat
1 Januari 167
2 Februari 144
3 Maret 170
4 April 148
5 Mei 147
6 Juni 158
7 Juli 147
8 Agustus 63
9 September 178
10 Oktober 174
11 November 174
12 Desember 136
Jumlah 1806
Sedangkan jumlah perkara cerai gugat yang diputus pada tahun
2011 adalah:17
No Bulan Jumlah Perkara Cerai Gugat
1 Januari 95
2 Februari 119
3 Maret 143
4 April 144
5 Mei 132
6 Juni 139
7 Juli 154
8 Agustus 115
9 September 110
10 Oktober 131
11 November 129
12 Desember 147
Jumlah 1558
Sedangkan faktor-faktor penyebab terjadinya perceraian di
Pengadilan Agama Semarang tahun 2011 adalah:18
16 Data Perkara Cerai Gugat yang Diterima di Pengadilan Agama Semarang tahun 2011.
17 Data Perkara Cerai Gugat yang Diputus di Pengadilan Agama Semarang tahun 2011.
No Faktor-Faktor Penyebab
Terjadinya Perceraian Jumlah
1 Poligami Tidak Sehat -
2 Krisis Akhlak 12
3 Cemburu 34
4 Kawin Paksa 1
5 Ekonomi 240
6 Tidak Ada Tanggung Jawab 735
7 Kawin di bawah Umur -
8 Kekejaman Jasmani 2
9 Kekejaman Mental -
10 Dihukum 2
11 Cacat Biologis -
12 Politik 2
13 Gangguan Pihak Ketiga 176
14 Tidak Ada Keharmonisan 882
Jumlah 2088
B. Putusan Pengadilan Agama No. 1356/Pdt.G/2011/PA. Sm. tentang
Kebiasaan Suami Suka Berganti WIL sebagai Latar Belakang
Perceraian
Pengadilan Agama Semarang yang memeriksa dan mengadili
perkara perdata pada tingkat pertama telah menjatuhkan dalam perkara Cerai
Gugat yang diajukan oleh:
IK. S. binti Wartono, umur 26 tahun, agama Islam, pendidikan SMP,
pekerjaan ibu rumah tangga, bertempat tinggal di Kelurahan
Wonodri, Kecamatan Semarang Selatan Kota Semarang, sebagai
PENGGUGAT.
MELAWAN
18 Data Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian di Pengadilan Agama Semarang
tahun 2011.
Dd. P. bin Suwarto, umur 26 tahun, agama Islam, pendidikan SMP,
pekerjaan swasta, bertempat tinggal di Kelurahan Tambangan
Kecamatan Mijen Kota, Kota Semarang sebagai TERGUGAT.
TENTANG DUDUK PERKARANYA
Penggugat dengan surat gugatannya pada tanggal 23 Juni 2011 yang
telah mengajukan permohonan cerai gugat, yang kemudian terdaftar di
Kepaniteraan Pengadilan Agama tersebut dalam register No.
1356/Pdt.G/2011/PA. SM, tanggal 23 Juni 2011 yang pada pokoknya adalah
sebagai berikut:
1. Pada tanggal 28 September 2004, Penggugat dan Tergugat melangsungkan
pernikahan yang dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan
Agama Kecamatan Semarang Selatan Kota Semarang, sesuai dengan
Kutipan Akta Nikah Nomor: 449/55/IV/2004 tertanggal 28 September
2004.
2. Setelah menikah Penggugat dan Tergugat menempati kediaman bersama
di rumah orangtua Penggugat di Jalan Wonodrijoho No. 1018 B, RT. 01
RW. 03 Kelurahan Wonodri, Kecamatan Semarang Selatan Kota
Semarang, selama 3 tahun dan terakhir bertempat tinggal di rumah
orangtua Tergugat di Dusun Duet RT. 03 RW. 02 Kelurahan Tambangan
Kecamatan Mijen Kota, Kota Semarang, dan pernah hidup rukun
layaknya suami istri (ba’da dhukhul) dan sudah dikarunia keturunan 3
orang anak yang bernama:
1. Dika Rahmawati, Lahir 01 Maret 2005
2. Diana Tega Trisniati, Lahir 11 Maret 2011
3. Dian Tega Trisniati, Lahir 11 Maret 2011
yang pada saat ini anak-anak tersebut dalam asuhan Penggugat dan
Tergugat serta selama dalam perkawinan antara Penggugat dengan
Tergugat belum pernah bercerai.
3. Semula keadaan rumah tangga Penggugat dan Tergugat dalam keadaan
harmonis, namun sejak bukan Januari 2011 keadaan rumah tangga
Penggugat dan Tergugat mulai goyah, sering terjadi perselisihan dan
pertengkaran disebabkan karena:
a. Tergugat sebagai suami atau kepala rumah tangga sering pulang larut
malam dan apabila Penggugat bertanya Tergugat selalu menjawab
lembur kerja.
b. Tergugat yang jarang pulang ke rumah dan selalu lembur kerja tidak
pernah menghasilkan uang karena Penggugat jarang diberi uang
belanja maupun nafkah oleh Tergugat.
c. Tergugat mempunyai kebiasaan buruk yaitu suka berganti-ganti
wanita idaman lain dan ada dua WIL yaitu Eva dan Hani.
d. Penggugat sudah berusaha bersabar dan menasehati Tergugat, akan
tetapi Tergugat malah marah-marah.
e. Pada bulan April 2011 Penggugat pulang ke rumah orang tua
Penggugat karena sudah tidak kuat dengan sikap Tergugat.
f. Akibatnya Penggugat dan Tergugat terjadi pisah rumah dan sudah
tidak pernah hubungan layaknya suami istri selama 2 bulan.
4. Menurut Penggugat, gugatan perceraian Penggugat telah memenuhi alasan
perceraian sebagaimana tercantum dalam PP. 9/1975 Pasal 19 Jo
Kompilasi Hukum Islam Pasal 116 yang berbunyi: “Perceraian dapat
terjadi karena alasan atau alasan-alasan: (f) antara suami istri terus
menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan lagi
hidup rukun dalam rumah tangga.”
5. Atas sikap dan/atau perlakuan Tergugat tersebut Penggugat sangat
menderita lahir batin.
6. Berdasarkan alasan/dalil-dalil di atas, Penggugat mohon agar kedua
Pengadilan Agama Semarang segera memeriksa dan mengadili perkara
ini, selanjutnya menjatuhkan putusan sesuai dengan perundang-undangan
yang berlaku yang amarnya berbunyi:
PRIMER:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat
2. Menyatakan putus perkawinan antara Penggugat dan Tergugat
3. Menetapkan biaya perkara menurut hukum
SUBSIDER:
Mohon biaya perkara menurut hukum.
Bahwa pada hari persidangan yang telah ditetapkan, Penggugat telah
hadir mandiri di persidangan, sedangkan Tergugat tidak hadir dan tidak
menyuruh orang lain untuk datang sebagai wakil/kuasanya meskipun telah
dipanggil secara resmi dan patut sedangkan bahwa tidak datangnya
disebabkan suatu halangan yang sah. Oleh karena itu, pemeriksaan perkara ini
dilanjutkan tanpa hadirnya Tergugat.
Selanjutnya dibacakan gugatan Penggugat yang isinya tetap
dipertahankan oleh Penggugat.
Untuk meneguhkan dalil-dalil gugatannya, Penggugat telah
mengajukan alat-alat bukti berupa:
1. Surat:
- Foto copy kutipan Akta Nikah Nomor: 449/55/IV/2004 tertanggal 28
September 2004 dari KUA Kecamatan Semarang Selatan Kota
Semarang, bermeterai cukup dan setelah dicocokkan dengan aslinya
lalu oleh Ketua Majelis diberi tanda P.
2. Keterangan saksi-saksi yang keterangannya didengar di bawah sumpah.
a. Pudji L.
Pada pokoknya saksi tersebut menerangkan sebagai berikut:
- Saksi kenal Penggugat dan Tergugat karena tetangga Penggugat.
Bahwa saksi kenal Penggugat dan Tergugat karena tetangga
Penggugat.
- Penggugat dan Tergugat adalah suami isteri yang menikah tahun
2004 dan dikarunia 3 orang anak.
- Rumah tangga Penggugat dan Tergugat tidak harmonis sejak bulan
Januari 2011 karena antara Penggugat dan Tergugat sering terjadi
pertengkaran dan perselisihan yang disebabkan Tergugat
mempunyai wanita idaman lain.
- Penggugat dan Tergugat telah hidup berpisah sejak bulan April
2011, Penggugat pulang ke rumah orang tuanya dan hingga
sekarang sudah tidak ada komunikasi lagi.
- Sudah berusaha mendamaikan Penggugat dan Tergugat namun
tidak berhasil.
b. Sulistro
Pada pokoknya kedua saksi tersebut menerangkan sebagai berikut.
- Saksi kenal Penggugat dan Tergugat karena tetangga Penggugat.
- Penggugat dan Tergugat adalah suami isteri yang menikah tahun
2004 dan dikarunia 3 orang anak.
- Rumah tangga Penggugat dan Tergugat tidak harmonis sejak bulan
Januari 2011 karena antara Penggugat dan Tergugat sering terjadi
pertengkaran dan perselisihan yang disebabkan Tergugat mempunyai
wanita idaman lain.
- Penggugat dan Tergugat telah hidup berpisah sejak bulan April
2011, Penggugat pulang ke rumah orang tuanya dan hingga sekarang
sudah tidak ada komunikasi lagi.
- Sudah berusaha mendamaikan Penggugat dan Tergugat namun tidak
berhasil.
Menimbang, bahwa keterangan saksi tersebut dibenarkan oleh
Penggugat selanjutnya Penggugat menyatakan tidak akan mengajukan suatu
apapun dan mohon putusan. Dalam hal ini hakim memberikan putusan
sebagai berikut:
Memperhatikan segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
hukum Islam yang berkaitan dengan perkara ini, maka hakim mengadili:
1. Menyatakan Tergugat yang telah dipanggil secara resmi dan patut untuk
menghadap persidangan, tidak hadir.
2. Mengabulkan gugatan Penggugat dengan verstek.
3. Menjatuhkan talak satu bain / sughro dari Tergugat kepada Penggugat.
4. Membebankan kepada Penggugat untuk membayar seluruh biaya perkara
sebesar Rp. 331.000.
Demikian putusan ini dijatuhkan pada hari Rabu, tanggal 3 Agustus 2011 M,
bertepatan dengan tanggal 3 Ramadhan 1432 H, oleh Drs. Ali Imron, SH.,
sebagai Hakim Ketua, Drs. H. Nurmansyah SH., MH., dan Drs. Hamdani,
MH., sebagai Hakim Anggota dan dibantu Dra. Siti Nurjanah sebagai
Panitera Pengganti.19
Perincian biaya:
Pendaftaran : Rp. 30.000,-
Biaya proses : Rp. 50.000,-
Panggilan : Rp. 240.000,-
Redaksi : Rp. 5.000,-
Materai : Rp. 6.000,-
Jumlah : Rp. 331.000,-
19 Salinan Putusan Nomor: 1356/Pdt.G/2011/PA. SM.
C. Dasar Pertimbangan Hakim terhadap Putusan Pengadilan Agama No.
1356/Pdt.G/2011/PA. Sm. tentang Kebiasaan Suami Suka Berganti WIL
sebagai Latar Belakang Perceraian
Di dalam salinan putusan Pengadilan Agama No.
1356/Pdt.G/2011/PA. SM. tentang kebiasaan suami suka berganti WIL
tersebut terdapat beberapa pertimbangan Hakim di antaranya:
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah
sebagai telah diuraikan di atas.
Menimbang, bahwa bukti-bukti yang telah digunakan oleh
Penggugat setelah diteliti dan didengar keterangannya, Majelis
Hakim menilai bahwa bukti-bukti tersebut telah memenuhi syarat
formil dan materiil sehingga dapat diterima sebagai alat bukti.
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti-bukti tersebut di atas, Majelis
Hakim telah menemukan fakta di persidangan yang pada pokoknya sebagai
berikut:
a. Bahwa, Penggugat dan Tergugat telah terikat dalam perkawinan yang sah
dan telah dikaruniai 3 orang anak.
b. Bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat tidak harmonis karena
sering terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus disebabkan
Tergugat mempunyai WIL (Wanita Idaman Lain).
c. Bahwa Penggugat dan Tergugat telah hidup berpisah sejak bulan April
2011 Penggugat pulang ke rumah orang tuanya dan sampai sekarang tidak
ada komunikasi lagi.
d. Bahwa Penggugat dan Tergugat sudah didamaikan pihak keluarga, namun
tidak berhasil.
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, terbukti
antara Penggugat dan Tergugat terjadi perselisihan dan pertengkaran yang terus
menerus sehingga Majelis Hakim menilai rumah tangga Penggugat dan Tergugat
telah Pecah dan sudah tidak ada harapan akan dapat rukun lagi sehingga Majelis
Hukum berpendapat bahwa menceraikan Penggugat dan Tergugat akan lebih baik
dan bermanfaat bagi keduanya.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut Majelis Hakim
berpendapat bahwa Penggugat dan Tergugat tidak ada harapan lagi untuk rukun
dalam rumah tangganya, keduanya tidak dapat mewujudkan tujuan perkawinan
sebagaimana dikehendaki oleh Undang-Undang sehingga gugatan Penggugat telah
cukup beralasan serta memenuhi ketentuan pasal 39 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 1 tahun 1974 Jo Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun
1975 dan pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam.
Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Penggugat beralasan hukum dan
tidak melawan hak sedangkan Tergugat tidak pernah hadir di persidangan maka
sesuai pasal 125 ayat (1) HIR gugatan Penggugat dapat dikabulkan dengan
verstek.
Menimbang, bahwa perkara ini termasuk bidang perkawinan maka
berdasarkan Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, maka semua
biaya perkara ini dibebankan kepada Penggugat.
1
BAB IV
ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEMARANG
NO. 1356/Pdt.G/2011/PA. Sm. TENTANG KEBIASAAN SUAMI SUKA
BERGANTI WIL SEBAGAI LATAR BELAKANG PERCERAIAN
A. Analisis terhadap Putusan Pengadilan Agama Semarang No.
1356/Pdt.G/2011/PA. Sm. tentang Kebiasaan Suami Suka Berganti WIL
sebagai Latar Belakang Perceraian
Dalam perkara nomor 1356/Pdt.G/2011/PA. Sm. tersebut, istri sebagai
Penggugat mempunyai kewenangan untuk mengajukan gugatan perceraian
karena Penggugat adalah istri yang sah dari Tergugat. Penggugat dan
Tergugat menikah pada tanggal 28 September 2004 yang dicatat oleh
Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Semarang Selatan
Kota Semarang, dengan Kutipan Akta Nikah Nomor: 449/55/IV/2004.
Penggugat bertempat tinggal di jalan Wonodrijoho No. 1018 B, RT.
01 RW. 03 Kelurahan Wonodri, Kecamatan Semarang Selatan Kota
Semarang, sehingga berdasarkan kompetensi relatifnya Penggugat telah
sesuai mendaftarkan perkaranya ke Pengadilan Agama Semarang, karena
merupakan wilayah hukum Penggugat. Selain itu Pengadilan Agama
Semarang juga berhak menyelesaikan perkara tersebut, karena berdasarkan
ketentuan tentang kewenangan relatif diatur secara umum dalam Pasal 118
HIR/142 Rbg, dan secara khusus diatur dalam perundang-undangan. Pada
asasnya gugatan diajukan ke Pengadilan Agama di tempat tinggal Tergugat
71
2
oleh pihak yang berkepentingan dan mempunyai ikatan hukum, sedangkan
permohonan diajukan ke Pengadilan Agama di tempat tinggal pemohon
kecuali undang-undang menentukan lain.1
Pengecualian ini ditemukan dalam Pasal 66 dan 73 UU No. 3 tahun
2006 tentang Peradilan Agama yang menetapkan bahwa perkara perceraian
diajukan ke Pengadilan Agama yang memwilayahi tempat tinggal istri. Hal
ini dimaksudkan untuk melindungi kaum wanita dan anak-anak, kecuali jika
perlindungan tersebut tidak dapat diberikan karena alasan-alasan tertentu
yang telah diatur dalam undang-udang, atau pihak istri yang bersangkutan
tidak menghendaki.2
Perkawinan antara Penggugat dan Tergugat dilaksanakan
berdasarkan hukum Islam, sehingga Penggugat telah sesuai mengajukan
gugatannya ke Pengadilan Agama Semarang bukan ke pengadilan lain.
Berdasarkan kompetensi absolut dalam bidang perkawinan,
Pengadilan Agama Semarang juga mempunyai hak untuk memeriksa,
memutuskan, dan menyelesaikan perkara nomor: 1356/Pdt.G/2011/PA. Sm.
Dalam Pasal 49 sampai dengan Pasal 53 Undang-Undang No. 3
tahun 2006 dijelaskan tentang kewenangan dan kekuasaan mengadili yang
menjadi beban tugas Peradilan Agama. Di dalam Pasal 49 ditentukan bahwa
Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutuskan dan
menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang
1 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar 2003, hlm. 45. 2 Ibid.
3
beragama Islam di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah yang
dilakukan berdasarkan hukum Islam, serta wakaf dan shadaqah.
Di dalam bidang perkawinan yang menjadi kewenangan dan
kekuasaan Pengadilan Agama adalah hal-hal yang diatur dalam UU No. 1
tahun 1974 yaitu:
1. Izin beristri lebih dari seorang.
2. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 tahun,
dalam hal orang tua atau wali keluarga dalam garis lurus ada perbedaan
pendapat.
3. Dispensasi kawin.
4. Pencegahan perkawinan.
5. Penolakan perkawinan oleh PPN.
6. Pembatalan perkawinan.
7. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami atau istri.
8. Perceraian karena talak.
9. Gugatan perceraian.
10. Penyelesaian harta bersama.
11. Penguasaan anak-anak.
12. Ibu dapat memikul biaya penghidupan anak bila bapak yang seharusnya
bertanggungjawab tidak memenuhinya.
13. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada
bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri.
14. Putusan tentang sah atau tidaknya seorang anak.
4
15. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua.
16. Penunjukan kekuasaan wali.
17. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh Pengadilan Agama dalam hal
kekuasaan seorang wali dicabut.
18. Menunjuk seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur
18 tahun yang ditinggal kedua orang tuanya, padahal tidak ada
penunjukan wali dari orang tuanya.
19. Pembebanan kewajiban ganti kerugian terhadap wali yang telah
menyebabkan kerugian atas anak yang ada di bawah kekuasaannya.
20. Penetapan asal usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak
berdasarkan hukum Islam.
21. Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan
perkawinan campur.
22. Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum UU No. 1
tahun 1974 tentang perkawinan dan dijalankan menuntut peraturan yang
lain.3
Mengenai bentuk dan isi putusan Pengadilan Agama No.
1356/Pdt.G/2011/PA. Sm. sudah sesuai karena telah memenuhi beberapa bagian
yang harus ada dalam putusan. Bagian-bagian tersebut adalah:
a. Kepala Surat
Susunan pertama dalam bagian ini adalah putusan kemudian diikuti
di bawahnya dengan nomor putusan yang diambil dari nomor perkara, lalu
3 Chatib Rasyid dan Syaifuddin, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek pada
Peradilan Agama, Yogyakarta: UII Press 2009, hlm. 15.
5
dilanjutkan dengan kalimat “BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM”
dengan diikuti kalimat “DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA”.
b. Identitas Para Pihak
Identitas para pihak harus jelas ditulis dalam putusan, yaitu: nama,
umur, alamat, pekerjaan, tempat kediaman, dan kedudukan sebagai pihak,
serta kuasanya apabila yang bersangkutan menguasakan kepada orang lain.
c. Duduk Perkara
Setiap putusan pengadilan dalam perkara perdata harus memuat
secara ringkas tentang gugatan atau jawaban Tergugat secara ringkas dan
jelas. Di samping itu, dalam surat putusan juga harus memuat secara jelas
tentang alasan dasar dari putusan, pasal-pasal dari peraturan perundang-
undangan yang berlaku, biaya perkara, serta hadir dan tidaknya para pihak
yang berperkara pada waktu putusan diucapkan.
d. Tentang Pertimbangan Hukum
Putusan hakim juga harus memberikan pertimbangan hukum
terhadap perkara yang disidangkannya. Pertimbangan hukum biasanya
dimulai dari kata-kata “Menimbang …. dan seterusnya”. Dalam
pertimbangan hukum ini, hakim harus mempertimbangkan dalil gugatan,
bantahan atau ekspresi dari Tergugat serta dihubungkannya dengan alat-
alat bukti yang ada. Dari pertimbangan hukum, hakim menarik kesimpulan
tentang terbukti atau tidak gugatannya.
6
e. Tentang Amar Putusan
Amar putusan adalah isi dari putusan itu sendiri yang merupakan
jawaban petitum dalam surat gugatan yang diajukan oleh Penggugat. Amar
putusan dimulai dengan kata-kata “mengadili”. Dalam amar itu hakim
harus menyatakan tentang hal-hal yang dikabulkan, ditolak, atau tidak
diterima berdasarkan pertimbangan hukum yang telah dilakukannya.
f. Bagian Penutup
Dalam bagian ini disebutkan kapan putusan tersebut diputuskan
(hari dan tanggal) dan dicantumkan pula nama Hakim Ketua, dan Hakim
Anggota yang memeriksa perkara itu sesuai dengan penetapan Majelis
Hakim yang ditunjuk oleh ketua Pengadilan Agama. Putusan itu juga harus
ditandatangani oleh Panitera Pengganti yang ikut sidang. Di samping itu
perlu dicantumkan pula tentang hadir tidaknya Penggugat dan Tergugat
pada persidangan pada waktu putusan diucapkan.
Dari analisis di atas, ditinjau dari hukum acara (hukum formal)
Pengadilan Agama Semarang dalam memutuskan perkara tentang cerai
gugat tentang kebiasaan suami suka berganti WIL sebagai latar belakang d
perceraian sudah sesuai sejak prosedur pengajuan perkara sampai perkara
tersebut diputuskan.
Sedangkan analisis dari amar putusannya, disini penulis setuju
apabila gugatan penggugat dikabulkan dengan verstek, karena pihak
tergugat disini telah dipanggil secara resmi dan patut untuk menghadap
persidangan tergugat tidak hadir.
7
Sedangkan dijatuhkannya talak bain sughro dari tergugat kepada
penggugat ,penulis juga setuju karena di dalam talak bain sughro disini,
suami tidak boleh rujuk kepada mantan istrinya, tetapi ia dapat kawin lagi
dengan nikah baru tanpa melalui muhallil.’
B. Analisis Dasar Pertimbangan Hakim terhadap Putusan Pengadilan
Agama Semarang No. 1356/Pdt.G/2011/PA. Sm. tentang Kebiasaan
Suami Suka Berganti WIL sebagai Latar Belakang Perceraian
Menurut hukum positif, Penggugat telah mempunyai cukup alasan
untuk melakukan gugatan perceraian, karena kebiasaan suami suka berganti
WIL sebagai latar belakang perceraian. Sebagaimana Pasal 116 KHI huruf
(f).
Menurut Drs. H. Nurmansyah, SH. MH. selaku hakim yang
menangani perkara tersebut. Menurut beliau dasar pertimbangan hakim
terhadap putusan Pengadilan Agama Semarang No. 1356/Pdt.G/2011/PA.
Sm. tentang kebiasaan suami suka berganti WIL sebagai latar belakang
perceraian adalah setelah adanya WIL tersebut, maka rumah tangga antara
Penggugat dan Tergugat mulai goyah dan akan sering terjadi perselisihan dan
pertengkaran. Kemudian, karena terjadi perselisihan tersebut maka hakim
menimbang bahwa gugatan perceraian Penggugat telah memenuhi alasan
perceraian sebagaimana tercantum dalam Ketentuan Pasal 39 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Jo Pasal 19 huruf (f) Peraturan
Pemerintah nomor 9 tahun 1975 dan Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum
Islam yang berbunyi: “Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-
8
alasan: (f) antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan lagi hidup rukun dalam rumah tangga.
Oleh karena itu sudah sepatutnya Pengadilan Agama Semarang dapat
menerima pengaduan Penggugat dan mengabulkan gugatan perceraian
Penggugat. Dan meskipun suami berganti WIL hanya satu kali pun bisa juga
dijadikan sebagai latar belakang perceraian.4
Menurut Drs. Wahyudi, SH. MHI., selaku hakim di Pengadilan
Agama Semarang. Menurut beliau adanya WIL merupakan sebab terjadinya
alasan perselisihan. Berdasarkan PP No. 9 tahun 1975 Pasal 19 dan KHI Pasal
116 bahwa WIL tersebut, bukan merupakan alasan perceraian, tetapi
merupakan sebab terjadinya perselisihan.
Sebab terjadinya alasan perselisihan tersebut biasanya karena adanya
WIL, PIL, ekonomi, pengangguran dan lain sebagainya yang kesemuanya itu
menjadikan cekcok (pertengkaran). Alasan perceraian dan sebab perselisihan
dilihat dari sisi hukum itu berbeda. Seperti antara gugatan yang ditolak dan
tidak diterima itu juga berbeda.
Pertimbangan titik beratnya dua orang ini (Penggugat dan Tergugat)
adalah sudah tidak bisa disatukan lagi apa tidak dan apabila sudah terbukti
atau apabila tidak terbukti, beliau mempertimbangkan bahwa sebab-sebab
pertengkaran tersebut menurut Penggugat adalah adanya WIL, tetapi dibantah
oleh Tergugat dan tidak ada bukti. Oleh karena itu sebab-sebab tersebut
belum terbukti, maka majelis bisa mengambil kesimpulan bahwa adanyar
4 Wawancara Drs. H. Nurmansyah, SH. MH., pada tanggal 17 Januari 2012.
9
pertengkaran tersebut menyangka pihak lain punya WIL. Jadi belum tentu
terbukti adanya WIL.
Menurut beliau untuk membuktikan WIL tersebut sangat susah.
Contoh : Pihak istri menyangka ada WIL, tetapi suami menolak dan
berkata cuma ada mahasiswi konsultasi, tetapi istri
menemukan di dalam tasnya ditemukan obat kuat.
Contoh lain : Semua orang yang membawa alat zina apakah pasti zina?
Belum pasti kan?
Maka hal seperti di atas, tidak membuktikan dan gugatannya tetap dapat
dikabulkan. Walaupun adanya WIL tidak terbukti, salah satu pihak menduga
pihak lain ada WIL sehingga mengurangi kepercayaan, merasa dikhianati dan
lain-lain, dalam hal ini cekcoknya yang harus terbukti.
Sebaliknya apabila tidak terjadi percekcokan maka gugatannya
ditolak karena tidak sesuai dengan alasan perceraian khususnya Pasal 116
KHI meskipun WIL-nya terbukti.5
Menurut Bapak A. Ghozali, H. Drs. MSI., mengenai kebiasaan
suami suka berganti WIL adalah sah-sah saja di Pengadilan Agama bisa
dijadikan sebagai latar belakang perceraian. Tetapi menurut beliau, mengenai
WIL tersebut lebih tertuju pada WTS (Wanita Tuna Susila). Walaupun di
dalam WIL yang dimaksud belum pasti tertuju pada WTS, ada WIL tersebut
5 Wawancara Drs. Wahyudi, SH. MSI, pada tanggal 27 Januari 2012.
10
bisa dijadikan sebab alasan perceraian apabila istri tidak menerima dengan
keadaan WIL tersebut.6
Di dalam kitab Rowaiul Bayan Juz 1 Karangan Ali Ashobuni ada
tiga kriteria wanita yaitu:
a. Wanita yang kenal laki-laki yang berumah tangga.
b. Wanita yang kenal laki-laki yang tidak mau berumah tangga.
c. Wanita yang tidak kenal laki-laki dan tidak kenal rumah tangga.7
Menurut Bapak A. Ghozali, H. Drs. MSI., seorang wanita yang
melihat wanita seperti di atas, kebanyakan merasa kasihan, sehingga dari rasa
kasihan itulah sebaiknya seorang wanita memberikan kesempatan kepada
wanita yang lain untuk berumah tangga, karena di dunia ini jumlah laki-laki
dan perempuan adalah 1:2. Bisa dilihat juga pada QS. An-Nisa’: 3 yang
berbunyi:
… (#θßsÅ3Ρ $$sù $tΒ z>$sÛ Ν ä3s9 zÏiΒ Ï !$|¡ÏiΨ9 $# 4 o_÷W tΒ y]≈ n= èOuρ yì≈ t/ â‘ uρ ( ÷βÎ* sù óΟ çFø�Åz āωr& (#θä9ω ÷ès? ¸οy‰ Ïn≡uθsù
÷ρr& $tΒ ôM s3n= tΒ öΝ ä3ãΨ≈ yϑ ÷ƒr& 4 y7 Ï9≡ sŒ #’ oΤ ÷Šr& āωr& (#θä9θãès? ∩⊂∪
Artinya: Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga
atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku
adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu
miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya.
Menurut Bapak Ky. Abdul Majid mengenai kebiasaan suami suka
berganti beliau tidak setuju, karena kalau sampai orang tersebut berganti WIL
berarti orang tersebut tidak memikirkan langkah ke depan pada siklus
6 Wawancara A. Ghozali, H. Drs. MSI, pada tanggal 11 Januari 2012.
7 Muhammad Ali Asa-Shobuni, Rowa’ul Bayan Tafsir Ayat Ahkam Minal Qur’an, Juz 1,
hlm. 431.
11
kekeluargaan. Sehingga pembinaan dalam rumah tangga menjadikan kurang
harmonis dan menjadikan dampak perceraian dalam sistem kekeluargaan itu
sendiri.
Selain itu, menurut beliau yang namanya WIL, dimana saja pasti ada
cuman di dalam kebiasaan berganti WIL tersebut yang begitu jelas karena
orang-orang yang berbuat seperti itu kebanyakan dari kalangan ekonomi
menengah ke atas dan dilakukan dengan penuh rahasia.
Sedangkan faktor yang mempengaruhi kebiasaan suami suka
berganti WIL tersebut adalah:
a. Memiliki keimanan dan ketakwaan yang rendah pada agamanya.
b. Rasa ingin coba-coba bagaimana rasanya selingkuh.
c. Pertengkaran dalam rumah tangga.
d. Pasangan resmi tidak jujur ketika belum menikah sehingga kecewa.
e. Memiliki nafsu birahi yang tinggi dan tidak terkontrol.
f. Tingkat ekonomi (menengah ke atas)
g. Dorongan dan pengaruh buruk dari lingkungan sekitar yang sesat.
h. Kemajuan teknologi
Oleh karena itu melihat dari berbagai penjelasan dan ketentuan
hukum di atas, maka penulis dapat mengambil suatu alternatif hukum
mengenai kasus di atas. Bahwa adanya WIL adalah bukan merupakan alasan
perceraian, tetapi merupakan latar belakang perceraian (perselisihan /
cekcok).
12
Setelah terjadinya perselisihan / cekcok tersebut, baru hukum bisa
memutuskan berdasarkan PP No. 9 tahun 1975 dan KHI Pasal 116 huruf (f) yang
berbunyi: “Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan: (f) antara
suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada
harapan lagi hidup rukun dalam rumah tangga”. Oleh karena itu Pengadilan
Agama Semarang mengabulkan gugatan cerai.
Sedangkan mengenai WIL dalam kasus ini menurut penulis adalah tidak
hanya tertuju pada WTS. Untuk mengantisipasi kebiasaan suami suka berganti
WIL tersebut adalah:
- Tingkatkan keimanan dan komunikasi
- Saling memahami kewajiban masing-masing
- Memahami tujuan perkawinan.
Dalam kasus di atas, dikabulkanya gugatan penggugat menurut hukum
Islam adalah dibolehkan, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang berbunyi:
. أبغض احلالل اىل اهللا الطالقعن ابن عمر ان رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم قال
)رواه ابو داودواحلاكم وصححه(Artinya : Dari Ibnu Umar ra. Ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Perbuatan halal yang sangat dibenci Allah ialah talak.
(HR. Abu Dawud dan Hakim dan disahihkan olehnya)
Hadist ini menjadi dalil bahwa menjatuhkan talak itu sama sekali tidak ada
pahalanya dan tidak dapat dipandang sebagai perbuatan ibadah. Akan tetapi ini
juga menjadi dalil bahwa talak tersebut diperbolehkan jika untuk menghindari
bahaya yang mengancam salah satu pihak. Baik suami maupun isteri (termasuk
dalam hal cekcok yang tidak bisa di damaikan lagi).
1
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian pembahasan mengenai putusan Pengadilan Agama
Semarang No. No. 1356/Pdt.G/2011/PA. Sm., tentang kebiasaan suami suka
berganti WIL sebagai latar belakang perceraian, maka pada bab ini penulis
berusaha untuk memberikan suatu kesimpulan yang akan penulis paparkan di
bawah ini yang merupakan intisari dari pembahasan materi-materi dalam
skripsi ini. Adapun kesimpulan yang dapat penulis paparkan adalah sebagai
berikut:
1. Bahwa dalam memberikan pertimbangan dan alasan terhadap gugatan
perceraian tentang kebiasaan suami suka berganti WIL tersebut, majelis
hakim berdasarkan pada beberapa alasan.
a. Bahwa Penggugat dengan gugatannya dan disertai bukti-bukti serta
saksi yang mendukung maka sudah selayaknya Penggugat diterima
dalam gugatannya.
b. Bahwa adanya WIL disini adalah merupakan latar belakang
perceraian (perselisihan / cekcok). Dari kasus ini, yang harus
dibuktikan adalah perselisihannya (cekcok) bukan WIL-nya. Apabila
WIL-nya tidak terbukti dan terjadi perselisihan, maka gugatannya bisa
dikabulkan. Sebaliknya, apabila WIL-nya terbukti dan tidak terjadi
perselisihan maka gugatannya ditolak, karena tidak sesuai dengan
pasal, khususnya Pasal 116 KHI huruf f.
83
2
2. Bahwa dengan melihat beberapa bukti di atas mengenai kasus kebiasaan
suami suka berganti WIL sebagai latar belakang perceraian, dasar hukum
yang digunakan Majelis Hakim adalah dengan berpijak pada Pasal 39 ayat
(2) Undang-Undang No. 1 tahun 1974 Jo Pasal 19 huruf (f) Peraturan
Pemerintah No. 9 tahun 1975 dan Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum
Islam Pasal 116 yang berbunyi: “Perceraian dapat terjadi karena alasan
atau alasan-alasan: (f) antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan
dan pertengkaran dan tidak ada harapan lagi hidup rukun dalam rumah
tangga.”
B. Saran-saran
Meskipun WIL bisa dijadikan sebagai latar belakang perceraian, kita
sebagai manusia baik kaum laki-laki maupun kaum wanita janganlah
mengganggu rumah tangga orang lain. Pilihlah calon pendamping hidup yang
belum beristri.
C. Penutup
Tiada puji yang patut dipersembahkan kecuali kepada Allah SWT
dengan karunia dan rahmat-Nya telah mendorong penulis sehingga dapat
menyelesaikan tulisan yang sederhana ini. Dengan demikian, penulis sangat
berterima kasih dan sangat mengharapkan kritik dan saran-sarannya dari para
pembaca demi kebaikan dan kesempurnaan di masa-masa yang akan datang
untuk melengkapi dari kekurangan-kekurangan yang ada pada penulis.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Slamet dan Aminudin, Fiqh Munakahat II, Bandung : Pustaka Setia,
1999.
Al-Asqilani, Ibnu Hajar, Terjemahan Lengkap Bulughul Maram, Jakarta, Akbar
Media Eka Sarana. 2009
Amandemen Undang-Undang Peradilan Agama, Jakarta: Sinar Grafika, 2006
Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2006.
Arto Mukti, Praktek Perkara Perdata Pada Peradilan Agama, Yogyakarta:
Pusatak Pelajar, 2005.
Ayyub, Syaikh Hasan, Fikih Keluarga, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001
Amandemen Undang-Undang Peradilan Agama, (UU RI No. 50 Th 2009) Jakarta:
Sinar Grafika, 2010.
Departemen Agama RI,Alqur’an dan Terjahannya,Jakarta:Lajnah Pentashih
Mushaf Alqur’an ,2005.
Djamal Murni, Ilmu Fiqh, Jakarta :Sarana Perguruan Tinggi, Jakarta/IAIN,
1985.
Dajlil A, Basiq, Peradilan Agama Di Indonesia, Jakarta : Media Kencana Group,
Cet Ke-1, 2006.
Ghozali Abdul Rahman, Fiqh Munakahat, Jakarta : Kencana, 2008
Harahab, Yahya, Kedudukan Dan Kewenangan Dan Acara Acara Peradilan
Agama, Jakarta : Sinar Grafika, 2005.
J. Maleong, lexy, Methodology Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja
Rosda Karya, 2009.
Jikronah, Studi Analisis Tentang Putusan Pengadilan Agama Demak No. 861/pdt.
G/PA. tentang Cerai Gugat Istri Karena Tidak Terpenuhinya Nafkah
Batin, semarang: Perpus Fakultas Syari’ah, 2000.
Kompilasi Hukum Islam, Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2000.
Komarudin, Kamus Istilah Karya Ilmiah, Jakarta: Bumi Aksara, 2007.
Mudrik, Studi Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Agama Purbalingga No.
283/ pdt.G/PA Purbalingga Tentang Cerai Gugat Karena Suami Berjudi,
Semarang, Perpus Fakultas Syari’ah, 2001.
Munawir AF, Adib Al-Bisri, Kamus Indonesia-Arab, Arab-Indonesia Al-Bisri,
Surabaya: Pustaka Progresif Cet Ke-1, 1999.
Muhammad Uwaidah, Syaikh Kamil, Fiqh Wanita, Jakarta: Al-Kautsar, 2010.
Nasrudin, Amin, Hukum Perdata Islam Di Indonesia Studi Kritis Perkembangan
Hukum Dari Fikih, UU No.1/74 Sampai KHI, Jakarta: Kencana, 2006.
Ridawan, Analisis Putusan Pengadilan Agama Kota Semarang No. 750/pdt.G/PA
Semarang Tentang Pelanggaran Taklik Talak, Semarang: Perpus Fakultas
Syari’ah, 2004.
Rofiq, Ahmad, Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Perdata,
2003.
Rasyid Khotib, Hukum Acara Perdata Dalam Teori Dan Praktek Pada Peradilan
Agama, Yogyakarta UII Press, 2009.
Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah Juz Ii, Bairut: Dar Al-Fikr, 1983.
_________, Fiqh Sunnah Jilid 3, Jakarta : Penda Pundi Aksara, 2007.
_________, Fiqh Sunnah 4, Jakarta : Cakrawala Publishing, 2009.
Sangadah, Siti, Studi Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Agama Rembang
No.318/pdt.G/2003 Tentang Cerai Gugat Karena Suami Menderita Stroke,
Semarang : Perpus Fakultas Syari’ah, 2006.
Sy, Mustafa, Kepaniteraan Pengadilan Agama, Jakarta: Kencana, 2005.
Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fiqh
Munakahat Dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta : Kencana, 2009.
Surya Barata Sumardi, Metodologi Penelitian, Jakarta : Bumi Aksara 2007.
Tri Wahyudi Abdullah, Peradilan Agama Di Indonesia, Yogyakarta : Pustaka
Pelajar Offset, 2004, Cet Ke-1
Undang-Undang Pokok Perkawinan, Jakarta: Sinar Grafika 2007.
http//organisasi.org/c.3i/factor-alasan-penyebab-seseorang-seseorang-selingkuh-
dengan-wanita-idaman-lain.16 November 2011,11.3. WIB.
http//sabda.orgc.3i/pri-idaman-lain-dan-wanita-idaman-lain-16 November
20011,11.37.WIB.
http//www./seputar-indonesia:cak/content/view/39 2172/tgl 3 Januari 2012. 10.14
WIB.
http//pasemarang.net/index php?option:com, 3 Januari 2012, 10.16 WIB.
http//id.berita yahoo.com. dewan-perselingkuha-pns-jawatengah-makin berani-
103327-29 htm.
http//www-scribd.com/doc/333389/contoh proposal penelitian kualitatif, 19
Oktober 20011. 11.00 WIB.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Umiyati
Tempat tanggal lahir : Batang,27 juli 1987
Bangsa : Indonesia(WNI)
Agama : Islam
Alamat : Ds.Lebo Rt 02 Rw.5 Kec.Gringsing Kab. Batang
Riwayat Pendidikan :
1. MI Lebo 01 lulus tahun 1997
2. Mts Nur Anom Gringsing lulus tahun 2003
3. MA NU 02 Muallimin Weleri lulus tahun 2007
4. IAIN Walisongo Semarang Fakultas Syariah
5. Jurusan Al-Akhwal As-Syakhsiyah masuk tahun 2007
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya.
Semarang, 3 Juli 2012
Hormat Saya
Umiyati