asidi-alkalimetri

27
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA DASAR I ASIDI-ALKALIMETRI Disusun oleh: Nama : Gigie Kurniawati Wiyono NIM : 05.70.0037 Kelompok B.5

Upload: verlenciakhosasih

Post on 17-Sep-2015

248 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fdsf

TRANSCRIPT

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMKIMIA DASAR I

ASIDI-ALKALIMETRI

Disusun oleh:

Nama : Gigie Kurniawati Wiyono

NIM : 05.70.0037

Kelompok B.5

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2005

1. PENDAHULUAN

1.1. Tinjauan Pustaka

Kimia analitis dapat dibagi menjadi dua bidang yang disebut analisa kualitatif dan analisa kuantitatif. Analisa kualitatif membahas mengenai identifikasi zat zat, yaitu unsur atau senyawa yang terdapat dalam suatu sampel. Sedangkan analisa kuantitatif membahas mengenai penetapan banyaknya suatu zat tertentu yang ada dalam sampel. Zat yang ditetapkan, yang sering ditunjuk sebagai konstituen yang diinginkan atau analit, dapat merupakan sebagian kecil atau sebagian besar dari contoh yang dianalisis. Jika analisis itu merupakan lebih dari sekitar 1% sampel, maka analisis itu dianggap sebagai komponen utama (major). Jika banyaknya antara 0,01 - 1% sampel, maka dianggap sebagai konstituen kecil. Dan, jika suatu zat hadirnya kurang dari 0,01 % dianggap sebagai konstituen runutan (trace).

Suatu analisis kimia terdiri dari 4 tahapan pokok, yaitu:

1. Pengambilan atau pencuplikan sampel, yakni memilih suatu sampel yang mewakili bahan yang akan dianalisis;

2. Mengubah analitnya menjadi suatu bentuk yang sesuai untuk pengukuran;

3. Pengukuran;

4. Perhitungan dan penafsiran pengukuran (Day & Underwood, 1992).

Volumetri adalah suatu cara analisa kuantitatif dari reaksi kimia. Pada analisa ini, zat yang akan ditentukan kadarnya direaksikan dengan zat lain yang telah diketahui konsentrasinya, sampai mencapai titik ekuivalen sehingga kepekatan zat dapat dihitung. Volumetri dapat dibagi menjadi asidi-alkalimetri, oksidimetri, iodimetri dan iodometri, argentometri dan permanganometri (Sukmariah & Kamianti, 1990).

Asidi-alkalimetri adalah analisa kuantitatif volumetri berdasarkan reaksi netralisasi yang dilakukan dengan cara titrasi. Asidimetri memakai asam sebagai larutan standar. Sedangkan alkalimetri memakai basa sebagai larutan standar (Wilford, 1987).

Asidi-alkalimetri adalah kuantitatif volumetri berdasarkan reaksi netralisasi. Analisa ini dilakukan dengan cara titrasi. Keduanya dibedakan menurut larutan standar yang dipakai. Jika menggunakan larutan asam, maka menggunakan metode asidimetri. Sedangkan jika menggunakan larutan basa, maka menggunakan metode alkalimetri (Brady, 1987).

Untuk membakukan asam dalam analisa asidi alkalimetri, maka dapat digunakan Na2CO3 dan Na2B4O7 . 10 H2O (borax). Proses yang digunakan untuk menentukan secara teliti konsentrasi larutan disebut standarisasi. Dalam asidi-alkalimetri, penitran asam atau basa yang merupakan larutan standar sekunder perlu distandarisasi dengan larutan standar primer untuk menentukan ketepatan konsentrasinya. Standarisasi larutan adalah suatu proses yang dilakukan untuk menentukan konsentrasi larutan secara teliti. Suatu larutan standar kadang-kadang dapat disiapkan dengan melarutkan suatu sampel zat terlarut yang diinginkan, yang ditimbang dengan tepat, dalam volume larutan yang diukur dengan tepat. Tetapi metode ini tidak dapat diterapkan secara umum, karena relatif hanya sedikit reagensia kimia dapat diperoleh dalam bentuk yang cukup murni untuk memenuhi tuntutan si analisis mencapai ketepatan. Sedikit zat yang memadai dalam pertimbangan ini disebut standar primer. Lebih lazim suatu larutan distandarkan oleh suatu titrasi di mana larutan itu bereaksi dengan bobot tentang standar primer (Day & Underwood, 1992).

Melalui proses standarisasi, setelah titik akhir tercapai, normalitas larutan standar dapat dihitung. Rumus untuk mengetahui normalitas tersebut adalah

V1 . N1 = V2 .N2 dimana normalitas larutan yang akan distandarisasi harus diketahui terlebih dahulu. Normaltas larutan yang akan distandarisasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

N = (berat sampel / BM) x val x Fp

dimana N= normalitas, BM = berat molekul, val = valensi senyawa, Fp = faktor pengenceran (Ebbing, 1987).

Pada titik ekuivalen dalam alsidimetri , banyaknya asam asetat dan basa adalah sama. Namun, karena asam asetat termasuk asam lemah dan NaOH adalah basa kuat, maka ion hidroksil (OH) akan terionisasi sempurna dalam larutan NaOH. Dengan adanya ini maka titrasi berakhir pada pH > 7. (Petrucci, 1992)

Pada titik ekuivalen, pH larutan NaOH dan HCl adalah 7,0, karena larutan tersebut mengandung garam NaCl yang tidak dapat terhidrolisa. Bagaimana pun juga pH dapat berubah dengan cepat mendekati titik ekuivalen dari pH 3 sampai 11. Untuk mendeteksi titik ekuivalen dapat ditambahkan indikator yang mengubah warna dalam tingkat pH 3 11. Contohnya kita dapat menggunakan indikator PP yang dapat mengubah warna menjadi merah muda dengan pH 8,0 9,6 (Ebbing, 1987).

Dalam analisa kuantitatif dari reaksi netralisasi asam-basa, sering digunakan prosedur yang dikenal sebagai titrasi. Dalam titrasi, larutan yang konsentrasinya diketahui secara pasti disebut larutan standar, yang ditambah dengan larutan yang konsentrasinya tidak diketahui sampai reaksi kimia diantara 2 larutan telah selesai. Jika kita mengetahui volum larutan standar dan larutan yang konsentrasinya tidak diketahui yang digunakan dalam titrasi serta konsentrasi larutan standar, kita dapat menghitung konsentrasi dari larutan yang tidak diketahui konsentrasinya.

Titik ekivalen adalah titik di mana asam telah dicapai dengan sempurna atau dinetralisasi oleh basa. Titik ekivalen biasanya ditandai dengan perubahan warna yang mencolok tajam dari indikator yang ditambahkan dalam larutan asam. Dalam titrasi asam basa, indikator biasanya berupa bahan yang mempunyai perbedaan warna yang jelas dalam media asam atau basa. Salah satu indikator yang digunakan adalah PP, yang tidak berwarna dalam larutan asam atau netral, tetapi berwarna merah jambu pada larutan basa (Chang, 1991).

Standarisasi merupakan proses yang digunakan untuk menetukan secara teliti konsentrasi suatu larutan. Larutan standar sekunder perlu distandarisasi dengan larutan standar primer untuk menentukan ketepatan konsenstrasinya. Larutan standar primer harus mempunyai syarat sebagai berikut:

1. Mudah didapat dalam bentuk murni;

2. Pengotoran tidak lebih dari 0,01 % - 0,02 %;

3. Mudah dikeringkan;

4. Tidak berdifat higroskopis sehingga mudah menyerap air;

5. Mempunnyai berat ekivalen yang tinggi;

6. Konsentrasi larutan tidak berubah bila disimpan dalam waktu yang lama.

(Day & Underwood, 1992)

Salah satu teknik yang paling penting dalam kimia analitik adalah titrasi, yaitu penambahan secara cermat volume suatu larutan yang mengandung zat A yang konsentrasinya diketahui pada larutan kedua yang mengandung zat B yang konsentrasinya tidak diketahui, yang akan mengakibatkan reaksi antara keduanya secara kuantitatif. Larutan yang mengandung zat A, misalnya asam dimasukkan ke dalam tabung atau erlenmeyer. Larutan lain yang mengandung zat B, misalnya basa dimasukkan ke dalam buret lalu dimasukkan ke dalam asam. Mula-mula cepat kemudian tetes demi tetes, hingga mencapai titik setara. Reaksi selesai ditandai dengan semacam perubahan sifat fisis, misalnya perubahan warna campuran yang bereaksi. Hal itu biasa dikenal sebagai titik akhir titrasi (TAT). Titik akhir dapat dideteksi dalam campuran reaksi yang tidak berwarna dengan menambahkan zat yang disebut indikator, yang mampu mengubah warna pada titik akhir. (Oxtoby et al., 2001).

Titrasi adalah sebuah metode yang digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu zat dalam sebuah contoh larutan cuplikan yang diberikan untuk bereaksi secara lengkap dengan larutan yang konsentrasinya sudah diketahui, disebut larutan standar. Titrasi berguna sekali dalam metode pengukuran keasaman karena asam dapat secara lengkap dinetralisasi oleh basa dan sebaliknya. Contohnya, bila kita ingin mengetahui konsentrasi sebuah contoh larutan HCl, maka sebuah larutan standar NaOH dapat ditambahkan pada larutan HCl yang konsentrasinya tidak diketahui. Hingga semua HCl telah dinetralisasi keadaan ini disebut sama (Salomon, 1987).

Beberapa hal yang mempengaruhi syarat untuk titrasi analitik, yaitu:

1. Persamaan untuk reaksi yang harus diketahui, jadi perbandingan stoikiometri dapat digunakan dalam perhitungan.

2. Reaksi harus berjalan dengan cepat dan menyeluruh.

3. Harus ada pengukuran yang terjadi pada sejumlah dari setiap pereaksi, dimana pereaksinya merupakan permulaan dalam larutan atau merupakan padatan yang dapat dipecahkan.

4. Ketika pereaksi dikombinasikan dengan tepat, harus terdapat perubahan yang bersih dalam beberapa sifat perhitungan dari reaksi campuran. Peristiwa perubahan ini disebut titik akhir titrasi (Rogers, 1985).

Menurut Petrucci, titik ekuivalen adalah keadaan dimana zat yang akan dititrasi ekuivalen dengan zat yang menitrasi. Titik ekuivalen tidak sama dengan titik akhir titrasi (end point). Saat mencapai titik ekuivalen belum tentu indikator sudah berubah wana atau sebaliknya. Tapi dalam perhitungan, titik akhir titrasi dianggap sama dengan titik ekuivalen (Day & Underwood, 1992).

Menurut Archenius, kita mendefinisikan asam sebagai zat yang bila dilarutkan dalam air akan menambah jumlah ion hidrogen yang sudah ada dalam air murni. Gas hidrogen klorida bereaksi dengan air menghasilkan asam klorida.

HCl (g) ( H+ (aq) + Cl( (aq)

Basa didefinisikan sebagai zat yang bila dilarutkan dalam air akan menambah ion yang sudah ada dalam air murni. Natrium hidroksida banyak larut dalam air berdasarkan persamaan :

NaOH (s) ( Na+ (aq) + OH((aq)

Begitu pula dengan basa kuat ammonia, sebagaimana ditunjukkan oleh produk reaksinya dengan air :

NH3 (aq) + H2O (l) ( NH4+ (aq) + OH( (aq)

Bila larutan asam dicampur dengan larutan basa, terjadilah reaksi netralisasi

H+(aq) + OH( (aq) ( H2O (l)

(Harjadi, 1986).

Indikator adalah zat yang dapat digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi. Macam indikator yang dapat kita pilih harus sedemikian rupa sehingga pH titik ekivalen terdapat pada daerah perubahan warna indikator, jika pada suatu titrasi dengan indikator akan timbul perubahan warna, maka saat itulah yang disebut telah mencapai titik akhir titrasi. Dengan pemilihan indikator yang tepat dapat memperkecil kesalahan titrasi (Permana, 1998).

Indikator asam basa

IndikatorPerubahan warna dengan naiknya pHJangka pH

Alitamin yellowKuning merah10 12

Bromerosol greenKuning hijau3,0 5,0

Bromothymol etilKuning biru6,0 8,0

Bromphenol blueMerah biru2,0 4,5

LakmusMerah biru5,0 8,0

Methyl orangeKuning oranye3,1 4,4

Methyl redMerah kuning5,0 6,0

Methyl violetKuning ungu0,0 2,0

PhenolphtaleinTidak berwarna merah muda8,0 9,6

(Oxtoby et al., 2001)

Menurut Petrucci, indikator asam basa umumnya digunakan jika penentuan pH yang teliti tidak diperlukan. Dibanding dengan penggunaan indikator, pengukuran pH yang lebih tepat dapat digunakan alat pengukur pH yang disebut pHmeter. Analisis memanfaatkan perubahan besar pH yang terjadi dalam titrasi, untuk menetapkan kapan titik keselarasan itu tercapai. Terdapat banyak asam organik lemah yang berbentuk ion dan bentuk tak terdisosiasinya menunjukkan warna yang berlainan. Molekul-molekul seperti ini dapat digunakan untuk menetapkan kapan telah ditambahkan cukup titrasi disebut indikator tampak (visual indikator). Indikator PP yang dikenal baik adalah asam dwiporotik dan tak berwarna. Mula-mula zat ini berdisosiasi menjadi bentuk tidak berwarna, kemudian dengan hilangnya proton kedua menjadi ion sistem konjugasi, timbullah warna merah jingga. Metil orange, suatu indikator yang luas pemakaiannya adalah suatu basa berwarna kuning dalam bentuk molekulnya (Ebbing, 1987).

Persen berat adalah berapa persen berat zat dari berat larutan. Rumus dari persen berat adalah :

%-W = Wa x 100 %

W larutan

Keterangan : W larutan = Wa + W pelarut ( + W komponen lain yang bersangkutan).

Sedangkan persen volume adalah berapa % volume zat dari volume larutan. Rumus dari persen volume adalah :

%-V = Va x 100 %

Va + Vb

Perhitungan persen volume ini dapat digunakan untuk larutan yang tidak cukup pekat. (Harjadi, 1993)

1.2. Tujuan Praktikum

Tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah agar pratikan dapat menetapkan kadar sodium bikarbonat dalam soda dengan titrasi asidimetri, mampu menetapkan kadar asam cuka dalam suatu larutan cuka dengan mengguakan metode titrasi alkalimetri dan mengetahui pH pada saat titik ekivalen dengan menggunakan pH meter.

2. MATERI DAN METODE

2.1. Materi

2.1.1. Alat

Dalam praktikum ini, alat-alat yang digunakan oleh praktikan antara lain adalah neraca analitik, gelas arloji, pengaduk, labu takar 100 ml, pipet volume 5 ml, labu erlenmeyer 100 ml, pipet tetes, pompa Pilleus, buret, statip, dan corong.

2.1.2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan oleh praktikan dalam praktikum ini adalah aquadestilata, borax, indikator MO (Methyl Orange), HCl, asam oksalat, indikator PP, NaOH, soda, cuka dapur Suka Sari, dan lakmus universal.

2.2. Metode

2.2.1. Standarisasi Larutan HCl dengan Menggunakan Borax

Mula mula, borax ditimbang sebanyak 1,9 gram dengan gelas arloji. Borax dimasukkan ke dalam labu takar dan dilarutkan dengan aquades sampai volumnya mencapai 100 ml. Larutan diambil sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Indikator MO ikut dimasukkan juga ke dalam Erlenmeyer tersebut. Larutan dititrasikan dengan HCl sampai titk akhir titrasi terjadi dimana warna larutan berubah menjadi oranye. Lalu, volum yang diperlukan untuk titrasi dicatat. Percobaan di atas diulang sebanyak 2 kali. Normalitas HCl dihitung.

2.2.2. Standarisasi larutan NaOH dengan Asam Oksalat

Mula mula, asam oksalat ditimbang sebanyak 0,6 gram dengan gelas arloji. Asam oksalat dimasukkan ke dalam labu takar dan dilarutkan dengan aquades sampai volumnya mencapai 100 ml. Larutan diambil sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Indikator PP sebanyak 2 tetes ikut dimasukkan juga ke dalam Erlenmeyer tersebut. Larutan dititrasikan dengan NaOH sampai larutan berubah warna menjadi merah jambu. Lalu, volum yang diperlukan untuk titrasi dicatat. Percobaan di atas diulang sebanyak 2 kali. Normalitas NaOH dihitung.

2.2.3. Penetapan Kadar Sodium Bikarbonat dalam Soda

Mula mula, soda ditimbang sebanyak 2 gram dengan gelas arloji. Soda dimasukkan ke dalam labu takar dan dilarutkan dengan aquades sampai volumnya mencapai 100 ml. Larutan diambil sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Indikator MO sebanyak 3 tetes ikut dimasukkan juga ke dalam Erlenmeyer tersebut. Larutan dititrasikan dengan HCl sampai titik akhir titrasi terjadi. Percobaan di atas diulang sebanyak 2 kali. Lalu, kadar sodium bikarbonat dalam soda dihitung.

2.2.4. Penetapan Kadar Asam Cuka dalam Larutan Cuka Dapur

Mula mula, cuka dapur yang telah tersedia diambil sebanyak 2 ml. Cuka dapur tersebut dimasukkan ke dalam labu takar dan dilarutkan dengan aquades sampai volumnya mencapai 100 ml. Larutan diambil sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Indikator PP sebanyak 2 tetes ikut dimasukkan juga ke dalam Erlenmeyer tersebut. Larutan dititrasikan denganNaOH sampai titik akhir titrasi terjadi. Percobaan di atas diulang sebanyak 2 kali. Lalu, kadar asam cuka dalam larutan cuka dapur dihitung.3. HASIL PENGAMATAN

Hasil percobaan asidi alkalimetri dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Standarisasi Larutan HCl dengan Menggunakan Borax

NoVolum HClN HClPerubahan Warna

1.13,2 ml0,075727 NKuning (oranye kemerahan

2.12,8 mlKuning ( oranye kemerahan

Reaksi :

Na2B4O7 . 10 H2O (aq) + 2 HCl (aq) ( 2 NaCl (aq) + H2B4O7 (aq) + 10 H2O (l)Tabel 2. Standarisasi larutan NaOH dengan Asam Oksalat

NoVolum NaOHN NaOHPerubahan Warna

1.10,3 ml0,0873744 NBening ( merah muda

2.11,5 mlBening ( merah muda

Reaksi :

H2C2O4 . 2 H2O (aq) + 2 NaOH (aq) ( Na2C2O4 (aq) + 10 H2O (l)Tabel 3. Penetapan Kadar Sodium Bikarbonat dalam Soda

NoVolum HClpHKadar

1.5,5 ml389,75 %

2.5,8 ml3

Reaksi :

NaHCO3 + HCl ( NaCl + H2O + CO2Tabel 4. Penetapan Kadar Asam Cuka dalam Larutan Cuka Dapur

NoVolum NaOHpHKadar

1.3 ml127,6 %

2.2,8 ml12

Reaksi :

CH3COOH7 + NaOH ( CH3COONa + H2O

4. PEMBAHASAN

Pada praktikum asidi alkalimetri ini, praktikan melakukan empat percobaan. Dua percobaan yang pertama, yaitu standarisasi larutan HCl dengan borax dan standarisasi larutan NaOH dengan menggunakan asam oksalat, bertujuan untuk melakukan standarisasi larutan sekunder dari larutan primer sehingga kita dapat menentukan konsentrasi larutan sekunder secara teliti. Menurut Ebbing (1987), melalui proses standarisasi, setelah titik akhir tercapai, normalitas larutan standar sekunder dapat dihitung. Rumus untuk mengetahui normalitas tersebut adalah V1 . N1 = V2 .N2 dimana normalitas larutan standar primer harus diketahui terlebih dahulu. Normalitas larutan standar sekunder dapat dihitung dengan menggunakan rumus: N = (berat sampel / BM) x val x Fp dimana N= normalitas, BM = berat molekul, val = valensi senyawa, Fp = faktor pengenceran. Larutan standar primer harus mempunyai memenuhi syarat berikut ini, yaitu mudah didapat dalam bentuk murni, pengotoran tidak lebih dari 0,01 % - 0,02 %, mudah dikeringkan, tidak berdifat higroskopis sehingga mudah menyerap air, mempunyai berat ekivalen yang tinggi, dan konsentrasi larutan tidak berubah bila disimpan dalam waktu yang lama (Day & Underwood, 1992).

Dua percobaan selanjutnya adalah penetapan kadar sodium bikarbonat dalam soda dan penetapan kadar asam cuka dalam larutan cuka dapur. Kedua percobaan ini digunakan untuk menentukan kadar suatu zat dalam larutan dengan menggunakan analisa kuantitatif dengan metode titrasi. Untuk menjalankan metode titrasi, kita harus memenuhi syarat- syarat berikut, yaitu mengetahui persamaan untuk reaksi, reaksi harus berjalan dengan cepat dan menyeluruh, harus ada pengukuran yang terjadi pada sejumlah dari setiap pereaksi, harus terdapat perubahan yang bersih dalam beberapa sifat perhitungan dari reaksi campuran ketika pereaksi dikombinasikan dengan tepat (Rogers, 1985).

Pada percobaan pertama, borax sebanyak 1,9 gram yang diencerkan sampai 100 ml digunakan sebagai larutan primer untuk menera konsentrasi larutan standar sekunder. Digunakan larutan standar primer ini karena sifat dari larutan standar sekunder tidak stabil dan tidak konstan. HCl digunakan sebagai penitran yang dimasukkan ke dalam buret agar konsentrasi HCl dapat diketahui. Larutan HCl ini akan digunakan untuk menentukan kadar sodium bikarbonat dalam soda. Indikator yang digunakan dalam percobaan ini adalah methyl orange (MO). Indikator yang mempunyai range pH 3,1 4,4 ini dipakai karena untuk mendeteksi titik ekuivalen perlu ditambahkan indikator yang mengubah warna yang sesuai dengan sifat larutan penetrasi HCl yaitu asam. Melalui percobaan ini, kita dapat mengetahui konsentrasi HCl adalah 0,075727 N (Oxtoby et al., 2001).

Pada percobaan kedua, dilakukan standarisasi larutan NaOH dengan oksalat. Asam oksalat sebanyak 0,6 gram yang diencerkan sampai 100 ml berperan sebagai larutan standar primer. Larutan ini berfungsi untuk menera larutan sekunder yang digunakan. Larutan NaOH adalah larutan standar sekunder yang digunakan dalam percobaan ini. Larutan NaOH ini akan digunakan untuk menentukan kadar cuka Suka Sari pada percobaan yang keempat. Indikator yang digunakan dalam percobaan ini adalah indikator PP. Titik akhir titrasi dapat diketahui setelah warna larutan berubah menjadi merah muda. Indikator PP yang mempunyai range pH 8,0 9,6 ini digunakan karena sesuai dengan sifat larutan penetrasi NaOH yaitu basa. . Melalui percobaan ini, kita dapat mengetahui konsentrasi NaOH adalah 0,0873744 N (Petrucci, 1992).

Percobaan pertama menggunakan metode alkalimetri karena larutan standar yang digunakan bersifat basa, yaitu borax. Sedangkan percobaan kedua menggunakan metode asidimetri, karena larutan standar yang digunakan adalah oksalat yang bersifat asam. Percobaan yang pertama bertujuan untuk membuat larutan standar yaitu larutan HCl yang akan digunakan untuk menetapkan kadar sodium bikarbonat pada percobaan yang ketiga. Percobaan yang kedua digunakan untuk membuat larutan standar yaitu larutan NaOH yang akan dipakai untuk menetapkan kadar asam cuka pada percobaan yang ketiga. (Wilford, 1987).

Percobaan ketiga dilakukan untuk menentukan kadar NaHCO3 dalam soda. Larutan standar yang digunakan adalah HCl dan sampel yang digunakan adalah 0,4 gram soda yang akan dilarutkan dalam air sampai mencapai volum 100 ml. Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah titrasi. Titik akhir titrasi dicapai saat larutan berubah warnanya menjadi oranye kemerahan. Setelah titrasi selesai, didapat pH larutan adalah 3. Hal itu terjadi karena larutan soda dititrasi dengan larutan HCl yang bersifat asam dam menggunakan indikator MO yang range pHnya adalah 3,1 4,4. Indikator yang kita pilih harus tepat sehingga pH titik ekuivalen terdapat pada daerah perubahan warna indikator, jika pada suatu titrasi dengan indikator akan timbul perubahan warna, maka saat itulah yang disebut telah mencapai titik akhir titrasi. Dengan pemilihan indikator yang tepat dapat memperkecil kesalahan titrasi. Melalui percobaan ini, kita dapat mengetahui bahwa kadar sodium bikarbonat dalam soda adalah 89,75 % (Permana, 1998).

Percobaan keempat dilakukan untuk menentukan kadar asam cuka. Larutan standar yang diguanakan adalah NaOH, sedangkan sampel yang digunakan adalah dalam cuka Suka Sari sebanyak 2 ml yang diencerkan dengan aquades hingga 100 ml. Percobaan ini mendapatkan hasil bahwa pH larutan adalah 12. Titik akhir titrasi ini dapat diketahui ketika larutan berubah warna menjadi merah muda. Hal ini menunjukkan bahwa larutan bersifat basa, karena dititrasi oleh NaOH yang bersifat basa kuat. Pada titik ekuivalen, banyaknya asam cuka dan basa adalah sama. Namun, karena asam cuka termasuk asam lemah dan NaOH adalah basa kuat, maka ion hidroksil (OH) akan terionisasi sempurna dalam larutan NaOH. Dengan adanya ini maka titrasi berakhir pada pH > 7. Melalui percobaan ini, kita dapat mengetahui bahwa kadar asam cuka dalam larutan cuka dapur Suka Sari adalah 7,6 % ( (Petrucci, 1992).

5. KESIMPULAN

Asidimetri adalah analisa kimia yang menggunakan larutan standar primer yang bersifat asam, sedangkan alkalimetri adalah analisa kimia yang menggunakan larutan standar primer yang bersifat basa.

Indikator asidi-alkalimetri merupakan indikator pH karena perubahannya berdasarkan perubahan pH larutan.

Indikator yang digunakan dalam proses asidimetri adalah indikator MO yang mengubah warna larutan dari kuning menjadi oranye kemerahan.

Indikator yang digunakan dalam proses alkalimetri adalah indikator PP yang mengubah warna larutan dari tidak berwarna menjadi merah muda.

Pemiliihan indikator harus tepat karena dengan memilih indikator yang tepat dapat memperkecil kesalahan titrasi.

Pada titrasi asam kuat dan basa lemah akan dihasilkan pH kurang dari 7, sedangkan pada titrasi asam lemah dan basa kuat akan dihasilkan pH lebih dari 7.

Untuk menentukan konsetrasi secara teliti, maka larutan standar sekunder perlu distandarisasi.

Normalitas HCl adalah 0,075727 N

Normalitas NaOH adalah 0,0873744 N

Kadar sodium bikarbonat dalam soda adalah 89,75 %

Kadar asam cuka pada larutan cuka dapur Suka Sari adalah 7,6 %

6. DAFTAR PUSTAKA

Brady, J. E. (1987). Kimia Universitas. Bina Aksara Rupa. Jakarta.

Chang, R. (1991). Chemistry Fourth Edition. Mc Graw Hill, Inc. USA.

Day, R.A. & A.L. Underwood. (1992). Analisa Kimia Kuantitatif edisi Kelima. Erlangga. Jakarta.

Ebbing, D.B. (1987). General Chemistry. Houghtan Mifflin Company. Boston.

Harjadi, W. (1986). Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia. Jakarta.

Harjadi, W. (1993). Stoikiometri : Berhitung Kimia Itu Mudah. Gramedia. Jakarta.

Oxtoby, D.W. et al,. (2001). Prinsip-Prinsip Kimia Modern edisi Keempat Jilid 1. Erlangga. Jakarta.

Permana, D. (1998). Intisari Kimia. Pustaka Setia. Bandung.

Petrucci, R.H. (1992). Kimia Dasar. Erlangga. Jakarta.

Salomon, S. (1987). Introduction to General Organic and Biological Chemistry. Mc Graw Hill Book Company, Inc. USA.

Sukmariah, M. & Kamianti, A. (1990). Kimia Kedokteran, edisi 2. Binarupa Aksara. Jakarta.

Wilford, L.D. (1987). Chemistry for First Examination. Blackkie. London.

7. LAMPIRAN

7.1. Laporan Sementara

7.2. Perhitungan

7.2.1. Standarisasi Larutan HCl dengan Menggunakan Borax

Volum HCl rata rata = (13,2 ml + 12,8 ml) / 2

= 13 ml

(Mgr borax / BM) x val = v HCl x N HCL x Fp

(1900 mg / 386 sma) x 2= 13 ml x N HCl x (100 / 10)

N HCl

= 0,0752738 N

7.2.2. Standarisasi larutan NaOH dengan Asam Oksalat

Volum NaOH rata rata = (10,3 ml + 11,5 ml) / 2

= 10,9 ml

(Mgr oksalat / BM) x val = v NaOH x N NaOH x Fp

(600 mg / 126 sma) x 2= 10,9 ml x N HCl x (100 / 10)

N HCl

= 0,0873744 N

7.2.3. Penetapan Kadar Sodium Bikarbonat dalam Soda

Volum HCl rata rata = (5,5 ml + 5,8 ml) / 2

= 5,65 ml

(Mg NaHCO3 / BM) x val = v HCl x N HCL x Fp

(Mg NaHCO3 / 84 sma) x 1= 5,65 ml x 0,076 x (100 / 10)

Mg NaHCO3

= 359 mgr

Kadar = (Mg NaHCO3 / 400) x 100%

= (359 / 400) x 100 %

= 89, 75 %

7.2.4. Penetapan Kadar Asam Cuka dalam Larutan Cuka Dapur

Volum NaOH rata rata = (3 ml + 2,8 ml) / 2

= 2,9 ml

(Mg CH3COOH / BM) x val = v NaOH x N NaOH x Fp

(Mg CH3COOH / 60 sma) x 1= 2,9 ml x 0,087 x (100 / 10)

Mg CH3COOH

= 152 mgr = 0,152 gr

Kadar = (Mg CH3COOH / 2 ml) x 100%

= (0,152 gr/ 2 ml) x 100 %

= 7,6 %

PAGE 12